Anda di halaman 1dari 7

ESAI SEBUAH PERTANYAAN UNTUK CINTA

Oleh : Viyera Pramesti


Kata cinta tentunya bukanlah hal yang terdengar asing di telinga kita. Cinta pasti
pernah dirasakan oleh semua orang. Hidup tanpa cinta bagaikan taman tak berbunga. Semua
orang memang mengenal cinta, namun kerap kali kita dibuat bingung akan Cinta itu sendiri.
Oleh karena itu, Seno Gumira Ajidarma membuat cerpen berjudul Sebuah Pertanyaan Untuk
Cinta. Cerpen tersebut diterbitkan oleh koran harian Kompas pada tahun 1993. Cerpen
tersebut juga populer karena menceritakan tentang kisah percintaan di tengah hirup pikuk
kota dan komunikasi pada era 90-an.
Dalam cerpen Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta pengarang mencoba menceritakan
tentang seorang wanita yang meragukan cinta dari kekasihnya. Wanita tersebut kerap kali
meminta kekasihnya untuk mengatakan bahwa ia sungguh mencintai dirinya. Namun satu
pernyataan cinta tidak cukup membuat wanita tersebut percaya. Itu terbukti dalam kutipan
“Katakanlah sekali lagi, kamu cinta padaku.”
Selain untuk memastikan bahwa kekasihnya benar benar mencintainya, ia juga
khawatir cinta dang kekasih hanya semu saja. Itu terbukti dal kutipan “Kamu gombal, kamu
juga mengatakan hal yang sama pada pacar-pacarmu.”
Cinta kerap kali membuat seseorang lupa waktu dan lupa keadaan sekitar. Begitu pula
yang dialami oleh seorang wanita pada cerpen Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta. Wanita
tersebut bahkan membuat orang orang di sana mengantri sangat panjang dan merasa kesal
terhadap wanita tersebut. Seperti dalam kutipan “Mendengar kalimat itu, orang yang
mengantre di belakangnya memberengut, sambil melihat arlojinya.”
Bahkan demi cinta, wanita tersebut tidak merasakan terik matahari yang menerpanya.
Ia tetap melanjutkan telfonnya dengan sang kekasih guna menuntaskan rasa penasarannya.
Namun sangat di sayangkan ia mengabaikan orang orang disekitarnya demi rasa
penasarannya tersebut. Bahkan wanita tersebut tidak ingin mengalah dengan pengantri
lainnya yang memiliki urusan jauh lebih pentij. Banyak pengantri yang memutuskan untuk
mencari wartel lain. Terbukti dalam kutipan “Sebagian orang yang datang belakangan sudah
pergi.”
Sang penulus cerita pun membuat pembaca semakin penasaran dengan tidak
menampilkan jawaban dari kekasih wanita tersebut. Namun disini kita dapat merasakan
kesedihan yang di alami wanita tersebut. Sang kekasih ternyata telah memiliki seorang istri.
Terbukti dalam kutipan “Masih cintakah kamu pada istrimu?” yang dikatakan oleh wanita
tersebut kepada kekasihnya.
Namun jawaban dari kekasihnya membuat ia menangis. Langit pun seolah merasakan
kesedihan wanita tersebut. Langit berubah menjadi gelap menandakan akan turun hujan.
Terbukti dalam kutipan “Wanita itu membuang tissue ke bawah, dan mengambil lagi tissue
yang lain. Sambil menjepit telepon dengan kepalanya, ia mendenguskan ingusnya. Tiada
yang lebih sendu selain wanita yang menangis karena cinta.”
Wanita tersebut semakin dibuat sedih ketika mengetahui bahwa kekasihnya bisa
mencintai wanita lebih dari satu orang. “Jadi, kamu bisa mencintai lebih dari satu orang?
Kamu bisa mencintai dua orang sekaligus?”
Wanita yang terlihat indah itu pun terlihat sendu akibat pengkhianatan cinta yang
dialaminya. Ia bahkan tidak menghiraukan hujan yang membasahi tubuhnya. Ia tetap gigih
mengantri kembali guna melanjutkan kisah cintanya dengan sang kekasih. Terbukti dalam
kutipan “
Wanita indah yang wajahnya gelisah itu tidak lari berteduh-ia tetap menunggu, sampai basah
kuyup. Ia juga punya keperluan penting. Ia masih menyimpan sebuah pertanyaan untuk cinta”
Pada zaman sekarang ini kita kerap kali menjumpai kasus pengkhianatan cinta.
Seseorang yang terlihat Indah kerap kali menjadi sendu akibat cinta. Cinta adalah sebuah
perasaan yang diberikan oleh Tuhan pada sepasang manusia untuk saling saling mencintai,
saling memiliki, saling memenuhi, dan saling pengertian. Itu artinya cinta bersifat suci. Sudah
seharusnya kita kidaj mengkhianati cinta tersebut. Apalagi sampai memaksakan kehendak
mengenai cinta. Dalam cinta kita juga harus bisa membedakan mana cinta dan mana nafsu.
Jangan sampai kita dibutakan oleh nafsu dengan alasan cinta. Kita juga harus memikirkan
keadaan lingkungan sekitar, jangan sampai cinta membuat kita kehilangan teman atau
kerabat.
Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta
Oleh: Seno Gumira Ajidarma

Pada sebuah telepon umum, seorang wanita berbicara dengan wajah gelisah.

