Anda di halaman 1dari 9

Pemeriksaan Biokimia pada Beberapa Masalah Gizi di Indonesia

A. Yodium
Kadar Iodium dalam Urine
Pada join WHO, UNICEF, ICCIDD Consultation tahun 1992
(Stanbury, 1996 dalam Rinaningsih, 2007), telah disepakati pengambilan
sampel urine untuk pemeriksaan Urinariy Excretion iodine (EUI) cukup
menggunakan urine sewaktu dan tidak perlu lagi menggunakan ratio
dengan kreatinin. Urine dapat ditampung dalam botol penampung tertutup
rapat, tidak perlu dimasukkan dalam lemari es selammasa transportasi dan
tidak perlu ditambah pengawet urine. Metode yang

direkomendasikan adalah Ammonium Persulfate Disgestion. Klasifikasi


kecukupan yodium berdasarkanMedian UEI (Stanbury, 1996 dalam
Rinaningsih, 2007) adalah :
1. Defisiensi Berat, median UEI < 20 µg/L
2. Defisiensi Sedang, median UEI 20-49 µg/L
3. Defisiensi Ringan, median 50-99 µg/L
4. Optimal, median UEI 100-200 µg/L
5. Lebih, median UEI 201-300 µg/L
6. Kelebihan (excess), median EUI > 300 µg/L

Pemeriksaan Zat Gizi Spesifik


a. Kurang Energi Protein
Analisis biokimia yang berkaitan dengan KEP yaitu menyangkut nilai
protein tertentu dalam darah atau hasil metabolit dari protein yang beredar dalam
darah dan yang dikeluarkan bersama urin. Jenis protein yang menggambarkan
status gizi seseorang antara lain Prealbumin, Serum protein dan serum Albumin.
Perubahan jumlah nutrisi protein dalam tubuh dapat dimonitor secara langsung
menggunakan pengukuran antropometri, misalnya area otot lengan atas sampai
tengah dimana menunjukkan perkiraandan perubahan rangka lengan sebagai
tempat jumlah protein yang paling banyak. Massa rangka lengan dapat
diperkirakan menggunakan bioelektrik impedance, komputerisasi tomografi,
penggambaran resonansi magnetis dan penyerapan dual energi sinar X.
Tabel. Nilai Prealbumin dalam kaitannya dengan Status Gizi
Status gizi Nilai prealbumin µg/dl
Baik*) 23.8 +/-0.9
Gizi sedang*) 16.5 +/- 0.8
Gizi kurang*) 12.4 +/- 1.0
Gizi buruk*) 7.6 +/- 0.6
 Marasmus**) 3.3 +/- 0.2
 Marasmus-Kwashiorkor*) 3.2 +/- 0.4
 Kwashiorkor**)
Keterangan :
*) Menurut klasifikasi Waterlow
**) Menurut klasifikasi Welcome

Kurang Vitamin A (KVA)


Analisis vitamin A melalui sampel darah:
1. Serum retinol
Kadar serum retinol menggambarkan status vitamin A hanya ketika
cadangan vitamin A dalam hati kekurangan dalam tingkat berat (<0,07
µmol/g hati) atau berlebihan sekali (>1,05 µmol/g hati). Serum retinol
merupakan indikator yang sering digunakan untuk penentuan tingkat
KVA pada populasi karena banyak laboratorium yang mampu
menganalisisnya dan ini merupakan indikator biokimia status vitamin A
terbaik.
2. Serum Retinol Binding Protein (RBP)
RBP adalah protein transpor spesifik vitamin A, dinamakan holo RBP
ketika berikatan dengan retinol, sedangkan bila tidak ada ikatan
dinamakan apo-RBP. Bila cadangan hati menurun, yang timbul pada
tingkat akhir defisiensi vitamin
3. Serum retinyl ester
Pada orang yang sehat, kandungan retinyl ester kurang dari 5 persen
dari total vitamin A pada serum orang berpuasa. Pada kondisi kapasitas
penyimpanan vitamin A berlebih, misalnya setelah mengasupan
vitamin A dalam jumlah besar (Hypervitaminosis) atau pada penyakit
hati, vitamin A dalam sirkulasi darah berupa retinyl ester dan kemudian
meningkatkan kadar retinyl ester dari darah yang diperiksa. Batas untuk
menggambarkan hypervitaminosis adalah bila retinyl ester >10 persen
dari total vitamin A. Untuk menentukan kadar retinyl ester diperlukan
darah saat berpuasa karena konsentrasi retinyl ester naik setelah
mendapat asupan vitamin A.

4. Serum karotenoid

Komponen utama dari serum karoten adalah β-karoten (β-carotene),


likopen (lycopene) dan beberapa karotenoid. Diketahui beberapa faktor
non-gizi berpengaruh pada konsentrasi serum karoten, faktor tersebut
adalah umur, jenis kelamin, asupan alkohol, status fisiologis, indeks
massa tubuh dan musim. Merokok juga mungkin mempengaruhi
hubungan antara asupan β-karoten dan kadar serum β-karoten.
5. Relative dose response (RDR)
Konsentrasi vitamin A dalam hati merupakan indikator terbaik untuk
status vitamin A tubuh. Namun, untuk menentukan vitamin A dengan
biopsi langsung pada orang sehat adalah hal yang tidak mungkin
dilakukan. Metode RDR dapat digunakan untuk menduga cadangan
vitamin A dalam hati karena itu dapat mengidentifikasi seseorang
dengan defisiensi vitamin A marginal. Tes ini didasarkan pada
observasi bahwa selama terjadi kekurangan vitamin A, cadangan dalam
hati menurun, Relative Dose Response (RDR) test, dikembangkan oleh
Underwood et al, telah dibuktikan sebagai indikator yang baik untuk
menentukan status vitamin A.

