Anda di halaman 1dari 75

BAB I

SEJARAH, PERSPEKTIF DAN FILOSOFI HOME CARE

A. Sejarah Home Care


Perawatan di rumah merupakan aspek keperawatan komunitas yang
berkembang paling pesat. Antara tahun 1988-1992, jumlah perawat yang
melakukan perawatan di rumah meningkat menjadi 50%. Pada awalnya,
keperawatan komunitas dimulai dengan pelayanan yang diberikan bagi orang-
orang miskin di rumah mereka.
Di tahun 1940-an, rumah sakit mulai menunjukkan keberhasilannya pada
perawatan di rumah karena meningkatnya jumlah orang yang sakit kronis.
Perkumpulan-perkumpulan visiting nurse semakin menjamur di berbagai kota
besar dan kecil, sampai akhirnya di awal tahun 1980-an digunakan sistem
Diagnostic – Related Groups (DRGs) untuk menurunkan lama rawat inap dari
seorang pasien. Pelayanan perawatan di rumah selanjutnya dipandang bukan
hanya sebagai cara yang terpilih untuk memberikan perawatan pada klien, tetapi
juga merupakan cara yang paling murah.
Dalam kegiatan kongres ICN 13 July 2009 di Afrika Selatan dibahas
Sharing experience tentang Home Based Carre dan Primary Health care
dimasing masing negara. Permasalahan dinegara berkembang hampir sama yaitu
communicable disease dan kurangnya sumber daya baik tenaga perawat maupun
fasilitas, termasuk teknologi serta pentingnya kompetensi perawat dalam
melaksanakan Home Based care dengan aspek legal yang kuat dalam praktek.
1. Di Luar Negeri
Di Amerika, Home Care (HC) yang terorganisasikan dimulai sejak
sekitar tahun 1880- an, dimanasaat itu banyak sekali penderita penyakit
infeksi dengan angka kematian yang tinggi. Meskipun pada saat itu telah
banyak didirikan rumah sakit modern, namun pemanfaatannya masih sangat
rendah, hal ini dikarenakan masyarakat lebih menyukai perawatan dirumah.

1
Kondisi ini berkembang secara professional, sehingga pada tahun 1900
terdapat 12.000 perawat terlatih diseluruh USA (Visiting Nurses / VN ;
memberikan asuhan keperawatan dirumah pada keluarga miskin, Public
Health Nurses, melakukan upaya promosi dan prevensi untuk melindungi
kesehatan masyarakat, serta Perawat Praktik Mandiri yang melakukan asuhan
keperawatan pasien dirumahsesuai kebutuhannya). (Lerman D. & Eric B.L,
1993).
Kondisi ini terus berkembang sehingga pada tahun 1992 ditetapkan
peran District Nurse (DN) adalah :
a. Merawat orang sakit dirumah, sampai klien mampu mandiri.
b. Merawat orang sakaratul maut dirumah agar meninggal dengan nyaman
dan damai.
c. Mengajarkan ketrampilan keperawatan dasar kepada klien dan keluarga,
agar dapat digunakanpada saat kunjungan perawat telah berlalu.
Selain District Nurse (DN), di UK juga muncul perawat Health Visitor
(HV) yang berperansebagai District Nurse (DN) ditambah dengan peran lain
ialah :
a. Melakukan penyuluhan dan konseling pada klien, keluarga maupun
masyarakat luas dalamupaya pencegahan penyakit dan promosi
kesehatan.
b. Memberikan saran dan pandangan bagaimana mengelola
kesehatan dan kesejahteraanmasyarakat sesuai dengan kondisi
setempat.

2. Di Dalam Negeri
Di Indonesia, layanan Home Care (HC) sebenarnya bukan merupakan
hal yang baru, karena merawat pasien di rumah baik yang dilakukan oleh
anggota keluarga yang dilatih dan atau oleh tenaga keperawatan melalui
kunjungan rumah secara perorangan, adalah merupakan hal biasasejak dahulu

2
kala. Sebagai contoh dapat dikemukakan dalam perawatan maternitas, dimana
RS Budi Kemulyaan di Jakarta yang merupakan RS pendidikan Bidan tertua
di Indonesia, sejak berdirinya sampai sekitar tahun 1975 telah melakukan
program Home Care (HC) yang disebut dengan “Partus Luar”.

B. Perspektif Home Care


1. Perspektif Sosial

Sebelum tahun 1960-an perawatan dirumah dipandang sebagai


pelayanan masyarakat. Meskipun kesehatan masyarakat berpokus pada
promosi kesehatan, homecare nursing khusus berfokus pada pemulihan
kesehatan dan pemulihan pada pasien yang sakit. Salah satu lembaga visiting
nurse associsation (vNAs) memiliki misi yang penting yaitu memberikan
perawatan dirumah yang berkualitas kepada semua pasien tanpa
memperhatikan kemmapuan pasien untuk membayar jasa layanan (Rise
2006).

Sebelum tahun 1960-an homecare masih digolongkan sebagai


pelayanan social pemerintah yang berbasis komunitas yang lebih fokus dalam
upaya pencegahan untuk keluarga miskin serta rentan. Namun saat ini home
care merupakan model pelayanan yang lebih banyak mengarah ke private
service yang diselanggarakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan sebagai
perubahan dampak demokrafi den epidemiologi. Semakin banyak lansia,
meningkatnya penyakit degeratif kronis, serta semakin terbatasnya
kesempatan medampingi anggota keluargayang sakit akibat pergeseran social
dan budaya ( seperti tuntutan pekerjaan, tuntutan jarak tinggal dan
keterbatasan waktu), menyebabkan tenaga perawat sangat dibutuhkan untuk
menggantikan posisi keluarga tersebut (suardana, 2013).

3
2. Perspektif Regulasi dan Kebijakan Pemerintah tentang Home Care

Pelayanan kesehatan di rumah merupakan program yang sudah ada dan


perlu dikembangkan, karena telah menjadi kebutuhan masyarakat, Salah satu
bentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dan memasyarakat serta menyentuh
kebutuhan masyarakat yakni melalui pelayanan keperawatan Kesehatan di
rumah atau Home Care. Berbagai faktor yang mendorong perkembangannya
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yaitu melalui pelayanan keperawatan
kesehatan di rumah.

Hasil kajian Depkes RI tahun 2000 diperoleh hasil : 97,7 % menyatakan


perlu dikembangkan pelayanan kesehatan di rumah, 87,3 % mengatakan
bahwa perlu standarisasi tenaga, sarana dan pelayanan, serta 91,9 %
menyatakan pengelola keperawatan kesehatan di rumah memerlukan ijin
oprasional.

Regulasi yang mengatur tentang Perawatan Homecare (Perawatan


Kesehatan di Rumah) diatur dalam Keputusan Dirjend Yanmed
No.HK.00.06.5.1.311 Tahun 2005 tentang Pedoman Perawatan Kesehatan di
Rumah.

Perawatan Kesehatan Di Rumah adalah :

Bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif bertujuan


memandirikan klien dan keluarganya. Pelayanan diberikan di tempat tinggal
klien dgn melibatkan klien dan keluarganya sebagai subyek Pelayanan di
kelola oleh suatu unit/ sarana/ institusi dgn mengkoordinir berbagai kategori
tenaga profesional dibantu tenaga non profesional di bidang kesehatan
maupun non kesehatan.

4
Siapa yg berwenang melakukan tugas perawatan kunjungan rumah,
disebutkan dalam Kepmenkes No. : 1239/Menkes/SK/XI/2001.

a. Pasal 22 :
1) Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan askep dlm bentuk
kunjungan rumah.
2) Perawat dlm melakukan askep dlm bentuk kunjungan rumah harus
membawa perlengkapan perawatan sesuai kebutuhan.

Mengenai Regulasi Pelayanan Homecare tertuang dalam Permenkes No


9/2014 ttg Klinik Pasal 32 ayat (2) dan (4).

(2) Pelayanan yg bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif


sebagaimana dimaksud pd ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan,
rawat inap, pelayanan satu hari (one day care) dan/atau home care.

(4) Home care sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian atau
lanjutan dari pelayanan kesehatn yg berkesinambungan dan komprehensif Yg
diberikan kpd individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yg bertujuan
utk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau
memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan dampak penyakit.

3. Perspektif Teknologi dalam Home Care

Kemajuan teknologi yang sangat pesat sangat menunjang pelayanan


home care nursing. kemajuan teknologi memudahkan seorang perawat home
care dalam mencari artikel dan jurnal terkait dengan pelayanan home care
sehingga meningkatkan pengetahuna dan wawasan perawat homecare dalam
memberikan pelayanan (perellangin, 2015). Kemajuan teknologi komunikasi
dan teknologi pelayanan kesahatan memungkinkan pelayanan homecare

5
semakin berkembang. Perkembangan teknologi komunikasi memungkinkan
pasien, keluarga dan perawat dapat melakukan aktifitas pelayanan dengan
baik. Penggunaan personal digital assitence sangat membantu dalam
melakukan telementoring, konsultasi dan dokumentasi tindakan keperawatan
yang di lakukan (Rice, 2016).

a. Dampak positif dari kemajuan teknologi dalam pelayanan home care


1) Meningkatkan kualitas tingkat layanan pada pasien kronis di rumah,
seperti pada kasus pasien peritoneal hemodialysis
2) Kemajuan teknologi dapat membantu memberikan pelayanan pada
pasien dengan keterbatasan fisik dan financial.
Contoh : penggunaan berbagai model bad pasien.
3) Mengurangi kerugian social dan ekonomi akibat pelayanan kesehatan.
Contoh : keluarga tidak perlu kehilangan pekerjaan karena harus
menjaga pasien di rumah atau di rumah sakit
4) Melakukan manajemen pemenuhan berbagai kebutuhan pasien di
rumah.
Contoh : seluruh kebutuhan dasar pasien bisa dipenuhi secara
profesional.
5) Melakukan tuntunan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan
terhadap pelayanan home care secara personal.
Contoh : pasien bisa memilih perawat yang berkualitas sesuai dengan
standard yang dibutuhkan pasien.

6
BAB II

ETIKO LEGAL DAN PERAN PERAWAT DALAM HOME CARE

A. Issue tentang Etikolegal


Perawat professional harus memahami batasan legal yang mempengaruhi
praktik keseharian mereka. Hal ini berhubungan dengan dengan penilaian yang
baik dan menyuarakan pembuatan keputusan yang menjamin asuhan keperawatn
yang aman dan sesuai bagi klien. Pedoman legal yang harus diikuti perawat dapat
diperoleh dari undang-undang, hukum pengaturan, dan hukum adat ( Potter &
Perry, 2005).
Seorang perawat dikatakan legal dalam menjalankan praktik home care
apabila telah memiliki lisensi dan surat ijin praktik perawat (SIPP). Praktik
mandiri perawat dapat dilakukan melalui kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
dalam memberikan asuhan keperawatan (Fatchulloh, 2015).
1. Isu legal yang paling kontroversial dalam praktik perawatan di rumah antara
lain mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Resiko yang berhubungan dengan pelaksanaan prosedur dengan teknik


yang tinggi, seperti pemberian pengobatan dan transfusi darah melalui IV
di rumah.
b. Aspek legal dari pendidikan yang diberikan pada klien seperti
pertanggungjawaban terhadap kesalahan yang dilakukan oleh anggota
keluarga karena kesalahan informasi dari perawat.
c. Pelaksanaan peraturan Medicare atau peraturan pemerintah lainnya
tentang perawatan di rumah. Karena biaya yang sangat terpisah dan
terbatas untuk perawatan di rumah, maka perawat yang memberi
perawatan di rumah harus menentukan apakah pelayanan akan diberikan
jika ada resiko penggantian biaya yang tidak adekuat. Seringkali,

7
tunjangan dari Medicare telah habis masa berlakunya sedangkan klien
membutuhkan perawatan yang terus-menerus tetapi tidak ingin atau tidak
mampu membayar biayanya.
2. Aspek etik dalam home care
a. Kode etik menurut ANA (1985) menyebutkan bahwa perawat menjaga
hak klien terhadap privasi dengan bijaksana melindungi informasi yang
bersifat rahasia.
b. Kode etik keperawatan indonesia ( PPNI, 2000) yaitu perawat wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas
yang dipercayakan kepadanyakecuali jika diperlukan oleh yang
berwenang sesuai ketentuan hokum yang berlaku (Muhamad Mu’in,
2015).
Beberapa perawat akan menghadapi dilema etis bila mereka harus memilih
antara menaati peraturan atau memenuhi kebutuhan untuk klien lansia, miskin dan
klien yang menderita penyakit kronik. Perawat harus mengetahui kebijakan
tentang perawatan di rumah untuk melengkapi dokumentasi klinis yang akan
memberikan penggantian biaya yang optimal untuk klien. Didalam praktik juga
harus memperhatikan dimensi politi, etika dan isu-isu seperti akses ke layanan atau
alokasi sumber daya, menajement kasus menjadi semakin pragmatis, serta
berbagai tanggapan dari masyarakat terhadap praktik mandiri (Kristin Bjornsdottir,
2009).
Pasal Krusial Dalam Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik Keperawatan :
1. Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi.
2. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis
dokter
3. Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban :
a. Menghormati hak pasien.
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.

