Intoksikasi Akut Zat Psikoaktif
Intoksikasi Akut Zat Psikoaktif
1. PENDAHULUAN
Diketahui bahwa penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun prevalensinya terus meningkat.
Hasil survei yang dilakukan oleh BNN (Badan Narkotika Nasional) dan Puslitkes (Pusat Penelitian
Kesehatan) UI tahun 2008 diperoleh angka prevalensi mencapai 1,9% dan pada tahun 2011 meningkat
hingga 2,2% atau lebih kurang 4 juta penduduk Indonesia usia 10 sampai dengan 60 tahun sebagai
penyalah guna narkotika.
Di sekitar kita saat ini, banyak sekali zat-zat adiktif yang sangat berbahaya bagi tubuh dan menjadi
masalah bagi umat manusia di berbagai belahan bumi. Salah satunya dikenal dengan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai
Narkoba (Narkotika dan Obat Berbahaya). Seiring dengan perkembangan zaman narkoba hanya
dipakai secara terbatas oleh beberapa komunitas di berbagai negara. Obat-obatan ini digunakan untuk
tujuan pengobatan, diresepkan para dokter meskipun sudah diketahui efek sampingnya. Kemudian
kasus ketergantungan meningkat sesudah ditemukannya morphine (1804) yang diresepkan sebagai
anestetik, digunakan luas pada waktu perang di abad ke-19 hingga sekarang dan penyalahgunaan
narkoba di berbagai negara menjadi sulit untuk dikendalikan hingga saat ini.
Menurut DSM-V, gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif adalah
intoksikasi akut, penggunaan yang merugikan (substance abuse), dan sindrom ketergantungan
(tolerance, withdrawal, craving)
2. DEFINISI
Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau
zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku,
atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi akan berkurang dengan
berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi.
Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak
atau terjadi komplikasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010; Maslim, 2001).
Zat psikoaktif adalah zat kimia yang memiliki efek psikologis. Banyak zat psikoaktif yang beredar
secara luas di masyarakat, baik yang digunakan secara sengaja ataupun tidak. Ada beberapa jenis zat
psikoaktif yaitu; (1) Golongan ilegal dan terlarang: kokain, mariyuana, dan heroin; (2) Golongan yang
dapat diperoleh dengan permintaan: tembakau dan alkohol; dan (3) Tergolong legal: kafein (Nevid, et
al., 2005).
3. ETIOLOGI
a. Etiologi organobiologik: zat psikoaktif.
Ada 3 kelompok besar dari zat psikoaktif yang disalahgunakan, yaitu depresan, stimulant dan
halusinogen (psychedelics). Depresan adalah obat yang menghambat atau mengekang aktivitas
system saraf pusat. Obat ini mengurangi rasa tegang dan cemas, menyebabkab gerakan
melambat dan merusak proses kognitif. Dalam dosis tinggi, obat dapat menahan fungsi vital
dan menyebabkan kematian. Contoh depresan: alcohol, barbiturate, opioid/narkotik. Stimulan
merupakan obat yang meningkatkan aktivitas system saraf. Beberapa jenis obat ini
menyebabkab perasaan euphoria dan percaya diri. Jenis dari stimulant adalah amfetamin,
ekstasi, kokain dan nikotin. Sedangkan zat halusinogen adalah obat yang menghasilkan
distorsi sensoria tau halusinasi, termasuk perubahan besar dalam persepsi warna dan
pendengaran. Contoh obat: lysergic acid diethylamide/LSD, phencyclidine/PCP dan
mariyuana (Nevid, et al., 2005).
b. Etiologi psikologik: konflik, suatu pertentangan batin,frustasi, gagal dalam mencapai tujuan,
tidak terpenuhi kebutuhan psikologis seperti rasa aman, nyaman, perhatian, dan kasih sayang.
c. Etiologi sosiokultural: problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan,
perumahana, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, problem hukum/criminal dan problem
psikososial lainnya.
