Anda di halaman 1dari 30

i

MAKALAH

STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA

Disusun Oleh :

RONGGO SANTOSO

NIM 201410330311108

PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2014

ii
i
KATA PENGANTAR

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


pasal 26ayat (2) huruf a menyatakan bahwa standar pendidikan profesi
dokter disusunoleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan ayat (3)
menyatakan asosiasiinstitusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi
dalam menyusun standarpendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a berkoordinasidengan organisasi profesi, kolegium,
asosiasi rumah sakit pendidikan,Departemen Pendidikan Nasional, dan
Departemen Kesehatan.Pada bulan Oktober 2005, Asosiasi Institusi
Pendidikan Kedokteran Indonesia(AIPKI) menyerahkan
draft
pertama Standar Pendidikan Profesi Dokter danStandar Kompetensi
Dokter. Penyusunan Standar Kompetensi Dokter dimulaidari
draft
pertama ini yang dikembangkan dengan mengacu padaperkembangan
terkini paradigma pendidikan dokter ditinjau dari aspek empiris,aspek
kerangka konsep maupun dari aspek legalitas.
Draft
pertama terdiri dariarea kompetensi dan penjabarannya ke dalam
kompetensi inti, komponenkompetensi dan hasil pembelajaran; serta
dilengkapi dengan daftar masalah,daftar penyakit dan daftar
keterampilan klinis. Departemen Pendidikan Nasionalmemberi masukan
dengan menyerahkan rancangan Kurikulum Inti PendidikanDokter
Indonesia ke III (KIPDI III) kepada Divisi Standar Pendidikan
KonsilKedokteran. Melalui serangkaian pertemuan yang melibatkan
seluruh institusipendidikan kedokteran, seluruh kolegium spesialis,
Kolegium Dokter Indonesia,Ikatan Rumah Sakit Pendidikan,
Departemen Kesehatan, DepartemenPendidikan Nasional yang
difasilitasi oleh Konsil Kedokteran Indonesia sejakbulan Oktober 2005
hingga November 2006, telah berhasil disusun StandarKompetensi
Dokter ini.Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya
terhadap semuapihak yang telah bekerja keras untuk ikut serta menyusun
Standar KompetensiDokter ini. Kami menyadari bahwa Standar
Kompetensi Dokter ini masih jauhdari sempurna, karena itu standar ini
akan selalu disempurnakan secara berkalaberdasarkan masukan dari
berbagai pihak maupun dari bukti-bukti empiris.

1
DAFTAR ISI

BAB I..............................................................................3

Pendahuluan .........................................................3

BAB II ............................................................................5

Kebijakan pembangunan kesehatan di indonesia....7

BAB III.............................................................................10

Moralitas dan hukum..................................................14

Pencegahan ..............................................................16

BAB IV ............................................................................18

ASI..............................................................................18

Penutup............................................................................24

2
BAB I PENDAHULUAN
1 . R a s i o n a l

Sejak tahun 1982, pendidikan dokter di Indonesia mengacu pada


'KurikulumInti Pendidikan Dokter Indonesia' atau KIPDI I yang
menitikberatkan padapenguasaan disiplin ilmu. Sesuai dengan
percepatan perkembangan ilmukedokteran dan kesehatan, telah disepakai
bahwa KIPDI akan diperbaruisetiap 10 tahun. Pada tahun 1994, KIPDI II
diterbitkan dan masihmenitikberatkan pada penguasaan disiplin ilmu
sehingga gambaran dokteryang akan dihasilkan belum terinci secara
eksplisit.Standar Kompetesensi Dokter disusun untuk memperbarui
KIPDI II tahun1994 yang sudah saatnya diganti. Format Standar
Kompetensi Dokterberbeda dengan KIPDI sebelumnya, karena
menyesuaikan denganperkembangan peraturan terkini yang tercantum
pada SK MendiknasNo.045/U/2002, Undang-Undang RI Nomor 20
tahun 2003 tentangSisdiknas, Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004
tentang PraktikKedokteran, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005 tentangStandar Nasional Pendidikan.

2. Landasan Hukum

Standar Kompetensi Dokter ini disusun dalam rangka memenuhi


amanahUndang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran pasal8 yang mengatakan bahwa Konsil Kedokteran
Indonesia memiliki wewenanguntuk mengesahkan standar kompetensi
dokter dan dokter gigi. Pasal 26undang-undang tersebut menyatakan
lebih lanjut bahwa Standar PendidikanProfesi Kedokteran disusun oleh
Asosiasi Institusi Pendidikan KedokteranIndonesia dan berkoordinasi
dengan organisasi profesi, kolegium, ikatanrumah sakit pendidikan,
Departemen Pendidikan Nasional dan DepartemenKesehatan. Oleh
karena itu proses penyusunan Standar Kompetensi Dokterini melibatkan
berbagai pihak pengandil secara intensif melalui serangkaia.pertemuan
yang difasilitasi oleh Divisi Standar Pendidikan Profesi,
KonsilKedokteran Indonesia.Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas pasal 35 tentangStandar Nasional Pendidikan
mengatakan bahwa standar pendidikannasional digunakan acuan dalam
mengembangkan kurikulum, tenagakependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pembiayaan.Standar nasional pendidikan terdiri atas
standar isi, proses, kompetensilulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan,pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secaraberencana dan berkala. Pasal 38 ayat (3) mengatakan
bahwa Kurikulumpendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi
yang bersangkutandengan mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk setiap programstudi.Standar Kompetensi Dokter ini merupakan
standar nasional keluaranprogram studi dokter dan telah divalidasi oleh
Perkumpulan Dokter KeluargaIndonesia, Kolegium Dokter Indonesia,

3
Kolegium-Kolegium Spesialis terkaitserta seluruh Bagian atau
Departemen terkait dari seluruh institusipendidikan kedokteran di
Indonesia yang berjumlah 52 (lima puluh dua).Draft standar kompetensi
telah didistribusikan ke seribu alamat di seluruhIndonesia untuk
mendapat masukan. SubPokja Pendidikan Dokter yangd i b e n t u k o l e h
Konsil Kedokteran Indonesia dengan SK
N o m o r 09/KKI/III/2006,mengkompilasi seluruh masukan, melakukan
'judgement',dan memperbaiki draft. Draft terakhir dirapatkan secara
pleno oleh KonsilKedokteran Indonesia.Standar Kompetensi Dokter ini
merupakan satu kesatuan dengan StandarPendidikan Profesi Dokter.
Standar Kompetensi Dokter adalah standaroutput atau keluaran dari
program studi dokter.

