PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan (S-1)
Oleh:
UMI KALSUM
NIM. 112019030443
PEMBIMBING :
1. Sukarmin, Ns.,Sp.KMB.
2. Umi Faridah, S.Kep.,Ns.,MNS.
A. Latar Belakang
Penyakit degeneratif saat ini telah mengalami peningkatan secara
global, salah satunya adalah penyakit gagal ginjal. Menurut International
Society of Nephrology (ISN) dan International Federation of Kidney
Foundation (IFKF) dalam National Kidney Foundation (IDF) (2013) menyatakan
bahwa secara global lebih dari 500 juta orang mengalami gagal ginjal kronik,
sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup dengan cuci darah (hemodialisa).
Di Amerika sebanyak 26 juta orang dewasa menderita gagal ginjal kronik. Data
Kemenkes (2018) tentang situasi penyakit ginjal kronis dilaporkan sebanyak
499.800 penduduk Indonesia menderita penyakit gagal ginjal dan sebanyak
1.499.400 penduduk menderita batu ginjal.
Data Riskesdas 2018 menyebutkan prevalensi penderita PGK di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah sebesar 0,3%
sehingga dinyatakan lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi rata-rata
seluruh Indonesia yaitu sebesar 0,2%. Penderita gagal ginjal sebanyak 96%
menjalani hemodialisa. Penderita PGK di Kabupaten Pati mencapai 9.400 dan
yang menjalani hemodialisa sebanyak 2.354 orang. Data di RSU Sebening
Kasih Pati sebanyak 300 pasien yang menjalani hemodialisa.
Sudoyo (2014) menyatakan bahwa gagal ginjal kronik merupakan
keadaan klinis yang ditandai penurunan fungsi ginjal yang ireversible, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Istilah penyakit ginjal
tahap akhir biasa disebut End Stege Renal Disease (ESRD) merupakan
sinonim dari gagal ginjal kronik (GGK). Kemenkes (2017) menyebutkan bahwa
pasien dikatakan mengalami gagal ginjal kronik apabila terjadi
penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) yakni < 60 ml/menit/1.73 m selama
> 5 bulan. Pasien gagal ginjal memerlukan tindakan hemodialisis untuk
mempertahankan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tindakan hemodialisis
dilakukan secara patuh oleh pasien sesuai prosedur medis.
Prosedur hemodialisis menyebabkan kehilangan zat gizi, seperti
protein, sehingga asupan harian protein seharusnya juga ditingkatkan sebagai
kompensasi kehilangan protein, yaitu 1,2 mg/kg BB ideal/hari. Dampak dari
penyakit GGK dan tindakan hemodialisa membuat penurunan kondisi tubuh
1
2
salah satunya adalah sayuran dan buah. Protein diberikan tinggi dengan alasan
bahwa pada penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa kehilangan
banyak protein akibat proses dialisis dan Hemoglobin itu sendiri merupakan
salah satu protein yang kaya akan zat besi kompleks dan terdapat di dalam
eritrosit. Sebuah molekul hemoglobin memiliki empat gugus haeme yang
mengandung besi fero dan empat rantai globin. Kebutuhan zat gizi ini melalui
konsumsi sayuran secara adekuat. Penelitian Panjaitan (2015) membuktikan
bahwa penderita yang patuh dalam program diet gagal ginjal sebanyak 40.6%.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat menentukan tingkat kebugaran
fisik.
Penelitian Sharif (2014) membuktikan secara statistik dengan
menggunakan uji Pearson dan Spearman's Correlation bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara asupan protein terhadap IMT (p=0,534),bm
(p=0,347), vf (p=0,890), fm (p=0,896), tbw (p=0,845), mm (p=0,531), albumin
(p=0,208), BUN (p=0,661). Didapatkan hubungan bermakna antara asupan
protein dengan asupan energi (p=0,000). Asupan gizi dengan sayuran
memberikan banyak manfaat bagi penderita gagal ginjal. Secara laboratoris
didapatkan indikator mikronutrien yang normal, demikian juga secara fisik
didapatkan tingkat kebugaran yang tinggi. Penelitian Kresnawati (2014)
menjelaskan bahwa diet yang baik untuk penderita gagal ginjal adalah makanan
rendah protein dan bersifat nabati yaitu yang terkandung pada sayuran.
