Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

“STANDAR OPERATIONAL PROCEDURE DAN WORK PERMIT ”

(disusun guna memenuhi tugas matakuliah peminatan Manajemen Kesehatan


Keselamatan Kerja)

Kelas A

Oleh:

Kelompok 4

BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2017
MAKALAH
“STANDAR OPERATIONAL PROCEDURE DAN WORK PERMIT ”

(disusun guna memenuhi tugas matakuliah peminatan Manajemen Kesehatan


Keselamatan Kerja)

Kelas A

Oleh:

Mas Amaliyah 142110101096

Laily ida arisa 142110101131

BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmadnya sehingga penyusunan makalah Manajemen Kesehatan
Keselamatan Kerja yang berjudul “Standar Operational Procedure Dan Work permit ”.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Manajemen Kesehatan
Keselamatan Kerja Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Reny Indrayani, S.KM., M.KKK
2. Orang tua kami, atas segala restu dan dukungannya;
3. Semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Penulis sangat mengharap kritik,
saran, dan masukan untuk perbaikan serta penyempurnaan lebih lanjut pada masa
yang akan datang.

Jember, 24 September 2017

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
2.1 Standar Operational Procedure ................................................................. 4
2.1.1 Definisi SOP ..................................................................................... 4
2.1.2 Tujuan Penerapan .............................................................................. 4
2.1.3 Manfaat Penerapan ............................................................................ 4
2.1.4 Fungsi SOP ....................................................................................... 5
2.1.5 Format dan simbol-simbol SOP ........................................................ 6
2.1.6 Jenis SOP .......................................................................................... 9
2.1.7 Langkah –Langka Penyusunan SOP ............................................... 11
2.1.8 Prinsip-Prinsip Penyusunan SOP .................................................... 12
2.1.9 Prinsip-Prinsip Pelaksanaan SOP.................................................... 13
2.2 Work permit ............................................................................................ 13
2.2.1 Definisi Work Permit ...................................................................... 13
2.2.2 Tujuan Izin kerja ............................................................................. 15
2.2.3 Penggunaan sistem permit to work ................................................. 16
2.2.4 Jenis permit to work ........................................................................ 17
2.2.5 Formulir permit to work .................................................................. 19
2.2.6 Tanggung jawab .............................................................................. 20
2.2.7 Tahap Penerapan Sistem Permit to Work ....................................... 22
BAB 3. STUDI KASUS ........................................................................................ 29
3.1 Studi Kasus ............................................................................................. 29
3.2 Analisis Studi Kasus ............................................................................... 31
BAB 4. PENUTUP ............................................................................................... 34
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 34
4.2 Saran ....................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36

iv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada perkembangan zaman yang berdampak terhadap kemajuan
perkembangan di sektor industri dewasa ini berlangsung dengan cepat dan
membawa perubahan-perubahan dalam skala besar terhadap tata kehidupan
negara dan masyarakat. Namun kemajuan di sektor industri selain membawa
dampak positif terhadap perkembangan perekonomian dan kemakmuran bangsa
juga memiliki potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran
atau peledakan dan pencemaran lingkungan. Potensi bahaya tersebut dikarenakan
penggunaan bahan kimia, proses dengan suhu dan tekanan tinggi dan penggunaan
alat-alat modern (mesin mekanik atau mesin listrik) tanpa diimbangi kesiapan dan
sistem untuk mengendalikannya. Bahaya-bahaya yang ada ditempat kerja tersebut
dapat berpengaruh terhadap kesehatan, keselamatan, dan produktivitas pada
tenaga kerja (Suma’mur, 2009).

Kecelakaan kerja merupakan hal tidak diinginkan dan tidak dapat di ketahui
kapan terjadinya, tetapi semua itu bisa di antisipasi. Namun sekarang banyak
perusahaan yang masih mengalami kecelakaan kerja. Hal ini karena masih
kurangnya kesadaran dari sebagian besar masyarakat, perusahaan, pengusaha
maupun tenaga kerja akan arti pentingnya K3 (Sugeng Budiono, 2003 ). Di
Indonesia, kasus kecelakaan kerja berdasarkan data PT Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek) 2013 memperlihatkan bahwa sekitar 0,7 persen pekerja
Indonesia mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian nasional
mencapai Rp 50 triliun.2 Sedangkan data Internasional Labour Organization
(ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan
kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012)
ILO mencatat angka kematian dikarenakan kecelakaan kerja sebanyak 2 juta kasus
setiap tahun.

Berdasarkan PP No.50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada lampiran II bagian 6 tercantum bahwa

1
2

terdapatnya prosedur kerja yang didokumentasikan dan diterapkannya suatu


sistem izin kerja untuk tugas-tugas yang beresiko tinggi. Izin kerja atau work
permit merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengendalikan jenis-
jenis pekerjaan tertentu yang memiliki potensi bahaya. Selain itu pada peraturan
tersebut juga dijelaskan mengenai harus adanya prosedur atau petunjuk kerja yang
terdokumentasi untuk mengendalikan risiko yang teridentifikasi dan dibuat atas
dasar masukan dari personil yang kompeten serta tenaga kerja yang terkait dan
disahkan oleh orang yang berwenang di perusahaan. Bentuk prosedur atau
pentunjuk kerja tersebut ada sebuah Standart operational prosedur yang
diterapkan pada perusahaan sesuai dengan masing-masing pekerjaan.

Standart Operating Prosedure (SOP) adalah serangkaian instruksi kerja


tertulis yang dibakukan (terdokumentasi) mengenai proses penyelenggaraan
administrasi perusahaan, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh
siapa dilakukan. Sedangkan work permit bagian dari pengendalian resiko K3
secara administratif yang bertujuan untuk mengendalikan semua pekerjaan yang
beresiko tinggi. Work permit bertujuan untuk meminimalisasi kecelakaan kerja
dengan catatan pekerja mematuhi prosedur yang sudah ditentukan oleh
perusahaan. Secara administrasi SOP dan work permit sangat diperlukan sebuah
perusaahaan untuk bukti Rekaman K3 saat adanya audit SMK3. Oleh sebab itu
jika suatu perusahaan sudah menerapkan SMK3 maka secara otomatis kedua
dokumen ada atau diterapkan pada perusahaan tersebut. Melihat pentingnya dan
fungsi dari Standart operational prosedur dan work permit , dan melatar belakangi
adanya makalah ini perlu dilakukan pendalaman materi yang lebih lanjut
mengenai standar operasional prosedur dan work permit .

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud Standar operational prosedur dan work permit?
b. Apa tujuan penerapan Standar operational prosedur dan work permit?
c. Apa manfaat penggunaan Standar operational prosedur dan work permit?
d. Bagaimana fungsi Standar operational prosedur dan work permit?
e. Bagaimana Bentuk Standar operational prosedur dan work permit?
3

f. Bagaimana prinsip-prinsip penyusunan Standar operational prosedur?


g. Apa yang dimaksud tanggung jawab pada permit work?
h. Bagimana Tahap penerapan sistem permit work?

1.3 Tujuan
a. Dapat mengetahui apa yang dimaksud Standar operational prosedur dan
work permit.
b. Dapat mengetahui tujuan penerapan Standar operational prosedur dan
work permit.
c. Dapat mempelajari manfaat penggunaan Standar operational prosedur dan
work permit.
d. Dapat mempelajari mengenai fungsi Standar operational prosedur dan
work permit.
e. Dapat mengetahui Bentuk Standar operational prosedur dan work permit
f. Dapat mengidentifikasi prinsip-prinsip penyusunan Standar operational
prosedur.
g. Dapat menjelaskan tentang tanggung jawab pada permit work.
h. Dapat mengidentifikasi Tahap penerapan sistem permit work.

