Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

2019 B

Disusun Oleh :
Anisa Nur Fitriani (19010664055)
Tsabita Huwaida (19010664080)
Adissa Indriana Putri (19010664125)

Dosen Pembimbing :
Riza Noviana Khoirunnisa, S.Psi.,M.si

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PSIKOLOGI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah Psikologi
Pendidikan ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam
memahami pendekatan kontruktivis sosial.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca dan juga sebagai latihan bagi kami selaku penyusun makalah agar kedepannya dapat
menyusun makalah lebih baik.

Terakhir kami ingin mengucapkan mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami harapkan bagi dosen mata kuliah
psikologi pendidikan dan juga para pembaca untuk memberikan masukan-maukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 5 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………...

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………

A. PENGERTIAN PENDEKATAN KONTRUKTIVIS SOSIAL ……………………..

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………..

A. PENDEKATAN KONTRUKTIVIS SOSIAL UNTUK PENGAJARAN …………


B. GURU DAN TEMAN SEBAYA SEBAGAI KONTIBUTOR BERSAMA
UNTUK PEMBELAJARAN MURID ……………………………………………..
C. KELOMPOK KECIL……………………………………………………………….
D. PROGRAM KONTRUKTIVIS SOSIAL ………………………………………….

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………...

A. KESIMPULAN ……………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………


BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS SOSIAL


Konstruktivisme menurut Karli adalah hasil interaksi dengan lingkungannya yang
diperoleh melalui pengetahuan diri dan juga pengalaman yang diperoleh dari dimulai
terjadinya konflik kognitif ( Manalu dalam jurnal Penerapan Pendekatan Konstruktivis
Sosial dalam Pembelajaran, 2014).

Adapun prinsip- prinsip konstruktivisme menurut Suparno adalah sebagai berikut :

a. Pengetahuan diperoleh siswa melalui keaktifan siswa untuk bernalar secara aktif.
b. Siswa berusaha terus- menerus untuk mengonstruksikan perubahan konsep supaya lebih
rinci dan lengkap.
c. Sarana dan situasi proses pengonstruksian yang dilakukan siswa disediakan oleh guru.
( Manalu dalam jurnal Penerapan Pendekatan Konstruktivis Sosial dalam Pembelajaran ,
2014)
Menurut Brooks & Brooks (1993), ”Contruktivism is not an instructional strategy
to be deployed under appropriate condition. Rather, contructivism is an underlying
philosophy or way of seeing the world.” Dari pengertian tersebut kita bisa mengambil
sebuah makna bahwa konstruktivisme bukanlah sesuatu jalan atau strategi untuk bisa
digunakan oleh manusia dalam memecahkan masalah. Namun konstruktivisme adalah
sebuah cara manusia memandang sesuatu yang sifatnya membangun, pandangan tersebut
bisa didapat dari pengalaman baik dari diri sendiri maupun lingkungan sosial, interaksi dan
juga fenomena sekitar. Sehingga dari pandangan tersebut manusia mampu menciptakan
pengetahuan yang konstruktif untuk memecahkan masalah.

Konstruktivisme dalam psikologi dibagi menjadi dua yaitu konstruktivisme


personal dan konstruktivisme sosial. Pendekatan konstruktivisme sosial sendiri sebenarnya
berawal dari pandangan tokoh psikologi Vygotsky. Menurut Vygotsky, interaksi sosial
penting dalam proses belajar. Pengetahuan baru tidak hanya didapat dari hasil konstruksi
pengetahuannya sendiri namun juga didapat dari interaksi sosial dalam rangka untuk
mengambil esensi dari pengalamannya tersebut
Jika kita lihat dari pandangan psikologi, konstruktivisme lebih fokus menekankan
pada cara individu mengelola pengetahuan dan informasi melalui proses mental, baik itu
pengetahuan yang didapat dari olah pikirnya sendiri maupun dari interaksi dengan
lingkungan sosialnya untuk keperluan pemecahan masalah. Namun sebenarnya
konstrutivisme sendiri lebih dari itu. Manusia memiliki kemampuan untuk menciptakan
dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang bahkan masih berupa asumsi yang ada
dalam pikiran, kemudian diubah menjadi sebuah definisi baru bentukan dari
pengalamannya sendiri maupun pengalaman sosial. Sehingga pandangan ini dapat
dikatakan menentang pandangan realisme yang mengatakan bahwa ‘kebenaran ada diluar
sana’.

Dalam pandangan konstruktivisme, suatu kebenaran dapat diperoleh dan


dikembangkan melalui observasi dan penelitian. Sehingga alih-alih meyakini bahwa
kebenaran itu mutlak, manusia justru mempersepsikan bahawa kebenaran itu relatif.

