Anda di halaman 1dari 10

MENGENAL PERILAKU TANTRUM DAN BAGAIMANA MENGATASINYA

UNDERSTANDING TANTRUM BEHAVIOR AND HOW TO SOLVE IT

Syamsuddin
PSTW “Gau Mabaji” Gowa
Jln. Poros Malino km.29 Samaya, Sulawesi Selatan
Email: syamsuddingido@yahoo.co.id

Diterima: 28 Februari 2013, Disetujui: 10 April 2013

Abstrak
Secara konsep, tantrum merupakan hal yang baru bagi kebanyakan orangtua, padahal pada
kenyataannya perilaku ini adalah hal yang lumrah dialami oleh orangtua dalam pengasuhan anak.
Perilaku tantrum adalah perilaku yang normal pada anak yang berusia 15 bulan sampai 6 tahun. Karena
itu, orangtua tidak perlu risau jika anak mengalami hal ini. Sekalipun dalam bentuk perilaku yang agresif,
perilaku ini bukanlah perilaku permanen yang abnormal. Ini terjadi karena ketidaknyaman yang dirasakan
oleh anak dengan beberapa sebab seperti lapar, ngantuk, sakit, keinginannya terhalangi, orang tua salah
merespon kebutuhan anak, diserang atau dikritik, dirampas permainannya atau bertemu dengan orang
asing dan beberapa sebab lainnya. Pola pengasuhan yang tidak konsisten juga berkontribusi besar
terhadap perilaku ini termasuk jika orang tua terlalu memanjakan dan menuruti keinginan anak. Karena
ini adalah perilaku normal, maka orang tua perlu meresponnya secara tepat dan proporsional, sebab jika
salah dalam memberikan perlakuan akan berdampak negatif terhadap perkembangan anak. Tulisan ini
bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan perilaku tantrum, teorinya,
penyebabnya, serta bagaimana cara menghadapi anak yang mengalami tantrum.

Kata Kunci: pengasuhan, tantrum, agrsivitas anak.

Abstract
The tantrums concept may be a new thing for most parents, in fact this behavior is common to the
parents in parenting. Tantrum behavior is normal behavior for children aged 15 months - 6 years, even in
the form of aggressive behavior. Therefore parents need not worry if their children have it. This behavior is
not a permanent behavior. This behavior arises because children feels discomfort due to several reasons;
e.g. hunger, sleepiness, pain, unfulôlled desire, inappropriate response, attacked or criticized, deprived,
meet with strangers, etc. Inconsistent parenting also contributes to the emersion of this behavior, including
over-indulges and comply the children pretension. Such behavior is normal in nature. Nevertheless, parents
need to respond it appropriately. If not, it will affect the children behavior development. This paper aims to
provide an understanding of tantrums behavior, its grounding theory, the cause, as well as the way to deal
with children who have tantrums.

Keywords: parenting, tantrum, child agresivity.

PENDAHULUAN
Rudolph Dreukurs seorang pakar orang tua biasanya menanggapinya dengan
pengasuhan anak menekankan bahwa alasan mencoba memaksakan kehendak mereka
utama yang menyebabkan anak-anak berperilaku terhadap anak-anak, yang menyebabkan orang
buruk ialah keputusasaan. Ia mengatakan tua terjebak didalam siklus ini, dan benar-benar
bahwa anak-anak yang putus asa seringkali menghukum anak atas perilaku mereka yang
menuntut perhatian yang tidak semestinya, dan buruk (Santrock, 1995).

Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013 73


Salah satu bentuk ekspresi emosional adalah perilaku universal dan normal yang
dalam bentuk kemarahan yang meledak-ledak dapat dialami oleh setiap anak, sehingga perlu
pada anak dikenal dengan perilaku tantrum, direspon secara wajar.
yang dapat dikategorikan sebagai perilaku
yang buruk berdasarkan perspektif sebagian Tinjauan Teoritik
orangtua. Seperti diuraikan di atas, hal ini sangat Secara umum perilaku tantrum dapat
terkait dengan masalah keputusasaan anak, diklasiMkasikan sebagai perilaku agresif yang
yang disebabkan cara orang tua yang kurang dilakukan oleh seorang anak untuk keluar
tepat dalam merespon tantrum, sehingga anak dari kondisi ketidaknyamanannya (deprivasi).
memberikan reaksi yang kurang tepat pula. Perilaku agresif atau agresivitas dapat dilihat
Respon orangtua membuat anak semakin tidak dalam berbagai perspektif teori yang berbeda,
disiplin, bahkan hal ini memberikan peluang sebagaimana akan diuraikan di bawah ini:
pada anak untuk menemukan cara-cara tertentu
untuk mendapatkan keinginannya dengan cara Pandangan Etologis: Agresi Sebagai Energi
yang negatif. Internal
Pandangan ini menawarkan sebuah
Ketidakmampuan anak dalam model yang secara khusus menjawab persoalan
berkomunikasi merupakan salah satu aspek tentang bagaimana energi tantrum pada anak
dalam kajian tantrum. Komunikasi ini lebih berkembang dan dilepaskan. Apakah energi ini
diterjemahkan pada ekspresi emosi. Dalam akan termanifestasi menjadi perilaku tantrum
keluarga yang kurang sehat, anak jarang atau tidak, tergantung pada dua faktor: a)
diberikan kesempatan untuk mengekspresikan Banyaknya energi yang terakumulasi dalam
emosi mereka secara jujur, terutama ekspresi diri anak pada saat tertentu, dan b) Kekuatan
negatif yang bertentangan dengan keinginan stimulus eksternal yang mampu mencetuskan
orangtua. perilaku tantrum. Semakin rendah energinya,
Ketidakkonsistenan orangtua dalam semakin kuat stimulus yang dibutuhkan untuk
menerapkan aturan juga menjadi salah satu memunculkan respon tantrum, dan begitupun
aspek yang dapat memancing perilaku tantrum. sebaliknya bila tingkat energi itu menjadi
Orangtua membuat sebuah aturan, tetapi tidak terlampau tinggi tanpa dilepaskan oleh
kuat mempertahankan aturan tersebut karena keberadaan stimulus eksternal, energi itu akan
adanya perilaku anak yang menuntut secara meledak dan memunculkan respon spontan
sangat emosional. Sebagai contoh orangtua (Krahe, 2001).
yang melarang anak untuk membeli permen
Pandangan Psikoanalisa Freudian; Agresi
akan tetapi larangan tersebut dapat berubah
Sebagai Instink Destruktif.
akibat aksi ‘demonstrasi’ anak melalui
tindakan-tindakan ekstrim seperti menangis Psikoanalisa melihat perilaku individu
keras, meraung-raung, memukul dan mencakar terbentuk karena didorong oleh dua kekuatan
dirinya sendiri dan lain-lain. dasar yang menjadi bagian tak terpisahkan dari
sifat manusiawi yakni instink hidup (eros) dan
Disinilah perlunya orangtua instink mati (tanatos). Eros mendorong orang
mengendalikan emosi dan menguasai dirinya kearah mencari kesenangan dan memenuhi
ketika anak berperilaku tantrum. Orangtua keinginan, sedangkan tanatos diarahkan pada
perlu menyadari bahwa tantrum pada anak destruksi diri, atau menyerang orang lain atau

