Anda di halaman 1dari 266

ZAT ADITIF: PEMANIS

A. Ringkasan Materi

Zat aditif merupakan zat yang ditambahkan ke dalam suatu jenis makanan atau
minuman, sehingga makanan atau minuman tersebut menjadi lebih menarik. Pemanis
adalah bahan atau zat yang ditambahkan pada makanan dan minuman yang berfungsi untuk
memberikan rasa manis. Pemanis memiliki 2 macam yaitu pemanis alami dan pemanis
buatan. Pemanis alami terdiri dari beberapa macam diantaranya gula tebu, madu, daun
stevia, sirup agave, sirup maple, defruktosa, sorbitol, manitol, maltitol, lactitol, xylitol,
isomalt dan tagatose. Sedangkan pemanis buatan terdiri dari siklamat, sakarin,
acesulfame-K, sukralosa, neotam, alitame.

Zat aditif merupakan zat yang ditambahkan ke dalam suatu jenis makanan atau
minuman, sehingga makanan atau minuman tersebut menjadi lebih menarik. Zat ini
berfungsi sebagai zat tambahan seperti mengawetkan makanan, menambah rasa dan aroma,
dan mempermudah proses pembuatan makanan. Menurut Peraturan BPOM Nomor 11
Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan, Bahan Tambahan Pangan atau yang
selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP tidak dikonsumsi sebagai makanan dan
bukan merupakan bahan baku pangan. BTP dapat mempunyai nilai gizi, yang sengaja
ditambahkan ke dalam Pangan untuk tujuan teknologi pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan /atau pengangkutan
Pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.

Pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat yang lain seperti
antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan lain sebagainya [1]. Pemanis akan
memberikan efek manis ketika ditambahkan pada makanan atau minuman. Berdasarkan
sifatnya, pemanis dibagi menjadi dua yaitu bersifat nutritif dan non nutritif.
· Zat pemanis bersifat nutritif merupakan pemanis yang menghasilkan kalori 4
kal/gram.
· Zat pemanis bersifat non nutritif merupakan pemanis yang dapat meningkatkan
kenikmatan cita rasa produk tertentu dan menghasilkan energi yang sedikit atau tidak
memiliki energi. Pemanis sifat ini membantu dalam mengatasi kelebihan berat badan,
kontrol glukosa darah, serta kesehatan gigi.
Sedangkan berdasarkan proses produksi, pemanis dibagi menjadi pemanis alami
dan pemanis buatan. Pemanis alami (​Natural Sweetener​) adalah pemanis yang dapat
ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi [2].
Jajanan seperti permen, es krim, es cendol,es teler, dan es sirup merupakan produk yang
banyak disukai masyarakat karena rasanya yang segar manis. Produk tersebut seringkali
menggunakan tambahan pemanis buatan. Pemanis buatan diartikan sebagai bahan yang
sengaja ditambahkan pada makanan dan minuman untuk memberi atau mempertajam rasa
manis namun tidak memiliki nilai gizi. Pemanis buatan tidak diproses secara alamiah
melainkan hasil buatan manusia. Masyarakat banyak yang menggunakan pemanis buatan
untuk menghemat biaya produksi [27].

B. Deskripsi dan Klasifikasi


1. Pemanis Alami

Madu

Sumber: hellosehat.com

Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis, dihaslkan
oleh lebah madu dari sari bunga tanaman maupun bagian lain dari tanaman atau ekskresi
serangga [3]. Madu disebut sebagai pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan
dikonsumsi manusia jauh sbelum mengenal gula. Hal ini dikarenakan madu bisa langsung
dikonsumsi tanpa diolah terlebih dahulu. Madu memiliki rasa manis, nilai kalorinya
sebesar 3280 kal/kg. dengan kandungan karbohidrat yang tinggi dan rendah lemak.
Kandungan gulanya mencapai 80% dan dan dari gula tersebut 85% berupa fruktosa dan
glukosa. Madu tidak hanya digunakan untuk pemanis makanan atau minuman, tetapi juga
memiliki nilai gizi yang tinggi dan berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit [4].

Perbedaan asal daerah, musim, jenis lebah, jenis tanaman sumber nectar, cara hidup
lebah, cara pemanenan serta cara penanganan pasca panen mempengaruhi keragaman madu
di Indonesia.Keragaman tersebut dikembangkan menjadi tiga kategori yaitu madu hutan,
madu budidaya, dan madu lebah tanpa sengat (trigona) [5].
Daun Stevia

Tanaman stevia berasal dari Amambai dan Iguagu. Yaitu perbatasan antara Brasil,
Paraguay, dan Argentina. Pemanfaatan tanaman stevia sebagai pemanis telah lama dikenal
oleh penduduk asli di Amerika. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada tahun 1977 yang
dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, Sumatera
Utara, Bengkulu, Tawangmangu, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Klasifikasi tanaman
stevia yaitu sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Campanulatae

Famili : Compositae (Asteraceae)

Genus : Stevia

Spesies : Stevia rebaudiana Bertoni M.

[7]

Sumber: amazon.com

Stevia rebaudiana adalah tanaman kecil dengan tinggi 65-80 cm. Beberapa jenis Stevia
yang berbeda mengantung senyawa pemanis, dengan Stevia rebaudiana menjadi spesies
dengan tingkat kemanisan paling tinggi dibandingkan spesies lainnya [8].

Daun Stevia mengandung senyawa glikosida diterpen dengan tingkat kemanisan antara
200 – 300 kali gula tebu, tetapi kalorinya sangat rendah. Dibandingkan dengan pemanis
berkalori rendah lainnya, stevia lebih alamiah. Selain itu umur panen tanaman stevia lebih
pendek daripada tanaman tebu [7].

Sirup Agave

(mausehat.com)

Sirup Agave sering dikenal dengan nama nectar agave merupakan pemanis yang
diperoleh dari beberapa tumbuhan Agave. Adapun spesies Agave yang dapat digunakan
antara lain Blue Agave (​Agave tequilana​), Salmiana Agave (​Agave salmiana​), Green
Agave, Grey Agave, Thorny Agave, dan Rain bow Agave. Pemanis ini banyak diproduksi
di Negara Meksiko dan Afrika Selatan. Sirup agave diproduksi dengan metode yang
berbeda-beda sesuai spesiesnya. Sirup yang berasal dari ​Agave Americana dan ​Agave
tequilana dibuat dari batang tumbuhan agave yang bberusia antara 7 sampai 14 tahun yang
kemudian diekstrak. Setelah didapatkan cairannya kemudian disaring dan dipanaskan.
Cairan yang telah dipanaskan kemudian dikonsentrasikan hingga mencapai kekentalkan
seperti sirup. Sedangkan sirup Agave yang berasal dari Agave salmiana diperoleh dari
getah agave.

Sirup ini memiliki rasa yang lebih manis dari gula dan madu namun lebih encer dari
madu. Kandungan fruktosa didalamnya sangat tinggi yaitu sekitar 90% sedangkan glukosa
hanya memiliki kadar fruktosa 10%. Sirup Agave banyak digunakan sebagai pengganti
gula oleh penderita diabetes dan ​hyperglycemia​ karena indeks glikemiknya yang redah.

Sirup Maple
(​www.merdeka.com​)

Sirup maple ini berasal dari getah pohon maple (Acer saccharum). Pohon ini
termasuk dalam family Sapindaceae yang biasa ditanam di taman atau tepi jalan sebagai
perindang dan berasal dari Amerika Utara dan Canada. Tiga spesies maple yang dominan
dalam memproduksi sirup maple diantaranya maple gula (Acer saccharum), maple hitam
(A.nigrum) dan maple merah (A.rubrum). Sirup ini diperoleh dari getah pohon maple yang
didihkan.

Fruktosa

Fruktosa merupakan gula sederhana yang memberikan rasa manis. Fruktosa adalah
monosakarida, terdiri atas 6 atom karbon (heksosa yang merupakan isomer glukosa
(C​6​H​12​O​6​) dan mengandung gugus karbonil sebagai keton. Fruktosa terdapat pada
buah-buahan seperti ​peach, prune, pear, cherry, plum,​ apel, anggur dan ​dates. Sumber
fruktosa lainnya terdapat pada susu yang mengandung fruktosa lebih tinggi jika
dibandingkan dengan sayuran dan daging. Jenis buah lainnya seperti strawberi, raspberi,
lemon, lime, nanas, alpukat, pisang, kiwi, melon, semangka dan jeruk memiliki kandungan
fruktosa yang rendah. Sedangkan jus buah mengandung fruktosa dengan jumlah besar yang
dapat diabsorpsi secara cepat, di mana 16 ons jus buah mengandung sekitar 45 gram
fruktosa [9].
Sumber: id.wikipedia.org

Fruktosa sejak tahun 1970 digunakan sebagai pemanis oleh industry makanan dan
minuman dalam bentuk ​high fructose corn syrup (HFCS). HFCS mengandung fruktosa dan
glukosa dengan perbandingan 55% : 45%. Pemilihan fruktosa sebagai pemanis oleh
industry makanan disebabkan karena memiliki rasa paling manis diantara jenis karbohidrat
lainnya [9].

Sorbitol dan Manitol

Sorbitol dan manitol adalah gula alkohol (poliol) alami yang ditemukan pada hewan
dan tumbuhan yang dengan jumlah kecil di hampir semua sayuran. Sorbitol pertama kali
ditemukan oleh seorang kimiawan Perancis bernama Joseph Boussingault pada tahun 1872
dengan mengisolasi jus segar dari buah beri. Mannitol ditemukan di ekstrudat pohon,
manna abu, alga laut, dan jamur segar [11]. Bahan baku yang digunakan untuk membuat
sorbitol dan manitol diantaranya adalah sirup glukosa, gula ​invert,​ dan pati yang
terhidrolisis. Sorbitol terbentuk dari hidrogenasi katalitik glukosa. Reaksi hidrogenasi
didorong oleh katalis, seperti nikel. Setelah reaksi selesai, katalis disaring dan larutannya
dimurnikan kemudian menguap menjadi 70% padatan dan menjadi larutan Sorbitol [12].
Kristal sorbitol dibuat lebih lanjut dengan menguapkan larutan sorbitol ke dalam sirup cair
yang mengandung setidaknya 99% padatan. Sirup cair kemudian mengkristal. Bahan yang
dihasilkan kemudian dilunakkan untuk memastikan kristalisasi dilakukan dengan tepat dan
lengkap. Selanjutnya, massa kristal digiling dan disaring melalui kasa hingga diperoleh
ukuran partikel yang diinginkan.

Manitol dapat diperoleh melalui proses fermentasi atau ekstraksi dari jenis rumput laut
tertentu. Namun, lebih sering dibuat melalui proses hidrogenasi fruktosa dari sirup
berbahan pati atau sukrosa. Perbedaan antara manitol dan sorbitol adalah berdasarkan
kelarutan yang lebih rendah (22 g/100 g air dengan 235 g/100 g air) dan mengkristal dari
larutan. Kristal manitol diperoleh dengan disaring, dikeringkan, menjadi bubuk putih atau
dapat diolah lebih lanjut untuk membuat butiran.
Sorbitol dan manitol tersusun atas enam karbon, rantai lurus alkohol polihidrik, yang
artinya memiliki lebih dari satu kelompok hidroksil. Sorbitol dan manitol memiliki enam
gugus hidroksil dan rumus molekul yang sama, yaitu C​6​H​14​O​6​. Keduanya merupakan
isomer satu sama lain dan memiliki konfigurasi molekul yang berbeda. Perbedaan antara
sorbitol dan manitol terjadi pada orientasi planar gugus hidroksil pada atom karbon kedua.

Gambar (a) Gambar (b)

Gambar 1. (a) Struktur Kimia Sorbitol dan Manitol, dan (b) Konfigurasi Planar
Sorbitol dan Manitol

(Sumber: Nabors, 2012)

Perbedaan utama antara kedua isomer adalah sorbitol bersifat higroskopis


sedangkan manitol adalah non-higroskopis. Oleh karena itu sorbitol digunakan sebagai
humektan karena afinitasnya terhadap kelembaban, dan manitol digunakan sebagai
eksipien tablet farmasi dan nutrisi karena kelembaman dan stabilitasnya terhadap
kelembaban.

Sorbitol dan manitol adalah gula alkohol (poliol) yang manis dan rasanya enak.
Sorbitol memiliki tingkat kemanisan 60% dari sukrosa, sedangkan manitol sekitar 50% dari
sukrosa. Dalam bentuk kristal, keduanya memiliki panas negatif larutan ketika dilarutkan
dalam air yang menghasilkan sensasi pendinginan saat dicicipi. Panas larutan sorbitol
adalah –26,5 kal / g (pada 25 ° C), dan panas larutan manitol adalah –28,9 kal / g (pada 25
° C). Nilai kalori sorbitol adalah 2,6 kkal / g dan nilai kalori manitol adalah 1,6 kkal /
berdasarkan Standar Nasional Indonesia [13].
Maltitol

Maltitol (C​12​H​14​O​11 atau ​α-D-Glucopyranosyl-1,4-D-glucitol)​ . Cara membuatnya


dengan menhidrogenasi maltosa hasil hidrolisis pati. Memiliki bentuk kristal ​anhydous
dengan tingkat higroskopisitas rendah, suu rendah, dan stabilitas tinggi. Maltitol dapat
menjadi pengganti sukrosa pada pelapisan coklat bermutu tinggi, pembuatan kembang
gula, roti, coklat, es krim. Memiliki tingkat kemanisan 0,9 kali lebih besar dari sukrosa.

(medchemexpress.com)
Lactitol

Lactitol (C​12​H​24​O​11 atau ​4-O-β-D-Galactopyranosil-D-glucitol)​ . Cara menghasilkan


laktitol yakni mereduksi glukosa dari disakarida laktosa. Organ yang berperan menyerap
laktitol adalah usus kecil. Metabolisme laktitol di tubuh dibantu oleh bakteri yang terdapat
pada usus besar kemudian diubah menjadi biomassa, asam-asam organik, karbondioksida,
gas hidrogen. Laktitol memiliki rasa manis seperti gula tanpa rasa (​aftertaste​).
Dibandingkan sukrosa, laktitol memiliki rasa manis sebesar 0,3-0,4 kali lebih besar.
Biasanya laktitol digunakan sebagai ​filler​ atau bahan pengisi.

(medchemexpress.com)

Xylitol

Xylitol adalah poliol lima karbon yang dalam jumlah kecil ditemukan pada
buah-buahan dan sayuran. Xylitol berbentuk bubuk kristal putih, tidak memiliki bau, dan
rasanya manis. Xylitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan tingkat kemanisan
sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g [13]. Sebagai
pemanis, xylitol telah digunakan dalam makanan sejak tahun 1960-an. Xylitol pertama kali
disintesis dan dideskripsikan pada tahun 1891 oleh Emil Fischer dan rekannya [17].
Sintesis xylitol melalui proses fermentasi atau enzimatik, namun, prosedur tersebut sejauh
ini belum digunakan pada skala komersial. Xylitol diproduksi dalam bentuk kristal,
digiling, dan digranulasi. Bentuk xylitol yang digiling dalam ukuran partikel rata-rata dari
sekitar 50 hingga 200 mikron.
Isomalt

Isomalt adalah pengganti gula dengan sifat dan krakteristik yang mirip dengan sukrosa
dari sudut pandang aplikasi makanan. Isomalt tidak berbau, kristal, non higroskopis
(Strater, 1988). Pemanis ini campuran dari ​equimolar dari
6-O-α-D-Glucopyranosyl-D-glucitol ​(GPG) (​ GPG-C​12​H​24​O​11​) dan
1-O-α-D-Glucopyranosyl-D-mannitol (GPM) dihydrate (GPM- C​12​H​24​O​11​.2H​2​O) Isomalt
merupakan pemanis yang diperoleh dari sukrosa yang diproses dengan dua tahap yakni
gula ditransformasi oleh transglukosidasi enzimatik menjadi isomaltulosa kemudian
dihidrogenasi menjadi isomalt [23]. Rasa manis yang dimiliki mirip dengan sukrosa.
Tingkat kemanisan isomalt dibanding sukrosa relatif lebih besar 0,45 sampai 0,65 kali.
Isomalt berfungsi sebagai ​filler atau bahan pengisi dan ​flavor enhancer atau pencita rasa
buah, kopi, coklat.

Tagatose

D-tagatose adalah pemanis massal kalori rendah dengan tingkat kemanisan 92% dari
sukrosa, rendah kalori, non-kariogenik, prebiotik, dan juga berfungsi sebagai penambah
rasa. D-tagatose, atau tagatose, adalah ketohexose di mana karbon keempat adalah kiral
dan merupakan gambar cermin dari masing-masing atom karbon dari gula D-fruktosa.
Rumus empiris tagatose adalah C​6​H​12​O​6​. Berat molekul D-tagatose adalah 180,16.
Tagatose adalah pemanis massal rendah kalori yang terjadi secara alami, yaitu pada gusi
Sterculia setigera, polisakarida asam asetat sebagian [24]. Selain itu juga ditemukan dalam
susu sapi yang dipanaskan, diproduksi dari laktosa [25].
Gambar 4. Struktur Fruktosa dan D-Tagatose

(Sumber: Nabors, 2012)

D-tagatose digunakan sebagai pemanis massal kalori rendah dan pengganti gula dalam
sereal siap saji, diet minuman ringan, yogurt beku / es krim tanpa lemak, permen lunak,
permen cokelat, permen keras, roti, makanan beku, dan permen karet.

Gula Tebu

Merupakan salah satu pemanis alami yng terbuat dari tanaman tebu yang mengandung
sukrosa. Sukrosa terbentuk dari monomer berupa glukosa serta fruktosa yang memiliki
ikatan glikosida. Sukrosa sendiri memiliki siat fisis seperti massa molar 342,30 g/mol,
bentuk padat serta berwarna putih, massa jenis 1,587 g/cm3, kelarutan dalam air 2000 g/L
pada suhu 25̊C. Sukrosa jika terbakar akan meleleh pada suhu 186̊C, menghasilkan
karbondioksida dan air sehingga terbentuk karamel.

(klikdokter.com)

2. Pemanis Buatan
Sakarin
(hikmat13.blogspot.com)

Sakarin (1,2 benzisothiazol-3(2H) one 1,1dioxide) mempunyai struktur dasar sulfinida


benzoate dengan tingkat kemanisan 300-500 kali lebih manis dari sukrosa. Sakarin
termasuk zat yang stabil dan tidak mengandung kalori. Sakarin tidak larut dalam air karena
dalam bentuk aslinya berupa asam. Selain itu juga memiliki sifat tidak mengalami
penguraian gula dan pati sehingga tidak menyebabkan erosi enamel gigi. Pemanis ini
banyak digunakan karena harganya yang relative terjangkau. Dalam konsentrasi sedang
sampai tinggi sukrosa meninggalkan rasa pahit sehingga dicampurkan dengan siklamat.
Siklamat

Cyclohexylsulfamic acid (C6H13NO3S) atau biasa yang disebut dengan siklamat


merupakan salat satu jenis bahan pemanis buatan yang digunakan dalam bentuk kalium,
garam kalsium dan natrium siklamat. Siklamat umumnya memiliki bentuk kristal yang
berwarna putih, memiliki rasa manis, tidak memiliki bau, bening atau tidak berbewarna dan
mudah terlarut dalam air serta etanol [28].

Struktur kimia Natrium siklamat

(sumber Hadiana, 2018)

Salah satu pemanis buatan yang sering digunakan adalah siklamat atau dikenal dengan
sebutan biang gula. Intesitas rasa manis yang dimiliki oleh siklamat adalah 30-80 kali dari
gula murni. Siklamat dijual dengan harga yang relatif murah karena memiliki rasa yang
murni tanpa adanya rasa tambahan seperti rasa pahit, sehingga sering digunakan oleh
industri makanan dan minuman. Penderita diabetes, penderita kegemukan atau penderita
penyakit lain biasanya menggunakan siklamat untuk produk pangan yang memiliki kalori
rendah agar dapat mengontrol kalori dengan baik [30].

Aspartam

(www.amazine.co)

Aspartam merupakan suatu bahan yang diproses secara kimiawi untuk menimbulkan rasa
manis. Tingkat kemanisan dari aspartame ialah 200 kali lebih manis dari gula tebu.
Aspartam berasal dari metil ester asam amino asam aspartate dan asam amino esensial
fenilalanin. Aspartam terdiri atas 50% fenilalanin, 40% asam aspartame dan 10% methanol.
Pemanis sintesis ini dapat digunakan dengan jumlah yang sedikit saja, sebagai contoh
penggunaan 19 mg aspartame dapat menghasilkan tingkat kemanisan sama dengan 4 gram
gula.

Aspartam sering digunakan dalam industri makanan karena tidak menyisakan rasa
pahit. Aspartame banyak ditemukan pada makanan dan minuman olahan seperti ​soft drink
atau minuman bersoda, minuman jus buah dalam botol atau kaleng, kacang atom, biskuit,
keripik kentang dan singkong dan permen

Acesulfame-K

Acesulfame-K memiliki rumus kimia C​4​H​4​KNO​4​S merupakan pemanis buatan yang


memiliki ciri tidak berbau, bentuknya seperti tepung kristal dengan warna putih, mudah
terlarut apabila dalam air, tidak memiliki nilai kalori dan memiliki rasa manis dengan
tingkat kemanisan sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa [28].
Struktur Kimia Acesulfame-K

(sumber: Ambarsari, 2009)

Sukralosa

Triklorodisakarida (C​12​H​19​Cl​3​O​8​) atau yang biasa disebut dengan sukralosa merupakan


salah satu pemanis buatan yang berwarna putih, berbentuk kristal tidak memiliki bau,
dalam air, methanol dan alcohol sifatnya mudah larut, dalam etil asetat sedikit larut, serta
memiliki rasa yang manis [28].

Struktur kimia Sukralosa

(sumber: Ambarsari, 2009)

Sukralosa merupakan pemanis buatan yang kalorinya rendah berbahan dasar sukrosa.
Tingkat kemanisan sukralosa adalah 600 kali lebih manis dari sukrosa. Efek rasa yang pahit
tidak ditimbulkan oleh sukrosa seperti pemanis buatan lainnya, sehingga murni berasa
manis [33].
Neotame

Neotam memiliki rumus kimia C​20​H​30​N​2​O​5​H​2​O yang merupakan senyawa sintesis dari
aspartam 3,3-dimetilbutiraldehida dan memiliki ciri tidak berwarna. Pada tahun 2002, baru
muncul pemanis buatan berupa neotam di pasaran dengan tingkat kemanisannya yang
relatif antara 7000 kali hingga 13000 kali dari glukosa. Seringkali dijumpai penggunaan
neotam di industri farmasi sebagai eksipien obat karena nilai kalorinya rendah bahkan tidak
memiliki kalori dan buktinya aman dikonsumsi oleh penderita gangguan phenylketonuria,
diabetes serta wanita hamil [34].

Struktur Kimia Neotam

(sumber : EFSA,2008)
Neotam merupakan senyawa yang bersih, bentuknya seperti tepung kristal yang
berwarna putih, sebagai penegas cita-rasa yang unik terutama rasa buah dan memiliki
kelarutan dalam air yang sama seperti aspartam. Neotam tidak memiliki nilai kalori yang
merupakan pemanis nonutritif [35].

