Anda di halaman 1dari 16

Legenda Banyu Biru Pasuruan

Aqsat Maulana Alqoid

201810430311235

Pasuruan adalah kota di Provinsi Jawa Timur yang terletak 60 kilometer


sebelah tenggara Surabaya. Kota Pasuruan merupakan dataran rendah di pantai
utara Pulau Jawa. Melihat letak wilayahnya, Pasuruan merupakan kota yang
memiliki potensi besar terhadap perekonomian sekaligus perdagangan sampai
sekarang. Jalur transportasi Surabaya-Probolinggo-Malang, bahkan Jawa-Bali
menjadikan kota ini berada di teritorial yang strategis dalam upaya pengembangan
berbagai sektor pembangunan.

Dalam sejarah dijelaskan, Pasuruan adalah sebuah kota pelabuhan kuno.


Pada zaman Kerajaan Airlangga, Pasuruan sudah dikenal dengan sebutan "Paravan"
(DKP, 2003: 4). Pada masa lalu, daerah ini merupakan pelabuhan yang sangat
ramai.. Banyak bangsawan dan saudagar kaya yang menetap di Pasuruan untuk
melakukan perdagangan. Etnis Tionghoa yang mendominasi perdagangan, Eropa
yang mendominasi pemerintahan, serta masyarakat asli Pasuruan saling
berinteraksi saat itu. Hal ini membuat kemajemukan bangsa dan suku bangsa di
Pasuruan terjalin dengan baik dan damai.
Kini memang Pasuruan sudah berbeda dibandingkan tempo dulu. Ketika
Pasuruan kembali dikuasai oleh para pahlawan, kondisi pemerintahan sudah
berubah, namun segala jejak sejarah masih dapat kita lihat sampai saat ini. Terdapat
banyak bangunan tua yang tersebar di wilayah kota tersebut. Bangunan cagar
budaya tersebut dibagi menjadi dua hak kepemilikan, antara lain kepemilikan
pemerintah dan kepemilikan swasta (DKP, 2003: 59-62). Kepemilikan bangunan
peninggalan bangsa Belanda menjadi hak milik pemerintah, berbeda dengan
bangunan yang didirikan oleh para pedagang atau saudagar kaya, hak kepemilikan
jatuh di tangan swasta.

Ironinya dalam perkembangan masa ke masa, Kota Pasuruan mengalami


pembangunan yang mengakibatkan tidak sedikit bangunan cagar budaya tidak
terawat baik. Bahkan, tidak sedikit pula bangunan yang diubah, dihancurkan,
dirobohkan dengan sengaja untuk digantikan bangunan baru. Padahal secara nyata,
bangunan tersebut memiliki dan memberikan nilai historis mengenai asal usul Kota
Pasuruan itu sendiri. Nilai kearifan lokal yang terkandung di bangunan bersejarah
dapat memberikan edukasi sekaligus refleksi pada masyarakat tentang nilai-nilai
luhur dalam sejarah kotanya. Meminjam kalimat Soekarno, “Jangan sekali-kali
meninggalkan sejarah,” maka sebagai generasi muda dengan mengingat sejarah
termasuk wujud nyata menghargai jasa pahlawan dulu.

Masyarakat umum perlu mengetahui sejarah penting kotanya, termasuk


pula masyarakat Pasuruan mengetahui sejarah kota Pasuruan. Contohnya di
Pasuruan terdapat gedung Pusat Perkebunan dan Penelitian Gula Indonesia (P3GI)
yang tak lain adalah gedung pusat penelitian gula Hindia-Belanda di Indonesia
(DKP, 2003: 61). Hal itu menarik untuk diketahui, dipelajari, dan dilestarikan,
terlebih karena di masa kini banyak sekali bangunan sejarah di Kota Pasuruan yang
telah beralih fungsi, bahkan dirobohkan.
LEGENDA BANYU BIRU