Penelitian Zuyana (2013) membuktikan bahwa sebagian besar jenis makanan
kelompok adekuat yang menjadi responden adalah makanan pokok + lauk +
sayur + buah yaitu sebanyak 10 orang (62,50%), kemudian 4 orang (25,00%)
berjenis makanan pokok + lauk + sayur + buah + susu dan 2 orang (12,50%)
berjenis makanan pokok + lauk + sayur. Sayuran dan buah sebagai salah satu
makanan yang adekuat untuk penderita gagal ginjal karena mengandung
banyak unsur zat gizi dan vitamin.
Hasil survey pendahuluan bulan November 2019 di Ruang Hemodialisa
RSI Pati didapatkan data pasien GGK pada 3 bulan terakhir sebanyak 92 orang.
Pasien dengan tindakan hemodialisa (HD) tercatat sebanyak 30 orang,
tindakan HD dilakukan sesuai prosedur medis. Hasil data menunjukkan pasien
mengeluh lemah, lesu dan tidak bergairah. Tindakan untuk mendukung kondisi
umum, pasien memerlukan pembatasan cairan dan mengkonsumsi makanan
4
dalam bentuk sayuran dan buah. Hasil wawancara dengan panduan kuesioner
kepada 10 pasien didapatkan 4 orang tidak mengkonsumsi sayuran buah dan
3 orang jarang mengkonsumsi (pasien tersebut mengeluh kondisi kebugaran
yang menurun), sedangkan 3 orang banyak mengkonsumsi sayuran dan buah
yang mana tidak ada keluhan terhadap kebugaran fisik. Pasien yang
mengkonsumsi sayuran buah mempunyai kebugaran yang baik. Berdasarkan
alasan ini, penulis termotivasi untuk mengetahui hubungan konsumsi sayuran
dan buah dengan tingkat kebugaran pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa dI RSI Pati.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah adakah hubungan konsumsi
sayuran dan buah dengan tingkat kebugaran pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa di RSI Pati?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan konsumsi sayuran dan buah dengan tingkat
kebugaran pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSI Pati.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsumsi sayuran pada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa di RSI Pati.
b. Mengetahui konsumsi buah pada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa di RSI Pati.
c. Mengetahui tingkat kebugaran pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa di RSI Pati.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman mengaplikasikan metodologi penelitian, tentang
hubungan konsumsi sayuran dan buah dengan tingkat kebugaran pasien
gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSI Pati.
E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 s/d Selesai.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di Ruang Hemodialisa RSI Pati.
3. Ruang Lingkup Materi
Penelitian ini termasuk lingkup ilmu keperawatan medikal bedah tentang
hubungan konsumsi sayuran dan buah dengan tingkat kebugaran pasien
gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.
F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
7
8
Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap
dinding pembuluh darah meningkat. Jika tidak terkontrol, atau kurang
terkontrol, tekanan darah tinggi bisa menjadi penyebab utama serangan
jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis. Begitupun sebaliknya, penyakit
ginjal kronis dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.
Penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis baru dari data tahun 2014
berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR) masih sama dengan
tahun sebelumnya. Penyakit ginjal hipertensi meningkat menjadi 37% diikuti
oleh Nefropati diabetika sebanyak 27%. Glomerulopati primer memberi
proporsi yang cukup tinggi sampai 10% dan Nefropati Obstruktif pun masih
memberi angka 7% dimana pada registry di negara maju angka ini sangat
rendah. Masih ada kriteria lain-lain yang memberi angka 7%, angka ini cukup
tinggi hal ini bisa diminimalkan dengan menambah jenis etiologi pada IRR.
Proporsi penyebab yang tidak diketahui atau E10 cukup rendah.
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang
diderita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada
kerusakan organ ginjal. Beberapa penyakit yang sering kali berdampak pada
kerusakan ginjal diantaranya, penyakit tekanan darah tinggi/ hipertensi,
diabetes militus, adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor,
penyempitan), kelainan autoimun misalnya lupus eritematosus sistemik,
kanker, kelainan ginjal dimana terjadi perkembangan banyak kista pada
organ ginjal, rusaknya sel penyaring pada ginjal akibat peradangan oleh
infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi/glomerulonephritis (Smeltzer
& Bare, 2012).
Penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi
ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain; kehilangan cairan yang
banyak secara mendadak (muntaber, pendarahan, luka bakar), serta
penyakit lainnya seperti penyakit paru (TBC), sifilis, malaria, hepatitis,
preeclampsia, obat-obatan dan amiloidosis. Pada sebagian kasus,
mengkonsumsi minuman berenergi secara rutin dan terus-menerus selama
minimal 3 tahun dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal kronis. Bukan
hanya konsumsi terhadap minuman berenergi saja, akan tetapi minum es
teh dan kopi yang berlebihan dan rutin dapat menyebabkan masalah pada
sistem ginjal (Sudoyo, 2014).
9
3. Klasifikasi
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of
National Kidney Foundation (NKF) tahun 2016 terdapat 5 stage pada
penyakit gagal ginjal kronik. Berdasarkan adanya kerusakan ginjal dan laju
filtrasi glomerulus (GFR), yang merupakan ukuran dari tingkat fungsi ginjal.
Tabel 2.1
Stage Gagal Ginjal Kronik
4. Faktor Resiko
Beberapa orang mungkin lebih mudah mengalami dari pada yang lain
untuk mengembangkan penyakit ginjal (National Kidney Foundation (NKF),
2016). Resiko penyakit ginjal diantaranya :
a. Diabetes Melitus. Diabetes merupakan faktor komorbiditas hingga 50%
pasien dan sebesar 65% pasien gagal ginjal kronik meninggal yang
menjalani hemodialisis memiliki riwayat penyakit diabetes.
b. Hipertensi. Hipertensi dan gagal ginjal saling mempengaruhi. Hipertensi
menyebabkan gagal ginjal, sebaliknya gagal ginjal kronik dapat
menyebabkan hipertensi.
c. Anemia. Anemia banyak dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia
terjadi pada awal perkembangan penyakit gagal ginjal dan
mengakibatkan fungsi ginjal memburuk sehingga menjadi kronis.
d. Ras. Memiliki ras kelompok populasi yang memiliki tingkat tinggi diabetes
atau tekanan darah tinggi, seperti Afrika Amerika, Hispanik Amerika, Asia,
Kepulauan Pasifik, dan Indian Amerika (National Kidney Foundation
dalam Kemenkes, 2017).
5. Manifestasi Klinis
10
Tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara
akut antara lain urin saat kencing berkurang, tubuh terlalu banyak
menyimpan air sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki, rasa kantuk
yang berlebihan dan terus menerus, napas pendek/sulit bernapas, penderita
akan merasa bingung, mual, lelah yang berlebihan, nyeri/perasaan tertekan
pada dada, kejang bahkan tidak sadarkan diri, dan lain sebagainya. Gagal
ginjal kronik awalnya tanpa gejala spesifik dan hanya dapat dideteksi
sebagai peningkatan dalam serum kreatinin atau protein dalam urin. Tanda
atau gejala umum awal adalah gatal-gatal secara terus-menerus di bagian
tubuh, tidak nafsu makan, pembengkakan cairan di bagian kulit (contohnya
di bagian kulit kaki, betis, dan area yang tidak biasanya), hemoglobin
menurun drastis pada kisaran 6-9 ditandai dengan lemas dan tidak kuat
untuk berjalan kaki dalam waktu yang lama, karena hemoglobin menurun
aktivitas normal biasanya terasa lebih berat dari biasanya, sulit buang air
kecil, volume atau kuantitas buang air kecil menurun, tekanan darah
meningkat, dan lain sebagainya (Sudoyo, 2014).
6. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2011) penatalaksanaan gagal ginjal dilakukan
dengan cara;
a. Kepatuhan Diet
Kepatuhan diet merupakan penatalaksanaan untuk mempertahankan
fungsi ginjal secara terus-menerus dengan prinsip rendah protein, rendah
garam, rendah kalium dimana pasien harus meluangkan waktu menjalani
pengobatan yang dibutuhkan.
b. Terapi Konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya laal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Price & Sylvia, 2012).
c. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal, dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada GFR kurang dari 15 mL/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
B. Tingkat Kebugaran
11
1. Definisi
Kebugaran adalah kemampuan atau kesanggupan seseorang untuk
melakukan kerja atau aktivitas, mempertinggi daya kerja tanpa mengalami
kelelahan yang berarti. Kebugaran jasmani merupakan kondisi jasmani yang
berkaitan dengan kemampuan atau kesanggupan dalam melakukan
pekerjaan dengan efektif dan efisien (Kemenkes, 2016). WHO (2014)
menjelaskan bahwa hakikat kebugaran jasmani adalah kesanggupan tubuh
untuk melakukan aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan
masih memiliki cadangan tenaga untuk melakukan kegiatan yang lain.
Kebugaran merupakan hal yang berhak diperlukan oleh tubuh untuk
mendapatkan kebugaran jasmani, misalnya ketika mengantuk maka mata
berhak untuk istirahat sejenak.
Definisi kebugaran jasmani menurut para ahli adalah kemampuan
seseorang dalam melakukan berbagai aktivitas tanpa mengalami kelelahan
berlebih. Maksudnya yaitu seseorang masih memiliki cadangan tenaga guna
melakukan berbagai aktivitas lainya. Kebugaran fisik erat kaitanya dengan
berbagai kegiatan manusia dalam melakukan pekerjaan dan aktivitas harian.
Untuk mewujudkan berbagai hal tersebut terdapat beberapa bentuk latihan
jasmani, seperti kekuatan, kelenturan keseimbangan dan lain sebagainya.
Klasifikasi kebugaran jasmani menurut organisasi kesehatan di
seluruh dunia diartikan sebagai:
a. Sehat, adalah terbebasnya tubuh baik fisik maupun mental dari segala
penyakit.
b. Bugar, adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-
hari secara maksimal, dan masih mempunyai. cadangan tenaga tanpa
mengalami kelelahan yag berlebih.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan
atau mengatakan bahwa kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang
untuk melakukan suatu aktivitas dalam waktu tertentu tanpa mengalami
kelelahan yang berarti dan orang tersebut masih mempunyai cadangan
tenaga untuk melakukan aktifitas yang lainnya. Jadi untuk mencapai kondisi
kesegaran jasmani yang prima seseorang perlu melakukan latihan fisik yang
melibatkan komponen kesegaran jasmani dengan metode latihan yang
benar.
12
gangguan pada pola tidur. Kebugaran tubuh dipengaruhi asupan nutrisi yang
kurang. Rekomendasi untuk nutrisi penderita gagal ginjal didapatkan 50%
protein sebaiknya bernilai biologi tinggi, terutama pada makanan jenis sayuran
dan buah. Sayuran mempunyai kandungan zat gizi yang tinggi yaitu protein,
mineral, zat besi dan vitamin (Arisman, 2012).
Penelitian Pardede (2013) menyatakan bahwa sayuran dan buah
mengandung komposisi nutrisi yang lengkap seperti vitamin, mineral, fitokimia,
fitosterol dan serat. Penelitian Kartika (2017) membuktikan bahwa kecukupan
vitamin dan mineral berhubungan dengan tingkat kebugaran. Kandungan
bahan aktif dalam sayuran buah bermanfaat untuk kebugaran. Damayanti
(2017) juga menjelaskan bahwa pemenuhan sayuran secara adekuat dapat
mempengaruhi tingkat kebugaran penderita gagal ginjal. Penelitian Ocfianella
(2016) membuktikan bahwa pemenuhan kebutuhan protein dan hemoglobin
melalui konsumsi makanan yang adekuat, salah satunya adalah sayuran dan
buah. Protein tinggi diberikan dengan alasan penderita gagal ginjal kronik
dengan hemodialisa kehilangan banyak protein akibat proses dialisis dan
Hemoglobin merupakan salah satu protein yang kaya zat besi kompleks dalam
eritrosit. Sebuah molekul hemoglobin memiliki empat gugus haeme yang
mengandung besi fero dan empat rantai globin. Kebutuhan zat gizi ini melalui
konsumsi sayuran yang adekuat. Penelitian Panjaitan (2015) membuktikan
bahwa penderita yang patuh dalam program diet gagal ginjal sebanyak 40.6%.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat menentukan tingkat kebugaran
fisik pada pasien gagal ginjal.
