Etos Kerja
Ditulis oleh Muchlisin Riadi Rabu, 28 September 2016 6 Komentar
Menurut Sinamo (2011:26), etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar
pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang
integral.
Menurut Panji Anoraga (2001:29), etos kerja adalah pandangan dan sikap suatu bangsa
atau umat terhadap kerja, oleh karena itu menimbulkan pandangan dan sikap yang
menghargai kerja sebagai suatu yang luhur, sehingga diperlukan dorongan atau motivasi.
Menurut Madjid (2000:410), etos kerja ialah karakteristik dan sikap, kebiasaan, serta
kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seseorang individu atau
sekelompok manusia.
Seseorang yang memiliki etos kerja, akan terlihat pada sikap dan tingkah lakunya dalam bekerja.
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri etos kerja:
1. Kecanduan terhadap waktu. Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara
seseorang menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Dia sadar
waktu adalah netral dan terus merayap dari detik ke detik dan dia pun sadar bahwa
sedetik yang lalu tak akan pernah kembali kepadanya.
2. Memiliki moralitas yang bersih (ikhlas). Salah satu kompetensi moral yang dimiliki
seorang yang berbudaya kerja adalah nilai keihklasan. Karena ikhlas merupakan bentuk
dari cinta, bentuk kasih sayang dan pelayanan tanpa ikatan. Sikap ikhlas bukan hanya
output dari cara dirinya melayani, melainkan juga input atau masukan yang membentuk
kepribadiannya didasarkan pada sikap yang bersih.
3. Memiliki kejujuran. Kejujuran pun tidak datang dari luar, tetapi bisikan kalbu yang
terus menerus mengetuk dan membisikkan nilai moral yang luhur. Kejujuran bukanlah
sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah panggilan dari dalam sebuah keterikatan.
4. Memiliki komitmen. Komitmen adalah keyakinan yang mengikat sedemikian kukuhnya
sehingga terbelenggu seluruh hati nuraninya dan kemudian menggerakkan perilaku
menuju arah tertentu yang diyakininya. Dalam komitmen tergantung sebuah tekad,
keyakinan, yang melahirkan bentuk vitalitas yang penuh gairah.
5. Kuat pendirian (konsisten). Konsisten adalah suatu kemampuan untuk bersikap taat
asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip walau harus berhadapan
dengan resiko yang membahayakan dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan
mengelola emosinya secara efektif.
Setiap negara memiliki etos kerja masing-masing, menurut Jansen H. Sinamo (2011) melalui
bukunya 8 Etos Kerja Profesional menjelaskan cara menumbuhkan etos kerja sebagai berikut:
Etos kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu (Anoraga, 2001:52):
Baca Juga
Karakteristik, Penyebab dan Metode Belajar Anak Tunanetra
Pengertian, Bentuk, Karakteristik dan Tindak Pidana Cyberbullying
Aspek, Ciri, Karakteristik dan Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
1. Agama. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai yang akan mempengaruhi
atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak
seseorang tentu diwarnai oleh ajaran agama yang dianut jika seseorang sungguh-sungguh
dalam kehidupan beragama.
2. Budaya. Sikap mental, tekad, disiplin, dan semangat kerja masyarakat juga disebut
sebagai etos budaya dan secara operasional etos budaya ini juga disebut sebagai etos
kerja. Kualitas etos kerja ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat
yang bersangkutan.
3. Sosial Politik. Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat
menikmati hasil kerja keras dengan penuh.
4. Kondisi Lingkungan/Geografis. Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi
manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan
mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari
penghidupan di lingkungan tersebut.
5. Pendidikan. Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja
keras.
6. Struktur Ekonomi. Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada
atau tidaknya struktur ekonomi, yang mampu memberikan insentif bagi anggota
masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.
7. Motivasi Intrinsik Individu. Individu yang akan memiliki etos kerja yang tinggi adalah
individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap yang
didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang.
Daftar Pustaka
Toto Tasmara. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Sinamo, Jansen. 2011. Delapan Etos Kerja Profesional. Jakarta: Institut Mahardika.