“Katakanlah sekali lagi, kamu cinta padaku.”

Mendengar kalimat itu, orang yang mengantre di belakangnya memberengut, sambil melihat
arlojinya. Pengalaman menunjukkan, orang tidak bias berbicara tentang cinta kurang dari 15
menit. Namun, sungguh terlalu kalau wanita itu masih juga bertanya tentang cinta setelah 30
menit. Apalagi sudah ada beberapa orang berdatangan ke telepon umum itu, sambil sengaja
mengecrek-gecrekkan koin di tangannya.

“Kamu benar-benar cinta padaku? Sampai kapan?”

Orang-orang mendengar kalimat itu dengan jelas. Wanita yang menelepon dengan wajah
gelisah itu memang terlihat berusaha menahan suaranya, tapi rupanya perasaannya berteriak
lebih keras. Menjadi tidak penting lagi baginya, apakah orang-orang itu mendengar atau
tidak. Mereka toh tidak tahu siapa dirinya. Di kota besar seperti ini, kita tidak selalu bertemu
orang yang sama di jalanan. Begitu juga di telepon umum.

“Kamu gombal, kamu juga mengatakan hal yang sama pada pacar-pacarmu.”

Wanita itu melirik kea rah orang-orang yang menunggu, kemudian melihat arlojinya, seolah-
olah ingin menunjukkan bahwa ia bukan tidak tahu tentang waktu yang dihabiskannya. Tapi,
kemudian ia menyembunyikan wajahnya ke dalam kotak kuning, berbicara pelan-pelan dan
tersendat-sendat. Barangkali lelaki di seberang sana itu memberikan jawaban yang kurang
berkenan.

“Aku cuma salah satu di antara mereka, aku cuma salah satu dari wanita-wanita itu, aku tidak
ada artinya bagimu.”

Wajah wanita yang tadi gelisah itu kini tampak menderita. Matanya penuh cinta, tapi
memancarkan rasa takut kehilangan.

“Ternyata kamu bohong, kamu tidak mencintaiku,” katanya.

Para pengantre berdecak-decak gelisah. Mulut mereka memperdengarkan bunyi ‘ck’ yang
sengaja dikeras-keraskan. Sebagian menggeser-geser dan menghentak-hentakkan sepatunya.
Sebagian, untuk kesekian kalinya, melihat arloji. Sebagian lagi terus terang menggerutu.

“Siang-siang panas begini bicara tentang cinta, seperti tidak ada waktu lain.”
“Terlalu!”

“Sudah setengah jam.”

“Kalau pergi ke telepon umum yang di sana, sudah sampai dari tadi, tapi sekarang jadi
tanggung!”

“Berapa lama lagi dia selesai?”

“Ini sudah setengah jam.”

“Paling lama sepuluh menit lagi, dia kan tahu dari tadi kita menunggu.”

“Saya cuma perlu menelepon setengah menit, penting sekali.”

“Saya juga cuma sebentar, tapi penting sekali.”

“Saya harus segera telepon, sangat penting, kalau tidak, saya bisa celaka.”

***

Kemudian, terdengar suara wanita itu, yang tanpa disadarinya sudah menjadi jauh lebih
keras.

“Kamu ini bagaimana, sih? Kamu tahu kan aku sayang padamu, aku selalu kangen padamu.
Aku cinta sekali padamu, kamu jangan begitu, dong!”

Wanita itu sudah memasukkan koin lagi, dua sekaligus. Artinya percakapan masih akan
berlangsung, setidaknya 12 menit lagi. Kalau setelah itu masih juga bicara, sungguh-sungguh
keterlaluan, karena pengantre yang paling dekat dengannya sudah menunggu selama 42
menit. Sebagian orang yang datang belakangan sudah pergi. Mereka bisa memperkirakan
waktu yang lama melihat banyaknya para penunggu. Namun, yang sudah terlanjur menunggu
lama agaknya merasa rugi jika pergi. Mereka masih menunggu dengan wajah yang disabar-
sabarkan.

“Aku ingin yakin bahwa kamu memang cinta padaku. Aku harus yakin kamu memang cinta,
kamu memang sayang, kamu memang selalu memikirkan aku. Apakah kamu selalu
memikirkan aku? Katakan padaku kamu cinta, cinta, cinta…”

Apakah yang dikatakan lelaku di telepon sebelah sana? Wanita yang menelepon dengan
wajah gelisah itu kini untuk pertama kalinya tersenyum. Pasti yang disebut cinta itu ajaib
sekali, karena bisa menelusuri kabel telepon dan mengubah wajah seorang wanita yang
gelisah jadi bahagia. Menjadi cantik, dan menyegarkan, meski di siang panas terik yang
melelehkan aspal jalanan.
Mata wanita itu berbinar-binar, bagaikan mata kanak-kanak di sebuah dunia fantasi.