Alitame

Alitame terbentuk dari asam amino asam L-aspartat dan D-alanin, dengan gugus amida
C-terminal Ini adalah amida baru (terbentuk dari 2,2,4,4-tetramethylthietanylamine) yang
merupakan kunci dari potensi kemanisan alitame yang sangat tinggi. Struktur alitame
dikembangkan dengan mengikuti arahan dari sejumlah senyawa model yang disintesis.
Dalam rangkaian amida L-aspartil-D-alanin, fitur struktural yang ditemukan paling
kondusif untuk potensi kemanisan tinggi termasuk ukuran cincin kecil hingga sedang,
adanya percabangan rantai kecil α ke karbon yang mengandung amina, dan pengenalan
atom belerang ke dalam cincin karbosiklik.
Gambar 6. Struktur dan Perkembangan Alitam

(Sumber: Nabors, 2012)

Alitame adalah bubuk kristal, tidak berbau, dan bersifat non-higroskopik. Potensi
kemanisannya, ditentukan oleh perbandingan intensitas kemanisan larutan alitame dengan
konsentrasi dalam kisaran 50 μg / ml dengan larutan sukrosa 10%, sekitar 2.000 kali lipat
dari sukrosa. Dibandingkan dengan ambang batas konsentrasi sukrosa (umumnya 2% -3%),
potensi alitame meningkat menjadi sekitar 2900 kali dari sukrosa.

Pada pH isoelektrik, alitame sangat larut dalam air. Dalam larutan air, kelarutan
meningkat dengan cepat seiring suhu dan karena pH menyimpang dari pH isoelektrik.
alitame hampir tidak larut dalam pelarut lipofilik. Alitame cukup stabil untuk digunakan
dalam permen keras dan lunak, makanan yang dipasteurisasi panas, dan dalam makanan pH
netral yang diproses pada suhu tinggi, seperti makanan yang dipanggang manis.

C. Efek dan Mekanisme


1. Pemanis Alami
Gula Tebu
Gula tebu dapat menyebabkan kerusakan gigi. Konsumsi gula terlalu banyak dan
tidak segera menyikat gigi maka berakibat kerusakan pada gigi seperti gigi berlubang atau
karies. Karies ini muncul disebabkan karbohidrat yang sudah terurai oleh enzim pada air
liur akan difermentasi oleh bakteri dalam mulut dan menghasilkan asam yang dapat
merusak lapisan email gigi

Madu

Kandungan mineral yang ada pada madu seperti natrium, kalsium, magnesium,
alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Selain itu, madu juga mengandung vitamin seperti
thiamin (B1), riboflavin (B2), asam askorbat ( C ), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat,
biotin, asam folat, dan vitamin K. Pada madu juga terdapat beberapa kandungan enzim
yang berguna untuk proses metabolisme tubuh seperti enzim diastase, invertase, glukosa
oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase berfungsi mengubah polisakarida
menjadi monosakarida. Enzim invertase berfungsi memecah molekul sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa. Enzim oksidase membantu oksidasi glukosa menjadi asam
peroksida. Sedangkan enzim peroksidase melakukan proses oksidasi metabolism [4].

Madu berkhasiat untuk menghasilkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, dan
meningkatkan stamina. Zat asetil kolin yang terdapat di dalamnya mampu melancarkan
metabolisme seperti memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan darah. Madu
juga mampu meningkatkan pH lambung dikarenakan mengandung mineral yang bersifat
alkali dan berfungsi sebagai buffer. Manfaat lainnya dari madu yaitu dapat meningkatkan
kadar hemoglobin karena kandungan unsur Fe di dalamnya. Beberapa penyakit yang bisa
diobati dengan madu diantaranya yaitu penyakit lambung, radang usus, jantung, hipertensi,
tuberkulosis, sakit mata, penyakit saraf, tekanan darah, penyakit liver, sakit kepala,
impotensi, dan penyakit infeksi saluran kemih. Ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi
madu karena khasiatnya yang dapat mencegah keracunan kehamilan, menambah daya
tahan tubuh dan baik bagi pertumbuhan anak [5].

Daun Stevia

Stevia 100% alami dan tanpa kalori. Tidak stabil pada suhu 198​o​C, tidak dapat
difermentasi, dapat digunakan sebagai penambah rasa, dan anti karies. Daun stevia
mengandung 80-85% air. Kandungannya berupa glikosida, asam askorbat, b-karoten,
kromium, kobalt, magnesium, besi, potassium, fosfor, riboflavin, thiamin, timah, seng, dan
lain sebagainya. Stevia berfungsi sebagai antioksidan dan mengurangi hipertensi. Stevia
juga aman untuk penderita diabetes, karena tidak mempengaruhi kadar gula darah. Stevia
tidak memiliki efek samping neurologis atau ginjal sebagaimana pemanis buatan lainnya
[8].

Sirup Agave
Sirup Agave memiliki kandungan fruktosa yang tinggi. Di dalam tubuh fruktosa hanya
dipecah dan dicerna oleh organ hati. Hasil metabolism fruktosa yakni trigliserida, asam
urat, dan beberapa zat radikal bebas.
Sirup Maple
Salah satu kandungan sirup maple yakni inulin atau sejenis karbohidrat. Inulin tersebut
tidak dicerna oleh lambung melainkan langsung diserap oleh usus dan digunakan untuk
meningkatkan pertumbuhan bakteri baik.
Sirup ini banyak mengandung mineral seperti potassium, fosfor, mangan, seng, dan
besi serta mengandung sedikit kalori. Kandungan seng memberikan perlindungan terhadap
risiko serangan jantung, dan antioksidan. Unsur antioksidan memiliki manfaat sebagai anti
kanker dan anti diabetes. Selain itu kandugan seng dan mangan berperan dalam menjaga
system kekebalan tubuh, membantu mengurangi peradangan dan mempercepat
penyembuhan. Selain itu mangan juga dapat bertindak sebagai imunostimulan. Sirup maple
juga sangat baik bagi kesehatan reproduksi pria.

Fruktosa
Fruktosa memberikan efek positif yaitu menurunkan glukosa darah melalui
peningkatan uptake glukosa oleh hepar, stimulasi enzim heksokinase serta mampu
meningkatkan konsentrasi insulin. Karena manfaat dari fruktosa inilah, HFCS pada tahun
1986 digunakan sebagai gula pemanis penderita diabetes. Kandungan fruktosa di dalam
buah-buahan yaitu 1,87-8,13 gram per 100 gram bobotnya, sedangkan manusia
mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran sekitar 15-20 gram perhari. Hal ini menunjukkan
bahwa konsumsi fruktosa dari buah-buahan tidak berkontribusi terhadap kelainan
metabolik. Kadar fruktosa dalam buah yang kecil, absorpsinya yang relatif lambat, adanya
kandungan nutrisi lain seperti serat yang menghambat penyerapan fruktosa serta
kandungan antioksidan yang melindungi terhadap efek samping metabolism fruktosa
menyebabkan konsumsi buah dan sayuran secara teratur akan membantu melindungi tubuh
terhadap risiko penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit lainnya [9].

Sorbitol dan Manitol


Sorbitol dan manitol diserap saluran pencernaan dan dimetabolisme oleh hati, sebagian
besar sebagai fruktosa. Sorbitol diserap dan dimetabolisme di hati melalui jalur yang
seluruhnya terletak di kompartemen sitoplasma [14]. Langkah-langkah awal dalam
metabolisme sorbitol dan manitol dalam hati, penyerapannya oleh sel-sel hati, dan
dikonversi menjadi glukosa, yang tidak tergantung pada insulin [14]. Oleh karena itu,
dengan mengonsumsi sorbitol dan manitol tidak secara signifikan meningkatkan kadar
glukosa darah. Keduanya memiliki indeks glikemik lebih rendah daripada karbohidrat lain
dan biasanya dapat digunakan dengan aman oleh penderita diabetes.

Gambar 2. Metabolisme Sorbitol dan Manitol

(Sumber: Nabors, 2012)


Maltitol
Lactitol
Xylitol
Pada prinsipnya, dua jalur metabolisme yang berbeda tersedia untuk katabolisme
xylitol: (a) metabolisme langsung xylitol yang diserap dalam organisme mamalia, terutama
di hati, atau (b) metabolisme tidak langsung melalui degradasi fermentasi xylitol yang tidak
diserap oleh flora usus

Metabolisme xylitol dan hubungan umumnya dengan metabolisme karbohidrat


melalui jalur pentosa fosfat.

Gambar 3. Metabolisme Xylitol

(Sumber: Nabors, 2012)

Skema ini menggambarkan bagaimana transformasi l-xilulosa dengan cara xylitol


ke d-xilulosa menghubungkan cabang oksidatif dari jalur glukose pentosa fosfat dengan
cabang nonoksidatif, yang menghasilkan gliseraldehida-3-fosfat dan fruktosa-6-fosfat, serta
ribose-5-phosphate untuk biosintesis ribonucleotide [18]. Dengan demikian, xylitol dapat
dikonversi melalui jalur pentosa fosfat menjadi perantara jalur glikolitik, yang dapat
mengalami degradasi lebih lanjut atau transformasi menjadi glukosa-1-fosfat, prekursor
glikogen [19]. Karena glukoneogenesis dari xylitol eksogen dikaitkan dengan pembentukan
NADH dalam sitosol, reoksidasi NADH sitosol merupakan langkah yang diperlukan untuk
penggunaan xylitol.
Isomalt

Efek ketika mengonsumsi isomalt terjadi ketika dikonsumsi dengan gula alkohol yang
lain seperti Xylitol, manitol, sorbitol, dan lain sebagainya dan dengan pemanis yang
memiliki intensitas tinggi seperti aspartam, sukralosa, siklamat, sakarin, atau asesulfam.
Isomalt tidak memiliki efek pendingin yang menghasilkan sensasi dingin di mulut ketika
dimakan dalam keadaan kristal. Isomalt memiliki ikatan glikosida stabil sehingga sulit
dihidrolisis dan diserap dalam usus kecil.
Tagatose
Sekitar 20% dari D-tagatose yang tertelan diserap dalam usus kecil. Bagian yang
diserap dimetabolisme di hati dengan jalur yang sama seperti fruktosa. Bagian utama dari
D-tagatose yang dicerna difermentasi dalam usus besar oleh mikroflora asli, menghasilkan
produksi asam lemak rantai pendek (SCFA).

Gambar 5. Metabolisme D-tagatose

(Sumber: Nabors, 2012)

Konsumsi D-tagatose tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah atau


insulin, dan bahkan menumpulkan kadar glukosa ketika D-tagatose digunakan sebelum
glukosa atau sukrosa. Ini membuat D-tagatose sebagai pengganti gula yang diinginkan
untuk penderita diabetes. D-tagatose diubah menjadi asam organik oleh bakteri plak gigi
sehingga tidak menyebabkan karies gigi. Jika tagatose terserap dengan lambat dan tidak
sempurna mengkonsumsi dalam jumlah besar akan menghasilkan efek samping yang sama
seperti pada poliol yaitu perut kembung dan efek pencahar [16].

2. Pemanis Buatan

Sakarin
Penderita penyakit diabetes mellitus menggunakan sakarin sebagai pemanis alternative
karena sakarin tidak diserap melalui system pencernaan. Penggunaan sakarin dapat
memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia pada makanan dan minuman. Selain itu sakarin
merupakan sumber kalori tubuh yang dapat membantu mengatasi kelebihan berat tubuh,
control glukosa dalam darah dan kesehatan gigi.
Siklamat
Siklamat yang memiliki sifat karsinogenik, apabila digunakan melebihi kadar dosis
yang ditentukan dalam jangka waktu yang lama dan digunakan terus menerus meskipun
ditujukan bagi konsumen diet rendah kalori dan penderita diabetes. Anak dapat mengalami
obesitas apabila mengonsumsi siklamat meskipun sifatnya rendah kalori, hal tersebut
terjadi karena proses metabolisme yang tinggi dalam tubuh. Apabila siklamat sering
dikonsumsi dapat menyebabkan karies gigi, diabetes melitus, penyakit kardiovaskuler,
asteroklerosis, dan behavioral distrubance (sakit kepala, gangguan belajar, emosi dan
mental). Siklamat yang dikonsumsi melebihi kadar dosis yang ditentukan dapat
menghasilkan senyawa sikloheksamin yang sifatnya karsinogen dari hasil proses
metabolisme siklamat dalam perut yang dapat menyebabkan kanker pada kandung kemih
dan menyebabkan atropi yakni pengecilan testikular serta kerusakan kromosom [31].
Aspartam
Aspartame juga dapat mengalami metabolism dalam tubuh. Aspartam
dirombaksecara sepat dan sempurna menjadi asam amino asam aspartate fenilalanin dan
methanol. Selain itu aspartame mempunyai energy yang sangat rendah, tidak merusak gigi,
menguatkan cita rasa buah-buahan pada makanan dan minuman.
Acesulfame-K
Acesulfame-K adalah senyawa non-karbohidrat sehingga Acesulfame-K tidak
mengalami proses metabolisme ataupun disimpan dalam tubuh. Senyawa ini akan
diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari tubuh bersama urin tanpa mengalami
perubahan bentuk. Pemanis buatan ini tidak memiliki nilai kalori karena tidak mengalami
proses metabolisme dalam tubuh. Acesulfame-K merupakan senyawa non-karbohidrat,
sehingga ketika dikonsumsi oleh penggunaanya maka tidak akan dapat memicu timbulnya
karies gigi. Sisa karbohidrat yang menempel ada gigi akan menimbulkan karies gigi karena
kabohidrat diubah menjadi asam oleh bakteri dalam rongga mulut sehingga menyebabkan
mineral pada gigi melarut atau terdemineralisasi [28].

Sukralosa

Tubuh tidak menggunakan sukralosa sebagai sumber energi karena sukralosa tidak
dapat terurai seperti sukrosa. Tubuh tidak dapat mencerna sukralosa sehingga langsung
dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan. Sukralosa aman dikonsumsi oleh wanita hamil
dan menusui serta anak-anak dari berbagai usia karena sukralosa merupakan golongan
Generally Recognized as Safe (GRAS). Sukralosa telah diuji dan hasilnya sukralosa tidak
dapat menyebabkan karies pada gigi, perubahan genetik, cacat bawaan dan kanker.
Sukralosa tidak berpengaruh pada perubahan genetik, metabolisme karbohidrat, reproduksi
pada pria dan wanita serta terhadap sistem kekebalan. Sehingga bagi penderita diabetes
baik tipe I atau II, sukralosa baik digunakan untuk menggantikan gula [28].

Neotame
Dalam tubuh, secara cepat proses neotam terurai kemudian terbuang sempurna tanpa
ada akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme yang normal. Hasil kajian yang
komprehensif penggunaan neotam pada binatang dan manusia termasuk anak-anak, wanita
hamil, penderita diabetes menunjukkan bahwa manusia aman mengonsumsi pemanis
buatan berupa neotam [28].
Alitame
Alitame diserap dengan baik setelah pemberian oral ke tikus, tikus, anjing, atau
manusia. Sebagian besar dosis oral (77% -96%) diekskresikan dalam urin sebagai
campuran metabolit. Sisanya (7% -22%) diekskresikan dalam tinja, terutama sebagai
alitame yang tidak berubah. Dari empat spesies tersebut diperoleh saldo radiokimia 97%
-105%. Metabolisme alitame ditandai dengan hilangnya asam aspartat diikuti oleh
konjugasi dan / atau oksidasi pada atom belerang dari fragmen alanin amida yang
menghasilkan isomer sulfoksida dan sulfon yang sesuai. Hidrolisis lebih lanjut dari
fragmen alanin amida tidak terjadi. Pada tikus dan anjing alanin amida sebagian asetat, dan
pada manusia sebagian terkonjugasi dengan asam glukuronat.

Gambar 7. Metabolisme Alitame

(Sumber: Nabors, 2012)


Alitam dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan dan diserap oleh usus
berkisar antara 78%-93% dan dihidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin amida.
Sedangkan sisa alitam sebanyak 7%-22% dikeluarkan melalui feses. Asam aspartat hasil
hidrolisis selanjutnya dimetabolisme oleh tubuh dan alanin amida dikeluarkan melalui urin
sebagai isomer sulfoksida, sulfon, atau terkonjugasi dengan asam glukoronat. Oleh karena
itu, CCC menyebutkan alitam aman dikonsumsi manusia. Sedangkan JECFA
merekomendasikan bahwa alitam tidak bersifat karsinogen dan tidak memperlihatkan sifat
toksik terhadap organ reproduksi.
D. Dampak Penyalahgunaan
1. Pemanis Alami
Gula Tebu
Gula tebu dapat menyebabkan kerusakan gigi. Konsumsi gula terlalu banyak dan tidak
segera menyikat gigi maka berakibat kerusakan pada gigi seperti gigi berlubang atau
karies. Karies ini muncul disebabkan karbohidrat yang sudah terurai oleh enzim pada air
liur akan difermentasi oleh bakteri dalam mulut dan menghasilkan asam yang dapat
merusak lapisan email gigi. Konsumsi makanan yang mengandung gula berlebih jika tidak
diimbangi dengan olahraga atau aktivitas fisik lain maka akan berakibat berat badan tubuh
bertambah yang menyebabkan obesitas. Obesitas ini akan menyebabkan komplikasi
penyakit di masa yang akan datang. Gula ini dapat menyebabkan berbagai penyakit
degeneratif tinggi (tekanan darah tinggi, penyempitan pembuluh darah, penyakit jantung
koroner) yang terjdi karena gula yang masuk ke tubuh berlebihan sehingga gula tidak
terpakai akan diubah menjadi lemak dan menumpuk hingga menjadi cadangan lemak.
Penyakit lainnya yakni diabetes melitus.
Madu
Daun Stevia
Stevia tidak memiliki efek samping neurologis atau ginjal sebagaimana pemanis
buatan lainnya [8].
Sirup Agave
Fruktosa yang terdapat pada sirup ini dapat mengganggu metabolism tembaga,
sedangkan kekurangan tembaga dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang,anemia,cacat
arteri, cacat tulang, infertilitas, kadar kolestrol tinggi dan risiko serangan jantung. Selain itu
peningkatan fruktosa yang signifikan juga dapat menyebabkan penuaan dini melalui
kerusakan oksidatif dan dapat menyebabkan kegemukan.
Sirup Maple
Sirup maple menggadung kalori walaupun dalam jumlah yang sedikit namun maple
dapat menyebabkan alergi jika tidak dikonsumsi sesuai dengan batas yang telah ditentukan.
Fruktosa

Konsumsi Fruktosa dengan kadar tinggi dapat menyebabkan hipertrigliseridemia,


hiperuricemia, peningkatan LDL dan penurunan HDL, hipertensi serta resistensi insulin
hingga berakibat terjadinya TGT. Fruktosa sebagai salah satu sumber energi terbesar tetapi
lebih cepat menyebabkan resistensi insulin. Transporter GLUT 5 yang sangat responsif dan
dapat meningkat jumlahnya memfasilitasi absorpsi fruktosa di saluran pencernaan [10].
Sorbitol dan Manitol
Sorbitol dan manitol tidak meningkatkan kejadian karies gigi. Karies gigi adalah
kondisi yang dimulai dengan kondisi asam yang berkembang di mulut setelah makan
karbohidrat dan protein. Hasil dari uji telemetri pH menunjukkan bahwa sorbitol dan
manitol tidak meningkatkan keasaman atau menurunkan pH mulut. Untuk alasan ini,
sorbitol dan manitol digunakan dalam perawatan mulut dan aplikasi pediatrik. Sorbitol
akan menimbulkan efek pencahar jika dikonsumsi diatas 50 gram perhari, sedangkan
manitol akan menimbulkan efek pencahar jika dikonsumsi 10-20 gram perhari dengan
penyerapan yang buruk [16].
Maltitol
Lactitol
Xylitol
Xylitol telah terbukti bernilai dalam pencegahan karies gigi karena bukan substrat yang
efektif untuk bakteri plak [21]. Selain itu, xylitol diketahui menghambat pertumbuhan,
metabolisme, serta produksi polisakarida dari mutans streptococci [22]. Keunggulan xylitol
adalah kesesuaian untuk pasien diabetes, sifat non-kariogenik, palatabilitas dan
non-fermentasi. Xylitol yang dikonsumsi melebihi 50 gram per hari akan menimbulkan
diare [16].
Isomalt
Tagatose
Konsumsi D-tagatose tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah atau insulin,
dan bahkan menumpulkan kadar glukosa ketika D-tagatose digunakan sebelum glukosa
atau sukrosa. Ini membuat D-tagatose sebagai pengganti gula yang diinginkan untuk
penderita diabetes. D-tagatose diubah menjadi asam organik oleh bakteri plak gigi sehingga
tidak menyebabkan karies gigi. Jika tagatose terserap dengan lambat dan tidak sempurna
mengkonsumsi dalam jumlah besar akan menghasilkan efek samping yang sama seperti
pada poliol yaitu perut kembung dan efek pencahar [16].
2. Pemanis Buatan
Sakarin
Sakarin memiliki efek karsinogenik selain itu juga menimbulkan migrain dan sakit
kepala, insomnia, iritasi, asma, hipertensi, impotensi dan gangguan seksual serta diare.

Siklamat

Pemanis buatan yang diizinkan pemakaiannya salah satunya adalah natrium siklamat.
Siklamat yang dipakai secara berlebian bisa berbahaya bagi kesehatan yakni dapat memicu
terbentuknya kanker [32].

Sebagai pemanis buatan, pemakaian siklamat untuk kesehatan keamanananya masih


diragukan. Sejak tahun 1970 negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada
sudah melarang mengonsumsi siklamat karena siklohexamin bersifat karsinogenik yang
merupakan hasil dari metabolisme siklamat dalam tubuh [30].

Aspartam
Fenilalanin jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup besar dapat menyebabkan
feniketonuria. Penggunaan aspartame yang berlebihan dapat mengakibatkan gangguan
neurologis dan gangguan perilaku. Gangguan neorologis yang sering ditemui ialah sakit
kepala, insomnia, dan kejang. Gangguan tersebut ditimbulkan oleh perubahan konsentrasi
katekolamin otak regional yang meliputi epinefrin dan dopamine.
Acesulfame-K

Acesulfame-K berbahaya dikonsumsi bagi penderita phenylketonuria karena apabila


Acesulfame-K dikonsumsi maka dapat menyebabkan resiko penurunan fungsi otak , hal ini
diperoleh dari beberapa hasil penelitian [28].

Sukralosa
Dampak yang dihasilkan mengonsumsi sukralosa tergantung pada masing-masing
tubuh individu dalam merespon seperti naiknya gula darah dan insulin. Pengaruh sukralosa
terhadap kadar gula darah dan insulin dalam tubuh bergantung pada kebiasaan
masing-masing dari individu dalam mengonsumsi pemanis buatan yang tidak hanya
mengonsumsi sukralosa saja tetapi juga pemanis lain.
Neotame
Neotam tidak menimbulkan potensi karsinogenik dalam tubuh meskipun neotam
dikonsumsi dalam dosis hingga 1000 mg/kg berat badan dengan tingkat dosis tertinggi
yang telah diuji. Mengonsumsi makanan yang dapat menyebabkan berat badan naik tidak
ada kaitannya dengan toksisitas senyawa neotam namun makanan yang mengandung
bahan-bahan lain dicampur dengan neotam [34].

E. Peraturan Penggunaan
1. Pemanis Alami
Gula Tebu
Batas penggunaan gula berdasarkan Pesan Dasar Gizi Seimbang dianjurkan 5% dari
jumlah kecukupan energi atau 3-4 sendok makan setiap hari atau 8 sendok teh perhari.

