Trauma Medula Spinalis Dan Spinal Shock KELOMPOK 5 Edit Finish
Trauma Medula Spinalis Dan Spinal Shock KELOMPOK 5 Edit Finish
i
KATA PENGANTAR
2. Seluruh anggota kelompok 5 Kelas A-2 Angkatan 2015 yang selalu memberikan
bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover ................................................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi ...........................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3. Tujuan ................................................................................................... 3
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1. Anatomi dan Fisiologi Medula Spinalis ............................................. 4
2.2. Trauma Medula Spinalis ................................................................... 11
2.2.1 Definisi ................................................................................. 11
2.2.2 Etiologi ................................................................................ 12
2.2.3 Manifestasi............................................................................ 13
2.2.4 Patofisiologi ......................................................................... 17
2.2.5 WOC.................. ...................................................................18
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang .......................................................19
2.2.7 Penatalaksanaan .................................................................... 20
2.2.8 Komplikasi............................................................................ 22
2.2.9 Algoritma .............................................................................. 23
2.3. Spinal Shock ..................................................................................... 25
2.2.1 Definisi ................................................................................. 25
2.2.2 Etiologi ................................................................................ 25
2.2.3 Manifestasi............................................................................ 26
2.2.4 Patofisiologi ......................................................................... 26
2.2.5 WOC.................. ...................................................................29
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang .......................................................30
2.2.7 Penatalaksanaan .................................................................... 30
2.2.8 Komplikasi............................................................................ 31
2.2.9 Algoritma .............................................................................. 32
BAB 3 Asuhan Keperawatan Umum
2.1.ASKEP Umum Trauma Medula Spinalis ............................................ 34
iii
2.2.ASKEP Umum Spinal Shock ............................................................... 40
BAB 4 Asuhan Keperawatan Kasus
4.1 ASKEP Kasus ...................................................................................... 50
BAB IV Simpulan dan Saran ......................................................................... 57
Daftar Pustaka ................................................................................................. 59
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
bertambahnya umur yang mengarah kepada cidera tulang belakang traumatis
(McQuillan et al, 2009).
2
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan kasus pada Trauma Medula
Spinalis dan Spinal Shock?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah Small Group Discussion ini adalah
sebagai berikut:
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi dari sistem tulang belakang (Medula
Spinalis)
2. Menjelaskan definisi dari Trauma Medula Spinalis dan Spinal Shock
3. Menjelaskan etiologi dari Trauma Medula Spinalis dan Spinal Shock
4. Menjelaskan manifestasi yang bisa ditemukan dari Trauma Medula Spinalis
dan Spinal Shock
5. Menjelaskan patofisiologi terjadinya Trauma Medula Spinalis dan Spinal
Shock
6. Menjelaskan penatalaksanaan yang sesuai dengan Trauma Medula Spinalis
dan Spinal Shock
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjaang yang bisa digunakan dalam
mendeteksi adanya Trauma Medula Spinalis dan Spinal Shock?
8. Menjelaskan komplikasi yang bisa terjadi pada Trauma Medula Spinalis dan
Spinal Shock jika tidak segera mendapatkan pengobatan
9. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan umum pada Trauma Medula
Spinalis dan Spinal Shock
10. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan kasus pada Trauma Medula
Spinalis dan Spinal Shock
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini mahasiswa diharapkan mampu menambah
wawasan dan informasi tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
trauma medula spinalis dan spinal shock. serta dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari selama memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan kasus yang sesuai.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pada potongan melintang medulla spinalis terdapat substansia grisea atau
gray matter (abu-abu) dan substansi alba atau white matter (putih). Bagian central
membentuk huruf H (Gray Matter) dan dikelilingi oleh white matter. Kedua bagian
medulla spinalis dipisahkan oleh septum medianus (dorsal/posterior) dan fissura
medianus (ventral/anterior). Sulcus dorsolateral (posterior) adalah pintu masuk akar
saraf posterior (sensorik) dan sulcus ventrolateral (anterolateral) adalah pintu keluar
akar saraf ventral (motorik). 3 area white matter: funikulus posterior, funikulus
lateralis, funikulus anterio.
5
Medulla spinalis melewati dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat
perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum
berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat
mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1)
informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan
raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot
dan sendi (Akhyar, 2009)
a. Arteri spinalis anterior dibentuk oleh cabang kanan dan dari segmen
intrakranial kedua arteri vertebralis.
b. Arteri spinalis posterior kanan dan kiri juga berasal dari kedua arteri
vertebralis.
c. Arteria radikularis dibedakan menjadi arteria radikularis posterior dan
anterior.
6
Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra
tempat munculnya saraf tersebut, adapun saraf spinal terdiri dari:
1. Saraf servical ; 8 pasang, C1-C8
2. Saraf torax; 12 pasang, T1-T12
3. Saraf lumbal; 5 pasang L1-L5
4. Saraf sacral; 5 pasang, S1-S5
5. Saraf coccyigeal; 1 pasang
7
Fleksi lengan atas dan M. biseps brakhii Saraf
bawah dan supinasi muskulokutaneus
lengan bawah C5-C6
M. korakobrakhialis
Elevasi dan aduksi C5-C7
lengan M. brakhialis
C5-C6
Fleksi lengan bawah
Fleksi dan deviasi M. fleksor karpi radialis Saraf medianus
radial tangan C5-C6
8
Oposisi jari tangan V M. fleksor digiti brevis V Saraf ulnaris
C7-T1
Fleksi jari V pada
sendi Mm. interosei palmaris dan C8-T1
metakarpofalangeal dorsalis
Mm. lumbrikalis III dan IV
Pembengkokan
falangs proksimal,
meregangkan jari
tangan III, IV, dan V
pada sendi tangan dan
distal seperti juga
gerakan membuka dan
menutup jari-jari
Ekstensi siku M. biseps brakhii dan M. Saraf radialis
ankoneus C6-C8
Abduksi metakarpal I:
ekstensi radial dari M. ekstensor polisis brevis C7-C8
tangan
9
Ekstensi falangs
proksimal jari II
Elevasi iga; ekspirasi; Mm. toracis dan abdominalis N. toracis
kompresi abdomen; T1-L1
anterofleksi dan
laterofleksi tubuh.