Sukardewi, Nyoman, et. all. 2013. Kontribusi Adversity Quotient (AQ) Etos Kerja dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Guru SMA Negeri di Kota Amlapura. Jurnal
Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, volume 4.
Panji Anaraga. 2001. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Madjid, N. 2000. Masyarakat Religius. Jakarta: Pavamadina.
Disiplin Kerja - Pengertian, Jenis, Indikator
dan Faktor yang Mempengaruhi
Ditulis oleh Muchlisin Riadi Sabtu, 13 April 2019 Tambah Komentar
Disiplin kerja yaitu suatu sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan dan ketertiban pada peraturan perusahaan atau organisasi dan norma-normal
sosial yang berlaku.
Menegakkan disiplin kerja sangat penting bagi perusahaan. Adanya disiplin kerja akan menjamin
terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan kerja perusahaan, sehingga memperoleh hasil
yang optimal. Sedangkan bagi karyawan, disiplin kerja memberikan dampak suasana kerja yang
menyenangkan sehingga akan menambah semangat dalam melaksanakan pekerjaannya.
Berikut definisi dan pengertian disiplin kerja dari beberapa sumber buku:
Menurut Sastrohadiwiryo (2003), disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai,
patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sangsi-sanksinya
apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Menurut Rivai (2011), disiplin kerja adalah suatu alat yang dipergunakan para manajer untuk
berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta
sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seorang dalam memenuhi
segala peraturan perusahaan.
Menurut Hasibuan (2002), disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati
semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang
secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya,
kesediaan adalah suatu sikap dan tingkah laku dalam melaksanakan peraturan perusahaan, baik
yang tertulis maupun tidak.
Menurut Sutrisno (2009), disiplin kerja adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan,
prosedur kerja yang ada atau disiplin adalah sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai
dengan peraturan dari organisasi baik tertulis maupun yang tidak tertulis.
1. Self imposed discipline, yaitu disiplin yang dipaksakan diri sendiri. Disiplin yang berasal dari diri
seseorang yang ada pada hakikatnya merupakan suatu tanggapan spontan terhadap pimpinan
yang cakap dan merupakan semacam dorongan pada dirinya sendiri artinya suatu keinginan dan
kemauan untuk mengerjakan apa yang sesuai dengan keinginan kelompok.
2. Command discipline, yaitu disiplin yang diperintahkan. Disiplin yang berasal dari suatu
kekuasaan yang diakui dan menggunakan cara-cara menakutkan untuk memperoleh
pelaksanaan dengan tindakan yang diinginkan yang dinyatakan melalui kebiasaan, peraturan-
peraturan tertentu. Dalam bentuknya yang ekstrem command discipline memperoleh
pelaksanaannya dengan menggunakan hukum.
1. Disiplin Preventif. Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para
karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-
penyelewengan dapat dicegah.
2. Disiplin Korektif. Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.
3. Aturan Kompor Panas. Aturan ini pada hakekatnya menyatakan bahwa tindakan pendisiplinan
hendaknya mempunyai ciri-ciri yang sama dengan hukuman yang diterima seseorang karena
menyentuh sebuah kompor panas.
4. Disiplin Progresif. Disiplin progresif adalah memberikan hukuman-hukuman yag lebih berat
terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan
kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih
serius dilaksanakan.
a. Disiplin waktu
Disiplin waktu di sini diartikan sebagai sikap atau tingkah laku yang menunjukkan ketaatan terhadap jam
kerja yang meliputi: kehadiran dan kepatuhan karyawan pada jam kerja, karyawan melaksanakan tugas
dengan tepat waktu dan benar.
b. Disiplin peraturan
Peraturan maupun tata tertib yang tertulis dan tidak tertulis dibuat agar tujuan suatu organisasi dapat
dicapai dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sikap setia dari karyawan terhadap komitmen yang telah
ditetapkan tersebut. Kesetiaan di sini berarti taat dan patuh dalam melaksanakan perintah dari atasan
dan peraturan, tata tertib yang telah ditetapkan. Serta ketaatan karyawan dalam menggunakan
kelengkapan pakaian seragam yang telah ditentukan organisasi atau perusahaan.
