Anda di halaman 1dari 19

INTOKSIKASI AKUT ZAT PSIKOAKTIF

Gol Penyakit SKDI : 3B

1. PENDAHULUAN
Diketahui bahwa penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun prevalensinya terus meningkat.
Hasil survei yang dilakukan oleh BNN (Badan Narkotika Nasional) dan Puslitkes (Pusat Penelitian
Kesehatan) UI tahun 2008 diperoleh angka prevalensi mencapai 1,9% dan pada tahun 2011 meningkat
hingga 2,2% atau lebih kurang 4 juta penduduk Indonesia usia 10 sampai dengan 60 tahun sebagai
penyalah guna narkotika.
Di sekitar kita saat ini, banyak sekali zat-zat adiktif yang sangat berbahaya bagi tubuh dan menjadi
masalah bagi umat manusia di berbagai belahan bumi. Salah satunya dikenal dengan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai
Narkoba (Narkotika dan Obat Berbahaya). Seiring dengan perkembangan zaman narkoba hanya
dipakai secara terbatas oleh beberapa komunitas di berbagai negara. Obat-obatan ini digunakan untuk
tujuan pengobatan, diresepkan para dokter meskipun sudah diketahui efek sampingnya. Kemudian
kasus ketergantungan meningkat sesudah ditemukannya morphine (1804) yang diresepkan sebagai
anestetik, digunakan luas pada waktu perang di abad ke-19 hingga sekarang dan penyalahgunaan
narkoba di berbagai negara menjadi sulit untuk dikendalikan hingga saat ini.
Menurut DSM-V, gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif adalah
intoksikasi akut, penggunaan yang merugikan (substance abuse), dan sindrom ketergantungan
(tolerance, withdrawal, craving)
2. DEFINISI
Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau
zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku,
atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi akan berkurang dengan
berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi.
Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak
atau terjadi komplikasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010; Maslim, 2001).
Zat psikoaktif adalah zat kimia yang memiliki efek psikologis. Banyak zat psikoaktif yang beredar
secara luas di masyarakat, baik yang digunakan secara sengaja ataupun tidak. Ada beberapa jenis zat
psikoaktif yaitu; (1) Golongan ilegal dan terlarang: kokain, mariyuana, dan heroin; (2) Golongan yang
dapat diperoleh dengan permintaan: tembakau dan alkohol; dan (3) Tergolong legal: kafein (Nevid, et
al., 2005).
3. ETIOLOGI
a. Etiologi organobiologik: zat psikoaktif.
Ada 3 kelompok besar dari zat psikoaktif yang disalahgunakan, yaitu depresan, stimulant dan
halusinogen (psychedelics). Depresan adalah obat yang menghambat atau mengekang aktivitas
system saraf pusat. Obat ini mengurangi rasa tegang dan cemas, menyebabkab gerakan
melambat dan merusak proses kognitif. Dalam dosis tinggi, obat dapat menahan fungsi vital
dan menyebabkan kematian. Contoh depresan: alcohol, barbiturate, opioid/narkotik. Stimulan
merupakan obat yang meningkatkan aktivitas system saraf. Beberapa jenis obat ini
menyebabkab perasaan euphoria dan percaya diri. Jenis dari stimulant adalah amfetamin,
ekstasi, kokain dan nikotin. Sedangkan zat halusinogen adalah obat yang menghasilkan
distorsi sensoria tau halusinasi, termasuk perubahan besar dalam persepsi warna dan
pendengaran. Contoh obat: lysergic acid diethylamide/LSD, phencyclidine/PCP dan
mariyuana (Nevid, et al., 2005).
b. Etiologi psikologik: konflik, suatu pertentangan batin,frustasi, gagal dalam mencapai tujuan,
tidak terpenuhi kebutuhan psikologis seperti rasa aman, nyaman, perhatian, dan kasih sayang.
c. Etiologi sosiokultural: problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan,
perumahana, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, problem hukum/criminal dan problem
psikososial lainnya.