III. Pleksus lumbalis T12-L4
Fleksi dan endorotasi M. iliopsoas Saraf femoralis
pinggul L1-L3
M. sartorius L2-L3
Fleksi dan endorotasi
tungkai bawah
M. quadriseps femoris L2-L4
Ekstensi tungkai
bawah pada tungkai
lutut
Aduksi paha M. pektineus Saraf obturatorius
M. aduktor longus L2-L3
M. aduktor brevis L2-L3
M. aduktor magnus L2-L4
M. grasilis L3-L4
L2-L4
Aduksi dan eksorotasi M. obturator eksternus L3-L4
paha
IV. Pleksus sakralis L5-S1
Abduksi dan endorotasi paha M. gluteus medius dan Saraf glutealis
minimus superior
L4-S1
Fleksi tungkai atas pada M. tensor fasia lata
pinggul; abduksi dan L4-L5
endorotasi
L4-S1
Fleksi tungkai bawah M. biseps femoris Saraf skiatikus
M. semitendinosus L4-S2
M. semimembranosus L4-S1
L4-S1
Dorsifleksi dan supinasi kaki M. tibialis anterior Saraf peronealis
profunda
L4-L5
10
Ekstensi kaki dan jari-jari M. ekstensor digitorum L4-S1
kaki longus
L4-S1
Ekstensi jari kaki II-V M. ekstensor digitorum
brevis L4-S1
Ekstensi ibu jari kaki
M. ekstensor halusis L4-S1
Ekstensi ibu jari kaki longus
M. ekstensor halusis
brevis
Pengangkatan dan pronasi Mm. peronei Saraf peronealis
bagian luar kaki superfisialis
L5-S1
Fleksi plantar dan kaki dalam M. gastroknemius Saraf tibialis
supinasi, M. triseps surae L5-S2
Supinasi dan fleksi plantar M. soleus
dari kaki M. tibialis posterior
L4-L5
Fleksi falangs distal jari kaki M. fleksor digitorum L5-S2
II-V (plantar fleksi kaki longus
dalam supinasi)
11
Pada trauma medula spinalis timbul perlukaan pada sumsum tulang
belakang yang mengakibatkan perubahan, baik sementara atau permanen,
perubahan fungsi motorik, sensorik, atau otonom. Pasien dengan cedera tulang
belakang biasanya memiliki defisit neurologis permanen dan sering mengalami
kecacatan (Lawrence, 2014).
Cidera medula spinalis bisa meliputi fraktur, kontusio, dan kompresi
kolumna vertebra yang biasa terjadi karena trauma pada kepala atau leher.
Kerusakan dapat mengenai seluruh medula spinalis atau terbatas pada salah satu
belahan dan bisa terjadi pada setiap level (Kowalak, 2011).
Jadi, trauma medulla spinalis adalah kerusakan fungsi neurologis akibat
trauma langsung atau tidak langsung pada medulla spinalis sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi sensorik, motorik, autonomi dan reflek.
12
eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup
penyakit motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan
inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan
metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan
13
motorik dari (C4 involunter (frenik);
leher ke bawah mempersarafi dukungan ventilasi
klavikula) dan trakeostomi
dibutuhkan
C5 Kuadriplegia: C5, C6 Hilangnya Saraf frenik utuh, Tidak ada
Hilangnya sensasi di tetapi otot kontrol usus
semua fungsi bawah interkostal tidak atau kandung
di bawah bahu klavikula dan utuh kemih
atas sebagaan besar
bagian lengan,
tangan, dada,
abdomen dan
ekstrimitas
bawah.
14
dada, termasuk gangguan otot
otot di batang intercostal
tubuh
T6- Paraplegia: Hilangnya Fungsi pernapasan Kontrol
T12 kehilangan setiap sensasi tidak terganggu defekasi atau
kontrol di bawah berkemih tidak
motorik di pinggang berfungsi
bawah
pinggang
L1-L3 Paraplegia: L2-L4 Hilangnya Fungsi pernapasan Kontrol
hilangnya (sentakan sensasi tidak terganggu defekasi atau
sebagian besar lutut) abdomen baah berkemih tidak
kontrol tungkai dan tungkai ada
dan pelvis
L3-S5 Paraplegia: S1-S2 Saraf sensori Fungsi pernapasan Kontrol
inkomplet (sentakan lumbal tidak terganggu defekasi atau
Kontrol pergelanga menginervasi berkemih
motorik n kaki) tungkai atas mungkin
segmental dan bawah terganggu
L4-S1: abduksi L5: aspek Segmen S2-S4
dan rotasi medial kaki mengendalikan
internal S1: aspek kontinensia
pinggul, lateral kaki urin
dorsifleksi S2: aspek Segmen S3-S5
pergelangan posterior mengendalikan
kaki dan betis/paha kontinensia
inversi kaki Saraf sensori feses (otot
L5-S1: eversi sakral perianal)
kaki menginervasi
L4-S2: fleksi tungkai bawah,
lutut kaki dan
S1-S2: fleksi perineum
plantar S1-S2:
(sentakan
pergelangan
kaki)
S2-S5: kontrol
usus/kandung
kemih
15
Lokasi Fungsi Motorik dan Sensorik
Funsi Motorik Funsi Sensorik
Lokasi Fungsi Lokasi Area Sensasi
C1-C6 Fleksor Leher C5 Deltoid
C1-T1 Ekstensor Leher C6 Ibu jari
C3-C5 Diafragma C7 Jari tengah
C5 Fleksor Siku C8 Jari-jari
C6 Ekstensor pergelangan tangan T4 Batas putting
susu
C7 Ekstensor siku T10 Umbilikus
C8 Fleksi pergelangan tangan L5 Empu kaki
T1-T6 Interkosta otot dada S1 Little toe
T7-L1 Otot abdomen S2-S5 Perineum
L1-L4 Fleksi pinggul
L2-L4 Adduksi pinggul ekstensi lutu
L4-S1 Abduksi pinggul
Dorsofleksi kaki
L5-S2 Ekstensi pinggul
Plantar Fleksi kaki
L4-S2 Fleksi Lutut
2. Perubahan reflex
Setelah cedera medulla spinalis terjadi edema medulla spinalis sehingga
stimulus reflex juga terganggu misalnya reflex pada bladder, aktivitas
visceral, reflex ejakulasi.
3. Spasme otot
Gangguan spasme otot terutama terjadi pada trauma komplit transversal,
dimana pasien terjadi ketidakmampuan melakukan pergerakan.
4. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flaccid paralisis dibawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks-refleks spinal, hilangnya
tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak
16
adanya keringat dibawah garis kerusakan dan inkontinensia urin dan retensi
feses.
5. Autonomic dysreflexia
Autonomic dysreflexia terjadi pada cidera thorakal enam ke atas, dimana
pasien mengalami gangguan refleks autonom seperti terjadinya bradikardi,
hipertensi paroksimal, distensi bladder.
6. Gangguan fungsi seksual
Banyak kasus memperlihatkan pada laki-laki adanya impotensi,
menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi tidak
dapat ejakulasi.
17
2.2.5 WOC
Kecelakaan kendaraan, industry, terjatuh dari olahraga, menyelam, luka tusuk, tumor, dll.
hemoragik
18
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien spinal cord
injury (SCI) meliputi :
1. Serum kimia
Melihat apakah ada ketidakseimbangan elektrolit, kemungkinan
menurunnya Hemoglobin dan hematocrit (untuk monitor kadar kehilangan
darah)
2. X-Ray Spinal
X-Ray Spinal dilakukan untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(fraktur atau dislokasi). Pencitraan diagnostik dimulai dengan X-Ray dari
wilayah yang terkena dampak dari tulang belakang
3. CT-Scan Spinal
CT-Scan Spinal dilakukan untuk menentukan tempat luka/jejas,
mengevaluasi gangguan structural
4. MRI Spinal
Dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat kerusakan saraf spinal, edema
dan kompresi
5. Myelografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
patologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi).