Madu
Badan Pengawas Obat dan Bahan Makanan (BPOM) Republik Inonesia Nomor 21
Tahun 2016 tentang Kategori Pangan menyebutkan bahwa madu adalah cairan manis yang
dihasilkan oleh lebah madu berasal dari berbagai sumber nektar. Aktivitas enzim diastase
pada madu tidak kurang dari 3 DN dengan kadar hidroksimetil furfural tidak lebih dari 40
mg/kg. Standar Nasional Indonesia Nomor 8664 Tahun 2018 tentang Madu membahas
secara menyeluruh mulai dari pengelolaan pasca panen sampai dengan penentuan
persyaratan kualitas. Selain itu, pada standar ini menyebutkan bahwa keasaman madu
trigona ditetapkan jauh lebih tinggi dibanding madu lainnya. Tetapi untuk keamanan
konsumen, persyaratan keasaman madu trigona ditetapkan di bawah angka ekstrim.
Sedangkan cemaran logam (Pb, Cd, Hg) dan cemaran Arsen pada madu hutan ditetapkan
tidak terdeteksi dengan pertimbangan bahwa hutan terbebas dari cemaran logam-logam
tersebut [6].
Daun Stevia
Sirup Agave
Berdasarkan peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2015 tentang kategori pangan bahwa 100% agave tidak boleh ditambahkan
gula dari sumber lain. Dapat ditambahkan gula dari sumber lain sebelum fermentasi
hingga kadar gula produksi tidak lebih dari 49%.
Sirup Maple
Menurut peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI nomor 36 tahun
2013 tentang batas maksimum pengguanaan bahan tambahan pangan pengawet
mencantumkan bahwa batas maksimum penggunaan sirup maple ialah 1000 mg/kg.
D-Fruktosa
Food and Drug Administration di awal observasinya menganggap pemanis fruktosa
aman untuk dikonsumsi. Akan tetapi pada penelitian berikutnya menunjukkan bahwa
konsumsi fruktosa lebih dari 25% kebutuhan energy per hari (Sekitar 85 gram fruktosa)
menyebabkan hipertrigliseridemia dan resistensi insulin sehingga HFCS tidak lagi
digunakan bagi penderita diabetes [9].

Sorbitol dan Manitol


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pemanis, Bab III, Pasal 3, Ayat 2, dinyatakan bahwa sorbitol dan manitol adalah tergolong
dalam pemanis alami. ADI pada sorbitol dan manitol adalah tidak dinyatakan atau ​not
specified ​yang artinya tingkat toksisitas sangat rendah. Batas penggunaan maksimum pada
semua produk pangan sorbitol dan manitol adalah CPBB (Cara Produksi Pangan yang
Baik), yang artinya jika dikonsumsi pada takaran yang dibutuhkan maka tidak akan
menyebabkan bahaya pada kesehatan [15]. JECFA menyatakan sorbitol dan manitol
merupakan zat aditif yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum
penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 500 mg/kg sampai
dengan 200.000 mg/kg produk, sedangkan manitol 60.000 mg/kg, dan sebagian dari
keduanya digolongkan sebagai GMP/CPPB [13].

Berdasarkan SNI, sorbitol yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan
produk pangan memiliki batas maksimum penggunaan sebagai berikut, yaitu permen
dengan maksimum penggunaan 99%, permen karet dengan maksimum penggunaan 75%,
jam dan jelli dengan maksimum penggunaan 30%, dan produk pangan yang dipanggang
dengan maksimum penggunaan 30% [13].

Maltitol

JECFA menyatakan bahwa maltitol adalah BTP yang aman untuk dikonsumsi
manusia. CAC mengatur maksimum penggunaannya pada berbagai produk pangan berkisar
antara 50000 mg/kg sampai 300000 mg/kg dan sebagian masuk dalam golongan sebagai
GMP/CPPB. Maltitol memiliki nilai kalori 2,1 kkal/g (setara dengan 8,78 kJ/g).

Lactitol
JECFA menyatakan laktitol merupakan BTP yang aman dikonsumsi manusia. CAC
mengatur maksimum pengunaannya pada berbagai produk pangan berkisar antara 10000
mg/kg sampai 30000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.
Xylitol
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pemanis, Bab III, Pasal 3, Ayat 2, dinyatakan bahwa xylitol adalah tergolong dalam
pemanis alami [15].

JECFA menyatakan xylitol adalah zat aditif yang aman dikonsumsi. CAC mengatur
maksimum penggunaan xylitol adalah antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk,
dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB dengan ADI: tidak dinyatakan karena
termasuk Generally Recognized as Safe (GRAS) yang berarti aman dikonsumsi [13].

Isomalt
CAC mengatur maksimum penggunaan pada berbagai produk pangan berkisar antara
30000 mg/kg sampai dengan 500000 mg/kg produk dan sebagian besar digolongkan
sebagai GMP/CPPB.
Isomalt memiliki nilai kalori 2 kkal/g (setara dengan 8,36 kJ/kg). Isomalt termasuk
dalam GRAS atau ​Generally Recognized As Safe yang aman dikonsumsi manusia, tidak
menyebabkan karies gigi, peningkatan kadar gula darah penderita diabetes tipe I dan II.
Tagatose
D-tagatose belum tercantum dalam pemanis yang diizinkan di Indonesia berdasarkan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), namun jika di
Amerika Serikat, statusnya adalah Generally Recognized As Safe (GRAS) yang artinya
dapat dikonsumsi [26].

2. Pemanis Buatan
Sakarin
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan sakarin diperbolehkan dengan batas
tidak lebih dari 500 mg perliter.
Siklamat

Peraturan penggunaan siklamat juga diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pemanis
yakni sebagai berikut

● Asam siklamat (Cyclamic acid) sesuai dengan ADI sebanyak 0-11 mg/kg berat
badan (sebagai asam siklamat).
● Kalsium siklamat (Calcium cyclamate) sesuai dengan ADI sebanyak 0- 11 mg/kg
berat badan (sebagai asam siklamat).
● Natrium siklamat (Sodium cyclamate) sesuai dengan ADI sebanyak 0- 11 mg/kg
berat badan (sebagai asam siklamat).

Di Indonesia, penggunaan pemanis buatan seperti siklamat diatur dalam Peraturan


Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88 dengan batas
penggunaan pemanis buatan seperti siklamat berbeda-beda pada setiap jenis produk
makanannya.

Nama Bahan Jenis atau bahan Batas maksimum


Tambahan Makanan makanan (Makanan penggunaan (dosis
beralori rendah)
Bahasa Bahasa dihitung sebagai asam
Indonesia Inggris siklamat)

Siklamat Cyclamate Permen karet 500 mg/kg


(garam (sodium salt
natrium dan and calcium Permen 1 g/kg
garam salt) Saus 3 g/kg
kalsium)
Es krim dan 2 g/kg
sejenisnya

Es lilin 3 g/kg

Jeli 2 g/kg

Minuman 3g/kg
ringan

Minuman 3g/kg
yoghurt

Minuman 500 mg/kg


ringan
fermentasi

Aspartam
Menurut surat edaran Badan Pengawas Obat dab Makanan (BPOM) nomor
HK.04.01.42.421.12.17.1666 tentang batas maksimum penggunaan pemanis buatan yang
diizinkan dalam produk obat tradisional dan suplemen kesehatan menyebutkan bahwa batas
maksimum penggunaan aspartame yakni 5500 mg/kg produk.
Acesulfame-K
Peraturan penggunaan Acesulfame-K diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pemanis
sesuai dengan ADI sebanyak 0-15 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan pemanis
buatan seperti Acesulfame-K berbeda-beda pada setiap jenis produk makanannya.

Tabel batas maksimum penggunaan pemanis buatan pengganti sukrosa yang diijinkan
penggunaanya di Indonesia
No. Kategori Kategori Pangan Batas Maksimum
Pangan (mg/kg)

01.1.2 Minuman berbasis susu yang berperisa 350


dan atau difermentasi contohnya susu
coklat, eggnog, minuman yoghurt,
minuman berbasis whey.

01.3.2 Krimer minuman (bukan susu) 2000 Dihitung


terhadap produk siap
konsumsi

01.5.2 Susu dan Krim bubuk analog 350 dihitung terhadap


produk siap konsumsi

01.7 Makanan pencuci mulut berbahan dasar 350 dihitung terhadap


susus (misalnya puding, yoghurt produk siap konsumsi
berperisa atau yoghurt dengan buah)

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000

05.1.2 Sirup campuran kakao/cocoa mixes 350 dihitung terhadap


(Syrups) produk siap konsumsi

05.1.3 Olesan berbasis kakao, termasuk isian 1000


(f​illing)​

05.1.4 Produk kakao dan cokelat 500

05.2.1 Kembang gula keras/ permen keras 500

05.2.2 Kembang gula lunak/ permen lunak 1000

05.3 Kembang gula karet/ permen karet 3000

Sukralosa
Peraturan penggunaan sukralosa diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor
4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pemanis sesuai
dengan ADI sebanyak 0-15 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan pemanis buatan
seperti sukralosa berbeda-beda pada setiap jenis produk makanannya.

Tabel batas maksimum penggunaan pemanis buatan pengganti sukrosa yang diijinkan
penggunaanya di Indonesia
No.Kategori Kategori Pangan Batas Maksimum
Pangan (mg/kg)

01.1.2 Minuman berbasis susu yang berperisa 300


dan atau difermentasi contohnya susu
coklat, eggnog, minuman yoghurt,
minuman berbasis whey.

01.5.2 Susu dan krim bubuk analog 300 (hanya untuk


produk yang
mencantumkan klaim
kandungan) dihitung
terhadap produk siap
konsumsi

01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut 400 Dihitung terhadap


berbahan dasar susu (misalnya es susu, produk siap konsumsi
puding, buah atau yoghurt beraroma)
makanan pencuci mulut berbahan dasar
susu (misalnya puding, yoghurt berperisa
atau yoghurt dengan buah)

03.0 Es untuk dimakan (​edible ice​) termasuk 320


sherbet​ dan sorbet

04.1.2.4 Buah dalam kemasan (pasteurisasi/ 400


streilisasi)

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 400

04.1.2.7 Buah bergula 800

05.2 Kembang gula/ permen meliputi 1800


kembang gula/ permen keras dan lunak,
nougat dan lain-lain.
05.3 Kembang gula karet/ permen karet 1500

05.4 Dekorasi (misalnya untuk bakery) 1000


topping (non-buah) dan saus manis
Neotame
Peraturan penggunaan neotam diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 4
Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pemanis sesuai
dengan ADI sebanyak 0-2 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan pemanis buatan
seperti neotam berbeda-beda pada setiap jenis produk makanannya.

Tabel batas maksimum penggunaan pemanis buatan pengganti sukrosa yang diijinkan
penggunaanya di Indonesia
No. Kategori Pangan Batas Maksimum
Kategori (mg/kg)
Pangan

01.1.2 Minuman berbasis susu yang berperisa 15


dan atau difermentasi contohnya susu
coklat, eggnog, minuman yoghurt,
minuman berbasis whey.

01.5.2 Susu dan Krim bubuk analog 15 dihitung terhadap


produk siap konsumsi

01.5 Makanan pencuci mulut berbahan dasar 20 dihitung terhadap


susus (misalnya puding, yoghurt produk siap konsumsi
berperisa atau yoghurt dengan buah)

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 25

05.1.2 Sirup campuran kakao/cocoa mixes 30 Dihitung terhadap


(Syrups) produk siap konsumsi

05.1.3 Olesan berbasis kakao, termasuk isian 30


(f​illing)​

05.1.4 Produk kakao dan cokelat 30


05.2 Kembang gula/ permen meliputi 60
kembang gula/ permen keras dan lunak,
nougat dan lain-lain.

05.3 Kembang gula karet/ permen karet 150

06.3 Serealia untuk sarapan, termasuk ​rolled 25


oats
Alitame
JECFA merekomendasikan bahwa alitam tidak bersifat karsinogen dan tidak
memperlihatkan sifat toksik terhadap organ reproduksi. Konsentrasi yang tidak
menimbulkan efek negatif pada hewan (level of no adverse effect) adalah sebanyak 100
mg/kg berat badan. ADI alitam yaitu 0,34 mg/kg berat badan [13], dengan asumsi bahwa
alitame adalah pemanis tunggal di semua kategori makanan yang diminta [11]. CAC
mengatur maksimum penggunaan alitam pada berbagai produk pangan berkisar antara 40
mg/kg sampai dengan 300 mg/kg produk [13].

F. Langkah/Pola Konsumsi Bijak


1. Pemanis Alami
Gula Tebu
Dikonsumsi sesuai ketentuan yakni 5% dari jumlah kecukupan energi atau 3-4
sendok makan setiap hari atau 8 sendok teh perhari.
Madu
Daun Stevia
Sirup Agave
Penambahan pemanis akan meningkatkan kalori dalam tubuh. Sehingga
penggunaannya harus dibatasi ​The American Heart Association​ merekomendasikan untuk
hanya mengkonsumsi tidak lebih dari enam sedok teh atau 24 gram untuk perempuan dan
Sembilan sendok teh atau 36 gram untuk pria per hari.
Sirup Maple
Sirup maple harus dikonsumsi secukupnya untuk mencegah tingginya asupan gula
dan kalori dalam tubuh.
2. Pemanis Buatan
Sakarin
Penggunaan sakarin haruslah sesuai ketentuan yaitu dengan batas tidak lebih dari
500 mg perliter

Aspartam
Seperti halnya bahan tambahan makanan lainnya, penambahan aspartame kedalam
makanan dan minuman memiliki dosis atau batas tertentu. ​Acceptable Daily Intake (ADI)
merupakan jumlah perkiraan bahan tambahan makanan yang dapat digunakan secara rutin
atau setiap hari dengan aman. Aspartame memiliki angka ADI sebesar 40 mg per kg berat
badan. Berarti sekitar 2800 mg untuk berat rata-rata orang dewasa perharinya.
Siklamat

Siklamat yang digunakan untuk jenis pangan dan minuman memiliki kadar maksimum
untuk penggunaanya sesuai dengan ADI adalah sebanyak 0-11 mg/kg berat badan. Dapat
diartkan bahwa seseorang dengan berat badan 50 kg dapat mengonsumsi 550 mg siklamat
per hari. Apabila dalam produk table-to sweetener (sediaan pemanis yang siap konsumsi
dan dikemas daam kemasan sekali pakai) mengandung 20 mg siklamat per-sachet maka
jumlah maksimal yang relatif aman dikonsumsi dalam sehari adalah 27.5 sachet [32].

Penderita diabetes melitus diperbolehkan mengonsumsi pangan dan minuman yang


mengandung siklamat dengan kadar maksimum 3g/kg bahan pangan dan minuman. WHO
menyatakan bahwa batas maksimal pengonsumsian siklamat harian yang aman adalah 11
mg/kg berat badan [2].

Sukralosa

Penggunaan sukralosa dengan ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan. Dapat diartkan
bahwa seseorang dengan berat badan 50 kg dapat mengonsumsi 750 mg sukralosa per hari.
Apabila dalam produk table-to sweetener (sediaan pemanis yang siap konsumsi dan
dikemas daam kemasan sekali pakai) mengandung 20 mg sukralosa per-sachet maka
jumlah maksimal yang relatif aman dikonsumsi dalam sehari adalah 37,5 sachet [28].
Neotam

Penggunaan neotam dengan ADI sebanyak 2 mg/kg berat badan. Dapat diartkan bahwa
seseorang dengan berat badan 50 kg dapat mengonsumsi 100 mg sukralosa per hari.
Apabila dalam produk table-to sweetener (sediaan pemanis yang siap konsumsi dan
dikemas daam kemasan sekali pakai) mengandung 20 mg sukralosa per-sachet maka
jumlah maksimal yang relatif aman dikonsumsi dalam sehari adalah 5 sachet. Penggunaan
neotam dalam suatu produk dapat dilakukan secara tunggal maupun dicampur dengan
pemanis lain seperti aspartam, garam acesulfame, siklamat, sukralosa, dan sakarin [28].

Acesulfame kalium
Penggunaan Acesulfame-K sesuai dengan ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan. Dapat
diartkan bahwa seseorang dengan berat badan 50 kg dapat mengonsumsi 750 mg
Acesulfame-K per hari. Apabila dalam produk table-to sweetener (sediaan pemanis yang
siap konsumsi dan dikemas daam kemasan sekali pakai) mengandung 20 mg
Acesulfame-K per-sachet maka jumlah maksimal yang relatif aman dikonsumsi dalam
sehari adalah 37,5 sachet. Acesulfame-K digunakan maksimum secara pada berbagai
produk pangan berkisar antara 200-1000 mg/kg diatur oleh CAC. Sedangkan penggunaan
acesulfam-K yang diatue oleh US Code of Federal Regulation (CFR) telah diatur dalam
Good Manufacturing Practices (GMP). Dalam Good Food Standasds Australia new
Zealand (FSANZ) Penggunaan berbagai produk pangan dalam mengatur maksimum
penggunaan Acesulfame-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai
dengan 3000 mg/kg produk [28].

G. Daftar Rujukan
[1] SNI, ​Food Additives Ingredients​. 1995.
[2] BPOM RI, “Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomo 11
Tahun 2019 Tentang Bahan Tambahan Pangan,” pp. 1–3, 2019.
[3] D. D. Wulandari, “Analisa Kualitas Madu (Keasaman, Kadar Air, dan Kadar
Gula Pereduksi) Berdasarkan Perbedaan Suhu Penyimpanan,” ​J. Kim. Ris.,​
2017, doi: 10.20473/jkr.v2i1.3768. suran
[4] Suranto, Adji. 2004. ​Khasiat dan Manfaat Madu Herbal.​ Depok: PT.
Agromedia Pustaka.
[5] Standar Nasional Indonesia, “Madu”, 2018.
[6] BPOM, “PerKa BPOM no 21 tahun 2016,” ​Kateg. Pangan Indones.,​ pp. 1–28,
2016.

[7] Rukmana, Rahmat. 2003. ​Budi Daya Stevia​. Yogyakarta: Kanisius.

[8] S. K. Goyal, Samsher, and R. K. Goyal, “Stevia (Stevia rebaudiana) a


bio-sweetener: A review,” ​International Journal of Food Sciences and
Nutrition​, vol. 61, no. 1. pp. 1–10, 06-Feb-2010, doi:
10.3109/09637480903193049.
[9] S. Prahastuti, “Konsumsi Fruktosa Berlebihan dapat Berdampak Buruk bagi
Kesehatan Manusia,” ​J. Kedokt. Maranatha,​ vol. 10, no. 2, pp. 174–189, 2012.
[10] N. Lumbuun and N. Kodim, “Pengaruh Konsumsi Fruktosa pada Minuman
Kemasan terhadap Toleransi Glukosa Terganggu pada Kelompok Usia Dewasa
Muda di Perkotaan Indonesia,” ​J. Epidemiol. Kesehat. Indones.,​ 2017, doi:
10.7454/epidkes.v1i2.1478.
[11] E. B. Y. Edited and B. Y. Lyn,
2012-Lyn_O’Brien-Nabors_Alternative_Sweeteners_Fourth​.
[12] Mellan, “Polyhydric Alcohols,” pp. 185-202.
[13] S. N. Indonesia and B. S. Nasional, “Bahan tambahan pangan pemanis buatan -
Persyaratan penggunaan dalam,” pp. 1–42, 2004.
[14] R. G. Allison, “Dietary Sugars in Health and Disease III,” ​Sorbitol: Report
from Life Sciences research Office Federation of American Societies for
Experimental Biology, Bethesda, MD.
[15] BPOM RI, “Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis,”
pp. 1–28, 2014.
[16] A. Mortensen, “Sweeteners permitted in the European Union: Safety aspects,”
Scand. J. Food Nutr.,​ vol. 50, no. 3, pp. 104–116, 2006, doi:
10.1080/17482970600982719.
[17] E. Fischer and R. Stahel, “Zur Kenntniss der Xylose,” ​Berichte der Dtsch.
Chem. Gesellschaft​, 1891, doi: 10.1002/cber.189102401100.
[18] N. Z. Baquer, J. S. Hothersall, and P. McLean, “Function and Regulation of the
Pentose Phosphate Pathway in Brain,” in ​Current Topics in Cellular
Regulation,​ 1988.
[19] J. F. Williams, K. K. Arora, and J. P. Longenecker, “The pentose pathway: A
random harvest. Impediments which oppose acceptance of the classical (F-type)
pentose cycle for liver, some neoplasms and photosynthetic tissue. The case for
the L-type pentose pathway,” ​International Journal of Biochemistry.​ 1987, doi:
10.1016/0020-711X(87)90239-4.
[20] T. Pepper and P. M. Olinger, “Xylitol in sugar-free confections,” ​Food
Technol.​, 1988.
[21] I. Kleinberg, “Oral effects of sugars and sweeteners.,” ​Int. Dent. J.,​ 1985.
Pepper, T., and Olinger, P.M. 1988. Xylitol in sugar-free confections. ​Food
Techn ​42:98–106.
[22] E. M. Söderling, T. C. Ekman, and T. J. Taipale, “Growth inhibition of
Streptococcus mutans with low xylitol concentrations,” ​Curr. Microbiol.,​ 2008,
doi: 10.1007/s00284-007-9076-6.
[23] Schiweck, H. Palatinit – Herstellung, technologische Eigenschaften und
Analytik palatinithaltiger Lebensmittel. ​Alimenta. 1980. 1​ 9:5–16.
[24] E. L. Hirst, L. Hough, and J. K. N. Jones, “Composition of the gum of Sterculia
setigera: Occurrence of D-tagatose in nature [20],” ​Nature​. 1949, doi:
10.1038/163177b0.
[25] E. Troyano, I. Martinez-Castro, and A. Olano, “Kinetics of galactose and
tagatose formation during heat-treatment of milk,” ​Food Chem.​, 1992, doi:
10.1016/0308-8146(92)90010-Y.
[26] S. V Molinary and M. E. Quinlan, ​Sweeteners and Sugar Alternatives in.​ 2012.
[27] Cahyadi,W. 2008. ​Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan
Edisi Kedua​. Jakarta : Bumi Aksara
[28] I. Ambarsari, “Penerapan standar penggunaan pemanis buatan pada produk
pangan,” ​J. standarisasi,​ vol. 11, no. 1, pp. 46–56, 2009.
[29] A. B. Hadiana, “Identification of Cyclamate in School Snacks and Health
Complaints,” ​J. Kesehat. Lingkung.​, vol. 10, no. 2, p. 191, 2018, doi:
10.20473/jkl.v10i2.2018.191-200.
[30] R. Purwaningsih, R. Astuti, and T. Salawati, “PENGGUNAAN NATRIUM
SIKLAMAT PADA ES LILIN BERDASARKAN DI KELURAHAN
SRONDOL WETAN DAN PEDALANGAN KOTA SEMARANG ( Natrium
Cyclamate on the Ice Candle Based on the Producer ’ s Knowledge in Srondol
Wetan and Pedalangan , Semarang Regency ),” vol. 01, no. 02, pp. 19–26,
2010.
[31] A. Kadar, S. Pada, E. S. Krim, and D. I. Kota, “Available online at :
http://ejurnal - analiskesehatan.web.id ANALISIS KADAR SIKLAMAT
PADA ES KRIM DI KOTA BANJARBARU,” vol. 3, no. 1, pp. 77–81, 2017.
[32] N. Ramadhani, H. Herlina, and A. J. F. Utama, “Penetapan Kadar Natrium
Siklamat Pada Minuman Ringan Kemasan Dengan Menggunakan Metode
Spektrofotometri UV,” ​J. Mandala Pharmacon Indones.,​ vol. 4, no. 1, pp.
7–12, 2018, doi: 10.35311/jmpi.v4i1.17.
[33] J. Rianto, W. Handoko, and V. Novianry, “Pengaruh Konsumsi Produk yang
Mengandung Pemanis Buatan Rendah Kalori terhadap Kadar Glukosa Darah
Puasa dan Gangguan Toleransi Glukosa pada Tikus Galur Wistar Program
Studi Kedokteran , FK UNTAN Departemen Fisiologi Medik , Program Studi
Kedokteran , FK ,” vol. 4, pp. 556–569, 2018.
[34] Eurpoean Food Safety Authority and et al., “Neotame as a sweetener and
flavour enhancer,” ​EFSA J.,​ no. 80, pp. 1–29, 2008.
[35] D. Kurnia, A. Yuliantini, and D. Faizal, “SPEKTROFOTOMETRI UV,” vol. 3,
no. 1, pp. 66–76, 2018.

a. Gambar
Amazon.com
Amazine.com
Hellosehat.com
Hikmat13.blogspot.com
Id.wikipedia.org
Mausehat.com
Merdeka.com
Klikdokter.com
Medchemexpress.com

b. ….
H. Lampiran ​(bisa berupa alamat URL)
I. Kelompok Book Chapter (Nama anggota kelompok)

KELOMPOK 1 OFFERING A

AIRA IMTIYAZ 170351616522

ANISAH HANUN 170351616502

DITA ROFIATUL AFRIDA 170351616587

MEILIAN NURHALIDA 170351616551

NITA ANDRIANI 170351616559


ZAT ADITIF: PEWARNA

A. Ringkasan Materi

Sumber: elevenia.co.id

Warna merupakan salah satu factor sensori yang dipakai oleh manusia untuk
menilai suatu produk atau keadaan lingkungan. Dengan melihat suatu warna manusia dapat
merasa senang, suka, tidak suka, kecewa atau marah. Khusus dalam hal makanan, warna
mempunyai tempat tersendiri yang cukup penting dalam penilaian konsumen. Hasil suatu
penelitian menunjukkan bahwa warna untuk makanan menempati urutan kedua dari kriteria
penilaian, yaitu setelah kesegaran makanan. Zat warna makanan secara umum dapat dibagi
menjadi dua yaitu zat warna alami yang diperoleh dari bahan alam, dan zat warna buatan
yang diperoleh dari proses sintesis kimiawi (bahan-bahan kimia). Zat warna alami yang
sering digunakan seperti kurkumin, klorofil, caramel, karotenoid, dan sebagainya.
Sementara zat pewarna sintetis yang digunakan seperti tartrazine, sunset yellow, indigotine,
brilliant blue, dlsb. Beberapa zat pewarna tersebut apabila disalah gunakan maupun
dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan
seperti penyakit kanker, tumor ginjal, dan penyakit lainnya yang sangat berbahaya. Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia juga telah mengatur batas
penggunaan bahan pewarna pada makanan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI Nomor 37 Tahun 2013.