3. Pengertian Standar Kompetensi Dokter


Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002 kompetensi adalah
'seperangkattindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagaisyarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-
tugas di bidang pekerjaan tertentu'. Elemen-elemen kompetensi terdiri
dari :a . L a n d a s a n k e p r i b a d i a n b . P e n g u a s a a n i l m u d a n
keterampilanc . K e m a m p u a n b e r k a r y a d.Sikap dan
p e r i l a k u d a l a m b e r k a r ya m e n u r u t t i n g k a t
k e a h l i a n berdasarkan ilmu dan keterampilan yang
dikuasaie.Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai
dengan keahliandalam berkarya.Epstein and Hundert (2002)
memberikan definisi sebagai berikut :
“Professional competence is the habitual and judicious use
of communication, knowledge, technical skills, clinical reasoning,
emotions,values, and reflection in daily practice to improve the health of
theindividual patient and community”.
Carraccio, et.al. (2002) menyimpulkan bahwa :
“Competency is a complex set of behaviorsbehaviours built on
thecomponents of knowledge, skills, attitude and competence as
personalability”.
Dari beberapa pengertian di atas, tampak bahwa pengertian
kompetensidokter lebih luas dari tujuan instruksional yang dibagi
menjadi tiga ranahp e n d i d i k a n , ya i t u p e n g e t a h u a n ,
p s i k o m o t o r d a n a f e k t i f . T a b e l 1 memperlihatkan beda pokok
antara tujuan instruksional dengan pernyataankompetensi.

4. Manfaat Standar Kompetensi Dokter

4
Adanya Standar Kompetensi Dokter merupakan tonggak yang
bersejarahbagi perkembangan pendidikan dokter di Indonesia. Berikut
ini beberapamanfaat dari Standar Kompetensi Dokter bagi pihak
pengandil terkait.
a . B a g i i n s t i t u s i p e n d i d i k a n k e d o k t e r a n Sesuai dengan
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknasdan Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan yang
mengatakan bahwa kurikulum program studi menjadi wewenang institusi
pendidikan kedokteran, maka Standar KompetensiDokter merupakan
kerangka acuan utama bagi institusi pendidikankedokteran dalam
mengembangkan kurikulumnya masing-masing.Sehingga, walaupun
kurikulum berbeda, tetapi dokter yang dihasilkandari berbagai institusi
diharapkan memiliki kesetaraan dalam halpenguasaan kompetensi.
b . B a g i P e n g g u n a Standar Kompetensi Dokter dapat
dijadikan kerangka acuan utama bagiDepartemen Kesehatan maupun
Dinas Kesehatan Propinsi ataupunKabupaten dalam pengembangan
sumber daya manusia kesehatan,dalam hal ini dokter, agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan yangbaik.Dengan Standar Kompetensi,
Depkes dan Dinas Kesehatan sebagaipihak yang akan memberikan
lisensi dapat mengetahui kompetensi apayang telah dikuasai oleh dokter
dan kompetensi apa yang perluditambah, sesuai dengan kebutuhan
spesifik di tempat kerja. Dengandemikian pihak Depkes dan Dinas
Kesehatan dapat menyelenggarakanpembekalan atau pelatihan jangka
pendek sebelum memberikan ijinPraktik.
c . B a g i o r a n g t u a m u r i d d a n p e n ya n d a n g
d a n a Dengan standar kompetensi dokter, orang tua murid dan
penyandangdana dapat mengetahui secara jelas kompetensi yang akan
dikuasaioleh mahasiswa. Hal ini sebagai bentuk akuntabilitas publik
d . B a g i m a h a s i s w a Standar Kompetensi Dokter dapat
digunakan oleh mahasiswa untukmengarahkan proses belajarnya, karena
mahasiswa mengetahui sejakawal kompetensi yang harus dikuasai di
akhir pendidikan. Dengandemikian proses pendidikan diharapkan dapat
berjalan lebih efektif danefisien.
e.Bagi Departemen Pendidikan Nasional dan Badan
Akreditasi NasionalStandar Kompetensi Dokter dapat dikembangkan
lebih lanjut menjadikriteria pada akreditasi program studi pendidikan
dokter.
f.Bagi Kolegium Dokter Indonesia S t a n d a r
Kompetensi Dokter dapat dijadikan acuan
dalammen yel en ggarakan p ro gram
p e n g e m b a n g a n p r o f e s i s e c a r a berkelanjutan.
g . B a g i K o l e g i u m - K o l e g i u m S p e s i a l i s Standar
Kompetensi Dokter dapat dijadikan acuan dalam
merumuskankompetensi dokter spesialis yang merupakan kelanjutan dari
pendidikandokter

5
.h . P r o g r a m A d a p t a s i b a g i L u l u s a n L u a r
N e g e r i Standar Kompetensi Dokter dapat digunakan sebagai acuan
untukmenilai kompetensi dokter lulusan luar negeri.
BAB II
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATANDI INDONESIA
Sistem Kesehatan Nasional 2004 ditetapkan menurut SK Menkes
No.131/MENKES/SK/II/2004. Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
merupakanpedoman bagi semua pihak dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan diIndonesia. SKN adalah suatu tatanan yang
menghimpun berbagai upaya BangsaIndonesia secara terpadu dan saling
mendukung, guna menjamin derajatkesehatan setinggi-tingginya sebagai
perwujudan kesejahteraan umum sepertidimaksud dalam Pembukaan
UUD 1945.
Sesuai dengan pengertian SKN, maka subsistem pertama SKN
adalah upayakesehatan. Untuk dapat mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya perlu diselenggarakan berbagai
upaya kesehatan dengan menghimpunseluruh potensi Bangsa Indonesia.
Subsistem upaya kesehatan menghimpunberbagai upaya kesehatan
masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan(UKP) secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainyaderajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (SK Menkes
No.131/MENKES/SK/II/2004).
Yang dimaksud dengan UKP strata pertama adalah UKP tingkat
dasar, yangmendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
dasar yangditujukan kepada perorangan. Wujud UKP strata pertama
adalah berbagaibentuk pelayanan professional seperti praktik bidan,
praktik perawat, praktikdokter, praktik dokter gigi, poliklinik, balai
pengobatan, praktik bersama, rumahbersalin, dan puskesmas. Dalam
UKP strata pertama juga termasuk pelayananpengobatan tradisional dan
alternatif, serta pelayanan kebugaran fisik dank o s m e t i k a .
Pelayanan pengobatan tradisional dan
a l t e r n a t i f y a n g diselenggarakan adalah yang secara ilmiah telah
terbukti keamanan dankhasiatnya (SK Menkes No.
131/MENKES/SK/II/2004). Salah satu contohnyaadalah akupuntur.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauandan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatanmasyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut telah diciptakan Visi Indonesia Sehat 2010,
yang merupakan cerminan masyarakat,bangsa dan Negara Indonesia
dengan ditandai oleh penduduknya yang hidupdengan perilaku sehat, dan
dalam lingkungan sehat, serta memiliki kemampuanuntuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,d i s e l u r u h
w i l a ya h N e g a r a K e s e h a t a n R e p u b l i k I n d o n e s i a .
G e r a k a n Pembangunan Berwawasan Kesehatan yang telah dicanangkan

