Anda di halaman 1dari 5

MENUJU KEMANDIRIAN TEOLOGI, DAYA, DAN DANA

1. PENGERTIAN UMUM TENTANG KEMANDIRIAN

Yang dimaksud dengan kemandirian gereja adalah suatu upaya bersama terus-menerus
memperkembangkan semua kemampuan (potensi) dan pemberian Tuhan secara bebas dan
bertanggungjawab bagi persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Melalui proses kebersamaan itu gereja
menuju “ kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan sesuai dengan kepenuhan Kristus ” ( Ef.4:13 ).

Kemandirian berarti memiliki kepribadian yang dapat berdiri sendiri dalam hubungan secara langsung
dengan Kristus sebagai sumber segalanya. Ketergantungan kepada Kristus ini yang kemudian membawa
tiap orang percaya pada “ Kesatuan Iman ” ( Ef.4:13 ) untuk saling membantu dalam menciptakan
kemandirian, baik antara seorang dengan yang lain, satu gereja dengan gereja yang lain, baik di dalam
maupun di luar negeri.

Kemandirian Gereja mencakup tiga unsur utama, yaitu :

1. Teologi,
2. Daya, dan
3. Dana.

Yang di mana ketiga unsur ini bagaikan sebuah mata rantai yang saling berkaitan dengan sangat erat.
Apabila yang satu tidak diperhatikan maka dapat menghambat unsur-unsur yang lainnya. Namun apabila
ketiga unsur ini saling berkaitan maka akan sangat mendorong. Namun sayangnya di dalam
pelaksanaannya, kemandirian daya atau menjadi kualitas manusia seutuhnya merupakan unsur yang
sangat strategis dalam rangka mengembangkan kemandirian secara keseluruhan untuk membarui,
membangun dan mempersatukan gereja demi pelaksanaan pangillan bersama dengan melihat seluruh
Indonesia sebagai satu wilayah pelayanan.

2. SECARA UMUM KEMANDIRIAN

Dipahami sebagai sikap yang merupakan salah satu ciri kedewasaan. Sikap tersebut antara lain:

1. Bersumber dari pengenalan dan kesadaran akan hakikat dan tujuan hidup Kristiani;
2. Didasari pada rasa percaya diri yang kuat;
3. Menyatakan diri dalam perilaku yang ditandai dengan tekad dan kemauan untuk menjawab
persoalan-persoalan dan tantangan-tantangan hidup tanpa menggantungkan diri pada orang
lain dengan jalan mengelola sebaik-baiknya potensi-potensi dan kesempatan-kesempatan yang
tersedia.
Dengan demikian kemandirian memasyarakatkan, yaitu:

1. Pemilikan dan pembaruan visi tentang hakikat dan tujuan hidup.


2. Pemilikan nilai-nilai tertentu seperti rasa percaya diri, jeli dalam mengamati perkembangan,
berpandangan kedepan, gigih dalam berusaha,menghargai waktu,tertib,hemat dan mampu
membina kerjasama.
3. Pemilikan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan, teknologi, serta berbagai keterampilan.

3. KEMANDIRIAN SEBAGAI PANGGILAN GEREJA

Di dalam diri Yesus Kristus yang dating di tengah-tengah kancah kehidupan bumi, Allah yang berkenan
mengawali misi-Nya untuk menyelamatkan-sejahterakan dunia dengan membebaskan manusia dari
dosa, maut, dan segala bentuk penindasan dan penderitaan di dalam rahmat pengampunan-Nya.

Hakikat dan tujuan hidup gereja adalah keikutsertaanya dalam misi Ilahi tersebut dengan jalan menjadi:

1. Buah sulung dari dunia yang sudah diselamatkan oleh dan di bawah kuasa Tuhan;
2. Satu persekutuan persaudaraan yang setia mengikut Tuhannya yang bersaksi tentang Yesus
Kristus serta memberitakan injil Kerajaan Allah kepada semua makluk dan yang melayani
sesama manusia dengan menghalau segala sesuatu yang menghalingi keselamatan-
kesejahteraan( 1kor.9,Yak 1:18;Mark. dll ).

Di dalam hidup dan bekeja sesuai dengan hakikat serta tujuan tersebut, gereja di panggil untuk
senantiasa menerima pertumbuhan, membangun dan mambarui diri dalam kasih menuju ke
“kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Ef.4:12-16).
Selain itu gereja juga dipanggil untuk senantiasa menyatakan kemandirian sebagai salah satu wujud
kedewasaan.

