Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH DEMOGRAFI DAN KESLING

“Fertilitas dan Peranan Tenaga Kesehatan / keperawatan”

Kelas II.B

Oleh kelompok 3

Aurellia Agnethasya : 183110205

Latifa Putri Agusti : 183110218

Dosen pembimbing :

Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES PADANG

TA 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kepada ALLAH SWT. Atas segala taufik, hidayah serta inayah-
Nya yang senantiasa tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Demografi ini
tanpa adanya halangan dan hambatan yang berarti. Sholawat serta salam tidak lupa juga
penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi MuhammadSAW.

Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan menjadi
gambaran bagi pembaca mengenai ilmu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan
Demografi .Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis banyak menemui hambatan dan
juga kesulitan namun, berkat bimbingan, arahan, serta bantuan dari banyak pihak, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tanpa melampaui batas waktu yang telah di
tentukan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
lebih sempurnanya hasil makalah ini. Akhir kata, penulis hanya dapat berharap agar hasil
makalah ini dapat berguna bagi semua pihak serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha
penulis selama ini.

Padang, 8 Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDHULUAN

1.1 Latar belakang .......................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................4

1.3 Tujuan ....................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fertilitas .............................................................................................5

2.2 Konsep Fertilitas ..................................................................................................6

2.3 Indikator Fertilitas ...............................................................................................6

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Fertilitas ................................................................7

2.5 Pengukuran Fertilitas ..........................................................................................9

2.6 Peranan Tenaga Kesehatan/Keperawatan ………………………………………13

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut
banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk
melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama
dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran
pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan
penduduk dan reproduksi manusia.

Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya
bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas,
berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan
jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda
kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak
dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.

Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi dalam


reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini disebut
infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.

Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang
tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa masyarakat
yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/
pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang
telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita
dikatakan subur jika wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan konsep dari Fertilitas ?


2. Apa saja indikator Fertilitas ?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi Fertilitas ?
4. Bagaimana pengukuran Fertilitas ?

1.3 Tujuan

1. Untuk memahami pengertian dan konsep dari Fertilitas


2. Untuk mengetahui apa saja indikator Fertilitas
3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi Fertilitas

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fertilitas (Kelahiran)

Fertilitas (kelahiran) sebagai istilah demografi sebagai hasil reproduksi yang nyata
dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut
banyaknya bayi yang lahir (FEUI, 1981). Dari pengertian ini, kelahiran merupakan
banyaknya bayi yang lahir dari wanita. Ada bayi yang disebut lahir hidup yaitu lahirnya
seorang bayi yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan, tidak diperkirakan berapa lama bayi
tersebut menunjukkan tanda-tanda kehidupan tersebut. Tanda-tanda kehidupan antara lain
bernafas, ada denyutan jantung dan lain-lain. Ada pula bayi lahir mati artinya bayi tanpa
menunjukkan tanda-tanda kehidupan (Sinuraya, 1990).

Fertilitas adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam bidang demografi untuk
menggambarkan jumlah anak yang benar-benar dilahirkan hidup (Pollard, 1989). Disamping
istilah fertilitas ada juga istilah fekunditas (fecundity) sebagai petunjuk kepada kemampuan
fisiologis dan biologis seorang perempuan untuk menghasilkan anak lahir hidup (Mantra,
2006). Fertilitas biasanya diukur sebagai frekuensi kelahiran yang terjadi di dalam sejumlah
penduduk tertentu. Disatu pihak mungkin akan lebih wajar bila fertilitas dipandang sebagai
jumlah kelahiran per orang atau per pasangan, selama masa kesuburan (Barcla, 1984).