74 Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013


benda-benda diluar dirinya (Krahe, 2001). mengembangkan sebuah representasi kognitif
yang tergeneralisasi untuk mengatasi kon ik
Hipotesis Frustrasi Agresi: Agresi sebagai dengan menggunakan perilaku agresi seperti
dorongan yang diarahkan pada tujuan tantrum. Para ahli teori belajar menekankan
Dorongan yang secara terus-menerus bahwa perilaku tantrum dihasilkan dari pola
dapat meningkatkan sumber energi. Dorongan asuh (nurture), yaitu diperoleh melalui proses-
itu hanya diaktifkan jika organisme yang proses belajar seperti kebanyakan bentuk
bersangkutan merasa dirinya tidak mampu perilaku sosial lainnya baik pengkondisian
mendapatkan sarana untuk memuaskan instrumental, yaitu belajar melalui hadiah
kebutuhan vitalnya. Jadi, dorongan merupakan dan hukuman, maupun meniru, yaitu belajar
kekuatan yang memberi energi, yang melalui observasi, merupakan mekanisme yang
dimaksudkan untuk mengakhiri deprivasi. kuat bagi perolehan dan ferforma perilaku
Dalam hipotesis frustrasi-agresi yang awal. tantrum. Sejauh mana anak diberi hadiah untuk
Tantrum dapat dijelaskan sebagai hasil suatu perilaku tantrumnya, maka sejauh itu pulalah
dorongan yang dimaksudkan untuk mengakhiri kemungkinan perilaku yang sama atau serupa
keadaan deprivasi, sedangkan frustrasi akan diperlihatkan lagi dimasa yang akan
didefenisikan sebagai interferensi eksternal datang (Krahe, 2001).
terhadap perilaku yang diarahkan pada tujuan.
Jadi, pengalaman frustrasi mengaktifkan PEMBAHASAN
keinginan anak untuk tantrum terhadap sumber
Pengertian Tantrum
frustrasi (Krahe 2001).
Tantrum adalah masalah perilaku yang
Pendekatan Sosial Kognitif umum dialami oleh anak-anak prasekolah
yang mengekspresikan kemarahan mereka
Proses kognitif sangat penting dalam
dengan tidur di lantai, meronta-ronta, berteriak
pembentukan respon tantrum pada anak. Skema
dan biasanya menahan napas. Tantrum adalah
kognitif yang mengacu pada situasi dan kejadian
bersifat alamiah, terutama pada anak yang belum
yang disebut skrip (scripts). Skrip terdiri atas
bisa menggunakan kata dalam mengungkapkan
struktur pengetahuan yang mendeskripsikan
rasa frustrasi mereka (Fetsch & Jacobson, 1988).
tentang “urutan kejadian yang sesuai untuk
Suatu ledakan emosi kuat sekali, disertai rasa
konteks tertentu” (Schank & Abelson, 1977
marah, serangan agresif, menangis, menjerit-
dalam Krahe, 2001). Struktur pengetahuan
jerit, menghentak-hentakkan kedua kaki dan
ini diperoleh melalui pengalaman dengan
tangan ke lantai atau tanah (Chaplin, 1981).
situasinya masing-masing, baik pengalaman
tangan pertama maupun pengalaman orang lain. Tantrum biasanya terjadi pada anak
Dalam pendekatan sosial kognitifnya, Krahe yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum
(2001) menyatakan bahwa perilaku sosial pada juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang
umumnya diperoleh melalui proses sosialisasi dianggap “sulit”, dengan ciri-ciri memiliki
awal. Sebagai contoh, bila anak-anak berulang kebiasaan tidur, makan dan buang air besar
kali merespon atau melihat orang lain merespon tidak teratur, sulit menyesuaikan diri dengan
situasi kon ik dengan memperlihatkan perilaku situasi, makanan dan orang-orang baru, lambat
agresif, dan perilaku tersebut mampu mengatasi beradaptasi terhadap perubahan, suasana
kon ik tersebut dengan keuntungan dipihaknya, hati (moodnya) lebih sering negatif, mudah
maka ada kemungkinan mereka akan terprovokasi, gampang merasa marah atau

Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013 75


kesal dan sulit dialihkan perhatiannya (Tasmin, ini. Terpenting adalah bagaimana orangtua atau
2001). Kebanyakan tantrum terjadi di tempat pengasuh untuk dapat mengontrol emosi dan
dan waktu tertentu. Biasanya di tempat-tempat mengambil tindakan yang tepat.
publik setelah mendapatkan kata “tidak”
untuk sesuatu yang mereka inginkan. Tantrum Penyebab Terjadinya Tantrum
biasanya berhenti saat anak mendapatkan apa Tasmin (2002) mengemukakan bahwa
yang diinginkan (Tavris, 1989). beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya tantrum pada anak. Seperti,
Tantrum Sebagai Sesuatu yang Alamiah terhalangnya keinginan anak mendapatkan
Secara tipikal tantrum mulai terjadi sesuatu, adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi.
pada saat anak mulai membentuk sense of self. Misalnya sedang lapar, ketidakmampuan anak
Pada usia ini anak sudah cukup untuk memiliki mengungkapkan atau mengkomunikasikan
perasaan “me” dan “my wants”, tetapi mereka diri dan keinginannya sehingga orangtua
belum memiliki keterampilan yang memadai meresponnya tidak sesuai dengan keinginan
bagaimana cara memuaskan keinginan mereka anak. Pola asuh orangtua yang tidak konsisten
secara tepat. Tantrum puncaknya pada usia juga salah satu penyebab tantrum; termasuk
2-4 tahun yakni sekitar 23-80 % (Fetsch & jika orangtua terlalu memanjakan atau terlalu
Jacobson, 1998). menelantarkan anak. Saat anak mengalami
stres, perasaan tidak aman (unsecure) dan
Potegal dan Davidson (2003) ketidaknyaman (uncomfortable) juga dapat
menggambarkan usia dan prosentase anak memicu terjadinya tantrum.
yang mengalami tantrum. Anak yang berusia
Penyebab tantrum erat kaitannya
18 -24 bulan sebanyak 87 %, usia 30 -36 bulan
dengan kondisi keluarga, seperti anak terlalu
sebanyak 91% dan usia 42–48 bulan sebanyak
banyak mendapatkan kritikan dari anggota
59%. Durasi rata-rata tantrum berdasarkan usia
keluarga, masalah perkawinan pada orangtua,
adalah 2 menit untuk anak yang berusia 1 tahun,
gangguan atau campur tangan ketika anak
4 menit untuk anak yang berusia 2 -3 tahun dan
sedang bermain oleh saudara yang lain,
5 menit pada anak yang berusia 4 tahun. Dalam
masalah emosional dengan salah satu orangtua,
seminggu terjadi 8 kali mengalami tantrum
persaingan dengan saudara dan masalah
untuk anak yang berusia 1 tahun, 9 kali pada
komunikasi serta kurangnya pemahaman
anak yang berusia 2 tahun, 6 kali pada anak
orangtua mengenai tantrum yang meresponnya
yang berusia 3 tahun dan 5 kali pada anak yang
sebagai sesuatu yang menganggu dan distress
berusia 4 tahun. Data ini diperkuat oleh Mireault
(Fetsch & Jacobson, 1998).
dan Trahan (2007) dalam sebuah penelitiannya
yang menemukan bahwa dari 33 orangtua yang
Bentuk-bentuk Perilaku Tantrum
menjadi objek penelitiaan terdapat 26 orang
(79 %) melaporkan anaknya sering mengalami Tavris (1989) melihat bentuk tantrum
tantrum dengan durasi berkisar antara 2 sampai berdasarkan proses pembentukannya yang dapat
75 menit. dibedakan dalam 3 tahapan, yakni tahap pemicu
(trigger), tahap respon dan tahap pembentukan.
Data ini menunjukkan bahwa perilaku Tahap pemicu tampak pada saat anak diserang,
tantrum adalah sebuah persitiwa yang umum dikritik atau diteriaki oleh orangtua atau
dialami oleh anak, sehingga orangtua tidak perlu saudara dengan sesuatu yang menyakitkan atau
terlalu risau jika menghadapi anak yang seperti menjengkelkan. Kemudian, anak merespon

76 Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013


kritikan tersebut secara agresif dan destruktif. Sementara itu, Tasmin (2002)
Jika perilaku agresi yang dimunculkan oleh anak membedakan bentuk perilaku tantrum
tersebut mendapatkan reward dari penyerang berdasarkan kecenderungan bentuk perilaku
(attacker) dengan menjadi diam atau berhenti yang dimunculkan anak berdasarkan usia,
mengkritik, maka taktik ini dianggap berhasil. yakni usia kurang dari tiga tahun, usia tiga
Disinilah anak akan mulai belajar membentuk sampai empat tahun dan usia di atas lima tahun.
perilaku tantrum sebagai senjata untuk melawan Adapun bentuk perilaku tersebut dapat dilihat
segala bentuk serangan dari lingkungannya. pada tabel berikut :