• Alkohol
b. Stimulan (Perangsang)
Penggunaan kokain, amfetamin, atau stimulant lainnya baru-baru ini
Perubahan psikologi atau tingkah laku yang signifikan secara klinis (euphoria, cemas,
tegang, marah) yang timbul sesaat atau beberapa saat setelah penggunaan zat
Dua atau lebih gejala berikut ini:
i. Takikardi/bradikardi
ii. Midriasis pupil
iii. Naik atau turunnya tekanan darah
iv. Keringat berlebih atau menggigil
v. Mual muntah
vi. Adanya penurunan berat badan
vii. Agitasi atau retardasi psikomotor
viii. Kelemahan otot, depresi napas, nyeri dada, aritmia jantung
ix. Confusion, kejang, dyskinesia, dystonia, atau koma
Gejala tidak diakibatkan oleh kondisi medis yang lain dan tidak termasuk gangguan
mental akibat intoksikasi jenis zat lainnya
• Kokain
• Amfetamine/ectasy
• Metamfetamin/shabu-shabu
• Amfetamin
• Lisergid/LSD
• Jamur tlethong
d. Cannabis
Penggunaan cannabis baru-baru ini
Perubahan psikologi atau tingkah laku yang signifikan secara klinis (sensasi waktu
yang melambat) yang timbul sesaat atau beberapa saat setelah menggunakan cannabis
Dua atau lebih gejala di bawah ini timbul dalam 2 jam penggunaan cannabis:
i. Injeksi konjungtiva
ii. Nafsu makan meningkat
iii. Mulut kering
iv. Takikardi
Gejala tidak diakibatkan oleh kondisi medis yang lain dan tidak termasuk gangguan
mental akibat intoksikasi jenis zat lainnya
b. Alkohol
Ketergantungan pada alkohol disebut juga alkoholisme. Alkohol adalah zat yang memproduksi
efek ganda pada tubuh: pertama adalah efek depresan yang singkat dan kedua adalah efek agitasi pada
susunan saraf pusat yang berlangsung enam kali lebih lama dari efek depresannya. Masalah terkait
konsumsi alcohol sangat menyolok pada beberapa wilayah Indonesia.(Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010).
Berdasarakan Kepmenkes RI No. 422/Menkes/SK/III/2010, terdapat 4 gambaran utama
Alkoholisme, yaitu:
Craving (keinginan kuat untuk minum)
Kehilangan kendali diri (tidak mampu menghentikan kebiasaan minum)
Ketergantungan fisik (gejala putus alkohol seperti mual, berkeringat atau gemetar setelah berhenti
minum)
Toleran (kebutuhan untuk meningkatkan jumlah alkohol yang diminum untuk mendapatkan efek
"high") (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Alkoholisme juga mempunyai risiko kanker, gangguan hati, otak dan organ lainnya lebih besar
daripada bukan Alkoholisme. Bayi yang dilahirkan dari ibu pengguna alkohol dapat mengalami
kecacatan sejak lahir. Mabuk ketika mengemudi mempunyai risiko besar kecelakaan lalu lintas, juga
risiko membunuh orang lain atau diri sendiri.
1) Intoksikasi Alkohol Akut
Intoksikasi dapat dikenali dengan gejala-gejala :
Ataksia dan bicara cadel/tak jelas
Emosi labil
Napas berbau alkohol
Mood yang bervariasi
2) Komplikasi akut pada intoksikasi atau overdosis :
paralisis pernapasan, biasanya bila terjadi aspirasi muntahan masuk ke saluran pernapasan
obstructive sleep apnea
aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebih dari 0,4 mg/ml
3) Gejala klinis sehubungan dengan overdosis alkohol dapat meliputi :
penurunan kesadaran, koma atau stupor
perubahan status mental
kulit dingin dan lembab, suhu tubuh rendah
4) Gejala putus zat alkohol:
Biasa terjadi 6-24 jam sesudah konsumsi alkohol yang terakhir:
a. Putus zat ringan :
Tremor
Cemas dan agitasi.