Panggilan Gereja untuk mandiri diungkapkan dengan berbagai cara oleh Alkitab, antara lain tentang:

1. Ulangan 15:6 “Apabila Tuhan, Allahmu, memberkati engkau, seperti yang di janjikan-Nya kepada
banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak akan meminta pinjaman; engkau akan menguasai
banyak bangsa, tetapi mereka tidak akan menguasai engkau.”
2. Yosua 23:10 “ Satu orang saja dari pada kamu dapat mengejar seribu orang, sebab Tuhan Allah,
dialah yang berperang bagi kamu, seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu.”

Begitu pula dengan kemampuan mengembangkan diri dalam segala hal segala keadaan dan
melipatgandakan talenta. Di dalam Filipi 4: 11-13 dan matius : 25:16.

Bila kita bebicara mengenai harga diri warga Gereja, 1 Tesalonika 4:11-12 berbicara mengenai harga diri
gereja, yang intinya di dalam 1 Tesalonilka 4:11-12 adalah bahwa kita haruslah bekerja dengan tangan
kita sendiri, sehingga kita dipandang sebagai orang yang sopan oleh orang lain, dan kita akan
mendapatkan kehormatan dan kehidupan yang tenang. Begitu pula dengan Kisah para rasul juga
bercerita mengenai harga diri warga Gereja. Kis 20:35 mengatakan, “ adalah lebih berbahagai memberi
dari pada meneriama ”. Sedangkan apabila kita berbicara mengenai kemandirian dalam hal kepercayan,
maka tepatlah kita bila membaca Yoh 4:43: “ kami percaya, tapi bukan karena,……. Bahwa Dialah benar-
benar juruselamat manusia”.

Rasa percaya diri yang mendasari kemandirian gereja bersumber pada iman, pengetahuan dan
kepastian, bahwa tuhan menganugerahkan kekuatan dan berkat. 2 Kor 8:9 dan 2 kor 9:8 adalah ayat
yang tepat apabila kita ingin mengaitkannya dengan Kitab suci kita. Kemandirian harus terjadi pada diri
perseorangan sampai di semua satuan persekutuan Gereja, oleh sebab itu suatu gereja tidak dapat
menjadi benar-benar mandiri di luar ikatan persekutuannya dengan gereja-gerja lain, seperti di
ungkapkan dalam Efesus 4:16.

Untuk melaksanakan pangilannya sesuai dengan hakikat dan tujuan hidupnya, gereja memerlukan visi
dan motivasi teologis, tenaga manusia dan dana serta berbagai sarana lain. Berdasarkan panggilan
gereja untuk melayani sesame, kemandirian gereja harus mampu memberikan sembangan positif bagi
perwujudan kemandirian bangasa, terutama dalam kaitannya dengan tiga hal, yaitu:

1. Sifat majemuk bangsa Indonesia, menuntut di adakannya secara terus-menerus dialog dan
kerjasama.
2. Perkembangan yang cepat dari masyarakat Indonesia menuju masyarakat teknologi dan industry
yang menuntut kesiapan semua pihak untuk menghadapi dampak-dampak positif maupun
negative dari perkembangan tersebut.
3. Peningkatan kwalitas manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka Pembangunan Nasional
Sebagai Pengamalan Pancasila. Seluruh kemandirian di bidang teologi, daya dan dana
dilaksanakan dalam konsep keesaan dan misi bersama, sekaligus merupakan gaya hidup otentik
dari gereja-gereja di Indonesia.

Oleh karena kemandirian gereja adalah pemberian Tuhan, maka tanggung jawab gereja adalah untuk
mengatadakan berbagai usaha secara terarah, terencana serta berkesinambungan. Bertolak dari
keyakinan diatas, maka perlu diadakan pengkajian tentang faktor-faktor penghambat. Beberapa faktor
yang perlu di kaji antara lain:

1. Pola-pola pelayanan, kepemimpinan, dan keteladanan dalam pembinaan kemandirian.


2. Faktor-faktor sosial budaya, ekonomi, politik yang mendorong maupun yang menghambat
pertumbuhan kemandirian, antara lain : primordialisme dan denominasionalisme.
3. Bentuk-bentuk persembahan serta penggalangan dana lainnya.
4. Pemanfaatan bantuan luar negeri, baik tenaga, dana maupun pandangan teologi.
5. Pendayagunaan milik-milik gereja secara tepat agar dapat mendukung kemandirian.
6. Dampak-dampak modernisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam pada itu dengan memperhatikan pengalaman praktis gereja-gereja selama ini, perlu
ditambahkan:

1. Keberagaman pemahaman tentang kemandirian yang berkembang di gereja-gereja.


2. Latar belakang teologi gereja-gereja di Indonesia yang mewarisi teologi barat, yang sering kali
langsung diterima tanpa di guumuli secara kritis dan realiris dengan melihat konteks yang ada.
3. Pemanfaatan sumber daya yang tidak optimal.
4. Struktur yang tidak memberikan peluang untuk partisipasi aktif.
5. Kemampuan lembaga-lembaga teologi dalam mengembangkan teologi dan mempersiapkan
tenaga ( daya )
6. Nilai-nilai budaya yang cenderung menggantikan nilai-nilai Kristiani ( seharusnya nilai-nilai
budaya digunakan sebagai sarana untuk memperkaya kehidupan pelayanan gereja ).