6
sejak tahun1999, merupakan paradigma baru yang dikenal dengan
Paradigma Sehat, danmerupakan salah satu strategi pembangunan
kesehatan nasional Indonesiamenuju Indonesia Sehat 2010 (Depkes,
2005).

Untuk melaksanakan visi tersebut, salah satu misi Depkes adalah


meningkatkankinerja dan mutu upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatanperorangan (Depkes, 2005).Untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan yang berlandaskanparadigma sehat
tersebut maka diperlukan lulusan dokter yang dapat berperanserta dan
merupakan ujung tombak dalam upaya kesehatan masyarakat (UKM)dan
upaya kesehatan perorangan (UKP) strata pertama yang
mencakuppelayanan kesehatan professional terhadap semua spektrum
usia dan semua jenis penyakit sedini mungkin, dan dilaksanakan secara
paripurna, holistik,berkesinambungan serta berkoordinasi dengan profesi
kesehatan lainnya.

Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian orientasi pendidikan


dokter, daripendidikan yang berbasis penguasaan disiplin ilmu ke
pendidikan yang berbasiskompetensi sesuai dengan kompetensi yang
diperlukan pada upaya kesehatanmasyarakat (UKM) dan upaya
kesehatan perorangan (UKP) strata pertama.Sesuai dengan Paradigma
Sehat, pada UKM dan UKP strata pertamadibutuhkan pelayanan
kesehatan yang memiliki karakteristik.

2.2 TEORI PERKEMBANGAN MORAL

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi


rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran
moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg
menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada
penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Kohlberg sampai pada
pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan
anak-anak.

Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan


dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang
dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral
seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan
bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan
konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan

7
menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya
berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama
kehidupan,

Berdasarkan penalaran di atas kohlberg kemudian merumuskan


tiga tingkat perkembangan moral, yang masing-masing tahap ditandai
oleh dua tahap. Setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang
lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat
sebelumnya. Tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi
sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu
tahapan; setiap tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan
lebih komprehensif, beragam, dan terintegrasi dibanding tahap
sebelumnya.

Konsep kunci dari teori Kohlberg, ialah internalisasi, yakni


perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara
eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.

Berikut merupakan tiga tingkat perkembangan moral, yang


masing-masing tingkat ditandai oleh dua tahap menurut Kohlberg :

Tingkat 1 (Pra-Konvensional)

Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling


rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat
ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral,
penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan
hukuman ekternal.

Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral


umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga
dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini.

Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai


moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung

1. Orientasi kepatuhan dan hukuman


Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas
hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa
menuntut mereka untuk taat. Individu-individu memfokuskan
diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang
dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap

8
salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum.
Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah
tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut
pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya.
Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenisotoriterisme.

2. Orientasi minat pribadi / Individualisme dan tujuan

( Apa untungnya buat saya?)

Pada tahap ini penalaran moral didasarkan pada


imbalan dan kepentingan diri sendiri. Anak-anak taat bila
mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk
kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa
yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan
hadiah.

Perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang


paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian
pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga
berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk
punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu. Dalam tahap dua
perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang
berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam
tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima),
sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri
saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu
yang bersifat relatif secara moral.

Tingkat 2 (Konvensional)

Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau


tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg.
Internalisasi individu pada tahap ini adalah menengah. Seorang
mentaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak
mentaati standar-standar (internal) orang lain, seperti orang tua
atau masyarakat.

Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang


remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas
dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan

9
pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri
dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.

3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas

( Sikap anak baik / norma-norma interpersonal)

Pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran,


kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Anak anak sering
mengadopsi standar-standar moral orangtuanya pada tahap ini,
sambil mengharapkan dihargai oelh orangtuanya sebagai seorang
perempuan yang baik atau laki-laki yang baik.

4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial

( Moralitas hukum dan aturan / moralitas sistem sosial)

Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas


pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan
kewajiban. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang
lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk
mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum,
maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang
signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari
yang baik.

Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)

Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi


dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini,
moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan
pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan
moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian
memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.

5. Orientasi kontrak sosial

Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual, pada


tahap ini seseorang mengalami bahwa nilai-nilai dan aturan-
aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda

10
dari satu orang ke orang lain. Individu-individu dipandang
sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda,
dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa
memihak. Seseorang menyadari hukum penting bagi masyarakat,
tetapi nilai-nilai seperti kebebasan lebih penting dari pada hukum.

6. Prinsip etika universal

( Principled conscience)

Prinsip-prinsip etis universal, pada tahap ini seseorang


telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada
hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi konflik secara
hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati,
walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.
Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan , dan komitmen
terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak
mematuhi hukum yang tidak adil.

BAB III

MORALITAS DAN HUKUM

1 Hubungan Antara Manusia, Moralitas dan Hukum

Terdapat hubungan erat antara moral dan hukum; keduanya


saling mengandaikan dan sama-sama mengatur perilaku manusia.
Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak berarti banyak kalau tidak
dijiwai oleh moralitas. Tanpa moralitas, hukum adalah kosong. Kualitas
hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya. Karena itu,
hukum harus selalu diukur dengan norma moral. Produk hukum yang
bersifat imoral tidak boleh tidak harus diganti bila dalam masyarakat
kesadaran moral mencapai tahap cukup matang.