6. MRDR (Modified Relative Dose Response)

Penentuan MRDR didasarkan pada prinsip yang benar-benar sama


dengan RDR. Prinsip MRDR: selama terjadi penurunan vitamin A apo-
RBP berakumulasi dalam hati. Dengan pemberian test dose, 3,4
didehydroretinyl acetate (vitamin A2) akan muncul setelah 4-6 jam
dalam serum terikat pada RBP sebagai 3,4 didehydroretinol (DR).

Anemia Gizi Besi (AGB)


Anemia gizi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis
kelamin. Anemia gizi besi merupakan masalah gizi utama bagi semua kelompok
umur dengan prevalensi anemia paling tinggi pada ibu hamil (70%) dan pekerja
berpenghasilan rendah (40%). Prevalensi pada anak sekolah sekitar 30% dan
pada anak balita sekitar 40%.
Ada beberapa indikator laboratorium untuk menentukan status besi, yaitu :
a. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Garby et al. Menyatakan bahwa
penentuan status anemia yang hanya menggunakan kadar Hb ternyata
kurang lengkap, sehingga perlu ditambah dengan pemeriksaan yang
lain.

Tabel. Batasan Hemoglobin Darah (Sumber :


WHO, 1975

Kelompok Batas nilai Hb

Bayi / balita 11 g/dl

Usia sekolah 12 g/dl

Ibu hamil 11 g/dl

Pria dewasa 13 g/dl

Wanita dewasa /dl


Tabel. Batasan Anemia (Menurut Depkes)

Kelompok Batas Normal


Anak balita 11 gram %

Anak Usia 12 gram

sekolah Wanita % 12

dewasa Laki-laki gram %

dewasa Ibu hamil 13 gram

Ibu menyusui > 3 bulan % 11

gram %

12 gram %

b. Hematokrit (Hct)
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan
cara memutarnya didalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan
dalam persen (%). Setelah sentrifugasi, tinggi kolom sel merah diukur
dang dibandingkan dengan tinggi darah penuh yang asli. Persentase
massa sel merah pada volume darah yang asli merupakan hematokrit.
Nilai normal untuk hematokrit adalah 40%- 50% untuk pria dan 37% -
47% untuk wanita. HCT biasanya hampir 3 kali nilai hemoglobin.
Kesalahan rata-rata pada prosedur HCT yaitu kira-kira 1% -2%. Nilai
hematokrit yang kuang dari normal terdapat pada anemia.
c. Besi Serum (Fe)
Defisiensi besi terjadi pada tahap awal, sebelum menurunnya Hb.
d. Feritin Serum (Sf)
e. Transferrin Saturation (TS)
Penentuan kadar zat besi dalam serum merupakan satu cara
menentukkan status besi. Salah satu indikator lainnya adalah Total Iron
Binding Capacity (TIBC) dalam serum.

f. Free Erytrocytes Protophophyrin (FEP)

Apabila penyediaan zat besi tidak cukup banyak untuk pembentukkan


sel-sel darah merah disumsum tulang maka sirkulasi FEP di darah
meningkat walau belum tampak anemia.Dalam keadaan normal FEP
berkisar 35±50µ/dl RBC tetapi apabila kadar FEP dalam darah lebih
besar dari 100µg/dl RBC menunjukkan individu ini memnderita
kekurangan besi.
g. Unsaturated Iron binding capacity serum (UIBC)
h. Morfologi darah
Pemeriksaan morfologi darah ini ini dilakukan untuk mengetahui jenis
anemianya.

GAKI
Yodium diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan serta fungsi otak.
Meskipun kebutuhan yodium sangat sedikit (0.15 µg) kita memerlukan yodium
secara teratur setiap hari. GAKY adalah rangkaian kekurangan yodium pada
tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari gondok dalam
berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan mental,
gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa,
sering dengan kadar hormon rendah, angka lahir dan kematian bayi
meningkat. Kekurangan yodium akan mengalami gangguan fisik antara lain
gondok, badan kerdil, gangguan motorik seperti kesulitan untuk berdiri atau
berjalan normal, bisu,tuli atau mata juling. Sedangkan gangguan mental
termasuk berkurangnya kecerdasan. Untuk mengetahui total goitre rate
(pembesaran kelenjar gondok) dimasyarakat bisa dilakukan dengan palpasi atau
dengan Disamping itu ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan
kadar Tyroid
Stimulating Hormone (TSH) dalam darah dan mengukur ekskresi yodium
dalam urine. Metode penentuan kadar yodium dalam urin dengan
menggunakan metode Cerium.

Defisiensi yodium merupakan penyebab dominan gondok endemik


yang diklasifikasikan menurut ekskresi yodium dalam urin (µg/gr
kreatinin), antara lain
:
a. Tahap 1 : gondok endemik dengan rata-rata >50 µg/gram kreatinin
dalam urin. Pada keadaan ini suplai hormon tyroid cukup untuk
perkembangan fisik dan mental yang normal.
b. Tahap 2 : gondok endemik dengan rata-rata 25-50 µg/gram
kreatinin dalam urin. Pada kondisi ini sekresi hormon tyroid boleh
jadi tidak cukup, sehingga menanggung resiko hypotyroidisme,
tettapi tidak sampai ke kreatinisme.
c. Tahap 3 : gondok endemik dengan rata-rata ekskresi yodium dalam
urin kurang dari 25 mg/gram kreatinin. Pada kondisi ini populasi
memiliki resiko menderita kreatinisme.

Anda mungkin juga menyukai