B. Deskripsi dan Klasifikasi


Zat pewarna adalah bahan yang ditambahkan ke makanan untuk memberi warna
pada makanan agar terlihat lebih menarik dan memperbaiki warna makanan yang
berubah menjadi pucat karena proses pengolahan [16]. Zat pewarna adalah bahan
tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan [12].
Pewarna makanan dapat dibedakan atas pewarna makanan alami (​diperoleh dari bahan
alam)​ dan pewarna makanan sintetis (​dari bahan buatan).
1. Alami
Pewarna alami merupakan zat pewarna yang diperoleh dari bahan alam,
yaitu tumbuhan. Di Indonesia sendiri, terdapat berbagai pewarna makanan alami
yang digunakan masyarakat Indonesia, seperti kunyit, daun suji, buah naga,
kesumba dan sebagainya. Namun, karena kurang praktis dan banyak memiliki
kekurangan, penggunaan pewarna makanan alami kurang diminati produsen
makanan. Berbeda halnya dengan pewarna makanan sintetis yang memiliki banyak
warna, pewarna makanan alami memiliki variasi warna yang jumlahnya terbatas
sehingga memungkinkan penggunanya membuat warna sendiri dengan
mencampurkan bahan-bahan yang ada. Pewarna makanan alami juga memiliki
konsentrasi dan stabilitas pigmen yang rendah dan warna yang kurang mencolok
dibandingkan pewarna makanan sintetis, sehingga makanan terkesan kurang
menarik. Selain itu, intensitas warna pewarna makanan alami juga berkurang pada
saat proses pengolahan makanan. Hal ini disebabkan karena perubahan pH, proses
oksidasi, pengaruh cahaya dan pemanasan yang memengaruhi warna makanan yang
dihasilkan (Elizarni, 2014).
Selain itu, Zat pewarna makanan alami yang dapat digunakan untuk
makanan menurut Permenkes Nomor 33 Tahun 2012 Tentang bahan tambahan
pangan pewarna alami adalah sebagai berikut:

· Kurkumin CI. No. 75300

· Riboflavin

· Riboflavin 5’-natrium fosfat

· Riboflavin dari Bacillus subtilis

· Karmin dan ekstrak cochineal CI. No. 75470

· Karmin CI. No. 75470

· Ekstrak cochineal no. 75470

· Klorofil CI. No. 75810

· Klorofil dan klorofilin tembaga kompleks CI. No. 75810

· Karamel I

· Karamel III amonia proses

· Karamel IV amonia sulfit proses


· Karbon tanaman CI. 77266

· Beta karoten CI. No. 75130

· Ekstrak anato CI. No. 75120

· Karotenoid (carotenoids)

· Beta-karoten CI. No. 40800 (Beta-Carotenes)

· Beta-karoten dari Blakeslea trispora (Beta-Carotenes (Blakeslea trispora))

· Beta-apo-8’-karotenal CI. No. 40820 (beta-apo-8’-carotenal)

· Etil ester dari beta-apo-8’ asam karotenoat CI. No. 40825 (beta-apo-8’-carotenoic
acid ethyl ester)

· Merah bit (beet red)

· Antosianin (anthocyanins)

· Titanium dioksida CI. No. 77891 (titanium dioxide)

Tabel Sifat Kestabilan Kelompok Pewarna Alami


Kelompok Warna Warna Sensitif Terhadap

Klorofil Hijau Asam, panas, alkali, logam

Cokelat

Karotenoid Kuning Sinar, oksigen, asam, panas

Jingga

Merah

Antosianin Merah pH, panas, sinar, logam

Biru

Flavonoid Kuning Oksigen, asam kuat, logam

Betalain Merah Panas, alkali, logam


Kuning
[3]
Tabel Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami

Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas

Karamel Cokelat Gula Air Stabil


dipanaskan

Anthosianin Jingga Tanaman Air Peka terhadap


panas dan pH
Merah

Biru

Flavonoid Tanpa kuning Tanaman Air Stabil terhadap


panas

Leucanthosianin Tidak Tanaman Air Stabil terhadap


berwarna panas

Tannin Tidak Tanaman Air Stabil terhadap


berwarna panas

Batalain Kuning, Tanaman Air Sensitif


merah terhadap panas

Quinon Kuning-hitam Tanaman Air Stabil terhadap


bakteria lumut panas

Xanthon Kuning Tanaman Air Stabil terhadap


panas
Karotenoid Tanpa Tanaman/hewan Lipida Stabil terhadap
kuning-merah panas

Klorofil Hijau, cokelat Tanaman Lipida dan Sensitif


air terhadap panas

Heme Merah, Hewan Air Sensitif


cokelat terhadap panas
[3]

2. Buatan

Pewarna buatan atau sering disebut juga pewarna sintetik adalah pewarna
yang berasal dari proses sintesis kimiawi [1]. Pewarna buatan adalah zat warna
yang dibuat dengan cara pemberian asam nitrat atau asam sulfat yang sering
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat yang lain dan bersifat racun. Pembuatan
zat pewarna organik, harus melalui perantara senyawa yang berbahaya sebelum
mencapai produk akhir dan senyawa tersebut dapat tertinggal dalam produk akhir
zat pewarna atau kemungkinan dapat terbentuk lagi menjadi senyawa baru yang
berbahaya [2]. Suatu zat pewarna buatan sebelum digunakan untuk zat pewarna
makanan harus melalui berbagai prosedur pengujian yang disebut dengan proses
sertifikasi. Proses sertifikasi tersebut melipusti pengujian kimia, biokimia,
toksikologi, serta analisi media terhadap zat warna tersebut. Sehingga menjadi
certified color yaitu zat pewarna yang diizinkan penggunaannya biasanya dikenal
juga sebagai permitted color [17].

Menurut “Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives”


(JECFA), pewarna buatan untuk makanan, digolongkan dalam beberapa kelas
berdasarkan rumus kimianya, yaitu : azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan
indigoid. Berdasarkan rumus kimianya kelas azo merupakan zat warna sintetis yang
paling banyak jenisnya diantaranya yaitu warna kuning, oranye, merah, ungu, dan
coklat.

Tabel Penggolongan zat pewarna buatan berdasarkan rumus kimianya

No Nama Warna
Azo dyes:

1. Tartrazine Kuning

2. Sunset Yellow FCF Oranye

3. Allura Red AC merah (kekuningan)

4. Ponceau 4 R Merah

5. Red 2 G Merah

6. Azorubine Merah

7. Fast Red E Merah

8. Amaranth merah (kebiruan)

9. Brilliant Balck BN Ungu

10. Brown FK kuning coklat

11. Brown HT Coklat

TriaryImethane dyes:

12. Brilliant Blue CFC Biru

13. Patent Blue V Biru

14. Green S biru (kehijauan)


15. Fast Green CFC Hijau

Quinophthalon dyes :

16. Quinoline Yellow kuning (kehijauan)

Xanthene dyes :

17. Erythrosine Merah

Indigo dyes :

18. Indigotine biru (kemerahan)

Zat pewarna buatan merupakan sumber warna utama perwarna-pewarna


komersial. Terdapat dua acam pewarna buatan berdasarkan kelarutannya. yaitu
Dyes dan Lakes. Zat pewarna yang termasuk golongan dyes telah melalui prosedur
sertifikasi yang telah ditetapkan oleh US-FDA. Sedangkan zat pewarna lakes hanya
terdiri dari satu warna dan bukan merupakan campuran, juga harus mendapat
sertifikat. Pada ​certified colour ​terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan
penting menganai zat pewarna tertentu, seperti kelarutan, bentuk garam, serta residu
yang terdapat didalamnya. Selama pengolahan dan penyimpanannya kebanyakan
pewarna buatan lebih stabil terhadap pH, cahaya, dan faktor yang lainnya

Tabel Kestabilan Pewarna Buatan

Pewarna Kestabilan

Cahaya Oksidasi pH

Eritrosin Sangat Baik Rendah Baik


Allura Red Sangat Baik Rendah Baik

Yellow FCF Sedang Rendah Baik

Green FCF Rendah Sangat rendah Baik

Brilliant Blue Rendah Sangat rendah Baik

Indigotine Sangat rendah Sangat rendah Baik

Tartrazine Baik Rendah Baik

1. Dyes

Dyes merupakan zat warna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga
larutannya dapat digunakan sebagai pewarna bahan makanan. Selain dapat larut
dalam air, dyes juga dapat larut dalam pelarut lain seperti alkohol, glokol, atau
gliserin. Namun dyes tidak dapat larut dalam semua jenis pelarut organik. Dyes
dijual dalam bentuk bubuk, cairan, serta pasta. Zat pewarna ini umumnya bersifat
stabil jika digunakan untuk mewarnai bahan pangan. Tetapi pewarna ini bisa
menjadi tidak stabil apabila dalam bahan pangan tersebut terdapat bahan-bahan
pereduksi atau berprotein, juga jika zat warna ini kontak langsung dengan logam
seperti timah, seng, tembaga, atau aluminium. Kemudian dalam minuman yang
mengandung asam askorbat, dalam batas tertentu dapat berubah warna menjadi
pucat. Dan hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan ethylen diamintetra
acid. Pewarna dyes biasanya digunakan untuk mewarnai roti, kue, produk susu,
kembang gula, minuman ringan, dll.

2. Lakes

Lakes merupakan zat warna yang diperoleh melalui proses pengendapan dan
absorpsi dyes pada radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan alumina. Laposan
alumina ini sifatnya tidak larut dalam air, sehingga membuat pewarna lakes tidak
dapat larut hampir pada semua pelarut. Penggunaan pewarna lakes dapat dilakukan
dengan cara mendispersikan pewarna ini dengan serbuk pangan. Sehingga tidak ada
air dalam pengolahannya. Apabila dibandingkan dengan dyes, lakes lebih bersifat
stabil terhadap cahaya, bahan kimia, dan panas sehingga menyebabkan pewarna
lakes lebih mahal dari dyes. Karena pewarna ini tidak bisa larut dalam air, zat
pewarna ini umumnya a digunakan untuk bahan-bahan yang tidak boleh terkena air,
dan biasanya juga untuk produk yang menganduk minyak atau lemak.

Tabel Pewarna Makanan Buatan “Certified” Jenis Dyes dan Lakes

No Tipe Daftar Permanen Tipe Daftar Provisional

1. FD & C Red No. 3 FD & C Yellow No. 6​a

2. FD & C Blue No. 2 FD & C Yellow No. 6 Lakes

3. FD & C Yellow No. 5 FD & C Red No. 3 Lakes

4. FD & C Green No. 3 FD & C Red No. 1 Lakes

5. FD & C Blue No. 1 FD & C Blue No. 2 Lakes

6. FD & C Red No. 401 FD & C Green No. 3 Lakes

7. FD & C Red No. 40 Lakes FD & C Yellow No. 5 Lakes

8. Oranges B​b

9. Citrus Red No.2​c


Keterangan:

a: Menunggu publikasi FDA ​colour additives scientific review​ ​panel report.

b: Hanya untuk pewarnaan permuakaan atau kulit sosis (​frankfurter) dengan konsentrasi
maksimum150 ppm (satuan berat).
c: Hanya untuk pewarnaan kulit jeruk yang tidak akan diolah lebih lanjut, dengan
konsentrasi maksimum 2 ppm (satuan berat).

C. Efek dan Mekanisme

Sebagaimana kita ketahui, salah satu daya tarik makanan maupun minuman selain
dari segi rasa adalah segi tampilan atau warnanya. Biasanya, suatu makanan yang
memiliki warna cerah dan enak dipandang akan lebih menarik daya beli atau keinginan
seseorang untuk mencicipinya. Banyak industri makanan yang menambahkan pewarna
untuk meningkatkan daya tarik dari makanan yang diproduksi, tak jarang yang
menggunakan pewarna buatan. Bahkan industri makanan rumahan pun menggunakan
pewarna makanan untuk mempercantik penampilan suatu makanan, tetapi biasanya
lebih sering menggunakan pewarna makanan alami dibanding dengan buatan. Pewarna
alami dianggap lebih sehat daripada pewarna buatan, padahal kedua pewarna tersebut
memiliki efek tersendiri apabila dikonsumsi berlebihan oleh tubuh. Mekanisme zat
pewarna makanan dan efeknya pada tubuh akan dibahas dalam bagian ini.

Sebagaimana makanan yang masuk ke dalam tubuh, pewarna makanan juga akan
mengalami proses metabolism oleh tubuh. Terdapat 3 mekanisme metabolism zat
pewarna makanan yang masuk dalam tubuh, sebagai berikut:

1. Absorpsi

Absorpsi merupakan proses kimia dimana suatu campuran gas atau cair
dikontakkan dengan suatu penyerap sehinngga komponen didalamnya larut dalam
penyerap tersebut [7]. Dalam proses absorpsi zat pewarna kedalam tubuh,terdapat 3
macam cara, yaitu melalui Oral, Kulit, dan Pernafasan. Proses ini berlaku sama baik
untuk zat pewarna alami maupun zat pewarna buatan. Absorpsi zat pewarna makanan
melalui Oral (mulut) melewati tahap sebagaimana kerja sistem pencernaan menurut
Karunia(2013), yaitu:

· Mulut

Makanan akan masuk ke dalam mulut, yang kemudian melewati proses


pengunyahan atau proses mekanik. Dalam tahap ini, pewarna makanan belum
bias mengalami perubahan karena memiliki sifat asam atau basa yang akan sulit
terurai di mulut. Dimulut sendiri prose pengunyahan dibantu oleh enzim ptilain
yang akan mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula.
· Kerongkongan

Makanan yang telah melalui proses mekanik di mulut kemudian melalui


kerongkongan untuk selanjutnya diolah di lambung. Ketika makanan melalui
kerongkongan, zat pewarna juga belum dapat diuraikan.

· Lambung

Pada saat makanan mencapai lambung, zat pewarna tersebut akan mengalami
reaksi dengan asam klorida (HCl) yang ada di Lambung. Jika zat pewarna tersebut
termasuk asam, maka tingkat keasaman lambung juga akan meningkat.

· Usus Halus

Pada usus halus, zat pewarna akan diserap melalui dinding usus, dan
kemudian dialirkan oleh darah ke hati.

· Hati

Setelah diserap oleh dinding usus halus dan masuk ke aliran darah, kemudian
zat pewarna akan masuk ke hati melalui Vena porta hepatica. Zat pewarna dalam
jumlah kecil, kemudian dinetralkan atau dihilangkan sufat racunnya oleh
hematosit. Namun, apabila jumlah zat pewarna terlalu besar atau banyak, akan
sulit untuk dinetralkan. Setelah proses metabolism di dalam hati, kemudian
sebagian zat pewarna akan dieksresikan bersama urin atau feses dan sebagian lagi
akan tertumpuk di ginjal.

Absorpsi yang melalui jaringan kulit dapat terjadi ketika terkena tumpahan zat
pewarna, atau bersentuhan langsung dengan zat pewarna tersebut. Contohnya ketika
hendak membuat jamu dan membutuhkan zat pewarna alami kunyit. Karena
bersentuhan dalam waktu yang lama, kulit tangan akan berwarna kekuningan karena
zat pewarna tersebut. Sementara absorpsi yang melalui pernafasan dapat terjadi
ketika seseorang menghirup uap dari pewarna.

2. Distribusi

Distribusi dapat terjadi ketika zat pewarna tersebut telah masuk ke aliran darah.
Proses ditribusinya juga terbilang cepat. Hati dan ginjal memiliki kecenderungan
tinggi untuk mengikat pewarna karena fungsi metabolik dan ekstretorik hati dan
ginjal.
3. Ekskresi

Eksresi zat pewarna dapat terjadi melalui ekresi urin atau eksresi empedu.
Eksresi urin melalui mekanisme yang sama sebagaimana biasanya yaitu, toksin dalam
suatu makanan akan dibuang oleh ginjal melalui proses filtrasi glomerulus, difusi
tubule dan sekresi turbuler. Sementara eksresi empedu memungkinkan zat pewarna
dikeluarkan melalui feses.

Zat pewarna makana tersebut juga dapat memunculkan berbagai macam efek
pada tubuh, baik efek positif maupun efek negatif. Dalam berbagai studi, diteliti
bahwa zat pewarna buatan (sintetik) akan lebih banyak menghasilkan efek negatif
dariapada zat pewarna alami. Efek negatif ini muncul seiring dengan penggunaan zat
pewarna yang tidak sesuai dengan takarannya. Zat pewarna alami juga dapat
membawa efek negatif apabila penggunaannya berlebihan. Efek negatif yang
ditimbulkan oleh zat pewarna alami misalnya adalah penggunaan daun katu yang
berlebihan pada makanan dapat mengganggu proses absorpsi kalsium di saluran
pencernaan dan gangguan pernafasan, daun katu ini dapat menghasilkan pewarna
hijau, karena klorofil yang dimiliki. Sementara efek positifnya daun katu ini dapat
meningkatkan produksi ASI [14].

Sementara efek yang dapat ditimbulkan oleh zat pewarna sintetik antara lain
penggunaan Rhodamin B dan juga Methanil Yellow yang dapat menimbulkan reaksi
keracunan, iritasi saluran pencernaan, serta merubah warna air seni. Rhodamin B
akan merubah warna air seni menjadi merah, sementara methanol yellow dapat
merubah warna air seni menjadi kuning.

Ponceau 4R yang memiliki kode produk E124 dapat menghasilkan warna merah
hati keunguan. Pewarna ini maksimal dikonsumsi dalam 1 hari adalah 4mg. Apabila
melewati ambang batas tersebut, dapat memicu munculnya kanker, serta sikap
hiperaktive pada anak. Pewarna ini juga berpotensi menyerap aluminium berlebih di
dalam tubuh [9].

D. Dampak Penyalahgunaan
1. Pewarna Alami

Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen.
Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil
(terdapat pada daun-daun berwarna hijau), karotenoid (terdapat pada wortel dan
sayuran lain berwarna oranye-merah). Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifattidak
cukup stabil terhadap panas, cahaya dan pH tertentu. Bahan alami tidak memiliki
efek samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Bahan alami lebih aman
untuk dikonsumsi.

2. Pewarna Buatan

Penggunaan bahan pewarna buatan yang tidak direkomendasikan oleh


Departemen Kesehatan (Depkes) RI atau oleh FDA dapat menimbulkan gangguan
kesehatan, seperti timbulnya kanker usus dan pankreas. Hal ini disebabkan oleh
kandungan arsen melebihi 0,000 14% dan timbal melebihi 0,001%. Adapun batas
konsumsi untuk zat pewarna buatan yang direkomendasikan oleh Depkes berkisar
1,25-1,5 mg/kg berat badan (untuk warna merah), 2,5 mg/kg berat badan (untuk
warna biru), 12,5 mg/kg berat badan (untuk warna hijau), dan 5-7,5 mg/kg (untuk
warna kuning) (Jana, 2007). Beberapa zat pewarna yang berdampak negatif
kesehatan antara lain :
a. Rhodamine B
Bahan pewarna ​Rhodamine B u​ ntuk warna merah dan Metanil Yellow untuk
warna kuning, merupakan zat pewarna sintesis yang dilarang untuk produk
makanan karena dalam bahan tersebut mengandung residu yang sangat
mambahayakan bagi kesehatan (Trestiati, 2003). ​Rhodamin B adalah bahan pwarna
untuk kertas, bulu domba dan sutera. Kelarutan sangat larut dalam air dan alkohol,
​ onsumsi rhodamin
sedikit larut dalam asam hidroklorida dan natrium hidroksida. K
B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan
gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan
fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Dirjen
Pengawasan obat dan makanan, 2005).

b. Tartrazine & Indigotine


Sebagian besar zat pewarna makanan yang digunakan mengandung zat
tartrazine atau indigotine yang berasal dari batubara. Kedua zat tersebut merupakan
racun bagi tubuh. Racun ini umumnya ditemukan pada jus minuman, bumbu masak,
bahkan beberapa jenis keju. Berdasarkan hasil penelitian beberapa mahasiswa
Faculty of Applied Sciences, Umm Al-Qura University, dan Faculty of Science,
Alexandria University, Tartrazin mampu menghasilkan reactive oxygen species
(ROS) sehingga mempercepat stres oksidatif, mengubah struktur dan profil
biokimia di jaringan hati dan ginjal. Oleh karena itu, mengendalikan konsumsi
Tartrazin penting bagi kesehatan dan membatasi penggunaan Tartrazin, terutama
pada makanan yang digunakan oleh anak-anak, sangat dianjurkan [10].
c. Zat Pewarna Makanan Jenis ​Carnicogen
Zat pewarna makanan mengandung carnicogen, tartrazine dan indigotine
yang dapat memicu penyakit kanker, kanker kemih, tumor ginjal, tumor tiroid dan
komplikasi pada kelenjar adrenal. Semua jenis pewarna tesebut kerap digunakan
sebagai zat pewarna makanan anak-anak seperti permen gula, permen cheri, koktail
buah,minuman ringan, biskuit, dll (Dirjen Pengawasan obat dan makanan, 2005)

E. Peraturan Penggunaan

Menurut Ratnani(2009) penggunaan bahan tambahan pangan termasuk di


dalamnya zat pewarna makanan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988 antara lain tentang zat pewarna alami yang diizinkan dengan
batas maksimum penggunaannya, serta zat pewarna makanan menurut De-Man (1997)
yang boleh dikonsumsi.