Di sisi lain, moral juga membutuhkan hukum. Moral akan


mengawang-awang kalau tidak diungkapkan dan dilembagakan dalam
masyarakat dalam bentuk salah satunya adalah hukum. Dengan
demikian, hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.
"Menghormati milik orang lain" misalnya merupakan prinsip moral yang
penting. Ini berarti bukan saja tidak boleh mengambil dompet orang lain
tanpa izin, melainkan juga milik dalam bentuk lain termasuk milik

11
intelektual, hal-hal yang ditemukan atau dibuat oleh orang lain (buku,
lagu, komposisi musik, merk dagang dsb).

Hal ini berlaku karena alasan etis, sehingga selalu berlaku, juga
bila tidak ada dasar hukum. Tetapi justru supaya prinsip etis ini berakar
lebih kuat dalam masyarakat, kita mengadakan persetujuan hukum
tentang hak cipta, pada taraf internasional, seperti konvensi Bern (1889).

Tanpa moral, hukum tidak mengikat secara nalar karena moral


mengutamakan pemahaman dan kesadaran subjek dalam mematuhi
hukum. Hal ini sebagaimana diungkapkan K Bertens bahwa quid leges
sine moribus yang memiliki arti apa gunanya undang-undang kalau tidak
disertai moralitas.

Tanpa moral, hukum tidak mengikat secara nalar karena moral


mengutamakan pemahaman dan kesadaran subjek dalam mematuhi
hukum. Hal ini sebagaimana diungkapkan K Bertens bahwa quid leges
sine moribus yang memiliki arti apa gunanya undang-undang kalau tidak
disertai moralitas.

Moral jelas menjadi senjata ampuh yang dapat membungkam


kesewenangan hukum dan pertimbangan kepentingan lain dalam
penegakan keadilan di pengadilan. Hukum dan moral sama-sama
berkaitan dengan tingkah laku manusia agar selalu baik, namun
positivisme hukum yang murni justru tidak memberikan kepastian
hukum.

2.Perbedaan Antara Moralitas dan Hukum

Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun


hokum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataan mungkin ada
hokum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang
immoral, yang berarti terdapat ketidak cocokan antara hokum dengan
moral, untuk itu dalam konteks pengambilan keputusan hokum
membutuhkan moral, sebagaimana moral membutuhkan hokum.

Perbedaan di antara keduanya perlu tetap dipertahankan dan


tidak semua norma moral dapat serta perlu dijadikan norma hukum.
Kendati pemenuhan tuntutan moral mengandaikan pemenuhan tuntutan

12
hukum, keduanya tidak dapat disamakan begitu saja. Kenyataan yang
paling jelas membuktikan hal itu adalah terjadinya konflik antara
keduanya.

Di bawah ini akan ditunjukkan beberapa poin penting perihal


perbedaan antara moral dan hukum.

1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas,


artinya dituliskan dan secara kurang lebih sistematis disusun
dalam kitab undang-undang. Karena itu norma yuridis
mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat lebih objektif.
Sebaliknya norma moral bersifat lebih subjef dan akibatnya lebih
banyak diganggu oleh diskusi-diskusi yang mencari kejelasan
tentang apa yang dianggap etis atau tidak etis. Tentu saja di
bidang hukum pun terdapat banyak diskusi dan ketidakpastian
tetapi di bidang moral ketidakpastian ini lebih besar karena tidak
ada pegangan tertulis.
2. Hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah
saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
Itulah perbedaan antara moralitas dan legalitas (bdk Kant). Niat
batin tidak termasuk jangkauan hukum. Sebaliknya dalam
konteks moralitas sikap batin sangat penting. Orang yang hanya
secara lahiriah memenuhi norma-norma moral berlaku
"legalistis". Sebab, legalisme adalah sikap memenuhi norma-
norma etis secara lahiriah saja tanpa melibatkan diri dari dalam.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berlainan
dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk
sebagian besar dapat dipaksakan; orang yang melanggar hukum
akan mendapat sanksi/hukuman. Tetapi norma-norma etis tidak
dapat dipaksakan. Menjalankan paksaan dalam bidang etis tidak
efektif juga. Sebab paksaan hanya dapat menyentuh bagian luar
saja, sedangkan perbuatan-perbuatan etis justru berasal dari
dalam. Satu-satunya sanksi dalam bidang moralitas adalah hati
nurani yang tidak tenang karena menuduh si pelaku tentang
perbuatannya yang kurang baik.

Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas


kehendak negara. Juga kalau hukum tidak secara langsung berasal dari
negara seperti hukum adat maka hukum itu harus diakui oleh negara
seupaya berlaku sebagai hukum. Moralitas didasarkan pada norma-
norma moral yang melampaui para individu dan masyarakat. Dengan
cara demokratis ataupun cara lain masyarakat dapat mengubah hukum

13
tetapi tidak pernah masyarakat mengubah atau membatalkan suatu norma
moral. Masalah etika tidak dapat diputuskan dengan suara terbanyak.

3 studi kasus

Dari materi manusia, moralitas dan hukum, kami


mengambil contoh studi kasus tentang aborsi. Aborsi
merupakan pengeluaran hasil k o n s e p s i ( p e r t e m u a n s e l
telur dan sperma) sebelum janin dapat hidup di
l u a r kandungan (belum viable), yaitu pada usia kehamilan kurang
dari 22 minggu, atau berat badan janin kurang dari 500 gram.

Jadi, gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus)


adalah terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan
pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang
dikandung itu). Secara umum, istilah aborsi diartikan sebagai
pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya,
baik itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin
masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan). Sampai
saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar
kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir.
Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat
badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus dianggap
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram
atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Abortus dapat berlangsung
spontan secara alamiah atau buatan. Abortus buatan ialah pengakhiran
kehamilan sebelum 20 minggu dengan obat-obatan atau dengan tindakan
medik. Macam abortus (aborsi) :
1. Abortus spontan (keguguran/miscarriage): tanpa disengaja,
alami, tanpa intervensi tindakan medis.
2. Abortus provocatus (pengguguran/digugurkan): ada
kesengajaan atau direncanakan melalui tindakan medis, baik
obat-obatan (termasukjamu) mau pun tindakan bedah, ada 2
macam:
1) Abortus provocatus therapeutics/ medicinalis:
ada indikasi medis (ancaman keselamatan
jiwa,gangguan kesehatan berat pada ibu spt TB
paru berat,asma, DM, gagal ginjal, hipertensi,
penyakit hati kronis;

2) Abortus provocatus criminalis: tanpa ada indikasi


medis.