Pemandangan ini agak melegakan para pengantri. Pasangan yang bercinta di telepon biasa
memutuskan percakapan mereka pada saat-saat terbaik. Mata wanita itu menunjukkan
kebahagiaan. Pada saat seperti itu ia bisa berpisah di telepon dengan senang, dengan perasaan
seolah-olah dunia sudah menjadi miliknya. Tinggal sebentar lagi, pikir orang-orang yang
menunggu itu, sambil lagi-lagi melihat arlojinya.

“Satu koin lagi, ya? Ngomong cinta lagi, dong.”

Meluncur satu koin lagi. Berarti enam menit lagi. Orang-orang mengerutkan dahi. Alangkah
memabukkannya cinta yang bergelora itu. Tapi, sudahlah, enam menit bukan waktu yang
lama.

“Kamu masih akan mencintaiku kalau aku sudah tua?”

“Kamu masih akan mencintaiku, meskipun ada seorang wanita cantik merayumu?”

“Benarkah cuma aku seorang di dunia ini yang ada di dalam hatimu?”

“Masih cintakah kamu pada istrimu?”

***

Semua orang menoleh. Wajah wanita itu sudah gelisah lagi.

“Masih cintakah kamu pada istrimu?”

Meluncur lagi satu koin.

“Gila! Hampir satu jam!” Seseorang berteriak dengan marah.

“He! Mbak! Ini telepon umum! Gantian, dong.”

Pengantre yang paling lama mendekatkan kepalanya ke kotak kuning, sengaja


memperlihatkan dirinya di depan mata wanita itu, sambil mengetuk-ngetukkan koinnya dari
luar kotak. Wanita itu berkata pada yang diteleponnya.

“Sebentar, sebentar.”

Lantas ia mendekapkan telepon itu ke dadanya, dan berkata pada pengantre yang terdekat
dengannya.

“Maaf, sebentar lagi, ya, Pak? Sebentar saja.”

Kemudian, ia menolehkan kepalanya ke arah lain. Berbicara setengah berbisik, maunya,


karena yang terjadi adalah ia berteriak tertahan.

“Katakan yang jelas, apakah kamu masih mencintainya?”

Angin berhembus. Mega menutupi matahari. Langit mendung.

Orang-orang yang menunggu hanya melihat wanita itu mengeluarkan tissue dari tasnya, dan
mulai mengeluarkan ingus. Matanya basah.

“Kamu masih tidur dengan dia?”

Orang yang berada di dekatnya menjauh. Mencari tempat untuk duduk. Tidak ada lagi yang
bisa dilakukan, selain menunggu. Angin makin kencang berhembus. Daun-daun berguguran.

“Kamu kok bisa, sih? Kamu terga sekali padaku. Sebetulnya kamu tidak mencintai aku.”

Seseorang pura-pura batuk, mengingatkan, tapi wanita itu sudah tidak peduli. Ia meluncurkan
satu koin lagi.

“Apa sih artinya aku buat kamu? Apa sih artinya aku?”

Wanita itu membuang tissue ke bawah, dan mengambil lagi tissue yang lain. Sambil menjepit
telepon dengan kepalanya, ia mendenguskan ingusnya. Tiada yang lebih sendu selain wanita
yang menangis karena cinta.

“Jadi, kamu bisa mencintai lebih dari satu orang? Kamu bisa mencintai dua orang sekaligus?”

Ia seorang wanita yang cantik, menarik, dan indah. Wajahnya gelisah dan sendu, tapi ini
membuatnya semakin lama semakin indah. Apakah cinta yang membuat seorang wanita
menjadi indah? Mungkinkah seorang wanita menjadi indah tanpa cinta? Apakah artinya cinta
bagi seorang wanita?

“Jadi, apa artinya hubungan kita? Apa artinya?”

Debu cinta bertebaran. Suatu ketika di suatu tempat, entah kapan dan di mana, seseorang bisa
begitu saja saling jatuh cinta dengan seseorang yang lain. Ah, ah, ah-lelaki macam apakah
kiranya yang berada di seberang telepon itu, yang telah membuat seorang wanita yang indah
menjadi gelisah?

“Apa sih artinya cinta untukmu? Coba jelaskan padaku. Apa sih artinya cinta?”

Jeglek! Tuuuuuuttt…

Koinnya habis. Hubungan pun terputus. Wanita itu tertegun. Ia merogoh dompetnya. Tak ada
lagi koin di sana. Ia banting gagang telepon itu dengan kesal.
Pengantre yang sejak tadi menunggu segera menyerobot dengan setengah memaksa.
Pengantri yang lain pun mendekat dengan wajah mengancam. Semua orang punya keperluan
penting. Tak seorang pun peduli dengan wanita itu, yang setelah menukarkan uang kertasnya
dengan setumpuk koin di kios rokok, segera ikut menunggu kembali, meskipun hujan kini
turun dengan deras.

Wanita indah yang wajahnya gelisah itu tidak lari berteduh-ia tetap menunggu, sampai basah
kuyup. Ia juga punya keperluan penting. Ia masih menyimpan sebuah pertanyaan untuk cinta.

Anda mungkin juga menyukai