Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh Faktor Biotik Pada Tumbuhan

komponen biotik adalah fak tor hidup yang meliputi semua makhluk hidup didunia. makhluk
hidup terdiri atas tumbuhan, hewan, manusia dan mikroorganisme. Tumbuhan berperan sebagai
produsen, hewan dan manusia berperan sebagai konsumen, dan mikroorgaisme sebagai pengurai
(decomposer).

faktor-faktor biotik dapat dibagi menjadi suatu sistem tingkatan organisme makhluk hidup akan
saling berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang menunjukkan suatu ekosistem.1

1. interaksi antara tumbuhan dan hewan

serangga banyak dimanfaatkan sebagai spesies indikator, yang akhir-akhir ini semakin
penting dengan tujuan utama untuk menggambarkan adanya ketertarikan dengan kondisi factor
biotik dan abiotik. pemanfaatan serangga sebagai bioindikator ekologis dikarenakan kelompok
ini sangat sensitive terhadap gajala perubahan dan tekanan lingkungan akibat aktivitas manusia
atau akibat kerusakan sistem biotik.

peran serangga berdasarkan atas trofik dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu
herbivore, karnivora, derrivor, dan pollinator.

1) serangga herbivora, serangga yang masuk dalam golongan ini merupakan serangga hama.
beberapa serangga dapat menimbulkan kerugian karena serangga menyerang tanaman yang
dibudidayakan dan merusak produksi yang disimpan. serangga herbivore yang sering
ditemukan ialah ordo Homoptera, Hemiptera, Lepidoptera, Orthoptera, Thysanoptera,
Diptera, dan Caleoptera. contohnya adalah belalang (Dissostura sp), belalang sembah
(Stagmomatis sp), kecoa (Blattaorientalis), walang sangit (Stagmomatis sp)
2) serangga karnivora; serangga karnivor/musuh alami yang terdiri atas predator dan parasitoid
umumnya dari family ordo Hymenoptera, coleopteran, dan diptera. contohnya adalah semut
tentara (Dorylinae)
3) serangga Detrivor; serangga detrivor sangat berguna dalam proses jarring makanan yang ada,
hasil uraiannya dimanfaatkan oleh tanaman. serangga detrivor ini berperan sebagai pemakan
sampah sehingga bahan-bahan tersebut dikembalikan sebagai pupuk didalam tanah. golongan

1
Oman Karmana. 2007. Biologi. Bandung: Grafindo Media Pratama. hal.264
serangga detrivor ditemukan sering kali ditemukan pada ordo coeloptera, diptera dan
isopteran. contohnya adalah reticulitermis flavipes,
4) serangga pollinator; serangga pollinator adalah serangga yang menjadi perantara
penyerbukan tanaman. polinasi merupakan proses kompleks dan sangat dipengaruhi oleh
temperature, kelembapan dan adanya pollinator yang dapat dilakukan oleh serangga, salah
satunya adalah lebah madu (Apis mellifora).

Penyerbukan tanaman oleh serangga pollinator merupakan pemindahan serbuk sari


(polen) dari anther ke stigma (kepala putik). Polinator dibagi menjadi dua yaitu pollinator abiotic
seperti angina dan air, serta pollinator biotik yang terdiri dari berbagai jenis hewan. pollinator
biotok seperti serangga dapat mendatangi suatu tanaman karena umumnya tanaman tersebut
memiliki mantel luar yang lengket dan mengkilap untuk menaruik perhatian serangga. agen
biotik yang paling banyak terdapat dialam adalah kumbang (coeloptera) yang dapat membantu
88,3% tanaman berbunga (angiospermae) diseluruh dunia untuk melakukan penyerbukan.