Menurut Kotmanda (2010) yang mengutip pendapat Hatmadji (1981), ferttilitas


merupakan kemampuan seorang wanita untuk menghasilkan kelahiran hidup. Fertilitas
merupakan hasil reproduksi nyata dari seorang atau sekelompok wanita, sedangkan dalam
pengertian demografi menyatakan banyaknya bayi yang lahir hidup. Menurut Ali (2011) yang
mengutip pendapat Pollard (1984), fertilitas adalah suatu istilah yang dipergunakan di dalam
bidang demografi untuk menggambarkan jumlah anak yang benar- benar dilahirkan hidup.
Fertilitas juga diartikan sebagai suatu ukuran yang diterapkan untuk mengukur hasil
reproduksi wanita yang diperoleh dari statistik jumlah kelahiran hidup. Menurut Sukarno
(2010) Fertilitas merupakan jumlah dari anak yang dilahirkan hidup dengan pengertian
bahwa anak yang pernah dilahirkan dalam kondisi hidup menunjukkan tanda-tanda
kehidupan. Jika anak pada saat dilahirkan dalam kondisi hidup kemudian meninggal pada
waktu masih bayi tetap dikatakan anak lahir hidup (ALH).

Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas


(kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat melahirkan lebih dari
seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena kelahiran melibatkan dua orang
(suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang
meninggal). Seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu
orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah
melahirkan seorang anak, tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.

5
2.2 Konsep Fertilitas

Menurut Nadeak (2013) yang mengutip buku Dasar-dasar Demografi terbitan FEUI,
dijelaskan konsep-konsep penting yang harus dipegang dalam mengkaji fenomena fertilitas,
diantaranya:

1. Lahir Hidup Lahir hidup (Life Birth), menurut WHO, adalah suatu kelahiran seorang
bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi
menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misal : bernafas, ada denyut jantungnya atau tali
pusat atau gerakan-gerakan otot.
2. Lahir Mati Lahir mati (Still Birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang
berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
3. Abortus Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kurang dari 28
minggu. Ada dua macam abortus : disengaja (induced) dan tidak disengaja
(spontaneus). Abortus yang disengaja mungkin lebih sering kita kenal dengan istilah
aborsi dan yang tidak disengaja lebih sering kita kenal dengan istilah keguguran.
4. Masa Reproduksi (Childbearing age) adalah masa dimana perempuan melahirkan,
yang disebut juga usia subur (15-49 tahun).

2.3 Indikator Fertilitas

Menurut Wati (2012) yang mengutip datastatistik (2010), indikator fertilitas adalah :

1) Angka Kelahiran Tahunan (Current Fertility)

a. Jumlah Kelahiran
b. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate – CBR)
c. Angka Kelahiran Menurut Umur
d. Angka fertilitas Total

2) Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH)

a. Anak Lahir Hidup (ALH) atau Children Ever Born (CEB)


b. Anak Masih Hidup (AMH) atau Children Still Living (CSL)
c. Rasio Anak-Wanita atau Child Women Ratio (CWR).

2) Paritas

Paritas adalah keadaan melahirkan anak baik hidup atau mati, tetapi bukan
aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya. Dengan demikian, kelahiran kembar hanya
dihitung sebagai satu kali paritas (Stedman, 2003).Paritas adalah banyaknya
kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang perempuan (BKKBN,2006).

4) Keluarga Berencana

a. Angka Prevalensi Pemakaian Kontrasepsi (CPR)


b. Angka tidak terpenuhinya kebutuhan KB (Unmet-need)

6
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Fertilitas

A. Menurut Moni Nag

Menurut Moni Nag Menurut Urip (2014) yang mengutip pendapat Moni Nag (1979),
seorang antropolog, mengemukakan 10 variabel fertilitas yang dipengaruhi oleh modernisasi.
Dasar pemikirannya adalah bahwa industrialisasi, urbanisasi, dan beberapa bentuk perubahan
sosial, diantaranya proses modernisasi, pada umumnya dapat menyebabkan turunnya fertilitas
melalui tindakan pengendalian kelahiran (seperti kontrasepsi dan usaha pengguguran) serta
penundaan usia kawin. Di negara-negara sedang berkembang menunjukkan adanya pengaruh
modernisasi terhadap fertilitas.