4. INTOKSIKASI AKUT ZAT PSIKOAKTIF


a. Depresan (Penenang)
 Penggunaan opioid akhir-akhir ini
 Perubahan psikologi dan tingkah laku yang signifikan secara klinis (euphoria diikuti
dengan apatis, disforia yang timbul saat atau beberapa saat setelah menggunakan)
 Konstriksi pupil/myosis, atau dilatasi jika anoxia dari overdosis yang parah dan satu
atau lebih tanda dibawah ini:
i. Mengantuk atau hingga coma
ii. Bicara tidak jelas
iii. Gangguan pada perhatian/memori
 Gejala tidak diakibatkan oleh kondisi medis yang lain dan tidak termasuk gangguan
mental akibat intoksikasi jenis zat lainnya

Contoh zat depresan:


• Narkotik analgesic (opium, kodein, heroin/putaw, morfin, pethidine, methadone,
buprenorphine)

• Cannabis/ganja dosis rendah

• Alkohol

• Psikotropika (rohibnol, diazepam, MX, Xanax, clozaril)

b. Stimulan (Perangsang)
 Penggunaan kokain, amfetamin, atau stimulant lainnya baru-baru ini
 Perubahan psikologi atau tingkah laku yang signifikan secara klinis (euphoria, cemas,
tegang, marah) yang timbul sesaat atau beberapa saat setelah penggunaan zat
 Dua atau lebih gejala berikut ini:
i. Takikardi/bradikardi
ii. Midriasis pupil
iii. Naik atau turunnya tekanan darah
iv. Keringat berlebih atau menggigil
v. Mual muntah
vi. Adanya penurunan berat badan
vii. Agitasi atau retardasi psikomotor
viii. Kelemahan otot, depresi napas, nyeri dada, aritmia jantung
ix. Confusion, kejang, dyskinesia, dystonia, atau koma
 Gejala tidak diakibatkan oleh kondisi medis yang lain dan tidak termasuk gangguan
mental akibat intoksikasi jenis zat lainnya

Contoh zat stimulant:

• Kokain

• Amfetamine/ectasy

• Metamfetamin/shabu-shabu

c. Halusinogen dan Alkohol


 Penggunaan sedative, hipnotik, atau anxiolytik baru-baru ini
 Perubahan psikologi atau tingkah laku yang signifikan secara klinis (perilaku seksual
tidak pantas, agresif)
 Satu atau lebih gejala di bawah ini:
i. Bicara tidak beraturan
ii. Inkoordinasi
iii. Jalan sempoyongan
iv. Nistagmus
v. Gangguan kognisi
vi. Stupor atau coma
 Gejala tidak diakibatkan oleh kondisi medis yang lain dan tidak termasuk gangguan
mental akibat intoksikasi jenis zat lainnya

Contoh zat halusinogen:

• Amfetamin

• Lisergid/LSD

• Jamur tlethong

d. Cannabis
 Penggunaan cannabis baru-baru ini
 Perubahan psikologi atau tingkah laku yang signifikan secara klinis (sensasi waktu
yang melambat) yang timbul sesaat atau beberapa saat setelah menggunakan cannabis
 Dua atau lebih gejala di bawah ini timbul dalam 2 jam penggunaan cannabis:
i. Injeksi konjungtiva
ii. Nafsu makan meningkat
iii. Mulut kering
iv. Takikardi
 Gejala tidak diakibatkan oleh kondisi medis yang lain dan tidak termasuk gangguan
mental akibat intoksikasi jenis zat lainnya

5. MASALAH KLINIS GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA


a. Tembakau
Tembakau digunakan dalam bentuk rokok, cerutu, tembakau pipa, tembakau kunyah, dan
susur. Jenis yang paling umum dikonsumsi adalah rokok baik rokok putih, kretek maupun cerutu.
Zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan yang terkandung dalam rokok adalah nikotin, tar, karbon
monoksida, dan hidrogen sianida yang diserap tubuh melalui paru. Nikotin, merupakan zat adiktif
dalam tembakau. Tembakau bersifat stimulan dan juga sebagai depresan. Perokok pemula akan
mengalami euforia, kepala terasa melayang, pusing, denyut jantung dan pernapasan meningkat,
dan sensasi tingling/kesemutan pada tangan dan kaki. Perokok kronis akan kurang peka terhadap
cita rasa dan pembauan. Tidak semua perokok pemula menjadi adiksi/mengalami ketergantungan
di kemudian hari. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Perokok yang mengalami ketergantungan akan merasa tidak nyaman ketika ia menghentikan
konsumsi rokok, akan terjadi gejala putus rokok seperti gelisah, cemas, sulit tidur, berkeringat,
denyut jantung dan tekanan darah menurun, tidak bisa berkonsentrasi, nafsu makan yang
meningkat, sakit kepala, irritabel dapat terjadi. Gejala putus rokok ini akan terjadi selama 1-3
minggu. Masalah medis terkait dengan tembakau pada rokok dalam jangka panjang adalah
gangguan pada sistem pernapasan, jantung dan pembuluh darah, kanker, gangguan pencernaan,
gangguan makan, dan reaksi alergi. Konsumsi tembakau selain pada rokok seperti tembakau
kunyah dan hidu, juga mengganggu kesehatan seperti munculnya lesi mulut dan kanker
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