19
2.2.7 Penatalaksanaan
Dua hal penting dalam penatalaksanaan (spinal cord injury) SCI menurut
Hanafiah (2007) yaitu:
1. Instabilitas dari Kolumna Vertebralis (Spinal Instability)
Spinal instability adalah hilangnya hubungan normal antara struktur
anatomi dari kolumna vertebralis sehingga terjadi perubahan dari fungsi
alaminya. Kolumna vertebralis tidak lagi mampu menahan beban
normal. Deformitas yang permanen dari kolumna vertebralis dapat
menyebabkan rasa nyeri. Keadaan ini juga merupakan ancaman untuk
terjadinya kerusakan jaringan saraf yang berat (catastrophic neurologic
injury). Instabilitas dapat terjadi karena fraktur dari korpus vertebralis,
lamina dan atau pedikel. Kerusakan dari jaringan lunak juga dapat
menyebabkan dislokasi dari komponen komponen anatomi yang pada
akhirnya menyebabkan instabilitas. Fraktur dan dislokasi dapat terjadi
secara bersamaan.
2. Kerusakan jaringan saraf, baik yang terancam maupun yang sudah
terjadi (actual and potential neurologic injury)
20
d. Segera normalkan vital signs
Pertahankan tekanan darah yang normal dan perfusi jaringan
yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor
BGA (analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock.
Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate dalam kurun
waktu 6 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio medula
spinalis.
3. Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment)
Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong
atau Gardner- Wells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi
dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban
ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi.
4. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal
Bila terjadi realignment artinya terjadi dekompresi. Bila realignment
dengan cara tertutup ini gagal maka dilakukan open reduction dan
stabilisasi dengan approach anterior atau posterior.
5. Rehabilitasi.
Yang termasuk dalam program ini adalah bladder training, bowel
training, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal fungsi – fungsi
neurologik dan program kursi roda bagi penderita paraparesis /
paraplegia.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada kasus trauma spinal menurut Hanafiah
(2007) adalah sebagai berikut:
1. Penanganan trauma spinal telah dimulai sejak di tempat kejadian.
2. Proteksi terhadap cervical spine merupakan hal yang sangat penting
3. Mobilisasi pasien ke rumah sakit harus dilaksanakan dengan cara yang
benar.
4. Penatalaksanaan trauma spinal harus menurut prinsip-prinsip baku yang
telah dianut.
5. Tindakan operasi dan instrumentasi banyak menolong penderita dari cacat
neurologi yang berat.
21
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien SCI menurut Bhimji (2014) meliputi:
1. Perubahan tekanan darah yang ekstrim (autonomic hyperreflexia)
2. Chronic kidney disease
3. Komplikasi dari immobilisasi: Deep vein thrombosis, Lung infections,Skin
breakdown, Muscle contractures
4. Increased risk of injury to numb areas of the body
5. Peningkatan risiko urinary tract infections
6. Kehilangan control bladder
7. Kehilangan control bowel
8. Nyeri
9. Paralysis
10. Shock
22
berenang dikolam dangkal atau sedikit air tanpa diketahui, berada
ditempat tak berpagar.
3. Jika iya: kaji adanya
a. Posisi kepala yang tidak seperti biasa (abnormal)
b. Mati rasa atau kesemutan yang menjalar ke bawah lengan atau kaki
c. kelemahan
d. Kesulitan berjalan
e. Paralisis lengan atau kaki
f. Tidak ada kontrol bladder dan bowel
g. Syok: pucat, kulit lembab, dimgin, bibir dan kuku kebiruan, bertindak
kebingungan, atau setengah sadar
h. Tidak sadar
i. Kaku leher, sakit kepala, sakit leher
4. Diagnosa ditegakkan, bahwa terdapat spinal cord injury. Buat
perencanaan tindakan mengenai perkembangan dan persyaratan untuk
rehabilitasi; diskusikan mengenai prosedur diagnostik, pemeriksaan
radiologis. Pantau adanya tanda gejala dari komplikasi: autonomic
disreflexia, neurogenic syok. Diskusikan menganai medikasi: steroid,
atropine, vasopressor. Pastikan untuk membuat strategi untuk mencegah
terjadinya komplikasi akibat immobilisasi
5. Lalu kaji apakah pasien berpotensi unstable. Jika iya, buat rencana
perawatan mengenai potensial komplikasi: nurogenik syok. Autonomic
disreflexia, spinal syok; rencana perawatan untuk hipoventilasi,
pneumonia, sepsis, fraktur, neurogenic bladder, konstipasi, ileus pain,
disuse syndrome.
23
Gambar Algoritma Spinal Cord Injury menurut U.S. National Library of
Medicine, National Institute of Health.
24
2.3 Spinal Shock
2.3.1 Definisi Spinal Shock
Spinal Shock (syok spinal) merupakan kehilangan aktifitas otonom, refleks,
motorik, dan sensorik pada daerah di bawah tingkat terjadinya cedera medula
spinalis. Syok Spinal terjadi sekunder akibat kerusakan pada medula spinalis
(Kowalak, 2011).
Spinal shock /syok pada medula spinalis adalah keadaan disorganisasi
fungsi medula spinalis yang fisiologis dan berlangsung untuk sementara waktu,
keadaan ini timbul segera setelah cedera dan berlangsung dari beberapa jam hingga
beberapa minggu. Syok spinal juga diketahui sebagai syok neurogenik adalah
akibat dari kehilangan tonus vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan
arteriol umum. Syok ini menimbulkan hipotensi, dengan penumpukan darah pada
pembuluh penyimpan atau penampung dan kapiler organ splanknik. Tonus
vasomotor dikendalikan dan dimediasi oleh pusat vasomotor di medulla dan serat
simpatis yang meluas ke medulla spinalis sampai pembuluh darah perifer secara
berurutan. Karenanya kondisi apapun yang menekan fungsi medulla atau integritas
medulla spinalis serta persarafan dapat mencetuskan syok neurogenik/syok spinal
(Tambayong, 2000).
Tipe syok ini bisa disebabkan oleh banyak faktor yang menstimulasi
parasimpatik atau menghambat stimulasi simpatik dari otot vaskular. Trauma pada
25
syaraf spinal atau medulla dan kondisi yang mengganggu suplai oksigen atau
gulokosa ke medulla menyebabkan syok neorogenik akibat gangguan aktivitas
simpatik. Obat penenang, anestesi, dan stres hebat beserta nyeri juga merupakan
penyebab lainnya.
Terjadinya syok spinal biasanya diawali dengan adanya trauma pada spinal.
Syok spinal merupakan hilangnya reflek pada segmen atas dan bawah lokasi
terjadinya cedera pada medulla spinalis. Reflek yang hilang antara lain reflek yang
mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan usus, tekanan darah, dan suhu tubuh.
Hal ini terjadi akibat hilangnya muatan tonik secara akut yang seharusnya
disalurkan melalui neuron dari otak untuk mempertahankan fungsi reflek. Ketika
syok spinal terjadi akan mengalami regresi dan hiperrefleksia ditandai dengan
spastisitas otot serta reflex pengosongan kandung kemih dan usus (Corwin, 2009).