Ada 4 faktor utama yang dapat dikemukakan dalam pemikiran Moni Nag, yaitu :

1. Mulai keluarnya ovulasi dan menstruasi sesudah melahirkan, sebagai akibat dari
pengurangan praktek menyusui atau laktasi.
2. Berkurangnya praktek pantang senggama sesudah melahirkan.
3. Berkurangnya atau hilangnya masa reproduksi pada seorang wanita disebabkan oleh
karena menjanda pada usia muda.
4. Pengurangan pengaruh pemandulan atau sterilisasi sebagai akibat pengobatan yang
bertambah baik terhadap penyakit kelamin.

Ada 10 variabel (yang dipengaruhi modernisasi) yang mempengaruhi naikturunnya fertilitas :

1. Fekunditas (amenorrhea dan ovulasi), yang dipengaruhi oleh laktasi (lamanya


menyusui). Pada wanita modern banyak meninggalkan kebiasaan menyusui anaknya.
Hal ini juga dipengaruhi oleh gencarnya susu kaleng, sehingga menyebabkan
kesuburan wanita cepat datang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang wanita,
maka semakin tinggi pula untuk meninggalkan laktasi.
2. Fekunditas dalam hal ini amenorrhea (periode mati haid atau berhentinya haid secara
alami setelah melahirkan), menarche (periode haid yang pertama), dan menopause
(periode berhentinya haid), yang dipengaruhi oleh gizi (nutrisi). Dalam hal ini
modernisasi menyebabkan meningkatnya ekonomi dan kesehatan, sehingga
pemenuhan gizi dapat meningkat. Gizi yang baik akan mempengaruhi fekunditas dan
akan mempengaruhi menarche, sehingga usia reproduksi meningkat dan menopause
bisa lebih lama.
3. Keguguran (miscarriage) dan lahir mati (stillbirth) lebih sedikit karena kesehatan yang
terpelihara dengan baik.
4. Kemandulan yang disebabkan oleh penyakit kelamin akan menurun karena kesehatan
meningkat dan bertambah baik, sehingga kesuburan wanita meningkat.
5. Abstinensi (pantang) sukarela terutama sesudah melahirkan tidak tinggi lagi, sehingga
fertilitas naik.
6. Keadaan menjanda dan janda (widowerkrod) prosentasenya menurun, sehingga
menyebabkan fertilitas naik.
7. Perceraian dan perpisahan juga berkurang karena ekonomi membaik, sehingga
fertilitas naik.

7
8. Usia kawin dan proporsi wanita yang tidak pernah kawin (selibat). Usia kawin
meningkat dan proporsi wanita tidak kawin menurun karena ekonomi membaik,
sehingga fetilitas naik.
9. Frekuensi hubungan kelamin (intercouse) makin tinggi terutama dalam hubungan
dengan keluarga luasnya, sehingga fertilitas naik.
10. Abstinensi terpaksa atau tidak sengaja berkurang, sehingga fertilitas naik.

B. Menurut Kingsley Davis & Judith Blake

Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi. Sebelum
disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas
sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi salah satu sub-bidang
sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya
merupakan analisis sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970)
telah mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada
hakekatnya bersifat sosiologis (Mundiharno, 1997).

Dalam tulisannya yang berjudul “The social structure and fertility: an analytic
framework (1956)” Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis sosiologis tentang
fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas
melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate variables). Menurut Davis
dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi fertilitas akan
melalui “variabel antara”.

Ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan


dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan diadakan persetubuhan atau


hubungan kelamin (Intercourse Variables).

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi diadakan atau terputusnya hubungan kelamin


pada masa reproduksi.

i. Usia mulai mengadakan hubungan kelamin atau persetubuhan.


ii. Selibat tetap : proporsi wanita yang tidak pernah kawin atau mengadakan
persetubuhan.
iii. Lamanya suatu reproduksi yang hilang setelah atau diantara masa
hubungan kelamin

a. Bila hidup sebagai suami istri itu putus karena perceraian, berpisah, atau
mingggat (salah seorang melarikan diri).

b. Bila hidup sebagai suami istri itu putus karena kematian sang suami.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi diadakan persetubuhan atau hubungan kelamin.