Berkeringat
Mual dan muntah
Sakit kepala
Takikardia
Hipertensi
Gangguan tidur
Suhu tubuh meningkat
b. Putus zat berat:
Muntah
Agitasi berat
Disorientasi
Paranoid
Hiperventilasi
Delirium tremens (DTs) adalah suatu kondisi emergensi pada putus zat alkohol yang tidak
ditangani, muncul 3-4 hari setelah berhenti minum alkohol. DTs mencakup gejala agitasi,
restlessness, tremor kasar, disorientasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
berkeringat dan demam tinggi, halusinasi visual dan paranoid.
c. Indikator untuk kecurigaan putus zat alkohol
Riwayat peminum berat untuk jangka lama
Penggunaan depresan sistem saraf pusat lainnya
Episode putus zat sebelumnya
Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan dengan alcohol
Neurologi
Tremor
Ataxia
Reproduksi
Impotensi
Menstruasi tidak teratur
Infertil
Gastrointestinal Perilaku/kebiasaan
Gastritis Ingkar janji
Mual muntah pagi hari Tidak menepati kesepakatan rencana
Dyspepsia non spesifik perawatan
Diare berulang Penyalahgunaan resep obat
Pancreatitis
Nafsu makan berkurang
Kardiovaskular
Hipertensi
Stroke hemoragik
Tachyarrhythmias/palpitasi
Berkeringat malam
c. Metamfetamin
Metamfetamin memiliki durasi kerja lebih panjang dibandingkan dengan MDMA
(Methylenedioxy methamphetamine), yaitu dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya lebih kuat.
Nama lain: Chalk, Crystal, Glass, Ice, Met, Speed, Tina, SS, Crank.
Cara penggunaan:
1) Dalam bentuk pil diminum peroral
2) Dalam bentuk kristal, dibakar dengan menggunakan kertas aluminium foil dan asapnya dihisap
(intra nasal) atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong).
3) Dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat juga melalui intravena.
Metamfetamin mempengaruhi otak dan menimbulkan perasaan nikmat, meningkatkan energi
dan meningkatkan mood. Kecanduan akan terjadi dalam waktu cepat. Gangguan kesehatan akibat
Metamfetamin meliputi denyut jantung ireguler, kenaikan tekanan darah, gangguan memori, masalah
kesehatan mulut yang berat dan berbagai masalah psikososial. Metamfetamin lebih bersifat adiktif dan
cenderung mempunyai dampak yang lebih buruk dibandingkan amfetamin. Pengguna metamfetamin
akan lebih menunjukkan gejala cemas, agresif, paranoid dan psikosis dibandingkan pengguna
amfetamin. Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, tetapi berlangsung
lebih lama. Amfetamin dan metamfetamin termasuk dalam jenis NAPZA yang digolongkan sebagai
club drug.
d. Amfetamin
Amfetamin (D-pseudo epinefrin) termasuk di dalam golongan obat-obatan stimulan. Amfetamin
awalnya dipasarkan sebagai dekongestan. Menurut kementrian kesehatan, ada beberapa nama jalan
untuk obat ini, termasuk diantaranya: meth crystal, uppers, whizz, sulphate, dan speed. Untuk
konsumsi penyalahgunaan, amfetamin lazim ditemukan dalam bentuk bubuk berwarna putih
Ada dua jenis amfetamin :
1) MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine)
Sering pula disebut sebagai ekstasi. Sering ditemukan dalam bentuk pil atau kapsul. Nama
jalannya adalah xtc, inex, fantasy pills, dll. Banyak sediaan ekstasi tidak hanya berisi MDMA
karena sudah dicampur zat-zat lain.