Tabel 1. Daftar zat pewarna sintetis yang diperbolehkan untuk dikonsumsi

Zat Pewarna Jumlah maks/kg berat badan

FD dan yellow no 5 (kuning jingga) tartazin 7,5 mg

FD dan yellow no 6 (jingga kekuningan) 5,0 mg

FD dan red no 2 (merah lempuyang) 1,5 mg

FD dan C red no 3 (merah berflouresensi) 1,25 mg

FD dan blue no 1 (hijau kebiruan) 12,5 mg

FD dan C red no 2 ( biru indigo) 2,5 mg

FD dan C green no 3 (hijau tua) 12,5 mg

[4]
Tabel 2. Daftar beberapa pewarna alami yang diizinkan penggunaannya

No Nama Bahan Aplikasi Pada Jenis Bahan Batas Maks.


Pewarna Makanan Penggunaan

1 Antosianin 1. Es krim dan Sejenisnya 100 mg/kg

2. Lemak dan minyak makanan, 600 mg/kg


minyak kacang, mentega, keju
olahan.

2 Beta-apo-karote 1. Es krim 100 mg/kg


nal
2. Lemak dan minyak makanan, 200 g/kg
minyak kacang, mentega,
keju olahan.

3 Kantasantin 1. Es krim 60 mg/kg

2. Udang kalengan 60 mg/kg

3. Udang beku 80 mg/kg

4. Lemak dan minyak makanan, 60 mg/kg


minyak yang dipanaskan
setelah fermentasi

4 Caramel, 1. Acar ketimun dalam botol 300 mg/kg


ammonia sulfite
proses 2. Yogurt beraroma dan produk 150 mg/kg
lain yang dipanaskan setelah
fermentasi

3. Eskrim dan sejenisnya 3 g/kg


5 Karamel 1. Jeli 200 mg/kg

2. Acara ketimun dalam botol 300 mg/kg

3. Yogurth beraroma dan 150 mg/kg


produk lain yang dipanaskan
setelah difermentasi

[13]

F. Langkah/Pola Konsumsi Bijak


1. PEWARNA ALAMI

Kurkumin

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Es untuk dimakan (edible ice) Secukupnya

Buah olahan 500

Sayur, rumput laut, kacang dan biji-bijian olahan 500

Kembang gula / permen(keras dan lunak) 300

Kembang gula karet 700

Pasta dan mie serta produk sejenisnya 500

Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan pati Secukupnya

Kue beras (jenis oriental) Secukupnya


Kue bakeri 200

Minuman berbasis air berperisa Secukupnya

Makanan ringan siap santap 200

Pangan campuran Secukupnya

(DSPP, 2012)

Riboflavin

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu berperisa dan atau difermentasi 150

Keju tanpa peram 150

Keju peram 150

Margarin dan produk sejienis 150

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu 150

Es untuk dimakan 250

Jem, jeli dan marmalad 100

Buah bergula 150


Bahan baku berbasis buah 150

Mustard 150

Makanan pencuci mulut berbasis telur 150

Pasta dan mi serta produk sejenisnya 150

Saus dan produk sejenis 170

Gula dan sirup lainnya 500

Sari buah 150

Sari sayuran 150

Minuman berbasis air berperisa 150

[1]

Karmin dan ekstrak cochineal

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Es untuk dimakan (edible ice) 100

Buah olahan 200

Sayur, rumput laut, kacang dan biji-bijian olahan

Kembang gula / permen(keras dan lunak) 300


Kembang gula karet 300

Pasta dan mie serta produk sejenisnya 200

Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan pati 100

Kue beras (jenis oriental) 200

Produk bakeri 200

Minuman berbasis air berperisa 100

Makanan ringan 200

(DSPP, 2012)

Klorofil

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Es untuk dimakan (edible ice) Secukupnya

Buah olahan Secukupnya

Sayur, rumput laut, kacang dan biji-bijian olahan Secukupnya

Kembang gula / permen(keras dan lunak) Secukupnya

Kembang gula karet Secukupnya


Pasta dan mie serta produk sejenisnya Secukupnya

Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan pati Secukupnya

Kue beras (jenis oriental) Secukupnya

Produk bakeri Secukupnya

Minuman berbasis air berperisa Secukupnya

Makanan ringan Secukupnya

Pangan campuran Secukupnya

(DSPP, 2012)

Karamel I

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Es untuk dimakan (edible ice) Secukupnya

Buah olahan Secukupnya

Sayur, rumput laut, kacang dan biji-bijian olahan Secukupnya

Kembang gula / permen(keras dan lunak) Secukupnya

Kembang gula karet Secukupnya

Pasta dan mie serta produk sejenisnya Secukupnya


Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan pati Secukupnya

Kue beras (jenis oriental) Secukupnya

Produk bakeri Secukupnya

Minuman berbasis air berperisa Secukupnya

Makanan ringan Secukupnya

Pangan campuran Secukupnya

(DSPP, 2012)

Karamel III

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu berperisa dan atau difermentasi 150

Keju tanpa peram Secukupnya

Keju peram Secukupnya

Keju olahan berperisa Secukupnya

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu Secukupnya

Es untuk dimakan 1000

Jem, jeli dan marmalade Secukupnya


Buah bergula Secukupnya

Bahan baku berbasis buah 7500

Ikan dan produk perikanan Secukupnya

Makanan pencuci mulut berbasis telur Secukupnya

Kembang gula / permen (lunak atau keras) Secukupnya

Kembang gula karet / permen karet 2000

Pasta dan mi serta produk sejenisnya 10000

Ikan dan produk perikanan segar Secukupnya

Gula dan sirup lainnya Secukupnya

Produk bakeri Secukupnya

Bumbu dan kondimen Secukupnya

Saus kedelai Secukupnya

[1]

Karamel IV

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu berperisa dan atau difermentasi 150


Keju tanpa peram Secukupnya

Keju peram Secukupnya

Keju olahan berperisa 100

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu 2000

Es untuk dimakan 1000

Jem, jeli dan marmalad 1500

Buah bergula Secukupnya

Bahan baku berbasis buah 7500

Ikan dan produk perikanan Secukupnya

Makanan pencuci mulut berbasis telur Secukupnya

Kembang gula / permen (lunak atau keras) Secukupnya

Kembang gula karet / permen karet Secukupnya

Pasta dan mi serta produk sejenisnya 6500

Saus dan produk sejenis 1500

Gula dan sirup lainnya Secukupnya

Mustard Secukupnya
Bumbu dan kondimen dari kedelai Secukupnya

Daging dan produk daging Secukupnya

[1]

Karbon Tanaman

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Es untuk dimakan (edible ice) Secukupnya

Buah olahan Secukupnya

Sayur, rumput laut, kacang dan biji-bijian olahan Secukupnya

Kembang gula / permen(keras dan lunak) Secukupnya

Kembang gula karet Secukupnya

Pasta dan mie serta produk sejenisnya Secukupnya

Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan pati Secukupnya

Kue beras (jenis oriental) Secukupnya

Produk bakeri Secukupnya

Minuman berbasis air berperisa Secukupnya

Makanan ringan Secukupnya


Pangan campuran Secukupnya

(DSPP, 2012)

Beta-karoten

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Es untuk dimakan (edible ice) 1000

Buah olahan Secukupnya

Sayur, rumput laut, kacang dan biji-bijian olahan Secukupnya

Kembang gula / permen(keras dan lunak) Secukupnya

Kembang gula karet Secukupnya

Pasta dan mie serta produk sejenisnya Secukupnya

Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan pati Secukupnya

Kue beras (jenis oriental) Secukupnya

Produk bakeri Secukupnya

Minuman berbasis air berperisa Secukupnya

Makanan ringan Secukupnya


Pangan campuran Secukupnya

(DSPP, 2012)

Ekstrak anato

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu berperisa dan atau difermentasi 5

Keju tanpa peram 10

Keju peram

Keju olahan berperisa 10

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu 10

Es untuk dimakan 20

Sayur, kacang dan biji-bijian kering 20

Produk kakao dan cokelat 20

Kembang gula / permen (lunak atau keras) 25

Kembang gula karet / permen karet 25

Pasta dan mi serta produk sejenisnya 10


Ikan dan produk perikanan lainnya 20

Gula dan sirup lainnya 30

Sari buah 5

Sari sayur 5

Makanan siap santap 10

[1]

Karotenoid

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu berperisa dan atau difermentasi 150

Keju tanpa peram 35

Keju peram 500

Keju olahan 200

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu 100

Es untuk dimakan 50

Jem, jeli dan marmalad 300

Buah bergula 200


Bahan baku berbasis buah 300

Sayur, kacang, dan biji-bijian beku 300

Produk kakao dan cokelat 300

Kembang gula / permen (lunak atau keras) 500

Kembang gula karet / permen karet 500

Pasta dan mi serta produk sejenisnya 300

Tepug bumbu 300

Gula dan sirup lainnya 500

Sari buah 150

Sari sayur 150

Makanan siap santap 200

[1]

Merah bit

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu berperisa dan atau difermentasi Secukupnya

Keju tanpa peram Secukupnya


Keju peram Secukupnya

Keju olahan Secukupnya

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu Secukupnya

Es untuk dimakan Secukupnya

Jem, jeli dan marmalad Secukupnya

Buah bergula Secukupnya

Bahan baku berbasis buah Secukupnya

Sayur, kacang, dan biji-bijian beku Secukupnya

Produk kakao dan cokelat Secukupnya

Kembang gula / permen (lunak atau keras) Secukupnya

Kembang gula karet / permen karet Secukupnya

Pasta dan mi serta produk sejenisnya Secukupnya

Tepug bumbu Secukupnya

Gula dan sirup lainnya Secukupnya

Sari buah Secukupnya

Sari sayur Secukupnya


[1]

Antosianin

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu berperisa dan atau difermentasi 150

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu 200

Buah segar 6000

Buah beku dan kering 1000

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu

Es untuk dimakan 1000

Jem, jeli dan marmalad 500

Buah bergula 1500

Bahan baku berbasis buah 1500

Sayur, kacang, dan biji-bijian beku 1000

Produk kakao dan cokelat 200

Kembang gula / permen (lunak atau keras) 10000

Kembang gula karet / permen karet 500


Pasta dan mi serta produk sejenisnya 400

Tepug bumbu 500

Produk olahan daging 5000

Ikan dan produk perikanan lainnya 1500

Sari buah 100

Sari sayur 100

Makanan siap santap 500

[1]

Titanium dioksida

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Kembang gula / permen dan cokelat 500

[1]

2. PEWARNA SINTETIS

Tartazin CI. No. 19140 (Tartazine)


Kategori Pangan Batas Maksimum
(mg/kg)

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi 70


Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu 70

Es untuk dimakan 70

Buah kering 70

Selai, jeli dan marmalad 300

Buah bergula 300

Kembang gula / permen (lunak atau keras) 100

Kembang gula karet / permen karet 100

Pasta dan mie serta produk sejenisnya 70

Serealia 70

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar 100

Produk bakeri 70

Ikan dan produk perikanan 15

Larutan gula dan sirup 70

Gula dan sirup 70

Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat 70

Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat 300

[1]

Kuning kuinolin CI. No. 47005 (Quinoline yellow)

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi


70

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu


70
Es untuk dimakan 70

Buah bergula 300

Kembang gula / permen (lunak atau keras) 100

Kembang gula karet / permen karet 100

Serealia 70

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar 100

Produk bakeri 70

Larutan gula dan sirup 70

Minuman berbasis air berperisa, termasuk minuman olahraga atau 70


elektrolit dan minuman berpartikel

[1]

Kuning FCF CI. No. 15985 (Sunset yellow FCF)

Kategori Pangan Batas Maksimum

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi


70

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu


70

Es untuk dimakan 70

Selai, jeli dan marmalad


300
Buah bergula
300

Kembang gula / permen (lunak atau keras)


100

Kembang gula karet / permen karet


100

Serealia
70

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar


100

Produk bakeri
70

Ikan dan produk perikanan


15

Larutan gula dan sirup


70

Gula dan sirup


70

Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat


70

Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat


70

Saus non-emulsi
70

[1]

Karmoisin CI. No. 14720 (Azorubine (carmoisine))

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi


70
Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu
70

Es untuk dimakan 70

Selai, jeli dan marmalad


300

Buah bergula
300

Kembang gula / permen (lunak atau keras)


100

Kembang gula karet / permen karet


100

Serealia
70

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar


100

Produk bakeri
70

Ikan dan produk perikanan


15

Larutan gula dan sirup


70

Gula dan sirup


70

Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat


70

Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat


70

Minuman berakohol, termasuk minuman serupa yang bebas


alkohol atau rendah alkohol 70

[1]
Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R (cochineal red A)

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi


70

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu


70

Es untuk dimakan 70

Selai, jeli dan marmalad


70

Buah kering
70

Kembang gula / permen (lunak atau keras)


100

Kembang gula karet / permen karet


100

Serealia
70

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar


100

Produk bakeri
70

Ikan dan produk perikanan


15

Larutan gula dan sirup


70

Gula dan sirup


70

Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat


70
Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat
70

Saus non-emulsi
70

Produk olahan daging, unggas dan hewan buruan


30

[1]

Eritrosin CI. No. 45430 (Erythrosine)

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg)

Buah bergula 100

Produk buah untuk isi pastri 100

Kembang gula / permen (keras atau lunak) 25

Dekorasi 100

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar 20

Keik, kukis dan pai 300

Premiks untuk bakeri istimewa 20

Produk olahan daging 30

[1]

Merah allura CI. No 16035 (Allura red AC)


Kategori Pangan
Batas Maksimum
(mg/kg)

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi


70

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu


70

Produk buah untuk isi pastri 300

Selai, jeli dan marmalad


300

Buah bergula
300

Kembang gula / permen (lunak atau keras)


100

Kembang gula karet / permen karet


100

Serealia
70

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar


100

Produk bakeri
70

Produk kakao dan cokelat


100

Larutan gula dan sirup


70

Gula dan sirup


70

Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat


70
Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat
70

Makanan ringan berbahan dasar kentang, umbi serealia, tepung atau


pati 15

[1]

Indigotin CI. No. 73015 (Indigotine (indigo carmine))


Kategori Pangan
Batas Maksimum
(mg/kg)

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi


70

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu


70

Es untuk dimakan 70

Selai, jeli dan marmalad


70

Kembang gula / permen (lunak atau keras)


100

Kembang gula karet / permen karet


100

Serealia
70

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar


100

Produk bakeri
70

Produk kakao dan cokelat


2500

Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat


70
Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat
70

[1]

Biru berlian FCF CI. No 42090 (Brilliant blue FCF)


Kategori Pangan
Batas Maksimum
(mg/kg)

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi


70

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu


70

Es untuk dimakan 70

Selai, jeli dan marmalad


70

Kembang gula / permen (lunak atau keras)


100

Kembang gula karet / permen karet


100

Serealia
70

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar


100

Produk bakeri
70

Produk kakao dan cokelat


2500

Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat


70

Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat


70
[1]

Hijau FCF CI. No 42053 (Fast green FCF)


Kategori Pangan
Batas Maksimum
(mg/kg)

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi


70

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu


70

Es untuk dimakan 70

Selai, jeli dan marmalad


300

Buah bergula
300

Kembang gula / permen (lunak atau keras)


100

Kembang gula karet / permen karet


100

Serealia
70

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar


100

Produk bakeri
70

Produk kakao dan cokelat


100

Minuman berbasis air berperisa yang berkarbonat


70

Minuman berbasis air berperisa tidak berkarbonat


70
Bumbu dan kondimen
100

[1]

Coklat HT CI. No. 20285 (Brown HT)


Kategori Pangan
Batas Maksimum

Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi


30

Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu


30

Es untuk dimakan 30

Kembang gula / permen (lunak atau keras)


50

Kembang gula karet / permen karet


50

Serealia
30

Premiks untuk roti tawar dan produk bakeri tawar


50

Produk bakeri
30

Produk kakao dan cokelat


50

Minuman berakohol
50

Makanan ringan siap santap


30

Saus non-emulsi
50

[1]
G. Daftar Rujukan
a. Teks

[1] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, “Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Penguat Pewarna,” ​Badan Pengawas
Obat dan Makanan,​ 2013, doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.

[2] Cahyadi, W. 2009. ​Bahan Tambahan Pangan​. Jakarta: Bumi Aksara.

[3] Cahyadi, W. 2012. ​Analisa dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan​.
Jakarta: Bumi Aksara.

[4] De-Man, John M. 1997. ​Kimia Makanan​. Bandung: Penerbit ITB.

[5] Direktorat Standarisasi Produk Pangan. 2012. ​Pedoman Penggunaan Bahan


Tambahan Pangan pada Pangan Industri Rumah Tangga dan Pangan Siap
Saji sebagai Pangan Jajanan Anak Sekolah.​ Jakarta: Badan Obat dan
Makanan RI

[6] Elizarni, Firdausni, Anwar, H., & Sari, R. Stabilitas Ekstrak Kurkumin Kunyit
dan Klorofil Daun Pandan Menggunakan a Tocoferol dan Desktrin. 2014.
Jurnal Litbang Industri, 4(​ 2), 97-103.

[7] Hadiyanto, Andri, & Djaeni M. 2001. Parameter K​g​a-Enchancement Factor


dalam Sistem Absorbsi Gas CO​2 dengan Larutan NaOH. ​Reaktor, 5​(1).
27-30

[8] Karunia, F Bustani. 2013. Kajian Penggunaan Zat Aditif Makanan (Pemanis dan
Pewarna) pada Kudapan Bahan Pangan Lokal di Pasar Kota Semarang. Food
Science and Culinary ​Education Journal, 2​(2). 72-78

[9] Kobylewski, S., & Jacobson, M.F., 2010. Food Dyes A Rainbow of Risks. US:
Center for Science in the Public Interest.

[10] L. Khayyat, A. Essawy, J. Sorour, and A. Soffar, “Tartrazine induces structural


and functional aberrations and genotoxic effects in vivo,” ​PeerJ​. 2017, doi:
10.7717/peerj.3041.
[11] Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan
Pangan.

[12] Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/MENKES/PER/IX/ 1988 Tentang


Bahan Tambahan Makanan.

[13] Ratnani, R.D. 2009. Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan.
Momentum,​ 5(1). 16-22

[14] Sa’roni, Sadjiman, T., Sja’bani, M., Zalaela., 2004. Effectiveness of ​Saurapus
androgynous (L). merr leaf extract in increasing mother’s breast milk
production. ​Media Litabng Kesehatan,​ 14(3). 20.24

​ ogor:
[15] Wijaya, H. & Mulyono, N. 2009. ​Bahan Tambahan Pangan Pewarna. B
IPB Press.

[16] Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

[17] Winarno, FG. 2002. ​Kimia Pangan dan Gizi. J​ akarta: Gramedia.

b. Gambar
https://blog.elevenia.co.id
c. ….
H. Lampiran ​(bisa berupa alamat URL)
I. Kelompok Book Chapter (Nama anggota kelompok)

Dwi Tina A (170351616516)

Ferryan Sandi (170351616556)

Serrent Resiana H (170351616591)

Uswatun Hasanah (170351616543)

Velda Rahma F (170351616565)


ZAT ADITIF: PENGAWET

A. Ringkasan Materi
Bahan pengawet adalah salah satu dari bahan campuran pangan yang paling sering
digunakan. Bahan pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau pennguraian terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan proses pembusukan. Pengawet
terdahulu digunakan untuk mengawetkan bahan makanan seperti pengawetan daging, ikan
dan jagung menggunakan teknik pengasapan. Namun ada juga yang menggunakan bahan
alami seperti garam, asam dan gula untuk mengawetkan bahan makan agar tetap awet [1].

Secara teori, pengawet digunakan agar dapat menghambat dan membunuh mikroba
kemudian memecah senyawa berbahaya tersebut menjadi tak berbahaya dan tidak toksik.
Secara umum penggunaan bahan pengawet pada bahan makanan bertujuan untuk:

· Menghambat proses pertumbuhan mikroba pembusuk.

· Memperpanjang jangka waktu penyimpanan pangan.

· Tidak dipergunakan untuk menyembunyikan kualitas bahan


Keamanan senyawa-senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu diperhatikan,
baik senyawa yang terdapat secara alami atau buatan. Yang termasuk bahan pengawet
alami contohnya seperti garam, bawang putih, cuka dan chitosin. Yang termasuk bahan
pengawet buatan seperti asam sorbat, asam benzoat, etil para-hidroksibenzoat, metil
para-hidroksibenzoat, sulfit, nisin, nitrit, nitrat, dan asam propionat.

Namun penggunaan bahan pengawet tidak boleh sembarangan digunakan, perlu


adanya kebijakan terkait oleh Pemeritah. Peraturan perundang-undangan yang secara
langsung berkaitan dengan bahan tambahan pangan adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan. Peraturan ini memuat
tentang macam bahan tambahan pangan yang diizinkan dan yang dilarang penggunaanya.

B. Deskripsi dan Klasifikasi

PENGAWET ALAMI
GARAM

Gambar 1. ​Garam
(Agromuliajaya, 2012,
http://agromuliajaya.blogspot.com/2012/12/fungsi-dan-mafaat-garam.html​ )

Garam merupakan salah satu campuran bahan masakan yang paling penting. Garam
yang digunakan merupakan garam dapur yang sering disebut juga dengan “​common salt​”
Garam dapat berfungsi sebagai pengawet atau penghambat pertumbuhan mikrobia,
penambah aroma dan citarasa atau flavor. Garam juga merupakan zat pengawet organik
yang digunakan dalam pengawetan ikan, daging dan bahan pangan lainya.

CUKA

Gambar.2 ​Cuka

(Prihardika B, 2015,
http://bagaspetrok.blogspot.com/2013/05/cuka-sebagai-pengawet-makanan-a
lami.html​ )

Asam asetat atau asam cuka berasal dari Bahasa latin ​asetum, ​merupakan senyawa
kimia asam organik yang merupakan asam karboksilat. Rumus kimia asam cuka yaitu .
Bentuk murni dari asam asetat yaitu asam asetat glasial, yang memiliki karakteristik, tak
berwarna, rawan terbakar (titik beku 17ºC titik didih 118ºC), bau menyengat serta
bercampur baik pada air dan pelarut organik serta memiliki rasa yang asam. Pemanfaatan
cuka sudah cukup luas terutama di bidang industri dan pangan.

Cuka tradisional dihasilkan dari bahan yang mengandung gula atau pati antara lain
jus buah seperti kelapa, tomat, anggur, apel dan prem, yang kemudian dilakukan fermentasi
hingga sebulan dan melalui dua tahap dengan hasil pertama berupa etanon dan selanjutnya
menghasilkan asam asetat. Umumnya cuka digunakan sebagai bahan pengawet
buah-buahan dan sayuran, serta digunakan dalam pengolahan mayones, saus salad, mustard
dan bumbu makanan lainnya [3].

CHITOSAN

Gambar 3.​ Chitosan


(Fengchengroup,2017,​ ​http://id.fengchengroup.org/​ )

Chitosan yaitu polimer alami yang memiliki struktur molekul menyerupai selulosa
yang ada pada serat sayuran dan buah, perbedaannya hanya terletak pada gugus rantai C-2
menjadi amina (NH​2​). Chitosan diperoleh dari hewan berkulit keras seperti kulit udang,
kepiting, rajungan, cumi-cumi yang memiliki kadar chitosan 10-15%. Chitosan juga dapat
diperoleh dari dinding sel jamur Aspergillus niger[6]. Chitosan berbentuk padatan amorf
berwarn aputih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni. Kelarutan
chitosan dalam asam dan viskositas larutan bergantung dari derajat deasetilasi dan derajat
degredasi polimer[7].