b. Alkohol
Ketergantungan pada alkohol disebut juga alkoholisme. Alkohol adalah zat yang memproduksi
efek ganda pada tubuh: pertama adalah efek depresan yang singkat dan kedua adalah efek agitasi pada
susunan saraf pusat yang berlangsung enam kali lebih lama dari efek depresannya. Masalah terkait
konsumsi alcohol sangat menyolok pada beberapa wilayah Indonesia.(Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010).
Berdasarakan Kepmenkes RI No. 422/Menkes/SK/III/2010, terdapat 4 gambaran utama
Alkoholisme, yaitu:
 Craving (keinginan kuat untuk minum)
 Kehilangan kendali diri (tidak mampu menghentikan kebiasaan minum)
 Ketergantungan fisik (gejala putus alkohol seperti mual, berkeringat atau gemetar setelah berhenti
minum)
 Toleran (kebutuhan untuk meningkatkan jumlah alkohol yang diminum untuk mendapatkan efek
"high") (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Alkoholisme juga mempunyai risiko kanker, gangguan hati, otak dan organ lainnya lebih besar
daripada bukan Alkoholisme. Bayi yang dilahirkan dari ibu pengguna alkohol dapat mengalami
kecacatan sejak lahir. Mabuk ketika mengemudi mempunyai risiko besar kecelakaan lalu lintas, juga
risiko membunuh orang lain atau diri sendiri.
1) Intoksikasi Alkohol Akut
Intoksikasi dapat dikenali dengan gejala-gejala :
 Ataksia dan bicara cadel/tak jelas
 Emosi labil
 Napas berbau alkohol
 Mood yang bervariasi
2) Komplikasi akut pada intoksikasi atau overdosis :
 paralisis pernapasan, biasanya bila terjadi aspirasi muntahan masuk ke saluran pernapasan
 obstructive sleep apnea
 aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebih dari 0,4 mg/ml
3) Gejala klinis sehubungan dengan overdosis alkohol dapat meliputi :
 penurunan kesadaran, koma atau stupor
 perubahan status mental
 kulit dingin dan lembab, suhu tubuh rendah
4) Gejala putus zat alkohol:
Biasa terjadi 6-24 jam sesudah konsumsi alkohol yang terakhir:
a. Putus zat ringan :
 Tremor
 Cemas dan agitasi.
 Berkeringat
 Mual dan muntah
 Sakit kepala
 Takikardia
 Hipertensi
 Gangguan tidur
 Suhu tubuh meningkat
b. Putus zat berat:
 Muntah
 Agitasi berat
 Disorientasi
 Paranoid
 Hiperventilasi
 Delirium tremens (DTs) adalah suatu kondisi emergensi pada putus zat alkohol yang tidak
ditangani, muncul 3-4 hari setelah berhenti minum alkohol. DTs mencakup gejala agitasi,
restlessness, tremor kasar, disorientasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
berkeringat dan demam tinggi, halusinasi visual dan paranoid.
c. Indikator untuk kecurigaan putus zat alkohol
 Riwayat peminum berat untuk jangka lama
 Penggunaan depresan sistem saraf pusat lainnya
 Episode putus zat sebelumnya
 Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan dengan alcohol

5) Fetal Alcohol Syndrome (FAS)


a. Perempuan hamil yang meminum alkohol akan membuat janinnya juga mengkonsumsi
alkohol. Alkohol akan membuat perkembangan janin terhambat, sehingga mengakibatkan
gangguan fisik dan perilaku sepanjang hidupnya. Gangguan berat akibat penggunaan alkohol
pada janin yaitu fetal alcohol syndrome (FAS). FAS merupakan kelompok masalah dengan
gangguan:
 Retardasi mental
 Cacat bawaan
 Bentuk wajah abnormal
 Masalah pertumbuhan
 Gangguan sistem saraf pusat
 Gangguan memori dan belajar
 Gangguan penglihatan dan pendengaran
 Gangguan perilaku
b. FAS menetap selama kehidupan dan tidak dapat disembuhkan. Penderita FAS memerlukan
sekolah khusus untuk mengatasi hendayanya.
c. Gambaran Umum Pada Peminum Berat
Gambaran Fisik Gambaran Psikososial
Pemeriksaan fisik Sosial
 Napas berbau alkohol  Problem perkawinan/pasangan
 Hepatomegali/hepatitis akut  Kekerasan dalam keluarga (fisik/emosi)
 Palmar erythema  Absen kerja/sekolah
 Sklera ikterik  Prestasi sekolah/kerja buruk
 Telangiektasis wajah (pelebaran kapiler  Mengemudi sambil mabuk
wajah)  Kesulitan keuangan
 Depresi/problem perilaku pada suami
istri/anak/anggota keluarga