8
i. Pantang sukarela.
ii. Pantang terpaksa (karena impoten, sakit, berpisah sementara yang tak
dapat dielakkan).
iii. Frekuensi persetubuhan (tidak termasuk masa pantang).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan kehamilan (Conception Variables).

i. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oeh hal-hal yang tidak


diinginkan atau diluar kemauan.
ii. Menggunakan atau tidak menggunakan alat-alat kontrasepsi.

a. Alat mekanik dan bahan kimiawi.

b. Dan lain-lain

iii. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh hal-hal yang diinginkan
atau disengaja, (sterilisasi, sub-insisi (pembelahan bagian bawah penis
sehingga semen tidak keluar melalui kepala penis), obatobatan, dan
sebagainya).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi masa hamil dan kelahiran dengan selamat


(Gestation Variables).

i. Kematian fetus (janin) karena hal-hal yang tidak disengaja.


ii. Kematian fetus karena hal-hal yang disengaja (Fawcett, 1982).

Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua masyarakat.
Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positip dan negatipnya
sendirisendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak dipraktekan maka variabel
nomor 11 tersebut bernilai positip terhadap fertilitas.

Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak ada pengguguran. Dengan demikian
ketidak-adaan variabel tersebut juga menimbulkan pengaruh terhadap fertilitas, hanya
pengaruhnya bersifat positip. Karena di suatu masyarakat masing-masing variabel bernilai
negatip atau positip maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada neraca netto
dari nilai semua variabel. Lebih lanjut dalam artikelnya Davis dan Blake menguraikan tetang
pengaruh pola-pola institusional terhadap fertilitas melalui 11 variabel antara yang telah
dikemukakan dimuka (Mundiharno, 1997).

2.5 Pengukuran Fertilitas

Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang (suami


dan isteri), sedangkan kelahiran hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal).
Masalah yang lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas adalah tidak semua perempuan
mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka tidak mendapat
pasangan untuk berumah tangga. Juga ada beberapa perempuan yang bercerai, menjanda.

Dalam teori fertilitas, perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain :

9
a. Angka laju fertilitas menunjukkan dua pilihan jangka waktu, yaitu jumlah kelahiran
selama jangka waktu pendek (biasanya satu tahun), dan jumlah kelahiran selama
jangka waktu panjang (selama usia reproduksi).
b. Suatu kelahiran disebut “lahir hidup” (liva birth) apabila pada waktu lahir terdapat
tanda-tanda kehidupan, misalnya menangis, bernafas, jantung berdenyut. Jika tidak
ada tanda-tanda kehidupan tersebut disebut “lahir mati” (still birth) yang tidak
diperhitungkan sebagai kelahiran dalam fertilitas.
c. Pengukuran fertilitas lebih rumit daripada pengukuran mortalitas karena:

i. Seorang wanita dapat melahirkan beberapa kali, sedangkan ia hanya meninggala


satu kali.
ii. Kelahiran melibatkan dua orang (suami-isteri), sedangkan kematian melibatkan
satu orang saja.
iii. Tidak semua wanita mengalami peristiwa melahirkan, mungkin karena tidak
kawin, mandul, atau sebab-sebab yang lain.

Memperhatikan perbedaan antara kematian dan le;ahiran seeperti tersebut di atas,


memungkinkan untuk melaksanakan dua macam pengukuran fertilitas yaitu fertilitas tahunan
dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas kumulatif adalah mengukur jumlah
rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan hingga mengakhiri batas usia subur.
Sedangkan pengukuran fertilitas tahunan (vital rates) adalah mengukur jumlah kelahiran pada
tahun tertentu dihubungkan dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko untuk
melahirkan pada tahun tersebut.