Pada cangkang udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang berikatan
dengan garam-garam anorganik, seperti kalsium karbonat (CaCO​3​), protein dan lipid
termasuk pigmen-pigmen. Untuk memperoleh chitin dari cangkang udang maka harus
melewati proses-proses pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral
(demineralisasi). Kemudian untuk memperoleh chitosan dilanjutkan dengan proses
deasetilasi. Reaksi pembentukan chitosan dari chitin yakni terjadi reaksi hidrolisa suatu
amida oleh basa. Chitin berperan sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Pertama
terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH​3​, selanjutnya
terjadi eliminasi gugus CH​3​COO- yang menghasilkan suatu amida yaitu chitosan[7].
Proses deproteinasi dilakukan dengan menggunakan larutan 3,5% (w/v) NaOH
dengan suhu 65 0​​ C selama 2 jam sambil diaduk secara konstan, rasio sampel : larutan
NaOH 1:4. Dilanjutkan pada proses demirealisasi menggunakan larutan HCl konsentrasi 1
N pada suhu kamar selama 30 menit sambil diaduk secara konstan, rasio sampel : larutan
HCl 1:4. Sedangka pada proses deasetilasi dilakukan dengan menggunakan rasio sampel :
larutan NaOH 1:25 (gr/ml), sambil diaduk secara konstan. Derajat deasetilasi pada
pembuatan khitosan bervariasi sesuai dengan jumlah larutan alkali yang telah digunakan,
waktu dalam proses reaksi, dan suhu reaksi. Biasanya kualitas produk chitosan dinyatakan
dengan besarnya nilai derajad deasetilasi[8].

Chitosan memiliki aktivitas antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan


bakteri yakni bakteri Gram-posi​tif dan Gram negatif serta jamur yang menyebabkan
terjadinya pembusukan pada bahan pangan. Sebagai bahan pengawet makanan, kitosan
memiliki keunggulan yaitu merupakan bahan ala​mi dan tidak mempunyai efek samping
yang berbahaya se​hingga aman dibandingkan dengan senyawa kimia sin​tesis. Kitosan
adalah bahan alami yang direkomendasikan untuk digunakan pengawet makanan karena
tidak beracun dan aman bagi kesehatan. Kitosan dapat digunakan da​lam jumlah sedikit,
memiliki muatan posi​tif yang dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain sehingga
dapat berperan menjadi detoksifikasi dan menghambat pertumbuhan bakteri, serta mudah
men​galami degradasi[9].

BAWANG PUTIH

Gambar 4.​ Bawang Putih


(​Yuliarti, 2007​,​ ​https://images.search.yahoo.com/​)
Bawang putih merupakan umbi lapis berwarna putih yang berkhasiat sebagai obat, zat
antimikroba yang banyak dipergunakan sebagai bahan penambah cita rasa dan pengawet
alami makanan. ​Bawang putih memiliki zat kimia berupa allicin, scordinin, allithanin dan
selenium. Allicin sendiri berfungsi sebagai antibiotik, sehingga menjadikan bawang putih
dapat berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh manusia. Bawang adalah alternatif
alami untuk zat aditif buatan dalam industri makanan [11].
PENGAWET SINTETIS
ASAM SORBAT DAN GARAMNYA

Gambar 5. ​Asam Sorbat


(Fengchengroup, 2017,​ ​https://www.fengchengroup.com/​ )
1.1​ ​Asam Sorbat
Asam sorbat berupa serbuk hablur putih, mengalir bebas, dan baunya khas. Sukar
larut dalam air serta larut dalam etanol dan dalam eter pKa 4,8. Terdapat hubungan
antara pH ketika terjadi disosiasi dimana semakin rendah nilai ph maka semakin
besar molekul yang tidak terdisosiasi.
1.2​ ​Natrium Sorbat
Natrium sorbat berbentuk bubuk berwarna putih larut dalam air dan tidak larut dalam
alkohol dan minyak. Kelarutan pada Suhu 25oC adalah 320 gr/L dengan bentuk aktif
sebagai pengawet 83,6% pada pH 4,8.
1.3​ ​Kalium Sorbat
Kalium sorbat berbentuk kristal putih atau tepung dengan bau yang khas. Kalium
sorbat larut dalam air dan sedikit larut dalam etanol kelarutan kalium sorbat dan asam
sorbat bertambah dengan kenaikan suhu.
Tabel 2. ​Kelarutan Asam Sorbat dan Kalium Sorbat

Pelarut Kelarutan (%)

Asam Sorbat Kalium Sorbat


Air suhu

20​o​C 0,16 58,2

50​o 0,55 61,0

100​o​C 4,00 64,0

Etanol

15% 4,00 64,0

10% 0,16 57,4

1.4​ ​Kalsium sorbat larut dalam air sebesar 120 gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai
pengawet sebesar 74,2% pada range pH 4,8[1].

ASAM BENZOAT DAN GARAMNYA

Gambar 6. ​Asam Benzoat


(Fengchengroup, 2017,​ ​https://www.fengchengroup.com/​ )

1.1​ ​Asam Benzoat


Asam benzoat merupakan salah satu pengawet sintetik yang bekerja efektif pada
pH 2,5-4,0 sehingga banyak digunakan pada makanan atau minuman yang bersifat
Asam[15].
Asam benzoat berbentuk hablur atau jarum putih, sedikit berbau benzaldehid atau
benzoin. Agak mudah menguap pada suhu hangat dan mudah menguap dalam uap air.
Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter. Asam benzoat merupakan asam
lemah yang mengalami disosiasi tergantung pada pH mediumnya. Molekul yang tidak
terdisosiasi ini mempunyai efektivitas sebagai pengawet [1].

1.2​ ​Natrium Benzoat

Natrium benzoat berupa serbuk granul atau hablur berwarna putih tidak berbau dan stabil
diudara. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam
etanol 90%. Kelarutannya dalam air pada suhu 25​o​C sebesar 660 gr/L dengan bentuk yang
aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8 [1].

1.3​ ​Kalium Benzoat

Kalium benzoat berupa kristal yang larut dalam air dan alkohol. Efektivitas sebagai
pengawet pada range pH 4,2 [1].

1.4​ ​Kalsium Benzoat

Kalsium benzoat berupa kristal yang larut dalam air dan alkohol. Dalam air pada suhu 25​o​C
larut sebesar 40 gr/L dengan efektivitas sebagai pengawet pada range pH 4,2 [1].

Tabel 4.​Pengaruh pH pada Disosiasi Asam Benzoat

Asam yang tidak terdisosiasi

93,5

59,3

12,81,44

0,144

4,19
ETIL PARA-HIDROKSIBENZOAT

Gambar 7. ​Etil Para-hidroksibenzoat


(Fengchengroup, 2017,​ ​https://www.fengchengroup.com/​ )

Senyawa ini ditemukan dalam bentuk bubuk putih, dengan klasifikasi sebagai berikut:

Nama Kimia : Ethyl p-hydroxybenzoate

Rumus Kimia :

Kegunaan : Pengawet [17]

Bahan pengawet dengan nama etil para-hidroksibenzoat atau dengan nama lain etil
paraben., meruapakan senyawa berbentuk padat berwarna putih yang memiliki berat
molekul 166,18 g/mol, serta kelarutannya sangat tinggi dalam air dingin [18]. Karakteristik
dari senyawa ini yaitu tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mudah menguap atau volatile
serta cenderung tidak higroskopis. Etil para-hidroksibenzoat stabil di udara, tahan terhadap
panas maupun dingin serta sterilisasi uap. Pada kondisi kombinasi antara temperatur, pH
dan waktu paraben dapat mengalami hidrolisis menjadi asam para-benzoat dan alkohol.

METIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Gambar 8.​ Metil Para-hidroksibenzoat
(Fengchengroup, 2017,​ ​https://www.fengchengroup.com/​ )

Senyawa ini ditemukan dalam bentuk bubuk putih, dengan klasifikasi sebagai berikut:

Nama Kimia : Methyl p-hydroxybenzoate

Rumus Kimia :

Kegunaan : Pengawet [17].

Karakteristik dari Meti para-hidroksibenzoat yaitu hablur yang tak berwarna atau
serbuk hablur putih, tidak berbau atau memiliki bau khas yang lemah, memiliki rasa
terbakar yang kecil. Sulit larut dalam air, ​CCl​4, ​benzet, namun senyawa ini akan mudah
larut pada eter dan etanol. Pada air dengan suhu 25ºC dapat larut 2,5 gr/L dengan 87,4%
adalah bentuk yang aktif sebagai pengawet pada range pH 8,5. Garam natriumnya memiliki
kelarutan yang tinggi dalam air pada suhu 25ºC dengan 89,1% bentuk yang aktif sebagai
pengawet pada range pH 8,5 [1]. Metil para-hidroksibenzoat atau disebut juga sebagai
nipagin adalah senyawa fenolik, stabil di udara, sensitif pada paparan sinar matahari atau
cahaya, tahan panas dan dingin termasuk uap sterilisasi, stabilitas menurun dengan pH
meningkat sehingga menyebabkan hidrolisis[23].

NISIN
Gambar 9. ​Nisin
(Fengchengroup, 2017,​ ​https://www.fengchengroup.com/​ )

Nisin merupakan salah satu bakteriosin dari BAL (Bakteri Asam Laktat), bahan ini
telah lama dikenal dan sebagai bahan pengawet yang aman. Bahan pengawet ini dapat
menurunkan mikroba patogen dan pembusuk, mampu rneningkatkan mutu dan daya
simpan produk pangan khususnya pada produk perikanan. Kata nisin berasal dari
N-inhibitory substance,pertama kali diperkenalkan oleh Mattick & Hirschtahun 1947
berdasarkan penemuan mereka pada tahun 1944 sebagai produk dari ’lacticstreptococci’
atau lactococci (yang kemudian dikenal dengan nama nisin) yang dapat menghambat
beberapa jenis bakteri patogen. Senyawa protein bakteriosin yang diekskresikan oleh
bakteri asam laktat yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang
memiliki kekerabatan erat secara filogenik. Bakteriosin berpotensi digunakan sebagai
bahan pengawet pangan alami yang aman untuk dikonsumsi, karena zat aktif yang terdapat
pada bakteriosin merupakan protein yang dapat didegradasi oleh enzim proteolitik dalam
pencernaan manusia. [27].

SULFIT
Gambar 10. ​Sulfit
(Fengchengroup, 2017,​ ​https://www.fengchengroup.com/​ )

Sulfit adalah bahan kimia yang sering digunakan untuk mengawetkan minuman
atau ​makanan kemasan​. Senyawa sejenis sulfit ini juga bisa muncul secara alami dalam
beberapa makanan, misalnya minuman fermentasi, buah kalengan, ​kismis​, dan anggur.
Sulfit juga dapat diitemui di dalam minuman ringan, ​fruit bar,​ makanan dikalengkan,
sayuran kering, kentang beku, ​seafood dalam kaleng, biskuit, dan roti. Salah satu bahan
tambahan pangan yang populer adalah ​sulfit​. Sulfit atau ​sulfiting agent yang dimaksud
disini adalah komponen atau grup komponen yang mengandung sulfur dan dapat
menghasilkan sulfur dioksida (SO2), suatu komponen aktif yang dapat membantu
mengawetkan pangan[29].

NITRAT

Gambar 11. ​Nitrat


(Fengchengroup, 2017,​ ​https://www.fengchengroup.com/​ )
Natrium Nitrat memiliki keadaan fisik ​Solid​ seperti bubuk

Rasa : Pahit

Berat Molekul: 84,99 g / mol

Warna: Putih.

Natrium nitrat adalah bahan pengawet yang biasa digunakan dalam daging olahan,
seperti sosis, dendeng, ikan atau daging asap, dan daging ham. ​Natrium nitrat memiliki
sifat antimikrobial sehingga digunakan sebagai ​pengawet makanan​. Senyawa ini ditemukan
secara alami dalam sayuran hijau berdaun[30].

NITRIT

Gambar 12​. Nitrit


(Fengchengroup, 2017,​ ​https://www.fengchengroup.com/​ )

Natrium nitrit merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang diizinkan oleh
pemerintah (legal) untuk menjadi bahan pengawet makanan. Natrium nitrit atau Sodium
Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Nitrit merupakan salah satu jenis bahan
tambahan makanan yang banyak digunakan sebagai pengawet. Nitrit adalah suatu bahan
berwarna putih sampai kekuningan, berbentuk bubuk atau granular dan tidak berbau. Berat
jenisnya 2,17 (25oC) g/mL dengan kelarutan dalam air sebesar 820 g/L (20 oC) dan
bersifat alkali (pH 9). Titik leleh sodium nitrit 271 – 281 oC, titik didih 320 oC, suhu bakar
510 oC, dan suhu penguraian > 320 oC. Natrium nitrit atau Sodium nitrit memiliki
kerapatan 2,168 g/cm dan berat molekul 69,0 g/mol [32].
Nitrit juga merupakan antioksidan yang efektif menghambat pembentukan WOF
(Warmed-Over Flavor) yaitu berubahnya warna, aroma dan rasa yang tidak menyenangkan
pada produk daging yang telah dimasak. Penambahan nitrit pada konsentrasi 156 mg/kg
cukup efektif menghambat pembentukan WOF dan menurunkan angka TBA pada produk
daging sapi dan ayam. TBA (Thio Barbiturat Acid) adalah senyawa yang dapat bereaksi
dengan senyawa aldehid membentuk warna merah yang bisa diukur menggunakan
spektrofotometer. Angka TBA adalah angka yang dipakai untuk menentukan adanya
ketengikan dari senyawa aldehid yang l.dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak [33].

ASAM PROPIONAT

Gambar 13.​ Asam Propionat


(Fengchengroup,2017,​ ​http://id.fengchengroup.org/​ )

Asam propionat berasal dari fermentasi gula yang menggunakan bakteri


Propionibacterium freudenreichii.​ Bakteri tersebut meerupakan bakteri gram positif,
anaerob fakultatif yang digunakan dalam pembuatan keju swiss dan produksi vitamin B12.
Asam propionat yaitu salah satu zat bahan tambahan makanan yang dipakai untuk bahan
pengawet produk tepung, roti, dan keju. E280 adalah E-number untuk asam propionat yang
termasuk dalam golongan pengawet. Asam propionat adalah metabolit antara isoleusin,
metionin, treonin, valin, asam lemak rantai-ganjil, dan katabolisme kolestrol. Asam
propionat secara normal dikarboksilasi menjadi asam metilmalonat oleh enzim propionil
KoA karboksilase mitokondria dengan bantuan biotin sebagai kofaktor [35]. Asam
propionat berupa serbuk putih yang mudah larut dalam air, akan sulit larut dalam alkohol,
dan tidak larut dalam minyak. Bagian yang aktif untuk pengawet sebesar 77,1% pada pH
4,9 [1]. Asam propionat sangat mudah menguap, sehingga akan mudah hilang pada
makanan yang melalui proses pengeringan.

Asam propionat yang dijadikan sebagai bahan pengawet merupakan hasil dari
sintesis kimia. Terdapat dua cara untuk menghasilkan asam propionate yaitu menggunakan
karbonmonooksida, etilen dan air, dan cara lainnya menggunakan propionaldehid yang
teroksidasi. Kedua cara tersebut menggunakan proses destilasi [36]. Asam propionat
memiliki turunan berbentuk garam yaitu kalium propionat, kalsium propionat, sodium
propionat, asam dillauril thiopropionat, dan asam thiodipropionat. Garam propionat
tersebut juga memiliki fungsi sebagai pengawet misalnya sodium propionat untuk
mengawetkan roti, permen, keju, selai, minumam non alkohol, dan lain-lainnya.

Garam Ca dan Na dari asam propionat akan lebih efektif pada tingkat keasaman
(pH) rendah dan tidak mengalami kondisi yang terdisosiasi sehingga memiliki efektivitas
pengawet. Apabila bahan pangan seperti roti ditambahkankan oleh garam Ca dan Na dalam
pH rendah maka akan sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang serta efektif
dalam mencegah pembentukan rope pada olahan tepung lainnya. Natrium propionat
berbentuk serbuk putih, dapat larut dalam alcohol, eter, dan kloroform. Bagian aktif
sebagai pengawet sebesar 77,1% pada pH 4,9. Sedangkan kalium propionat berbentuk
serbuk putih dan larut dalam alcohol, eter, dan kloroform. Aktif untuk pengawet pada pH
4,9 [1].

PENGAWET TERLARANG

FORMALIN

Gambar 14.​ Formalin

(Fengchengroup,2017,​ ​http://id.fengchengroup.org/​ )

Formalin atau senyawa kimia formaldehida merupakan aldehida yang memiliki


rumus H​2​CO yang dapat berbentuk cair atau gas maupun padatan. Formaldehida terbentuk
akibat reaksi okseidasi katalik pada metanol. Formalin adalah salah satu bahan tambahan
pengawet makanan yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Ciri dari formalin yaitu tak
berwarna, berbau pekat, mengandung formaldehid 37% dalam air dan biasanya ditambhkan
metanol 10-15%. Nama lain dari formalin antara lain Formaldehyde, Methylene aldehyde,
Formol, Methanalm, Paraforin, Oxomethane, Superlysoform, Morbicid, Polyoxymethylene
glycols, dan Formalith [38].

Formalin bukan pengawet makanan namun dengan keliru banyak orang


menggunakannya sebagai pengawet produk makanan karena harganya yang murah,
membuat makanan kenyal, praktis, efektif, utuh, dan tidak rusak. Pemakaian formalin
sebagai bahan tambahan makanan dilarang karena berbahaya terhadap kesehatan manusia
karena bersifat karsinogen yaitu senyawa yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit
kanker. Penggunaan formalin tanpa memperhitungkan bahaya yang akan ditimbulkan
terhadap kesehatan manusia akibat akumulasi di dalam tubuh manusi mengkonsumsi
produk berformalin secara terus-menerus [39].

BORAKS

Gambar 15.​ Boraks


(Eza, 2013,
http://ezac4k3eep.blogspot.com/2013/10/cara-mudah-dan-sederhana-untuk.html​ )

Boraks merupakan turunan logam berat Boron (B) yang berbahaya dan beracun
[43].Boraks termasuk kelompok mineral borat, suatu jenis senyawa kimia alami yang
terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O). Boraks merupakan kristal lunak tidak berwarna
yang mudah larut dalam air. Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O yang
banyak digunakan diberbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas,
pengawet kayu, dan keramik. Di samping itu, boraks juga digunakan untuk industri
makanan, seperti dalam pembuatan mie, lontong, ketupat, bakso, bahkan juga untuk
pembuatan kecap [44].

C. Efek dan Mekanisme


1. PENGAWET ALAMI
A. Garam
Sifat antimikroorganisme yang terdapat dalam garam dapat menghambat
mikroorganisme secara selektif. Mekanisme pengawetan oleh garam yaitu
dengan memecahkan (plasmolisis) membran sel mikroba, hal ini
dikarenakan garam memiliki tekanan osmotik yang tinggi. selain itu, garam
juga bersifat mikroskopis sehingga dapat menyerap air dan menyebabkan
mikroorganisme mati serta mengurangi kelarutan oksigen sehingga mikroba
aerob dapat dicegah dan tidak terjadi pembusukan pada bahan makanan.
B. Cuka
Penggunaan cuka dibidang indutri dan pangan yaitu dapat digunakan
sebagai pengawet alami makanan, karena cuka memiliki sifat antimikroba
yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen pada
makanan [4], cuka juga dapat digunakan untuk menghambat bakteri patogen
pada sayur dan buah-buahan segar. Mekanisme cuka dapat mengawetkan
bahan makanan yaitu karena sifat cuka yang asam sehingga ketika asam
organik dalam cuka terutama asam asetat masuk ke dalam membrane sel
mikroorganisme menyebabkan matinya sel bakteri, dengan pengaruh dari
bacterial strains, suhu, pH, konsentrasi asam dan kekuatan ion dapat
mempengaruhi aktivasi antimikobra dari asam organik sehingga bakteri
patogen yang ada pada makanan akan mati dan membuat makanan lebih
tahan lama [3].
C. Chitosan
Penggunaan cuka dibidang indutri dan pangan yaitu dapat digunakan
sebagai pengawet alami makanan, karena cuka memiliki sifat antimikroba
yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen pada
makanan [4], cuka juga dapat digunakan untuk menghambat bakteri patogen
pada sayur dan buah-buahan segar. Mekanisme cuka dapat mengawetkan
bahan makanan yaitu karena sifat cuka yang asam sehingga ketika asam
organik dalam cuka terutama asam asetat masuk ke dalam membrane sel
mikroorganisme menyebabkan matinya sel bakteri, dengan pengaruh dari
bacterial strains, suhu, pH, konsentrasi asam dan kekuatan ion dapat
mempengaruhi aktivasi antimikobra dari asam organik sehingga bakteri
patogen yang ada pada makanan akan mati dan membuat makanan lebih
tahan lama [3].

D. Bawang Putih
Bawang putih memiliki zat kimia berupa allicin, scordinin, allithanin dan
selenium. Allicin sendiri berfungsi sebagai antibiotik, sehingga menjadikan
bawang putih dapat berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh
manusia. Mekanisme bawang putih sebagai pengawet alami karena
memiliki kandungan zat antioksidan dan antimikroba bawang mentah
membuatnya menjadi bahan yang baik untuk pengawetan makanan[12]. Tak
hanya itu, kandungan flavonoid bawang, yang bermanfaat bagi kesehatan,
mampu meningkatkan ketahanan makanan. Hasil penelitian ini
menempatkan bawang sebagai alternatif alami untuk bahan pengawet dalam
industri makanan.

2. PENGAWET SINTESIS
A. Asam Sorbat dan garamnya
Kerja asam sorbat akan efektif pada pH rendah dan pada kondisi tidak
terdisosiasi. Apabila ditambahkan pada bahan pangan dengan pH rendah
sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan khamir dan kapang.
Kerjanya selektif, yaitu mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang
tidak dikehendaki tanpa mengganggu pertumbuhan mikroba yang
menguntungkan, contohnya pada proses pematangan keju [1].

B. Asam Benzoat dan garamnya

Salah satu bahan pengawet yang banyak digunakan adalah asam benzoat.
Asam benzoat lebih banyak digunakan dalam bentuk garamnya karena
kelarutannya lebih baik daripada bentuk asamnya. Bentuk garam dari asam
benzoat yang banyak digunakan adalah natrium benzoat. Benzoat dan
turunannya dapat menghancurkan sel-sel mikroba terutama kapang. Natrium
benzoat bekerja efektif pada pH 2,5-4 sehingga banyak digunakan pada
makanan atau minuman yang bersifat asam.

Asam benzoat dan garamnya relatif kurang efektif sebagai bahan pengawet
pada pH lebih besar, tetapi kerja sebagai pengawet naik dengan turunnya pH
sampai dibawah 5. Turunnya pH medium akan menaikkan proporsi asam
yang tidak terdisosiasi karena asam yang tidak terdisosiasi penentu utama
peranan pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam menghambat
pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dengan pH rendah, seperti sari
buah dan minuman penyegar[1].