1.4 Manfaat
Mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat peminatan k3 mendapatkan ilmu
baru mengenai kesehatan keselamatan kerja khususnya pada bidang manajemen
kesehatan keselamatan kerja yang membahas tentang standar operational
prosedur dan work permit
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Standar Operational Procedure
2.1.1 Definisi SOP
Standar dapat didefinisikan sebagai ketentuan yang menjadi acuan,
harus diikuti, dan tidak boleh menyimpang. Sedangkan operasional merujuk
pada kegiatan atau kerja yang biasanya terjadi di suatu perusahaan.
Operasional atau kegiatan kerja dapat bersifat rutin dan non rutin, dan pada
umumnya mempunyai prosedur yang bersifat baku (tertulis) maupun tidak
baku (tidak tertulis). Pengertian dari prosedur adalah tahapan atau langkah-
langkah, biasanya terkait dengan suatu proses kerja, serta dapat berbentuk
deskripsi atau gambar.
Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No. 35 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi
Pemerintahan, definisi dari SOP adalah serangkaian tertulis yang dibakukan
mengenai segala macam proses penyelenggaraan aktivitas organisasi,
bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.
2.1.2 Tujuan Penerapan
Penerapan SOP di lingkungan kerja bertujuan agar pekerja menjaga
konsistensi dan tingkat kinerja pekerja atau tim dalam unit kerja;
mengetahui peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam unit kerja dengan jelas;
memperjelas alur tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari pekerja
terkait; melindungi unit kerja dan pekerja dari malpraktek atau kesalahan
administrasi lainnya; serta untuk menghindari kegagalan atau kesalahan,
keraguan, duplikasi, dan inefisiensi

2.1.3 Manfaat Penerapan


Manfaat SOP dalam unit kerja meliputi:
a. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaan yang menjadi tugasnya.
b. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh
seorang pekerja dalam melaksanakan tugas.

4
5

c. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung


jawab individual pekerja dan organisasi secara keseluruhan.
d. Membantu pekerja menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada
intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan
dalam proses pelaksanaan tugas sehari-hari.
e. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas.
f. Menciptakan ukuran standar kinerja pekerja dalam memperbaiki kinerja
serta membantu mengevaluasi kinerja yang telah dilakukan.
g. Memastikan pelaksanaan tugas dan fungsi dapat berlangsung dalam
berbagai situasi.
h. Menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat, baik dari sisi mutu,
waktu dan prosedur.
i. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus
dikuasai oleh pekerja dalam melaksanakan tugasnya.
j. Memberikan informasi bagi upaya peningkatan kompetensi pekerja.
k. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh seorang
pekerja dalam melaksanakan tugasnya.
l. Sebagai instrumen yang dapat melindungi pekerja dari kemungkinan
tuntutan hukum karena tuduhan melakukan penyimpangan.
m. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas dan fungsi.
n. Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural dalam
memberikan pelayanan.
o. Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam penyusunan
standar pelayanan, sehingga sekaligus dapat memberikan informasi bagi
kinerja pelayanan.
2.1.4 Fungsi SOP
SOP berfungsi sebagai pedoman pekerja dan/atau pimpinan dalam
melaksanakan pekerjaan rutin, pembanding untuk perubahan yang lebih
baik, mengarahkan pekerja untuk sama-sama disiplin dalam bekerja, dasar
hukum yang dapat digunakan untuk kebaikan semua pihak, serta
mengetahui dengan jelas hambatan-hambatan dan mudah dilacak. Oleh
6

karena itu, SOP diperlukan sebagai acuan kerja agar dapat menghasilkan
sumber daya manusia yang profesional dan handal sehingga dapat
mewujudkan visi dan misi perusahaan.
SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat
komunikasi dan pengawasan, serta dapat menyelesaikan pekerjaan secara
konsisten. Selain itu, para pekerja akan memiliki rasa percaya diri dalam
bekerja karena mengetahui tujuan yang harus dicapai dalam setiap
pekerjaan. SOP juga dapat digunakan sebagai salah satu alat training dan
dapat digunakan untuk mengukur kinerja pekerja.
2.1.5 Format dan simbol-simbol SOP
Penyusunan SOP harus memperhatikan format SOP, sehingga
mempermudah pengorganisasiannya dan memudahkan bagi para pengguna
dalam memahami isi SOP tersebut. Ada empat faktor yang dapat dijadikan
dasar dalam penentuan format penyusunan SOP yang akan digunakan oleh
suatu perusahaan, yaitu:
a. Banyaknya keputusan yang akan dibuat dalam suatu prosedur
b. Banyaknya langkah dan sub langkah yang diperlukan dalam suatu
prosedur
c. Siapa yang dijadikan target sebagai pelaksana SOP
d. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan SOP

Format SOP ini dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu format SOP
secara umum dan format SOP administrasi pemerintahan.
a. Format Umum SOP
Format SOP dapat berbentuk:
1) Langkah Sederhana (Simple Steps)
Simple steps dapat digunakan jika prosedur yang akan disusun
hanya memuat sedikit kegiatan (kurang dari 10 kegiatan) dan
memerlukan sedikit keputusan. Format SOP ini dapat digunakan
dalam situasi yang hanya ada beberapa orang yang akan
melaksanakan prosedur yang telah disusun, biasanya merupakan
7

prosedur rutin. Dalam simple steps ini kegiatan yang akan


dilaksanakan cenderung sederhana dengan proses yang pendek.
2) Tahapan Berurutan (Hierarchical Steps)
Format ini merupakan pengembangan dari simple steps.
Digunakan untuk prosedur yang disusun panjang, lebih dari 10
langkah dan membutuhkan informasi lebih detail, akan tetapi hanya
memerlukan sedikit pengambilan keputusan.
3) Grafik (Graphic)
Format ini dapat digunakan, jika prosedur yang disusun
merupakan kegiatan yang sederhana dan bersifat spesifik. SOP ini
umumnya dipakai pada unit-unit pelayanan publik yang memiliki
variasi tingkat pengetahuan. Untuk menggambarkan prosedur
diperlukan adanya suatu foto atau diagram untuk memudahkan
pemahaman. SOP format graphic
step yang menggunakan gambar dan diberi keterangan (catatan)
disebut
annotated picture.
4) Diagram Alir (Flowcharts)
Flowcharts ini dipergunakan untuk SOP pengambilan
keputusan yang banyak (kompleks) dan membutuhkan opsi jawaban
(alternatif jawaban) seperti: jawaban “ya” atau “tidak”, “lengkap” atau
“tidak”, “benar” atau “salah”, dsb. SOP format flowcharts ini terdiri
dari dua jenis sesuai dengan bentuk penggambaran alur simbolnya,
yaitu: linear flowcharts (diagram alir linier) dan branching flowcharts
(diagram alir bercabang). Diagram alir linier dipergunakan untuk
menggambarkan prosedur pekerjaan dalam bentuk linier secara
vertikal ataupun harizontal dengan tidak memisahkan antara kegiatan
dengan aktor pelaksana kegiatan dan menuliskan rumusan kegiatan
secara singkat di dalam simbol yang dipakai. SOP format ini
umumnya digunakan pada SOP yang bersifat teknis.
8

Penggunaan format ini melibatkan beberapa simbol umum


dalam menggambarkan proses, mencakup 29 simbol termasuk simbol
anak panah (arrow). Simbol-simbol tersebut antara lain sebagai
berikut:

Gambar ... . Simbol flowchart


b. Format SOP administrasi pemerintahan
Format SOP administrasi pemerintahan yang dipersyaratkan dalam
Kebijakan Reformasi Birokrasi tidak seperti format SOP pada umumnya
sebagai berikut:
a. Format Diagram Alir Bercabang (Branching Flowcharts)
Format diagram alir bercabang (branching flowcharts)
dipergunakan hanya dalam SOP administrasi pemerintahan dan tidak
ada format lain. Diagram alir bercabang dipergunakan untuk
menggambarkan prosedur pekerjaan dalam bentuk simbol yang
dihubungkan secara bercabangcabang dengan memisahkan antara
kegiatan dan aktor pelaksana kegiatan.
b. Menggunakan Lima Simbol Flowcharts
SOP administrasi pemerintahan hanya terdiri dari 5 (lima)
simbol, yaitu:
1) Simbol Kapsul/Terminator untuk mendeskripsikan kegiatan mulai
dan berakhir
9

2) Simbol Kotak/Process untuk mendeskripsikan proses atau kegiatan


eksekusi
3) Simbol Belah Ketupat/Decision untuk mendeskripsikan kegiatan
pengambilan keputusan
4) Simbol Anak Panah/Arrow untuk mendeskripsikan arah kegiatan
(arah proses kegiatan)
5) Simbol Segilima/Off-Page Connector untuk mendeskripsikan
hubungan antar simbol yang berbeda halaman.