Ada dua macam pengukuran fertilitas:

a. Ukuran Fertilitas Tahunan (Vital Rates/Current Fertility)

a. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR) Angka kelahiran kasar didefenisikan
sebagai banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk
pada pertengahan tahun (Mantra, 2006). Perhitungan CBR ini sangat sederhana
karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun, namun CBR ini mempunyai kelemahan
yakni tidak memisahkan penduduk laki-laki dan perempuan yang masih anak-anak
dan yang berumur 50 tahun ke atas sehingga angka yang dihasilkan sangat kasar
(BKKBN, 2006).

Angka kelahiran ini disebut “kasar” karena sebagai penyebut digunakan jumlah
penduduk yang berarti termasuk penduduk yang tidak mempunyai peluang
melahirkan juga diikutsertakan, seperti anak-anak, laki-laki, dan wanita lanjut usia.

Angka ini dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat fertilitas secara umum
dalam waktu singkat, tetapi kurang sensitif untuk:

1) Membandingkan tingkat fertilitas dua wilayah

2) Mengukur perubahan fertilitas karena perubahan pada tingkat kelahiran akan


menimbulkan perubahan pada jumlah penduduk (Mubarak, 2012).

10
b. Angka Kelahiran Umum (General Fertility Rate/GFR) Perbandingan antara jumlah
kelahiran dengan jumlah penduduk perempuan usia subur (15-49 tahun). Jadi sebagai
penyebut tidak menggunakan jumlah penduduk pertengahan tahun umur 15-49 tahun.
c. Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur (Age Specific Fertility Rate/ASFR)
Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur (ASFR) ialah jumlah kelahiran hidup
oleh ibu pada golongan umur tertentu yang dicatat selama satu tahun per 1.000
penduduk wanita pada golongan umur tertentu pada tahun yang sama (Mubarak,
2012).

Di antara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) terdapat variasi


kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan pada
tiap-tiap kelompok umur (age specific fertility rate) (Mantra, 2006). Angka ini
menunjukkan banyaknya kelahiran menurut umur wanita yang berada dalam
kelompok umur antara 15-49 tahun per wanita pada kelompok umur yang sama.
Dengan demikian semakin banyak ibu yang berada di suatu kelompok umur tersebut
akan lebih memungkinkan kelompok umur tersebut memiliki angka kelahiran yang
lebih tinggi (BKKBN, 2006).

Angka fertilitas menurut golongan umur dimaksudkan untuk mengatasi


kelemahan angka kelahiran kasar karena tingkat kesuburan pada setiap golongan
umur tidak sama hingga gambaran kelahiran menjadi lebih teliti. Perhitungan fertilitas
menurut golongan umur biasanya dilakukan dengan interval 5 tahun hingga bila
wanita dianggap usia subur terletak antara umur 15-49 tahun, akan di peroleh
sebanyak 7 golongan umur. Dengan demikian dapat di susun menjadi distribusi
frekuensi pada setiap golongan umur. Dari distribusi frekuensi tersebut, dapat
diketahui pada golongan umur berapa yang mempunyai tingkat kesuburan tertinggi.
Hal ini penting untuk menentukan prioritas program keluarga berencana (Mubarak,
2012).

d. Angka Kelahiran Menurut Urutan (Birth Order Specific Fertility Rates/BOSFR)


Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk mengukur tinggi
rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang istrimenambah kelahiran
tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin
menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu, dan juga
umur anak yang masih hidup.

2. Reproductive History)

a. Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate/TFR) TFR didefinisikan sebagai


jumlah kelahiran hidup laki-laki dan perempuan tiap 1000 perempuan yang hidup
hingga akhir masa reproduksinya (BKKBN, 2006).

Tingkat Fertilitas Total didefenisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan
perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir masa reproduksinya
dengan catatan :

i. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa


reproduksinya.

11
ii. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu
(Mantra, 2006).

Menurut Mantra (2006), tingkat fertilitas total menggambarkan riwayat fertilitas dari
sejumlah perempuan hipotesis selama masa reproduksinya. Hal ini sesuai dengan riwayat
kematian dari tabel kematian penampang lintang (cross sectional life table). Dalam praktek
Tingkat Fertilitas Total dikerjakan dengan menjumlahkan Tingkat Fertilitas perempuan
menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang lima tahunan, dengan asumsi bahwa
fertilitas menurut umur tunggal sama dengan rata-rata tingkat fertilitas kelompok umur lima
tahunan.