4. KEMANDIRIAN TEOLOGI

Kemandirian di bidang teologi pada hakikatnya adalah kemampuan gereja yaitu warga dan para
pejabatnya untuk menetapkan pandangan dan sikap serta keterlibatan secara positif, kreatif, kritis, dan
realities, dalam menjawab persoalan-persoalan dan tantangan-tantangan kehidupan pribadi, keluarga,
masyrakat,gereja dan Negara, yang berpedoman pada petunjuk dan motivasi yang diperoleh dari
pemahaman akan Firman Tuhan. Kegiatan-kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka
program kemandirian teologi di antaranya ialah:

1. Mengoptimalisasikan fungis dan peran lembaga – lembga pendidikan teologi sebagai pusat
penunjang Keesaan Gerja Inodnesia dalam rangka pelaksnaan misi gereja di tengah dunia yang
senantiasa berubah; untuk itu secara intensif diusahakan dan dicari upaya – upaya pendidikan
teologi dan kontekstual.
2. Menyediakan bahan – bahan dan bimbingan pe,bacaan Alkitab secara model – model
pelaksanaannya yang menarik, agar pembacaan dan Pemahaman Alkitab menjadi kegemaran.
3. Meningkatkan kegiatan berteologi baik jumlah maupun mutu percakapan – percakapan, studi
bersama serta kegiatan – kegiatan teologi lainnya yang:

a. bertujuan rangkap, yaitu guna memperoleh jawaban Alkitabiah atas persoalan-


persoalan kehidupan kongkret dana guna mendorong warga gereja menjalankan sendiri
kegiatan-kegiatan berteologi.
b. Mengikutsertakan warga gereja dari semua jenis, lapisan dan profesi.
c. Penyelenggaraannya tidak di tingkat nasional dan sinodal saja, tetapi juga di tingakt
local/gereja setempat.

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut perlu mengikutsertakan pakar-pakar dalam jumlah, dan mutu
yang sesuai dengan bidangnya. Demikian juga kemampuan pada pendeta perlu ditingkatkan terus-
menerus agar dapat menjawab tantangan.
5. KEMANDIRIAN DI BIDANG DAYA

Kemandirian di bidang daya diartikan sebagai usaha untuk melengkapi meningkatkan mutu dan
memanfaatkan setiap warga gereja, lembaga-lembaga dan badan-badan Kristen lainnya untuk
menjalankan tugas kesaksian dan pelayanannya dengan terarah, tepat dan kontekstual. Faktor pokok
dalam kemandirian gereja di bidang daya terletak pada kedewasaan iman, mental, pengetahuan, dan
keterampilan.

Selain itu perubahan-perubahan tersebut juga menuntut gereja untuk membarui dan mengembangkan
struktur pelayanannya. Maka kemandirian gereja di bidang daya pun adalah kemandirian yang terarah
ke depan, demi kepentingan pelaksanaan misi gereja kini dan di masa depan. Karena itu program
kemandirian di bidang daya harus dapat memberikan pengalaman oikoimenis pada tenaga-tenaga di
pedesaan yang dipersiapkan, dan sebaliknya mendorong tenaga-tenaga terdidik tidak segan untuk
melayani jemaat di desa-desa terpencil. yang mampu melayani di tengah kehidupan masyarakat, bangsa
dan Negara yang sedang melaksanakan Pembangunan Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila.

6. KEMANDIRIAN DI BIDANG DANA

Kemandirian di bidang dana harus dipahami sebagai kemapuan gereja untuk menggali sumber-sumber
kekayaan dan untuk melipatgandakan, mengamankan, dan menggunakan secara tepat guna harta
benda yang diberikan Tuhan untuk pelaksanaan misi gereja. Dengan demikian program kemandirian di
bidang dana harus ditunjukan pada peningkatan kemampuan gereja dan warganya untuk mengelola
dengan sebaik-baiknya.

Program kemandirian gereja di bidang dana harus ditandai oleh kemurnian kasih dalam wujud saling
menopang demi peningkatan kemampuan bersama untuk memecahkan masalah dan melakukan tugas
bersama.

Anda mungkin juga menyukai