penyerbukan yang dibantu oleh serangga dari ordo Hymenoptera dikenal dengan istilah
Specophily, myrmecophily, dan Melittophily. Specophily adalah penyerbukan tumbuhan dengan
bantuan tabuhan banyak mengunjungi bunga untuk mencari nectar, seperti family Tiphiidae,
Vespidae, dan Scoolidae. Myrmecophily adalah penyerbukan dengan bantuan semut. semut
banyak mengubjungi bunga untuk mencari nectar dan polen. semut sebagai penyerbuk tanaman
adalah dari genus Camponotus, Dendromyrmex, pholyrachis dan Oecophylla. Melittophily
adalah penyerbukan tumbuhan dengan bantuan lebah. lebah mengunjungi bunga untuk
mengkoleksi nectar, serbuk sari dan propolis. beberapa spesies bah penyerbuk tanaman adalah
Dendrobium, Cymbidium, dan Caladenia adalah lebah Apis melifera dan Trigona sp. 2

2. Interaksi antara Tumbuhan dan Manusia

Dari ke empat unsur (tumbuhan, hewan, mikroorganisme, dan manusia) yang


mempengaruhi keberadaan tumbuh-tumbuhan di alam, maka yang memiliki peran paling
dominan adalah manusia. Disebut dominan, karena manusia merupakan mahluk yang memiliki
keunggulan secara ekologik (lebih kompetitif dan lebih inovatif ) dibanding mahluk yang lain.
Keunggulan secara ekologik ditunjang oleh struktur tubuh yang memudahkan untuk melakukan

2
Budi Purwatiningsih. 2014. Serangga Polinator. Malang: Universitas Brawijaya Press. hal.11-14
mobilitas, dan kemampuan berikir untuk melakukan perubahan terhadap ekosistem. Perubahan
pola mata pencaharian, dari pengumpul makanan di masa awal menjadi penanam serta pemetik
hasil tanaman, merupakan suatu pencapaian yang memiliki dampak ekologis yang luas. Hal ini
merupakan bukti bahwa kemampuan berikir manusia untuk melakukan perubahan terus
berkembang dari waktu ke waktu.
Homo sapiens diyakini sebagai kelompok manusia pertama yang mempelopori aktivitas
pertanian, karena telah berinteraksi dengan tanaman dalam 10.000 tahun terakhir melalui
coevolusi secara mutualistik. Akan tetapi jauh sebelum itu (kirakira 17.000-18.000 tahun yang
lalu) diketahui bahwa manusia telah menggunakan tetumbuhan untuk berbagai hal
(makanan,tempat tinggal, pakaian, dan untuk keperluan ritual keagamaan, serta keperluan
lainnya), yang diperoleh melalui kegiatan pengumpulan dari alam liar (Sebidos, 2015). Hal ini
didasari bukti yang didapat dari fosil sisa-sisa peninggalan di sekitar tempat tinggal manusia
purba. Berdasarkan uji forensik botani terhadap sisa-sisa pembakaran buah-buahan, biji-bijian,
dan umbi-umbian yang ditemukan di sekitar tempat tinggal mereka, diketahui
bahwa sekitar 23 spesies tumbuh-tumbuhan yang telah mereka gunakan. Namun, disadari bahwa
ketergantungan manusia pada tanaman sebagai sumber makanan, tempat tinggal, dan pakaian
menjadi kuat ketika jumlah mereka tumbuh dari kelompok keluarga menjadi suku, lalu menjadi
desa-desa, dan kota-kota peradaban.
Aktivitas budidaya tanaman di masa awal, yang dilakukan secara sederhana di
lingkungan tempat tinggal Homo sapiens didasari oleh beberapa pertimbangan, diantaranya:
untuk mengurangi risiko pemangsaan dari binatang buas, menekan kemungkinan bentrok dengan
kelompok nomaden lain sesama pemburu makanan, dan semakin berkurangnya jumlah pasokan
yang mampu dihasilkan oleh alam. Aktivitas tersebut terus berkembang, dan sejak saat itu
hingga saat ini, telah tercatat tiga kali inovasi pertanian. Inovasi pertanian pertama adalah
revolusi Neolitik sekitar 10.000 SM dan inovasi pertanian kedua inovasi melaui revolusi hijau
dimulai pada tahun 1960-an dan inovasi pertanian ketiga melalui rekayasa genetika dimulai
sekitar tahun1970-an (Gepts, 2004)3.
Tidak bisa dipungkiri bahwa tanaman hasil modiikasi yang diperoleh melalui inovasi
pertanian memang jauh lebih unggul dibandingkan dengan tetua mereka di alam liar. Salah
satucontohnya dapat dilihat pada hasil tanaman jagung. Proses untuk menghasilkan produk