14
Statistik Kejadian Aborsi

Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan


banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus
spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga
pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai
terlambat haid.
Abortus di Indonesia dilakukan baik di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Dan dilakukan tidak hanya oleh mereka yang mampu
tapi juga oleh mereka yang kurang mampu Perkiraan yang sama ternyata
tidak berbeda dengan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SKDI) 2004 tentang aborsi atau pengguguran kandungan, tingkat aborsi
di Indonesia sekitar 2 sampai 2,6 juta kasus pertahun, 30% dari aborsi
tersebut dilakukan oleh mereka di usia 15-24 tahun. (Yulia,Majalah
KARTINI,edisi April 2006)
Apabila disimpulkan dengan kenaikan 100.000 kasus aborsi
pertahun saja, maka denga menggunakan data WHO ada tahun 2004
dimana kasus aborsi telah mencapai 2,5 juta kasus. Maka di tahun 2010
kasus aborsi dapat diperkirakan telah mencapai 3,1 Juta kasus. Ini angka
fantastis. Dan apabila 30% dari pelaku aborsi adalah terjadi dikalangan
remaja maka kasusnya dapat mencapai 930.000 kasus pertahun. Dan
mungkin saja akan berkembang terus apabila tidak segera dicegah.
Apalagi dampak kematian dari aborsi tidak aman tersebut akan turut
meningkat.
Apabila berbicara angka-angka kasus aborsi di atas, tidak salah
apabila persoalan pergaulan bebas dikalangan remaja saat ini sangat
memperhatinkan.

Statistik Pelaku Aborsi

Belum ada badan atau lembaga yang dapat menghitung statistik pelaku
aborsi di Indonesia secara pasti, namun jumlah ini diperkirakan hampir
sama dengan statistik pelaku aborsi di Amerika Serikat karena jumlah
tindakan aborsi yang terjadi per tahunnya juga hampir sama dengan di
Indonesia

15
Aborsi Dilihat Dari Sudut Moral

Medis :

Mengakhiri kebuntuan terhadap perdebatan tentang aborsi


merupakan agenda yang sangat penting dan menarik untuk dibahas.
Membahas aborsi akan melibatkan banyak kalangan yang merasa
berkepentingan. Dari mulai Politisi, aktivis HAM (bisa terjadi 2 kubu,
yang pro dan yang kontra), Pemuka Agama seperti Kyai, Pendeta,
Pastor, Provider Kesehatan, Sosiolog, Phykolog dan masih banyak yang
lainya. Hal ini bisa terjadi, karena persoalan aborsi menyangkut banyak
aspek, bukan hanya persoalan medis semata, melainkan juga sosial,
ekonomi, budaya dan juga agama.

Dari segi medis, ada kalanya aborsi boleh dilakukan, yaitu


aborsi spontan. Tidak dari sisi moral yang menyatakan bahwa aborsi
boleh dilakukan oleh umat manusia. Karena sesungguhnya umat manusia
itu adalah umat yang mulia dan membunuh satu nyawa berarti
membunuh semua orang. Sebaliknya menyelamatkan satu nyawa berarti
menyelamatkan nyawa semua orang. Jadi aborsi adalah perlakuan yang
membunuh nyawa, berarti melakukan suatu tindakan amoral.

Resiko dari tindakan aborsi provokatus tidak hanya mencakup


resiko jangka pendek melainkan juga resiko jangka panjang. Resiko
jangka pendek yang tersering adalah terjadinya perdarahan yang dapat
mengancam jiwa. Resiko lain adalah syok septik akibat tindakan aborsi
yang tidak steril yang sering berakhir dengan kematian dan juga
kegagalan ginjal sebagai penyerta syok ataupun yang ditimbulkan karena
penggunaan senyawa-senyawa racun yang dipakai untuk menimbulkan
aborsi, seperti lisol, sabun, phisohex. Resiko jangka panjang yang akan
dihadapi oleh seseorang yang melakukan aborsi provokatus adalah
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik (kehamilan di luar tempat
yang semestinya) pada kehamilan berikutnya akibat kerusakan pada
lapisan dalam rahim (endometrium) setelah dilakukan dilatasi (pelebaran
secara paksa leher rahim dengan alat khusus) dan kuretase (pengerokan
endometrium dengan alat khusus) pada tindakan aborsi.

Kerusakan pada endometrium yang diakibatkan dilatasi dan


kuretase ini juga meningkatkan resiko terjadinya placenta previa (letak
plasenta tidak pada tempat semestinya sehingga mengganggu proses
persalinan), aborsi spontan pada kehamilan berikutnya, bayi berat badan

16
lahir rendah sampai kemungkinan terjadinya kemandulan akibat
kerusakan yang luas pada endometrium.

Agama :
Menurut hukum Islam (fiqih), hukum dasar aborsi adalah
dilarang atau haram. Namun hukum dasar tersebut dapat berubah apabila
ada sebab-sebab yang dapat dibenarkan secara syar’i. Dalam Islam
sendiri ada beberapa pandangan mengenai sampai usia kehamilan berapa
aborsi masih boleh dilakukan. Dalam Islam ada yang memakai batas 120
hari usia kehamilan, setelah usia 120 hari sama sekali dilarang, kecuali
untuk menyelamatkan nyawa ibu. Batas 120 hari didasarkan pada hadis
empat puluh, dimana Nabi Muhammad S.A.W memberitahukan dalam
proses terciptanya manusia sel telur dan sel sperma tersimpan selama 40
hari dalam rahim sebagai nuthfah (mani), selama 40 hari berikutnya
sebagai alaqah (segumpal darah), kemudian 40 hari berikutnya sebagai
mudhghah (segumpal daging), setelah itu proses khalqan aakhar
(pemberian nyawa) terjadi.
Al Quran dalam surat Al-Mukminun ayat 12-14 memberikan
informasi yang serupa.Menurut Mazhab Hanafi, aborsi sebelum
kehamilan berusia 120 hari diizinkan jika ada alasan yang dibenarkan
hukum Islam. Indikasinya antara lain kondisi kesehatan ibu sangat buruk,
kehamilan dan persalinan beresiko tinggi, kehamilan yang terjadi saat
perempuan masih menyusui bayi sementara ayah si bayi tidak
mempunyai pendapatan yang tetap untuk membeli susu pengganti ASI.
Jika tidak ada alasan-alasan tersebut maka hukumnya jika melakukan
aborsi menjadi makruh.
Penganut mazhab Syafi’i terpecah tiga pendapat, sebagian
seperti Ibn al-Imad dan al Ghazali melarang aborsi karena termasuk
kejahatan terhadap makhluk hidup. Muhammad ibn Abi Said
mengizinkan dalam batas 80 hari, alasannya karena janin masih dalam
bentuk nuthfah dan alaqah. Dan yang lainnya lagi membolehkan aborsi
secara mutlak sebelum kehamilan berusia 120 hari. Sebagian besar
pengikut mazhab Maliki kecuali al Lakhim tidak memperbolehkan
bahkan mengharamkan membuang produk kehamilan, walaupun
sebelum 40 hari. Alasannya, bila air mani telah tersimpan dalam rahim
berarti sudah ada proses kehidupan.