Syok spinal akan menimbulkan hipotensi, akibat penumpukan darah
pada pembuluh darah dan kapiler organ splanknik. Tonus vasomotor di medula dan
saraf simpatis yang meluas ke medula spinalis sampai pembuluh darah perifer
secara berurutan. Kerena itu kondisi yang menekan fungsi medula atau integritas
medula spinalis serta persarafan akan mengakibatkan syok neurogenik
(Tambayong, 2000).
Syok spinal adalah kombinasi dari arefleksia / hiporefleksia dan disfungsi
otonom yang menyertai cedera tulang belakang. Hiporefleksia diawali dengan
hilangnya refleks cutaneus dan reflek tendon dalam (deep tendon reflexes) disertai
dengan hilangnya aliran simpatis, mengakibatkan hipotensi dan bradikardia.
Refleks umumnya kembali dalam pola tertentu, dengan refleks cutaneus umumnya
kembali sebelum refleks tendon dalam (Silver,2000).
26
Ko et AL telah dijelaskan pola tertentu kembalinya refleks dan yang
pertama kembali adalah Delayed Plantar Reflex (DPR), diikuti oleh
bulbocavernosis (BC) dan cremasteric reflex (CR), dan akhirnya reflek pergelangan
kaki dan lutut (AJ, KJ). Bulbocavernosous reflex (BCR) diperiksa untuk
menentukan akhir dari syok spinal. Menarik pada kateter Foley juga dapat
menimbulkan Bulbocavernosous reflex (BCR) (Ko et Al,2000). Hal ini biasanya
kembali 1 sampai 3 hari setelah cedera. Terdapat 4 fase shok spinal yaitu:
27
dalam membran postsinaps (3) menurunkan pelepasan danpenurunan
reseptor, dan (4) mengubah sintesis dan komposisi subunit reseptor.
3. Fase 3 early hyper-reflexia (4 hari-1 bulan)
Kebanyakan DTR pertama muncul kembali selama periode ini. AJ biasanya
kembali lebih dulu daripada KJ dan tanda Babinski. Refleks cutaneous (BC,
AW, dan CM) biasanya muncul pada akhir periode ini. Meskipun pada
umumnya, waktu pengembalian refleks bervariasi bahkan setelah SCI
complete karena perbedaan rangsangan refleks antara subyek. Fungsi
otonom terus berkembang dengan membaiknya saraf vagus dimediasi
bradiaritmia dan hipotensi. Disrefleksia otonom dapat mulai muncul. Hal
ini biasanya disebabkan oleh viskus membesar (misalnya, kandung kemih
atau usus) bertindak sebagai stimulus menyebabkan aliran simpatis masif di
bawah zona cedera, yang tidak diatur oleh Input supraspinal.
4. Fase 4 spasticity/hyper-reflexia (1–12 bulan)
Tahap keempat syok spinal terjadi antara 1 dan 6 bulan pasca cedera. DPR
telah menghilang di sebagian besar kasus. Refleks kulit, DTR, dan BS
menjadi hiperaktif dan menanggapi rangsangan minimal. Vasovagal
hipotensi dan bradiaritmia diselesaikan dalam 3-6 minggu. Kemudian 4
hari-4 minggu pertumbuhan sinaps, akson pendek dan / atau akson
disediakan. Setelah itu 1-12 bulan pertumbuhan sinaps, akson panjang dan
soma disediakan. (Ditunno, Little, Tessler, & Burns, 2004)
28
2.3.5 WOC Shock Spinal
Syok Spinal
Hilangnya reflek
pada lokasi Ekspansi Inflamasi Gangguan
terjadinya paru pada spinal metabolisme
cedera medspin menurun cord
29
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang Shock Spinal
1. X-Ray spinal : untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur
, dislokasi), untuk kesejajaran traksi atau operasi
2. CT-Scan spinal untuk menentukan tempat luka / jejas, mengevalkuasi
gangguan structural
3. MRI untuk mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema
dan kompresi
4. Mielografi untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terda[at oklusi
pada subaraknoid medulla spinalis
5. Rongent thoraks untuk memperlihatkan keadan paru
6. Pemeriksaan fungsi paru untuk mengukur volume inspirasi maksimal
dan ekpirasi maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah
7. GDA untuk menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
2.3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien dengan kondisi shock
spinal adalah sebagai berikut:
1. Imobilisasi pasien untuk mencegah semakin beratnya cedera medulla
spinalis atau kerusakan tambahan
2. Kolaborasi tindakan pembedahan untuk mengurangi tekanan pada medulla
spinalis akibat terjadinya trauma yang dapat mengurangi disabilitas
jangka panjang.
3. Pemberian steroid dosis tinggi secara cepat (satu jam pertama) untuk
mengurangi pembengkakan dan inflamasi medulla spinalis serta
mengurangi luas kerusakan permanen.
4. Fiksasi kolumna vertebralis melalui tindakan pembedahan untuk
mempercepat dan mendukung proses pemulihan.
5. Terapi fisik diberikan setelah kondisi pasien stabil.
30
6. Penyuluhan dan konseling mengenai komplikasi jangka panjang seperti
komplikasi pada kulit, system reproduksi, dan system perkemihan dengan
melibatkan anggota keluarga (Corwin, 2009).
2.3.8 Komplikasi
1. Henti nafas karena kompresi saraf frenikus diantara C3 dan C5 akibat
kerusakan dan pembengkakan pada area cedera.
2. Hiperrefleksia otonom ditandai dengan tekanan darah yang tinggi
disertai bradikardi, serta berkeringat dan kemerahan pada kulit wajah.
3. Cedera yang lebih berat akan mempengaruhi system tubuh, hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya infeksi pada ginjal dan saluran kemih,
kerusakan kulit hingga terjadi dekubitus, dan terjadi atrofi pada otot.
4. Ileus paralitik dapat ditemukan pada pasien syok spinal dan ditandai
dengan hilangnya bising usus, kembung, dan defekasi tidak ada. Hal ini
merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan berlangsung
beberapa hari samapai beberapa minggu.
5. Depresi, stress pada keluarga dan pernikahan, kehilangan pendapatan,
serta biaya medis yang besar sebagai respon dari psikososial
(Muttaqin,2008;Corwin, 2009).
31
2.3.9 Algoritma Penanganan Shock Spinal
32
ALGORITMA SPINAL SHOCK
33
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM
PASIEN DENGAN TRAUMA MEDULA SPINALIS DAN SPINAL SHOCK
34
Ada 3 penemuan klinis yg dlm hitungan detik dapat
memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik,yaitu : tingkat
kesadaran, warna kulit, dan nadi.
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara
cepat.Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
- Penilaian Tingkat kesadaran,ukuran dan reaksi pupil,tanda-
tanda lateralisasi dan tingkat level cedera spinal.
- Penilaian GCS.
e. Exposure : akral dingin, kering
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara
menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan
lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien
dengan trauma medula spinalis. Setelah pakaian dibuka, penderita
harus diselimuti agar penderita tidak kedinginan.