3
Abdullah,2009,Ekologi Tumbuhan,Staf Pengajar universitas Syiah Kuala:Banda aceh
pertanian seperti saat ini dilakukan dengan memodiikasi berbagai atribut tanaman yang
dilakukan selama ratusan generasi sehingga diperoleh bentuk yang stabil (Tabel 4.1). Namun,
terus meningkatnya kebutuhan terhadap tumbuh-tumbuhan untuk pangan dan perumahan, telah
memaksa dilakukannya ekstensiikasi lahan pertanian secara massal. Dampak negatifnya adalah
terjadinya alih fungsi hutan untuk berbagai peruntukan, terutama untuk areal pertanian,
perkebunan, dan juga pemukiman.
Sudah dapat dipastikan bahwa jumlah penduduk dunia akan terus bertambah, dan tentu
akan diikuti oleh meningkatnya berbagai kebutuhan hidup mereka, terutama pangan. Oleh karena
itu, jika tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menghasilkan bahan pangan guna
mengimbangi kebutuhan pangannya, maka sudah dapat dipastikan bahwa tekanan terhadap
lingkungan akan terus terjadi, bahkan intensitasnya akan semakin tinggi. Jika pada masa awal,
manusia melakukan pemilihan tanaman berdasarkan pengalaman, ekperimentasi dan
domestikasi, maka saat ini dilakukan melalui metode sains. Hasil dari semua itu adalah seperti
yang kita lihat saat ini. Sebidos (2015) menyatakan bahwa sampai saat ini telah tercatat sekitar
30.000 spesies tanaman yang dapat dimakan, namun hanya 15 spesies memasok 90 persen dari
makanan kita dan 60 persen dari kebutuhan makanan kita berasal dari tiga jenis sereal utama,
yaitu gandum, jagung, dan beras. Jika prediksi pertumbuhan penduduk adala h benar, maka pada
tahun 2025, ada 8 miliar manusia yang akan butuh makan. Pertanyaannya sekarang adalah
“apakah inovasi pertanian ketiga dengan rekayasa genetika masih mampu memberikan solusi
untuk skenario suram ini, tanpa mengorbankan keseimbangan ekologi dari komunitas global4.
Adapun faktor biotik tumbuhan pada manusia ialah sebagai ketersediaan makanan pokok
bagi seluruh masyarakat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia negara tersebut.
Sehingga pemenuhan kebutuhan akan makanan pokok menjadi penting. Bahan pertanian yang
dapat digunakan sebagai makanan pokok adalah yang dapat menghasilkan energi tinggi dan kaya
akan karbohidrat. Kebutuhan akan pangan karbohidrat yang semakin meningkat akibat
pertumbuhan penduduk sulit dipenuhi dengan hanya mengandalkan produksi padi,mengingat
terbatasnya sumber daya terutama lahan dan irigasi 5. Individu merupakan organisme tunggal
seperti : seekor tikus, seekor kucing, sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang
manusia. Dalam mempertahankan hidup, seti jenis dihadapkan pada masalah-masalah hidup

4
Jayadi,Edi M,2015,Ekologi Tumbuhan,IAIN Mataram:Mataram
5
Astriani Dian,Pemanfaatan Gulma Babadotan Dan Tembelekan Dalam Pengendalian Sitophillus SPP Pada Benih
Jagung,Program studi Agroteknologi Fakultas Agroindustri,Universitas Mercu Buana Yogyakarta:1 (1) 2010
yang kritis. Misalnya, seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri
terhadap musuh alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut,
organisme harus memiliki struktur khusus seperti : duri, sayap, kantung, atau tanduk. Hewan
juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau melakukan migrasi yang
jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku demikian disebut adaptasi.