8
c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
d. Memberikan informasi.
e. Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan.
f. Melakukan catatan perawatan dengan baik
4. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang , perawat berwenang
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk
penyelamatan jiwa.
5. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP di
ruang praktiknya.
6. Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan memasang
papan praktik (sedang dalam proses amandemen)
7. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk kunjungan
rumah.
8. Persyaratan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi :
a. Tempat praktik memenuhi syarat.
b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk formulir
/buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan (Fatchulloh,
2015).
B. Aturan – aturan yang Mendukung
1. Perizinan
Perizinan home care diatur dalam Kep. Menkes no 148 tahun 210
tentang izin dan penyelenggaraan parktik perawat.dan permenkes 17/ 2013.
Perizinan diatur SSI peraturan yang ditetapkan pemerintah pusat maupun
daerah (Fatchulloh, 2015). Perizinan yang menyangkut operasional
pengelolaan pelayanan kesehatan rumah dan praktik yang dilaksanakan oleh
tenaga profesional dan non profesional diatur sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

9
Persyaratan perizinan
a. Berbadan hukum yang ditetapkan di badan kesehatan akte notaris tentang
yayasan di badan kesehatan.
b. Mengajukan permohonan izin usaha pelayanan kesehatan rumah kepada
Dinas Kesehatan Kota setempat dengan melampirkan:
1) Rekomendasi dari organisasi profesi.
2) Surat keterangan sehat dari dokter yang mempunyai SIP.
3) Surat pernyataan memiliki tempat praktik.
4) Izin lingkungan.
5) Izin usaha.
6) Persyaratan tata ruangan bangunan melipti ruang direktur, ruang
manajemen pelayanan, gudang sarana dan peralatan, sarana
komunikasi, dan sarana transportasi,
7) Izin persyaratan tenaga meliputi izin praktik profesional dan sertifikasi
pelayanan kesehatan rumah.
c. Memiliki SIP, SIK dan SIPP.
d. Perawat dapat melaksankan praktik keperwatan pada saran pelayanan
kesehatan, praktik perorangan dan/atau berkelompok
e. Perawat yang melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan
kesehatan harus memiliki SIK
f. Perawat yang praktik perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP
g. Mendapatkan rkomendasi dari PPNI

10
2. Akreditasi
Penilaian kembali terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterima
masyarakat, dilakukan baik oleh pemerintah atau badan independen yang akan
mengendalikan pelayanan kesehatan rumah. Tujuan proses akreditasi, agar
seluruh komponen pelayanan dapat berfungsi secara optimal, tidak terjadi
penyalahgunaan serta penyimpangan. Komponen evaluasi meliputi :
a. Pelayanan masyarakat
b. Organisasi dan administrasi
c. Program
d. Staf/personal
e. Evaluasi
f. Rencana yang akan datang
Standar penilaian akreditasi khusus home care yang dikeluarkan oleh
Komite Joint Commision Internasional (ICT) ini merupakan standar penilaian
penerapan home care berfokus pada pasien. Penilaian tersebut meliputi
keselamatan pasien, akses dan asesmen pasien, hak dan tanggung jawab
pasien, perawatan dan kontiniutas pelayanan, manajemen obat pasien serta
pendidikan pasien dan keluarga.
Perawat yang memiliki peran advokasi bertanggung jawab dalam
mempertahankan keamanan pasien, mecegah terjadinya kecelakaan dan
melindungi pasien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan. Penerapan
pendidikan bagi pasien dan keluarga perawat dapat memberikan informasi
tambahan untuk pasien yang sedang berusaha memutuskan suatu masalah,
memberikan pendidikan kesehatan yang menunjang kesehatan pasien. Hal-hal
tersebut diatas dapat ditunjang dengan pengetahuan perawat terkait penerapan
dan penatalaksanaan pendidikan pada pasien dan keluarga di unit pelayanan
home care.

11
C. Malpraktik
Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :

1. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,


kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan,
bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
2. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya,
artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar
profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain,
kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai
kebijakan rumah sakit.
3. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang
dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat
pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat
dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
4. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk
dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara
langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap
pasien).

Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap


elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal
ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan
malpraktik.

12
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan :
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian
keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan
tindakan intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan sebagai berikut :

1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi


tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang
diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau
keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam
pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan
dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam
tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat
mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
2. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :
a. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam
rencana keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang
telah dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan
yang tidak dimahami perawat lain dengan pasti.
c. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang
disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
d. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.

Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan


dalam membuat rencana keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik.
Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan

13
tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati,
kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia.
Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam
membaca pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan
tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy).
Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada tindakan
pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik di antara
anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya. Untuk
menghindari kesalahan ini,, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program
pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori


sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
1. Criminal malpractice
2. Civil malpractice
3. Administrative malpractice
D. Informed Consent
Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medis (PTM) merupakan
persetujuan seseorang untuk memperbolehkan sesuatu yang terjadi. Ini
berdasarkan pemberitahuan tentang resiko penting yang potensial, keuntungan,
dan alternative yang ada pada klien. Persetujuan tindakan memungkinkan klien
membuat keptusan berdasarkan informasi penuh tentang fakta. Seseorang yang
dapat memberikan persetujuan jika mereka legal berdasarkan umur, berkompeten,
dan jika mereka telah diidentifikasi secara legal sebagai pembuat keputusan.
Setiap pasien mempunyai hak untuk diberi informasi yang jelas tentang semua
resiko dan manfaat dari perlakuan apapun, termasuk semua resiko dan manfaat
jika tidak menerima perlakuan yang dianjurkan atau jika tidak ada perlakuan sama
sekali.

14
Semua orang dewasa mempunyai otonomi, hak membuat keputusan-
keputusan bagi dirinya sendiri selama keputusan-keputusan itu tidak
membahayakan atau merugikan orang lain. Saat mengambil keputusan tentang
suatu terapi pembedahan atau terapi medik,setiap pasien punya hak untuk menolak
terapi yang demikian, atauuntuk memilih terapi alternatif.Pada kasus ini klien akan
dilakukan tindakan vakum ekstrasi, kliendapat mengambil keputusan untuk
dilkukan tindakan tersebut atau tidak Klien juga mendapatkan hak untuk
mengetahui resiko dan manfaat dari tindakan vakum ekstraksi tersebut.

E. Peran Perawat dalam Home Care


1. Manajer kasus: mengelola dan mengkolaborasikan dengan anggota keluarga
dan penyedia pelayanan kesehatan atau pelayanan sosial lainnya untuk
meningkatkan pencapaian pelayanan.
2. Pelaksana atau pemberi asuhan : memberi pelayanan langsung dan
mengevaluasi atau melakukan supervisi pelayanan yang diberikan oleh anggota
keluarga atau pelaku rawat (care given).
3. Pendidik : mengajarkan keluarga tentang sehat atau sakit dan bertindak sebagai
penyedia informasi kesehatan.
4. Kolaborator :mengkoordinir pelayanan yang diterima oleh keluarga dan
mengkolaborasikannya dengan keluarga dalam merencankan pelayanan.
5. Pembela (advokat) : melakukan pembelaan terhadap pasien melalui dukungan
peraturan.
6. Konselor : membantu pasien dan keluarga dalam menyelesaikan masalah dan
mengembangkan koping yang konstruktif.
7. Penemu kasus dan melakukan rujukan : melibatkan diri dalam menemukan
kasus di keluarga dan melakukan rujukan dengan cepat.
8. Penata lingkungan rumah : melakukan modifikasi lingkungan bersama pasien
dan keluarga dan tim kesehatan lain untuk menunjang lingkungan sehat.

15
9. Peneliti : mengidentifikasi masalah praktik dan mencari jawaban melalui
pendekatan ilmiah.
F. Keterampilan Dasar yang harus dikuasai
Home Care SK Dirjen Dirjen YAN MED NO HK. 00.06.5.1.311
menyebutkan ada 23 tindakan keperawatan mandiri yang bisa dilakukan oleh
perawat home care antara lain :

1. Vital sign 14. Latihan dalam rangka


2. Memasang nasogastric tube rehabilitasi medis
3. Memasang selang susu besar 15. Tranpostasi klien untuk
4. Memasang cateter pelaksanaan pemeriksaan
5. Penggantian tube pernafasan diagnostic
6. Merawat luka decubitus 16. Penkes
7. Suction 17. Konseling kasus terminal
8. Memasang peralatan O2 18. Konsultasi/telepon
9. Penyuntikan (IV,IM, IC,SC) 19. Fasilitasi ke dokter rujukan
10. Pemasangan infus maupun obat 20. Menyiapkan menu makanan
11. Pengambilan preparat 21. Membersihkan tempat tidur
12. Pemberian huknah/laksatif pasien
13. Kebersihan diri 22. Fasilitasi kegiatan sosial pasien
23. Fasilitasi perbaikan sarana klien.
Kompetensi Dasar
1. Memahami dasar-dasar anatomi, fisiologi, patologi tubuh secara umum.
2. Melaksanakan pemberian obat kepada klien/pasien
3. Memahami jenis pemeriksaan laboratorium dasar yang diperlukan oleh
klien/pasien
4. Menunjukan kemampuan melakukan komunikasi terapeutik
5. Menunjukan kemampuan mengasuh bayi, balita, anak, dan lansia sesuai tingkat
perkembangan.

16
6. Menerapkan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH)
7. Memahami kontinum sehat- sakit
8. Memahami dasar-dasar penyakit sederhana yang umum di masyarakat
9. Memahami peningkatan kesehatan dan pelayanan kesehatan utama
10. Memahami pemberian obat
11. Memahami kemampuan interpersonal dan massa
12. Prinsip-prinsip perkembangan manusia
13. Memahami tahap-tahap perkemangan manusia
14. Memahami sikap pelayanan perawat sesuai dengan tahapan perkembangan
15. Memahami tentang stress
16. Memahami kebutuhan dasar manusia
17. Memahami tentang kesehatan reproduksi
18. Memahami perilaku empatik
19. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
20. Melakukan mobilisasi pasif terhadap klien/pasien
21. Melakukan pemberian nutrisi
22. Melaksanakan tugas sesuai dengan etika keperawatan, dan kaidah hukum

17
BAB III

KONSEP DAN APLIKASI HOME CARE

A. Filosofi Praktik Home Care


1. Konsep dalam Home care
Menurut Departemen Kesehatan (2002) home care adalah pelayanan
kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada
individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk
meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau
memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit.
a. Science of Unitary Human
Kajian teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah
makhluk yang senantiasa berinteraksi dengan alam. Interaksi ini
menghasilkan pola energy. Berdasarkan teori Rogers, sakit timbul akibat
ketidakseimbangan energy penanganan dengan metode terapi modalitas /
komplementer. Dasar teori Rogers adalah ilmu tentang asal usul manusia
dalam alam semesta, seperti antropologi, sosiologi, agama, filosofi,
perkembangan sejarah, dan mitologi. Teori Rogers berfokus pada
kehidupan manusia secara utuh.
Manusia merupakan mahkluk yang memiliki kepribadian unik, antara
satu dengan yang lainnya berbeda di beberapa bagian. Selain itu masing –
masing mempunyai perbedaan sifat – sifat khusus yang signifikan. Jika
dilihat dari ilmu pengetahuan, maka memperhatikan sifat-sifat dalam
sistem kehidupan manusia merupakan hal yang tidak efektif. Asumsinya
adalah individu dan lingkungan saling tukar – menukar energy dan
material satu sama lain.

18
Contoh aplikasi teori science of unitary human beings dalam
pelayanan home care nursing adalah :
1) Terapi komplementer alternatif berbasis biologis (herbal dan
suplemen)
2) Terapi komplementer elternatif berbasis energy ( prana, reiki, qi –
going, infrared).
3) Terapi komplementer alternatif berbasis body manipulasi ( massage,
shiatsu, refleksi, akupresur, bekam, dan akupunture )
4) Terapi komplementer alternatif berbasis mind and body ( meditasi,
terapi tertawa, yoga dan story telling )
5) Sistem terapi seperti ayur wedha atau obat tradisional cina.

b. Transcultural Nursing
Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang didasari oleh
pemahaman tentang adanya, perbedaan nilai – nilai cultural yang melekat
dalam masyarakat dan berasal dari disiplin ilmu atropologi konteks
keperawatan. Teori ini menekankan betapa pentingnya pemahaman
budaya pasien dan keluarga ketika melakukan pelayanan keperawatan.
Terkadang perawat dihadapkan pada dilemma antara tetap fokus
menggunakan pendekatan konvensional dan mengabaikan atau menolak
budaya pasien tentang penyakit. Perawat sering memaksakan konsep
konvensional dan mengabaikan paradigma budaya pasien. Dengan teori
ini, perawat diharapkan senantiasa mempu berfikir luas dalam mengatasi
permasalahan kesehatan pasien, baik dengan pendekatan konvensional
maupun modern.
Leininger beranggapan bahwa pentingnya memperhatikan
keanekaragaman budaya dan nilai – nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan. Dalam menangani pasien jangan pernah melakukan

19
dikotomi antara metode konvensional dan tradisional, tetapi hendaknya
menggunakan secara bijaksana karena pasien adalah manusia yang unik
sehingga penanganan harus dilakukan secara holistic guna mencegah
terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami klien ketika perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
dapat menyebabkan disorientasi. Aplikasi transkultural nursing dalam
pelayanan home care nursing pada pasien harus memperhatikan aspek
budaya yang diyakini pasien, seperti :
1) Filosofi dan keyakinan pasien
2) Pandangan hidup pasien
3) Pendidikan
4) Pekerjaan
5) Kekerabatan
6) Teknologi
7) Regulasi

c. Self-Care Deficit Theory


Teori ini merupakan inti dari teori keperawatan Orem. Teori ini
menggambarkan kapan keperawatan dibutuhkan. Keperawatan diperlukan
ketika individu tidak mampu atau mengalami keterbatasan dalam
memenuhi syarat persayaratan diri yang efektif. Keperawatan diberikan
jika tingkat kemampuan perawatan lebih dari rendah dibandingkan
dengan kebutuhan perawatan diri atau kemampuan perawatan diri
seimbang dengan kebutuhan namun hubungan deficit dapat terjadi
selanjutnya akibat penurunan kemampuan, peningkatan kualitas dan
kuantitas kebutuhan atau keduanya.