Berfokus pada konstruktivisme sosial, pendekatan ini lebih dari sekedar konsep
ZPD (Zone Proximal Development) dan Scaffolding milik Vygotsky. Namun pendekatan
ini lebih kearah kemampuan manusia dalam beradaptasi dan berpartisipasi bersama orang
lain untuk mendapatkan pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang bermakna
tersebut yang nantinya dijadikan sebagai konsep dan juga sumber belajar. Namun pada
pembahasan makalah ini, kita akan banyak mengguanakan penerapan teori konstruktivis
sosial Vygotsky.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDEKATAN KONTRUKTIVIS SOSIAL UNTUK PENGAJARAN

Pendekatan konstruktivis sosial untuk pengajaran melibatkan orang lain dalam


menciptakan kesempatan bagi siswa untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman saat
mereka dihadapkan pada pemikiran orang lain dan saat berpartisipasi dalam pemahaman
bersama. Pengetahuan saling dibentuk dan dikonstruksi melalui penekanan konteks sosial dari
pembelajaran dan gagasan .(Santrock,2014,hlm 46)

Perbandingan pendekatan konstruktivis sosial piaget dan Vygotsky :

Piaget Vygotsky

Menekankan bahwa siswa membentuk Menekankan bahwa siswa membentuk


pengetahuan dengan mengubah, mengatur, pengetahuan melalui interaksi sosial dengan
serta organisasi ulang pengetahuan dan orang lain. Ilmu pengetahuan tersebut
informasi sebelumnya dipengaruhi oleh budaya kehidupan siswa,
yang mencakup bahasa, keyakinan, dan
keterampilan.
Agar siswa dapat mengeksplorasi dan Agar siswa mempunyai banyak kesempatan
mengembangkan pemahaman guru harus untuk belajar dan mengembangkan ilmunya
memberikan dukungan kepada siswa ditekankan untuk membentuk pengetahuan dan
belajar dengan guru dan teman sebayanya
Selain pendekatan diatas terdapat juga pendekatan lain yang berfokus pada saat siswa
memecahkan masalah di dalam kelas , berdiskusi dan kondisi sosial lainnya.

 Kognisi berdasarkan situasi


Pemikiran dalam konteks sosial dan fisik dimana saat pengetahuan dikembangkan otak kita
akan terhubung dalam konteks tersebut karena sudah terdapat pengetahuan yang tersimpan di
dalam otak. Hal tersebut dapat menciptakan situasi belajar yang melibatkan kehidupan nyata
sehingga akan mempermudah pembelajaran dan mengembangkan pengetahuan serta
pemahaman siswa. (Santrock,2014,hlm 47)

B. GURU DAN TEMAN SEBAYA SEBAGAI KONTIBUTOR BERSAMA UNTUK


PEMBELAJARAN MURID
 Perancah
Perancah sangat penting untuk pembelajaran karena dengan adanya perancah akan
meningkatkan pembelajaran siswa dalam pembelajaran kolaboratif yang dilakukan dengan
cara mengubah tingkatan dukungan selama pengajaran dan pembelajaran. Siswa yang akan
belajar suatu hal yang baru akan dibimbing langsung oleh guru, jika terjadi peningkatan
kompetensi siswa, guru akan mengurangi bimbingannya (Santrock,2014,hlm 48)

 Magang Kognitif

Magang kognitif memberikan banyak manfaat untuk pembelajaran. Salah satunya untuk
mendukung pembelajaran dengan pembelajaran aktif dan mendorong siswa untuk
mengerjakan pekerjaan secara mandiri. Ini adalah teknik yang menggunakan keterampilan
budaya dan digunakan saat seorang yang ahli membentang dan mendukung pemahaman bagi
pemula. (Santrock,2014,hlm 49)

 Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar banyak bermanfaat terutama untuk siswa yang kurang terampil dan tidak
melakukan subjek tertentu secara baik. Bimbingan belajar ini biasanya terjadi antara siswa
yang lebih terampil dan siswa yang kurang terampil serta pada orang dewasa yang lebih ahli
dan pemula. (Santrock,2014,hlm 49)
 Pembantu, Relawan, dan Mentor Kelas

Beberapa siswa membutuhkan bantuan secara individu dalam melaksanakan pembelajaran.


Pembantu, relawan, dan mentor kelas bisa membantu mengurangi beban siswa dan
memberikan perhatian lebih kepada siswa yang membutuhkan bantuan atau yang
mengalami kesulitan. Mentor dapat meningkatkan pembelajaran siswa, mereka lebih
berpengalaman dan lebih terampil . Banyak hal positif yang akan didapatkan oleh
siswa,seperti hubungan antara siswa dan mentor yang dapat mempengaruhi karakter
emosional seperti rasa hormat, kesetiaan, dan identifikasi. Ada beberapa program yang
dilakukan dan dikembangkan untuk membantu siswa, seperti program membaca,
pemulihan membaca, dan yang lainnya. Dengan adanya program ini, dapat meningkatkan
efek positif pada kemampuan alphabet dan prestasi siswa serta siswa akan memiliki
kemampuan membaca yang lebih baik (Santrock,2014,hlm 50). Di Amerika Serikat
terdapat program bimbingan di luar sekolah seperti Big Brothers dan Big Sisters.
(Santrock,2014,hlm 51)