3. Interaksi antar Tumbuhan dan Mikroorganisme atau Mikroba

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa terdapat interaksi yang terjadi antara
tumbuhan dengan mikroorganisme atau mikroba di alam. Tumbuhan merupakan bagian yang
sangat penting dalam ekosistem daratan. Sebagai produsen mereka merupakan penyedia
makanan bagi kehidupan dimuka bumi. Melalui tumbuhan, gas karbondioksida dan larutan unsur
hara dalam tanah diubah menjadi sumber makanan yang diperlukan oleh seluruh hewan dan
manusia. Bagian tumbuhan yang memiliki peranan penting dalam proses penyediaan makanan
adalah akar dan daun. Akar berfungsi untuk mengambil dan mengangkut air dan unsur hara dari
dalam tanah, adapun daun merupakan tempat untuk memproses menjadi sumber makanan.

Selain berperan untuk mengambil unsur hara dan menjangkarkan tumbuhan kedalam
tanah, akar juga secara aktif mengeluarkan berbagai macam senyawa yang disebut eksudat akar
ke lingkungan tanah. Jumlah dan macam eksudat akar yang dilepaskan ditentukan oleh jenis,
umur dan faktor luar biotik maupun abiotik. Dalam proses ini tumbuhan muda menyumbangkan
30-40% dari fotosintatnya ke dalam tanah.

Seperti halnya organisme lainnya, tumbuhan juga berkomunikasi dengan makhluk hidup
lain disekelilingnya. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat berpindah tempat,
akarlah yang mengembangkan mekanisme komunikasi dengan organisme lain disekitarnya.
Semua interaksi tersebut difasilitasi oleh pertukaran senyawa kimia antara tumbuhan dengan
organisme lain. Akar tumbuhan akan memperngaruhi lingkungan sekitarnya karena akar secara
terus menerus mengeluarkan eksudat untuk berkomunikasi secara efektif dengan organisme
tanah disekelilingnya.

Mikroba merupakan komunitas terbesar di rhizosfir yang struktur dan komposisinya akar
berbeda pada stiap spesies tumbuhan karena interaksi tumbuhan dengan mikroba sangat
beragam.Eksudat akar memediasi terjadinya interajsi antara tumbuhan dengan mikroba di
rhizosfir, baik yang bersifat positif maupun negatif. Interaksi positif misalnya simbiosis dengan
mikroba tanah yang menguntungkan, seperti mikoriza, rhizobium, dan plant growth promoting
rhizobacteria (PGPR). Adapun interkasi negatif misalnya dengan parasit tanaman atau patogen.6

Mikroorganisme umumnya hidup dalam bentuk asosiasi membentuk suatu konsorsium


laksana suatu “Orkestra” yang satu dengan yang lainnyabekerja sama. Hubungan
mikroorganisme dapat terjadi baik dengan sesama mikroba, dengan hewan dan dengan
tumbuhan. Hubungan ini membentuk suatu pola interaksi yang spesifik yang dikenal dengan
simbiosis.

Interaksi antar mikroorganisme yang menempati suatu habitat yang sama akan
memberikan pengaruh positif, saling menguntungkan dan pengaruh negatif, saling merugikan
dan netral, tidak ada pengaruh yang berarti. Interaksi yang “netral” sebenarnya jarang terjadi
hanya dapat terjadi dalam keadaan dorman seperti endospora. Beberapa macam interaksi yang
mungkin terjadi antara mikroorganisme dengan organisme lain, diantaranya mutualisme,
komensialisme, parasitisme, amensalisme dan lain-lain. Hubungan inang dan parasit memilki
karakteristik fisiologi yang spesifik. Suatu parasit merupakan organisme yang hidup pada
permukaan atau dalam suatu organisme kedua, yang disebut inang. Interaksi yang membentuk
hubungan inang-parasit adalah kompleks. Ketika suatu parasit mencoba untuk menyebabkan
infeksi, inang merespon dengan menggerakkan suatu kesatuan tempur dari mekanisme
pertahanan. Kemampuan mencegah penyakit yang akan memasuki mekanisme pertahanan
disebut resistensi atau kekebalan.