Sosial-Budaya :
Aborsi dalam pandangan masyarakat Indonesia merupakan
negara memiliki nilai dan norma yang sangat tinggi. Masyarakat

17
Indonesia masih memegang tinggi nilai dan norma dalam kehidupan.
Sebenarnya salah satu penyebab tingginya aborsi di masyarakat kita
adalah kebiasaan di masyarakat juga. Tekanan masyarakat terhadap
kehamilan diluar nikah juga menjadi salah satu pemicu orang nekad
untuk aborsi. Masyarakat sendiri tidak melihat kehamilan itu sebagai
anugerah, tapi justru mencela dan mengejek sebagai aib. Seandainya
masyarakat atau paling tidak orang tua bertindak bijak dengan
memberikan support, maka bisa jadi si calon ibu tidak sampai berpikir
pendek dan nekad.
Adanya pengaruh globalisasi yang terjadi di Indonesia,
menjadikan remaja mulai menjadikan kultur negara – negara maju
sebagai acuan hidupnya. Terkadang remaja tidak memfilter apa yang
mereka dapat, baik dan buruk nya kultur tersebut sekedar ditiru saja.
Adanya anggapan bahwa budaya barat adalah sesuatu yang hebat dan
lebih modern. Sehingga para remaja beranggapan bahwa, bila tidak
menirukan budaya barat tersebut maka akan dianggap ketinggalan jaman.
Misalnya dampak dari ada nya globalisasi dalah terjadinya pergaulan
yang bebas dan terkesan tanpa adanya kontrol. Pada awalnya pergaulan
bebas belum meluas, sehingga masih terlihat sebagai sesuatu yang tabu.
Namun dengan berjalannya waktu, dan kurang ada nya kontrol terhadap
penetrasi budaya barat tersebut, free sex pun semakin meluas. Sehingga
free sex mulai dianggap sebagai hal yang biasa pada sebagian orang,
misalnya pada kota besar atau metropolitan, free sex mulai menjamur,
sehingga akibat dari free sex seperti aborsi mulai banyak terjadi.

PENCEGAHAN

Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, Pemerintah


memfokuskan intervensi pada pelayanan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan dan pengelolaan komplikasi Obstetri. Banyak upaya
yang dilaksanakan untuk mensukseskan kegiatan tersebut antara lain
melalui penempatan BdD dan pelatihan klinik kegawatdaruratan obstetri.
Walaupun Asuhan paskakeguguran merupakan bagian dan pelayanan
kegawatdaruratan obstetri namun dalam pelatihan tersebut belum
termasuk kegawatan akibat komplikasi paska keguguran.
Dalam situasi seperti dikemukakan di atas, maka sangatlah
penting untuk melakukan tindakan pencegahan abortus dan penyediaan
asuhan paska keguguran yang berkualitas serta dapat dijangkau oleh
semua lapisan masyarakat. Dengan demikian kejadian abortus dapat

18
dicegah dan kematian akibat komplikasi abortus dapat dikurangi, yang
pada waktunya akan mampu memberikan kontribusi nyata dalam
menurunkan AKI.
Bulan Oktober 2000 telah dicanangkan Making Pregnancy
Safer (MPS) oleh Kepala Negara RI yang menyatakan bahwa Gerakan
Nasional Kehamilan Yang Aman merupakan Strategi Pembangunan
Kesehatan Nasional menuju Indonesia Sehat 2010. Selanjutnya tanggal
26 November 2001 telah dicanangkan Rencana Strategis Nasional MPS
oleh Menteri Kesehatan yang kegiatan utamanya mengacu pada 3 pesan
kunci MPS yaitu:
1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
2) Semua komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat
pelayanan adekuat dan
3) Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan
penanganan komplikasi abortus yang tidak aman.
Kegiatan asuhan paska keguguran dilaksanakan tidak hanya
dilaksanakan semata untuk penanganan komplikasi tetapi juga harus
mencakup kegiatan-kegiatan deteksi dini dan pencegahan terhadap
kejadian abortus. Sehingga kegiatan asuhan paskakeguguran
dilaksanakan tidak hanya oleh tenaga kesehatan, juga oleh masyarakat
berupa kegiatan deteksi dini kejadian abortus dan komplikasinya di
tingkat masyarakat.
Ada tiga (3) elemen dasar dalam Paket Asuhan Paskakeguguran
yaitu:
1. Penatalaksanaan komplikasi abortus
2. Pelayanan KB paskakeguguran termasuk konseling dan
pelayanan kontrasepsi
3.Asuhan paskakeguguran terintegrasi dengan pelayanan
kegawatdaruratadan kesehatan reproduksi termasuk KIE

Forum Kesehatan Perempuan

Upaya mengamandemen UU RI No. 23/1992 tg Kesehatan Psl


15; dan menyusun SK Menkes tentang batasan pelayanan aborsi yg aman
dgn memasukkan kriteria, antara lain :

1. Usia kandungan < 12 minggu


2. Di Rumah Sakit yg ditunjuk
3. Oleh dokter yg bersertifikat
4. Konseling pra dan pasca aborsi (sebagai salah satu syarat mutlak
u/ dpt mengurangi kejadian aborsi, terutama aborsi berulang)
5. Biaya yg terjangkau

19
Hasil penelitian

Dilegalkannya aborsi aman di suatu negara justru berperan


menurunkan angka kejadian aborsi oleh karena :

1. Efektifitas konseling pasca aborsi yg mewajibkan pemakaian


kontrasepsi bagi yg masih aktif seksual tapi tak ingin punya anak
u/ jangka waktu tertentu.
2. Efektifitas alat kontrasepsi yg hampir 100% mengurangi angka
kehamilan tak diinginkan yg berakhir pd tindak aborsi.