Kegunaan simbol-simbol dalam SOP, yaitu:


a. Jenis-jenis pekerjaan, tahap-tahap, gerakan-gerakan, dan bagian-bagian
pekerjaan yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu bidang tugas.
b. Waktu rata-rata yang diperlukan baik untuk penyelesaian setiap tahap
atau jenis pekerjaan dan waktu seluruhnya yang diperlukan untuk
penyelesaian pekerjaan tersebut.
c. Persyaratan kecakapan dan keterampilan pekerja yang diperlukan untuk
dapat mengerjakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
d. Peralatan dan fasilitas kerja yang diperlukan untuk dapat mengerjakan
pekerjaan.
e. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk suatu bidang tugas atau
bidang kegiatan dan sebagai salah satu alat evaluasi kerja pekerja.
f. Apakah peralatan, fasilitas, dan tenaga kerja telah dimanfaatkan sesuai
dengan kapasitas yang semestinya.
g. Kemacetan-kemacetan yang paling banyak terjadi.
2.1.6 Jenis SOP
SOP dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. SOP teknis
SOP teknis adalah standar prosedur yang sangat rinci dan bersifat
teknis. Setiap prosedur diuraikan dengan sangat teliti sehingga tidak ada
kemungkinan-kemungkinan variasi lain. SOP teknis pada umumnya
dicirikan dengan:
10

1) Pelaksana prosedur (aktor) bersifat tunggal, yaitu satu orang atau satu
kesatuan tim kerja
2) Berisi cara melakukan pekerjaan atau langkah rinci pelaksanaan
pekerjaan.
SOP teknis banyak digunakan antara lain pada bidang teknik, seperti
pemeliharaan kendaraan, pengoperasian alat-alat, dan kesehatan. Di
lingkungan kementerian, SOP teknis dapat diterapkan pada bidang
pengkajian dan standardisasi keselamatan dan kesehatan kerja,
pemeliharaan sarana dan prasarana, pemeriksaan keuangan (auditing),
kearsipan, korespondensi, dokumentasi, pelayanan kepada masyarakat,
administrasi kepegawaian, dan lain-lain.
b. SOP administratif
SOP Adminstrasi adalah standar pekerjaan yang bersifat
administratif yaitu pekerjaan yang dilaksanakan oleh lebih dari satu
orang atau dengan kata lain pekerjaan yang melibatkan banyak orang dan
bukan merupakan satu kesatuan yang tunggal (tim, panitia). Dengan
demikian, SOP jenis ini dapat diterapkan pada pekerjaan yang
menyangkut urusan administrasi (kesekretariatan) pada unit-unit
pendukung (support staff) dan urusan teknis (substantif) pada unit-unit
teknis (operating core). SOP administratif ini pada umumnya dicirikan
dengan:
1) Pelaksana prosedur (aktor) berjumlah banyak (lebih dari satu orang)
dan bukan merupakan satu kesatuan yang tunggal
2) Berisi tahapan pelaksanaan pekerjaan atau langkah-langkah
pelaksanaan pekerjaan yang bersifat makro ataupun mikro yang tidak
menggambarkan cara melakukan pekerjaan.
SOP administratif bersifat makro adalah SOP administrasi yang
menggambarkan pelaksanaan pekerjaan yang bersifat makro yang
meliputi beberapa pekerjaan yang bersifat mikro yang berisi langkah-
langkah pekerjaan yang lebih rinci, sedangkan SOP administrasi yang
11

bersifat mikro adalah SOP administrasi yang merupakan bagian dari SOP
administrasi makro yang membentuk satu kesinambungan aktivitas.
2.1.7 Langkah –Langka Penyusunan SOP
Terdapat lima tahapan atau langkah yang dapat digunakan untuk
membuat suatu prosedur yang baik dan memaksimalkan semua potensi yang
ada, antara lain:
a. Persiapan
1) Membentuk tim dan kelengkapannya, dapat dilibatkan beberapa unsur
yaitu internal, independen (konsultan), dan gabungan.
2) Melakukan pelatihan-pelatihan bagi anggota tim
3) Memberitahukan kepada seluruh unit tentang kegiatan penyusunan
SOP
b. Penilaian kebutuhan SOP
1) Menyusun rencana tindak penilaian kebutuhan
2) Melakukan penilaian kebutuhan
3) Membuat sebuah daftar mengenai SOP yang akan dikembangkan
4) Membuat dokumen penilaian kebutuhan SOP
c. Pengembangan SOP
1) Pengumpulan informasi dan identifikasi alternatif
2) Analisis dan pemilihan alternatif penulisan SOP
3) Pengujian dan review
4) Pengesahan SOP
d. Penerapan SOP
1) Perencanaan penerapan
2) Pemberitahuan
3) Distribusi dan aksibilitas
4) Pelatihan pemahaman
e. Monitoring dan evaluasi SOP
1) Monitoring
2) Evaluasi
12

2.1.8 Prinsip-Prinsip Penyusunan SOP


Dalam penyusunan SOP semua prosedur yang dijadikan standar harus
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Kemudahan dan kejelasan.
Harus dapat mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua pekerja
bahkan pekerja barupun dapat melaksanakan tugasnya.
b. Efisiensi dan efektivitas.
Merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam proses
pelaksanaan tugas.
c. Keselarasan dengan prosedur standar lain yang terkait.
Harus selaras dengan prosedur standar lain yang terkait.
d. Keterukuran.
Output dari segala prosedur yang distandarkan mengandung standar
kualitas (mutu) tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya.
e. Dinamis.
Harus cepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas
pelayanan yang berkembang dalam penyelenggaraan pemerintahan.
f. Berorientasi pada pihak yang dilayani.
Harus mempertimbangkan kebutuhan pihak yang dilayani sehingga
dapat memberikan kepuasan pengguna.
g. Kepatuhan hukum.
Harus memenuhi ketentuan dan peraturan-peraturan pemerintah yang
berlaku.
h. Kepastian hukum.
Harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang
ditaati, dilaksanakan, dan menjadi instrumen untuk melindungi pekerja
dari kemungkinan tuntutan hukum.
i. Transparansi dan Keterbukaan.
Transparansi bahwa setiap prosedur yang dilaksanakan harus transparan.
Keterbukaan bahwa prosedur yang ada siap untuk menerima masukan
dari masyarakat.
13

2.1.9 Prinsip-Prinsip Pelaksanaan SOP


Pelaksanaan SOP harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Konsisten.
SOP harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu dalam
kondisi apa pun oleh seluruh satuan kerja di lingkungan kementerian.
b. Komitmen.
SOP harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab oleh seluruh
satuan kerja, dari level yang paling rendah sampai yang tertinggi.
c. Perbaikan berkelanjutan.
Pelaksanaan SOP harus terbuka terhadap segala penyempurnaan untuk
memperoleh prosedur yang benar-benar efisien dan efektif.
d. Mengikat.
SOP harus mengikat pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan prosedur standar yang telah ditetapkan.
e. Seluruh unsur memiliki peran penting.
Seluruh pekerja berperan dalam setiap prosedur yang distandarkan. Jika
ada pekerja yang tidak melaksanakan perannya dengan baik, maka akan
mengganggu keseluruhan proses, yang akhirnya juga berdampak pada
proses penyelenggaraan pemerintahan.
f. Didokumentasikan dengan baik.
Seluruh prosedur yang telah distandarkan harus didokumentasikan
dengan baik, sehingga dapat selalu dijadikan referensi oleh setiap yang
memerlukan.
2.2 Work permit
2.2.1 Definisi Work Permit
Sistem Permit to Work atau sistem ijin kerja adalah sistem tertulis resmi
yang digunakan untuk mengontrol jenis pekerjaan tertentu yang
diidentifikasikan sebagai pekerjaan yang berpotensi berbahaya. Ini juga
merupakan sarana komunikasi antara manajemen instalasi/site, plant
supervisor dan operator serta mereka yang melakukan pekerjaan
(International Association of Oil & Gas Producers, 1993). Sistem izin kerja
14