AWAL PERJALANAN

WISATA BANYU BIRU PASURUAN

KONSEP
LOKASI
EKOWISATA

SEJARAH ANALISA
BANYU BIRU SWOT

MITOS BANYU PENERAPAN


BIRU PEMBELAJARAN
Awal Perjalanan Menuju Kabupaten Pasuruan

JARAK TEMPUH MALANG


Sekitar 1 Jam 29
l
Menit dari Malang
dengan
PEMANDIAN
menggunakan
BANYU BIRU
sepeda motor

Akses jalan menuju Kabupaten Pasuruan dapat dilalui dengan


menggunakan beberapa transportasi antara lain bus, sepeda motor, mobi, kereta api.
Biasanya kalua yang naik kereta api pasti akan menggunakan trasnportasi Grab
ataupun Gojek karena biaya menggunakan jasa ini sangatlah murah meriah, Tetapi
tujuan kami disini bukan untuk wisata tetapi untuk mengobservasi beberapa
obyek/keberagaman budaya yang ada di pasuruan, untuk awal perjalanan, kami
berkumpul di kontrakan Aqsat Maulana dan melakukan perjalanan pada waktu itu
dengan menggunakan sepeda motor, Kami berangkat pukul 08.30. Pada saat itu
cuaca cerah sekali karena matahari terlihat sangat terik. Kami memulai perjalanan
tidak langsung menuju ke Pasuruan akan tetapi kami ke kebun raya purwodadi
kemudia menuju ke Prigen, Kabupaten Pasuruan untuk menjalankan observasi yang
diambil oleh rekan saya yaitu di Candi Jawi, Masjid Ceng Ho, Candi
Gununggangsir dan setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Pasuruan Kota
untuk menginap ke Rumah dari teman kelas saya Umar untuk istirahat. Keesokan
harinya kita melanjutkan perjalanan ke Banyu biru, dari rumah saudara Umar kira
kira waktu yang ditempuh sekitar 30 menit.
WISATA PEMANDIAN BANYU BIRU PASURUAN

Lokasi Banyu Biru Pasuruan

Gambar 2. Lokasi

Pemandian Banyu Biru meupakan salah satu wisata yang ada di


Kabupaten Pasuruan lebih tepatnya di Sumber Rejo, Kec Winongan. Wisata
pemandian ini dibuka pada pukul 8 pagi. Pemandian ini terletak ditengah-tengah
perkampungan warga dan akses untuk pergi kesini sangatlah lumayan sulit
dikarenakan jalan jalan yang berlubang karena setiap harinya sering sekali dilewati
oleh truk truk besar. Pada saat saya melakukan obeservasi terlihat sudah banyak
pengunjung yang berdatangan dari kota kota lain ada juga yang memakai bus untuk
berwisata kesini.

Gambar 3. Pintu Masuk


Sejarah Pemandian Alam Banyu Biru (Telaga Wilis) Pasuruan

Gambar 4. Ikon Banyu Biru


Para pedagang yang datang dari semenanjung Arab banyak menimbulkan
perubahan dan peradaban baru di tanah air kita khususnya kerajaan Majapahit pada
waktu itu. Agama islam yang di bawanya serta cepat sekali meresab dalam hati
rakyat terutama rakyat kecil yang pada mulanya selalu hidup dalam lingkungan
kasta dan perbedaan sesial lainnya. Pelan tapi pasti kerajaan Majapahit yang dulu
di bangun dengan menelan korban harta dan jiwa mulai memudar cahayanya.

Selain disebabkan oleh pengaruh agama islam terdapat pula faktor lain yang
mempercepat keruntuhan yaitu terpecah belahnya persatuan diantara pemimpin
oleh seorang perwira Majapahit yang telah memeluk agama Islam yaitu Raden
Patah lambat laun menampakkan kewibaannya.