Pengaturan oleh pemerintah Indonesia (Hukum / Peraturan


perundang-undangan tentang aborsi)

Aborsi atau pembunuhan paksa yang dilakukan oleh seorang


wanita terhadap bayi yang dikandungnya termasuk tindakan pidana.
Pelaku akan dijerat pasal 341 dan 342 dengan tuntutan 12 tahun penjara.
Sebenarnya aborsi dilakukan dengan sengaja untuk menutup aib yang
tidak ingin diketahui. Tindakan ini melanggar hukum pidana yang
diberlakukan untuk melindungi atau mencegah perlakuan tidak terpuji
tersebut. Sosialisasi kepada masyarakat sangat penting karena kasus ini
secara tidak langsung telah membunuh generasi muda. Kalau tidak ada
sosialisasi maka seseorang akan biasa untuk terus menerus melakukan
hal itu. penegak hukum juga perlu bekerja keras untuk menyikapi
persoalan tersebut. Jika kedapatan mengaborsi maka perlu ditindak
lanjuti dan dijatuhi hukuman penjara.

Pada Pasal 341 KUHP mengatakan, seorang ibu yang karena


takut akan ketahuan melahirkan pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun penjara.
Selanjutnya, pasal 342 KUHP menyebutkan, seorang ibu atas niatnya
yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan
anak atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun penjara.

Hukuman penjara tidak mutlak dijatuhkan kepada terdakwa


karena ada undang-undang lain juga mengatur tentang hak hidup anak
dan perempuan. Jika terbukti melanggar beberapan aturan maka

20
hukuman yang dilimpahkan juga akan berlapis artinya bisa kurang dan
bisa bertambah. Sementara, dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor
23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu.

Tindakan aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana


(KUHP) di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Menurut
KUHP, aborsi merupakan :

 Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium


perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap
tercapai (38-40 minggu).
 Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang
dari 20 minggu).Dari segi medikolegal maka istilah abortus,
keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama
dan kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih
dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab


Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) :

 PASAL 299 ayat 1-3


 PASAL 341
 PASAL 342
 PASAL 343
 PASAL 346
 PASAL 347 ayat 1 dan 2
 PASAL 348 ayat 1 dan 2
 PASAL 349
 PASAL 535 ayat 1-4
 PASAL 80 ayat 1 dan 2

Undang Undang Aborsi Indonesia

Dalam undang-undang kesehatan yang baru, masalah aborsi


diatur dalam pasal 75 ayat 1-4 dan pasal 76 :
1. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan

21
dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar hukum.
Sampai saat ini masih diterapkan.
2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan.
3. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan yang menuliskan dalam kondisi tertentu, bisa
dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).
4. UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak
dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup &
meningkatkan taraf kehidupannya.

Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Povocatus Criminalis

Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad,


tetapi selama itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai
tindakan abortus. Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan
pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan abortus.
Sejak itu maka undang-undang mengenai abortus terus mengalami
perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul
suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai
negara di dunia terhadap tindakan abortus.
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang
Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan
untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (abortus
provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi
dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang
didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah
Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap
hidup insani mulai dari saat pembuahan.

Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia telah


merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai
kewajiban umum, pasal 7d: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat
akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pada pelaksanaannya,
apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan
implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia
etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran
(MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan"
anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif
tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.”

22
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak
bersifat mutlak. Abortus buatan atau abortus provokatus dapat
digolongkan ke dalam dua golongan yakni: 1. Abortus buatan legal, yaitu
pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara
yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan
abortus provocatus therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar
untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa ibu. Abortus
atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu pada pasal 15 ayat 1-3.

BAB IV

ASI

ASI merupakan makanan yang bergizi sehingga tidak memerlukan


tambahan komposisi. Disamping itu ASI mudah dicerna oleh bayi dan
langsung terserap. Diperkirakan 80% dari jumlah ibu yang melahirkan
ternyata mampu menghasilkan air susu dalam jumlah yang cukup untuk
keperluan bayinya secara penuh tanpa makanan tambahan. Selama enam
bulan pertama. Bahkan ibu yang
gizinya kurang baikpun sering dapat menghasilkan ASI cukup tanpa
makanan tambahan selama tiga bulan pertama.
ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan lagi,
namun akhir-akhir ini sangat disayangkan banyak diantara ibu-ibu
meyusui melupakan keuntungan menyusui. Selama ini dengan
membiarkan bayi terbiasa menyusu dari alat pengganti, padahal hanya
sedikit bayi yang sebenarnya menggunakan susu botol atau susu formula.
Kalau hal yang demikian terus berlangsung, tentunya hal ini merupakan
ancaman yang serius terhadap upaya pelestarian dari peningkatan
penggunaan ASI.
Hasil penelitian yang dilakukan di Biro Konsultasi Anak di Rumah Sakit
UGM Yogyakarta tahun 1976 menunjukkan bahwa anak yang disusui
sampai dengan satu tahun 50,6%. Sedangkan data dari survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 1991 bahwa ibu, yang memberikan
ASI pada bayi 0-3 bulan yaitu 47% diperkotaan dan 55% dipedesaan
(Depkes 1992) dari laporan SKDI tahun 1994 menunjukkan bahwa ibu-
ibu yang memberikan ASI EKSLUSIF kepada bayinya mencapai 47%,
sedangkan pada repelita VI ditargetkan 80%.
Berbagai alasan dikemukakan oleh ibu-ibu mengapa keliru dalam
pemanfaatan ASI secara Eksklusif kepada bayinya, antara lain adalah
produksi ASI kurang, kesulitan bayi dalam menghisap, keadaan puting
susu ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja, keinginan untuk disebut
modern dan pengaruh iklan/promosi pengganti ASI dan tdak kalah

23
pentingnya adalah anggapan bahwa semua orang sudah memiliki
pengetahuan tentang manfaat ASI.

