Anda di halaman 1dari 3

Paragraf 1

Julukan yang disandang Radhar Panca Dahana sangatlah beragam. Ia


dikenal sebagai esais, sastrawan, kritikus sastra, dan jurnalis. Ia pun bergiat
sebagai pekerja dan pengamat teater. Puluhan esai, kritik, karya jurnalis,
kumpulan puisi, naskah drama, pertunjukan teater, dan beberapa buku tentang
teater telah dihasilkannya.

Paragraf 2

Radhar lahir di Jakarta, 26 Maret 1965. Nama Radhar merupakan


akromim dari nama kedua orang tuanya: Radsomo dan Suharti. Ia anak kelima
dari tujuh bersaudara yang seluruhnya juga mempunyai nama depan Radhar.

Paragraf 3

Kehidupan masa kecilnya sangat keras. Ayahnya yang pernah difitnah


sebagai penyokong komunis mendidik anak-anaknya dengan disiplin yang
tinggi, bahkan cenderung otoriter. Menurut Radhar, sejak kecil ia dan saudara-
saudaranya sudah diajari berhitung angka hingga jutaan, pulang ke rumah
harus tepat waktu, dan senantisa belajar kapan pun. Hukuman yang diterima
jika melanggar aturan adalah sabetan rotan. Selain itu, seluruh anak lelaki
dikuncung, digundul dengan disisakan sedikit rambut di ujung kepalanya.

Paragraf 4

Dari semua saudaranya, hanya ia yang kerap membangkang dan


mendapat hukuman yang sangat keras. Ketidakcocokan cita-cita antara orang
tuanya dan dirinya, yaitu orang tuanya mengharapkan dirinya menjadi pelukis,
sedangkan ia sangat menyukai teater dan karang-mengarang. Karena sering
disakiti secara fisik membuat Radhar pada akhir tahun 1970 sering pergi dari
rumahnya, di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Tempat favorit yang ditujunya
adalah kawasan Bulungan, tempat yang kemudian membentuk pribadinya
seperti yang dikenal saat ini.

Paragraf 5
Radhar Panca Dahana memang dianugerahi bakat menulis. Ketika
masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar, ia sudah mampu menulis
sebuah cerita pendek “Tamu Tak Diundang.” Radhar mengirimkannya ke
harian Kompas dan dimuat. Pada saat duduk di bangku kelas dua SMP, ia
menjadi redaktur tamu majalah Kawanku. Selama beberapa bulan, ketika
duduk di kelas tiga SMP, ia membantu menyeleksi naskah cerpen dan puisi
yang masuk. Ia mulai mengarang cerita pendek, puisi, dan membuat ilustrasi.
Beberapa karyanya, di antaranya, dimuat di majalah Zaman yang waktu itu
redakturnya adalah Danarto. Radhar menyamarkan jati dirinya dengan nama
Reza Morta Vileni. Nama samaran itu diilhami oleh nama teman sekolahnya,
Rezania, yang piawai berdeklamasi.

Paragraf 6

Saat SMA di Bogor ia juga sempat bergabung dengan Bengkel Teater


Rendra. Namun, Radhar berselisih dengan Rendra mengenai manajemen
grup. Akhirnya, ia mengundurkan diri. Ia menuruti anjuran Anto Baret untuk
melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Harapannya diterima di Studi Ekonomi
Pembangunan, Universitas Pajajaran, gagal. Ia diterima di sosilogi, UI. Mata
kuliahnya diselesaikan dalam waktu 2,5 tahun. Teater dan kerja jurnalistik
kembali menggodanya sehingga ia tidak acuh pada tata adminitrasi di
kampusnya. Saat ia akan pergi ke Perancis, barulah ia mengurus masalahnya
itu.

Paragraf 7

Tahun 1997, Radhar melanjutkan studi di Ecole des Hautes Etudes en


Science Sociales, Perancis, dengan meriset postmodernisme di Indonesia.
Baru setahun, Radhar pulang ke Indonesia dan membatalkan fasilitas studi
yang harusnya mencapai tingkat doktoral. Alasannya, “Aku tak kuat menahan
diri. Sementara aku hidup enak di sini, di negeriku orang-orang hidup dalam
teror.” Pada waktu itu di Indonesia sedang terjadi kekacauan politik dan
ketidakstabilan keamanan akibat tergulingnya Suharto dari kursi presiden.

Paragraf 8

Sepulang dari Perancis, Radhar mengalami stres berat. Ia divonis gagal


ginjal kronis dan pembunuhan sel ginjal secara perlahan. Dua buah ginjalnya
dinyatakan sudah mati. Hingga hari ini, tiada hari yang ia lewati tanpa
gangguan 2-3 penyakit dari sekitar 15 penyakit baru yang dapatkan setelah
cuci darah.

Paragraf 9

Pencapaiannya saat ini adalah mengelola rubrik “Teroka” di harian


Kompas, memimpin Federasi Teater Indonesia, Bale Sastra Kecapi, dan
Teater Kosong yang ia dirikan serta menjadi pengajar di Universitas Indonesia.
Radhar Panca Dahana juga pernah terpilih sebagai satu di antara lima
seniman muda masa depan Asia versi NHK (1996). Ia juga pernah meraih
Paramadina Award (2005), serta menjadi Duta Terbaik Pusaka Bangsa dan
Duta Lingkungan Hidup (sejak 2004). Pada tahun 2007 ia menerima Medali
Frix de le Francophonie 2007 dari lima belas negara berbahasa Prancis. Kini,
Radhar Panca Dahana menetap di Tangerang bersama istri dan seorang
anaknya.

HASIL ANALISIS

Anda mungkin juga menyukai