Majapahit hancur berantakan, sebagian besar rakyatnya ikut memeluk


agama nenek moyangnya. Mereka banyak yang melarikan diri kedaerah lain.
Tempat lainnya yang menjadi daerah pelariannya yaitu disebelah selatan kabupaten
Pasuruan, sekarang orang mengenalnya dengan daerah Tengger. Diantara sekian
banyak pelarian dari Majapahit itu terdapat dua orang bekas prajurit Majapahit yang
terdampar disebuah hutan yang sekarang lebih terkenal dengan nama desa
Sumberejo, kecamatan Winongan kabupaten Pasuruan. Dua orang tersebut masing-
masing bernama KEBUT dan TOMBRO.
Hutan itu mereka babat untuk di jadikan daerah pemukiman baru. Oleh
kerena pada saat itu banyak sekali tumbuhan pohon pinang maka daerah baru itu
lebih terkenal dengan nama Jambaan ( Jambe = pinang, jawa ). Sampai sekarang
nama jambaan masih ada dan menjadi salah satu pendukuhan desa Sumberejo. Dua
orang bekas prajurit itu hidup dengan tenang dan untuk makannya sehari-hari
mereka mengelola tanah. Selain hidup bertani Kebut juga membuka bengkel pandai
besi. Sejak dulu dia memang terkenal sebagai empu yang mahir dalam membuat
keris dan senjata tajam lainnya, barang peninggalannya yang berupa paron masih
dapat disaksikan dan terletak disebelah makamnya yang terdapat dalam komplek
pemandian Banyu Biru.

Sedangkan tombro yang hanya bertani saja tapi namanya lebih menonjol
daripada kebut. Pada suatu hari kerbau peliharaan Tombro dilepas dari kandangnya.
Sebagai mana kebiasaan setiap hari. Kedua ekor kerbau itu mencari makan sendiri
tanpa ditemani oleh tuannya maupun gembala yang seharusnya mengawasinya.
Begitulah kebiasaannya kalau kebetulan bintang-bintang itu tidak dipekerjakan
disawah. Sore harinya pulang kekandang yang berdiri di belakang rumah
pemiliknya. Tetapi pada hari itu ketika Tombro hendak menutup pintu kandang
ternyata tidak melihat batang hidung kerbau-kerbaunya. Bergegaslah dia berangkat
mencari ke hutan yang ada disekitar desanya. Tidak begitu sulit mencarinya sebab
dia melacak berdasarkan telapak kaki kerbaunya.

Ternyata kedua ekor kerbau itu sedang asyik berkubang disebuah kolam
kecil yang tidak pernah di ketahuinya Tombro berteriak-teriak agar hewan-hewan
peliharaannya itu bangkit dan pulang kekandang. Rupanya kerbau itu tidak
bergerak sedikitpun dari tempatnya Tombro mendekat dan Tombro agak terkejut
sebab kerbau-kerbau itu ternyata telah terperangkap dalam lumpur. Segera
dipetiknya empat lembar daun keladi yang banyak tumbuh di sekitarnya. Keempat
daun itu dia hamparkan didepan kedua ekor kerbau itu. Sekali lagi Tombro
membentaknya tampak kedua ekor kerbau itu bergerak dan ujung kakinya
menggapai daun keladi lalu tiba-tiba bangkit dan keluar dari kubungan.

Hewan-hewan itu lari terbirit-birit pulang kekandangnya. Sepeninggal


hewan-hewan peliharaannya Tombro berdiri sejenak dipinggir kolam kecil itu. Di
pandangnya kolam itu dan kini dia tidak lagi menyaksikan lumpur yang keruh tapi
sebuah kolam yang penuh dengan air yang jernih sehinggadasarnya yang berpasir
itu kelihatan nyata. Bahkan disela-selah ranting yang berada didasar kolam tampak
dua ekor ikan sengkaring sedang asyik berenang kian kemari. Menurut cerita dari
masyarakat kedua ekor ikan itu lambat laun berkembang biak hingga sekarang.
Pengunjung pemandian yang kebetulan datang dapat menyaksikan ikan-ikan itu,
jumlahnya telah berlipat ganda dan berenang kian kemari seolah-olah berlomba
dengan para pengunjung pemandian yang sedang mandi.
Dari jernihnya air dasar pasir bebatuan sehingga airnya kelihatan biru.
Dengan ditemukannya kolam ajaib itu maka penduduk jambaan banya datang
menyaksikannya. Sejak itu para penduduk memeliharanya dengan baik. Dan kolam
tersebut dinamakan Banyu Biru. Kabar tentang ditemukannya kolam aneh itu
sempat didengar oleh Bupati Pasuruan yang bernama Raden Adipati Nitiningrat.
Bersama-sama seorang pembesar belanda yang bernama P.W Hopla (sesuai dengan
prasasti yang tertulis dengan huruf jawa ) kedua orang itu ikut pula
menyaksikannya. Kolam itu kemudian dibangun oleh pemerintah Belanda dengan
nama Telaga Wilis.