diterapkan untuk mengontrol dan memonitor pekerjaan atau kondisi tempat


kerja untuk memastikan adanya keselamatan dan keamanan (American
Institute of Chemical Enginer, 1995). Hal-hal penting dari sistem permit to
work adalah :
a. Identifikasi dengan jelas siapa yang berwenang pada pekerjaan tertentu
(dan ada batas-batas terhadap wewenangnya) dan siapa yang
bertanggung jawab secara khusus untuk menentukan tindakan
pencegahan apabila diperlukan,
b. Pelatihan dan instruksi terhadap isu dan penggunaan ijn kerja/permit to
work,
c. Monitoring dan audit untuk memastikan bahwa sistem bekerja
sebagaimana dimaksud,
d. Identifikasi dengan jelas tipe atau jenis pekerjaan yang berbahaya,
e. Identifikasi dengan jelas standard tugas/pekerjaan, penilaian risiko, ijin
selama tugas/pekerjaan dan tambahan atau kegiatan bersama dan
tindakan
control (Health and Safety Executive, 2005).
Menurut Ridley (2008), dalam melaksanakan sistem Permit to Work ini,
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Ada kejelasan tentang siapa :
1. Yang dapat memberi wewenang disetiap bagian
2. Yang bertanggung jawab untuk menentukan tindakan pencegahan
yang diperlukan.
b. Pelatihan yang sesuai dan instruksi yang memadai sudah diberikan pada:
1. Pekerjaan yang akan dilakukan
2. Prosedur yang harus dipatuhi sehubungan dengan diterbitkan dan
digunakannya sistem permit to work tersebut.
c. Pekerjaan harus dipantau untuk memastikan prosedur dan metode yang
telah ditetapkan sudah dipatuhi.
15

2.2.2 Tujuan Izin kerja


Tujuan dari sistem Permit to Work adalah menyakinkan bahwa
perencanaan yang tepat dan mempertimbangkan risiko yang ada pada
pekerjaan tertentu. Permit atau izin adalah dokumen tertulis dimana
wewenang tertentu terdapat pada orang yang menyelenggarakan kerja dengan
waktu dan tempat tertentu, serta yang menetapkan tindakan pencegahan
utama yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan aman
(International Association of Oil & Gas Producers, 1993). Tujuan dan fungsi
dari sistem Permit to Work dapat diringkas sebagai berikut :

a. Memastikan/menjamin otorisasi yang tepat dan sesuai untuk pekerjaan


tersebut. Mungkin pekerjaan jenis tertentu, atau bekerja dalam wilayah
tertentu, selain pekerjaan/pengoperasian secara normal.
b. Menjelaskan kepada mereka yang melaksanakan pekerjaan tentang
identitas, sifat dan lingkup pekerjaan secara pasti, bahaya yang dihadapi
dan setiap batasan cakupan pekerjaan atau tambahan wakatu yang
diperbolehkan.
c. Menentukan tindakan pencegahan yang akan diambil termasuk isolasi dari
risiko potensial seperti substansi berbahaya dan sumber energi.
d. Memastikan bahwa orang yang bertanggung jawab dipabrik, area atau
instalasi telah menyadari semua pekerjaan yang harus dilakukan.
e. Tidak hanya menyediakan pengendalian berkelanjutan tetapi juga
menyediakan catatan tentang sifat pekerjaan, tindakan pencegahan yang
diambil dan orang-orang yang terlibat didalamnnya.
f. Menyediakan display permit/izin yang sesuai.
g. Menyediakan prosedur ketika harus menghentikan pekerjaan sebelum
pekerjaan selesai.
h. Menyediakan prosedur atau rencana ketika melakukan pekerjaan yang
mungkin berinteraksi atau mempengaruhi dengan beberapa aktivitas
lainnya.
16

i. Menyediakan prosedur hand-over ketika menggunakan ijin atau permit


lebih dari satu shift atau ketika ada perubahan yang menandatangani work
to permit.
2.2.3 Penggunaan sistem permit to work
Work permit dalam kasus ini diwujudkan sebagai Sistem Paspor
Keselamatan.Sistem paspor keselamatan untuk kontraktor telah dipergunakan
secara luas baik untuk operasi di off-shore maupun on-shore pada industri
minyak dan gas. Mereka menyediakan suatu alat sederhana dan praktis untuk
menjamin bahwa semua kontraktor yang bekerja di setiap lapangan
perusahaan telah mempunyai kompetensi, mendapat induksi dan dilatih
dalam hal sistem keselamatan dan persyaratan keselamatan yang
minimum. Sistem paspor keselamatan bervariasi dalam format dan ruang
lingkupnya, tapi secara tipikal mencakup hal-hal berikut ini :
a. Untuk setiap kontraktor diterbitkan paspor yang ditandatangani dan diberi
tanggal setelah menyelesaikan program training induksi keselamatan yang
hasilnya memuaskan dan evaluasi pelatihan kompetensi atau keahlian
apapun.
b. Paspor secara umum memiliki validitas yang terbatas baik dalam jenis
pekerjaan yang dilakukan kontraktor (mis. hot work) maupun waktu
validitas paspor tersebut
c. Sistem paspor mensyaratkan pelatihan penyegaran dengan interval waktu
tertentu yang diperlukan untuk menjaga agar paspor tetap valid.
d. Skema pengadaan mungkin mencakup paspor dan persyaratan yang
berbeda-beda untuk setiap pekerja dan supervisor.
e. Paspor dapat berfungsi sebagai alat sederhana baik untuk kontraktor
maupun personil perusahaan untuk mengecek apakah seseorang telah
dilatih dan cocok melaksanakan tugas yang diberikan, dan kapan pelatihan
ulang diperlukan. Jika paspor tidak berlaku, kontraktor tidak dapat
melakukan pekerjaan. Ini memberikan insentif pada kontraktor untuk
menjamin bahwa mereka memiliki hak pelatihan dan akreditasi, dan juga
menjaga agar paspor mereka selalu diperbaharui.
17

f. Elemen pelatihan untuk mendapatkan paspor dapat meliputi :


1) Pengenalan hukum K3
2) Ijin kerja yang berlaku
3) Praktek kerja yang aman
4) Prosedur lock-out untuk elektrikal
5) Akses dan jalan masuk
6) Prosedur pelaporan kecelakaan & cara mendapatkan pertolongan
pertama
7) Prosedur hot work (pengelasan dan pemotongan)
8) Pencegahan kebakaran dan prosedurnya\
9) Penanganan bahan berbahaya dan resikonya serta alat pelindung diri
(APD)
10) Manual handling
11) Bekerja dengan keran dan alat-alat berat
12) Penggalian/ekskavasi
13) Tool box talks
14) Penilaian/analisa resiko
Dalam beberapa kasus sejumlah perusahaan yang melaksanakan kegiatan
secara bersama-sama untuk memperoleh dan mengembangkan sistem paspor
keselamatan untuk kontraktor, hal ini untuk menghindari kebutuhan pelatihan
yang tidak perlu dan berulang dimana kontraktor memerlukan paspor yang
berbeda untuk setiap lokasi
2.2.4 Jenis permit to work
Menurut Health and Safety Executive (2005), jenis-jenis permit to work
adalah:
a. Izin Kerja Panas/Hot Work Permit (HWP).
Pekerjaan panas adalah pekerjaan yang melingkupi pekerjaan panas atau
kontak dengan panas atau tangki, bejana, pipa, dan yang lainnya yang
mengandung uap mudah terbakar, atau area dimana suhu dan tekanan
udara yang mudah terbakar dihasilkan. Permit jenis ini biasanya
18

digunakan ketika pengelasan atau pekerjaan lain yang menghasilkan


bunga api. Biasanya permit ini berwarna merah atau garis tepi merah.
b. Izin Kerja Dingin/Cold Work Permit (CWP)/General Permit.
Izin kerja ini biasanya digunakan untuk pekerjaan yang potensi
bahayanya tidak terdapat di izin kerja panas/hot work permit. Biasanya
permit biru atau garis tepi biru.
c. Izin kerja Masuk Ruang Terbatas/Confined Spaces Entry Certificate
(CSEP.)
Izin kerja ini digunakan untuk mengambil tindakan pencegahan dalam
mengeliminasi paparan fume berbahaya atau kehabisan oksigen ketika
seseorang akan memasuki daerah terbatas. Izin ini memastikan bahwa
ruang atau area yang akan dimasuki pekerja bebas dari fume berbahaya
atau gas mematikan lainnya. Biasanya permit ini berwarna hijau atau
garis tepi hijau.
Menurut Government of Alberta (2011), selain jenis work permit diatas,
beberapa perusahaan memiliki permit khusus selain untuk bahaya yang
spesifik seperti:
a. Kondisi berbahaya.
b. Bahan radioaktif.
c. Bahan berbahaya beracun.
d. Penggalian.
e. Penyediaan bahan bakar.
Menurut Hughes et.al, 2009 sistem perizinan permit to work harus
mengikuti prinsip- prinsip sebagai berikut:
a. Dimanapun memungkinkan dan khususnya bahaya- bahaya pekerjaan
yang rutin harus dihilangkan sehingga pekerjaan dapat dikerjakan
dengan aman tanpa izin kerja.
b. Walaupun manager lapangan bisa mewakili tanggung jawab operasi dari
sistem kerja, perlu meyakinkan bahwa hal tersebut tanggung jawabnya
19