Kelemahan pada perhitungan TFR ialah pada TFR semua wanita selama masa subur
dianggap tidak ada yang meninggal, semuanya menikah, serta mempunyai anak dengan pola
seperti ASFR, padahal hal ini tidak sesuai dengan kenyataan (Mubarak, 2012).

b. Angka Reproduksi Nyata (Gross Reproduction Rates/GRR)

Gross Reproduction Rate ialah jumlah kelahiran bayi perempuan oleh 1.000 perempuan
sepanjang masa reproduksinya dengan catatan tidak ada seorang perempuan yang meninggal
sebelum mengakhiri masa reproduksinya, seperti angkat kelahiran total.

c. Angka Reproduksi Kotor (Net Reproduction Rate / NRR)

Tahun Angka fertilitas Total


1971 6,18
1980 5,76
1985 4,81
1990 3,89
1991 3,60
1994 3,19
1997 3,06
1998 2,94
1999 2,87
2000 2,95
2002 3,20
2007 3,40
2009 2,91

Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000, 2010, Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 ,
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994, 1997, 2002, 2007, 2012 Reproductio

Rate/NRR ialah jumlah kelahiran bayi perempuan oleh sebuah kohor hipotesis dari
1.000 perempuan dengan memperhitungkan kemungkinan meninggalkan perempuan-
perempuan itu sebelum mengakhiri masa reproduksinya. Misalnya sebuah kohor yang
terdiri dari 1.000 bayi perempuan tersebut mempunyai kesempatan melahirkan hingga
umur 20, sebagian hingga umur 30, sebagian hingga umur 40, dan seterusnya dan hanya
sebagian yang dapat melewati usia 50 tahun (usia reproduksi). Jadi dari kohor tersebut
dihitung jumlah perempuan-perempuan yang dapat bertahan hidup pada umur tertentu

12
dengan mengalihkannya dengan kemungkinan hidup dari waktu lahir hingga mencapai
umur tersebut.

𝑛𝐿𝑥
Rumus : NRR = ∑ 𝐴𝑆𝐹𝑅𝑓𝑖 × 𝐼

Angka Fertilitas Total Sumatera Barat Tahun 1971, 1980, 1985, 1990, 1991, 1994, 1997,
1998, 1999, 2000, 2002, 2007, 2010 dan 2012

2.6 Peranan Tenaga Kesehatan /Keperawatan

Tenaga kesehatan sebagai salah satu unsur dimasyarakat dan pemerintahan amat
dibutuhkan perannya untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Selama ini peran yang
dikenal dari seorang tenaga kesehatan adalah sebagai seorang “penyembuh”. Harapan
masyarakat bila berhadapan dengan tenaga kesehatan adalah dapat memberikan solusi untuk
menyelesaikan masalah kesehatannya baik keluhan hal yang mendasar sampai hal-hal yang
komplikasi ditanyakan kepada mereka. Peran seorang “penyembuh” ini amat mulia dan
dihargai sangat tinggi dimata masyarakat. Biasanya masyarakat hanya tahu, petugas yang
melayani mereka untuk pengobatan mereka panggil dengan sebutan “dokter”. Padahal seperti
yang kita ketahui, tidak hanya seseorang yang berprofesi sebagai dokter yang melakukan dan
memberikan pengobatan.

Seperti yang kita temui di balai pengobatan termasuk puskesmas didaerah terpencil
biasanya tidak hanya dokter yang memberikan pelayanan pengobatan, tapi seorang perawat
dan bidan juga melakukan kegiatan itu untuk masyarakat sekitarnya. Menjadi harapan dan
tumpuan masyarakat yang ingin selalu sehat menjadi tugas yang berat bagi seorang tenaga
kesehatan. Diperlukan pengetahuan dan ketrampilan yang harus terus diasah, diperbaharui
dan ditingkatkan, agar dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan dari ilmu kesehatan
khususnya ilmu kedokteran.