Telaga ini dibangun terus oleh orang-orang belanda dijadikan pemandian


umum. Untuk memperindah pemandian ini dibuat taman-taman bunga dan
dilegkapi dengan berjenis-jenis patung yang diambil dari Singosari Malang. Selain
memelihara kerbau Tombro juga memelihara kera. Setelah wafat pak Tombro
dimakamkan didekat pemandian dan kera-kera itu berkembang biak hingga beratus-
ratus ekor. Pada waktu pendudukan Jepang kera-kera itu habis ditembaki dan
sisanya menyingkir kehutan di dekat desa Umbulan yang terkenal dengan sumber
air minumnya.

Gambar 5 : Kera Banyu Biru

Sedangkan cerita pak Kebut tidak banyak dibicarakan orang karena dia
hanya menekuni pekerjaannya sebagai pembuat alat pertanian. Dia dimakamkan
berjajar dengan makam istrinya yang bernama mbok Kipah. Dipinggir kolam
renang lama disebelah utara tiap hari Jum’at orang-orang Tosari banyak berziarah
kemakam tersebut. Menurut cerita penduduk setempat setiap ada orang yang
berusaha memindahkan paron yang berada didekat makamnya meka keesokan
harinya paron itu akan kembali ketempat asalnya.
Kira-kira pada tahun 1980 patung-patung yang banyak bersejarah ditaman
pemandian itu dikumpulkn disatu tempat dan dilindungi oleh seksi Kebudayaan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan. Tempat itu berada
didalam kompleks pemandian yang sekarang lebih terkenal dengan nama Banyu
Biru.

Mitos Pemandian Banyu Biru

Gambar 6. Tempat Pemandian

Ada yang pernah ke Banyu Biru gan, itu luh pemandian yang ada di
Kabupaten Pasuruan, konon tempatnya memiliki banyak mitos, salah satunya yaitu
keberadaan ikan yang ada di dalam kolamnya. Di kolam besar itu hidup ratusan
Ikan Tombro berwarna hitam yang sering disebut Ikan Sengkaring. Jangankan
pengunjung, tak seorang pun masyarakat setempat yang berani mengusik
keberadaan ikan-ikan yang konon keramat itu. Tak heran, ikan-ikan yang hidup
bebas itu ada yang panjangnya lebih dari 1 meter. Tradisi lisan masyarakat setempat
mengaitkan Ikan Tombro tersebut dengan seorang Pandai Besi bernama "Bujuk
Giman". Beliau membawa ikan tersebut dari pantai selatan di Malang.
Menurut kepercayaan masyarakat sekitar , jika ada orang yang berani
mengambil ikan tersebut akan tertimpa balak (musibah). Karena masyarakat sekitar
menyebut ikan tersebut sebagai Ikan Dewa (jelmaan Dewa). Usut punya usut
katanya masyarakt sekitar mandi di telaga wilis atau banyu biru dijamin awet muda.

Konsep Ekowisata Banyu Biru

Menurut The Ecotourism Society (1990) Ekowisata adalah suatu bentuk


perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi
lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.
Lebih lanjut, The Ecotourism Society menjelaskan prinsip-prinsip yang harus di
pegang oleh suatu kawasan ekowisata. Berikut diantarany adalah:

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan.


2. Pendidikan dan konservasi lingkungan.
3. Pendapatan langsung untuk kawasan.
4. Partisipasi masyarakat sekitar dalam perencanaan.
5. Penghasilan masyarakat.
6. Menjaga keharmonisan dengan alam.
7. Daya dukung lingkungan.
8. Peluang penghasilan pada porsi besar terhadap negara.