 Pendidik Sebaya

Belajar dengan rekan sebaya juga dapat meningkatkan pembelajaran dan perkembangan
belajar siswa karena pendidik sebaya juga dapat menjadi pendidik efektif. Siswa satu
dengan yang lainnya dapat saling mengajarkan. Adapun strategi pembelajarannya adalah
Strategi pembelajaran bantuan rekan sebaya ( Peer-Assisted Learning Strategies - PALS)
dimana program ini biasanya menciptakan 13-15 partner di ruang kelas dan dilaksanakan
selama 25- 35 menit setiap dua hingga empat kali seminggu. Program ini diciptakan oleh
John F. Kennedy Center dan Departemen Pendidikan Khusus di Universitas Peabody dan
Universitas Vanderbilt untuk digunakan dalam bidang matematika dan bidang membaca
pada tingkat TK hingga SD kelas 6 yang dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan matematika, keterampilan aksara dan kemampuan membaca serta dapat
meningkatkan prestasi siswa. Program ini sangat efektif untuk siswa, baik siswa tingkat
dasar, siswa etnis minoritas, dan siswa di perkotaan. (Santrock,2014,hlm 52)
Selain itu juga terdapat program bimbingan yang dikembangkan untuk siswa dengan
pencapaian rendah di sekolah dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk bergantian
peran dengan menjadi guru dan siswa yang disebut Bimbingan Rekan Belajar Timbal
Balik (Reciprocal Peer Tutotring- RPT). Ada juga program yang jika dilaksanakan selama
tiga tahun akan berlaku efektif untuk meningkatkan nilai siswa dengan kuis mingguan.
Program ini meliputi pengajaran timbal balik, strategi motivasi seperti kompetisi tim dan
pelatihan para guru. Program ini disebut Bimbingan Belajar Rekan Kelas ( Class Wide Peer
Tutoring- CWPT). (Santrock,2014,hlm 53)

Di Amerika dan Brasil terdapat program pendidik sebaya yang efektif. Program ini
diberikan kepada siswa sekolah menengah yang tidak berprestasi baik atau beresiko dalam
masalah yang ditanggung sekolah untuk membimbingnya. Program yang disebut Program
Pemuda Bernilai ini terus berkembang hingga saat ini di 24 kota di Amerika Serikat dan
Brasil. Dengan adanya program ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa yang
diajari dan pencapaian pendidik. Sebuah kasus menceritakan bahwa salah satu
pembimbing program pemuda bernilai yang setiap hari harus datang ke sekolah dan
mengajar anak- anak yang lebih muda tidak ingin kehilangan waktu di sekolah karena saat
ia absen anak –anak menanyakan keberadaannya. Ia begitu menyukai mereka dan jika ia
tidak menjadi pembimbing ia mungkin sudah putus sekolah (Santrock, 2014, hlm 53).
Program ini sangat berpengaruh baik bagi pembimbing dan siswa.

o Bimbingan Belajar Rekan Sebaya Online

Seiring berkembangnya teknologi, terdapat banyak manfaat yang didapatkan seperti


mempermudah melakukan pembelajaran. Pembimbing memanfaatkan teknologi untuk
meningkatkan pembelajaran dengan cara mengadakan bimbingan online dan pelatihan
rekan sebaya microsoft yang menggabungkan teknologi dan pembinaan sebaya untuk
guru (Santrock, 2014, hlm 53). Dengan adanya bimbingan ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam teknologi untuk meningkatkan pembelajaran
pada siswa.
 Pembelajaran kooperatif

Pada pembelajaran kooperatif, siswa akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Dalam
kelompok ini lah mereka akan membantu satu sama lain untuk memahami sesuatu. Menurut
Thurston & Kolega (2010) Pembelajaran kooperatif ini dimanfaatkan untuk meningkatkan
kemampuan pembelajaran serta keterampilan siswa (Santrock, 2014, hlm 55).

Dalam suatu kelompok, siswa akan di bagikan bagian mana saja yang akan mereka pelajari
dan kemudian mengajarkannya pada kelompok. Pada waktu mengajarkan kepada yang lain lah
siswa akan mempelajari dan memahaminya secara mendalam (Santrock, 2014, hlm 55).