Tabel 1.
Bentuk perilaku tantrum berdasarkan kecenderungan bentuk perilaku yang dimunculkan
anak berdasarkan usia
USIA
< 3 TAHUN (A) 3– 4 TAHUN (B) >5 TAHUN
• Menangis Selain perilaku A : Selain Perilaku A dan B Juga:
• Menggigit • Perilaku-perilaku tersebut diatas • Memaki
• Memukul • Menghentak-hentakan kaki • Menyumpah
• Menendang • Berteriak-teriak • Memukul kakak/adik atau temannya
• Menjerit • Meninju • Mengkritik diri sendiri
• Memekik-mekik • Membanting pintu • Memecahkan barang dengan sengaja
• Melengkungkan punggung • Mengkritik • Mengancam
• Melempar badan ke lantai • Merengek
• Memukul-mukulkan tangan
• Menahan nafas
• Membentur-benturkan kepala
• Melempar-lempar barang
Sumber : Tasmin (2002)
Dryden (2007) melihat perilaku Bagaimana Menghadapi Anak yang
tantrum berdasarkan arah agresivitasnya, yakni Tantrum
diarahkan keluar dan agresivitas yang diarahkan Berdasarkan penelitian Gina dan Jessica
ke dalam dirinya. Perilaku agresivitas yang (2007) ditemukan bahwa orangtua sering sekali
diarahkan keluar, misalnya anak menampilkan merespon anak yang tantrum dengan cara yang
agresi dengan merusak objek disekitarnya tidak tepat, yakni 59 % mencoba menenangkan
seperti mainan, perabot rumah tangga, benda- anak, 37 % mengacuhkan dan sebanyak 31 %
benda elektronik dan lain-lain. Selain pada menyuruh anak diam. Data ini menunjukan
benda, agresivitas juga ditunjukan dalam bentuk bahwa orangtua sering keliru ketika menghadapi
kekerasan kepada orangtua, saudara, kawan anak yang mengalami tantrum. Padahal,
maupun orang lain dengan cara mengumpat, sejatinya tantrum adalah sebuah kesempatan
meludahi, memukul, mencakar, menendang bagi orangtua untuk mengenalkan emosi marah
serta tindakan lainnya yang bermaksud pada anak dan bagaimana mengatasinya.
menyakiti orang lain. Perilaku agresif yang Karena itulah penting sekali bagi orangtua
diarahkan kedalam diri, misalnya menggaruk untuk mengetahui cara merespon tantrum
kulit sampai berdarah, membenturkan kepala secara tepat. Bagaimana pencegahannya,
ke tembok atau ke lantai, membantingkan tindakan apa yang perlu dilakukan dan tindakan
yang perlu dihindari saat tantrum berlangsung
badan ke lantai, mencakar muka atau memaksa
serta bagaimana orangtua mengenalkan anak
diri untuk muntah atau batuk dan sebagainya.
mengenai manajemen marah paska tantrum.

Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013 77


Pencegahan tua perlu diajarkan dan dilatih dengan coping
Tasmin (2002) mengemukakan bahwa skill dalam menghadapi situasi yang dapat
untuk mencegah terjadinya tantrum dapat membuat dia tantrum.
dilakukan dengan mengenali kebiasaan-
Lorenz (2010) juga memberikan
kebiasaan anak dan mengetahui secara pasti
pandangan tentang bagaimana mencegah
pada kondisi-kondisi seperti apa tantrum terjadi
terjadinya tantrum ketika akan melakukan
pada anak. Misalnya, pada anak yang aktif
perjalanan atau mengunjungi suatu tempat.
bergerak dan gampang stres maka orangtua
Sebelum berangkat penting sekali membangun
perlu mengatur kondisi agar anak tidak dibuat
kesepahaman dengan anak. Orangtua perlu
bosan agar selama perjalanan diusahakan
menjelaskan apa yang akan dilakukan, di mana,
sering-sering beristirahat di jalan, untuk
dan berapa lama kegiatan tersebut, lalu minta
memberikan waktu bagi anak berlari-lari di
persetujuan anak. Ceritakan perilaku yang
luar mobil. Mendampingi anak mengerjakan
diharapkan dan tidak diharapkan oleh orangtua.
tugas-tugas sekolah dan mengajarkan hal-
Tentu saja disampaikan dengan kalimat positif,
hal yang dianggap sulit, akan membantu
lembut, dan menggunakan kata-kata yang
mengurangi stres. Mendampingi anak bahkan
meminta (mengharap) dan menggunakan
tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi
ungkapan yang dapat dirasakan oleh anak. Jika
juga pada permainan-permainan, sehingga
sudah sampai di tempat yang dikunjungi dan
ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat
anak melanggar kesepakatan tersebut, maka
membantu dengan memberikan petunjuk. Hal
tugas orangtua untuk mengingatkan. Ini juga
lain yang bisa dilakukan adalah orangtua perlu
merupakan cara untuk mengajar nilai konsistensi
memperlakukan anak secara tepat dengan tidak
pada anak. Jika anak tetap menuntut, maka
terlalu memanjakan dan tidak pula terlalu
ada satu cara yang dapat dilakukan orangtua,
menelantarkan anak, hubungan anak adalah
yang disebut making a game out of the child’s
hubungan kasih sayang dan perhatian yang
demand, yakni keterampilan berbahasa untuk
proposional.
keluar dari tuntutan anak, sebagai contoh dapat
Mah (2008) menambahkan beberapa dilihat pada percakapan di bawah ini:
hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah Anak : “Saya mau permen!
tantrum, yakni perlunya mengidentiMkasi Orangtua : “Mama mau roket untuk pergi ke
konsekuensi dari tantrum, maksudnya bahwa bulan.”
orang tua perlu mengetahui adakah perilaku Anak : “beri saya permen!”
dari orangtua atau orang lain disekitar Orangtua : “beri mama roket untuk pergi ke
anak yang justru mendorong dan memberi bulan.”
penguatan terhadap terjadinya tantrum. Anak : “beri saya permen!”
Jika ada maka perlu dihilangkan. Selain Orangtua : “mama akan memberi permen
itu, perlu juga diwujudkan atau dibangun jika ade memberi roket .”
sebuah sistem reward (penghargaan) untuk Anak : “ini.” (seolah-olah memberi
menjaga anak tetap berperilaku terkontrol. roket.)
Orangtua :“ini.” (seolah-olah memberi
Memberikan penghargaan atau hadiah pada
permen.)
saat tantrum terjadi adalah tidak tepat sebab
Anak : “tapi ini Cuma boongan.”
akan mengkondisikan anak untuk selalu
Orangtua : “ade juga memberi mama roket
mengulanginya. Untuk anak yang usianya lebih
boongan.”

78 Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013


Anak : “tapi saya tidak punya roket seperti televisi, hand-phone, remote control dan
beneran!” lain-lain. Ada baiknya jika anak didekap atau
Orangtua : “mama juga tidak punya permen dipeluk dengan penuh kasih sayang akan tetapi
beneran!” jika dia meronta-ronta, memukul atau bahkan
mencakar orangtua atau pengasuhnya sebaiknya
Tavris (2008) memberikan beberapa
tindakan ini jangan dilakukan sebab hanya akan
panduan untuk orangtua guna mencegah
memicu dan memprovokasi orangtua untuk
terjadinya tantrum yakni; mengalihkan perhatian
bertindak kasar pada anak. Orangtua harus
anak, mencoba menemukan alasan kemarahan,
menghindari rasa malu kepada anak perihal tetap tenang serta berusaha mengontrol emosi
rasa marah, ajarkan anak mengenai intensitas untuk tetap stabil. Jaga emosi jangan sampai
tingkat kemarahan, atur secara jelas batasan memukul dan berteriak-teriak marah pada
harapan akan manajemen kemarahan sesuai anak. Jika terjadi pada tempat umum (ruang
dengan usia, kemampuan dan tempramennya, publik) seperti swalayan, pesawat, kendaraan
mengembangkan komunikasi terbuka dengan umum, kemungkinan besar lingkungan akan
anak dan mengajarkan empati dengan memberikan reaksi negatif yang dapat memicu
memberikan pemahaman akan efek yang bisa emosi orangtua, maka yang perlu dilakukan
ditimbulkan dari sikap mereka terhadap orang adalah jangan terpengaruh dengan reaksi
lain. tersebut tetap sabar dan kendalikan emosi
(Tasmin, 2008).
Tindakan yang Perlu Dilakukan dan
Dihindari Saat Tantrum Terjadi Tindakan yang perlu dihindari
Ketika tantrum terjadi hal yang sangat adalah membujuk, berargumen, memberikan
penting bagi orangtua adalah segera mengambil nasihat-nasihat moral agar anak diam. Usaha
tindakan yang tepat, sebab apapun tindakan menghentikan tantrum dengan cara-cara
yang dilakukan oleh orangtua akan berdampak seperti itu ibarat “menyiram bensin dalam
pada perilaku dan respon anak pada masa- api”, anak akan semakin kuat mengekspresikan
masa yang akan datang, maka orangtua perlu kemarahannya dan intensitasnya meningkat.
memahami apa saja yang perlu dilakukan dan Meminta anak untuk diam dengan memberi
hal apa saja yang mestinya dihindari. hadiah atau menjanjikan hadiah juga merupakan
tindakan yang perlu dihindari. Sebab, sama saja
Ada tiga hal yang perlu dilakukan
mengajarkan anak untuk menggunakan tantrum
sesegera mungkin saat tantrum terjadi, yakni
sebagai senjata untuk meluluskan keinginannya
memastikan segalanya aman, perlunya orangtua
atau mendapatkan hadiah. Paling penting untuk
mengontrol emosinya, serta tidak ambil peduli
dihindari adalah memaksa anak diam dengan
terhadap pandangan sinis atau ucapan negatif
kata-kata kasar atau menggunakan hukuman
serta segala bentuk reaksi dari lingkungan.
Msik dan kekerasan (mencubit, memukul,
Jika tantrum terjadi maka biarkanlah anak
menjewer, mengurung dalam kamar mandi,
untuk melampiaskan emosinya tapi pastikan
mengikat dan lain-lain), sebab hal ini sama
bahwa segala sesuatunya dalam keadaan
dengan mengajarkan anak menggunakan cara-
aman, baik bagi anak, pengasuh, termasuk
cara kekerasan jika menghadapi satu masalah
benda-benda yang kemungkinan bisa dirusak. (Lorens, 2010 ; Tasmin, 2008).
Segera evakuasi anak pada tempat-tempat yang
empuk seperti kasur atau sofa, jauhkan anak Salah satu tehnik yang dapat digunakan
pada benda-benda yang rawan untuk dirusak pada saat anak sedang tantrum adalah

Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013 79


mengangkatnya ke kamar sesegera mungkin Apakah benar-benar anak yang berbuat salah
dan mengisolasinya selama 2 atau 3 menit. Hal atau orangtua yang salah merespon keinginan
ini juga memberi kesempatan kepada orangtua anak, atau karena anak merasa lelah, frustrasi,
untuk mengontrol emosinya. Dua atau tiga lapar atau sakit. Jika anak yang dianggap salah,
menit sudah cukup untuk mencegah orangtua orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan
terprovokasi menggunakan kekerasan. Tidak kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar
perlu menasehati, tetapi sebelum meninggalkan anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau
kamar, orangtua hanya perlu mengemukan memang ingin mengajar dan memberi nasihat,
ungkapan seperti “mama akan meninggalkan jangan dilakukan segera setelah tantrum
ade di kamar ini sampai kamu tenang dan berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang
siap untuk bicara dengan tenang”. Cara ini tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak.
akan sangat membantu orangtua menjaga anak Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika
secara úsik dan bisa tetap konsisten pada aturan, tantrum belum terjadi, bahkan ketika tidak ada
terutama kepada anak yang lebih tua dan anak tanda-tanda akan terjadi tantrum. Saat orangtua
usia sekolah (Tavris, 1989). dan anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi,
lelah dan lapar merupakan saat yang ideal.
Satu hal lagi yang perlu dihindari oleh
orangtua, yakni meluluskan keinginan anak Berdasar uraian di atas dapat terlihat
yang semula dilarang dengan harapan dia akan bahwa kalau orangtua memiliki anak
diam dan berhenti tantrum. Cara ini mungkin yang “sulit” dan mudah menjadi tantrum,
efektif untuk menghentikan tantrum anak pada tentu tidak adil jika dikatakan sepenuhnya
saat itu tapi mungkin juga tidak. Hanya saja kesalahan orangtua. Namun harus diakui
yang perlu ditekankan mengapa hal ini perlu bahwa orangtualah yang punya peranan untuk
dihindari sebab cara ini akan memberi efek membimbing anak dalam mengatur emosinya
negatif pada perkembangan anak dan pola dan mempermudah kehidupan anak agar
relasi dengan orangtua dalam pengasuhan. tantrum tidak terus-menerus meletup. Beberapa
Seperti juga dengan cara memberi hadiah cara saran di atas mungkin dapat berguna bagi anda
ini memberikan penguatan kepada anak untuk terutama bagi para ibu/ayah muda yang belum
menggunakan cara cara seperti meraung- memiliki pengalaman mengasuh anak.
raung, mengamuk, mengumpat dan bentuk
tantrum lainnya sebagai bentuk “demontrasi” KESIMPULAN
guna mendapatkan posisi tawar memuluskan
keinginan dan harapannya yang terhalang oleh Bahwa perilaku tantrum adalah
perilaku yang bersifat universal dan normal
pertimbangan orangtua. Tentu saja ini dapat
terjadi pada anak. Hanya saja banyak orangtua
diterapkan pada anak yang relatif sudah lebih
yang meresponnya secara tidak tepat dengan
dewasa, sekitar usia 3-6 tahun.
menganggapnya sebagai sesuatu yang
Ketika Tantrum Telah Berlalu mengganggu dan distress. Salah merespon anak
Jika anak sudah mulai reda tunjukkanlah yang tantrum akan sangat berpengaruh terhadap
ekspresi cinta pada anak dan biarkan dia perkembangan berikutnya. Bukannya menjadi
merasa aman. Ajak anak untuk bermain dan disiplin dan belajar memecahkan masalah yang
bergembira. Tunjukkan kasih sayang pada dihadapi secara solutif tetapi menjadi semakin
anak, sekalipun ia telah berbuat salah. Orangtua destruktif dan agresif. Terdapat keterkaitan
perlu mengevaluasi mengapa tantrum terjadi. antara unsur emosional anak dengan perilaku