2. Secondary Survey
a. Pemeriksaan TTV
b. Pemeriksaan Fisik
- B1 (Breath) : Klien sulit bernapas, pernapasan dangkal atau
labored , periode apnea , penurunan bunyi napas, dan ronkhi.
- B2 (Blood) : Hipotensi , hipotensi postural, bradikardi,
ektremitas dingin, sianosis, dan pucat.
- B3 (Brain) : Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah
trauma.
- B4 (Bladder) : Inkontinensia defekasi dan berkemih, dan retensi
urine.
- B5 (Bowel) : Distensi abdomen, peristaltic usus hilang, dan
melena.
- B6 (Bone) : Terjadi kelemahan dan kelumpuhan otot pada/
dibawah lesi.
35
c. Identitas
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
d. Keluhan Utama
Terjadi defisit neurologis pada pasien, trauma berat pada kepala.
e. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini sangat penting dalam menentukan derajat kerusakan dan
adanya kehilangan fungsi neurologic. Medulla spinalis dapat terjadi
melalui beberapa mekanisme yang disebabkan oleh penyakit tertentu,
benturan, laserasi dan trauma tembak, olahraga dan lainnya.
f. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit yag diderita seperti: osteoporosis, keganasan,
infeksi, penyakit kongenital dan lainnya.
g. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya penyakit keluarga seperti osteoporosis, osteoarthritis,dll.
h. Riwayat penggunaan obat
Kaji obat-obatan yang dikonsumsi pasien, seperti penggunaan obat
penenang, anastesi spinal/ lumbal.
i. Pemeriksaan Diagnostik
1) Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(fraktur , dislokasi), untuk kesejajaran traksi atau operasi.
2) Scan CT: menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi
gangguan struktural.
3) MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema
dan kompresi.
4) Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika
terdapat oklusi pada subaraknoid medula spinalis/
5) Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru.
6) Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal
dan ekpirasi maksimal terutama pada kasus trauma servikal
bagian bawah.
36
7) GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya
ventilasi.
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d cedera pada medula spinalis
2. Nyeri akut b.d agens cedera fisik
3. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas
4. Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis
5. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
37
Monitor Pernapasan
1. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi sebagaimana
mestinya
2. Kolaborasi dengan tim dokter
mengenai kelola pemberian
bronkodilator atau nebulizer
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Pemberian Analgesik
agens cedera fisik keperawatan selama 2 x 24 1. Tentukan lokasi, karakteristik,
jam diharapkan nyeri yang kualitas dan keparahan nyeri
dirasakan klien berkurang sebelum mengobati pasien.
dengan criteria hasil : 2. Kolaborasi dengan tim dokter
1. Nyeri yang dilaporkan mengenai pengobatan meliputi
berkurang. obat, dosis dan frekuensi obat
2. Ekspresi nyeri wajah analgesic yang diresepkan.
berkurang. 3. Tentukan pilihan obat analgesic
3. Klien dapat beristirahat berdasarkan tipe dan keparahan
dengan tenang. nyeri.
4. Dokumentasikan respon
terhadap analgesic dan adanya
efek samping.
Manajemen Nyeri
1. Kurangi / eliminasi faktor-faktor
yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri.
2. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri.
3. Monitor Tanda-Tanda Vital
4. Monitor tekanan darah, nadi,
suhu dan status pernafasan
dengan tepat.
38
5. Monitor irama dan tekanan
jantung.
3. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Pengaturan Hemodinamik
jantung b.d keperawatan selama 2 x 24
1. Kaji hemodinamik
perubahan jam, diharapkan curah
komprehensif
kontraktilitas jantung klien meningkat
2. Kaji status cairan
dengan kriteria hasil :
3. Kaji CRT
6. Tekanan darah sistol dan
4. Monitoring TTV secara berkala
diastol normal.
5. Periksa adanya edema perifer
7. Tidak ada sianosis.
atau pitting edema
8. Denyut nadi normal.
6. Monitoring tanda dan gejala
gangguan perfusi jaringan
dengan mengecek JVP, kaji
status perfusi
4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka
integritas kulit b.d tindakan keperawatan
1. Monitor karakteristik luka.
faktor mekanis selama 4 x 24 jam,
2. Berikan perawatan pada luka
diharapkan integritas kulit
yang diperlukan.
pasien mulai membaik
3. Berikan balutan yang sesuai
strukturnya dengan kriteria
dengan jenis luka.
hasil :
4. Periksa luka setiap kali
1. Suhu kulit normal.
perubahan balutan.
2. Integritas kulit tidak
5. Dorong cairan yang sesuai.
terganggu.
3. Lesi pada kulit mulai
membaik.
39
mobilitas fisik dengan 2. Kaji kemampuan pasien dalam
kriteria hasil: mobilisasi
3. Dampingi dan bantu pasien saat
1. Peningkatan aktivitas
mobilisasi dan bantu penuhi
pasien.
kebutuhan sehari hari pasien
2. Memperagakan
(ADLS)
penggunaan alat bantu
4. Ajarkan keluarga untuk
untuk mobilisasi
membatu pasien memenuhi
ADL’s pasien selama di rumah
5. Berikan alat bantu jika pasien
membutuhkan
6. Ajarkan pasien bagaimana
mengubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
40
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan, dengar suara nafas vesikuler
atau tidak.
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan
b. Breathing
Kaji ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea,
takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas
tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing. Selain itu kaji
juga kedalaman nafas klien. Berikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan
ventilasi bila diperlukan. Biasanya pada pasien dengan spinal shock
didapatkan sesak nafas bahkan bisa juga gagal napas.
c. Circulation
Status sirkulasi dinilai secara cepat dengan cara memeriksa tingkat
kesadaran dan denyut nadi. Kaji ada tidaknya peningkatan/ penurunan
tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya takikardi, bradikardi. Kaji
juga ada tidaknya sianosis dan capilarrefil. Kaji juga kondisi akral dan nadi
klien. Kaji vena leher dan warna kulit (adanya sianosis), periksa keluaran
urin. Biasanya pada klien dengan spinal shock didapatkan tekanan darah
rendah, bradikardia, vasokontriksi perifer, CRT > detik.
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks,
pupil anisokor dan nilai GCS. Menilai kesadaran dengan cepat, apakah
sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar.
Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup jelas dan
cepat dengan metode AVPU.
A = Alert: Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V
V = Verbal: Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras
di telinga korban, pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang
atau menyentuh klien, jika tidak merespon lanjut ke P.
P = Pain: Cobalah beri rangsang nyeri pada klien, yang paling mudah
adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain
itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan
juga areal diatas mata (supra orbital).
41
U = Unresponsive: setelah diberi rangsangan nteri tetapi tidak bereaksi
klien berada dalam keadaan unresponsive.
e. Exposure
Melihat secara kesluruhan keadaan klien. Kien dalam keadaan sadar
(GCS 15) dengan simple head injury bila tidak ada defisit neurologis
dilakukan rawat luka, pemeriksaan radiologi, klien dipulangkan. Bila
terjadi penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit
2. Secondary Survey
A: Alergi (adakah alergi pada klien seperti obat-obatan, plester, makanan)
M: Medikasi/ obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, diabetes, jantung, dosis atau penyalah
gunaan obat).