1. Motivasi
Blumenfeld dkk. (2006) & Jallifar (2010) mengungkapkan bahwa apabila seorang siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, mereka akan mendapatkan motivasi yang besar
(Santrock, 2014, hlm 56). Hal itu dikarenakan adanya hubungan positif dengan rekan
kelompoknya yang membuat siswa menjadi termotivasi untuk berpartisipasi dalam
kelompok keci tersebut. Contoh : ketika sendirian, seorang siswa akan malas untuk
memecahkan permasalahan yang susah. Namun, ketika berada dalam kelompok
pembelajaran kooperatif atau bisa disebut kelompok kecil, mereka lebih bersemangat
karena merasa terbantu. Disinilah muncul hubungan timbal balik antar siswa satu
kelompok (Santrock, 2014, hlm 56).
2. Ketergantungan antar teman sebaya
Johnson & Johnson (2010) menyatakan bahwa pembelajaran dalam kelompok kecil
meningkatkan ketergantungan seorang siswa akan teman sebayanya (Santrock, 2014, hlm
56). Pada contoh yang disebutkan Ellis dkk. (1994) seorang siswa mungkin saja memilih
cara yang berbeda dengan yang diajarkan oleh guru mereka jika apa yang rekan mereka
ajarkan menurutnya lebih tepat untuk memecahkan suatu persoalan (Santrock, 2014, hlm
56).
3. Pendekatan pembelajaran kooperatif
Ada beberapa bentuk pendekatan pembelajaran kooperatif, beberapanya diantaranya
adalah :
1. Divisi tim pencapaian siswa
Slavin (1995) menyatakan bahwa tim ini melibatkan pengakuan dan tanggung
jawab kelompok untuk belajar dibawah kelompok dengan berbagai kemampuan.
Tim dengan pencapaian luar biasa akan diberi hadiah sebagai imbalannya (Santrock,
2014, hlm 57).
Awalnya, siswa akan diarahkan untuk membentuk sebuah kelompok kecil
beranggotakan 4-5 orang. Kemudian guru akan mengajarkan tentang topik yang
akan dibahas, setelahnya siswa ditugaskan untuk mempelajari materi berdasarkan
yang guru ajarkan di awal. Dalam kelompok ini, siswa akan diminta saling
mengawasi kinerja temannya, dan memastikan bahwa teman satu kelompoknya
telah menguasai materi tersebut. Setelahnya baru diadakan praktek lapangan, nilai
individu akan berpengaruh pada kontribusi skor terhadap kelompok (Santrock,
2014, hlm 57).
Pendekatan ini telah diterapkan pada berbagai mata pelajaran seerti matematika,
ilmu alam, dan ilmu sosial.
2. Kelas Jigsaw
Jigsaw I merupakan pendekatan dengan tim beranggotakan enam orang siswa dan
dipecah lagi sesuai materinya menjadi beberapa bagian (Eliot Aronson dkk. 1978).
Setiap anggota tim akan mempelajari materi yagng berbeda, kemudian diajarkan
kepada teman kelompoknya. Setelahnya mereka akan digilir menuju kelompok lain
dan menjelaskan tentang materi yang telah mereka pelajari tadi dan kemudian
kembali ke kelompok awalnya (Santrock, 2014, hlm 57).
Jigsaw II diciptakan oleh Robert Slavin (1995), dalam jigsaw II siswa akan
membentuk kelompok kecil beranggotakan 4-5 orang. Dan setiap anggota
kelompok tetap mempelajari keseluruhan materi (tidak dibagi seperti jigsaw I).
Sistem penilaian sama seperti pada divisi tim pencapaian siswa, nilai individu akan
berpengaruh pada kontribusi nilai keseluruhan kelompok. Setelah mempelajari
materi secara mendalam, maka siswa akan bertemu dengan kelompok yang
mendapatkan materi sama sepertinya. Mereka akan mendiskusikannya lagi
sehingga mendapat gagasan baru, setelah itu kembali pada kelompoknya dan
membantu anggota lain untuk paham (Santrock, 2014, hlm 57).
3. Belajar bersama
Ada 4 komponen yang dimiliki oleh pendekatan ini : (1) interaksi tatap muka, (2)
adanya saling ketergantungan yang positif, (3) catatan individu, (4) pengembangan
keterampilan kelompok. Siswa akan diminta untuk membentuk kelompok kecil
beranggotakan 4-5 orang berbeda pada beberapa tugas dengan memperkuat
kerjasama tim (Santrock, 2014, hlm 57).
4. Investigasi kelompok
Pendekatan yang dibentuk oleh Shlomo Sharan (1990; Sharan & Sharan, 1992)
ini melibatkan kolaborasi antara belajar mandiri dan kelompok yang terdiri dari 6
orang anggota. Awalnya guru akan menentukan masalahnya, kemudian siswa
mempelajarinya, tetapi siswa dapat memilih apa saja yang akan dipelajari.
Kemudian siswa akan membuat suatu karya yang dibagi kepada anggota kelompok
yang akan dikerjakan secara individual kemudian dijadikan satu menjadi karya
kelompok. Siswa akan bekerja sama dengan guru guna mengevaluasi hasil kerja
kelompok mereka (Santrock, 2014, hlm 57).
5. Kerjasama pembuatan naskah
Dansereu (1988) dan McDonald dkk. (1985) menyatakan bahwa dalam sebuah
kelompok kecil bentukan siswa ataupun guru, pasti akan terjadi hubungan timbal
balik. Siswa yang satu menerangkan, yang lain mencatat, mendengarkan,
mengevaluasi, dan memberikan feedback. Begitu pula sebaliknya dengan anggota
kelompok yang lain (Santrock, 2014, hlm 57).
 Evaluasi Pembelajaran Kooperatif
Cooperative learning memiliki banyak manfaat diantaranya dapat meningkatkan
kemampuan siswa yang berkemampuan menengah hingga kebawah dalam bidang
akademik. Adanya pembelajaran kooperatif juga mampu meningkatkan motivasi,
menghargai perbedaan pendapat, mampu bekerja dalam peran, serta melatih keaktifan
siswa.
Diantara beberapa kelebihan tersebut, terdapat pula kekuranganya yaitu siswa
merasa terbebani dengan kerja kelompok, terdapat beberapa anggota kelompok yang tidak
memiliki hubungan baik membuat kerja kelompok menjadi tidak efektif, pembelajaran
kooperatif juga memungkinkan beberapa siswa tidak bekerja dan akibatnya ada siswa yang
bekerja sendirian.
Maka dari itu guru harus mampu memberi pamahaman intens kepada muridnya dan
guru setidaknya juga harus mampu memahami murid dalam segi skill, karakter, dan
kemampuan beradptasi membuat pertimbangan dengan memperhatikan. Sehingga dapat
dibuat keputusan mengenai cara menyusun kelompok berdasarkan faktor-faktor tersebut