20
Teori self care deficit diterapkan bila anak belum dewasa, kebutuhan
melebihi kemampuan perawatan, kemampuan sebanding dengan
kebutuhan tetapi diprediksi untuk masa yang akan datang, kemungkinan
terjadi penurunan kemampuan dan peningkatan kebutuhan.
Dalam pemenuhan perawatan diri sendiri serta membantu dalam
proses penyelesaian masalah, orem memiliki metode untuk proses
tersebut diantaranya adalah bertindak atau berbuat untuk orang lain,
sebagai pembimbing orang lain, memberi support baik secara fisik atau
psikologis, meningkatkan pengembangan lingkungan untuk
pengembangan pribadi, serta mengajarkan atau member pendidikan pada
orang lain.
Inti dari teori ini adalah menggambarkan manusia sebagai penerima
perawatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya
dan memiliki berbagai keterbatasan – keterbatasan dalam mencapai taraf
kesehatanya. Perawatan yang diberikan didasarkan kepada tingkat
ketergantungan, yaitu ketergantungan total atau parsial. Difisit perawatan
diri menjelaskan hubungan antara kemampuan seseorang dalam bertindak
atau beraktifitas dengan tuntunan kebutuhan tentang perawatan diri.
Sehingga bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka ia akan
mengalami penurunan atau defisit perawatan diri.

d. Health as Exoending Conscioness


Teori ini dikemukakan Margaret A. Newman dipengaruhi oleh Teori
Martha Rogers tentang Makhluk Manusia Bersatu, Konsep Itzhak Bentov
tentang Evolusi Kesadaran, Teori Proses Arthur Young, dan Teori
Implikasi David Bohm ketika ia mengembangkan model keperawatannya.
Teori Kesadaran Berkembang sebagai Kesehatan membuat asumsi-
asumsi berikut:

21
1) Kesehatan mencakup kondisi yang digambarkan sebagai penyakit,
atau, dalam istilah medis, patologi.
2) Kondisi patologis ini dapat dianggap sebagai manifestasi dari pola
total pasien.
3) Pola pasien individu yang akhirnya memanifestasikan dirinya sebagai
patologi adalah primer, dan ada sebelum perubahan struktural atau
fungsional.
4) Penghapusan patologi tidak akan dengan sendirinya mengubah pola
pasien individu.
5) Jika menjadi sakit adalah satu-satunya cara pola pasien individu dapat
memanifestasikan dirinya, maka itu adalah kesehatan bagi pasien
individu tersebut.
6) Kesehatan adalah perluasan kesadaran

Teori ini menjelaskan bahwa kesehatan dan penyakit disintesis sebagai


kesehatan. Artinya, perpaduan satu keadaan makhluk (penyakit) dengan
lawannya (bukan penyakit) menghasilkan apa yang dapat dianggap
kesehatan. Dalam model ini, manusia adalah kesatuan. Dia tidak dapat
dibagi menjadi beberapa bagian, dan tidak dapat dipisahkan dari bidang
kesatuan yang lebih besar. Orang adalah individu, dan manusia, sebagai
spesies, diidentifikasi oleh pola kesadaran mereka. Orang itu tidak
memiliki kesadaran. Sebaliknya, orang itu adalah kesadaran. Orang
adalah pusat kesadaran dengan pola keseluruhan kesadaran yang
berkembang. Lingkungan digambarkan sebagai "alam semesta sistem
terbuka."

Teori Newman dianggap sebagai teori grand keperawatan. Dia


menyatakan bahwa orang tidak dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
Kesehatan adalah pusat teori, dan dipandang sebagai proses pengembangan

22
kesadaran diri individu dan lingkungan seseorang. Dia juga menyatakan
bahwa "kesadaran adalah manifestasi dari pola interaksi orang-lingkungan
yang berkembang."

Teori Kesehatan Newman sebagai Memperluas Kesadaran


bermanfaat karena dapat diterapkan dalam pengaturan apa pun dan
"menghasilkan intervensi perawatan." Namun, kelemahannya adalah
abstrak, multidimensi, dan kualitatif, dan ada sedikit diskusi tentang
lingkungan dalam model.

e. Theory of Human caring


Pandangan teori Jean Watson ini memahami bahwa manusia memiliki
4 cabang kebutuhan manusi yang saling berhubungan :
1) Kebutuhan dasar biofisikial (kebutuhan untuk hidup : keb. Makanan
dan cairan, keb eliminasi dan keb ventilasi).
2) Kebutuhan psikofisikal ( kebutuhan fungsional : keb aktivitas dan
istirahat , keb seksual.
3) Kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi : keb untuk
berprestasi, keb organisasi)
4) Kebutuhan intra dan interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan :
keb aktualisasi diri)
2. Aplikasi praktis Home Care
a. Konsep Kesehatan Dalam Home Care
``Menurut Warhola (1980, dalam Smith & Maurer, 1995) perawatan
kesehatan rumah adalah suatu pelayanan kesehatan secara komprehensif
yang diberikan kepada klien individu dan atau keluarga di tempat tinggal
mereka (di rumah), bertujuan untuk memandirikan klien dalam
pemeliharaan kesehatan, peningkatan derajat kesehatan, upaya
pencegahan penyakit dan resiko kekambuhan serta rehabilitasi kesehatan.

23
Pelayanan perawatan kesehatan rumah diberikan kepada individu dan
keluarga sesuai kebutuhan mereka, dengan perencanaan dan koordinasi
yang dilakukan oleh pelayanan kesehatan seperti: puskesmas, klinik
dokter, praktek bidan, perawat, atau praktek bersama oleh profesi lain
(ahli gizi, psikolog, fisioterapist, terapi wicara, dll) dengan pengiriman
staf atau perawat rumah atas kesepakan bersama dengan klien sesuai
peraturan dan kewenangan yang berlaku. Pelayanan kesehatan tersebut
difasilitasi oleh departemen kesehatan bekerja sama dengan berbagai
pihak terkait. Pelayanan perawatan kesehatan rumah meliputi
penyediaaan pelayanan keperawatan klien di rumah, rehabilitasi fisik,
terapi diet, konseling psikolog (Stanhope & Lancaster, 1999). Pelayanan
perawatan kesehatan rumah juga dapat diartikan sebagai “Medicare”
1) Pelayanan paruh waktu atau secara terus menerus, dengan perawatan
yang diberikan dibawah pengawasan seorang perawat professional
yang sudah terregistrasi/terdaftar.
2) Terapi fisik, terapi okupasional, dan terapi wicara
3) Pelayanan kesehatan sosial berada dibawah pengawasan dokter
4) Pelayanan paruh waktu atau secara terus menerus yang dilakukan oleh
pembantu perawat kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
5) Kebutuhan medis selain obat-obatan, benda biologis seperti serum dan
vaksin yang penggunaannya dalam aplikasi medis/kedokteran
6) Pelayanan medis diberikan oleh seseorang yang sudah mendapat izin
praktek perawatan kesehatan rumah melalui agency atau suatu
program dari rumah sakit

Jenis pelayanan kesehatan rumah dapat dilakukan oleh :

1) Pusat pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


2) Pelayanan Kesehatan dibawah koordinasi rumah sakit
3) Pelayanan Kerawatan Hospice

24
4) Pelayanan Kesehatan Praktek Mandiri atau Berkelompok
5) Yayasan Pelayanan Sosial

Tipe pelayanan kesehatan dirumah :


1) Perawatan Berdasarkan Penyakit
Program pelayanan kesehatan yang memerlukan perawatan
kesehatan, pemantauan proses penyembuhan dan mengupayakan
untuk tidak terjadi kekambuhan dan perawatan ulang ke rumah sakit.
Umumnya dikoordinasikan dengan tim kesehatan dari beberapa
disiplin ilmu atau profesi kesehatan, misal: dokter, fisioterapi, gizi, dll.
2) Pelayanan Kesehatan Umum
Pelayanan kesehatan ini berfokus pada pemeliharaan kesehatan
dan pencegahan penyakit, termasuk penyuluhan kesehatan kepada ibu
nifas paska melahirkan, perawatan luka klien dengan DM, konsultasi
gizi pada klien dengan penyakit dan masalah kesehatan tertentu,
masalah kesehatan lansia, dll.
3) Pelayanan Kesehatan Khusus
Pelayanan kesehatan khusus pada kondisi klien yang memerlukan
tehnologi tinggi, misalnya: pediatric care, chemoterapi, hospice care,
psychiatric mental health care. Melalui persiapan tehnologi medis dan
keperawatan memungkinkan situasi rumah sakit dapat dilakukan di
rumah. Disamping itu pelayanan ini akan memberikan efisiensi biaya
pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
b. Pemberi Perawatan Kesehatan Rumah
1) Perawat
Pelayanan kesehatan rumah dilakukan terhadap klien sesuai
dengan kebutuhannya oleh perawat professional yang sudah dan
masih terdaftar memiliki izin praktek dengan kemampuan
keterampilan asuhan keperawatan klien di rumah. Berdasarkan

25
Kepmenkes RI No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi
dan praktik perawat bahwa: Praktik keperawatan merupakan
tindakan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat secara
mandiri dan professional melalui kerjasama bersifat kolaboratif
dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya sesuai ruang lingkup
wewenang dan tanggung jawab. Lingkup kewenangan
perawat dalam praktik keperawatan professional terhadap
klien individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam
rentang sehat-sakit sepanjang daur kehidupan.
Asuhan keperawatan diberikan dengan menggunakan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan tindakan keperawatan, dan
evaluasi keperawatan yang dapat diterapka pada asuhan
keperawatan gerontik pada klien usia 60 tahun keatas yang mengalami
proses penuaan dan masalahnya baik ditatanan pelayanan kesehatan
maupun di wilayah binaan di masyarakat (asuhan keperawatan
komunitas pada kelompok khusus). Dalam perawatan kesehatan
di rumah, perawat akan melakukan kunjungan rumah (home
visite) dan melakukan catatan perubahan dan evaluasi
terhadap perkembangan kesehatan klien. Peran perawat dalam
perawatan kesehatan rumah berupa koordinasi dan pemberi
asuhan keperawatan
a) koordinator,
b) pemberi pelayanan kesehatan dimana perawat memberikan
perawatan langsung kepada klien dan keluarganya,
c) (3) pendidik, perawat mengadakan penyuluhan kesehatan
dan mengajarkan caraperawatan secara mandiri
d) pengelola, perawat mengelola pelayanan kesehatan/keperawatan
klien

26
e) sebagai konselor, dengan memberikan konseling/bimbingan
kepada klien dan keluarga berkaitan dengan masalah kesehatan
klien
f) advocate (pembela klien) yang melindunginya dalam pelayanan
keperawatan, dan
g) sebagai peneliti untuk mengembangkan pelayanan keperawatan.

Pada keadaan dan kebutuhan tertentu perawat dapat


koordinasi/kolaborasi dengan dokter untuk tindakan diluar
kewenangan perawat, berupa pengobatan dan tindak lanjut perawatan
klien ataupun melakukan rujukan kepada profesi lain.

2) Dokter
Program perawatan rumah umumnya berada dibawah
pengawasan seorang dokter untuk memastikan masalah kesehatan
klien. Dokter berperan dalam memberikan informasi tentang diagnosa
medis klien, test-diagnostik, rencana pengobatan dan perawatan
rumah, penentuan keterbatasan kemampuan, upaya perawatan,
pencegahan, lama perawatan, terapi fisik, dll. Bila diperlukan
dilakukan kolaborasi dengan perawat, dimana perawat yang
melakukan kunjungan rumah harus mendapat izin dan keterangan dari
dokter yang bersangkutan sebagai penanggungjawab terapi program.
Program perawatan di rumah harus dilakukan follow up oleh dokter
tersebut minimal setelah 60 hari kerja, sehingga dapat disepakati
apakah program dilanjutkan / tidak.

27
3) Speech Therapist
Merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan bagi klien
dengan gangguan atau kesulitan dalam berbicara dan berkomunikasi,
dengan tujuan untuk membantu klien agar dapat mengoptimalkan
fungsi-fungsi otot bicara agar memiliki kemampuan dalam
berkomunkasi melalui latihan berbicara.
4) Fisioterapist
Program yang dilakukan adalah tindakan berfokus pada
pemeliharaan, pencegahan, dan pemulihan kondisi klien di rumah.
Aktivitas perawatan kesehatan rumah yang dilakukan adalah
melakukan latihan penguatan otot ekstremitas, pemulihan mobilitas
fisik, latihan berjalan, aktif-pasif, atau tindakan terapi postural
drainase klien COPD. Latihan lain berhubungan dengan penggunaan
alat kesehatan tertentu, seperti; pemijatan, stimulasi listrik saraf, terapi
panas, air, dan penggunaan sinar ultraviolet. Dalam hal ini ahli
fisioterapist juga mempunyai kewajiban untuk mengajarkan klien atau
keluarganya tentang langkah-langkah dalam latihan program yang
diberikan.
5) Pekerja Sosial Medis
Pekerja sosial medis yang sudah mendapatkan
training/pelatihan dapat diperbantukan dalam perawatan klien dan
keluarganya untuk jangka waktu yang panjang, khususnya pada klien
dengan penyakit kronis (long term care). Pekerja sosial sangat berguna
pada masa transisi dari peran perawatan medis atau perawat kepada
klien/keluarga.

28
BAB IV

PROSES KONSEP DALAM PELAYANAN HOME CARE

A. Proses Keperawatan dalam Home Care


Berikut ini adalah mekanisme pelayanan Home Care menurut Triwibowo (2012)
1. Proses Penerimaan Kasus
a. Unit Pelayanan Keperawatan Kesehatan di Rumah menerima pasien dari
Rumah Sakit, Puskesmas, sarana pelayanan kesehatan lain dan dikirim
dari keluarga/kelompok atau masyarakat.
b. Pimpinan Pelayanan Keperawatan Kesehatan di Rumah menunjuk dan
memberikan mandat kepada salah seorang perawat untuk menjadi seorang
Manajer Kasus untuk mengelola kasus tersebut.
c. Manajer Kasus membuat surat persetujuan dan dilanjutkan untuk
melakukan proses pengelolaan kasus.
2. Proses Pelayanan Keperawatan Kesehatan di Rumah
a. Persiapan
1) Pastikan tentang nama, alamat, nomer telpon pasien atau keluarga
yang dituju.
2) Bawa denah penunjuk arah tempat tinggal pasien, kenali kondisi
keamanan dan berbagai faktor resiko di lingkungan yang akan di
kunjungi.
3) Bawa kartu identitas diri atau identitas unit tempat kerja saudara
kepada pasien atau keluarga.
4) Rencanakan kebutuhan alat untuk mencuci tangan, pengkajian fisik
dan intervensi keperawatan secara langsung, pastikan perlengkapan
yang dimiliki pasien di rumah

29
5) Siapkan file asuhan keperawatan pasien.
6) Dapatkan informasi tentang sumber-sumber di keluarga dan
masyarakat.
7) Siapkan informasi dan alat bantu/media untuk pendidikan kesehatan

b. Pelaksanaan
1) Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
2) Observasi lingkungan berkaitan dengan keamanan perawat
3) Minta keluarga menandatangani form persetujuan pelayanan
keperawatan kesehatan di rumah (untuk kunjungan pertama kali)
4) Lengkapi pengkajian data dasar pasien, review program pengobatan
mencakup efek terapi dan efek samping obat yang diberikan, anjurkan
pasien atau keluarga menginformasikan masalah-masalah yang
dihadapi
5) Diskusikan rencana pelayanan yang telah dibuat untuk pasien dan
identifikasi kemajuan atau hal lain yang perlu ditingkatkan
6) Lakukan perawatan langsung dan pendidikan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan
7) Diskusikan kebutuhan rujukan, kolaborasi dan konsultasi yang
diperlukan
8) Diskusikan rencana kunjungan selanjutnya dan aktifitas yang akan
dilakukan
9) Dokumentasikan kegiatan/informasi yang diperoleh