E. Kerangka Teori
Penyakit Gagal
Ginjal
HEMODIALISA
Faktor
Kebugaran
Sayuran
KEBUGARAN
1. Nutrisi dan
Buah FISIK
2. Pola Hidup
3. Olahraga
Keterangan :
Diteliti
Tidak Diteliti
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Sumber : PERNEFRI, 2010; Sudoyo, 2014; Smeltzer & Bare, 2012; Kemenkes,
2016; Hamidah, 2015.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sebuah ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki
atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep pengertian tertentu
(Notoatmodjo, 2012). Variabel dalam penelitian meliputi;
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab
terjadinya perubahan pada variabel dependen (Sugiyono, 2012). Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah konsumsi sayuran dan buah.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat dari variabel bebas (Sugiyono, 2012). Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah kebugaran fisik.
B. Hipotesis Penelitian
Menurut Hidayat (2015) hipotesis adalah pernyataan lemah dan
membutuhkan pembuktian. Hipotesis penelitian terdiri dari hipotesis alternatif
(Ha) dan hipotesis nol (Ho). Hipotesis dalam penelitian ini meliputi:
1. Ha (Hipotesis Alternatif)
Ada hubungan konsumsi sayuran dan buah dengan tingkat kebugaran
pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSI Pati.
2. Ho (Hipotesis Nol)
Tidak ada hubungan konsumsi sayuran dan buah dengan tingkat kebugaran
pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSI Pati.
C. Kerangka Konsep
Menurut Hidayat (2015) kerangka konsep merupakan model konsep
yang berkaitan dengan bagaimana peneliti menyusun teori atau
menghubungkan secara logis faktor yang dianggap penting, yaitu membahas
keterkaitan antar variabel yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika
situasi yang diteliti. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah;
24
25
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
D. Rancangan Penelitian
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu jenis penelitian
untuk mengetahui seperangkat peristiwa, kondisi maupun masalah
keperawatan (Dharma, 2011). Penelitian korelasional adalah untuk
mengetahui hubungan masalah keperawatan dan tidak terdapat intervensi
(Nursalam, 2013). Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan konsumsi
sayuran dan buah dengan tingkat kebugaran pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa di RSI Pati.
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data
Penelitian menggunakan desain potong lintang (cross sectional) yaitu
variabel penelitian dilakukan pengukuran atau pengamatan dilakukan pada
saat bersamaan (Hidayat, 2015). Pengukuran variabel penelitian antara
konsumsi sayuran dan buah dengan tingkat kebugaran pasien gagal ginjal
kronis dilakukan sekali waktu tanpa dilakukan follow up.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif, yaitu metode
pengumpulan data secara objektif dan sistematis yang mana data bersifat
numerik (Nursalam, 2013). Metode pengumpulan data penelitian ini
menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan untuk diisi
dan dikembalikan atau dapat juga dijawab dibawah pengawasan peneliti.
Jenis dan sumber data dalam penelitian ini meliputi;
a. Sumber Data
1) Data Primer
Data primer adalah data langsung dari subjek penelitian dengan
alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek
sebagai sumber informasi yang dicari (Dharma, 2011).
26
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran
untuk melihat kuat tidaknya hubungan didasarkan pada nilai ρ (rho) yang
dikategorikan sebagai berikut:
1) 0.00 – 0.199 : Sangat Lemah
2) 0.20 – 0.399 : Lemah
3) 0.40 – 0.599 : Sedang
4) 0.60 – 0.799 : Kuat
5) 0.80 – 1.00 : Sangat Kuat
E. Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2013), masalah dalam etika penelitian keperawatan
yang harus diperhatikan adalah :
1. Lembar Persetujuan ( Informed Consent )
Informed consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informed
consent merupakan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Informed
consent bertujuan agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian
serta mengetahui dampaknya.
2. Tanpa Nama ( Anonymity )
Anonymity berarti tidak perlu mencantumkan nama pada lembar
kuesioner. Peneliti hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
tersebut.
3. Kerahasiaan ( Confidentiality )
Masalah responden yang ada harus dirahasiakan dalam penelitian.
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil
penelitian.
F. Jadwal Penelitian
Terlampir.