Neurologi
Tremor
Ataxia

Musculoskeletal dan alat gerak Psikologis


 Trauma  Insomnia
 Cedera/luka yang diakibatkan tindak  Mudah lelah
kekerasan fisik (termasuk kekerasan  Depresi
dalam rumah tangga)  Cemas
 Blackouts
 Pikiran paranoid/cemburu
 Pikiran bunuh diri

Reproduksi
 Impotensi
 Menstruasi tidak teratur
 Infertil

Gastrointestinal Perilaku/kebiasaan
 Gastritis  Ingkar janji
 Mual muntah pagi hari  Tidak menepati kesepakatan rencana
 Dyspepsia non spesifik perawatan
 Diare berulang  Penyalahgunaan resep obat
 Pancreatitis
 Nafsu makan berkurang
Kardiovaskular
 Hipertensi
 Stroke hemoragik
 Tachyarrhythmias/palpitasi
 Berkeringat malam

c. Metamfetamin
Metamfetamin memiliki durasi kerja lebih panjang dibandingkan dengan MDMA
(Methylenedioxy methamphetamine), yaitu dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya lebih kuat.
Nama lain: Chalk, Crystal, Glass, Ice, Met, Speed, Tina, SS, Crank.
Cara penggunaan:
1) Dalam bentuk pil diminum peroral
2) Dalam bentuk kristal, dibakar dengan menggunakan kertas aluminium foil dan asapnya dihisap
(intra nasal) atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong).
3) Dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat juga melalui intravena.
Metamfetamin mempengaruhi otak dan menimbulkan perasaan nikmat, meningkatkan energi
dan meningkatkan mood. Kecanduan akan terjadi dalam waktu cepat. Gangguan kesehatan akibat
Metamfetamin meliputi denyut jantung ireguler, kenaikan tekanan darah, gangguan memori, masalah
kesehatan mulut yang berat dan berbagai masalah psikososial. Metamfetamin lebih bersifat adiktif dan
cenderung mempunyai dampak yang lebih buruk dibandingkan amfetamin. Pengguna metamfetamin
akan lebih menunjukkan gejala cemas, agresif, paranoid dan psikosis dibandingkan pengguna
amfetamin. Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, tetapi berlangsung
lebih lama. Amfetamin dan metamfetamin termasuk dalam jenis NAPZA yang digolongkan sebagai
club drug.

d. Amfetamin
Amfetamin (D-pseudo epinefrin) termasuk di dalam golongan obat-obatan stimulan. Amfetamin
awalnya dipasarkan sebagai dekongestan. Menurut kementrian kesehatan, ada beberapa nama jalan
untuk obat ini, termasuk diantaranya: meth crystal, uppers, whizz, sulphate, dan speed. Untuk
konsumsi penyalahgunaan, amfetamin lazim ditemukan dalam bentuk bubuk berwarna putih
Ada dua jenis amfetamin :
1) MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine)
Sering pula disebut sebagai ekstasi. Sering ditemukan dalam bentuk pil atau kapsul. Nama
jalannya adalah xtc, inex, fantasy pills, dll. Banyak sediaan ekstasi tidak hanya berisi MDMA
karena sudah dicampur zat-zat lain.
2) Metamfetamin

Efek Amfetamin :
1) Efek Psikologis dan Fisik akut :
 Susunan saraf pusat, neurologi, perilaku
Insomnia, dizziness, tremor, euphoria, logorrhea, peningkatan kepercayaan diri, cemas,
dilatasi pupil, peningkatan libido dapat terjadi pada dosis rendah. Pada dosis tinggi, dapat
terjadi gejala mood yang berubah ubah, agresif, paranoid, psikosis, kejang, hingga koma
 Kardiovaskular
Peningkatan tonus simpatis menyebabkan takikardia, aritmia, palpitasi, hipertensi, hingga
serangan jantung
 Pernapasan
Bervariasi dari peningkatan frekuensi napas hingga gagal napas akut.
 Gastrointestinal
Mual muntah, diare, kram otot abdomen
 Kulit
Hiperpireksia, flushing
 Otot
Peningkatan reflex tendon