Sedangkan menurut Sutrisno (2009), terdapat empat indikator disiplin kerja, yaitu:
1. Taat terhadap aturan waktu. Dilihat dari jam masuk kerja, jam pulang, dan jam istirahat yang
tepat waktu sesuai dengan aturan yang berlaku di perusahaan.
2. Taat terhadap peraturan perusahaan. Peraturan dasar tentang cara berpakaian, dan bertingkah
laku dalam pekerjaan.
3. Taat terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan. Ditunjukkan dengan cara-cara melakukan
pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan jabatan, tugas, dan tanggung jawab serta cara berhubungan
dengan unit kerja lain.
4. Taat terhadap peraturan lainnya di perusahaan. Aturan tentang apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan oleh para pegawai dalam perusahaan.
Menurut Hasibuan (2002), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disiplin kerja,
yaitu sebagai berikut:
b. Kepemimpinan
Kepemimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan
teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus mencontohkan perilaku yang baik agar
ditiru oleh bawahannya nanti. Seorang Pemimpin jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya akan
baik, jika dia pun tak mampu mencontohkan perilaku disiplin yang baik kepada bawahannya.
Baca Juga
Good Corporate Governance (GCG)
Activity Based Costing (Sistem ABC)
Home Industri (Fungsi, Manfaat, Jenis Usaha, Keunggulan dan Kelemahan)
c. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan
memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan
karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
d. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu
merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Dengan keadilan yang
baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada
setiap perusahaan supaya kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula.
e. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan
karyawan perusahaan. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan
merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasannya.
f. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan.
Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai
dengan sangsi hukuman yang telah ditetapkan. Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap
karyawan yang indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada perusahaan tersebut.
g. Sangsi
Sangsi berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sangsi hukuman yang
semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap,
perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.
Daftar Pustaka
Ilustrasi Karyawan
Penilaian prestasi kerja adalah sebagai penyedia informasi yang sangat membantu dalam membuat dan
menerapkan keputusan-keputusan seperti promosi jabatan, peningkatan gaji, pemutusan hubungan
kerja dan transfer (Flippo, 1996:84).
Sedangkan menurut T. Hani Handoko (1995:135) penilaian prestasi adalah proses melalui mana
organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Dimana kegiatan ini dapat
memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang
pelaksanaak kerja mereka.
Pengertian penilaian prestasi kerja menurut Lloyd L. Byars dan Leslie W. Rue (2004:251) adalah
Performance appraisal is a process of determining and communicating to an employee how he or she is
performing on the job, and ideally, establishing a plan of improvement. Penilaian prestasi kerja karyawan
adalah proses untuk menentukan dan mengkomunikasikan kepada karyawan tentang bagaimana
performanya dalam melakukan pekerjaannya dan idealnya, membuat rencana untuk membangun
kariernya.
Penilaian prestasi kerja mempunyai dasar yang sangat penting bagi perusahaan sebagai alat untuk
mengambil keputusan bagi karyawannya. Penilaian prestasi mempunyai banyak kegunaan di dalam
suatu organisasi.
Menurut T.Hani Handoko (1995:135) terdapat sepuluh manfaat yang dapat dipetik dari penilaian
prestasi kerja tersebut sebagai berikut:
1. Perbaikan Prestasi Kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer
dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka demi perbaikan
prestasi kerja.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil
keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi
lainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada
prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan
prestasi kerja masa lalu.
4. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja yang jelek mungkin
menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan
potensi yang harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi kerja seseorang karyawan dapat
mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti.
6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau jelek
mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
7. Ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan
dalam informasi analisis jabatan, rencana sdm, atau komponen-komponen sistem informasi
manajemen personalia lainya. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat
mengakibatkan keputusan-keputusan personalia yang diambil menjadi tidak tepat.
8. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu
tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnose kesalahan-
kesalahan tersebut.
9. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-
keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
10. Tantangan-tantangan eksternal. Kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar
lingkungan kerja, seperti; keluarga, kesehatan, kondisi financial atau masalah-masalah pribadi
lainya. departemen personalia dimungkinkan untuk menawarkan bantuan kepada semua
karyawan yang membutuhkan.
Menurut Robert Bacal (2002:116), ada tiga pendekatan yang paling sering dipakai dalam penilaian
prestasi kerja karyawan:
Sistem ini hampir selalu tidak tepat untuk digunakan, karena sistem ini mempunyai efek samping yang
lebih besar daripada keuntungannya. Sistem ini memaksa karyawan untuk bersaing satu sama lain
dalam pengertian yang sebenarnya. Pada kejadian yang positif, para karyawan akan menunjukkan
kinerja yang lebih baik dan menghasilkan lebih banyak prestasi untuk bisa mendapatkan peringkat yang
lebih tinggi.
Sedangkan pada kejadian yang negatif, para karyawan akan berusaha untuk membuat rekan sekerja
(pesaing)-nya menghasilkan kinerja yang lebih buruk dan mencapai prestasi yang lebih sedikit
dibandingkan dirinya.
c. Sistem berdasarkan tujuan (object-based system)
Berbeda dengan kedua sistem diatas, penilaian prestasi berdasarkan tujuan mengukur kinerja seseorang
berdasarkan standar ataupun target yang dirundingkan secara perorangan. Sasaran dan standar
tersebut ditetapkan secara perorangan agar memiliki fleksibilitas yang mencerminkan tingkat
perkembangan serta kemampuan setiap karyawan.
Daftar Pustaka
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa performance assessment adalah
suatu bentuk penilaian untuk mendemostrasikan atau mengaplikasikan pengetahuan yang telah
diperoleh oleh siswa dan menggambarkan suatu kemampuan siswa melalui suatu proses,
kegiatan, atau unjuk kerja.
Menurut Stiggins (1994:160), salah satu karakteristik penilaian kinerja siswa adalah dapat
digunakan untuk melihat kemampuan siswa selama proses pembelajaran tanpa harus menunggu
sampai proses tersebut berakhir.
Karakteristik penilaian kinerja menurut Norman (dalam Siti Mahmudah, 2000:18) adalah (1)
tugas-tugas yang diberikan lebih realistis atau nyata;(2) tugas-tugas yang diberikan lebih
kompleks sehingga mendorong siswa untuk berpikir dan ada kemungkinan mempunyai solusi
yang banyak;(3) waktu yang diberikan untuk asesmen lebih banyak; (4) dalam penilaiannya lebih
banyak menggunakan pertimbangan.
Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Isyanti (2004:6) bahwa penilaian unjuk kerja
dapat mengungkapkan potensi siswa dalam memecahkan masalah, penalaran, dan komunikasi
dalam bentuk tulisan maupun lisan. Menurut Setyono (2005:3) bahwa penilaian performansi
digunakan untuk menilai kemampuan siswa melalui penugasan yang berupa aspek pembelajaran
kinerja dan produk. Hutabarat (2004:16) berpendapat bahwa penilaian kinerja lebih tepat untuk
menilai kemampuan siswa dalam menyajikan lisan, pemecahan masalah dalam suatu kelompok,
partisipasi siswa dalam suatu kegiatan pembelajaran, kemampuan siswa dalam menggunakan
peralatan laboratorium serta kemampuan siswa mengoperasikan suatu alat.
Penilaian kinerja digunakan untuk menilai kemampuan siswa melalui penugasan (task).
Dalam menilai kinerja siswa tersebut, perlu disusun kriteria. Kriteria yang menyeluruh disebut
rubric. Dengan demikian wujud asesmen kinerja yang utama adalah task (tugas) dan rubrics
(kriteria penilaian). Tugas-tugas kinerja digunakan untuk memperlihatkan kemampuan siswa
dalam melakukan suatu keterampilan tentang sesuatu dalam bentuk nyata. Selanjutnya rubrik
digunakan untuk memberikan keterangan tentang hasil yang diperoleh siswa (Zainul, 2001:9-11)
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kinerja
antara lain: generalizability atau keumuman, authenticity atau keaslian/nyata, muliple focus
(lebih dari satu fokus), fairness (keadilan), teachability (bisa tidaknya diajarkan), feasibility
(kepraktisan), Scorability atau bisa tidaknya tugas tersebut diberi skor ( Popham, 1995:147).