2.2.5 Formulir permit to work


Menurut International Association of Oil & Gas Producers (1993),
formulir izin kerja berisi mengenai informasi sebagai berikut:

a. Deskripsi pekerjaan,
b. Deskripsi lokasi,
c. Rincian peralatan kerja,
d. Rincian potensi bahaya,
e. Rincian tindakan pencegahan yang akan dilakukan,
f. Rincian APD yang diperlukan selama melakukan pekerjaan,
g. Orang lain yang diizinkan,
h. Batas waktu permit,
i. Tanda tangan orang yang bertanggung jawab,
j. Tanda tangan orang yang mengeluarkan permit,
k. Tanda tangan ketika ketika terjadi pergantian shift kerja,
l. Keterangan bawah orang yang bertanggung jawab dalam pekerjaan telah
melakukan pekerjaan selesai, atau belum selesai dan lokasi telah
ditinggalkan dalam kondisi aman,
m. Tanda tangan orang yang mengeluarkan izin yang mengkonfirmasikan
bahwa lokasi telah diperiksa dan peralatan telah dikembalikan atau
isolasi dalam keadaan aman atau izin/permit dibatalkan.
Menurut Hughes et.al, 2009 Dokumen izin khusus digambarkan sebagai
berikut:
a. Apa pekerjaan yang akan diselesaikan
b. Peralatan apa dan bagaimana mengidentifikasinya
c. Siapa yang dikuasakan atas pekerjaan tersebut
d. Langkah- langkah apa yang diambil untuk membuat rancangan yang
aman
e. Potensi bahaya yang muncul atau yang mungkin muncul pada waktu
pekerjaan itu sedang berlangsung
f. Pencegahan yang harus diambil terhadap bahaya- bahaya.
g. Untuk berapa lama izin kerja berlaku
20

h. Perlengkapan dibuat untuk mereka yang mengambil pekerjaan.


2.2.6 Tanggung jawab
Penerapan sistem permit to work membutuhkan keterlibatan banyak pihak.
Selanjutnya dapat diidentifikasi tugas dan tanggung jawab sebagai berikut
(Hughes et.al, 2009):
a. Site Manager
1) Memiliki tanggung jawab terhadap penerapan dan manajemen system
permit to work.
2) Menunjuk senior manager untuk bertindak sebagai senior authorized
person.
b. Senior Authorized Person
1) Bertanggung jawab terhadap site manager untuk menerapkan dan
melaksanakan sistem permit to work.
2) Menetapkan pekerjaan yang membutuhkan penerapan sistem permit
to work.
3) Menjamin orang-orang yang bertanggung jawab untuk jenis pekerjaan
supaya mengetahui atau memastikan bahwa pekerjaan yang
membutuhkan penerapan sistem permit to work harus selesai dibawah
masa berlaku permit.
4) Menetapkan segala keperluan authorized person.
5) Menunjuk perwakilan apabila sewaktu-waktu tidak dapat melakukan
tanggung jawabnya.
c. Authorized Persons
1) Orang yang memiliki kompetensi terhadap penerbitan permit dan
memelihara permit.
2) Melakukan inspeksi ke lokasi atau area untuk memastikan bahwa
kondisi dan saran tindakan pencegahan cocok dan aman untuk
melakukan proses pekerjaan tersebut.
3) Bersama dengan competent person meninjau lokasi untuk memastikan
bahwa plant atau peralatan sudah benar diidentifikasi dan competent
person mengerti dan mengetahui permit tersebut.
21

4) Pembatalan permit sesuai dengan pemenuhan terhadap pekerjaan


tersebut.
d. Competent Persons
1) Menerima permit dari authorized persons.
2) Membaca permit dan memastikan bahwa telah mengerti hingga
pekerjaan akan selesai dan tindakan pencegahan yang akan dilakukan.
3) Memberitahukan bahwa mereka telah menerima permit dengan
menunjukkan kedua copy.
4) Memenuhi permit dan memastikan bahwa segala pengawasan telah
dilakukan dan dimengerti serta telah memahami tindakan pencegahan
yang akan dilaksanakan.
5) Penyelesaian pekerjaan dan pengembalian permit diberikan kepada
e. Authorized persons.
1) Operatives
Membaca dan memenuhi permit dengan segala persyaratan dan
melakukan pengawasan dibawah competent person.
2) Spesialists
a) Melakukan isolasi sesuai dengan kebutuhan.
b) Menggunakan teknik dan peralatan yang cocok untuk pengawasan
terhadap lingkungan pekerjaan, seperti area kerja yang kekurangan
oksigen dan lain sebagaianya.
c) Memberikan solusi kepada manager untuk melakukan pekerjaan
dengan aman.
3) Engineers
Memastikan bahwa permit sudah cocok dan sesuai dengan
persyaratan.
4) Contractors
Sistem permit to work seharusnya diaplikasikan oleh kontraktor
dengan cara yang sama oleh personil. Kontraktor harus diberikan
informasi yang cukup memadai dan pelatihan terkait sistem permit to
work dan tindakan pencegahan yang dipersyaratkan.
22

2.2.7 Tahap Penerapan Sistem Permit to Work


Menurut International Association of Oil & Gas Producers (1993), ada 3
tahap dalam penerapan sistem permit to work, yaitu:
a. Tahap Persiapan/Preparation Sistem Permit to Work
1) Koordinasi (Co-ordination)
Hal ini penting untuk menjamin aktivitas kerja yang harus menggunakan
permit to work sebagai perencanaan dan koordinasi untuk menghindari
risiko dalam aktivitas yang dijalankan bersama. Koordinasi ini akan
sangat baik dilakukan jika ada seseorang, biasanya manager instalasi
untuk mengontrol dan mengembalikan permit to work. Untuk beberapa
instalasi, pendelegasian tanggung jawab ini mungkin dilakukan.
2) Perencanaan (planning)
Perencanaan dalam mewajibkan permit to work seharusnya menjamin
bahwa tempat kerja tersebut:
a) Persetujuan yang tepat untuk bekerja
b) Semua orang yang bertanggung jawab diarea tersebut harus waspada
dan dapat mengambil tindakan pencegahan apabila terjadi interaksi
dengan pekerjaan lain.
c) Waktu yang cukup untuk mengidentifikasikan semua bahaya
potensial, pelaksanaan tindakan pencegahan dan persiapan didalam
tempat kerja. Salah satu teknik yang cukup efektif adalah
penggunaan Job Safety Analysis.
3) Penilaian Bahaya (Hazard Assesment)
Merupakan salah satu elemen kritis dari permit to work dalam tahap
persiapan yang akan dilakukan adalah penilaian bahaya dari risiko yang
mungkin berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. Prinsip dalam
melakukan penilaian bahaya adalah:
a) Rincian pekerjaan yang akan dilakukan seharusnya diperoleh dari
tugas supervisor (spv). Dengan pertimbangan pemberian tindakan
alternative keselamatan, masa waktu dan metode yang diperlukan
dalam bekerja,
23