2) Metamfetamin
Efek Amfetamin :
1) Efek Psikologis dan Fisik akut :
Susunan saraf pusat, neurologi, perilaku
Insomnia, dizziness, tremor, euphoria, logorrhea, peningkatan kepercayaan diri, cemas,
dilatasi pupil, peningkatan libido dapat terjadi pada dosis rendah. Pada dosis tinggi, dapat
terjadi gejala mood yang berubah ubah, agresif, paranoid, psikosis, kejang, hingga koma
Kardiovaskular
Peningkatan tonus simpatis menyebabkan takikardia, aritmia, palpitasi, hipertensi, hingga
serangan jantung
Pernapasan
Bervariasi dari peningkatan frekuensi napas hingga gagal napas akut.
Gastrointestinal
Mual muntah, diare, kram otot abdomen
Kulit
Hiperpireksia, flushing
Otot
Peningkatan reflex tendon
e. Heroin
Sering disebut putaw. Heroin termasuk dalam golongan opioid semi sintetik. Sering ditemukan
dalam bentuk bubuk putih yang kemudian dirokok, disuntik, atau dihidu/dihisap. Pengguna heroin
rentan terkena HIV/AIDS dan Hepatitis B/C karena seringnya penggunaan menggunakan jarum suntik
bergantian. Heroin terbuat dari getah buah poppy.
1) Efek Opioid
Saraf
Analgesia, euphoria, sedasi, depresi rangsang napas
Gastrointestinal
Mual, muntah, konstipasi
Endokrin
Peningkatan ADH, penurunan libido
Lainnya
Hipotensi, gatal-gatal pada kulit, bibir kering
Craving
Lebih dari 24 jam
kram perut, diare
kehilangan nafsu makan, mual, muntah
nyeri otot dan sendi
sulit tidur
f. Ganja
Nama lain: Mariyuana, Grass, Hash, dll. Ganja yang sering ditemukan adalah daun tanaman
cannabis sativa yang dikeirngkan dan dipotong kecil-kecil seperti tembakau. Penggunaan paling sering
adalah dengan dilinting dan dirokok sebagaimana tembakau. Dapat dicampur tembakau atau murni
ganja. Zat aktif dalam ganja adalah THC (delta-9- tetrahydrocannabinol). Penggunaan terus menerus
dapat menyebabkan kerusakan kemampuan penyimpana memori sehingga dapat mengganggu proses
belajar bagi pelajar, dan menyebabkan gangguan perilaku social. Kanabis tidak menyebabkan
overdosis yang fatal.
Efek penggunaan ganja:
Penurunan memori dan kecepatan reaksi, sulit konsentrasi, hypersomnia, paranoia, mata merah,
mual muntah, gangguan koordinasi, gangguan ernapasan, penurunan kesadaran, penurunan aktivitas
organ reproduksi
2) Asesmen/Pengkajian
Informasi yang diperlukan dalam melakukan asesmen pada pasien yang diduga mengalami
gangguan penggunaan zat antara lain :
a. Tujuan Asesmen :
Mengidentifikasi secara jelas dan akurat gambaran klinis individu dengan adiksi
Menginisiasi interaksi dan dialog terapeutik
Meningkatkan kesadaran individu terhadap gambaran masalahmasalah yang terjadi
Memberikan umpan balik yang obyektif
Menegakkan diagnosis
Melakukan kolaborasi dalam terapi yang sesuai dengan maksud dan tujuan
Mendorong perubahan yang positif
Meningkatkan motivasi individu
b. Informasi yang diperlukan dalam asesmen :
Identitas pasien
Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penggunaan NAPZA terrnasuk pengobatan yang pernah diperoleh
Riwayat keluarga baik penyakit fisik, psikiatrik maupun penggunaan NAPZA
c. Pertanyaan dalam asesmen :
Apa yang diidentifikasi oleh klien sebagai suatu masalah?
Apa yang menjadi tujuan/harapan klien?
Apa yang secara umum tersedia untuk membantu klien mencapai tujuan/harapannya?