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam membuat performance assessment adalah
1) identifikasi semua langkah penting atau aspek yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi
hasil akhir; 2) menuliskan kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas; 3) mengusahakan kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak
sehingga semua dapat diamati; 4) mengurutkan kemampuan yang akan diukur berdasarkan
urutan yang akan diamati; 5) bila menggunakan skala rentang, perlu menyediakan kriteria untuk
setiap pilihan (Hutabarat, 2004: 17).
Baca Juga
Nilai dan Metode Pembentukan Karakter Religius
Full Day School
Pengertian, Jenis dan Gerakan Literasi
Dalam penilaian performance assessment, seorang guru harus memilih dan menggunakan
prosedur yang adil pada seluruh siswa tapa membedakan latar belakang kebudayaan, bahasa, dan
jenis kelamin. Selain itu faktor lain yang dapat menimbulkan kesalahan dalam validitas
performance assessment adalah kegagalan guru dalam memasukkan atau memberikan penilaian
kinerja siswa.
Reliabilitas adalah segala sesuatu yang menitikberatkan pada kestabilan dan kekonsistenan
penskoran, secara logika untuk mendapatkan informasi tentang reliabilitas kinerja siswa adalah
mengadakan observasi kinerja sesering mungkin. Jika kriteria kinerja tidak jelas, maka guru
harus mengerti dari suatu kriteria sehingga tidak timbul kasalahan dan subjektivitas. Salah satu
cara untuk mengurangi ketidakkonsistenan pada penskoran adalah menentukan tujuan
performance assessment dan kriteria-kriteria penilaian dengan jelas pula.
Berdasarkan uraian di atas untuk menentukan validitas dan reliabilitas dalam performance
assessment ada beberapa langkah yang harus diperhatikan yaitu 1) menentukan tujuan penilaian
yang jelas sebelum memulai; 2)mengajar siswa dengan kinerja yang diinginkan, dan 3)
memberitahukan kepada siswa tentang kriteria-kriteria kinerja yang akan dipertimbangkan
(Airasian, 1991:299-301).
Daftar Pustaka
Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses (Nurlaila, 2010:71). Menurut
pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan
atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans, 2005:165).
Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan
(Dessler, 2000:41). Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan (Mangkunagara, 2002:22).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu
dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai
dan Basri, 2005:50).
Sedangkan Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan
kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Kinerja merupakan hasil kerja dari tingkah laku (Amstrong, 1999:15). Pengertian kinerja ini mengaitkan
antara hasil kerja dengan tingkah laku. Sebgai tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas manusia yang
diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan kepadanya.
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang
dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja
sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono, 1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh
dilakukan dan yang tidak boleh dalam organisasi tersebut.
Baca Juga
Pengertian, Fungsi, Jenis dan Metode Penyusunan Anggaran
Good Corporate Governance (GCG)
Activity Based Costing (Sistem ABC)
c. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono, 1999:27). Jadi, disiplin
karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan
organisasi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk merencanakan
sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut (Mangkunegara, 2002:68):
1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit,
jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan,
dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia
untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi,
bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan
sumber daya.
5. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan
fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai
komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
Daftar Pustaka
Amstrong, Mischael, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan
Haryanto. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Mangkunegara, Anwar Prabu . 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Remaja Rosdakarya.
Bandung
Luthans, F. 2005. Organizational Behavior. New York: McGraw-hill.
Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya
Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
Nurlaila, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Penerbit LepKhair.
Prawirosentono, Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
Robbins, Stephen P., 2006. Perilaku Organisasi, PT Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta.
Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai Kinerja
Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Robbins, Stephen P., 1996. Perilaku Organisasi Jilid II, Alih Bahasa HadayanaPujaatmaka,
Jakarta, Prenhalindo.