2) Efek fisik dan psikologis jangka panjang :


a. Malnutrisi, berat badan menurun, gangguan makan
b. Kemungkinan cacat struktur otak permanen
c. Komplikasi daerah injeksi: abses
d. Sumbatan partikel amfetamin pada pembuluh darah kecil karena pelarutan yang tidak
sempurna.
e. Disfungsi seksual
f. Gejala kardiovaskular
g. Delirium, psikosis
h. Gangguan afek, terutama depresi
i. Penurunan daya ingat dan konsentrasi.
3) Gejala Intoksikasi:
Agitasi, takikardia, dehidrasi, hipertensi, paranoia, psikosis, tidak bisa merasa lelah, tidak dapat
tidur, bicara melantur, tidak bisa diam, gigi gemeretuk, kejang, masalah kardiovaskular, penurunan
kesadaran, kematian

4) Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:


Agresif/ perkelahian, penggunaan alkohol, nekat, pemerkosaan, menyendiri, penggunaan obat-
obatan lain.

5) Gejala putus zat:


Depresi yang dapat berujung ide atau percobaan bunuh diri, craving, penggunaan obat-obatan,
hubungan sosial yang terganggu, psikosis

e. Heroin
Sering disebut putaw. Heroin termasuk dalam golongan opioid semi sintetik. Sering ditemukan
dalam bentuk bubuk putih yang kemudian dirokok, disuntik, atau dihidu/dihisap. Pengguna heroin
rentan terkena HIV/AIDS dan Hepatitis B/C karena seringnya penggunaan menggunakan jarum suntik
bergantian. Heroin terbuat dari getah buah poppy.

1) Efek Opioid
 Saraf
Analgesia, euphoria, sedasi, depresi rangsang napas
 Gastrointestinal
Mual, muntah, konstipasi
 Endokrin
Peningkatan ADH, penurunan libido
 Lainnya
Hipotensi, gatal-gatal pada kulit, bibir kering

2) Efek putus penggunaan zat opioid

Waktu sejak pemakaian terakhir Gejala

6 - 12 jam  Mata dan hidung berair, menguap


 Berkeringat
12 - 24 jam  Agitasi
 Goosebumps
 Berkeringat
 Kehilangan nafsu makan

 Craving
Lebih dari 24 jam
 kram perut, diare
 kehilangan nafsu makan, mual, muntah
 nyeri otot dan sendi
 sulit tidur

Hari ke 2 - 4 Semua gejala mencapai puncaknya

Hari ke 5 sampai 7  Kebanyakan gejala fisik mulai berkurang


 Nafsu makan mulai kembali

Minggu ke 2 Gangguan fisik mulai menghilang. Dapat muncul keluhan lain


seperti tidak dapat tidur, rasa lelah, iritabel, craving

f. Ganja
Nama lain: Mariyuana, Grass, Hash, dll. Ganja yang sering ditemukan adalah daun tanaman
cannabis sativa yang dikeirngkan dan dipotong kecil-kecil seperti tembakau. Penggunaan paling sering
adalah dengan dilinting dan dirokok sebagaimana tembakau. Dapat dicampur tembakau atau murni
ganja. Zat aktif dalam ganja adalah THC (delta-9- tetrahydrocannabinol). Penggunaan terus menerus
dapat menyebabkan kerusakan kemampuan penyimpana memori sehingga dapat mengganggu proses
belajar bagi pelajar, dan menyebabkan gangguan perilaku social. Kanabis tidak menyebabkan
overdosis yang fatal.
Efek penggunaan ganja:
Penurunan memori dan kecepatan reaksi, sulit konsentrasi, hypersomnia, paranoia, mata merah,
mual muntah, gangguan koordinasi, gangguan ernapasan, penurunan kesadaran, penurunan aktivitas
organ reproduksi

6. PROSEDUR PENATALAKSANAAN GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA


a. Prinsip Dasar Penatalaksanaan Umum
Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam proses identifikasi, penatalaksanaan, dan intervensi
adalah:
 Intoksikasi
 Penyalahgunaan
 Ketergantungan
Tidak semua gangguan penggunaan NAPZA terkait dengan masalah ketergantungan atau
adiksi. Banyak masalah gangguan penggunaan NAPZA berkaitan dengan pola penggunaan yang tidak
berada dalam taraf ketergantungan tetapi mempunyai risiko untuk menjadi ketergantungan. Intervensi
yang diberikan harus disesuaikan dengan masalah, pengalaman dan faktor risiko yang ada pada
seseorang.