30
c. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dilakukan oleh tim kesehatan terkait dengan melihat
perubahan status medis, perubahan kemampuan fungsional pasien,
kebutuhan pendidikan pasien dan keluarga. Evaluasi berdasarkan:
1) Keakuratan dan kelengkapan pengkajian data awal
2) Menilai kesesuaian perencanaan dan ketepatan dalam melakukan
tindakan/pelayanan
3) Menilai efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tindakaan yang dilakukan
oleh pelaksana

d. Proses penghentian Pelayanan Keperawatan Kesehatan di Rumah


Kriteria kegiatan penghentian Pelayanan Keperawatan Kesehatan di
Rumah:
1) Hasil pelayanan telah tercapai sesuai tujuan
2) Kondisi pasien stabil
3) Program rehabilitas tercapai secara maksimal
4) Keluarga sudah mampu melakukan perawatan pasien di rumah
5) Pasien dirawat kembali di Rumah Sakit
6) Pasien pindah ke sarana kesehatan lain
7) Pasien menolak pelayanan lebih lanjut
8) Pasien pindah tempat ke lokasi lain
9) Pasien meninggal dunia

31
B. Asuhan Keperawatan pada Home Care
Menurut Azwar (1996), pelayanan asuhan keperawatan professional
membutuhkan strategi dan standar kompetensi tertentu, untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. American Nurses
Assosiation (ANA) 1986 telah mengembangkan standar praktek perawatan rawat
rumah yang mewajibkan perawat untuk selalu mengkaji mutu asuhan dan
mengembangkan upaya untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Standar
ini dikembangkan menggunakan pendekatan proses keperawatan melalui tahap-
tahap pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi, berdasarkan standar keperawatan komunitas.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan terdiri dari pengkajian fisik “head to toe”, mengkaji
sistem tubuh pasien, mengkaji kebutuhan psikososial, kemampuan fungsi
motorik dan sensorik, mengkaji pengobatan, nutrisi, keamanan dan
kenyamanan lingkungan pasien serta mengkaji kebutuhan perawatan kolaborasi
dengan tim medis atau non medis lainnya.
Pengkajian difokuskan pada:
a. Pengkajian riwayat kesehatan:
1) Respon dan persepsi pasien terhadap status kesehatan
2) Riwayat penyakit masa lalu
3) Faktor resiko
4) Kemampuan mengatasi masalah
5) Riwayat penyakit keluarga
b. Pengkajian lingkungan sosial dan budaya
1) Status sosial ekonomi
2) Kondisi tempat tinggal dan lingkungan
3) Ketersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan pasien
4) Tersedianya dukungan keluarga
5) Faktor budaya yang mempengaruhi kesehatan

32
c. Pengkajian spiritual mencakup nilai dan keyakinan yang dianut yang
mempengaruhi kesehatan
d. Pemeriksaan fisik an status kesehatan saat ini
e. Pengkajian kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
f. Pengkajian kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
sakit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data yang terkumpul
untuk merefleksi respon pasien. Diagnosa keperawatan yang dirumuskan
berkaitan dengan masalah actual, dan resiko, atau potensial.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi atau intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi memelihara, atau
mengatasi masalah kesehatan pasien yang telah diidentifikasi dan telah
divalidasi selama fase perumusan diagnosa. Dalam merumuskan perencanaan
ini menekankan pada partisipasi pasien, keluarga, dan koordinasi dengan
anggota tim kesehatan lain. Perencanaan mencakup penentuan prioritas
masalah, penentuan tujuan serta penyusunan rencana tindakan secara
komprehensif.

4. Impelementasi Keperawatan
Intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan prosedur keperawatan
hasil pengkajian dan discharge planning yang ada, menetapkan masalah dan
kebutuhan pelayanan keperawaatan serta melaksanakan prosedur tindakan
keperawatan sesuai kebutuhan pasien seperti memasang kateter, merawat luka,
perawtana kolostomi, penggantian peritoneal dialysis, dll.

33
Dalam melakukan keperawatan, dilakukan kerjasama dengan pasien
keluarga, pelaku rawat dan tenaga lain (kesehatan maupun non kesehatan).
Tindakan yang dilakukan mengacu pada SOP (Standart Operating Procedure)
yang berlaku. Jenis tindakan yang dapat dilakukan yaitu tindakan yang bersifat
mandiri maupun tindakan kolaborasi.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi pelayanan
yang telah dilakukan dan sejauh mana pemanfaatan sumber-sumber yang
tersedia. Evaluasi dilakukan selama proses pemberian pelayanan asuhan
keperawatan maupun pada akhir pemberian asuhan keperawatan.

34
BAB V

PERAWATAN DISFUNGSI NEUROLOGIS

A. Definisi
Neurologi adalah sebuah spesialisasi di bidang kedokteran yang memiliki
fokus pada otak dan sistem saraf. Dokter yang memiliki spesialisasi pada diagnosis
dan pengobatan dari gangguan otak dan sistem saraf dikenal sebagai neurologis.
Gangguan neurologi sangat beragam bentuknya, banyak dari pasien yang
menderita gangguan memori dan tidak mampu menjalani aktivitas sehari-hari
secara normal. Penyakit-penyakit neurologi kebanyakan memiliki efek
melemahkan kehidupan pasien, sehingga memberikan pengobatan neurologis
sangat penting bagi kehidupan pasien.

B. Cara Mendiagnosa
Ketika orang mengalami tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan
neurologis, dokter akan mengajukan pertanyaan spesifik mengenai gejala dan
faktor relevan lainnya (riwayat medis). Dokter biasanya juga akan melakukan
pemeriksaan fisik untuk mengevaluasi seluruh sistem tubuh, tetapi ia akan fokus
pada sistem saraf (disebut pemeriksaan neurologis).
Untuk mendiagnosa masalah neurologi, bergantung pada beberapa tes :
1. Alat pencitraan CT scan dan MRI – Magnetic resonance imaging (MRI) dan
computerized tomography (CT) berfokus pada otak dan daerah korda spinalis,
terdapat juga MRI angiography dan CT angiography yang melihat gambaran
dari pembuluh darah, digunakan untuk mempelajari sistem saraf dan
mendeteksi area yang bermasalah. Alat carotid Doppler ultrasound digunakan
untuk memeriksa aliran darah yang menuju ke otak melalui arteri karotis.
2. Test PET – PET scan dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi baik
genetik maupun molekular mengenai otak dan aktivitasnya. Alat ini banyak
digunakan untuk mendeteksi area bermasalah pada otak dan juga jaringan-

35
jaringan otak yang masih bisa diselamatkan. Hal ini menunjukkan bahwa PET
scan tidak hanya digunakan untuk mendeteksi masalah yang ada, tetapi juga
untuk memperlambat progresi penyakit.
3. Elektroensefalogram (EEG) - EEG digunakan terutama untuk meneliti epilepsy
dan penyakit Alzheimer, juga mengidentifikasi individu yang harus dirujuk
untuk melayani pemeriksaan lebih lanjut jika penyakit otak adalah penyebab
dari epilepsinya. EEG biasa digunakan dalam menentukan diagnosis penyakit
epilepsi dengan mengidentifikasi setiap keabnormalan pada otak seperti lesi
yang memicu serangan epilepsi.
4. Studi konduktivitas saraf atau elektromiogram (EMG) - teknik yang digunakan
untuk mengevaluasi fungsi saraf dan otot dengan cara merekam aktivitas listrik
yang dihasilkan oleh otot skeletal. Ini merupakan tes penting yang digunakan
untuk mendiagnosis kelainan otot dan saraf. Ini sering digunakan untuk
mengevaluasi kelainan sistem saraf periferal.
5. Elektroneurogram (ENG) – alat ini merupakan sebuah tes diagnostik yang
digunakan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari sel-sel saraf di otak,
terutama pada area sentral dan perifer.
6. Analisis pergerakan mata
7. Tes neurofisiologis – tes ini meliputi beberapa tes tertulis yang menilai
perhatian, bahasa, memori, pemikiran, dan pembelajaran dari pasien
8. Lumbal pungsi – dikenal juga sebagai analisis cairan serebrospinal, tes ini
dilakukan dengan mengambil sedikit cairan dari kanal spinal untuk dianalisis
9. Biopsi dari otot kulit dan saraf
10. Tes darah

36
C. Pengobatan Gangguan Neurologi
Pengobatan untuk gangguan neurologi biasanya berdasarkan gejala yang ada.
Jadi, pengobatan yang sama dapat digunakan untuk gangguan yang berbeda
apabila didapati gejala yang sejenis.
1. Gangguan pergerakan (penyakit Parkinson, sklerosis multipel, distonia,
spastisitas) – pengobatan yang paling umum untuk kondisi-kondisi tersebut
meliputi stimulasi otak dalam, injeksi Botox untuk memodifikasi koneksi otot
dan saraf dengan mengurangi pengeluaran asetilkolin, dan pengobatan secara
intravena.
2. Stroke dan penyakit serebrovaskular – untuk kondisi ini, pengobatan dilakukan
dengan cara kombinasi beberapa obat seperti pengencer darah, pengontrol
tekanan darah, dan pengontrol lipid bersamaan dengan prosedur angiografi dan
radioterapi. Jika terdapat tumor, maka akan dilakukan tindakan operasi.
3. Pengobatan vestibular – kondisi neurologis tertentu dapat menyebabkan
gangguan kesimbangan, vertigo, dan mual. Pengobatan vestibular seperti
manuver Epley dapat diberikan
4. Penyakit neuromuskular – ALS, miopati, neuropati, dan myasthenia gravis,
pengobatan meliputi obat oral dan topikal, injeksi Botox, dan terapi rehabilitasi.
5. Gangguan kognitif – terapi fisiologis, obat, dan konseling digunakan untuk
gangguan yang menyebabkan penurunan kognitif.

D. Gangguan Neurologis yang Sering Ditemui


Gangguan neurologis terdiri dari berbagai tingkatan, dan yang tidak begitu
banyak ditemui, yaitu penyakit Lou Gehrig's, demensia, sindrom Down, Bell's
Palsy, autisme, epilepsi, sindrom Guillain-Barre, meningitis, sindrom restless legs,
stroke, ensefalitis, narkolepsi, dan lainnya. Tujuh penyakit neurologis yang paling
sering dijumpai adalah :

37
1. Sklerosis Multipel
Sklerosis multipel adalah penyakit yang menyerang otak dan korda
spinalis. Multiple sklerosis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh
pembentukan antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf
perifer tidak terkena. Respon peradangan berperan menimbulkan penyakit
dengan menyebabkan pembengkakan dan edema yang merusak neuron neuron
dan menyebabkan pembentukan flak jaringan parut pada myelin.
Mutiple sklerosis merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya
sampai detik ini belum ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang
sembuh 100 %. Multiple sclerosis memang merupakan penyakit yang terasa
atau kelihatan cukup aneh, bukan saja bagi orang lain tetapi juga bagi
penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara tiba tiba dan bias
hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari hari atau berminggu
minggu atau bahkan berbulan bulan. Gejala yang dijumpai meliputi :
a. Mati rasa
b. Rasa geli atau kelemahan pada beberapa bagian tubuh tertentu
c. Juga ditemukan pandangan yang buram
d. Gejala yang progresif seperti kaku otot, gangguan saluran kemih, dan
gangguan cara pikir juga bisa ditemui.
Dengan pengobatan sesegera mungkin, gejala dapat pulih dan
perkembangan dari penyakit dapat ditunda. Penyebab dari sklerosis multipel ini
masih belum pasti diketahui, akan tetapi beberapa studi menunjukkan
kemungkinan penyebabnya berasal dari lingkungan, genetik, atau virus.
Hidup dengan sklerosis sangat mungkin ditangani dengan bantuan dari
neurologis, yang dapat memberikan pengobatan yang akan mengurangi atau
mengubah respon sistem kekebalan tubuh dan mencegahnya menyerang
myelin, selaput pembungkus saraf yang merupakan target penyakit ini.
Neurologis juga dapat menyarankan beberapa pengobatan yang lebih canggih
dan terkadang invasif untuk kasus sklerosis multipel yang parah.

38
Pengobatan Multiple Sclerosis
Multiple sclerosis termasuk jenis penyakit yang tidak bisa
disembuhkan, terutama multiple sclerosis progresif primer. Jenis MS ini
belum memiliki metode penanganan yang efektif. Pengobatan yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi gejala dan kekambuhan pasien.
Tiap jenis MS memiliki metode pengobatan yang berbeda-beda. MS
kambuhan akan ditangani dengan obat-obatan yang dapat mengurangi
frekuensi masa kambuh. Sebagian obat ini juga dapat digunakan untuk
penderita MS progresif sekunder yang masih mengalami masa remisi.
Berdasarkan fungsinya, langkah pengobatan MS dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kategori
a. Menangani masa kambuh atau serangan
Langkah pengobatan yang digunakan untuk mengatasi gejala-gejala pada
masa kambuh atau serangan adalah steroid, seperti prednisone dan
methylprednisolone. Obat ini dapat diberikan secara oral maupun melalui
infus.
b. Memengaruhi perkembangan penyakit (Disease Modifying Drugs)
Frekuensi masa kambuh merupakan faktor penting dalam menentukan
jenis obat untuk menangani MS. Obat-obatan ini dapat mengurangi
kerusakan pada mielin sehingga frekuensi masa kambuh dan tingkat
keparahannya bisa berkurang. Contoh obat-obatan tersebut di antaranya
Interferon beta, Fingolimod, Glatiramer acetate, Natalizumab,
Teriflunomide dan Alemtuzumab

39
c. Mengatasi gejala-gejala MS
MS dapat menyebabkan gejala serta tingkat keparahan yang beragam.
Gejala yang ringan biasanya tidak membutuhkan penanganan medis
karena akan hilang dengan sendirinya. Sementara gejala dengan tingkat
keparahan tinggi tentu harus ditangani dengan seksama, misalnya melalui
Antikonvulsan/antikejang, Relaksan otot, Fisioterapi, , Antidepresan,
Terapi psikologi, Obat untuk mengurangi rasa lelah, Obat-obatan untuk
mengatasi gangguan kandung kemih dan pencernaan.

2. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah gangguan yang sering ditemukan dan dikenal
sebagai penyebab dari kehilangan memori pada usia tua. Alzheimer dapat
melemahkan kemampuan berpikir dan menilai sesuatu. Hal ini tidak dibatasi
oleh usia, biarpun paling sering ditemukan pada pasien usia lanjut, namun
telah ditemukan juga pada usia muda.
Gejala utama dari Alzheimer meliputi kehilangan memori jangka pendek,
disorientasi, kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari seperti menggosok gigi
atau mencuci rambut, kesulitan untuk mengingat kembali kata-kata yang
digunakan sehari-hari, dan gangguan emosi.
Pada tahapan pertengahan dari penyakit ini, bisa ditemukan halusinasi dan
paranoid. Pada tahap lanjutan, penyakit ini dapat mengganggu pasien saat
berkomunikasi, mengenali orang lain, berjalan, menelan, atau bahkan
tersenyum. Penyakit ini dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya

Pengobatan Penyakit Alzheimer


Pengobatan penyakit Alzheimer dilakukan untuk mengurangi gejala dan
perkembangan penyakit tersebut. Pengobatan penyakit Alzheimer yakni
pemberian obat-obatan seperti rivastigmine dan psikoterapi untuk
menstimulasi dan merelaksasi otak pasien.

40
Pasien Alzheimer akan mengalami penurunan kemampuan otak, daya
ingat, dan semakin kehilangan kemampuan untuk mengontrol buang air. Hal-
hal itu dapat menyebabkan pasien rentan jatuh, mengalami kurang gizi, tidak
dapat berkomunikasi, maupun terkena infeksi dan mengalami berbagai
komplikasi lainnya.
Pencegahan Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer bisa dicegah dengan beberapa cara, misalnya:
a. Berhenti merokok
b. Menjaga berat badan tetap ideal
c. Mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang
d. Rutin berolahraga

Sampai saat ini belum ada pengobatan untuk penyakit Alzheimer,


tetapi progresnya dapat ditunda dan gejalanya dapat dikembalikan untuk
sementara waktu dengan pengobatan yang berkelanjutan.

3. Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson juga merupakan gangguan neurologi yang sering
ditemui dimana terdapat degenerasi dari sel saraf di bagian tengah otak yang
mengatur sistem pergerakan tubuh. Gejala meliputi gemetar atau kekakuan
yang tidak disadari pada tungkai, yang lama-kelamaan akan memburuk
menjadi tremor atau guncangan. Tidak lama kemudian akan terjadi
perburukan dari keseimbangan dan koordinasi. Penurunan kognitif dan
gangguan emosi juga akan terjadi kemudian. Penyakit ini paling sering
dijumpai pada kelompok usia 50-65 tahun.
Genetik dipercaya sebagai penyebab utama, meskipun ada beberapa kasus
dimana toksin lingkungan dan infeksi virus juga berperan.
Pengobatan Penyakit Parkinson

41
Ada beberapa metode penanganan Penyakit Parkinson. Metode
penanganan yang dilakukan bertujuan untuk meredakan gejala dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Metode pengobatan yang dapat
dilakukan berupa:
a. Terapi suportif, seperti fisioterapi.
b. Penggunaan obat-obatan, seperti antikolinergik dan levodopa.
c. Prosedur bedah.
Walau tidak dapat diobati, Penyakit Parkinson dapat dicegah. Berolahraga
dan rutin mengonsumsi makanan kaya antioksidan dipercaya dapat
mengurangi risiko sesorang terkena Penyakit Parkinson.

4. Meningitis
Meningistis merupakan peradangan yang terjadi pada selaput saraf,
penyakit ini diakibatkan oleh adanya infeksi virus dan parasit seperti
toksoplasma. Meningistis merupakan penyakit yang dapat ditularkan,
pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit saraf ini adalah dengan
memberi vaksinasi terhadap parasit penyebabnya.
Gejala dan Faktor Pemicu Meningitis
Meski gejalanya awalnya mirip dengan flu, meningitis tetap harus
diwaspadai, karena juga dapat menimbulkan kejang dan kaku pada leher. Pada
bayi di bawah usia 2 tahun, meningitis umumnya ditandai dengan
memunculkan benjolan di kepala.
Ada beberapa faktor yang dapat memicu meningitis, antara lain:
a. Infeksi kuman.
b. Penyakit kanker dan lupus.
c. Efek samping obat dan operasi otak.
Risiko terkena meningitis juga akan meningkat pada ibu yang sedang hamil
atau lupa menjalani imunisasi.

42
Pengobatan Meningitis
Pengobatan meningitis umumnya berbeda-beda tergantung kepada
penyebabnya. Sebagai contoh, dokter bisa meresepkan obat anti mikroba, atau
menjalankan terapi lain bila meningitis disebabkan oleh kanker atau lupus.
Penyakit ini bisa dicegah dengan menjalani gaya hidup sehat dan
menghindari kondisi yang dapat memicu penyebaran infeksi. Guna
meningkatkan kekebalan tubuh dari kuman penyebab meningitis, lakukan
vaksinasi sesuai anjuran dokter

5. Migraine
Penyakit ini sering menyerang sebagian besar manusia, gejalanya pusing
pada salah satu bagian kepala. Pada umumnya terjadi di kepala bagian samping
agak belakang, meskipun terkesan ringan, namun jika disepelekan, migrain
dapat berbahaya karena bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel saraf pada otak.
Tanda-tanda & gejala
Pada migrain biasa, beberapa jam atau beberapa hari sebelum sakit
kepala, penderita biasanya memiliki gejala (prodromal) yang jadi sinyal
bahwa sakit kepala akan segera muncul. Gejala prodromal ini termasuk:
a. Perubahan mood
b. Sensitif terhadap cahaya dan suara
c. Hiperaktif
d. Merasa lesu
e. Perubahan nafsu makan
f. Mual dan muntah
Setelah gejala prodromal, aura (gangguan sementara indra atau otot)
kemudian datang sebelum sakit kepala. Biasanya 10 sampai 30 menit, lalu
sakit kepala dimulai dan gejala aura pergi. Gejala aura termasuk pendengaran
dan masalah penglihatan (kilatan cahaya, cahaya berkedip-kedip, dan bintik

43
buta alias blind spot). Nyeri pada satu satu sisi kepala bisa menjadi intens dan
berdenyut-denyut. Mual dan muntah juga dapat terjadi.
Beberapa orang mungkin tidak memunculkan gejala aura, dan nyeri
biasanya terjadi di kedua sisi kepala. Beberapa penderita juga mungkin
mengalami masalah penglihatan atau perut tanpa sakit kepala.

Pengobatan Migraine
Beberapa perubahan gaya hidup sehat dan pengobatan rumahan yang
dapat membantu Anda mengatasi migrain adalah :
a. Menghentikan kegiatan yang menyebabkan rasa sakit sampai dokter Anda
mengatakan Anda bisa memulainya lagi
b. Latihan pemanasan, seperti latihan aerobik yang ringan dan benar
c. Melakukan peregangan sebelum dan setelah olahraga atau latihan
d. Memperkuat otot-otot di paha, panggul, dan punggung bawah untuk
keseimbangan otot yang benar
e. Perhatikan asupan makanan Anda
f. Menghirup minyak esensial untuk meredakan sakit kepala

6. Vertigo
Vertigo merupakan sakit kepala diiringi dengan gejala ketidak seimbangan
dan penderita pada umumnya mengeluhkan adanya pandangan berputar diikuti
mual dan muntah. vertigo dapat disembuhkan tanpa obat, namun keadaan
vertigo sangat tidak mengenakkan karena dapat menjadikan penderita tidak
mampu beraktivitas.

Pengobatan Vertigo
Sering kali gejala vertigo akan membaik seiring berjalannya waktu meski
tanpa pengobatan, salah satunya dengan beristirahat. Hal ini terjadi karena

44
otak Anda dapat menyesuaikan diri pada perubahan telinga bagian dalam,
sebagai upaya menjaga keseimbangan tubuh.
Meski begitu, ada beragam pengobatan yang ditentukan berdasarkan
penyebab dan tingkat keparahan vertigo yang dialami oleh pasien, di
antaranya :
1) Vertigo yang disebabkan karena Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV)
Melakukan beberapa manuver kepala sederhana berikut ini bisa jadi salah
satu cara untuk mengatasi sensasi pusing yang Anda alami.
Manuver epley
1) Duduklah tegak di pinggir kasur Anda dengan tungkai tergantung.
Putar kepala Anda 45 derajat ke kiri. Taruh bantal di bawah Anda, jadi
ketika Anda berbaring, bantal akan bertumpu di antara bahu dan bukan
di bawah kepala Anda.
2) Segera berbaring, kepala menghadap kasur (tetap dalam sudut 45
derajat). Bantal harus berada di bawah bahu Anda. Tunggu 30 detik.
3) Putar kepala Anda 90 derajat ke kanan tanpa mengangkatnya. Tunggu
30 detik.
4) Putar kepala dan tubuh Anda dari sisi kiri ke sisi kanan, jadi Anda bisa
melihat lantai. Tunggu 30 detik.
5) Perlahan-lahan duduk lagi, tapi tetaplah di kasur selama beberapa
menit.
6) Ulangi instruksi gerakan dari sisi yang berbeda dan lakukan gerakan
ini tiga kali sebelum tidur setiap malamnya, sampai Anda tidak pusing
lagi selama 24 jam.

Manuver Foster/Half Somersault


1) Duduklah bersimpuh dan dongakkan kepala Anda ke atas menatap
langit-langit untuk beberapa detik.

45
2) Sentuh lantai dengan kepala (keadaan sujud). Selipkan dagu ke dalam
dada sehingga kepala Menyentuh atau masuk ke dalam lutut. Tunggu
sekitar 30 detik.
3) Masih dalam posisi bersujud, putar kepala Anda ke arah telinga yang
bermasalah (kalau Anda merasa pusing di sisi kiri, putar wajah ke siku
kiri). Tunggu 30 detik.
4) Kemudian dengan gerakan yang cepat, angkat kepala Anda sampai
posisinya lurus horizontal dengan punggung Anda. Jaga kepala Anda
tetap pada sudut 45 derajat. Tunggu 30 detik.
5) Setelah itu dengan gerakan yang cepat juga angkat kepala Anda dan
duduklah tegak, tapi tetap jaga kepala Anda menghadap bahu pada
posisi yang sama dengan telinga yang bermasalah. Lalu, berdilah
perlahan.

Anda bisa mengulangnya beberapa kali untuk mengurangi pusingnya.


Setelah ronde pertama, istirahatlah selama 15 menit sebelum lanjut lagi
ke ronde kedua.
Setelah melakukan beberapa manuver yang sudah di sebutkan di atas,
coba untuk tidak menggerakkan kepala Anda terlalu jauh ke atas ataupun
ke bawah dalam beberapa saat.
Jika Anda tidak merasa lebih baik selama seminggu setelah mencoba
latihan tersebut, segeralah bicarakan dengan dokter Anda lagi, dan tanya
apa yang sebaiknya Anda lakukan selanjutnya. Anda mungkin tidak
melakukan latihan tersebut dengan benar, atau mungkin ada sesuatu
lainnya yang menyebabkan sakit kepala Anda.
2) Untuk vertigo yang disebabkan penyakit Ménière
Jika vertigo Anda disebabkan karena penyakit ini, ada beberapa hal
yang bisa Anda lakukan untuk membantu meringankan kedua gejala
tersebut, yaitu :

46
1) Membatasi konsumsi garam dan diuretik untuk mengurangi volume
cairan yang tersimpan dalam tubuh
2) Menghindari kafein, cokelat, alkohol, dan rokok
3) Melakukan fisioterapi untuk mengatasi gangguan keseimbangan
4) Akupuntur dan akupresur bagi sebagian orang mampu mengurangi
gejala keduanya, namun sampai saat ini belum ada bukti ilmiah bahwa
hal tersebut efektif.

7. Gegar Otak
Gegar otak adalah luka pada otak yang disebabkan oleh benturan eksternal,
seperti jika kepala Anda terbentur benda fisik atau dengan kepala orang lain.
Gegar otak dapat menyebabkan linglung dan hilang kesadaran. Kondisi ini juga
dapat menyebabkan hilang ingatan (amnesia) akan peristiwa yang terjadi
sebelum maupun setelah benturan terjadi.
Gegar otak adalah bentuk halus dari cedera otak karena penyakit ini tidak
merusak tempurung kepala dan dapat sembuh dengan cepat.
Tanda-tanda & gejala
a. Tidak sadar sementara waktu
b. Kehilangan ingatan jangka pendek
c. Pusing
d. Sakit kepala
e. Linglung
f. Tidak dapat mengendalikan tubuh atau gangguan keseimbangan
g. Mual dan muntah
h. Tidak dapat berkonsentrasi
Gejala gegar otak biasanya berlangsung selama beberapa jam hingga
beberapa hari. Selain itu, masih ada juga beberapa ciri dan gejala gegar otak
yang tidak disebutkan di atas. Apabila Anda memiliki keluhan yang sama,
konsultasikan kepada dokter.

47
Pengobatan Gegar Otak
Beberapa pilihan pengobatan untuk gegar otak adalah:
a. Saat terjadi luka otak, pasien harus beristirahat dan dipantau dengan
sangat hati-hati di rumah.
b. Dokter dapat meresepkan obat pereda nyeri seperti paracetamol untuk
membantu pasien menghilangkan sakit kepala.
c. Pasien dilarang menggunakan ibuprofen dan aspirin karena kedua jenis
obat ini dapat meningkatkan risiko perdarahan.
d. Apabila gejala pasien tidak membaik atau bertambah gawat, pasien
mungkin mengalami pendarahan di otak dan telah terjadi
pembengkakan, sehingga perlu segera dibawa ke rumah sakit untuk
dirawat dan diobati.
Pengobatan di rumah
a. Konsumsi obat-obatan seperti paracetamol untuk mengurangi rasa
sakit pada luka.
b. Perhatikan asupan makanan Anda sesuai yang dianjurkan dokter.
c. Istirahat sampai Anda merasa pulih sepenuhnya. Tanyakan dokter
kapan bisa kembali beraktivitas seperti biasanya.
d. Hubungi dokter apabila kondisi pasien tidak membaik setelah 24 jam.
e. Hindari terjadinya cedera lain. Gegar otak dapat kambuh, khususnya
dalam jangka waktu 3 bulan, dan dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada otak bahkan kematian. Pasien dilarang main sepak
bola, basket, tinju, atau bela diri sampai setidaknya 3 bulan setelah
sembuh.