P: Pertinent medical history (riwayat medis klien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal).
L: Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jamsebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk
dalam komponen ini).
E: Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama).
42
Tanyakan pada klien kapan terjadinya spinal syok, apa yang dirasakan
dan apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya, biasanya
penyebab terjadinya spinal shock adalah kecelakaan, trauma, jatuh, dll.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit degeneratif seperti osteoporosis, osteoarthritis,
dll.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah anggota keluarga yang memiliki penakit yang sama dengan
klien.
f. Riwayat Penggunaan Obat
Kaji obat-obatan yang dikonsumsi klien seperti penggunaan obat
penenang anestesi spinal/lumbal.
g. Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual
Kaji perasaan dan emosi yang dialami klien mengenai kondisinya. Kaji
juga psikologis klien, stress psikologis mungkin dalam kondisi berduka
atau kehilangan. Kaji pula spiritual klien, persepsi terhadap kondisi
sakitnya dan pola kebiasaan klien sehari-hari.
2) Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breath): RR klien akan menurun (bradikardia) dan nafas pendek.
BGA tidak normal, saturasi oksigen <90%, sianosis
b. B2 (blood): Tekanan darah akan menurun (hipotensi), tampak pucat.
c. B3 (brain): Klien kehilangan refleks sensori dan motorik, mengalami
tetraplegia dan atau paraplegia, penurunan kesadaran, beberapa klien
akan mengalami sianosis. Pengkajian objektif wajah klien terlihat
meringis,
d. B4 (bladder): Terjadi gangguan eliminasi urin, distensi abdomen akibat
penumpukan urin, retensi urin.
e. B5 (bowel): terjadi gangguan eliminasi fekal, peristaltik usus
menghilang
f. B6 (bone): klien mengalami kelemahan otot ekstremitas, terjadi,
gangguan mobilitas fisik.
43
3) Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X: menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, dislokasi),
untuk kesejajaran traksi atau operasi.
b. Scan CT: menentukan tempat luka/ jejas, mengevaluasi gangguan
structural.
c. MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi.
d. Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terdapat
oklusi pada subaraknoid medulla spinalis.
e. GDA: menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
44
3.2.3 Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan NOC (Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
1. Domain 4. Aktivitas/ Setelah dilakukan asuhan Monitor Pernapasan:
Istirahat. Kelas 4. Fungsi keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor frekuensi,
Respirasi. Respon jam diharapkan: ritme,
Kardiovaskular/ 1. RR dalam batas kedalaman, dan
Pulmonal. Normal (16-24 penggunaan alat bantu
Ketidakefektifan Pola x/menit). nafas klien. Monitor
Napas b.d Cedera Medula 2. Auskultasi suara SaO2.
Spinalis (00032). napas (terdengar 2. Posisikan klien semi
vesikuler). fowler.
3. Volume tidal normal 3. Auskultasi suara nafas.
4. Saturasi Oksigen 4. Kolaborasi pemberian
>95%. O2
5. Tanda sianosis tidak 5. Observasi adanya tanda-
ada tanda hipoventilasi.
6. Dispnea tidak ada. Terapi Oksigen
1. Jaga kepatenan jalan
nafas
2. Monitor aliran oksigen
3. Monitor SaO2.
4. Monitor BGA.
5. Monitor adanya
kecemasan oksigenasi
2. Domain 12. Kenyamanan. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
Kelas 1. Kenyamanan keperawatan selama 2 x 24 1. Kaji rasa nyeri secara
Fisik. Nyeri Akut b.d Agen jam diharapkan: komprehensif untuk
Injuri (00132). 1. Pasien mampu menentukan lokasi,
merespon kontrol karakteristik,
nyeri onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau
45
2. Pasien mampu beratnya nyeri, dan
mengenali penyebab faktor pencetus.
nyeri 2. Observasi tanda-tanda
3. Pasien mampu non-verbal dari
menjelaskan faktor ketidaknyamanan,
penyebab nyeri terutama pada klien
4. Pasien mampu yang mengalami
menggunakan catatan kesulitan
untuk memonitor berkomunikasi.
gejala setiap waktu. 3. Tentukan dampak nyeri
5. Pasien mampu terhadap kualitas hidup
menggunakan klien (misalnya tidur,
tindakan pencegahan nafsu makan, aktivitas,
6. Pasien mampu kognitif, suasana hati,
menggunakan non- hubungan, kinerja kerja,
analgesik teknik dan tanggung jawab
untuk menghilangkan peran).
nyeri. 4. Kontrol faktor
lingkungan yang
mungkin menyebabkan
respon
ketidaknyamanan klien
(misalnya temperature
ruangan, pencahayaan,
suara).
5. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
46
6. Ajarkan penggunaan
obat anti nyeri
3. Domain 4. Aktivitas/ Setelah dilakukan tindakan Monitor Neurologi
Istirahat. Kelas 4. Respon keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor tingkat
Kardiovaskular/Pulmonal. jam diharapkan: kesadaran.
Risiko Ketidakefektifan 1. Nilai rata-rata tekanan 2. Monitor tanda-tanda
Perfusi Jaringan Otak darah normal. vital: suhu, tekanan
(00201). 2. Tidak ada penurunan darah, denyut nadi
tingkat kesadaran. dan respirasi.
3. Refleks saraf yang 3. Monitor respon
terganggu berkurang. terhadap stimuli:
verbal, taktil, dan
respon bahaya.
4. Tingkatkan frekuensi
pemantauan
neurologis yang
sesuai.
4. Domain 3. Eliminasi dan Setelah dilakukan tindakan Urinary Elimination
Management
Pertukaran. Kelas 1. keperawatan selama 3 x 24
1. Monitoring eliminasi
Fungsi Urinarius. jam diharapkan:
urin meliputi frekuensi,
Gangguan eliminasi urin Klien melaporkan pola
konsistensi, bau,
b.d Gangguan sensori eliminasi urin normal,
volume,
motorik (00016). dengan indikator:
dan warna jika
1. Kandung kemih
diperlukan.
kosong secara penuh.
2. Kolaborasikan dengan
2. Tidak ada residu urin
dokter untuk tindakan
>100-200cc.
Urinalisis jika
3. Intake cairan dalam
diperlukan dengan
rentang normal.
mengumpulkan
4. Bebas dari ISK.
spesimen urin porsi
5. Tidak ada spasme
tengah.
bladder.
47
6. Balance cairan 3. Ajarkan teknik berkemih
seimbang. yang benar dan kenali
7. Eliminasi urin tidak urgensi berkemih.
terganggu (bau, 4. Ajarkan klien tentang
jumlah, warna urin tanda dan gejala ISK.
normal, kejernihan 5. Instruksikan klien dan
urin) keluarga untuk mencatat
haluaran urin.
6. Catat waktu eliminasi
urin terakhir, yang
sesuai.
7. Anjurkan pasien /
keluarga untuk merekam
output urin, yang sesuai
8. Masukkan supositoria
uretra, yang sesuai.