C. PENATAAN KELOMPOK KECIL


Penataan kelompok kecil pada dasar nya merupakan strategi dalam mengambil sebuah
keputusan dengan mengguanakan kreativitas dalam membentuk sebuah kelompok.
Membentuk sebuah kelompok kecil artinya seorang guru setidaknya harus mampu
memahami murid dalam segi skill, karakter, dan kemampuan beradptasi membuat
pertimbangan dengan memperhatikan. Sehingga dapat dibuat keputusan mengenai cara
menyusun kelompok berdasarkan faktor-faktor tersebut.

 MENGATUR KELOMPOK
Membentuk sebuah kelompok kecil merupakan sebuah penerapan cooperative
learning. Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah untuk saling melengkapi
sehingga pembelajaran yang terjadi lebih efektif dengan harapan mampu diterapkannya
team building. Maka dari itu, dalam mengatur sebuah kelompok, sangat penting untuk
mempertimbangkan keberagaman keterampilan, gender, dan sosial budaya bahkan
status ekonomi (Johnson & Johnson, 2010). Hal yang harus diperhatikan agar kerja
dalam kelompok berjalan sesuai yang diharapkan yaitu perlu adanya pembagian kerja
dan peran serta ada keseimbangan dalam menyusun kpmposisi kelompok yang
heterogen.
 Kemampuan Yang Heterogen

Membentuk kelompok denagan kemampuan yang heterogen memiliki kekurangan dan


kelebihan. Kelebihan yaitu murid yang berkemampuan tinggi dan ambisius mampu
memberi motivasi bagi temannya yang memiliki motivasi rendah. Selain itu siswa
berkemampuan tinggi ini berkemungkinan besar untuk menjadi tutor sebaya bagi
temannya. Metode belajar terbaik yaitu dengan mengajarkan kepada orang lain
(Hisyam Zaini (dalam Amin Suyitno,2002:60)) Sehingga terjadi sebuah pembelajaran
yang mutualisme bahwa murid berkemampuan tinggi akan lebih menguasai karena
terjadi pengulangan materi ketika mengajari temannya dan murid berkemampuan
rendah hingga menengah akan memiliki pemahaman lebih baik dari sebelumnya.
Kelebihan lainnya yaitu, melatih kepercayadirian, kemampuan berbicara dan tanggung
jawab bagi siswa yang berperan sebagai tutor. Guru pun akan merasa lebih ringan
dalam mengajar karena merasa terbantu dengan adanya kerja kelompok yang efektif
ini

Kekurangan penerapan ini yaitu rentan terjadi sesuatu yang tidak diharapkan seperti
beberapa murid yang berkemampuan dibawah rata-rata akan merasa minder dan murid
yang berkemampuan tinggi akan merasa terbebani. Selain itu belum tentu murid yang
berperan sebagai tutor memiliki kemauan dan kemampuan dalam mengajak dan
mengajar teman-temannya. namun kekurangan tersebut bias diminimalisir apabila guru
mampu memberi pengarahan yang baik bagi muridnya.
 Heterogenitas Etnis, Sosial-Ekonomi, dan Gender

Sudah menjadi tugas seorang guru untuk memberikan pemahaman sejak dini kepada
muridnya mengenai heterogenitas. Namun pemahaman saja tidak cukup tanpa ada
penerapan langsung. Salah satu penerapan yang bisa dilakukan yaitu melalui kelompok
kecil yang tersusun oleh keberagaman etnis, sosial-ekonomi, dan gender. Tujuannya
yaitu untuk mengurangi persepsi salah yang dapat menimbulkan prasangka. Namun
perlu diingat bahwa, dalam membentuk suatu kelompok yang heterogen, jangan sampai
komposisi keberagaman tersebut terlihat jelas dan jangan juga memasukkan satu murid
yang memiliki perbedaan paling mencolok atau bahkan paling minoritas. Tujuannya
yaitu untuk menghindari seorang murid manjadi bahan perhatian
Beberapa panduan strategi untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam
membentuk tim (Aronson & Patnoe 1997) :