Interaksi antara mikroba dan tumbuhan merupakan bagian integral dari ekosistem
terestrial kita. Interaksi antara mikroba dengan tanaman dapat berupa antagonisme,
komensialisme, mutualisme, dimana salah satu atau kedua spesies mendapat manfaat dari
hubungan itu masing-masing.7

Selain itu, tanaman juga mempunyai insting untuk mengoptimasi pertumbuhannya


sendiri. Tanaman memaksimalkan pertumbuhannya melalui pertumbuhan akar sehingga dapat

6
Enny Widyati. Memahami Komunikasi Tumbuhan-Tanah dalam Areal Rhizosfir untuk Optimasi Pengelolaan
Lahan. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol.11, No.1, Juli 2017 (33-42).
7
Nurmiati, dkk. 2018. Interaksi Mikroba dengan Tumbuhan. Padang: FMIPA Universitas Andalas.
memilki jangkauan maksimal terhadap unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhannya.
Disamping itu tanaman juga berusaha menjalin kerjasama dengan mikroba untuk membantu
mengoptimasi memenuhi kebutuhan haranya dan untuk membentengi dirinya terhadap serangan
organisme pengganggu tanaman. Untuk keperluan tersebut tanaman mengeluarkan eksudat akar
yang dimaksudkan untuk mengudang mikroba yang dikehendakiatau mengusir mikroba lain
yang mengganngu pertumbuhan tanaman. Menurut beberapa ilmuan, area kontak antara mikroba
dengan tanaman dibedakan menjadi dua, filosfir merupakan area kontak tanaman dengan
mikroba udara dan rizosfir merupakan kontak mikroba dengan tanaman yang berada didalam
tanah. Mikroba yang berinteraksi dengan bagian atas tanah tanaman dibedakan menjadi filosfir
(berada dipermukaan bagian tanaman) dan efifit (mengkoloni bagian jaringan dalam tanaman,
sedangkan mikroba dalam tanah dibedakan menjadi rizoplen (yang menempel pada akar) dan
endofit (yang berada dalam sel-sel akar). Peranan utama mikroba tersebut adalah membantu
tanaman mendapatkan unsur hara dan sebagai anti mikroba bagi patogen yang merugikan
tanaman inangnya. Keuntungan yang didapatkan oleh mikroba adalah mendapatkan habitat dan
memperoleh suplai makanan dari tanaman.8

8
Enny Widyati. Memahami Interaksi Tanaman-Mikroba. Jurnal Tekno Hutan Tanaman. Vol. 6, No.2, Maret 2013
(13-20).
Daftar pustaka
Abdullah,2009,Ekologi Tumbuhan,Staf Pengajar universitas Syiah Kuala:Banda aceh

Jayadi,Edi M,2015,Ekologi Tumbuhan,IAIN Mataram:Mataram

Astriani Dian,Pemanfaatan Gulma Babadotan Dan Tembelekan Dalam Pengendalian Sitophillus


SPP Pada Benih Jagung,Program studi Agroteknologi Fakultas Agroindustri,Universitas Mercu
Buana Yogyakarta:1 (1) 2010
Oman Karmana. 2007. Biologi. Bandung: Grafindo Media Pratama. hal.264

Budi Purwatiningsih. 2014. Serangga Polinator. Malang: Universitas Brawijaya Press. hal.11-14
Nurmiati, dkk. 2018. Interaksi Mikroba dengan Tumbuhan. Padang: FMIPA Universitas

Andalas.

Widyati, Enny. Memahami Interaksi Tanaman-Mikroba. Jurnal Tekno Hutan Tanaman. Vol.

6, No.2, Maret 2013 (13-20).

Widyati, Enny. Memahami Komunikasi Tumbuhan-Tanah dalam Areal Rhizosfir untuk


Optimasi Pengelolaan Lahan. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol.11, No.1, Juli 2017
(33-42).

Anda mungkin juga menyukai