Dalam Undang-undang (UU) tentang Tenaga Kesehatan (UU No. 36 Tahun 2014)
disebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.

Dengan ketentuan seperti yang disebutkan dalam undang-undang sudah seharusnya


semua tenaga kesehatan memahami dan patuh dengan ketentuan tersebut. Dalam undang-
undang tersebut, mengelompokkan jenis-jenis tenaga kesehatan sesuai dengan latar belakang
pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki.

Dengan adanya pengelompokkan dan tugas, peran dan fungsi masing-masing


kelompok ditegaskan dalam undang-undang, seharusnya tidak ada lagi tumpang tindih
kewenangan dalam menjalankan tugas. Karena tugas yang diamanatkan undang-undang
sangat berat, perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan menjadi salah satu
agenda yang dilaksanakan oleh pemerintah. Beberapa agenda di bidang SDM kesehatan
adalah melakukan :

13
1. Peningkatan kualitas ketersediaan data SDM Kesehatan yang komprehensif (Sistem
Informasi SDM Kesehatan).

2. Penguatan dan harmonisasi regulasi terkait SDM Kesehatan

3. Pengembangan metode perencanaan SDM Kesehatan

4. Peningkatan produksi SDM Kesehatan

5. Pengembangan kurikulum pendidikan SDM Kesehatan

6. Peningkatan kualitas dan kompetensi SDM Kesehatan melalui pendidikan,


pelatihan dan pengembangan profesi berkelanjutan (CPD), termasuk dokter layanan
primer.

7. Pemenuhan tenaga dan pemberian insentif bagi SDM Kesehatan

8.Pembinaan dan pengawasan mutu SDM Kesehatan melalui sertifikasi, registrasi dan
lisensi.

9. Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi lintas program dan sektor terkait dengan
kesehatan. Permasalahan dalam pengelolaan SDM Kesehatan selama ini adalah dalam
pemenuhan jumlah, jenis, distribusi dan mutu yang belum terpenuhi. Untuk itu dalam
rencana pembangunan 5 tahun kedepan, permasalahan ini akan ditanggulangi.

Data Bappenas tahun 2013, didapatkan jumlah tenaga kesehatan di puskesmas masih
kurang. Dari 9599 puskesmas terdapat 938 puskesmas tanpa dokter. Hal ini bukan jumlah
yang sedikit. Karena pelayanan pengobatan dilakukan oleh tenaga non medis dimana
pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki tidak kompeten untuk melakukan tugas
pengobatan. Yang juga mengkhawatirkan, terdapat 2898 puskesmas tanpa tenaga gizi dan
sebanyak 5895 puskesmas tanpa tenaga promkes (promosi kesehatan/tenaga kesehatan
masyarakat). Dengan segala kekurangan dan tidak meratanya distribusi serta rendahnya mutu
tenaga kesehatan terutama di puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan
akan melemahkan dan mengurangi kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan dan memperlambat tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan.

Belum lagi permasalahan distribusi yang tidak merata untuk pemenuhan jenis tenaga
kesehatan, daerah-daerah tertentu seperti di Indonesia Bagian Timur sulit untuk memenuhi
tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Harus ada solusi untuk menyelesaikan semua
permasalahan ini dan diperlukan sikap optimis. Harus dapat ditemukan apa penyebab adanya
kekurangan dan ketimpangan serta rendahnya mutu tenaga kesehatan. Jumlah tenaga
kesehatan yang berkualitas yang dapat memenuhi harapan masyarakat dinilai masih sangat
kurang.

Dampak rendahnya mutu tenaga kesehatan membuat pelayanan kesehatan menjadi


mustahil diberikan terutama untuk tindakan-tindakan yang memerlukan kompetensi khusus.

14
Dibutuhkan fasilitas pendidikan nakes yang lebih banyak dan memadai diseluruh Indonesia
agar dapat mengembangkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Indonesia.