1. Menghindari untuk memberi tugas-tugas sulit diawal tahun ajaran baru.


Bagaimanapun murid perlu diberi pemahaman terlebih dahulu sebelum
melakukan team building. Pembentukan tim bisa dimulai setelah beberapa
minggu melakukan latihan-latihan pendek.
2. Pembentukan kelompok kooperatif yang terdiri dari 2 sampai 6 orang lebih
efektif daripada membentuk kelompok besar. Hal ini untuk menghindari
adanya anggota kelompok yang tidak berpartisipasi
3. Guru mengarahkan murid untuk menjadi pendengar yang baik. Hal ini bisa
dilakukan dengan meminta murid untuk memperhatikan dan mencatat hal-
hal penting ketika sebuah kelompok mempresentasikan sebuah materi
4. Salah satu latihan kelompok yang bisa dilakukan yaitu saling memberi
kontribusi. Contohnya melakukan sebuah pekerjaan kelompok seperti
membuat hasta karya. Sehingga terjadi pembagian peran yaitu ada yang
bagian mendesain, memotong, menghias, menempel, membentuk, dan
lainnya. Sehingga para siswa mampu mengambil makna bahwa
suatunpekerjaan jika dilakukan bersama akan lebih efektif dan efisien
5. Sembari melakukan kerja tim, guru semestinya memberi kesempatan
anggota kelompok mengenai tugas pemimpin kelompok
6. Seorang guru perlu berbicara dengan pemimpin kelompok mengenai
permasalahan yang dihadapi kelompok dan cara mengatasinya

 KETERAMPILAN MEMBENTUK KELOMPOK


Setidaknya ada beberapa faktor penting dalam keterampilan membentuk kelompok
supaya tercapai sebuah tujuan pembelajaran kooperatif. Faktor yang pertama yaitu
diperlukan kreativitas dalam membentuk kelompok. Kreativitas diperlukan untuk
menyusun sebuah kelompok yang heterogen supaya tersusun komposisi secara
seimbang. Kreativitas saja tidak cukup, sehingga dibutuhkan faktor lain yaitu
pemahaman karakter murid dan hubungan sosial antar murid. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut setidaknya dapat mengurangi resiko yang ditimbulakn
akibat hubungan tidak baik antara murid satu dan lainnya dalam kelompok tersebut.
Pembentukan kelompok dapat membantu siswa dalam melatih kemampuan team
working, menghargai perbedaan pendapat, mandiri dalam bekerja tanpa seorang guru
dan membagi tugas serta leadership

 PENATAAN INTERAKSI KELOMPOK KECIL


Penataan interaksi kelompok kecil dapat dilakukan dengan membagi peran dalam
kelompok. Agar peran dapat terdistribusi secara merata maka pembentukan kelompok
seharusnya tidak terdiri lebih dari 6 orang dan murid pintar tidak disatukan dalam satu
kelompok. Peran-peran tersebut antara lain:
 Pendorong , berperan sebagai motivator
 Penjaga pintu, berperan untuk menciptakan kelompok yang aktif dengan menjaga
anggota tetap berpatisipasi
 Pelatih, pengkontribusi pemikiran akademis
 Pengecek, memastikan bahwa materi dapat dipahami oleh semua anggota
 Pemberi tugas, membuat bahan untuk dikerjakan kelompok
 Perekam, atau disebut juga notulen dalam kelompok
 Kapten penenang, menenangkan kelompok yang mulai bising
 Pemonitor materi, mengatur ketersediaan materi bahan diskusi kelompok

Pendekatan konstruktivis mengharapkan siswa dapat berperan aktif dalam


pembelajaran, guru hanyalah sebagai fasilitator. Salah satu bentuk keaktifan siswa
yaitu dapat dilihat dari kerja dalam kelompok. Kerja dalam kelompok membuat siswa
lebih mampu berpikir kritis dan mandiri dalam pemecahan masalah. Dan dengan
adanya peran-peran tersebut diatas, akan melatih siswa untuk bekerja dalam organisasi
yang terstruktur dan bertanggung jawab atas perannya. Para pakar merekomendasikan
hanya terdapat maksimal 6 orang dalam satu kelompok, sehingga kedelapan peran.
Sehingga tidak diperlukan kedelapan peran tersebut dalam satu kelompok. Beberapa
anggota dapat merangkap beberapa peran sekaligus
D. PROGRAM KONSTRUKTIVIS SOSIAL

Seperti yang kita ketahui, penerapan teori-teori serta gagasan konstruktivis dikemas dalam
beberapa program. Yaitu, program membina komunitas pembelajaran dan sekolah untuk pikiran.