9. Rujuk ke dokter jika
tanda-tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
terjadi.
10. Anjurkan pasien untuk
minum 8 liter perhari
kecuali ada
kontraindikasi
5. Domain 3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Inkontinensia
Eliminasi dan Pertukaran. keperawatan selama 3 x 24 Saluran Cerna
Kelas 2. Fungsi jam diharapkan: 1. Kaji factor fisik atau
Gastrointestinal. 1. Pasien mampu psikologis penyebab
Inkontinesia Defekasi b.d mengenali keinginan inkontinensia fekal.
Disfungsi Sfingter Rektal untuk defekasi, 2. Monitor keadekuatan
(00014). 2. Mampu BAB.
mempertahankan
48
kontrol pengeluaran 3. Diskusikan prosedur dan
feses. kriteria hasil yang
3. Persarafan sfingter diharpakan bersama
fungsional. pasien.
4. Eliminasi secara 4. Jadwalkan toileting
mandiri. dengan menggunakan
pispot disamping tempat
tidur sesuai dengan
kebutuhan.
5. Sediakan bantalan
inkontinen sesuai
dengan kebutuhan.
49
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
TRAUMA MEDULA SPINALIS DENGAN SPINAL SHOCK
50
a) B1 (breathing) : Sesak nafas, RR 27x/menit (Takipnea),
Klien terlihat menggunakan otot bantu pernafasan, PCH (+)
b) B2 (blood) : TD 90/60 mmHg (Hipotensi), Nadi
100x/menit, Suhu 380C (Hipertermi)
c) B3 (brain) : kesadaran composmentis, nyeri skala 7
(dari 0-10) pada area cidera
d) B4 (bladder) : klien mengatakan tidak bisa mengontrol
keinginan kencing
e) B5 (bowel) : klien mengatakan sulit untuk BAB, bising
usus 16x/menit, distensi abdomen
f) B6 (bone) : pasien tampak lemah, terdapat kelemahan
pada anggota tubuh ekstremitas bawah, jejas pada punggung
bawah (pinggul)
3. Anamnesa
a) Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Usia : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Surabaya
Tanggal MRS : 10 Februari 2019
No. Register : 14151112230
Agama : Islam
Status : Menikah
b) Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan sesak nafas yang berat, terjadi kelemahan
anggotan badan ekstremitas bawah yang semakin memberat
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn. Y usia 38 tahun dibawa ke RS A oleh keluarganya. Tn. Y
mengeluh nyeri pada bagian pinggul belakang, sesak nafas, dan
anggota ekstremitas bawah melemah dan semakin memberat. Tiga
hari sebelum masuk RS Tn.Y mengalami kecelakaan motor. Tn. Y
51
menjelaskan kronologi terjadinya kecelakaan, posisi jatuh Tn. Y
terdorong ke depan sehingga bagian pantat Tn.Y terbentur motor.
Setelah kecelakaan terjadi Tn. Y merasa pusing dan nyeri pada
bagian pinggul sehingga tidak langsung dibawa ke Rumah sakit, tetapi
dibawa ke pengobatan alternatif untuk dipijat. Saat dirumah Tn.Y
merasakan kesulitan untuk mengontrol kencing sehingga sering
mengompol, Tn.Y juga mengalami kesulitan BAB, dan nyeri terasa
ketika Tn.Y melakukan aktivitas. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan
TD : 90/60 mmHg, RR : 27x/menit, Nadi 100x/menit, Suhu 38°C,
skala nyeri 7 , saat diauskultasi terdapat bising usus 16x/menit, Tn.Y
terlihat menggunakan otot bantu napas, Tn. Y Nampak gelisah dan
takut. Hasil CT-Scan menunjukkan terjadi dislokasi di S1.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Tn. Y tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya dan tidak
mempunyai penyakit degeneratif ataupun kronis
e) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan Tn. Y
f) Psikososial
Tn. Y nampak gelisah dan takut
52
punggung bawah ↓
(pinggul) Pelepasan mediator
- T : Klien mengatakan nyeri
nyeri memberat ketika ↓
melakukan aktivitas Nyeri akut
DO
- Klien tampak gelisah
- RR : 27x/menit, Nadi
100x/menit
- S : skala nyeri klien 7
dari 0-10
DS: Kecelakaan Motor Hambatan
- Klien mengeluh ↓ mobilitas fisik
kelemahan ekstremitas Kerusakan medulla
bawah yang semakin spinalis
memberat ↓
DO: Serabut-serabut syaraf
- Klien nampak lemah membengkak/ rusak
- Terdapat jejas pada
punggung bawah ↓
- Hasil CT-Scan Kerusakan Sacrum 1
menunjukkan trauma
pada S1 ↓
- Klien membutuhkn
Penurunan fungsi sendi
bantuan pemenuhan
ADL ↓
Hambatan Mobilisasi
Fisik
53
Kehilangan inervasi
otot intercosta
Hipoksia
Ketidakefektifan Pola
Nafas
54
ventilasi berjalan dengan
lancer
3. Kolaborasi Oksigenasi
4. Melakukan monitor
terhadap status respirasi dan
oksigenasi klien
2. Nyeri Akut D.0077 b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (1400)
Trauma d.d mengeluh keperawatan dalam waktu 1x24 jam 1. Menggali bersama klien
nyeri, klien dapat mencapai outcomes: faktor-faktor yang dapat
Kontrol Nyeri (1605) memperberat nyeri
Kategori: Psikologis 1. Klien mampu menggunakan (nyeri bertambah hebat
Subkategori: Nyeri dan tindakan pengurangan nyeri saat batuk).
tanpa analgesik. 2. Mengajarkan teknik
Keamanan
2. Klien mampu menggunakan nonfarmakologi yaitu
analgesik yang telah relaksasi (napas dalam)
direkomendasikan dengan dan kompres dingin
tepat. Pemberian Analgesik (2210)
3. Skala nyeri turun menjadi 0- 1. Menentukan lokasi,
2 karakteristik, kualitas
dan keparahan nyeri
sebelum mengobati
klien.
2. Mengecek adanya
riwayat alergi obat.
3. Berkolaborasi dengan
tim medis dalam
peresepan analgesik
sesuai dengan kondisi
klien
4. Mengecek perintah
pengobatan meliputi
obat, dosis dan
frekuensi obat analgesik
yang diresepkan.
5. Mengevaluasi
keefektifan pemberian
analgesik.