b. Pengenalan Dan Skrining


1) Pengenalan Awal
Pentingnya pengenalan awal penyalahgunaan obat terlarang dapat mencegah ketergantungan pada
seseorang. Namun, banyak hal yang menjadi penyulit deteksi dini penyalahgunaan obat, antara lain:
o Kurang memahami kasus yang terlihat
o Kurang waspada
o Kurang berani menanyakan masalah tersebut
o Tidak tahu apa yang mesti dilakukan ketika mengenali masalah ini
o Individu menyangkal atau mengelak
2) Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan skrining dini:
a) Melakukan penelusuran/wawancara penggunaan NAPZA
Wawancara mengenai penggunaan NAPZA dapat dilakukan pada:
a. Pasien baru, merupakan bagian dan pengambilan data awal
b. Pengobatan pasien dengan gangguan kronis, misalnya pengguna alcohol dengan keluhan gangguan
jantung, diabetes, depresi
c. Pengobatan pasien dengan kondisi akut, misalnya: trauma, gangguan pencernaan,
stress/kecemasan, masalah psikologis
d. Asesmen sebelum tindakan pembedahan
e. Klinik ibu dan anak serta antenatal care
f. Orang yang akan mengikuti asuransi kesehatan
b) Skrining dengan kuesioner
Poin-poin yang terkandung dalam kuesioner bisa meliputi: isu-isu tentang gaya hidup seperti
merokok, diet, olahraga, penggunaan NAPZA mungkin bukan ancaman bagi mereka. Banyak alat yang
dapat digunakan untuk melakukan skrining penggunaan NAPZA pada individu seperti ASSIST
(Alcohol, Smoking, Substance Involvement Screening Test.)
c) Skrining biologi (pemeriksaan laboratorium)
a. Pemeriksaan Darah
Beberapa jenis pemeriksaan darah dapat digunakan untuk skrining penggunaan NAPZA.
Namun demikian hal ini sering kurang sensitive maupun spesifik daripada penggunaan kuesioner. Tes
untuk skrining biologik termasuk:
 Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk MCV
 Tes Fungsi Hati termasuk gamma GT
 Trigliserid
b. Tes Urin
Tes urin dapat mendeteksi adanya penggunaan berbagai jenis NAPZA (alkohol, kokain,
kanabis, benzodiazepin, barbiturat dll.) berdasarkan sisa metabolitnya. Namun demikian pemeriksaan
urin harus disertai dengan wawancara untuk mendeteksi adanya penggunaan zat lain yang akan
mempengaruhi hasil tes urin (misal: obat batuk yang mengandung kodein, obat maag yang
mengandung benzodiazepin, obat flu yang mengandung fenilpropanolamin/efedrin).
c. Skrining Etiologik Untuk Pengguna NAPZA Termasuk :
 Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung lekosit
 Tes Fungsi hati
 Hepatitis B, C dan HIV/AIDS

d) Rutin melakukan sosialisasi tentang penggunaan NAPZA

c. Tatalaksana Penyalahgunaan NAPZA pada Kondisi Non Gawat Darurat


1) Intervensi Singkat
Intervensi singkat bertujuan untuk merubah perilaku penggunaan NAPZA atau setidaknya
mengajak pasien memikirkan kembali penggunaan NAPZA. Waktu yang dibutuhkan untuk intervensi
biasanya antara 10 menit hingga 1.5 jam. Intervensi singkat memiliki kelebihan karena dapat dilakukan
pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas dan dapat juga digunakan di ruang
emergensi, bangsal rumah sakit, dan berbagai kondisi layanan kesehatan lain. Intervensi singkat
direkomendasikan dilakukan pada kondisi seperti:
 Penggunaan alkohol yang membahayakan tetapi belum ketergantungan
 Ketergantungan alkohol ringan sampai sedang
 Ketergantungan nikotin/perokok
 Ketergantungan ringan sampai sedang kanabis
Intervensi singkat tidak direkomendasikan untuk kondisi dibawah ini:
 Pasien yang kompleks dengan isu-isu masalah psikologis/psikiatrik
 Pasien dengan ketergantungan berat
 Pasien dengan kemampuan membaca yang rendah
 Pasien dengan kesulitan terkait dengan gangguan fungsi kognitif
Pada kondisi ini direkomendasikan untuk melakukan wawancara mendalam.
2) Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial merupakan komponen penting dalam pengobatan yang komprehensif.
Konseling dapat dilakukan baik perorangan ataupun kelompok.
a. Konseling merupakan pendekatan melalui suatu kolaborasi antara konselor dengan pasien
dalam perencanaan pengobatan yang didiskusikan dan disetujui bersama. Tidak ada satu
pendekatan psikososial yang superior, program pengobatan harus disesuaikan dengan
kebutuhan pasien secara individu dengan mempertimbangkan budaya, gender, dan komorbid.
d. Secara umum, konseling mencakup hal sebagai berikut:
 Menghubungkan pasien dengen layanan yang sesuai dengan kebutuhan
 Mengembangkan strategi untuk menghadapi berbagai kesulitan bersama pasien
 Intervensi berbasis fakta
 Mengatasi masalah-masalah yang menghambat pasien
 Dapat dipertimbangkan untuk membantu pasien dalam hal lain seperti makanan, tempat
tinggal, keuangan
 Libatkan berbagai dukungan dalam perubahan perilaku pasien
e. Kelompok mutual lainnya seperti Alcoholic Anonymous, Narcotic Anonymous,, AI-Anon
(keluarga pengguna NAPZA) dengan menerapkan terapi 12 Langkah akan sangat membantu
pasien dalam melakukan perubahan perilaku.