 Komunitas pembina pembelajaran


Program ini dikembangkan oleh Ann Brown (1997) dan Joe Campione (2001) dengan
nama (Fostering a Community of Learners atau FCL) yang bisa kita sebut dengan
komunitas pembina pembelajaran. Program ini sudah diatur dalam sekolah-sekolah dasar,
yang mana berfokus pada pengembangan aksara dan biologis. Hal yang paling utama dalam
program ini adalah refleksi dan diskusi.
Komentar yang membangun, bertanya dan ditanya, kritik dan saran merupakan norma
dalam program membina komunitas pembelajaran ini. Dalam setiap kelas, siswa pasti akan
membentuk small group disscussion, sebuah kelompok kecil bentukan guru maupun buatan
siswa itu sendiri. Dalam kelompok ini siswa akan berbicara, mencoba meyakinkan sesama,
serta saling menantang satu sama lain. Biasanya, topik pembelajaran akan dipandu oleh
guru.
Untuk mendorong terwujudnya refleksi dan diskusi, program membina komunitas
pembelajaran ini menekankan tiga poin utama : (1) orang dewasa sebagai panutan (guru,
tentor), (2) small group disscussion ataupun siswa mengajari sesama temannya, (3)
pengajaran serta konsultasi melalui jejaring internet.
1. Orang Dewasa Sebagai Panutan
Pada awal pembelajaran, seorang guru ataupun tentor pasti akan
menyampaikan sebuah topik, yang mana siswa diminta untuk mengidentifikasikan
serta menalar topik tersebut. Guru akan meminta siswa bertanya sebanyak-
banyaknya tentang topik tersebut. Sehingga didapatkan beberapa sub-topik yang
akan dijadikan bahan diskusi. Kemudian akan dibentuk sebuah kelompok yang
mana masing-masing kelompok menyampaikan dan menjelaskan tentang salah
satu sub-topik.
Maka dari itu disini, orang dewasa berperan sebagai panutan. Karena siswa
akan mengikuti yang ditentukan oleh guru mereka.
2. Siswa Mengajari Sesama Temannya
Dalam suatu kelompok belajar, siswa akan saling mengutarakan argumen
mereka yang berbeda-beda. Mereka akan senantiasa membantu teman mereka yang
kesulitan memahami suatu topik tertentu yang diberikan oleh guru. Mereka akan
menerangkan tentang sub-topik yang mereka dapat kepada teman satu kelas melalui
presentasi. Disinilah terjadi hubungan timbal balik antar siswa dan guru, dalam sesi
ini siswa dapat dengan bebas memberi masukan, mengevaluasi, dan bertanya.
3. Pengajaran serta Konsultasi Melalui Jejaring Internet
Guru ataupun tutor yang mengajarkan, akan menggunakan fasilitas e-mail
untuk memberikan pengajaran, pelatihan dan pemahaman tentang pembelajaran.
Pada Komunitas Pembina Pembelajaran ini, Lehrer dan Shäuble (2006)
mengungkapkan bahwa siswa akan membuat sebuah karya yang berbentuk teks, ataupun
bentuk lainnya seperti poster, presentasi, laporan tertulis serta gagasan mengajar untuk orang
lain yang lebih muda (Santrock, 2014, hlm 68).
Evaluasi pendekatan program Komunitas Pembina Pembelajaran ini dapat membuat
siswa meningkatkan prestasi dalam membaca, menulis, serta memcahkan masalah karena
adanya fleksibilitas dalam penggunaan pengetahuan (Lehrer & Shäuble, 2006).

 Sekolah Untuk Pikiran


Dalam pembelajaran, siswa sering diajarkan fokus pada teori, serta bentuk
permasalahan yang sama. Sehingga apabila seorang siswa dihadapkan dengan
permasalahan yang berbeda, mereka kesulitan untuk menjawab soalnya. Contoh seperti
saat ujian, soal latihan dengan soal ujian merupakan dua bentuk yang berbeda. Mungkin
untuk rumus, serta cara menyelesaikannya sama persis, namun untuk bentuk soalnya
mengandung permasalahan yang berbeda. Begitu pula jika siswa di perintah untuk
menyebutkan contoh dalam kehidupan sehari-hari yang relevan dengan teori tersebut,
mereka akan kesusahan karena hanya berpaku pada contoh yang selalu guru mereka
contohkan. Mereka hanya memahami beberapa bagian yang menjadi patokan untuk
kelulusan sekolah, tetapi tidak memahami secara mendalam tentang berbagai konsep.
Ada pula tiga komponen utama dalam sekolah untuk pikiran ini. Pertama ialah proyek
jasper, proyek yang berfokus pada The Adventure of Jasper Woodburry. Seperti yang
dikatakan oleh Grup kognisi dan Teknologi (Vanderbilt, 1997) bahwa contoh pembelajaran
dengan basis pemecahan masalah terdapat pada petualangan memecahkan soal
matematika.
Kedua yaitu CSILE atau bisa disebut pembelajaran yang didukung oleh komputer.
Penelitian awal di pusat kognitif terapan, Institut Studi Pendidikan Ontario (1990) Mulai
mengembangkan sebuah teknologi yaitu komputer dalam rangka memajukan dan
mendungkung pengetahuan masyarakat. Tidak hanya masyarakat umum, program ini juga
dapat membantu siswa memahami suatu pengetahuan serta memberikan kesempatan bagi
siswa untuk merefleksikan, merevisi, dan mempelajari hal yang baru (Scardamalia &
Bereiter, 1994). Menurut Scardamalia dkk. (1994) bahwa siswa dalam kelas berbasis
komputer dapat menjelaskan suatu konsep secara mendalam, dapat memecahkan masalah
dengan lebih baik, dan memiliki sikap positif dan antusias belajar dibanding dengan siswa
yang berada di kelas tanpa adanya pelajaran berbasis komputer.