C. Etil para-hidroksibenzoat

Penggunaan senyawa etil p-hiroksibenzoat pada makanan dapat membuat


bahan makanan tersebut dapat bertahan lebih lama sesuai fungsinya sebagai
pengawet makanan. Bahan pengawet etil para-hidroksibenzoat merupakan
salah satu bahan pengawet yang aman digunakan digunakan karena
efektivitasnya tidak terlalu sensitif terhadap pH. Senyawa paraben ini efektif
untuk menghambat tumbuhnya kapang dan khamir serta menghambat
tumbuhnya bakteri gram positif dan negatif. Mekanisme senyawa ini untuk
menghambat aktivitas mikroba yaitu dengan menghalangi terjadinya proses
oksidasi glukosa dan piruvat, menghambat transportasi substrat sel dan juga
pembentukan spora [19].
D. Metil para-hidroksibenzoat

Senyawa Metil p-hiroksibenzoat sering digunakan sebagai bahan pengawet


pada makanan karena dapat membuat bahan makanan dapat bertahan lebih
lama sesuai fungsinya sebagai pengawet makanan. Mekanisme kerja dari
Metil para-hidroksibenzoat yaitu dengan menghilangkan permebilitas
membran sehingga mengeluarkan isi sitoplasma dan menghambat sistem
transport elekrolit yang lebih efektif terhadap kapang dan khamir
dibandingkan terhadap bakteri, serta lebih efektif menghambat bakteri Gram
posistif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif [23]. Sehinga
memperlambat atau mencegah makanan dari pembusukan serta kontaminasi
yang disebabkan oleh jamur dan membuat produk atau bahan makanan
tahan terhadap jamur dan mikroba dalam jangka waktu yang lebih lama
(antimikroba).
E. Nisin

Mekanisme kerja nisin diawali dengan pembentukan kompleks nisin dengan


lipid II (suatu molekul prekursor dalam pembentukan dinding sel bakteri),
kemudian kontak langsung kompleks ini pada membran sitoplasma sel
sehingga terbentuknya lubang atau pori pada membran sel danreduksi
proton motive force (PMF) sehingga stabilitas membran terganggu.
Akibatnya terjadi kebocoran dan pelepasan molekul intraseluler maupun
masuknya substansi ekstraseluler dari lingkungan, dapat menghambat
pertumbuhan sel dan diikuti dengan proses kematian pada sel bakteri yang
sensitif terhadap nisin.

Nisin sangat berbahaya bagi tubuh manusia jika dikonsumsi berlebihan


tidak sesuai dosis yang dianjurkan. Ketika komposisi nisin yang masuk
kedalam tubuh berlebih, maka akan menyebabkan bakteriosin
menningkatkan pH nya. Sementara itu faktor suhu mempunyai dua
pengaruh yang bertentangan yaitu meningkatkan produksi bakteriosin tetapi
juga dapat membunuh bakteri asam laktat penghasil bakteriosin.
Peningkatan suhu sebelum mencapai suhu optimum akan meningkatkan
pertumbuhan bakteri dan produksi bakteriosin. Sehingga hal ini akan
menyebabkan lambung manusia tidak tahan karena meningkatnya asam
lambung dan akan mengakibatkan diare [28].

F. Sulfit

Efek jika manusia kebanyakan mengonsumsi makanan yang mengandung


sulfit biasanya akan memicu alergi sulfit yang ditandai dengan berbagai
gejala, contohnya seperti batuk-batuk, sulit bernafas, asma serta dada terasa
sesak. sedangkan gejala pada kulit ditandai dengan kulit gatal, biduran dan
bengkak. Mekanisme kerja sulfit adalah ketika tubuh manusia terlalu banyak
mengonsumsi sulfit akan menimbulkan reaksi kimia yang terjadi didalam
tubuh yaitu, sulfit akan melepaskan gas sulfur ke seluruh tubuh sehingga
membuat saluran pernapasan menyempit dan iritasi.

G. Nitrat

Efek jika manusia kebanyakan mengonsumsi makanan yang mengandung


sulfit biasanya akan memicu alergi sulfit yang ditandai dengan berbagai
gejala, contohnya seperti batuk-batuk, sulit bernafas, asma serta dada terasa
sesak. sedangkan gejala pada kulit ditandai dengan kulit gatal, biduran dan
bengkak. Mekanisme kerja sulfit adalah ketika tubuh manusia terlalu banyak
mengonsumsi sulfit akan menimbulkan reaksi kimia yang terjadi didalam
tubuh yaitu, sulfit akan melepaskan gas sulfur ke seluruh tubuh sehingga
membuat saluran pernapasan menyempit dan iritasi.

H. Nitrit

Pengawet tersebut berfungsi sebagai antiseptik, yaitu sebagai bakteriostatis


dalam larutan asam terutama sekali terhadap jasad renik yang anaerob.
Fungsi nitrit yang lebih utama adalah sebagai bahan yang menyebabkan
warna merah pada daging yang diawetkan. Natrium Nitrit menimbulkan
efek yang membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat berikatan dengan
amino dan amida yang terdapat pada protein daging membentuk turunan
nitrosoamin yang bersifat toksis. Nitrosoamin merupakan salah satu
senyawa yang diduga dapat menimbulkan kanker [34].

Mekanisme nitrit sebagai pengawet yakni mampu menghambat


pertumbuhan beberapa bakteri, terutama bakteri patogen Clostridium
botulinum. Bakteri ini merupakan mikroorganisme patogenik paling
berbahaya dan sangat fatal yang dapat mengkontaminasi daging cured. Nitrit
menghambat produksi toksin Clostridium botulinum dengan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan spora. Keracunan makanan yang
disebabkan oleh toksin Clostridium botulinum disebut botulisme [34].

I. Asam Propionat

Asam propionat di dalam tubuh akan dimetabolisme menjadi senyawa


sederhana seperti pada asam lemak menjadi CO​2 dan H​2​O. Pemberian
natrium dan kalium propionat dalam dosis per oral sehari adalah 6 gram
untuk tidak menimbulkan toksik. Namun terdapat laporan lain bahwa asam
propionat dan garamnya memiliki aktivitas antihistamin lokal. Terdapat
hubungan antara pemakaian natrium dan kalium propionat dengan migran
[1].

3. PENGAWET TERLARANG
A. Formalin

Formalin sangat berbahaya apabila terhirup, tersentuh dengan kulit dan tertelan. Akibatnya
dapat menimbulkan luka bakar, alergi, iritasi pada saluran pernafasan dan kanker pada
manusia. Formalin dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan yakni melalui
mulut dan pernapasan. Apabila kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tinggi, maka
akan bereaksi secara kimia pada semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan
dapat menyebabkan kematian sel yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ
tubuh. Namun apabila kandungan formalin rendah,maka formalin tersebut dapat larut
dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama cairan tubuh. Oleh karena itu, formalin sulit
dideteksi keberadaannya di dalam darah. Imunitas dalam tubuh sangat berperan dalam ada
tidaknya dampak mengonsumsi makanan berformalin dalam tubuh. Apabila imunitas tubuh
rendah sehingga mekanisme pertahanan tubuh juga rendah, maka formalin dengan kadar
rendah akan berdampak buruk bagi kesehatan. Dimana usia anak merupakan usia yang
rentan akan mengalami gangguan tersebut.

Secara mekanik integritas mukosa dan peristaltik usus adalah sebagai pelindung masuknya
zat asing yang sudah masuk ke dalam tubuh. Sedangkan secara kimiawi asam lambung dan
enzim pencernaan yang dapat menyebabkan denaturasi zat-zat berbahaya tersebut. Secara
imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin A) di permukaan mukosa dan limfosit dapat
menangkal zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada usus usia anak memiliki usus yang
imatur yakni usus yang belum berkembang sempurna, maka sistem pertahanan tubuh yang
anak miliki masih lemah dan gagal berfungsi maka akan memudahkan bahan atau zat asing
berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit untuk dikeluarkan.
Formalin memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein apabila
ditambahkan ke dalam makanan seperti tahu, formalin tersebut akan mengikat unsur
protein dari bagian permukaan tahu hingga meresap ke dalam. Sifat antimicrobial yang
dimiliki formaldehid mampu menginaktivasi protein menggunakan cara kondensasi dengan
amino bebas menjadi campuran lain. Mekanisme pengawetan menggunakan formalin yakni
jika formaldehid bereaksi dengan protein maka akan membentuk rangkaian-rangkaian
antara protein yang saling berdekatan. Oleh karena itu makanan tersebut terasa kenyal
akibat matinya protein setelah terikat dengan unsur kimia yang pada formalin. Selain itu
makanan akan menjadi lebih awet karena protein yang mati tidak dapat diserang oleh
bakteri pembusuk [1].

B. Boraks

Senyawa borat dapat masuk kedalam tubuh melalui pernapasan dan pencernaan atau
absorbsi melalui kulit yang luka atau membran mukosa. Absorbsi ini berlangsung cepat
dan sempurna, sedangkan pada kulit normal tidak cukup menimbulkan keracunan [45].
Dalam lambung, boraks akan diubah menjadi asam borat, sehingga gejala keracunannya
pun sama dengan asam borat. Setelah diarbsorbsi akan terjadi kenaikan konsentrasi dan ion
borat dalam cairan serebrospinal, konsentrasi tertinggi akan ditemukan dalam jaringan
otak, hati, dan lemak [45].

Asam borat dan senyawanya dalam pemakaian sedikit dan berlangsung dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan terjadinya kumulatif pada lemak, hati, otak, testis, dan ginjal.
Dalam tubuh manusia dan hewan akumulasi dapat terjadi karena senyawa borat tidak
termetabolisme. Ikatan boron-oksigen yang kuat dari asam borat tidak mampu dipecah oleh
tubuh karena untuk memecahnya dibutuhkan energi yang sangat besar sehingga senyawa
borat tetap dapat terakumulasi meski 50% dapat dikeluarkan lewat urin [46]. Efek
toksisnya akan menyerang langsung pada sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala
keracunan seperti rasa mual, muntah-muntah dan diare, kejang perut, iritasi kulit dan
jaringan lemak, gangguan peredaran darah, tachycardia, sianosis, delirium, koma, dan
kematian [46].

D. Dampak Penyalahgunaan
1. PENGAWET ALAMI
A. GARAM
Dampak Penyalahgunaan:
Konsumsi garam yang terlalu sering dapat menimbulkan efek
kecanduan sehingga dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Salah
satu dampak dari efek kecanduan dan konsumsi garam berlebih adalah
terganggunya fungsi ginjal, ginjal akan mengurangi pengeluaran air ke
dalam urin sehingga menyebabkan volume darah meningkat akibat retensi
air. Gejala yang terlihat seperti timbulnya pembengkakan di tangan, lengan,
dan pergelangan kaki. Kemudian mengonsumsi garam berlebih juga
menyebabkan meningkatnya tekanan darah, karena semakin tinggi kadar
natrium dalam darah maka semakin tinggi juga volume darah. tekanan darah
yang tinggi inilah nanti dapat memicu penyakit stroke dan gagal jantung,
karena saat tekanan darah meningkat maka kekuatan darah yang mendorong
dinding arteri saat jantung memompa darah dan dapat berakibat pecahnya
pembuluh darah [2].
B. CUKA
Dampak Penyalahgunaan:
Sebagaimana kita tahu bahwa cuka merupakan pengawet alami yang
dapat ditemukan secara alami, asam organik dapat ditemukan pada
buah-buahan dan juga makanan yang difermentasi termasuk: asam asetat,
laktat, askorbat, sitrat, malat, propionat, suksinat, dan asam tartarat dan
dimana jika tidak digunakan secara berlebihan, tidak satu pun dari asam ini
berbahaya bagi kesehatan manusia [5]. Hanya yang perlu diperhatikan yaitu
tentang konsentrasi penggunaan cuka, karena jika terlalu tinggi dapat
berdampak pada cita rasa bahan makanan yang diawetkan menjadi asam

C. CHITOSAN
Dampak Penyalahgunaan:
Mengkonsumsi makanan yang ditambahkan dengan pengawet chitosan juga
mengalami beberapa reaksi negatif pasca mengonsumsi chitosan, baik
dalam jangka panjang maupun pendek. Namun dampak yang ditimbulkan
tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan manusia, diantaranya:

a. Masalah pencernaan

Beberapa orang memiliki sifat sensitif terhadap makanan yang memiliki


serat tidak larut sehingga tidak diserap tubuh sehingga mendorong
kinerja sistem pencernaan. Hal tersebut membuat asam lambung tinggi
dan terjadi pelepasan enzim cukup banyak. Gejala yang timbul yakni
sembelit, kembung, mual, kram perut, hingga kehilangan selera makan.
b. Masalah malnutrisi

Penggunaan chitosan dengan dosis tinggi mengakibatkan terganggunya


kemampuan tubuh dalam menyerap sejumlah nutrisi yakni vitamin A, D,
E, dan K. Hal tersebut terjadi karena lemak yang ada dalam pencernaan
tersingkir oleh chitosan, sehingga penyerapan nutrisi yang
membutuhkan lemak tidak dapat berjalan dengan optimal.

c. Memicu reaksi pusing

Beberapa orang memiliki sifat sensitif terhadap makanan yang


memilikikandungan chitosan. Chitosan dapat menyebabkan migrain
yang disebabkan adanya pengaruh chitosan terhadap kinerja saraf.
Penggunaan chitosan dosis tertentu akan membantu kinerja fungsi saraf
dan mendorong regenerasi oleh sel sistem saraf. Namun pada kondisi
lain, fungsi saraf mengalami masalah yang ditandai dengan migrain.
[10]

d. Mengencerkan darah

Pengonsumsi chitosan yang sebelumnya sudah mengonsumsi beberapa


jenis obat pengencer darah atau ​bloodthinner akan mengalami efek
pendarahan di dalam tubuh. Apabila orang tersebut terbentur atau luka
terbuka, maka akan mengalami pendarahan yang lebih parah. Namun
pada orang yang memiliki tekanan darah tinggi akibat kolestrol dan
pengentalan darah, peran chitosan sangat baik dalam mengatasi
hipertensi akibat pengenceran darah.

D. BAWANG PUTIH
Dampak Penyalahgunaan:
Sebagaimana kita tahu bahwa bawang putih merupakan pengawet
alami yang dapat ditemukan secara alami. Konsumsi bawang putih untuk
kesehatan harus di bawah pengawasan dokter. Itu karena konsumsi yang
tidak terkontrol bisa menipiskan darah, membatasi kemampuan pembekuan,
dan dapat bereaksi negatif ketika berinteraksi dengan beberapa bahan obat
[13].

2. PENGAWET SINTETIS
A. ASAM SORBAT DAN GARAMNYA
Dampak Penyalahgunaan:
Asam sorbat dalam tubuh dimetabolisme seperti asam lemak biasa, dan
tidak bereaksi sebagai antimetabolit. Pada pemeriksaan tingkat kronik sorbat 10%
pada diet tidak menimbulkan aktivitas karsinogenik. Rendahnya tingkat toksisitas,
memberikan kenyataan bahwa asam sorbat dan sorbat dimetabolisme seperti asam
lemak lainnya. Kondisi yang ekstrem (suhu dan konsentrasi sorbat tinggi) asam
sorbat dapat bereaksi dengan nitrit membentuk produk mutagen yang tidak
terdeteksi dibawah kondisi normal penggunaan, bahkan dalam ​curing asinan. Asam
sorbat kemungkinan juga memberkan efek iritasi kulit apabila langsung dipakai
pada kulit, sedangkan untuk garam sorbat belum diketahui efeknya terhadap tubuh
[1].

B. ASAM BENZOAT DAN GARAMNYA


Dampak Penyalahgunaan:
Penelitian mengenai efek toksik asam benzoat telah banyak dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wiley dan Bigelow (1908) menunjukkan bahwa
pemberian 1000,1500,2000,2500mg/ hari asam benzoat masing-masing selama 5
hari pada manusia menyebabkan terjadinya perasaan tidak nyaman dan malaise
(mual, sakit kepala, kelemahan, rasa terbakar di perut, dan iritasi oesophagus) [14].
Hayun dkk (2004) menyatakan bahwa minuman ringan berkarbonasi mengandung
asam benzoat [16]. Kandungan asam benzoat dalam minuman ringan berkarbonasi
masih di bawah batasan maksimal penggunaan asam benzoat yang ditetapkan. Pada
penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam
benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung [1].

C. ETIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Dampak dan Penyalahgunaan:
Etil para-hidroksibenzoat saat ini sudah diizinkan sebagai bahan tambahan
pangan pengawet melaui PerKa BPOM RI No.36 tahun 2003 dengan jumlah
penggunaan yang sudah ditentukan. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa
Etil p-hidroksibenzoat sering digunakan. sebagai pengawet dalam makanan,
kosmetik, peralatan mandi, dan obat-obatan. Sehingga manusia dapat terpapar
melalui penggunaan produk-produk yang mengandung sennyawa tersebut melalui
konsumsi, kontak kulit dan inhalasi [20].Kita dapat terpapar atau terkena dampak
dari Etil p-hidroksibenzoat jika penggunaannya melebihi ambang batas, sehingga
dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan tubuh seperti terjadi iritasi kulit,
gangguan saluran pencernaan serta gangguan pernapasan [18], hal tersebut
dikarenakan Etil paraben secara efisien dapat diserap oleh tubuh melalui kulit atau
saluran pencernaan, dan diekskresikan oleh ginjal setelah hidrolisis menjadi asam
p-hidroksibenzoat tanpa akumalasi di dalam tubuh.
Dengan berbagai macam kegunaan serta memiliki biaya yang tidak terlalu
mahal dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang menjadikan Etil
p-hidroksibenzoat ini sering digunakan sebagai bahan pengawet dan menyebabkan
semakin sering kita terpapar oleh senyawa ini. Dampak penggunaan
senyawa ini yaitu sudah terdeteksi pada jaringan kanker payudara manusia, yang
membuat hubungan antara Etil p-hidroksibenzoat dengan kanker sering menjadi
topik penelitian [21].

D. METIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Dampak Penyalahgunaan:
Metil paraben sering dijumpai dalam makanan, senyawa ini sering
tercantum dalam kemasan produk makanan dengan nama alternatif (metil
p-hidroksibenzoat, metil-4-hidroksibenzoat) disebut juga sebagai nipagin [24] saat
ini sudah diizinkan sebagai bahan tambahan pangan pengawet melaui PerKa BPOM
RI No.36 dengan jumlah penggunaan yang sudah ditentukan, karena dalam jumlah
yang sesui Metil paraben tidak akan menumpuk dalam tubuh melainkan diserap
oleh usus atau kulit yang kemudian dikeluarkan dari tubuh.
Namun penyalahgunaan pada pengawet ini dengan penggunaan melebihi
dosis yang ditentukan, tidak menutup kemungkinan jika senyawa ini memiliki
dampak yang buruk bagi tubuh dalam jangka waktu yang lama karena tubuh tidak
selalu bisa untuk memecah Metil paraben. Dampak negatif bagi kesehatan yang
disebabkan oleh bahan pengawet ini antara lain penumpukan zat pengawet akibat
tidak bisa dipecah daan dikeluarkan oleh tubuh yang kemudian bertindak sebagai
esterogen pada organ reproduksi dan memicu timbulnya kanker payudara, sejumlah
penelitian menemukan adanya paraben dalam jaringan kanker payudara tersebut
[25].
Penggunaan Metil paraben secara berlebihan juga dapat meningkatkan
resiko kanker prostat dan kemandulan pada pria karena sifat estrogenik ringan pada
pengawet ini dapat mempengaruhi sel di testis yang berdampak pada rendahnya
jumlah sperma dan berkurangnya potensi reproduksi [26]. Selai itu pengggunaan
yang berlebihan pada pengawet ini akan menyebabkan alergi pada kulit, gangguan
pencernaan dan gangguan pernapasan.

E. NISIN
Dampak Penyalahgunaan:
Nisin merupakan bahan pengawet yang diperbolehkan dikonsumsi, namun
penggunaannya harus dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan.
Dampak pemberian nisin dalam bahan makanan secara berlebihan dapat
menimbulkan gangguan pencernaan seperti mengalami diare.
F. SULFIT
Dampak Penyalahgunaan:
Sulfit adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengawetkan minuman
atau makanan kemasan​. Akan tetapi, senyawa sejenis sulfit ini juga bisa muncul
secara alami seperti melalui proses fermentasi. Itu artinya sulfit juga aman
dikonsumsi saat masih dibatas ambang normal. Jika mengonsumsi sulfit secara
berlebih dapat menimbulkan gangguan pernapasan seperti asma dan iritasi.

G. NITRAT
Dampak Penyalahgunaan:
Terjadi keracunan, diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya hipotensi yang
disertai takikardi refleks dan sakit kepala. Methemoglobinemia 15% atau lebih
dapat didiagnosis melalui timbulnya warna coklat ketika darah dikeringkan pada
kertas saring. Uji laboratorium lain yang menunjang adalah kadar elektrolit, gas
darah arteri atau oksimetri, kadar methemoglobin, dan pemantauan EKG [31].

H. NITRIT
Dampak Penyalahgunaan:
Pembatasan kadar pengawet jenis nitrit pada pangan olahan didasarkan pada
kemungkinan terjadinya efek yang membahayakan bagi tubuh. Pada kadar tertentu,
senyawa nitrat dan nitrit relatif aman dan tidak bersifat karsinogenik (dapat
menyebabkan kanker). Senyawa nitrat dan nitrit, keduanya dapat menyebabkan
vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) yang dapat menimbulkan hipotensi. Pada
dosis rendah, nitrat dapat membuat rileks pembuluh darah vena sehingga dapat
meningkatkan suplai darah ke jantung, sedangkan pada dosis tinggi dapat membuat
rileks pembuluh darah arteri sehingga dapat memperlancar peredaran darah [31].
Keracunan kronis yakni terbentuknya nitrosamin yang bersifat karsinogenik.
Nitrit dapat bereaksi dengan amina dan amida membentuk senyawa N-nitroso yang
kebanyakan bersifat karsinogenik. Tidak seperti nitrit, nitrat tidak bereaksi dengan
cara yang sama, tetapi nitrat yang terkandung dalam pangan dapat direduksi
menjadi nitrit dengan bantuan bakteri penitrifikasi. Bakteri penitrifikasi ini dapat
dijumpai pada bahan pangan, saliva, dan saluran pencernaan. Pada orang dewasa
diketahui bahwa asupan nitrit kebanyakan berasal dari hasil reduksi nitrat dalam
saliva [31].
Penggunaan natrium nitrit dalam jumlah yang melebihi batas ternyata
menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat berikatan
dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging membentuk turunan
nitrosoamin yang bersifat toksis. Nitrosoamin merupakan salah satu senyawa yang
diduga dapat menimbulkan kanker.