48
BAB VI

MUTU PELAYANAN HOME CARE

A. Pengertian Mutu Pelayanan


Kualitas merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan produk, jasa
manusia proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas
menurut Philip Kotler adalah keseluruhan diri serta sifat suatu produk atau
pelayanan yang berpengaruh terhadap kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
yang dinyatakan atau tersirat (Syafruddin, dkk, 2011).
B. Teori Peningkatan Kualitas Pelayanan
Dari skema diatas nampak bahwa langkah-langkah untuk peningkatan kualitas
dalam home care dapat dilakukan dengan cara:
1. Melakukan identifikasi terhadap masalah yang nyata dan potensial seperti
aturan, kualitas dari sistem yang ada, pelanggan dan strategi untuk
meningkatkan.
2. Analis dari praktek dan proses home care yang ada.
3. Identifikasi cara meningkatkan kualitas pelayanan home care.
4. Coba model praktek dan proses yang baru.
5. Gunakan model visual, bukan hanya tulisan untuk menjelaskan analisis
peningkatan dan pemahamannya bisa dalam bentuk chart, grafik dll.
6. Bandingkan perkembangan dari model yang baru dibandingkan sebelumnya.
7. Temukan tempat yang bisa digunakan sebagai benchmarking.
8. Lanjutkan proses untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil

49
C. Strategi Peningkatan Kualitas Tim
Strategi Peningkatan Kualitas Team dengan managemen asuhan keperawatan
dalam pelayanan home care nursing yaitu dengan manajemen kasus.
Dalam melaksanakan manajemen kasus, koordinator kasus dari perawat
bertindak sebagai case manajer yang akan melakukan koordinasi dengan tim
kesehatan home care yang sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya dalam
melakukan pelayanan home care nursing.
1. Perawat memiliki otonomi dalam pelayanan
2. Tanggung jawab dan tanggung gugat sebagai manajer kasus sesuai dengan
otoritas yang dimiliki.
3. Fragmentasi dalam pelayanan bisa dikurangi.
4. Evaluasi terhadap outcome dapat dibandingkan dari proses penerimaan hingga
akhir dan bisa dibandingkan dengan mudah dengan kasus yang hampir sama.
5. Kepuasan pasien, keluarga dan team home care akan lebih optimal.
6. Penggunaan sumber daya akan lebih efektif.
7. Kerjasama dengan team lain yang memiliki latar belakang yang sama akan
lebih optimal.
8. Pengkajian akan lebih fokus dan komprehensif.
9. Pendidikan kepada pasien dan keluarga akan lebih baik.
10. Kontinuitas layanan akan lebih baik.
(Suardana,2013).

D. Komponen Peningkatan Kualitas


Kualitas total suatu pelayanan terdiri atas tiga komponen utama yaitu
(Syafruddin, dkk, 2011) :
1. Technical quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output
(keluaran) pelayanan yang diterima pelanggan. Etal technical quality dapat
diperinci sebagai berikut :

50
a. Search quality yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum
membeli, misalnya harga.
b. Experience quality yaitu kualitas yang bisa dievaluasi pelanggan setelah
membeli atau meng-konsumsi suatu jasa pelayanan, misalnya ketepatan
waktu dan kecepatan pelayanan.
c. Credence quality yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan
meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa, misalnya kualitas pembedahan.
2. Fungsional quality yaitu komponen dengan kualitas cara menyampaikan suatu
jasa.
3. Corporate image yaitu profil, reputasi, citra umum, daya tarik khusus suatu
perusahaan.

E. Pengukuran Kualitas
Pengukuran kualitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Herlambang, S.
2016) :
1. Reliabilitas, kualitas pelayanan diukur dari konsistensi dari performance atau
penampilan secara yang meyakinkan dan dipercaya.
2. Tanggap, kualitas pelayanan diukur dengan ketanggapan, kemauan, kesiapan,
dan kecepatan petugas dalam memberikan pelayanan.
3. Kompetensi, kualitas pelayanan diukur dari kompetensi tenaga kesehatan yang
bermakna memiliki keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan, pelatihan yang pernah diikuti, pengakuan dari suatu
profesi, asosiasi atau institusi yang berwenang dan memiliki kredibilitas.
4. Accessibility, kualitas pelayanan yang diukur dari kemudahan pasien untuk
mendapatkan pelayanan dan dapat menghubungi petugas dengan mudah,
accessibility dapat diukur dengan menghitung waktu dalam mendapatkan
pelayanan dan kemudahan dalam mendapatkannya.
5. Etika petugas seperti kesopanan, rasa hormat, kesungguhan, keramatamahan
dari penyedia jasa.

51
6. Komunikasi berarti menjaga agar tiap pelanggan mendapat informasi sesuai
dengan bahasa yang mereka pahami dan mendengarkan keinginan mereka.
7. Kredibilitas menyangkut hal yang dapat dipercaya, kejujuran penyedia
pelayanan kesehatan.
8. Keamanan adalah bebas dari bahaya, resiko ataupun keraguan.
9. Kelengkapan fasilitas pelayanan dan penampilan lingkungan fisik dari suatu
jasa.

52
BAB VII

PENDIDIKAN PASIEN DI RUMAH

A. Pengertian Pendidikan Pasien di Rumah


Pendidikan pasien merupakan proses membantu pasien dengan cara
memberikan pengajaran tentang perilaku kesehatan agar pasien tersebut dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesehatan yang
optimal dan kemandirian dalam perawatan dirinya (Bastable, 2002).
Pemberian pendidikan kesehatan yang efektif penting dalam asuhan kesehatan
yang diberikan kepada pasien berfungsi untuk menurunkan jumlah klien ke rumah
sakit dan meminimalkan penyebaran penyakit yang dapat dicegah.Pendidikan
pasien di rumah adalah suatu proses tranformasi pengetahuan, sikap dan perilaku
hidup sehat yang ditujukan pada pasien di rumah dan keluarganya dalam rangka
meningkatkan tanggung jawab pasien dan keluarga untuk mencapai tujuan
perawatan. Pendidikan pada pasien di rumah merupakan komponen yang sangat
penting dalam pelayanan home care.
Perawat dan tenaga kesehatan bahwa pendidikan pada pasien di rumah
bersifat sangat dinamis tergantung perkembangan, kebutuhan, kebutuhan
pengambilan keputusan, kemampuan yang dimiliki dalam rangka peningkatan
kualitas hidup dan kemandirian pasien dan keluarga (Rice,2001).

B. Konsep tentang Pendidikan Pasien di Rumah


Konsep dan teori yang digunakan dalam pembelajaran khususnya dalam
pelayanan home care agar proses pembelajaran dapat dilakukan secara optimal
antara lain:
1. Behavioral learning theory
Teori ini di publikasikan oleh Guthtrie, Skinner dan Thorndike yang mengacu
pada model stimulus-respon dimana penguatan sangat penting dalam
melakukan modifikasi perilaku. Dalam melakukan pendidikan pada pasien atau

53
keluarga dengan pendekatan model ini harus diperhatikan beberapa kunci
antara lain:
a. Perilaku yang tidak diberikan penguatan biasanya akan menurun
b. Bentuk reward sebagai penguatan berbeda antara satu pasien dengan
pasien lain jadi ketahuilah apa yang disukai pasien sebagai reward.
c. Reward yang teratur dan konsisten diperlukan dalam melakukan
perbaikan pada tahap awal.
d. Jika sudah menunjukkan perubahan perilaku maka pemberian reward
tetap diperlukan.
e. Proses perubahan perilaku bukanlah sebuah hukuman
f. Merubah perilaku yang buruk yang menurut pasien menyenangkan
memerlukan strategi khusus.
2. Cognitive-development learning theory
Model ini dikembangkan oleh Erikson, Koehler, Koffka, Lewin dan
Piaget. Teori ini mengedepankan penghargaan terhadap pengalaman hidup
pasien sebagai salah satu bagian perkembangan kehidupannya yang
mempengaruhi persepsi mereka terhadap proses pembelajaran. Perubahan
persepsi mempengaruhi hasil pemikiran. Motivasi belajar sangat dipengaruhi
oleh kebutuhan, masalah yang ingin dipecahkan, dan stuktur kognitif yang
terbentuk dari pengalaman hidup. Menurut konsep ini belajar dapat diartikan
sebagai suatu proses internal yang berkesinambungan sebagai bentuk evolusi
yang mengarahkan perilaku seseorang. Dari konsep ini perawat dalam
melakukan edukasi hendaknya harus memperhatikan pengalaman yang dimiliki
pasien dan keluarganya dengan demikian perubahan yang dilakukan harus
diupayakan tetap memperhatikan pengalaman yang ada pasien.
3. Humanistic learning theories
Metode pembelajaran humanistik memberikan cara mendidik
komprehensif dengan memandang pasien dan keluarga sebagai makhluk yang
holistik dari sudut pandang tempat, waktu, bagaimana dan apa yang menjadi

54
kebutuhan belajar pasien. Elemen dari humanistik learning theories yang
memabantu dalam meningkatkan kemampuan belajar pasien di rumah adalah :
a. Cinta atau kasih sayang : pasien akan termotivasi belajar bila proses
belajar yang dilakukan sebagai wujud rasa kasih sayang perawat kepada
pasien dan keluarganya. Contoh : kita melatih Range of Motion (ROM)
pasien stroke dengan keras dan disiplin agar pasien tidak mengalami
kontraktur dan bisa cepat berjalan.
b. Kreativitas : Pasien dan keluarga akan termotivasi untuk belajar apabila
kreativitas posistif yang dilakukan dihargai oleh perawat. Contoh : Kita
memberikan dukungan pada keluarga yang sudah berinisiatif
menggunakan botol berisi air hangat untuk mengurangi keluhan nyeri
pada lutut yang menderita rhematik.
c. Perkembangan : Setiap kemajuan yang ditemukan merupakan hadiah
yang patut disyukuri oleh perawat, keluarga dan pasien.
d. Konsep diri : setiap proses belajar yang dilakukan akan optimal, jika
proses belajar tetap memberikan penghargaan terhadap setiap kelebihan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang dimiliki oleh pasien dan
keluarga.
e. Otonomi : Proses edukasi akan berdampak positif jika pasien diberikan
kepercayaan dan diberikan kebebasan dalam memilih dan melakukan
aktifitas belajar yang diinginkan.
f. Mengatur diri sendiri : Untuk mewujudkan tujuan proses belajar maka
sebaiknya pasien dan keluarga diberikan kesempatan untuk mengatur
sendiri kegiatan belajar yang dipilih.
4. Social-cognitive learning theories
Menurut teori ini proses belajar sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara
pasien atau keluarga mendapatkan pengetahuan, nilai-nilai, standar moral, dan
standar perilaku yang ada dilingkungannya. Menurut model ini kesiapan pasien
untuk mulai belajar tentang kesehatan sangat dipengaruhioleh faktor internal

55
dan faktor eksternal. Upaya perubahan perilaku akan semakin kuat jika
perubahan didorong oleh faktor internal. Untuk itu tenaga kesehatan harus
memahami faktor internal yang memungkinkan pasien untuk belajar (Locus of
Control). Model ini mungkin tidak banyak bisa diberlakukan pada pasien lanjut
usia dan orang dengan depresi, karena dengan kasus tersebut justru dukungan
dari luar akan lebih berarti.

C. Motivasi Belajar Pasien di Home Care


Berdasarkan konsep “Self-determination for self care” yang menjadi
motivator pasien dan keluarganya dipengaruhi oleh proses penyakit, sumber daya
social dan lingkungan, derajat otonomy, persepsi interpersonal dan budaya.
1. Disease process : proses penyakit berpengaruh terhadap kemampuan pasien
melakukan perawatan pada dirinya sendiri. Contoh proses belajar akan berbeda
pada pasien dengan stroke yang mengalami quadraplegic bila dibandingka
dengan meraka yang baru terdeteksi diabetes mellitus. Pasien dengan
ketergantungan penuh maka proses pembelajaran dapat lebih optimal bila
ditujukan kepada keluarga atau care giver bila dibandingkan dengan pasien.
2. Socioenvironmental resourcess: Kondisi sosial dan lingkungan sangat
berpengaruh dalam proses pembelajaran. Pasien yang tinggal pada keluarga
yang memiliki fasilitas lengkap akan lebih mudah melakukan edukasi terkait
pemenuhan kebutuhan dibandingkan pada pasien yang secara social dan
lingkungan terbatas.
3. Interpersonal perception : mengacu pada perbedaan persepsi pasien terkait
konsep sehat dan sakit. Hal ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya
individu tersebut.
4. Cultural consideration : Perawat dalam melakukan edukasi hendaknya
memperhatikan faktor etnik, budaya dan kepercayaan yang terkait dalam
penanganan pasien. Jika perawat bisa memahami dan menggabungkan antara

56
konsep modern dan tradicional yang berbasis budaya pasien, maka transformasi
akan lebih optimal.