Monitor Tanda-Tanda Vital
(6680)
1. Memonitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan secara
tepat
3. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi ((0181)
Fisik D.0054 b.d keperawatan dalam waktu 3x24 jam 1. Batasi aktivitas klien
gangguan klien dapat mencapai outcomes: yang terlalu berlebihan
Pergerakan (0208)
Neuromuskular d.d sulit
55
menggerakkan -
Klien dapat bergerak 2. Anjurkan periode
ekstremitas, dengan mudah istirahat dan kegiatan
- Klien dapat melakukan secara bergantian
Kategori: Fisiologis gerakan sendiri tanpa 3. Bantu klien melakukan
Subkategori: Aktivitas/ terganggu ROM aktif/pasif untuk
istirahat - Klien dapat berjalan dengan menghilangkan
normal ketegangan otot
Ambulasi (0200)
- Klien dapat Manajemen Lingkungan
mempertahankan (6480)
keseimbangan dalam 1. Ciptakan lingkungan
menopang berat badan yang membuat klien
nyaman
2. Letakkan benda yang
sering digunakan dalam
jangkauan klien
4.1.6 Evaluasi
1. Ketidakefektifan Pola Nafas
- S : klien mengatakan bahwa sudah dapat bernafas dengan lebih lega
- O : PCH (-), tidak ada penggunaan otot bantu nafas
- A : masalah teratasi
- P : intervensi diberhentikan
2. Nyeri Akut
- S : klien mengatakan bahwa nyeri berkurang skala 2
- O : klien dapat menirukan teknik relaksasi yang diajarkan
- A : masalah teratasi
- P : intervensi dihentikan
3. Hambatan Mobilitas Fisik
- S : klien mengatakan bahwa kaki sudah lebih mudah digerakkan
- O : klien dapat menerapkan latihan yang diajarkan dengan baik
- A : masalah teratasi
- P : intervensi dihentikan.
56
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medula spinalis. Trauma medula
spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat
benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari
medula spinalis dengan quadriplegia. Pada trauma medula spinalis timbul
perlukaan pada sumsum tulang belakang yang mengakibatkan perubahan, baik
sementara atau permanen, perubahan fungsi motorik, sensorik, atau otonom.
Trauma Medula Spinalis bisa disebabkan oleh beberapa hal, salah
satunya adalah akibat trauma langsung, trauma tersebut meliputi kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan industri, jatuh dari bangunan, pohon, luka tusuk, luka
tembak dan terbentur benda keras. Cedera medula spinalis dibagi menjadi 2
yaitu traumatik dan non-traumatik.
Trauma medula spinalis bisa jatuh pada kondisi syok spinal jika tidak
ditangani dengan terapi yang sesuai. Syok spinal merupakan hilangnya reflek
pada segmen atas dan bawah lokasi terjadinya cedera pada medulla spinalis.
Reflek yang hilang antara lain reflek yang mengontrol postur, fungsi kandung
kemih dan usus, tekanan darah, dan suhu tubuh. Hal ini terjadi akibat hilangnya
muatan tonik secara akut yang seharusnya disalurkan melalui neuron dari otak
untuk mempertahankan fungsi reflek. Ketika syok spinal terjadi akan
mengalami regresi dan hiperrefleksia ditandai dengan spastisitas otot serta
reflex pengosongan kandung kemih dan usus.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang melakukan pemantauan terhadap
pasien selama 24 jam diharuskan mengetahui konsep tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan trauma medula spinalis yang mengarah ke
spinal shock. Sehingga selama melakukan asuhan keperawatan, bisa
mengaplikasikan ilmu dengan baik.
57
5.2 Saran
1. Makalah ini adalah makalah yang membahas tentang asuhan keperawatan
pasien dengan Trauma Medula Spinalis dan Spinal Shock, sehingga
diharapkan bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan.
2. Makalah ini belum memenuhi kesempurnaan, oleh karena itu dibutuhkan
perbaikan makalah ini agar lebih baik dan lengkap.
3. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan trauma medulla spinalis dan spinal shock.
58
DAFTAR PUSTAKA
59
Kirshblum, steven dkk. 2011. International standards for neurological
classification of spinal cord injury. Diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3232636/pdf/scm-34-535.pdf
Kneale, Julia & Davis, Peter 2005. Keperawatan Ortopedik dan trauma. Jakarta.
EGC.
Kneale, Julia D. 2011. Keperawatan Ortopedik & Trauma, Edisi 2. Jakarta:EGC.
Ko HY, Ditunno JF, Jr., Graziani V, et al. The pattern of reflex recovery during
spinal shock. Spinal Cord. 2000;37:402-409.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Lawrence S Chin, Robert B and Molly G King Endowed. (2014). Spinal Cord
Injuries. Medscape Medical News. Diakses
melalui http://emedicine.medscape.com/article/793582
Article about Definition of spinal cord injury. 2012. Diakses
melalui http://www.medicinenet.com/
Mahadewa T, Maliawan S. 2009. Cedera Saraf Tulang Belakang Aspek Klinis dan
Penatalaksanaannya. Denpasar: Udayana University Press.
McQuillan, Karen A., Makic, Mary B F., Whalen, Eileen. 2009. Trauma Nursing:
From Resuscitation Throgh Rehabilitation Fourth Edition. St. Louis, Missouri:
Saunders Elsevier.
Morton, P. G., & Fontaine, D. K. 2012. Essentials of critical care nursing: A holistic
approach (10th ed.). Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins.
Morton, Patricia G & Fontaine, Dorrie K 2009. Critical Care Nursing: A Holistic
Approach. Philadelphia. Lippincolt Wiliiam & Wilkins.
Morton, Patricia Gonce et al. 2011. Keperawatan Kritis: pendekatan asuhan
holistik vol.2 Ed.8; alih bahasa, Nike Budhi Subekti et al. Jakarta: EGC hlmn
1581.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Ganggguan Sisitem
Persarafan. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
60
Nugroho. (n.d.). staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2013/11/Anatomi-Fisiologi-
Sistem-Saraf.pdf. Retrieved Maret 3, 2017, from staff.unila.ac.id. pada tanggal
5 Maret 2017.
Pakasi, Ronald E. 2014. Patofisiologi dan Dampak Cedera Medula Spinalis Pada
Berbagai Sistem Tubuh. Jakarta: Unit Rehabilitasi Spinal Cord Injury RS
Fatmawati.
Pearce, E. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. (dr. Kartono Mohamad,
Ed., & S. Y. Handoyo, Trans.) Jakarta: Gramedia.
Pearce, E.2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Silver JR. Early autonomic dysreflexia. Spinal Cord. 2000;38:229-233.
Singapura : Willey Plus.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare . (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2.
Philadelphia: Linppincott William & Wilkins
Syaifuddin, M. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan (3 ed.).
Jakarta: EGC.
Tambayong, jan. 2005. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.
http://meetdoctor.com/topic/spinal-cord-injury diakses pada 10 februari 2019
pada pukul 13.48 WIB
Tarwato, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan.
The National Spinal Cord Injury Statistical Center (NSCISC). 2006. Facts and
Figures at a Glance – June 2006. Diakses
dari http://www.spinalcord.uab.edu/show.asp?durki=21446 pada tanggal 13
Februari 2019 pukul 13.35 WIB
Tortora G. J. & Derrickson B. 2013. Essentials of Anatomy & Physiology 9th ed.
Urden Linda, Kathleen M.Stacy, Mary E.Lough. 2010. Critical Care Nursing
Diagnosis And Management Ed.6.St.Louis: Mosby Eldevier.
Urden, dkk. 2010. Critical care nursing. USA. Mosby elsevier.
WHO. 2013. International Perspectives on Spinal Cord Injury diakses dari
William & Wilkins. 2005. Pathophysiology :A2-in-1 Reference for Nurses.
Lippincott Williams&Wilkins.
61