Terdapat beberapa pendekatan untuk mempercepat langkah peningkatan mutu tenaga


kesehatan yaitu dengan memperkuat kebijakan dan prosedur akreditasi untuk Lembaga
Pendidikankesehatan (kedokteran, Kedokteran gigi, perawat, bidan), memberikan sertifikasi
untuk tenaga kesehatan dengan menggunakan ujian nasional berbasis kompetensi dan
memberikan bantuan-bantuan kepada Lembaga Pendidikan Kesehatan. Bila pendekatan ini
dilakukan, akan dihasilkan tenaga kesehatan yang mumpuni yang akan memenuhi harapan
masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan.

Angka kematian ibu sangat terkait erat dengan masalah reproduksi dan kesehatan
perempuan. Kementerian Kesehatan pada 2013 mencatat bahwa angka kematian ibu
meningkat dari 359 per 100.000 kelahiran hidup.Perawat, sebagai garda terdepan layanan
kesehatan di Indonesia mempunyai andil yang tidak sedikit terhadap penurunan tingkat
kematian ibu di Indonesia.

Hal tersebut menjadi topik dalam pengukuhan guru besar Fakultas Ilmu Keperawatan
(FIK) Prof. Dra. Setyowati, Skp, M.App.Sc., Ph.D. dalam pidatonya yang berjudul
“Kontribusi Keperawatan dalam Pencapaian Program SDGs untuk Kesehatan Reproduksi
Perempuan di Indonesia”. Acara pengukuhan ini dilakukan pada Sabtu (16/1/2015) di Balai
Sidang UI Depok.

Setyowati dalam pengukuhannya menguraikan bahwa beragam pelayanan dapat


dilakukan oleh perawat, khususnya keperawatan maternitas sehingga mampu berkontribusi
dalam keberhasilan penurunan angka kematian maternal ibu.Pelayanan tersebut antara lain
sebagai pemberi asuhan keperawatan, pembela untuk melindungi klien, pemberi bimbingan
klien, pendidik klien,membantu ibu hamil saat proses persalinan,melayani ibu hamil dan
memberikan informasi- informasi tentang kehamilan.

Semua jenis pelayanan tersebut berdampak pada kesehatan reproduksi ibu. Salah satu
contoh yang dipaparkan dalam pidatonya adalah peran perawat dalam mengurangi rasa cemas
dan stres yang muncul selama proses melahirkan.Hal ini penting, karena kecemasan dan stres
yang tidak teratasi merupakan penyebab terjadinya kemacetan dalam proses melahirkan dan
akhirnya bisa berujung pada kematian ibu.

Peran perawat dalam proses menurunkan angka kematian ibu sebagai salah satu target
SDGs sangat besar, karena tenaga keperawatan adalah tenaga kesehatan pertama yang
berhubungan langsung dan intensif dengan para ibu.Selain itu, dalam prakteknya seorang
perawat juga biasanya menjadi tempat rujukan para ibu untuk kesehatan mereka, sehingga
fungsi pendidik tenaga keperawatan sangatlah besar.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fertilitas merupakan jumlah dari anak yang dilahirkan hidup dengan pengertian
bahwa anak yang pernah dilahirkan dalam kondisi hidup menunjukkan tanda-tanda
kehidupan. Jika anak pada saat dilahirkan dalam kondisi hidup kemudian meninggal pada
waktu masih bayi tetap dikatakan anak lahir hidup.

Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena kelahiran melibatkan dua orang (suami
dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal).
Seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang
tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah
melahirkan seorang anak, tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.

B. Saran

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat. Dan makalah ini dapat menjadikan
ilmu atau memberi ilmu yang baik. Mohon maaf apabila ada kesalahan atau
kekurangan dalam penulisan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hatmadji, Sri Harjati. 2004. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2004. Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi UI Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

Ida Bagoes Mantra. 2009. Demografi Umum. Edisi kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Masalah Kependudukan Di Negara Indonesia. Fakultas Kesehatan


Masyarakat. Universitas Sumatera Utara

17

Anda mungkin juga menyukai