Seiring berjalannya waktu, CSILE dikenal sebagai konwledge forum


(www.knowledgeforum.com). Knowledge Forum merupakan rangkaian pembentuk
pengetahuan, mengidentifikasi sebuah kesenjangan serta kemajuan pengetahuan, dan
melihat berbagai gagasan dari berbagai perspektif. Knowledge Forum yang berbasis online
ini memfasilitasi penggunanya untuk membentuk suatu komunitas pendidikan melalui
jaringan internet, atau menggunakan akses website yang dapat diakses di seluruh dunia.
Setiap komunitas akan menciptakan basis pengetahuan saat mencatat sebuah informasi,
kemudian menghubungkannya dengan berbagai gagasan serta memperbarui pemikiran
sebelumnya.
Knowledge Forum menjadikan suatu informasi dapat diakses dari berbagai perspektif.
Maka dari itu pengguna dan beberapa kelompok dapat berbagi informasi, berkolaborasi
untuk meneliti informasi tersebut, dan membentuk jaringan baru untuk memunculkan suatu
gagasan baru bersama-sama.

1. Kurikulum
Tiga komponen diatas menuntut siswa untuk berpikir tentang permasalahan di
dunia nyata dan bukan hanya seperti yang guru mereka contoh kan di kelas. Pusat
kurikulum adalah kegiatan yang berbasis masalah dan proyek kelompok maupun
individu. Karena sebuah peneilitian sangatlah penting pada ilmu sains,
matematika, dan ilmu-ilmu sosial.
Dalam hal ini siswa juga dituntut untuk melakukan penelitian serta
penyelidikan yang melintas dari batas-batas yang biasa ditetapkan pada kelas
biasa. Sebagai contoh adalah melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan
populasi, melakukan sampling data, melakukan perhitungan, dan masalah lain
yang biasanya terbatas.
2. Instruksi
Pada ketiga komponen diatas, perubahan situasi dalam pembelajaran di kelas
merupakan peranan penting. Pada sekolah – sekolah biasa, siswa hanya belajar
dari apa yang diberikan oleh guru, dan guru merupakan peran penting karena
gurulah yang memberi tahu siswa akan sebuah informasi. Pada intinya, siswa
hanya mendengar dan menirukan apa yang diajarkan oleh seorang guru (Greeno,
2006).
Namun, pada ketiga program tadi (Jasper, CSILE, Forum Pembina
Pembelajaran), siswa diberi banyak kesempatan untuk mengatur
pembelajarannya sendiri, siswa diberi kesempatan agar lebih mandiri dalam hal
pemecahan masalah, menekankan kerjasama, dan siswa bebas mengeksplorasi
gagasan mereka seluas mungkin, mengevaluasi informasi yang mereka dapat, dan
mempertimbangkan gagasan - gagasan yang dikemukakan oleh orang lain. Hingga
muncullah hubungan timbal balik oleh rekan sebaya, guru atau tentor, dan para
ahli.
Struktur merupakan hal penting dalam lingkungan Sekolah Untuk Pikiran ini.
Guru, dan para ahli terus menerus belajar pada domain yang dipelajari, karena
semakin kesini, hal itu akan terus berkembang. Seiring dengan munculnya
berbagai macam pertanyaan dari siswa, guru bertugas memantau, membingkai,
dan mengeksplorasi. Dengan cara ini, guru memandu arah penyelidikan/penelitian
siswa, sehingga siswa mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang domain
tersebut.
3. Komunitas
Permasalahan banyak berfokus pada masyarakat, sehingga program ini
menekankan pentingnya guru dan siswa untuk berkesempatan menjadi anggota
komunitas secara luas. Agar siswa dapat belajar tentang pemecahan masalah yang
ada.
4. Teknologi
Proyek Jasper, FCL (Komunitas Pembinaan Pembelajaran), dan CSILE
(pembelajaran berbasis komputer) mendorong pembelajaran mengunakan
komputer dan elektronik agar dapat berkomunikasi dengan komunitas lain yang
ada diluar sana.
5. Penilaian
Penilaian dalam ketiga program diatas tidak berfokus pada peningkatan nilai
ujian siswa. Namun, berfokus pada pencapaian kinerja siswa seperti (menjawab
pertanyaan, bertanya, menulis untuk membentuk sebuah laporan mengenai hal
yang baru), membuat penilaian tujuan pembelajaran dan pengajaran agar
terkoordinasi secara baik, dan mendorong siswanya untuk terlibat aktif dalam
penilaian individu.
DAFTAR PUSTAKA

Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Salemba Humanika.

Manalu, E. (2014) . Penerapan Pendekatan Konstruktivis Sosial dalam Pembelajaran.


HANDAYANI JOURNAL PGSD FIP UNIMED, Vol 2 ( No 1), 14-15.

Ahmad Nizar. 2014. Konstrukrivisme Dan Pembelajaran Matematika. Jurnal Darul Ilmi Vol. 02 :
63-65

Bambang Ribowo. 2006. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Iia Smp Negeri
2 Banjarharjo Brebes Dalam Pokok Bahasan Segiempat Melalui Model Pembelajaran Tutor
Sebaya Dalam Kelompok Kecil. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Semarang:
Semarang

Samuel, Donald. 2018. Manfaat Pembelajaran Kooperatif Team Games Tournament (TGT)
Dalam Pembelajaran. Artikel Program Studi PGSD Fakultas Humaniora, President University:
Bekasi

Anda mungkin juga menyukai