Selama ini, konsep ekowisata Pemandian Banyubiru sejalan dengan apa


yang dikonsepkan oleh The Ecotourism Society. Pemandian Banyubiru selama ini
telah menanggulangi dan mencegah dampak negatif dari aktivitas wisatawan di
kawasan pemandian. Salah satu contohnya adalah dengan menyediakan tempat
sampah di banyak titik pada wilayah pemandian agar para wisatawan tidak
membuang sampah sembarangan dan juga adanya petugas kebersihan yang selalu
membersihkan pemandian pada pagi hari sebelum buka. Selain itu, para
wisatawan tidak diperbolehkan menggunakan bahan-bahan kimia pada saat berada
di kolam seperti menggunakan shampo ataupun sabun untuk membersihkan diri.
Hal ini agar air kolam tetap terjaga karena air dari pemandian ini adalah salah satu
sumber air PDAM kota dan Kabupaten Pasuruan.
Pemandian Banyubiru juga menerapkan konsep pendidikan. Hal ini
dibuktikan dengan terjaganya prasasti yang ada di kawasan pemandian. Prasasti
tersebut adalah beberapa dari peninggalan zaman majapahit dan zaman kolonial
yang diserahkan pengelolaanya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Pasuruan kepada pengelola pemandian. Prasasti tersebut berisi sejarah pemandian
tersebut. Selain prasasti tersebut, terdapat makam salah satu penemu kolam
pemandian tersebut. Makam ini masih tetap dipertahankan dan dijaga bentuk
aslinya.
Pada sisi pendapatan dan kepengurusan, Pemandian Banyubiru dikelola
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pasuruan. Selama ini,
pendapatan karcis masuk kedalam pendapatan Kabupaten Pasuruan. Sementara
masyarakat sekitar pemandian dipersilahkan membuka stand-stand usaha pada
area pemandian.
Analisa SWOT Pemandian Banyu Biru

Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan juga kondisi yang
bersifat deskriptif (memberi suatu gambaran). SWOT sendiri adalah singkatan
dari:

 S = Strength (kekuatan).
 W = Weaknesses (kelemahan).
 O = Opportunities ( Peluang )
 T = Threats ( Hambatan )

Berikut adalah analisa SWOT Pemandian Alam Banyubiru:

1. Strengths
 Adanya tempat persewaan ban.
Pemandian Banyubiru memiliki persewaan ban bagi
pengunjung yang dapat berenang atau hanya untuk sekedar
bersantai di areal kolam. Tempat penyewaan ban dapat di temui
pada kolam alami dan juga pada kolam buatan. Harga sewa dari ban
bervariatif mulai dari 5 ribu sampai dengan 10 ribu tergantung
ukuran ban.
 Terdapat lahan parkir di area pemandian yang sangat luas.
Pemandian Banyubiru memiliki lahan parkir bagi pengunjung.
Areal parkir terdapat pada sisi barat atau depan gerbang
pemandian. Pada kondisi normal areal parkir ini dapat
menampung kurang lebih 200 motor dan 20 mobil. Dibangunnya
lahan parkir ini untuk untuk memberikan rasa aman kepada para
pengunjung terhaap kendaraannya. Tarif parkir untuk sepeda
motor adalah 2 ribu dan 4 ribu untuk kendaraan roda empat