80 Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013


tantrum. Seperti rasa frustrasi, ketidakpuasan, Gina, M., & Jessica, T. (2007). Tantrums and
marah dan sebagainya. Akan tetapi unsur sosial Anxiety in Early Childhood: A Pilot
nampak lebih dominan dalam membentuk Study. Early Childhood Research And
perilaku tantrum seperti persaingan permainan Practice Juornal. Vol. 9 No. 2.
dengan teman atau saudara, pola pengasuhan
Santrock W., J. (1995). Life-Span Development,
orang tua, atau kehadiran orang asing. Oleh
Perkembangan Masa Hidup: Jilid I
karena itu, penting sekali bagi orangtua untuk
(terjemahan) Jakarta: Air Langga.
memahami mengenai tantrum, bagaimana
mencegahnya, bagaimana menghadapinya, Tavris, C. (1989). Anger: The misunderstood
serta pelajaran apa yang dapat diberikan oleh emotion (rev.ed). New York: Simon and
orangtua pada anak paska tantrum terkait Schuster.
dengan manajemen marah.
Potegal, M & Davidson J., M. (2003). Temper
DAFTAR PUSTAKA Tantrum in Young Children: Behavioral
Composition. Developmental and
Krahe, B. (2001). Perilaku Agresif: Buku Behavioural Pediatric Journal, Vol 24,
Panduan Psikologi Sosial (terjemahan) 3, 140-147.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Chaplin, J., P. (1981). Kamus Lengkap Psikologi


(terjemahan). Jakarta. Raja Gra›ndo
Persada.

Fetsch, R., J., & Jacobson, B. (1998). Children’s


Anger dan Tantrums. Family Consumer
Series, No. 10.248.

Dryden, J. (2007). Excessive Tantrums In


Preschoolers May Indicate Serious
Mental Health Problems. http://
mednews.wustl.edu.

Lorenz, B., E., (2010) How to Deal With Your


Child’s Temper Tantrums. http://www.
heptune.com/tantrum.html.

Mah, R. (2008). The One-Minute Temper


Tantrum Solution: Strategies for
Responding to Children’s Challenging
Behaviors. Thousand Oaks: Corwin
Press.

Tasmin, M.,R.,S., (2008) Tantrum.


h t t p : / / k e l u a rg a s e h a t . w o r d p r e s s .
com/2008/04/02/tantrum/.

Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013 81


82 Informasi Vol. 18, No. 02, Tahun 2013

Anda mungkin juga menyukai