f. Tatalaksana Medik Kegawatdaruratan Akibat Penggunaan NAPZA

1) Tatalaksana Umum Kegawatdaruratan Penggunaan NAPZA:


a. Prosedur ABC (Airway, Breathing, Circulation) dan menjaga tanda-tanda vital
b. Pemberian obat-obatan dalam menangani kasus kegawatdaruratan akibat NAPZA harus sangat
berhati-hati karena dapat terjadi interaksi obat dengan zat yang digunakan pasien. Apabila zat
yang digunakan pasien sudah dipastikan, maka pemberian obat untuk penanganan dilakukan
dengan dosis yang adekuat
c. Zat yang digunakan pasien dapat digali melalui autoanamnesis maupun alloanamnesis. Jika
pasien tidak sadar, dapat diperhatikan barang-barang atau alat-alat yang ada dekat pasien
ketika tidak sadar
d. Sikap dan tata cara petugas membawakan diri merupakan hal yang penting khususnya bila
berhadapan dengan pasien panik, kebingungan atau psikotik
e. Penyalahgunaan NAPZA dapat dikategorikan berdasarkan gejala yang muncul:
 Kondisi intoksikasi diakibatkan penggunaan zat dalam jumlah banyak menyebabkan
perubahan tanda vital yang membahayakan, dan disertai gejala-gejala halusinasi, waham,
dan kebingungan. Kondisi-kondisi tersebut akan membaik setelah terjadi perbaikan pada
intoksikasi
 Kondisi putus zat pada dasarnya tidak merubah tanda vital pasien (tanda vital pasien tidak
dalam kondisi membahayakan) tapi terdapat gejala putus zat, kebingungan, hingga
psikotik
 Pasien dengan tanda-tanda vital yang stabil dan tidak memperlihatkan gejala putus zat
yang jelas tetapi secara klinis menunjukkan adanya gejala kebingungan seperti pada
kondisi delirium atau demensia. Dalam perjalanannya mungkin timbul gejala halusinasi
atau waham, tetapi gejala ini akan menghilang bilamana kondisi klinis delirium atau
dementia sudah diterapi dengan adekuat.
 Bilamana tanda-tanda vital pasien stabil dan secara klinis tidak ada gejala-gejala
kebingungan atau putus zat secara bermakna, tetapi menunjukkan adanya halusinasi atau
waham dan tidak memiliki insight maka pasien menderita psikosis.