b) Proses dalam penilaian bahaya seharusnya dipertimbangkan


mengingat bahaya yang berhubungan dengan material dan peralatan,
c) Pelatihan pekerjaan yang sulit seharusnya dinilai, jika diperlukan
lakukan konsultasi terhadap pihak yang khusus menangani pekerjaan,
d) Dampak yang timbul dalam bekerja yang berefek terhadap lingkungan
sekitar seharusnya dinilai. Bahaya potensial untuk pelaksanaan
keselamatan terhadap lingkungan harus dipertimbangkan,
e) Dari penilaian bahaya, tindakan pencegahan dapat dilakukan sehingga
pekerjaan berjalan dengan aman.
4) Tipe atau Kategori Kerja (Types/Categories of Work)
Tipe atau kategori kerja yang menerapkan sistem permit to work adalah
jenis pekerjaan perawatan dan perbaikan, inspeksi,uji, konstruksi,
pembongkaran, memodifikasi, dan cleaning. Tipe pekerjaan yang
mendapat pengawasan sistem permit to work adalah:
a) Hot Work adalah bekerja diarea dimana panas digunakan dan
dihasilkan, contohnya adalah mengelas, menggerinda, dan lainnya.
b) Pekerjaan yang menghasilkan percikan bunga api atau sumber
pembakaran lainnya.
c) Pekerjaan yang melepas hidrokarbon, termasuk melepas atau
membuka pipa, peralatan atau material yang mudah terbakar dan
beracun.
d) Kerja istrik/ electrical work.
e) Bekerja di area pengeboran/lepas pantai
f) Pekerjaan yang menggunakan substansi berbahaya, termasuk material
radioaktif dan eksplosif.
g) Pekerjaan penggalian
h) Aktivitas menyelam
i) Pengujian tekanan
j) Bekerja dengan bahaya objek terjatuh
24

k) Pengoperasian pemeliharaan dengan sistem keamanan kritikal seperti


deteksi gas dan kebakaran, pemeliharaan peralatan dan peralatan
pemadam kebakaran.
l) Masa Berlaku (Life/Validity of permits).
Masa berlaku permit to work tergantung dari kebutuhan pekerjaan
atau, paling lama 7 hari. Beberapa perusahaan memilih masa berlaku
permit to work selama 1 shift.
m) Isolasi (isolation)
Prosedur isolasi adalah unsur penting dalam menerapkan metode dan
integrity sistem keselamatan kerja. Setiap perusahaan
mengembangkan prosedur isolasi tergantung dari pekerjaan dan risiko
yang ditimbulkan. Berikut adalah poin tambahan yang hars
dipertimbangkan dalam prosedur isolasi:
(1) Isolasi yang kompleks harus direncanakan dan dicatat dalam
sebuah denah kerja. Hal ini didiskusikan antara orang yang
membuat izin dan orang yang bertanggung jawab terhadap
pekerjaan tersebut untuk menjamin isolasi mudah dimengerti dan
disetujui dengan jelas.
(2) Hal yang penting adalah standard isolasi adalah sesuai dengan tipe
pekerjaan yang dilaksanakan, kondisi plant dan pengaruh lokal
lainnnya.
(3) Prosedur isolasi termasuk didalamnnya adalah sumber energi,
contohnya mekanikal listrik, tekanan hidrolik dan lainnya.
(4) Tanda atau nomor kunci seharusnya dicatat dalam formulir permit
atau formulir terpisah.
(5) Isolasi hanya dapat dilaksanakan dan diberhentikan atas instruksi
dari orang yang mengeluarkan/menerbitkan permit.
(6) Jika lebih dari satu tugas yang dilaksanakan didalam plant atau
bagian peralatan, ada risiko dalam mengisolasi pekerjaan yang satu
dan mengembalikan peralatan kembali ke dalam servis.
25

Pengendalian yang harus dilakukan ditempat kerja untuk


mencegah de-isolation dini dimana ada dua tugas yang terlibat.
(7) Jika pekerjaan tidak selesai dalam satu shift harus di periksa oleh
kedua orang yang melaksanakan pekerjaan dan pemberi permit
untuk menjamin bahwa pekerjaan yang ditinggalkan dalam kondisi
aman dan peralatan tidak bisa digunakan sampai semua pekerjaan
sudah selesai.
(8) Jika izin/permit berstatus suspended, maka status pada area kerja
yang ditinggalkan harus terpajang di lokasi yang cocok, contohnya
di control room dan isolasi dilakukan untuk menjamin tidak ada
orang akan mengoperasikannya. Semua orang yang berwewenang
untuk melakukan isolasi harus memiliki kompetensi dan ditunjuk
dengan catatan:
(a) Memiliki kualitas yang sesuai
(b) Memiliki pengalaman didalam plant
(c) Mengetahui instruksi khusus plant tersebut, metode isolasi dan
lain sebagainya.
(d) Untuk mengetahui pengetahuan mereka maka dilakukan
pengujian.
(e) Tindakan Pencegahan (Precautions)
Pekerja yang mengeluarkan permit dan orang yang bertanggung
jawab yang terlibat lainnya bertugas mengingatkan ketika permit
membutuhkan tindakan pencegahan. Hal ini mungkin terdapat
didalam form atau pernyataan, atau mungkin checklist. Orang yang
bertanggung jawab terhadap pekerjaan seharusnya menjamin bahwa
semua tindakan pencegahan dilaksanakan didalam pengoperasian.
Jenis tindakan pencegahan didasarkan pada sifat pekerjan yang
dilakukan. Secara garis besar adalah mengenai: Keamanan personil
berupa APD digunakan atau dipakai, Keamanan plant atau peralatan
yang berhubungan dengan pekerjaan (contohnya isolasi), Keamanan
26

tugas dilapangan, contohnya penahan percikan bunga api saat


melakukan pengelasan.
(9) Pegujian Gas (Gas Testing)
Persiapan permit to work mungkin terlibat dengan benda mudah
terbakar atau gas beracun atau kekurangan oksigen ditempat kerja.
Kondisi seperti ini diperlukan pengujian gas. Orang-orang yang
terlibat dalam pengujian gas ini adalah mereka yang sudah dilatih
dalam penggunaan peralatan pengujian gas dan mampu
menginterpretasikan hasil pengukuran. Hasil pengujian gas harus
dicatat dan dimasukkan kedalam permit, jika terjadi perubahan
selama pekerjaan berlansung, permit harus diberhentikan.
(10) Tanda Tangan (Signatures)
Sebelum melakukan pekerjaan, permit harus ditanda tangani
terlebih dahulu agar permit tersebut boleh dilaksanakan. Sedikitnya
yang mengeluarkan permit dan orang yang bertanggung jawab
terhadap pekerjaan tersebut harus menandatangani permit.
b. Tahap Proses/Process Sistem Permit to Work
1) Display of Permit
Hal ini penting karena untuk menunjukkan permit kepada orang-orang
yang membutuhkan atau mereka yang akan melaksanakan. Salinan
permit seharusnya didistribusikan seperti berikut:
a) Tempat kerja, apabila hal ini tidak dapat dilaksanakan, orang yang
Bertanggung jawab terhadap pekerjaan tersebut seharusnya memegang
salinannyadan memastikan bahwa anggotanya sudah mengerti dengan
permit tersebut.
b) Control room.
c) Permit issuer seharusnya memiliki salinan permit.
2) Reviladation
Permit dapat diperpanjang kembali ketika sudah mendapat persetujuan
oleh permit issuer dengan kondisi permit yang asli tidak diubah dan
27

pekerjaan tersebut di ijinkan untuk dilanjutkan. Reviladation biasanya


dilakukan ketika satu shift sudah selesai tetapi pekerjaan belum selesai.
3) Suspension
Tindakan ini diperlukan jika ada pekerjaan dibawah sistem P.T.W yang
harus dihentikan sebelum pekerjaan tersebut selesai, seperti:
a) Keadaan darurat,
b) Alasan operasional untuk mencegah berinteraksi dengan aktivitas yang
lain,
c) Pekerjaan yang dilaksanakan hanya selama satu shift,
d) Menunggu material atau pelayanan. Dalam beberapa keadaan ada yang
mengharuskan permit dibatalkan untuk menjaga penerapan prosedur
isolasi dalam jangka waktu yang lama.
4) Shift hand-Over
Pergantian shift rentan terjadi selama sistem P.T.W berlaku. Gagal
menginformasikan atau tepat menginformasikan dapat mempengaruhi
terjadinya kecelakaan yang terjadi. Mengkomunikasikan informasi dapat
dilakukan dengan:
a) Permit Log Book
b) Permit Files
c) Display Boards
d) Computer Screen/Print Out
5) Tindakan Darurat
Sistem P.T.W seharusnya membuat ketentuan tentang tindakan darurat.
Secara normal, ada instruksi semua pekerjaan untuk menghentikan
aktivitas bila dalam keadaan darurat.
6) Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan dilakukan secara berkelanjutan terhadap pelaksanaan sistem
P.T.W. Pemantauan ini untuk menjamin/memastikan bahwa kondisi
dimana permit diberlakukan permit tersebut tidak berubah dan tindakan
pencegahan yang tercantum di permittersebut masih dilaksanakan
c. Tahap Penyelesaian/Completion Sistem Permit to Work
28