Apa yang menjadi hambatan untuk kemajuan klien?
Sumber daya dan metode apa yang dapat melindungi, meminimalkan atau menghindarkan
hambatan itu?
Apakah pasien pernah mengalami krisis kehidupan, dan bagaimana pengalaman itu dapat
membuat dirinya lebih yakin?
d. Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
Pemeriksaan fisik, terrnasuk pemeriksaan neurologik
Pemeriksaan psikiatrik
Pemeriksaan psikologis
Evaluasi sosial
Pemeriksaan laboratorium ; Darah perifer lengkap, Kimia Darah, LFT, Fungsi ginjal dan tes
urin
Pemeriksaan penunjang lain sesuai kondisi klinis
Pemeriksaan khusus : tes nalokson.
1) Intoksikasi/Overdosis Opioid:
a. Perlu penanganan cepat karena kondisi gawat darurat
b. Perbaiki tanda vital (Tekanan Darah, Pernafasan, Denyut Nadi, Temperatur suhu badan)
c. Berikan antidotum Naloxon HCL (Narcan, Nokoba) dengan dosis 0,01 mg/kg.BB secara iv,
im, sc
d. Bila terjadi penurunan kesadaran, pertimbangkan rawat ICU
e. Observasi selama 24 jam untuk menilai stabilitas tanda-tanda vital
2) Intoksikasi Amfetamin atau Zat yang Menyerupai
a. Simtomatik tergantung kondisi klinis
b. Intoksikasi akibat penggunaan oral: rangsang muntah dengan activated charcoal atau kuras
lambung
c. Antipsikotik; Haloperidol 2-5 mg per kali pemberian atau Chlorpromazine 1 mg/kg BB Oral
setiap 4-6 jam
d. Antihipertensi jika TD diatas 140/100 mHg
e. Mencegah suhu tubuh meningkat dengan selimut dingin atau chlorpromazine
f. Jika terdapat aritmia cordis, lakukan monitoring, jika palpitasi berikan Propanolol 20-80
mg/hari (perhatikan kontraindikasinya)
g. Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan Benzodiazepin ; Diazepam 3x5 mg atau
Chlordiazepox de 3x25 mg
h. Asamkan urin dengan Amonium Chlorida 2,75 mEq/kg atau Ascorbic Acid 8 mg/hari sampai
pH urin < 5 akan mempercepat ekskresi zat.
3) Intoksikasi Kanabis
a. Secara umum tidak diperlukan terapi farmakologis
b. Bila ada gejala ansietas berat:
Lorazepam 1-2 mg oral
Alprazolam 0.5 - 1 mg oral
Chlordiazepoxide 10-50 mg oral
c. Bila terdapat gejala psikotik menonjol dapat diberikan Haloperidol 1-2 mg oral atau i.m ulangi
setiap 20-30 menit
4. Intoksikasi Alkohol
a. Bila terdapat kondisi Hipoglikemia injeksi 50 ml Dextrose 40%
b. Kondisi Koma :
Posisi menunduk untuk cegah aspirasi
Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit
Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopathy. Lalu
50 ml Dextrose 40% iv (berurutan jangan sampai terbalik)
c. Problem Perlaku (gaduh/gelisah):
Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa terancam
Buat suasana tenang dan bila perlu tawarkan makan
Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg oral, bila gaduh gelisah
berikan secara parenteral (i.m)
5) Intoksikasi Halusinogen
a. Intervensi Non Farmakologik :
Lingkungan yang tenang, aman dan mendukung
Reassurance : bahwa obat tersebut menimbulkan gejala-gejala itu ; dan ini akan hilang dengan
bertambahnya waktu (talking down)
b. Intervensi Farmakologik:
Pilihan untuk bad trip (rasa tidak nyaman) atau serangan panik
Pemberian anti ansietas ; Diazepam 10-30 mg oral /im/iv pelan atau Lorazepam 1-2 mg oral