Anda di halaman 1dari 4

Ruptur Perineum Tingkat 1-2

No. ICPC II : W92 Complicated labour/delivery


livebirth
No. ICD X : O70.0 First degree perineal laceration
during deliveryReaksi Gigitan Serangga
No. ICPC II : S12 Insect bite/sting
No. ICD X : T63.4 Venom of other arthropods
No. Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal :
Terbit
Halaman : 1/
PUSKESMAS dr. YORDAN PRADIKSA
PANDU SENJAYA
NIP. 19820121 201001 1 011

1. Pengertian Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang terjadi pada
persalinan pervaginam. Diperkirakan lebih dari 85% wanita yang melahirkan
pervaginam mengalami ruptur perineum spontan, yang 60% - 70% di antaranya
membutuhkan penjahitan (Sleep dkk, 1984; McCandlish dkk, 1998). Angka
morbiditas meningkat seiring dengan peningkatan derajat rupturGastroesophageal
Reflux Disease (GERD) adalah mekanisme refluks melalui inkompeten sfingter
esofagus.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk melakukan penegakan diagnosis
penyakit di puskesmas.
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Nomor : …/…/SK/PS/2020 tentang panduan
praktek klinis di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
4. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 514 Tahun 2015
5. Prosedur 1. Hasil Anamnesis (Subjective)
Gejala Klinis
Perdarahan pervaginam
Etiologi dan Faktor Risiko
Ruptur perineum umumnya terjadi pada persalinan, dimana:
a. Kepala janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
d. Pada persalinan dengan distosia bahu
e. Partus pervaginam dengan tindakan Keluhan
Rasa panas dan terbakar di retrosternal atau epigastrik dan dapat menjalar ke
leher. Hal ini terjadi terutama setelah makan dengan volume besar dan
berlemak. Keluhan ini diperberat dengan posisi berbaring terlentang.Keluhan ini
juga dapat timbul oleh karena makanan berupa saos tomat, peppermint, coklat,
kopi, dan alkohol.Keluhan sering muncul pada malam hari.
Keluhan lain akibat refluks adalah tiba tiba ada rasa cairan asam di mulut,
cegukan, mual dan muntah. Refluks ini dapat terjadi pada pria dan wanita.
Sering dianggap gejala penyakit jantung.

Pada literatur lain dikatakan faktor risiko ruptur perineum antara lain :

Known risk factors Suggested risk factors


Nulipara Peningkatan usia
Makrosomia Etnis
Persalinan dengan instrumen terutama Status nutrisi

1
forsep
Malpresentasi Analgesia epidural
Malposisi seperti oksiput posterior
Distosia bahu
Riptur perineum sebelumnya
Lingkar kepala yang lebih besar

Faktor risiko
Usia > 40 thn, obesitas, kehamilan, merokok, kopi, alkohol, coklat, makan
berlemak, beberapa obat di antaranya nitrat, teophylin dan verapamil, pakaian
yang ketat, atau pekerja yang sering memgangkat beban berat.

2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (objective)


Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya:
a. Robekan pada perineum,
b. Perdarahan yang bersifat arterial atau yang bersifat merembes,
c. Pemeriksaan colok dubur, untuk menilai derajat robekan perineum

Pemeriksaan Penunjang: -

Pemeriksaan Fisik
Tidak terdapat tanda spesifik untuk GERD. Tindakan untuk pemeriksaan adalah
dengan pengisian kuesioner GERD. Bila hasilnya positif, maka dilakukan tes
dengan pengobatan PPI (Proton Pump Inhibitor).

3. Penegakan Diagnosis (assesment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Klasifikasi Ruptur Perineum dibagi menjadi 4 derajat:
a. Derajat I
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum .
b. Derajat II Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
transversalis, tetapi tidak melibatkan kerusakan otot sfingter ani.
c. Derajat III
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dengan
pembagian sebagai berikut:
III. a. Robekan < 50% sfingter ani eksterna
III. b. Robekan > 50% sfingter ani ekterna
III. c. Robekan juga meliputi sfingter ani interna
d. Derajat IV
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa
rektum
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat. Kemudian untuk di
pelayanan primer, pasien diterapi dengan PPI test, bila memberikan respon positif
terhadap terapi, maka diagnosis definitive GERD dapat disimpulkan.
Standar baku untuk diagnosis definitif GERD adalah dengan endoskopi saluran
cerna bagian atas yaitu ditemukannya mucosal break di esophagus namun
tindakan ini hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis yang memiliki kompetensi
tersebut.