1) Pengembalian (Return of Permit to Work)


Setelah pekerjaan selesai, salinan permit to work harus dikumpulkan
menjadi satu dan dikembalikan kepada permit issuer. Salinan harus
ditanda tangani oleh permit issuer dan supervisor untuk mengindikasikan
pekerjaan telah selesai dan inspeksi telah dilakukan ditempat kerja
tersebut.
2) Inspeksi Lokal (Site Inspecton)
Sebelum permit ditanda tangani, permit issuer atau perwakilan yang
didlegeasikan harus melakukan inspeksi terhadap tempat kerja untuk
mengkonfirmasikan bahwa tempat kerja yang telah ditinggalkan dalam
kondisi aman.
3) Cancellation of Overrides
Tindakan ini dilakukan ketika ada kebakaran atau deteksi gas/sistem
proteksi didalam melanjutkan pekerjaan. Overrides dilakukan ditempat
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya tidak harus menunggu sampai
pekerjaan selesai, Pembatalan Override dinyatakan di permit.
4) Return to Service
Diperlukan prosedur formal ketika mengembalian peralatan dibawah
sistem P.T.W. Prosedur ini mempertimbangkan sebagai berikut:
a) Peralatan ditempat kerja sudah lengkap.
b) Plant atau peralatan ditinggalkan dalam kondisi yang aman dan telah
diverikasi oleh orang yang menandatangani permit tersebut.
c) Semua isolasi yang dilakukan telah dilepaskan atau dibatalkan, atau
status dari isolasi tersebut telah diketahui personil operasional.
d) Personil Operasional bertanggung jawab diarea berdasarkan
kemampuannya di plant atau peralatan.
5) Pencatatan
Sistem P.T.W harus dibuat catatan dan disimpan oleh permit issuer
selama periode waktu yang ditentukan. Bisa dengan log book permit
yang memberikan keterangan dikeluarkannya permit tersebut. Periode
penyimpanan permit biasanya 12 bulan.
BAB 3. STUDI KASUS
3.1 Studi Kasus

Press Release: Konsisten Perhatikan Keselamatan Kerja, Pelindo III


Raih 2 Penghargaan
30 Maret 2016

BUMN operator pelabuhan, PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau


Pelindo III diganjar dua penghargaan atas konsistensinya dalam menerapkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di lingkungan
kerjanya. Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyerahkan penghargaan tersebut
di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (29/3). "Dua penghargaan yang
kami terima ini, ialah untuk penerapan SMK3 di Kantor Pusat Pelindo III
Surabaya dan di Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) tidak hanya diterapkan oleh Pelindo III di lini
operasional saja seperti di terminal pelabuhan, tetapi juga di lingkungan
kantor," ujar Direktur SDM dan Umum Pelindo III Toto Heli Yanto, di sela
acara. Ia mengatakan, bahwa Pelindo III melihat aspek K3 sebagai hal yang
sama penting dengan fungsi bisnis dan operasional di setiap lingkungan
kerjanya. "Penerapan SMK3 tidak hanya untuk menjamin keselamatan para
pekerja dari setiap institusi yang ada pelabuhan, tetapi juga untuk
meminimalisasi seoptimal mungkin dampak kegiatan operasional terhadap
lingkungan," jelasnya.
Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh General Manajer
Pelindo III Cabang Tanjung Wangi, Bangun Swastanto, di acara tersebut.
Penerapan SMK3 di Pelabuhan Tanjung Wangi dilaksanakan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Untuk menjaga keselamatan kerja diterapkan
dalam SOP (prosedur operasional yang standar), penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD), dan penerapan budaya perusahaan Pelindo III, customer focus,
care, and integrity.
“Terhadap penerapan SMK3 tersebut juga yang dilakukan surveillance
audit setiap tahunnya, oleh lembaga sertifikasi independen. Dengan
konsistensi penerapan tersebut, salah satu manfaatnya ialah selama 4 tahun
terakhir tidak pernah terjadi kecelakaan kerja di Pelabuhan Tanjung Wangi,”
ungkap Bangun Swastanto.

29
30

Daya Saing Bangsa


Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Provinsi
Jawa Timur, Sukardo dalam laporannya kepada Gubernur menyebutkan,
adanya ajang penghargaan tersebut ialah untuk lebih membudayakan K3 di
seluruh perusahaan di Jatim, pada khususnya. “Agar tercipta lingkungan kerja
yang aman dan nyaman. Sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas
dan kualitas kerja, seiring usaha peningkatan daya saing bangsa dalam
menghadapi era pasar bebas,” ujarnya.
Gubernur Jatim Soekarwo dalam sambutannya mengatakan, bahwa
Indonesia perlu segera berubah untuk memperkuat daya saing industrinya.
Agar tidak terjebak menjadi middle income country terus-menerus. Sehingga
dapat menjadi salah satu dari 20 negara dengan PDB (Produk Domestik Bruto)
terbesar di dunia. “Oleh karena itu, peran pemimpin perusahaan penting utk
menjadikan perusahaannya berjalan efisien. Perusahaan menjadi bagus jika
produktivitasnya bagus, yang salah satunya ditentukan oleh kualitas SDM,
salah satunya dengan menerapkan K3 sehingga tecapai kondisi zero accident,”
terang gubernur yang akrab disapa Pakdhe Karwo tersebut.
Lebih lanjut ia memaparkan, bahwa Surabaya adalah hubuntuk sekitar
120 juta penduduk di Indonesia. Barang produk Jatim yang keluar ke provinsi-
provinsi lain bernilai ratusan triliun, dan barang masuk pun juga besar.
Mayoritas dari konsumen produk tersebut merupakan pekerja atau SDM dari
berbagai lapangan kerja yang memiliki purchasing power sangat tinggi. “SDM
inilah yang harus dijaga konsumsinya, salah satunya dengan menjaga
keselamatan kerja mereka. Bupati dan walikota sebagai pembina K3 harus
mengawal dan juga para CEO perusahaan harus menjaga SDM-nya agar
produktivitasnya tetap tinggi,” jelasnya.
Pada ajang penghargaan K3 Tahun 2016 tersebut, diberikan 10 bupati dan wali
kota pembina K3, yakni Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Tuban, Surabaya,
Bojonegoro, Lamongan, Blitar, Madiun, dan Mojokerto. Selain itu ada 344
perusahaan penerima penghargaan zero accident dan 56 perusahaan penerima
penghargaan penerapan SMK3. “Penghargaan ini agar dapat memotivasi
pembina K3 untuk mendorong perusahaan-perusahaan lain agar menduplikasi
dan mengaplikasikan capaian perusahaan yang ada di sini ke lingkungan
kerjanya. Sehingga K3 semakin membudaya,” tegas Soekarwo.
31

Tentang Pelindo III:


PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) yang juga dikenal dengan Pelindo
III adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam sektor
perhubungan. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Pelindo III mengelola 43
pelabuhan yang tersebar di 7 provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur, serta memiliki 10 anak perusahaan dan afiliasi. Pelindo III
menjalankan bisnis inti sebagai penyedia fasilitas jasa kepelabuhanan yang
memiliki peran kunci guna menjamin kelangsungan dan kelancaran angkutan
laut. Dengan tersedianya prasarana transportasi laut yang memadai, Pelindo III
mampu menggerakkan serta mendorong kegiatan ekonomi negara dan
masyarakat.
3.2 Analisis Studi Kasus
Analisis studi kasus “Konsisten Perhatikan Keselamatan Kerja, Pelindo III
Raih 2 Penghargaan” menggunakan metode 5W+1H, sebagai berikut:
1. What
Selama 4 tahun terakhir tidak pernah terjadi kecelakaan kerja di wilayah
kerja Pelindo III, yaitu Pelabuhan Tanjung Wangi sehingga memperoleh
penghargaan atas konsistensinya dalam menerapkan SMK3.
2. Who
BUMN operator pelabuhan, PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau
Pelindo III.
3. When
Rabu, 23 Maret 2017.
4. Where
Di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
5. Why
Karena Pelindo III telah menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di lingkungan kerjanya. Selain
itu, adanya ajang penghargaan untuk perusahaan adalah untuk lebih
membudayakan K3 di seluruh perusahaan di Jawa Timur khususnya agar
mendukung peningkatan produktivitas dan kualitas kerja, seiring usaha
32

peningkatan daya saing bangsa dalam menghadapi era pasar bebas. (Pelindo
III, 2016)
6. How
Pelindo III menerapkan K3 tidak hanya di terminal pelabuhan saja,
melainkan juga di lingkungan kantor. Penerapan SMK3 di Pelabuhan
Tanjung Wangi dilaksanakan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Untuk menjaga keselamatan kerja diterapkan dalam SOP (prosedur
operasional yang standar), penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dan
penerapan budaya perusahaan Pelindo III, customer focus,
care, and integrity. Selain itu, juga dilakukan surveillance audit setiap
tahunnya, oleh lembaga sertifikasi independen.
Sesuai dengan tujuan diterapkannya SOP, yaitu salah satunya
menghindari kesalahan atau kegagalan, keraguan sehingga Pelindo III tidak
pernah mengalami kecelakaan kerja selama 4 tahun terakhir. Selain itu,
dengan diterapkannya SOP sekaligus juga meningkatkan kualitas
perusahaan tersebut karena efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab pekerja dan unit kerja juga meningkat. Hal tersebut dapat
meningkatkan produktivitas kerja dan kualitas kerja dalam rangka
menghadapi era pasar bebas. Dalam hal ini pemimpin berperan dalam
terlaksananya SOP agar mengetahui peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
unit kerja dengan jelas, sesuai dengan studi kasus yang diangkat yaitu peran
pemimpin perusahaan sangat penting untuk menjadikan perusahaan Pelindo
III berjalan efisien.
33
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Definisi Standar operational prosedur adalah serangkaian tertulis yang
dibakukan mengenai segala macam proses penyelenggaraan aktivitas
organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa
dilakukan dan work permit adalah sistem tertulis resmi yang digunakan
untuk mengontrol jenis pekerjaan tertentu yang diidentifikasikan sebagai
pekerjaan yang berpotensi berbahaya. Ini juga merupakan sarana
komunikasi antara manajemen instalasi/site, plant supervisor dan operator
serta mereka yang melakukan pekerjaan.
b. Tujuan penerapan Standar operational prosedur dan work permit untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman sesuai dengan sistem manajemen
kesehatan keslamatan kerja yang di atur pada undang – udang yang berlaku.
c. Manfaat secara umum untuk penggunaan Standar operational prosedur
Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaan yang menjadi tugasnya dan work permit memiliki manfaat untuk
bukti tertulis bagi pekerja mana saja yang diijinkan berada atau bekerja pada
lingkungan yang memiliki risiko bahaya tinggi.
d. Fungsi standar operational prosedur sebagai pedoman pekerja dan/atau
pimpinan dalam melaksanakan pekerjaan rutin, pembanding untuk
perubahan yang lebih baik, mengarahkan pekerja untuk sama-sama disiplin
dalam bekerja, dasar hukum yang dapat digunakan untuk kebaikan semua
pihak, serta mengetahui dengan jelas hambatan-hambatan dan mudah
dilacak dan work permit berfungsi untuk Work permit dalam kasus ini
diwujudkan sebagai Sistem Paspor Keselamatan.Sistem paspor keselamatan
untuk kontraktor telah dipergunakan secara luas baik untuk operasi pada
industri
e. Bentuk Standar operational prosedur format umum SOP dan format SOP
administrasi dan work permit juga memiliki beberapa bentu anatar lain
pemerintahan Izin Kerja Panas/Hot Work Permit (HWP), Izin Kerja

34
Dingin/Cold Work Permit (CWP)/General Permit, Izin kerja Masuk Ruang
Terbatas/Confined Spaces Entry Certificate (CSEP).
f. Prinsip – prinsip penyusunan Standar operational prosedur antara lain
Kemudahan dan kejelasan, Efisiensi dan efektivitas, Keselarasan dengan
prosedur standar lain yang terkait, Keterukuran, Dinamis, Berorientasi pada
pihak yang dilayani, Kepatuhan hokum, Kepastian hokum, Transparansi
dan Keterbukaan
g. Tanggung jawab pada permit work yaitu Penerapan sistem permit to work
membutuhkan keterlibatan banyak pihak. Selanjutnya dapat diidentifikasi
tugas dan tanggung jawab sebagai berikut Site Manager, Senior Authorized
Person, Authorized Persons, Competent Persons, authorized persons.
h. Tahap penerapan sistem permit work antara lain Tahap
Persiapan/Preparation Sistem Permit to Work, Tahap Proses/Process Sistem
Permit to Work, Tahap Penyelesaian/Completion Sistem Permit to Work.
4.2 Saran
Sesuai Peraturan Pemerintah, menyatakan bahwa dalam penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan suatu sistem yang mengatur secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan efektif atau yang dikenal
dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), dalam
elemen 6 tentang keamanan bekerja berdasarkan SMK3 juga disebutkan bahwa
setiap perusahaan harus menerapkan sistem SOP dan work permit atau ijin
kerja apabila memiliki pekerjaan yang memiliki risiko tinggi terkait kegiatan
yang ada diperusahaan tersebut. Hal tersebut sangat penting diterapkan pada
perusahaan baik besar maupun tingkat home industry.

35
DAFTAR PUSTAKA

Balakrisahnan, R., 2013. Definisi Dan Tujuan SOP. [Online]


Available at: https://www.scribd.com/document/167521316/Definisi-Dan-
Tujuan-SOP
[Accessed 24 September 2017].
Government of Alberta, 2011. Workplace Health and Safety. [Online]
Available at: http://work.alberta.ca/documents/WHS-PUB-SH013.pdf
[Accessed 24 September 2017].
Health and Safety Executive, 2005. Guidance on permit-to-work systems. [Online]
Available at:
http://www.hseni.gov.uk/hsg250_guidance_on_permit_to_work_systems.pd
f
[Accessed 24 September 2017].
Hughes, P. & Ferret, E., 2009. Introduction to Health and Safety at Work. Elsevie.
Slovenia: s.n.
International Association of Oil & Gas Producers, 1993. Guidelines on Permit to
Work (P.T.W) sistems. [Online]
Available at: http://www.ogp.org.uk/pubs/189.pdf
[Accessed 24 September 2017].
International Labour Organisation (ILO), 2013. The Prevention of Occupational
Disease, Ganeva: International Labour Organisation.
Karisma, N., 2000. PENGERTIAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR.
[Online]
Available at:
https://www.academia.edu/8634744/A._PENGERTIAN_STANDAR_OPE
RASIONAL_PROSEDUR
[Accessed 2017 09 24 ].
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 01 Tahun 2011. Pedoman
Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi
Pemerintahan di Lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI, 2012.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia No. 35 Tahun 2012 Pedoman Penyusunan
Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. , Jakarta :
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI.
Pelindo III, 2016. Press Release: Konsisten Perhatikan Keselamatan Kerja,
Pelindo III Raih 2 Penghargaan. [Online]
Available at: https://www.pelindo.co.id/media/berita-pers/q/press-release-
konsisten-perhatikan-keselamatan-kerja-pelindo-iii-raih-2-penghargaan
[Accessed 24 September 2017].

36
Presiden Republik Indonesia , 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012
tentang Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), Jakarta: Presiden
Republik Indonesia .
Ridley, J., 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga .
Sugeng Budiono, d., 2003 . Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja.
Semarang: Badan Penerbit Undip.
Suma’mur, 2009. Hiegiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja.. Jakarta: CV
Sagung Seto.

37

Anda mungkin juga menyukai