2) Asesmen/Pengkajian
Informasi yang diperlukan dalam melakukan asesmen pada pasien yang diduga mengalami
gangguan penggunaan zat antara lain :
a. Tujuan Asesmen :
 Mengidentifikasi secara jelas dan akurat gambaran klinis individu dengan adiksi
 Menginisiasi interaksi dan dialog terapeutik
 Meningkatkan kesadaran individu terhadap gambaran masalahmasalah yang terjadi
 Memberikan umpan balik yang obyektif
 Menegakkan diagnosis
 Melakukan kolaborasi dalam terapi yang sesuai dengan maksud dan tujuan
 Mendorong perubahan yang positif
 Meningkatkan motivasi individu
b. Informasi yang diperlukan dalam asesmen :
 Identitas pasien
 Riwayat penyakit saat ini
 Riwayat penyakit terdahulu
 Riwayat penggunaan NAPZA terrnasuk pengobatan yang pernah diperoleh
 Riwayat keluarga baik penyakit fisik, psikiatrik maupun penggunaan NAPZA
c. Pertanyaan dalam asesmen :
 Apa yang diidentifikasi oleh klien sebagai suatu masalah?
 Apa yang menjadi tujuan/harapan klien?
 Apa yang secara umum tersedia untuk membantu klien mencapai tujuan/harapannya?
 Apa yang menjadi hambatan untuk kemajuan klien?
 Sumber daya dan metode apa yang dapat melindungi, meminimalkan atau menghindarkan
hambatan itu?
 Apakah pasien pernah mengalami krisis kehidupan, dan bagaimana pengalaman itu dapat
membuat dirinya lebih yakin?
d. Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
 Pemeriksaan fisik, terrnasuk pemeriksaan neurologik
 Pemeriksaan psikiatrik
 Pemeriksaan psikologis
 Evaluasi sosial
 Pemeriksaan laboratorium ; Darah perifer lengkap, Kimia Darah, LFT, Fungsi ginjal dan tes
urin
 Pemeriksaan penunjang lain sesuai kondisi klinis
 Pemeriksaan khusus : tes nalokson.

d. Terapi Kondisi Intoksikasi

1) Intoksikasi/Overdosis Opioid:
a. Perlu penanganan cepat karena kondisi gawat darurat
b. Perbaiki tanda vital (Tekanan Darah, Pernafasan, Denyut Nadi, Temperatur suhu badan)
c. Berikan antidotum Naloxon HCL (Narcan, Nokoba) dengan dosis 0,01 mg/kg.BB secara iv,
im, sc
d. Bila terjadi penurunan kesadaran, pertimbangkan rawat ICU
e. Observasi selama 24 jam untuk menilai stabilitas tanda-tanda vital
2) Intoksikasi Amfetamin atau Zat yang Menyerupai
a. Simtomatik tergantung kondisi klinis
b. Intoksikasi akibat penggunaan oral: rangsang muntah dengan activated charcoal atau kuras
lambung
c. Antipsikotik; Haloperidol 2-5 mg per kali pemberian atau Chlorpromazine 1 mg/kg BB Oral
setiap 4-6 jam
d. Antihipertensi jika TD diatas 140/100 mHg
e. Mencegah suhu tubuh meningkat dengan selimut dingin atau chlorpromazine
f. Jika terdapat aritmia cordis, lakukan monitoring, jika palpitasi berikan Propanolol 20-80
mg/hari (perhatikan kontraindikasinya)
g. Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan Benzodiazepin ; Diazepam 3x5 mg atau
Chlordiazepox de 3x25 mg
h. Asamkan urin dengan Amonium Chlorida 2,75 mEq/kg atau Ascorbic Acid 8 mg/hari sampai
pH urin < 5 akan mempercepat ekskresi zat.

3) Intoksikasi Kanabis
a. Secara umum tidak diperlukan terapi farmakologis
b. Bila ada gejala ansietas berat:
 Lorazepam 1-2 mg oral
 Alprazolam 0.5 - 1 mg oral
 Chlordiazepoxide 10-50 mg oral
c. Bila terdapat gejala psikotik menonjol dapat diberikan Haloperidol 1-2 mg oral atau i.m ulangi
setiap 20-30 menit

4. Intoksikasi Alkohol
a. Bila terdapat kondisi Hipoglikemia injeksi 50 ml Dextrose 40%
b. Kondisi Koma :
 Posisi menunduk untuk cegah aspirasi
 Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit
 Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopathy. Lalu
50 ml Dextrose 40% iv (berurutan jangan sampai terbalik)
c. Problem Perlaku (gaduh/gelisah):
 Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
 Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa terancam
 Buat suasana tenang dan bila perlu tawarkan makan
 Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg oral, bila gaduh gelisah
berikan secara parenteral (i.m)

5) Intoksikasi Halusinogen
a. Intervensi Non Farmakologik :
 Lingkungan yang tenang, aman dan mendukung
 Reassurance : bahwa obat tersebut menimbulkan gejala-gejala itu ; dan ini akan hilang dengan
bertambahnya waktu (talking down)
b. Intervensi Farmakologik:
 Pilihan untuk bad trip (rasa tidak nyaman) atau serangan panik
 Pemberian anti ansietas ; Diazepam 10-30 mg oral /im/iv pelan atau Lorazepam 1-2 mg oral

Anda mungkin juga menyukai