2. Weakness.
 Kurangya Inovasi.
Pengelola pemandian Banyubiru kurang berinovasi
dalam menjalankan pemandian alam ini. Hal ini dapat
dilihat dari event-event yang selalu sama setiap tahunnya.
 Pengembangan Pemandian Yang Belum Jelas.
Pihak pengelola Pemandian Banyubiru tidak memiliki
masterplan arah pengembangan pemandian. Pihak
pengelola kurang menyadari pentingnya pengembangan
pemandian untuk dapat bersaing dengan objek wisata
sejenis yang ada di Kabupaten Pasuruan. Dalam kurun
waktu 5 tahun, tidak terdapat pembangunan atau
penambahan fasilitas-fasilitas pendukung di areal
pemandian ini. Pengembangan Pemandian Banyubiru ini
dapat dikatakan stagnan beberapa tahun ini.
 Tidak Adanya Investor Swasta.
Selama ini pengelolaan Pemandian Banyubiru tidak
melibatkan investor swasta. Hal ini tentu saja berdampak
pada pengembangan pemandian itu sendiri. Tidak adanya
investor swasta yang masuk menyebabkan pengembangan
pemandian ini menjadi stagnan.
3. Opportunities.
 Dukungan Dari Masyarakat Sekitar.
Selama ini masyarakat Desa Sumberejo mendukung
adanya pemandian ini. Hal ini dikarenakan pemandian ini
berdampak positif terhadap pendapatan masyarakat sekitar.
Adanya dukungan masyarakat sekitar ini menjadikan
kawasan pemandian ini kondusif dan relatif aman.
 Terdapat Kerja Sama antara Masyarakat dan Pemerintah.
Masyarakat sekitar juga turut serta dalam
melestarikan pemandian ini. Salah satu contohnya adalah
menjaga ekosistem disekitar kawasan pemandian agar tidak
tercemar oleh limbah rumah tangga. Selain itu juga terdapat
partisipasi masyarakat dalam menjaga artefak-artefak kuno
yang berada di dalam kawasan pemandian. Pemerintah
dalam hal ini Dinas Pariwisata sangat mengapresiasi
langkah yang dilakukan oleh masyakarat sekitar dengan
menegizinkan masyarakat lokal bekerja dan berdagang
pada pemandian ini

4. Threats
 Mulai Menjamurnya Objek Wisata Sejenis.
Semakin tahun semakin banyak objek wisata yang
memiliki konsep sejenis. Selain Pemandian Banyubiru juga
terdapat Pemandian Umbulan yang sama- sama mengusung
konsep ekowisata. Jarak antara Pemandian Umbulan dan
Pemandian Banyubiru hanya 5 kilometer. Selain
Pemandian Umbulan juga terdapat Wisata Danau Ranu
Grati yang jaraknya hanya 10-12 km dari Pemandian
Banyubiru.
 Akses Jalan Yang Kurang Memadahi.
Akses jalan dari Kota Pasuruan dan jalan nasional
pantura menuju Pemandian Banyubiru masih kurang.
Dapat dikatakan bahwa objek ekowisata ini tidak memiliki
aksesibiltas yang baik. Akses jalan masih berupa jalan arteri
yang lebarnya 2 meter. Banyak jalan yang rusak dan
berlobang juga menjadi ancaman bagi objek wisata ini.
 Letaknya Kurang Strategis.
Wilayah Desa Sumberejo terletak di kaki gunung
Bromo dan jauh dari pusat pengembangan wilayah
Kabupaten Pasuruan. Dibutuhkan kurang lebih 1 jam dari
pusat kota Kabupaten Pasuruan untuk mencapai objek
wisata ini.
 Ketersedian Air di Masa Depan.
Selama ini penngguna mata air Umbulan bukan
hanya Pemandian Banyubiru saja. Banyak perusahaan baik
skala lokal dan nasional yang memanfaatkan mata air
tersebut untuk usahanya. Contoh dari perusahaan tersebut
adalah Aqua, Alamo dan Air Minum Ponpes Sidogiri.
Kedepan juga direncanakan bahwa mata air umbulan
sebagai pemasok utama air bersih PDAM Kota dan
Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten
Probolinggo. Hal ini mengancam ketersedian air pada objek
wisata pemandian ini.
Penerapan Pembelajarannya Di SD

Penerapan pembelajaran di SD tentang wisata pemandian alam banyu biru


adalah dengan cara mengikutsertakan siswa terjun langsung ke lokasi, dan
melakukan pembimbingan dan memperkenalkan tentang beberapa hal unik yang
ada di Pemandian Banyu Biru seperti salah satu contohny adalah memperkenalkan
arca arca yang ada di banyu biru, memperkenalkan ikan tombro dan menceritakan
asal usul adanya banyu biru di pasuruan.

Anda mungkin juga menyukai