Manfaat ASI bagi Masyarakat

Meneteki/memberi ASI kepada bayi sangat penting untuk mengatasi


masalah kelaparan. Pada kebanyakan masyarakat, banyak keluarga dan
individu tidak mempunyai makanan yang cukup, oleh karena itu sering
menderita kelaparan. Dengan meneteki dapat memberi jaminan pangan
yang sangat penting bagi keluarga yang mengalami kekurangan pangan
dalam situasi darurat. Para Ibu harus yakin bahwa mereka dapat
memberikan makanan yang terbaik bagi bayi mereka. Bahkan Ibu yang
kelaparan karena tidak mampu membeli makanan mereka setiap hari
masih dapat memberi ASI lebih sering dari pada
ibu yang mendapat makanan cukup. Selain itu, bayi yang mendapat ASI
memiliki IQ
lebih tinggi dari yang tidak mendapat, maka masyarakat akan
diuntungkan. Ibu lebih sehat dan biaya untuk kesehatan lebih kecil.
Meneteki/memberi ASI merupakan cara terbaik
untuk meningkatkan kelangsungan hidup anak.
5.Manfaat ASI bagi lingkungan

Kita hidup di dunia yang penuh polusi. Dengan meneteki/memberi ASI,


tidak menimbulkan
sampah; setiap ibu yang meneteki dapat mengurangi masalah polusi dan
sampah. Dengan meneteki/memberi ASI tidak membutuhkan lahan,
air, metal, plastik dan minyak yang semuanya dapat merusak lingkungan,
Dengan demikian,
meneteki/memberi ASI dapat melindungi lingkungan hidup kita.

penutup

Aborsi merupakan pengeluaran hasil k o n s e p s i


(pertemuan sel telur dan sperma) sebelum janin
d a p a t h i d u p d i l u a r kandungan (belum viable), yaitu pada usia
kehamilan kurang dari 22 minggu, atau berat badan janin kurang dari
500 gram.

Macam abortus (aborsi) :


1. Abortus spontan (keguguran/miscarriage): tanpa disengaja, alami,
tanpa intervensi tindakan medis.

24
2. Abortus provocatus (pengguguran/digugurkan): ada kesengajaan
atau direncanakan melalui tindakan medis, baik obat-obatan
(termasukjamu) mau pun tindakan bedah, ada 2 macam:
1) Abortus provocatus therapeutics/ medicinalis:
Ada indikasi medis (ancaman keselamatan jiwa,gangguan
kesehatan berat pada

ibu spt TB paru berat,asma, DM, gagal ginjal, hipertensi,


penyakit hati kronis;

2) Abortus provocatus criminalis: tanpa ada indikasi medis.

Dari segi medis, ada kalanya aborsi boleh dilakukan, yaitu


aborsi spontan. Tidak dari sisi moral yang menyatakan bahwa aborsi
boleh dilakukan oleh umat manusia. Karena sesungguhnya umat manusia
itu adalah umat yang mulia dan membunuh satu nyawa berarti
membunuh semua orang. Sebaliknya menyelamatkan satu nyawa berarti
menyelamatkan nyawa semua orang. Jadi aborsi adalah perlakuan yang
membunuh nyawa, berarti melakukan suatu tindakan amoral.

Aborsi dalam pandangan masyarakat Indonesia merupakan


negara memiliki nilai dan norma yang sangat tinggi. Masyarakat
Indonesia masih memegang tinggi nilai dan norma dalam kehidupan.
Sebenarnya salah satu penyebab tingginya aborsi di masyarakat kita
adalah kebiasaan di masyarakat juga. Tekanan masyarakat terhadap
kehamilan diluar nikah juga menjadi salah satu pemicu orang nekad
untuk aborsi. Masyarakat sendiri tidak melihat kehamilan itu sebagai
anugerah, tapi justru mencela dan mengejek sebagai aib. Seandainya
masyarakat atau paling tidak orang tua bertindak bijak dengan
memberikan support, maka bisa jadi si calon ibu tidak sampai berpikir
pendek dan nekad.

Aborsi atau pembunuhan paksa yang dilakukan oleh seorang


wanita terhadap bayi yang dikandungnya termasuk tindakan pidana.
Sebenarnya aborsi dilakukan dengan sengaja untuk menutup aib yang
tidak ingin diketahui. Tindakan ini melanggar hukum pidana yang
diberlakukan untuk melindungi atau mencegah perlakuan tidak terpuji
tersebut. Sosialisasi kepada masyarakat sangat penting karena kasus ini
secara tidak langsung telah membunuh generasi muda. Kalau tidak ada
sosialisasi maka seseorang akan biasa untuk terus menerus melakukan
hal itu. penegak hukum juga perlu bekerja keras untuk menyikapi

25
persoalan tersebut. Jika kedapatan mengaborsi maka perlu ditindak
lanjuti dan dijatuhi hukuman penjara.

Belum ada badan atau lembaga yang dapat menghitung statistik


pelakuaborsi di Indonesia secara pasti. DiIndonesia, belum ada lembaga
atau badan yang menghitung secara persis berapa banyak jumlah kasus
aborsi berdasarkan tiap-tiap alasan yang ada. Dari data yang ada dapat
disimpulkan bahwa aborsi dilakukan sebagian besar oleh wanita yang
berusia antara 20-24 tahun. Di kota, aborsi yang dilakukan oleh kalangan
kurang mampu lebih banyak mengandalkan bantuan bidan, dukun atau
sendiri. Sedangkan pada kalangan yang mampu lebih banyak memilih
dokter. Sedangkan di desa, baik dari kalangan mampu ataupun kurang
mampu lebih mengandalkan dukun untuk melakukan aborsi. Aborsi lebih
banyak terjadi di kota-kota besar.

Batasan pelayanan aborsi yg aman dgn memasukkan kriteria, antara lain


:

1. Usia kandungan < 12 minggu


2. Di Rumah Sakit yg ditunjuk
3. Oleh dokter yg bersertifikat
4. Konseling pra dan pasca aborsi (sebagai salah satu syarat
mutlak u/ dpt mengurangi kejadian aborsi, terutama aborsi
berulang

- Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik bagi bayi yang harus
diberikan pada bayi sampai bayi berusia 4 bulan tanpa makanan
pendamping.
- Adanya kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin
besar persentase ASI secara Eksklusif.
- Masih rendahnya tingkat pengetahuan ibu-ibu tentang pemberian ASI.

. SARAN
- perlunya peningkatan penyuluhan tentang bahayanya aborsi bagi
perempuan
-
- Perlu peningkatan penyuluhan kesehatan secara umum khususnya
tentang ASI dan menyusui kepada masyarakat, khususnya kepada ibu
hamil tentang gizi dan perawatan payudara selama masa kehamilan,
sehingga produksi ASI cukup.

26
- Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik
bersalin, Posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk
kepada ibuhami, ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang ASI dan
menyusui.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Gary F., dkk. (2005). Obstetri Williams. Ed 21. Jakarta :


EGC
Walsh, Linda (2008) Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta, EGC

Varney, Helen, dkk. (2008) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4


Volume 2. Jakarta, EGC

27

Anda mungkin juga menyukai