D. Prinsip Pendidikan
Secara umum yang menjadi subyek dalam pembelajaran pada pasien yang
dirawat dirumah adalah orang dewasa baik sebagai pasien maupun care giver.
Untuk itu pemahaman tentang pembelajaran orang dewasa sangat penting
dikuasai. Orang dewasa memiliki karakteristik tersendiri yang senantiasa harus
diperhatikan ketika melakukan pembelajaran. Hal yang perlu mendapat perhatian
adalah pengalaman hidup, kondisi sosial ekonomi, tanggung jawab keluarga,
tujuan khusus dan keinginan untuk belajar. Selain itu gaya belajar, manfaat belajar
untuk memecahkan masalahnya dan keterbatasan kondisi fisik, mental dan kognitif
harus diperhatikan.
Orang dewasa akan belajar lebih baik jika apa yang dipelajari menarik dan
berguna untuk dirinya. Proses belajar pada orang dewasa akan lebih cepat jika
mulai dari apa yang dibutuhkannya. Proses belajar pada orang dewasa akan
berjalan lebih cepat apabila dalam proses menggunakan contoh-contoh actual dan
relevan dengan kondisi actual yang dialami oleh pasien. Mengabaikan dan
menolak pengalaman yang dimiliki akan mengurangi keberhasilan proses belajar.
Untuk itu dalam memenuhi kebutuhan belajar maka perawat hendaknya
menerapkan prinsip antara lain:
1. Buat proses pembelajaran secara bertahap dan realistis sesuai dengan
kemampuan, minat dan sumber daya yang ada.
2. Ikut sertakan keluarga untuk berpartisipasi dalam melakukan evaluasi hasil
belajar sesuai dengan tingkat pencapaian yang didapatkan
Berusaha memahami perilaku manusia yang kompleks untuk mengetahui cara
yang efektif melakukan pembelajaran.

57
E. Strategi pembelajaran di Rumah
Strategi terbaik yang dapat dipilihkan untuk melakukan edukasi pada pasien
dirumah antara lain diskusi, storytelling dan demonstrasi. Alat yang digunakan
dapat berupa computer, video, model, audiocassette tape, pamphlets, poster, foto,
cheklist dan karton.
1. Strategi pembelajaran pada kelompok khusus
Strategi pembelajaran secara khusus perlu dirancang dengan baik sesuai dengan
kondisi pasien. Secara umum yang dijadikan ketentuan dalam menetapkan
strategi pembelajaran khusus adalah umur, kondisi fisik dan psikologis pasien.

a. Pasien lansia
Pasien lansia memiliki karakteristik khsusus sebagai dampak dari
proses menuanya. Akibat proses menua lansia akan mengalami
penurunan fungsi indera yang berdampak pada penurunan kemampuan
menerima stimulus. Penurunan kognitif dan intelegensi mempengaruhi
kemampuan lansia dalam mengintepretasikan informasi, menganalisa
permasalahan dan penurunan daya ingat sehingga akan mempengaruhi
kecepatan proses belajar pasien. :
Cara yang dianjurkan untuk edukasi pada lanjut usia
1) Penyampaian informasi harus pelan
2) Jangan buru-buru mengarapkan respon pasien
3) Waktu yang disiapkan lebih banyak
4) Setiap sesi berikan informasi yang tidak terlalu banyak
5) Ulang informasi secara teratur
6) Gunakan analog
7) Berikan penguatan dengan menunjukkan video hasil rekaman
8) Gunakan kertas biru atau hijau
9) Gunakan kertas yang tidak mengkilap
10) Pastikan kaca mata lansia bersih

58
11) Huruf yang ukuran lebih besar dan jelas
12) Gunakan kalimat pendek dan sederhana
13) Pastikan muka kita dilihat jelas oleh lansia
14) Kurangi bising disekitar
15) Gunakan alat bantu dengar
16) Berikan waktu pada pasien untuk mengulang
17) Gunakan kombinasi teknik verbal, tulisan dan gambar
b. Pasien yang tidak kooperatif
Pasien yang telah lama dirawat, finansial kurang, dukungan keluarga
terbatas, pengetahuannya sangat kurang, tidak percaya dengan pelayanan
kesehatan, pasien setelah dirawat tidak mengalami perubahan yang berarti
menyebabkan pasien resisten terhadap semua edukasi yang diberikan.
Pasien biasanya sering menolak kehadiran perawat. Kondisi ini sering
menyebabkan perawat merasa frustasi, marah, kehilangan harapan dan
merasa tidak bermanfaat sehingga sering menyimpulkan bahwa perawat
tidak dihargai. Pada kasus-kasus seperti ini pasien biasanya sudah tidak
kooperatif. Jika pasien sulit untuk di edukasi maka sebaiknya perawat
melakukan kontrak pembelajaran.
c. Pasien buta huruf
1) Berikan therapy yang sederhana dan jadwal yang mudah dimengerti
2) Menggunakan waktu dengan menggunakan cuing (waktu dan situasi)
Contoh : minum obat malam -> minum obat selepas maghrib
3) Gunakan alat pembelajaran yang sederhana
4) Pembelajaran dilakukan pelan-pelan
5) Lebih hangat, jangan menggunakan pendekatan seperti menggurui
d. Pasien dengan gangguan jiwa
Perilaku yang banyak ditemukan pada pasien jiwa seperti, kecemasan,
ketakutan, tidak percaya dan kesalahan dalam melakukan persepsi
sehingga modal utama dari perawat dalam melakukan home care adalah

59
mempraktekkan komunikasi therapeutic. Langkah-langkah edukasi pada
pasien dengan gangguan jiwa adalah :
1) Buat pemeriksaan bukan membuat asumsi sendiri tentang kondisi
pasien
2) Bangun hubungan saling percaya
3) Tunjukkan perilaku yang sikap yang positif
4) Ikut sertakan dan perkuat peran keluarga dalam meningkatkan “self
esteem” pasien
5) Berbagi tujuan
6) Gunakan alat yang relevan yang bisa membangun keberanian, jelas
dan tidak mengabaikan aspek moral.
7) Hindari informasi dan rangsangan yang berlebihan
8) Seting wajah yang lembut untuk mengurangi stress dan meningkatkan
konsentrasi pasien
9) Berikan informasi secara verbal dan tertulis (jelaskan dan beri leaflet)
e. Pasien anak-anak
Pada pasien anak-anak terutama pada infant dan toddler serta
preschool harus memperhatikan hal-hal berikut: Disarankan
menggunakan alat-alat seperti boneka, wayang, binatang, dan alat-alat
kesehatan yang digunakan pada kelompok anak-anak.
f. Pasien usia sekolah
Secara umum kemampuan intelektual anak sudah berkembang. Anak
sudah mampu memahami aspek tubuh dan fungsi tubuh, memiliki
pengalaman dan sudah memiliki pandangan tersendiri meskipun masih
sederhana. Kemampuan koping masih belum optimal. Anak harus
diberikan informasi yang benar terutama jenis dan waktu pengobatan agar
pasien lebih taat mengikuti aturan medikasi dan perawatan.

60
g. Care giver
Care giver adalah orang yang secara langsung dan terus menerus
melakukan kontak dengan pasien. Yang menjadi care giver bisa social
worker, perawat, keluarga dan tenaga terlatih lainnya. Edukasi yang harus
diberikan kepada care giver adalah :
1) Peran, fungsi, hak dan kewenangan care giver
2) Cara mengetahui sumber dukungan bagi bagi pasien
3) Teknik komunikasi
4) Penguatan bahwa mereka merupakan bagian yang penting dalam
pelayanan
5) Latihan ketrampilan
6) Sistem kerja, pergantian dan pengalihan pelayanan

61
BAB VIII

PASIEN SAFETY DALAM HOME CARE

A. Pengertian Pasien safety


Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan (WHO).
Keselamatan pasien menurut Sunaryo (2009) adalah ada tidak adanya kesalahan
atau bebas dari cidera karena kecelakaan. Keselamatan pasien di rumah sakit
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang
meliputi assesment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien pelaporan dan analisis insiden. Kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan pencegahan terjadiya cidera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (Depkes RI, 2011)

B. Komponen Pasien Safety


1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)
2. Pastikan identifikasi pasien
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

62
C. Masalah – Masalah yang berhubungan dengan Pasien safety di Rumah
Menurut Rice R (2001) jenis kasus yang dapat dilayani pada perawatan
kesehatan di rumah meliputi kasus-kasus yang umum pasca perawatan di rumah
sakit dan kasus-kasus khusus yang di jumpai di komunitas.
1. Kasus umum yang merupakan pasca perawatan di rumah sakit adalah:
a. Klien dengan penyakit obstruktif paru kronis,
b. Klien dengan penyakit gagal jantung,
c. Klien dengan gangguan oksigenasi,
d. Klien dengan perlukaan kronis,
e. Klien dengan diabetes,
f. Klien dengan gangguan fungsi perkemihan,
g. Klien dengan kondisi pemulihan kesehatan atau rehabilitasi,
h. Klien dengan terapi cairan infus di rumah,
i. Klien dengan gangguan fungsi persyarafan,
j. Klien dengan HIV/AIDS.
2. Sedangkan kasus dengan kondisi khusus, meliputi :
a. Klien dengan post partum,
b. Klien dengan gangguan kesehatan mental,
c. Klien dengan kondisi usia lanjut,
d. Klien dengan kondisi terminal.

Berdasarkan fokus masalah kesehatan


Berdasarkan jenis malasah kesehatan yang dialami oleh klien, pelayanan
keperawatan di rumah (home care) di bagi tiga kategori yaitu :
1. Layanan perawatan klien sakit
Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling
banyak dilaksanakan pada pelayanan keperawatan di rumah sesuai dengan
alasan kenapa perlu di rawat di rumah. Individu yang sakit memerlukan asuhan

63
keperawatan untuk meningkatkan kesehatannya dan mencegah tingkat
keparahan sehingga tidak perlu di rawat di rumah sakit.
2. Layanan berbasis promotif dan preventif
Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada promosi dan
prevensi. Pelayanannya mencakup mempersiapkan seorang ibu bagaimana
merawat bayinya setelah melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh kembang
anak, mengajarkan lansia beradaptasi terhadap proses menua, serta tentag diet
mereka.
3. Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakit-
penyakit terminal misalnya kanker, penyakit-penyakit kronis seperti diabetes,
stroke, hipertensi, masalah-masalah kejiwaan dan asuhan paa anak.

Home Care (HC) Berbasis Rumah Sakit (Hospital Home Care)


Merupakan perawatan lanjutan pada klien yang telah dirawat dirumah sakit,
karena masih memerlukan bantuan layanan keperawatan, maka dilanjutkan
dirumah. Alasan munculnya jenis program ini selain apa yang telah dikemukakan
dalam alasan Home Care (HC) diatas, adalah :
1. Ambulasi dini dengan resiko memendeknya hari rawat, sehingga kesempatan
untuk melakukan pendidikan kesehatan sangat kurang (misalnya ibu post
partum normal hanya dirawat 1-3 hari, sehingga untuk mengajarkan bagaimana
cara menyusui yang baik, cara merawat tali pusat bayi, memandikan bayi,
merawat luka perineum ibu, senam post partum, dll) belum dilaksanakan secara
optimum sehingga kemandirian ibu masih kurang.
2. Menghindari resiko infeksi nosokomial yang dapat terjadi pada klien yang
dirawat dirumah sakit.
3. Makin banyaknya penyakit kronis, yang bila dirawat di RS tentu memerlukan
biaya yang besar.
4. Perlunya kesinambungan perawatan klien dari rumah sakit ke rumah, sehingga
akan meningkatkan kepuasan klien maupun perawat. Hasil penelitian dari

64
“Suharyati” staf dosen keperawatan komunitas PSIK Univ. Padjajaran Bandung
di RSHS Bandung menunjukkan bahwa konsumen RSHS cenderung menerima
program HHC (Hospital Home Care) dengan alasan ; lebih nyaman, tidak
merepotkan, menghemat waktu & biaya serta lebih mempercepat tali
kekeluargaan (Suharyati, 1998)
D. Tindakan yang berhubungan dengan Pasien Safety
Tindakan yang behubungan dengan pasien safety bisa berupa pengukuran
tanda-tanda vital; pemasangan atau penggantian selang lambung (NGT);
pemasangan atau penggantian kateter; perawatan luka dekubitus atau ulcer dan
jenis luka lainnya; penghisapan lendir dengan atau tanpa mesin; pemasangan
peralatan oksigen; penyuntikan (IM, IV, Sub kutan); pemasangan atau penggantian
infus; pengambilan preparat laboratorium (urin, darah, tinja, dan lain-lain);
pemberian huknah; perawatan kebersihan diri (mandi, keramas, dan lain-lain);
latihan atau exercise, fisioterapi, terapi wicara, dan pelayanan terapi lainnya;
transportasi klien; pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perawatan kesehatan;
konseling pada kasus-kasus khusus; konsultasi melalui telepon; memfasilitasi
untuk konsultasi ke dokter; menyiapkan menu makanan; menyiapkan dan
membersihkan tempat tidur; memfasilitasi terhadap kegiatan sosial atau
mendampingi; memfasilitasi perbaikan sarana atau kondisi kamar atau rumah.

65
BAB IX

PERAWATAN LUKA KRONIS

A. Perawatan Pasien Diabetes


1. Definisi Luka Kronis
Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan
penyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses
penyembuhan luka. Gangguan dapat berupa infeksi, dan dapat terjadi pada fase
inflamasi, poliferasi, atau maturasi. Biasanya luka akan sembuh setelah
perawatan yang tepat selama dua sampai 3 bulan (dengan memperhatikan faktor
penghambat penyembuhan). (Perry & Potter, 2006).
2. Jenis Luka Kronis
a. Luka Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke
dalam dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki.(Hariani & David,
2015).
b. Luka Kanker
Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker
stadium lanjut. Hoplamazian 2006 dalam Wijaya 2016, menyebutkan
definisi luka kanker sebagai kerusakan integritas kulit yang disebabkan
infiltrasi sel kanker. Infiltrasi sel kanker juga akan merusak pembuluh
darah dan membunuh lymph yang terdapat di kulit (Dudut Tanjung,
2007).
3. Warna dasar Luka
Luka dapat juga dibedakan berdasarkan warna dasar luka atau penampilan
klinis luka (clinical appearance). Klasifikasi ini juga dikenal dengan sebutan
RWB (red, yellow, black). Beberapa referensi menambahkan pink dan coklat
pada klasifikasi tersebut.