Diagnosis Banding ;
a. Angina pektoris
b. Akhalasia
c. Dispepsia

2
d. Ulkus peptik
e. Ulkus duodenum
f. Pankreatitis

Komplikasi ;
a. Esofagitis
b. Ulkus esofagus
c. Perdarahan esofagus
d. Striktur esofagus
e. Barret’s esophagus
f. Adenokarsinoma
g. Batuk dan asma
h. Inflamasi faring dan laring
i. Cairan pada sinus dan telinga tengah
j. Aspirasi paru

4. Rencana Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
a. Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul
didahului oleh kepala janin dengan cepat.
b. Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena
akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan
melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu
lama.
c. Penatalaksanaan farmakologis: Dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III
dapat diberikan intravena sebelum perbaikan dilakukan (untuk ruptur perineum
yang berat).
d. Manajemen Ruptur Perineum: Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk
meminimalisir risiko perdarahan, edema, dan infeksi. Manajemen ruptur perineum
untuk masing-masing derajatnya, antara lain sebagai berikut :
1. Derajat I
• Bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Tidak usah menjahit
ruptur derajat I yang tidak mengalami perdarahan dan mendekat dengan baik.
• Penjahitan robekan perineum derajat I dapat dilakukan hanya dengan memakai
catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara
angka delapan (figure of eight).
2. Derajat II
• Ratakan terlebih dahulu pinggiran robekan yang bergerigi, dengan cara
mengklem masing-masing sisi kanan dan kirinya lalu dilakukan pengguntingan
untuk meratakannya.
• Setelah pinggiran robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
3. Derajat III dan IV
Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter spesialis obstetric
dan ginekologi.Penatalaksanaan
• Modifikasi gaya hidup: Mengurangi berat badan, berhenti merokok, tidak
mengkonsumsi zat yang mengiritasi lambung seperti kafein, aspirin, dan
alkohol. Posisi tidur sebaiknya dengan kepala yang lebih tinggi. Tidur minimal
setelah 2 sampai 4 jam setelah makanan, makan dengan porsi kecil dan kurangi
makanan yang berlemak.
• Terapi dengan medikamentosa dengan cara memberikan Proton Pump
Inhibitor (PPI) dosis tinggi selama 7-14 hari.Bila terdapat perbaikan gejala yang
signifikan (50-75%) maka diagnosis dapat ditegakkan sebagai GERD. PPI dosis
tinggi berupa Omeprazole 2x20 mg/hari dan lansoprazole 2x 30 mg/hari.
• Setelah ditegakkan diagnosis GERD, obat dapat diteruskan sampai 4 minggu
dan boleh ditambah dengan prokinetik seperti domperidon 3x10 mg.
• Pada kondisi tidak tersedianya PPI , maka penggunaan H2 Blocker 2x/hari:
simetidin 400-800 mg atau Ranitidin 150 mg atau Famotidin 20 mg.

Konseling dan Edukasi


Memberikan informasi kepada pasien, dan suami, mengenai, cara menjaga
kebersihan daerah vagina dan sekitarnya setelah dilakukannya penjahitan di
daerah perineum, yaitu antara lain:
a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.
b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya.

3
c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 sampai 4 kali
perhari.
d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus
kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang
berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih
nyeri.
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada fasilitas layanan sekunder (rujukan)
untuk
Endoskopi.

Konseling dan Edukasi ;


Edukasi pasien dan keluarga mengenai GERD dan terutama dengan pemilihan
makanan untuk mengurangi makanan yang berlemak dan dapat mengiritasi
lambung (asam, pedas).

5. Kriteria rujukan : -
a. Pengobatan empirik tidak menunjukkan hasil
b. Pengobatan empirik menunjukkan hasil namun kambuh kembali
c. Adanya alarm symptom:
1. Berat badan menurun
2. Hematemesis melena
3. Disfagia (sulit menelan)
4. Odinofagia (sakit menelan)
5. Anemia

6. Sarana Prasarana

a. Lampu
b. Kassa steril
c. Sarung tangan steril
d. Hecting set
e. Benang jahit : catgut
f. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin, golongan darah.
Kuesioner GERD.

7. Prognosis
Prognosis umumnya bonamPrognosis sangat tergantung dari kondisi pasien saat
datang dan pengobatannya. Pada umumnya, prognosis bonam, namun untuk quo
ad sanationam GERD adalah dubia ad bonam.
6. Unit Terkait Prosedur ini terkait semua bagian di Puskesmas Pandu Senjaya.
7. Dokumen Rekam medis
Terkait
8. Rekaman No Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai
Historis diberlakukan
Perubahan

Anda mungkin juga menyukai