66
a. Hitam (black). Menurut Arisanty 2013, warna dasar luka hitam artinya
jaringan nekrosis (mati) dengan kecendrungan keras kering. Jaringan
tidak mendapatkan vaskulerisasi yang baik dari tubuh sehingga mati.
b. Kuning (yellow). Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis
(mati) yang lunak berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit
yang sering disebut dengan slough. Jaringan ini juga mengalami
kegagalan vaskulerisasi dalam tubuh dan memiliki eksudat yang banyak
hingga sangat banyak.
c. Merah (red). Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan
vaskulerisasi yang baik dan memiliki kecendrungan mudah berdarah.
Warna dasar merah menjadi tujuan klinisi dalam perawatan luka hingga
hingga luka dapat menutup. Hati yang tidak cerah atau berwarna pucat
karena kemungkinan ada lapisan biofilm yang menutupi jaringan
granulasi.
d. Pink. Warna dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup,
namun biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilundungi
selama proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan
epitel dapat membantu agar tidak timbul luka baru. (Puspita,2013)

B. Manajemen Perawatan Luka


Pengkajian luka perlu dilakukan untuk menentukan status luka dan
mengidentifikasi luka sehingga membantu proses penyembuhan. Sebuah
pendekatan terstruktur dalam pengkajian luka diperlukan untuk mempertahankan
standar yang baik dari perawatan. Ini melibatkan pengkajian pasien menyeluruh,
yang harus dilakukan oleh praktisi yang terampil dan kompeten, mengikuti
pedoman lokal dan nasional (Harding et al, 2008). Pengkajian yang tidak tepat
dapat menyebabkan penyembuhan luka tertunda , nyeri, peningkatan resiko infeksi
dan pengurangan kwalitas hidup bagi pasien (Ousey & Cook, 2011) untuk itu

67
dibutuhkan suatu alat dalam pengkajian luka untuk mengetahui perkembangan
luka antara lain:

1. TIME
Internasional Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB) banyak
mengembangkan konsep persiapan dasar luka. Menurut Schultz (2003) dalam
Arisanty 2013, persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan luka sehingga
dapat meningkatkan penyembuhan dari dalam tubuh sendiri atau memfasilitasi
efektifitas terapi lain. Metode ini bertujuan mempersiapkan dasar luka dari
adanya infeksi, benda asing, atau jaringan mati menjadi merah terang dengan
proses epitelisasi yang baik. TIME dikenalkan oleh Prof. Vincent Falanga pada
tahun 2003 yang disponsori oleh produk Smith dan Nephew dalam penelitian
ini sehingga keluar akronim (sebutan) manajemen TIME. T tissue management
(manajemen jaringan), I infection or inflammation control (pengendalian
infeksi), M moisture balance (keseimbangan kelembaban), dan E edge of
wound (pinggiran luka untuk mendukung proses epitelisasi).
a. Infection-Inflamation Control (Manajemen Infeksi dan Inflamsi)
TIME yang kedua adalah nfektion-inflammation control,yaitu kegiatan
mengatasi perkembangan jumlah kuman pada luka. Semua luka adalah
luka yang terkontaminasi, namuntidak selalu ada infeksi (Smith, 2014).
Luka dikatan infeksi jika ada tanda inflamasi/infeksi, eksudat purulen,
bertambah, dan berbau, luka meluas/ break down, dan pemeriksaan
penunjang diagnostik menunjukan leukosit dan makrofag meningkat,
kultur eksudat menunjukan bakteri >106/g jaringan.
b. Moisture Balance Managemen (Manajemen pengaturan kelembapan
luka) Winter (2013) menemukan evolusi kelembapan pada penyembuhan
luka (moist wond healing). Falanga (2003) mengemukakan bahwa cairan
yang berlebihan pada luka kronis dapat menyebabkan gangguan kegiatan
sel mediator seperti growth factor pada jaringan. Banyaknya cairan luka

68
(eksudat) pada luka kronis dapat menimbulkan maserasi dan perlukaan
baru pada daerah sekitar luka sehingga konsep kelembapan yang
dikembangkan adalah keseimbangan kelembapan pada luka. Tujuan
manajemennya adalah melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat,
mempertahankan kelembapan, dan mendukung penyembuhan luka
dengan menentukan jenis dan fungsi balutan yang akan digunakan. Luka
kering atau luka tanpa eksudat hingga luka eksudat minimal harus dibuat
lembab dengan memberikan balutan yang berfungsi memberikan hidrasi
dan kelembapan pada luka, seperti hydrogel, hydrocolloid, interactive wet
dressing, dan salep herbal TTO.
c. Epitelization Advancement Management ( Manajemen Tepi Luka)
Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut proses
epitelisasi. Proses penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Epitel (tepi
luka) sangat penting diperhatikan sehingga proses epitelisasi dapat
berlangsung secara efektif. Tepi luka yang siap melakukan proses
penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus, bersih, tipis, menyatu
dengan dasar luk, dan lunak. Tepi luka yang kasar disebabkan oleh
pencucian yang kurang bersih atau lemak yang dihasilkan oleh tubuh
menumpuk dan mengeras di tepi luka. Tepi luka yang tebal disebabkan
oleh proses epitelisasi yang tidak mau maju (tetap ditempat) sehingga
epitel menumpuk di tepi luka dan menebal. Dasar luka yang belum
menyatu dengan tepi luka disebabkan oleh adanya kedalaman,
undermining, atau jaringan mati. Jika di tepi luka masih ada jaringan mati
(nekrosis) jaringan tersebut harus diangkat. Jika ada kedalaman dan
undermining, proses granulasi harus dirangsang dengan dengan
menciptakan kondisi yang sangat lembap (hipermoist) yang seimbang.
Jika tinggi luka dengan tepi luka sama (menyatu), proses epitelisasi dapat
terjadi dengan baik dan rata. Jika dasar luka belum menyatu dengan tepi
luka, namun proses epitelisasi telah terjadi, hal ini dapat menyebabkan

69
luka sembuh dengan permukaan yang tidak rata. Tepi luka juga harus
lunak, jika tidak , epitel akan mengalami kesulitan menyebrang karena
tepi luka yang keras (frozen). Cara epektif untuk melunakannnya adalah
menggunakan minyak dan melakukan masase (pijat) dengan lembut.

2. BWAT (Bates-Jensen Wound Assesment Tool ) Barbara Bates – Jensen pun


telah mencetuskan alat ukur pengkajian luka lainnya yang diberi nama Bates-
Jensen Wound Assessmen Tool (BWAT). BWAT merupakan instrumen yang
lebih lengkap dan rinci dalam mengevaluasi luka ulkus dekubitus (Jensen
dalam Febrianti 2014). BWAT atau pada asalnya dikenal dengan nama PSST
(Pressure Sore Status Tool) merupakan skala yang dikembangkan dan
digunakan untuk mengkaji kondisi luka tekan. Skala ini sudah teruji validitas
dan reliabilitasnya ,sehingga alat ini sudah biasa digunakan di rumah sakit atau
klinik kesehatan. Nilai yang dihasilkan dari skala ini menggambarkan status
keparahan luka. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan maka menggambarkan
pula status luka pasien yang semakin parah (Pillenet al., 2009).
BWAT terdiri dari 13 item pengkajian di dalamnya, yaitu :Size, Depth, Edges,
Undermining, Necrotic Tissue Type, Necrotic Tissue Amount, Exudate Type,
Exudate Amount, Skin Color Surrounding Wound, Peripheral Tissue
Edema,Pheriperaln Tissue Induration, Granulation Tissue, dan Epithelialisa-
tion. Ke 13 item tersebut digunakan sebagai pengkajian luka tekan pada pasien.
Setiap item di atas mempunyai nilai yang menggambarkan status luka tekan
pasien (Daniela Fernanda. Et.al., 2015). Adapun format pengisian penilaian
luka “Bates –Jensen” adalah sebagai berikut (Mustiah dan Daniela et,all, 2015).

70
BAB X

PERAWATAN PASIEN HIV/AIDS

A. Perawatan Pasien HIV/AIDS


ODHA tidak selalu harus dirawat di rumah sakit kecuali jika kondisi ODHA
memerlukan perawatan yang hanya bisa dilakukan di rumah sakit atau fasilitas
layanan kesehatan lainnya.

Kondisi ODHA yang tidak bisa dirawat dirumah, antara lain:

1. Penurunan kesadaran
2. Membutuhkan perawatan khusus yang tergantung kepada bantuan orang lain
atau memerlukan peralatan khusus
3. Ancaman terhadap dirinya atau orang lain, oleh dirinya sendiri atau orang lain

ODHA adalah anggota keluarga sehingga tinggal bersama-sama anggota


keluarga lainnya dirumah adalah tempat terbaik untuk merawat ODHA. Dukungan
dari keluarga dan orang-orang yang mencintainya akan memberikan kekuatan
tersendiri bagi ODHA agar bisa terus optimis,aktif dan produktif. Beberapa
langkah yang dapat dilakukan untuk membantu perawatan ODHA di rumah:

Langkah 1 : Jika Pasien Dan Anggota Keluarga Baru Mengetahui Terinfeksi


HIV:

Perhatikan reaksi ODHA, Perhatikan reaksi anggota keluarga seperti shock,


penolakan,kemarahan, tawar-menawar, kecemasan-ketakutan, kesepian, depresi,
sedih, menerima, berharap dan lain-lain.

Sebagai anggota keluarga perlu memberikan ketenangan kepada ODHA dan


anggota keluarga lainnya untuk menjaga agar tidak terjadi kepanikan dan
kekhawatiranyang berlebihan. Beberapa cara bisa dilakukan antara lain:

71
1. Sampaikan bahwa ODHA ada dapat obat ARV yang disediakan oleh
pemerintah secara Cuma-Cuma dilayanan kesehatan yang telah menyediakan
layanan perawatan, pengobatan dan dukungan.
2. Sampaikan informasi yang benar berkaitan dengan HIV agar ODHA dan
keluarga tidak panic dan dapat menerima kondisinya dengan lebih baik
3. Tunjukkan dukungan moral dan spiritual kepada ODHA dan anggota keluarga
lainnya.

Langkah 2: Jika Pasien Tersebut Telah Mendapatkan Pengobatan ARV,


Lakukan Dukungan Kepatuhan Pengobatan:

1. Sampaikan manfaat ARV yang diminum secara teratur dan terus-menerus.


2. Jadilah PMO yang baik, sabar dan telaten dengan selalu mengingatkan untuk
minum obat pada waktunya
3. Berilah dorongan kepada ODHA untuk mandiri dalam pengobatannya sehingga
lambat taun PMO tidak harus mengingatkan
4. Berilah dorongan dan kesempatan kepada ODHA untuk mampu melakukan
aktifitas sehari-hari seperti biasa sebelum terinfeksi HIIV serta menyakinkan
ODHA bahwa pengobatan ARV yang teratur tetap menjadikannya aktif dan
produktif seperti orang yang tidak terinfeksi HIV
5. Jika timbul efek sampig yang tidak bisa diatasi oleh keluaraga atau pendamping
ODHA, maka segeralah rujuk ke fasilitas layanan kesehatan terdekat yang
memiliki fasilitas pengobatan bagi ODHA.
C. Melindungi ODHA Terhadap Infeksi
ODHA dapat menjadi sangat sakit akibat kuman dan infeksi biasa. Memeluk,
berpegangan-tangan, memijat dan berbagai cara bersentuhan lain, aman untuk kita
dan dibutuhkan Odha. Tetapi kita harus berhati-hati agar tidak menularkan kuman
yang dapat menyakiti orang yang kita rawat.

72
1. Cuci Tangan
Mencuci tangan adalah satu-satunya cara terbaik untuk membunuh
kuman. Cuci tangan setelah memakai kamar kecil dan sebelum menyediakan
makanan. Cuci lagi tangan sebelum dan setelah menyuapinya, memandikannya,
membantunya memakai kamar kecil, atau melakukan perawatan lain.
2. Menutup Luka
Jika kita tersayat atau luka, khususnya di tangan, kita harus lebih
berhati-hati agar tidak menulari Odha atau kita sendiri.
3. Jauhkan Orang yang Sakit
Jika kita atau orang lain sakit, menjauhlah dari Odha hingga kita sehat..
4. Perlengkapan Pribadi
Odha sebaiknya tidak memakai perlengkapan pribadi bergantian; ini termasuk
pisau cukur, sikat gigi, jepitan, gunting kuku atau kutikel, anting atau perhiasan
“tajam” lainnya, atau perlengkapan pribadi lain yang dapat terkena darah.

D. Perawatan Pasien Penyakit Jantung Fungsional


Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan
yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
1. Tata Laksana Non Farmakologi
a. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada
terapi farmakologi maupun non-farmakologi.
b. Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis
diuretik atas pertmbangan dokter.
c. Asupan cairan

73
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada
semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan
keuntungan klinis.
d. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
e. Kehilangan berat badan tanpa rencana
f. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung
kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik
dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.

2. Tata Laksana Farmakologi


Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan
penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit
jantung.
a. Analgetik untuk penghilang rasa nyeri
b. Beta bloker (seperti bisoprolol, atenolol, metopropol, propanolol) adalah
golongan obat yang digunakan untuk menangani beragam kondisi pada
jantung. Obat-obat dari golongan ini bekerja dengan cara menekan efek
dari hormone epinephrine atau adrenaline, yaitu hormone yang berperan
dalam mengalirkann darah, sehingga membuat jnatung berdenyut lebih
lambat dan sedikit bekerja, serta tekanan darah turun.
c. ACE inhibitor (seperti captopril dan ramipril) berfungsi menghambat
tubuh menghasilkan angiotensin sehingga menurunkan tekanan darah.

74
d. Angiotensin II receptor blocker (seperti losartan) bekerja dengan
menghambat efek angiotensin sehingga menurunkan tekanan darah.
e. Antikoagulan (seperti heparin dan wafarin) berfungsi mencegah
gumpalan darah dengan menghambat kerja faktor pembekuan darah.
f. Antiplatelet (seperti aspirin dan clopidrogel) sama halnya dengan
anikoagulan, berfungsi untuk mencegah terbentuknya gumpalan darah
dengan cara berbeda.
g. Penurun kolestrerol (seperti atorvastatin) berfungsi meningkatkan kadar
kolesterol baik HDL dan menurunkan kadar kolestrol jahat LDL.
h. Terapi simptomatik lainnya

3. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung


Penyakit jantung fungsional (neurosis kardiak) adalah kelainan dengan keluhan
seperti penyakit jantung tanpa kelainan organik.
a. Nyeri dada yang meneyrupai angina pectoris
b. Berdebar-debar atau palpitasi, sesak nafas, nafas terasa berat
c. Keluhan vegetative: tremor, sakit kepala, susah tidur
d. Keluhan psikis : rasa takut, risau/ was-was, gelisah
e. Keluhan-keluhan umum lainnya seperti pandangan mata gelap,
berkunang-kunang.

75

Anda mungkin juga menyukai