I. ASAM PROPIONAT
Dampak Penyalahgunaan:
Asam propionat yang digunakan tidak sesuai dengan dosisnya akan memilki
dampak negatif terhadap tubuh. Dampak yang dihasilkan tidak muncul begitu saja
atau langsung terlihat, namun secara perlahan-lahan secara kumulatif tergantung
pada dosis yang digunakan. Adapun dampak positif bagi tubuh penggunaan asam
propionat diantaranya menurunkan risiko obesitas dan menurunkan efek inflamasi.
Namun jika asam propionat digunakan secara berlebih maka akan menimbulkan
dampak negatif diantaranya mengakibatkan inflamasi gingival, asidemia
propionate, dan peningkatan kelainan neutral pada penderita autis [37].

a. Penurunan efek inflamasi karena obesitas

Asam propionat memiliki efek hipokolesterolemik yang dapat


menurunkan produksi dan jumlah asam lemak di hati, hal ini terjadi
juga karena adanya penghambatan dari lipolisis dan induksi
adipogenesis di dalam jaringan lemak. Selain itu pemberian asam
propionate juga mempengaruhi kerja leptin yang merupakan penanda
adipositas pada jaringan adiposa. Jaringan adiposa adalah jaringan
utama yang mudah terkena inflamasi akibat obesitas yang menyebabkan
penyakit seperti diabetes tipe 2. Asam propionat adalah contoh dari
asam lemak rantai pendek merupakan produk utama fermentasi dalam
kolon yang mungkin memiliki dampak menguntungkan pada
peradangan jaringan adipose yaitu meningkatkan lipogenesis dan
penyerapan glukosa serta mengurangi inflamasi akibat timbulnya
obesitas.

b. Penurunan risiko obesitas

Terjadinya penyerapan propionat dalam jumlah tertentu akan


menyebabkan muncul rasa kenyang dan tidak lapar sehingga terjadi
pengurangan porsi makan pada ruminansia. Adanya rasa tidak lapar
akan mengurangi intake kalori sehingga tidak berlebihan seperti orang
yang obesitas. ​Taste avoidance adalah ketidaksukaan terhadap suatu
rasa dan membuat konsumen menjadi tidak berselera untuk makan.
c. Asidemia propionate

Asidemia propionat adalah suatu penyakit kelainan autosomal resesif


akibat adanya kecacatan pada enzim propionil-coA karboksilase. Enzim
tersebut berfungsi dalam metabolisme asam lemak rantai-ganjil dan
asam amino, isoleusin, treonin, serta valin yang mengubah
propionil-CoA menjadi metilmalonil-Coa. Terjadinya kelainan enzim
propionil-CoA karboksilase ini penyebab peningkatnya jumlah asam
propionat dan asam-asam lainnya juga zat toksin seperti ammonia.
Kadar asam propionat serta metilsitrat dapat meningkat tajam pada
penderita asidemia propionat.

d. Autism Spectrum Disorder (ASD)

ASD yang lebih sering dikenal dengan autisme adalah kelainan dalam
kemampuan, perilaku, berbahasa, dan interaksi sosial hingga melukai
diri sendiri. Asam propionat merupakan bahan tambahan pengawet
makanan yang dapat mempengaruhi gejala autisme timbul seperti
keabnormalan pada otak dan perilakunya, selain itu asam propionat
dapat menyebabkan pada bagian-bagian otak mengalami stres oksidatif.

e. Inflamasi gingival

Inflamasi ginggival adalah peradangan pada jaringan gusi di mulut, ini


terjadi karena terdapat bakteri periodontal yang melepas asam lemak
rantai pendek yaitu asam propionat.

3. PENGAWET TERLARANG

A. FORMALIN
Dampak Penyalahgunaan:
Adapun dampak negatif penggunaan formalin sebagai bahan tambahan
makanan pada kesehatan manusia dapat bersifat akut dan kronik. Dampak akut
yakni dampak yang dapat terlihat secara langsung pada kesehatan manusia, sebagai
berikut [40]:
a) Bila terhirup akan menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan,
gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta
batuk-batuk. Terjadi kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan
seperti pembengkakan paru dan radang paru. Tanda-tanda lainnya meliputi
bersin, radang tenggorokan, radang tekak, sakit dada, mudah lelah, jantung
berdebar, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada konsentrasi penggunaan
yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
b) Bila terkena kulit dapat menimbulkan perubahan warna yaitu kulit menjadi
merah, mengeras, mati rasa dan rasa terbakar.
c) Bila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah,
gatal-gatal, penglihatan kabur dan keluar air mata. Pada konsentrasi tinggi
maka formalin dapat menyebabkan keluarnya air mata yang hebat hingga
kerusakan pada lensa mata.
d) Bila tertelan, maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit saat
menelan, mual, muntah dan diare hingga dapat terjadi pendarahan, sakit
kepala, sakit perut yang hebat, hipotensi, kejang dan tidak sadar hingga
koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, limpa, pankreas,
jantung, otak, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal.
Sedangkan dampak kronik yaitu dapat dirasakan pada kesehatan manusia setelah
terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang, sebagai berikut [40]:
a) Apabila terhirup dalam jangka waktu lama maka dapat menimbulkan rasa sakit
kepala, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, gangguan pernafasan, mual,
mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Efek neuropsikologis
meliputi gangguan tidur, lebih cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan
konsentrasi dan daya ingat berkurang. Terjadi gangguan haid dan kemandulan
pada perempuan. Pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kanker pada
hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak.
b) Apabila terkena kulit, maka kulit akan terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta
memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit.
Pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan radang kulit yang menimbulkan
gelembung luka.
c) Apabila terkena mata dapat terjadinya radang selaput mata.
d) Apabila tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, kepala
pusing, muntah , rasa terbakar pada tenggorokan, suhu badan menurun dan rasa
gatal di dada.

B. BORAKS
Dampak Penyalahgunaan:
Konsumsi boraks secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan
usus, kelainan pada susunan saraf, depresi, dan kekacauan mental [47]. Efek
toksisnya akan menyerang langsung pada sistem saraf pusat dan menimbulkan
gejala keracunan seperti rasa mual, muntah-muntah dan diare, kejang perut, iritasi
kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, tachycardia, sianosis, delirium,
koma, dan kematian. Asam borat atau boraks dapat menyebabkan keracunan
dengan tanda batuk, iritasi mata dan mulut, dan muntah [48].

E. Peraturan Penggunaan
​PENGAWET ALAMI
A. GARAM
Diatur dalam BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Republik
Indonesia nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pengawet. Mengkonsumsi garam harus dalam jumlah tertentu, tidak
melebihi dosis yang dipersyaratkan, yaitu maksimal 5 gram (1 sendok teh) per hari.
B. CUKA
Tidak ada peraturan secara khusus tentang penggunaan cuka sebagai
pengawet alami, hanya saja perlu diperhatikan tentang konsentrasi dari cuka saat
akan digunakan pada bahan makanan agar tidak merusak cita rasa maupun gizi dari
bahan makanan tersebut mengingat karakteristik cuka yang bersifat asam.
C. CHITOSAN
Kitosan memperoleh perizinan digunakan dalam pengan sesuai dengan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk. 00.05.52.6581 Tentang Penggunaan Kitosan Dalam Prosuk Pangan. Kitosan
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam prosuk pangan, namun tidak
digolongkan dalam bahan tambahan pangan pengawet dalam produk makanan.
Dibandingkan dengan penggunaan formalin dan pengawet lain sebagai
bahan tambahanan pangan. Berikut dosis penggunaan chitosan dan daya awet
produk makanan pada tabel di bawah ini​ ​[6].

Tabel 1. ​Dosis pemakaian chitosan dan daya awet produk makanan

Nama Dosis Daya awet produk


Produk
Tahu Setiap 10 kg kedelai, susu yang dihasilkan 24 jam
ditambah chitosan sebanyak 3-6 sendok
maka. Air rendaman tahu tiap 100 L
ditambah 1 L chitosan

Bakso Setiap adonan bakso 4-5 kg ditambah 36-48 jam


chitosan sebanyak 3 sendok makan. Setiap
50 L air rebusan bakso ditambah chitosan
sebanyak 50 mL, air rebusan langsung
dijadikan sebagai kuah

Mie basah Setiap sak 25 kg tepung ditambah chitosan 36 jam


sebanyak 3 sendok makan. Air rebusan mi
50 L ditambahkan chitosan sebanyak 50
mL. Minyak yang digunakan untuk
melumuri mi setiap 1-2 L ditambah
chitosan sebanyak 1 sendok makan

Ikan asin Setiap 1 L chitosan dilarutkan dalam 100 L 8 minggu


air rendaman

D. BAWANG PUTIH
Tidak ada peraturan secara khusus tentang penggunaan bawang putih sebagai
pengawet alami, hanya saja perlu diperhatikan penggunaan bawang putih sebagai pengawet
alami tidak boleh berlebihan.

PENGAWET SINTETIS
A. ​ASAM SORBAT DAN GARAMNYA
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2013 menyebutkan ada 10 jenis bahan tambahan pangan pengawet
yang diizinkan satu diantaranya adalah asam sorbat dan garamnya [2]. Dalam
lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pengawet bahwa batas maksimum penggunaan pengawet asam sorbat dan
garamnya berdasarkan ADI adalah 0 – 25 mg/kg berat badan [14].
B. ASAM BENZOAT DAN GARAMNYA
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2013 menyebutkan ada 10 jenis bahan tambahan pangan pengawet
yang diizinkan satu diantaranya adalah asam benzoat dan garamnya [14]. Dalam
lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pengawet bahwa batas maksimum penggunaan pengawet asam sorbat dan
garamnya berdasarkan ADI adalah 0 – 5 mg/kg berat badan [14].
C. ETIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Pengaturan tentang Etil p-hidroksibenzoat mengenai batas penggunaan pada
makanan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet [22], sebagai berikut:
ADI: 0-10 mg/kg berat badan
Tabel 6. Dosis pemakaian etil para-hidroksibenzoat

No. Kategori Pangan Kategori Pangan Batas Maks (mg/kg)

● 04.1.2.5 ● Jem, Jeli dan Marmalad ● 1000

D. METIL PARA-HIDROKSIBENZOAT

Pengaturan tentang Metil p-hidroksibenzoat mengenai batas penggunaan


pada makanan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet [22], sebagai berikut:

INS. 218
ADI: 0-10 mg/kg berat badan
Sinonim: Methyl p-hydroxybenzoate; methyl ester of phydroxybenzoic acid
Fungsi lain: -

Tabel 7​. Dosis penggunaan metil para-hidroksibenzoat

No. Kategori
Pangan Kategori Pangan Batas Maks
(mg/kg)
04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan 250
garam

04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000

06.4.1 Pasta dan mie mentah serta produk 500


sejenisnya

06.4.3 Pasta dan mie pra-masak serta produk 250


sejenisnya

12.2.2 Bumbu dan kondimen 600

12.6.2 Saus non-emulsi (misalnya saus tomat, 1000


saus keju, saus krim, gravi coklat)

12.6.4 Saus bening (misalnya kecap ikan) 1000

12.9.2.1 Saus kedelai fermentasi 600

12.9.2.2 Saus kedelai non-fermentasi 600

12.9.2.3 Saus kedelai lainnya 250

12.10 Protein produk 600

14.1.2.1 Sari buah 1000

14.1.2.2 Sari sayur 1000


14.1.5 Kopi, kopi substitusi, teh, seduhan herbal, 450
dan minuman biji-bijian dan sereal panas,
kecuali coklat (untuk
produk-produk
cair siap minum)

E. NISIN

Diatur dalam BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Republik


Indonesia nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pengawet.

Mengkonsumsi nisin harus dalam jumlah tertentu, tidak melebihi dosis yang
dipersyaratkan, sesuai jenis produk pangan yang ditambah. Batas penggunaan nisin
yang ditetapkan oleh setiap negara pasti berbeda-beda, misalnya JECFA (The Joint
ExpertCommittee on Food Additives) di AS merekomendasikan batas penggunaan
nisin adalah 60 mg nisin murni per 70 kg bobot badan/hari. Contoh penggunaan
nisin bersamaan dengan bahan pengawet lainnya umumnya bersifat sinergis dan
menghasilkan daya awet yang lebih lama.Misalnya pada daging lobster,
penambahan nisin maksimal sebesar 25 mg/kg serta dalam keju olahan maksimal
12,5 mg/kg.

F. SULFIT

Diatur dalam BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Republik


Indonesia nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pengawet.Mengkonsumsi sulfit harus dalam jumlah tertentu, tidak
melebihi dosis yang dipersyaratkan, sesuai jenis produk pangan yang ditambah.
Takaran jumlah sulfit seperti pada potongan kentang goreng beku maksimal 50
mg/kg, pada udang beku maksimal 100 mg/kg (bahan mentah) dan 30 mg/kg
(bahan masak), serta pada pekatan sari nanas maksimal 500 mg/kg.

G. NITRAT

Pengaturan tentang Natrium Nitrat mengenai batas penggunaan pada


makanan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet [22], sebagai berikut:
ADI : 0– 3,7 mg/kg berat badan

Tabel 8​. Dosis penggunaan nitrat

No. Kategori Pangan Kategori Pangan Batas Maks


(mg/kg)

01.6 Keju dan keju analog 50

08.2 Produk olahan daging, daging 50


unggas dan daging hewan buruan
dalam bentuk utuh atau potongan

08.3 Produk-produk olahan daging, 50


daging unggas dan daging hewan
buruan yang dihaluskan

H. NITRIT

Pengaturan tentang Natrium Nitrit mengenai batas penggunaan pada


makanan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet [22]sebagai berikut:
INS. 250
ADI : 0– 0,06 mg/kg berat badan
Sinonim: -
Fungsi lain: -

Tabel 9.​ Dosis penggunaan nitrit

No. Kategori Kategori Pangan Batas Maks (mg/kg)


Pangan
01.6 Keju dan keju analog 20

08.2 Produk olahan daging, daging unggas dan 30


daging hewan buruan, dalam bentuk utuh atau
potongan

08.3 Pasta dan mie mentah serta produk sejenisnya 30

I. ASAM PROPIONAT
Penggunaan asam propionat akan menimbulkan efek negatif bagi tubuh jika
digunakan secara berlebih, sehingga perlu adanya batas kadar asam propionat yang
akan digunakan. Di Indonesia, asam propionat digunakan dalam pengawetan
berbagai produk makanan seperti tepung, roti, keju dan minuman seperti susu, jam,
marmalade, jeli, produk berbasis buah, serta saus yang terelmusi yakni mayonis.
Berikut batas maksimim penggunaan asam propionat dalam berbagai produk
makanan pada Tabel berikut ini

Tabel 10.​ Batas maksimum penggunaan asam propionat dalam berbagai


produk makanan

Kategori Pangan Batas Maksimum


(mg/kg) dihitung
sebagai asam
Minuman berbasis susu berperisa dan 2500
berfermentasi misalnya susu coklat, eggnog,
yogurt, whey

Keju olahan 2000

Emulsi yang mengandung lemak kurang dari 2000


80%

Jam, jelly, marmalade 1000

Produk oles berbahan buah (chutney) tidak 2000


termasuk pada kategori jam, jelly, marmalade
Produk bakeri 2000

Saus teremuldi (misalnya mayonise, salad 2000


dressing)

Sari buah dan sari sayuran 2000

PENGAWET TERLARANG
A. FORMALIN
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1168/Menkes/Per/X/1999
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan tambahan
makanan yang dilarang digunakan adalah Asam Borat (Boric Acid) dan
senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt),
Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat
(Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang
dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin
(Formaldehyde), Kalium Bromat (Potassium Bromate).
Landasan hukum yang digunakan dalam pengaturan formalin yaitu:
a) UU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
b) UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
c) UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
d) Permenkes Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan
e) SK Memperindag Nomor 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran
Bahan Berbahaya [41]
B. BORAKS
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1168/MenKes/Per/X/1999
menyebutkan ada 10 bahan yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang
penggunaannya dalam makanan diantaranya adalah asam borat dan senyawanya
serta formalin atau formaldehid [41] .

F. Langkah/Pola Konsumsi Bijak


PENGAWET ALAMI

A. GARAM

Perlu menjaga pola makan yang baik. mengkonsumsi makanan yang tidak
mengandung garam berlebih. Mengurangi kadar garam tinggi. Berolahraga dan
istirahat yang cukup.

B. CUKA

Langkah bijak dalam untuk penggunaan cuka sebagai bahan pengawet


tentu saja dengan tetap memperhatikan keamanan saat penggunaannya, gunakan
secukupnya dan jangan melebih-lebihkan penggunaan dengan maksud tertentu yang
dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.

C. CHITOSAN

Penggunaan makanan dengan tambahan pengawet chitosan dianjurkan


menggunakan dosis aman yaitu pada kisaran 135 gram 3 kali sehari. Pemberian dosis
sebaiknya diawali dengan dosis yang lebih rendah, kemudian disesuaikan secara
bertahap agar tubuh mampu beradaptasi dengan chitosan.

Tidak disarankan penggunaan chitosanpada ibu hamil atau sedang menyusia,


karena akan memberikan efek anti-toksin yang lebih kuat dan mengganggu kesehatan
janin serta merusak komposisi dari ASI. Selain itu chitosan juga akan mengganggu
kesehatan bayi, oleh karenaya tidak disarankan untuk mengonsumsi chitosan pada
anak di bawah usia 12 tahun.

D. BAWANG PUTIH
Langkah bijak dalam untuk penggunaan bawang putih sebagai bahan
pengawet tentu saja dengan tetap memperhatikan keamanan saat penggunaannya,
gunakan secukupnya dan jangan melebih-lebihkan penggunaan dengan maksud
tertentu yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.

PENGAWET SINTETIS

A. ASAM SORBAT DAN GARAMNYA

Dalam lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet bahwa batas maksimum penggunaan pengawet
asam sorbat dan garamnya adalah [14].

Tabel 3. ​Dosis pemakaian asam sorbat dan garamnya


No. Kategori Pangan Batas
Kateg
ori Maksimum
Panga
(mg/kg)
n
dihitung sebagai
asam sorbat

01.1.1 Susu dan ​buttermilk ​(​plain​) 1000

01.2.2 Susu yang digumpalkan dengan 1000


enzim renin (​plain)​

01.3.2 Krimer minuman (bukan susu) 200

01.6.4 Keju olahan 3000

01.7 Makanan pencuci mulut berbahan 1000


dasar susu (misalnya puding,
yoghurt berperisa atau yoghurt
dengan buah)

02.2.1 Margarin dan produk sejenis 1000


.2
02.2.1 Campuran margarin dan mentega 1000
.3 (​blends of butter and margarine)​

02.2.2 Emulsi yang mengandung lemak 2000


kurang dari 80%

02.3 Emulsi lemak tipe emulsi minyak 1000


dalam air, termasuk produk
campuran emulsi lemak dengan
atau berperisa

02.4 Makanan pencuci mulut berbasis 1000


lemak tidak termasuk makanan
pencuci mulut berbasis susu dari
kategori 01.7

03.0 Es untuk dimakan (​edible ice)​ , 500


termasuk ​sherbet ​dan sorbet

B. ASAM BENZOAT DAN GARAMNYA

Batas penggunaan bahan tambahan pangan dibatasi dengan nilai ADI


(Acceptable Daily Intake), yaitu batasan maksimal penggunaannya dalam sehari.
Nilai ADI bahan pengawet asam benzoat adalah sebesar 5 mg/kg BB. Berat badan
penduduk Indonesia rata-rata 60 kg. Jadi batasan maksimal konsumsi asam benzoat
sebesar 300 mg/hari [15].

Dalam lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet bahwa batas maksimum penggunaan pengawet
asam benzoat dan garamnya adalah [14]:

Tabel 5.​ Dosis pemakaian asam benzoate dan garamnya


No. Kategori Pangan Batas
Kateg
ori Maksimum
Panga
(mg/kg)
n
dihitung
sebagai
asam benzoat

01.7 Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu 200


(misalnya puding, yoghurt berperisa atau
yoghurt dengan buah)

02.2.1 Margarin dan produk sejenis 1000


.2

02.2.1 Campuran margarin dan mentega (​blends of 1000


.3 butter and margarine)​

02.2.2 Emulsi yang mengandung lemak kurang dari 1000


80%

02.3 Emulsi lemak tipe emulsi minyak dalam air, 1000


termasuk produk campuran emulsi lemak
dengan atau berperisa

02.4 Makanan pencuci mulut berbasis lemak tidak 1000


termasuk makanan pencuci mulut berbasis
susu dari kategori 01.7

04.1.2 Jem, jeli dan marmalad 200


.5

04.1.2 Bahan baku berbasis buah, meliputi bubur 1000


.8 buah, pure, ​topping ​buah dan santan kelapa

04.1.2 Makanan pencuci mulut (​dessert)​ berbasis 200


.9 buah termasuk makanan pencuci mulut
berbasis air berflavor buah
04.2.2 Pure dan produk oles sayur, kacang dan 500
.5 biji-bijian (misalnya selai kacang)

09.3.2 Ikan dan produk perikanan termasukmoluska, 1000


krustasea dan ekinodermata yang diolah
menjadi pikel dan atau direndam dalam
larutan garam

11.4 Gula dan sirup lainnya (misal xilosa, sirup 600


maple,​ gula hias). Termasuk semua jenis
sirup meja (misal sirup ​maple)​ , sirup untuk
hiasan produk bakeri dan es (sirup karamel,
sirup

beraroma) dan gula untuk hiasan kue


(contohnya kristal gula berwarna untuk
kukis)

C. ETIL PARA-HIDROKSIBENZOAT

Langkah bijak dari penggunaan senyawa ini yaitu dengan menaati Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet
Etil para-hidroksibenzoat tentang kegunaan pada makanan serta dosis yang tepat,
hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan serta dapat terhindar dari
dampak negatif yang ditimbulkan jika menggunakan secara berlebihan. Dan juga
mulai melaksanakan pola hidup sehat dengan makan produk olahan sendiri
sehingga bebas dari paparan bahan pengawet yang berbahaya.

D. METIL PARA-HIDROKSIBENZOAT

Langkah bijak dari penggunaan senyawa ini yaitu dengan menaati Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet
Metil para-hidroksibenzoat tentang kegunaan pada makanan serta dosis yang tepat,
hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan serta dapat terhindar dari
dampak negatif yang ditimbulkan jika menggunakan secara berlebihan.Jangan
terlalu sering mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung pengawet ini, dan
juga mulai melaksanakan pola hidup sehat dengan makan produk olahan sendiri
sehingga bebas dari paparan bahan pengawet yang berbahaya.

E. NISIN

Ketika berbelanja bahan makanan seperti ikan laut dan sejenisnya


dianjurkan membeli bahan makanan tersebut yang masih dalam keadaan segar di
pasar tradisional serta mengurangi untuk membeli bahan makanan tersebut berupa
kemasan pres ataupun kaleng di supermarket. Serta diusahakan untuk tidak terlalu
sering mengkonsumsi makanan frozen dan instan.

F. SULFIT

Ketika berbelanja bahan makanan dan sejenisnya dianjurkan membeli bahan


makanan tersebut yang masih dalam keadaan segar di pasar tradisional serta
mengurangi untuk membeli bahan makanan tersebut berupa kemasan pres ataupun
kaleng di supermarket. Serta diusahakan untuk tidak terlalu sering mengkonsumsi
makanan frozen dan instan. Dan menghindari makanan yang mengandung sulfit
alami, seperti minuman anggur, kismis dll. Sebagian orang dapat mengalami gejala
seperti perburukan asma setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang
mengandung sulfit sehingga jika terjadi hal tersebut dianjurkan untuk segera ke
dokter.

G. NITRAT

Dalam mengkonsumsi daging olahan harus dibatasi seperti sosis, kornet dan
bacon karena mengandung natrium nitrit yang cukup berbahaya bila terlalu banyak
dikonsumsi. Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan BPOM untuk lebih
menginformasikan kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan bahan tambahan
makanan ksususnya pengawet nitrat. Langkah bijak dari penggunaan senyawa ini
yaitu dengan menaati Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet Natrium Nitrat tentang kegunaan pada makanan
serta dosis yang tepat, hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan serta
dapat terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan jika menggunakan secara
berlebihan.Jangan terlalu sering mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung
pengawet ini, dan juga mulai melaksanakan pola hidup sehat dengan makan produk
olahan sendiri sehingga bebas dari paparan bahan pengawet yang berbahaya [22].

H. NITRIT
Langkah bijak dari penggunaan senyawa ini yaitu dengan menaati Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet
Natrium Nitrit tentang kegunaan pada makanan serta dosis yang tepat, hal ini
bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan serta dapat terhindar dari dampak
negatif yang ditimbulkan jika menggunakan secara berlebihan.Jangan terlalu sering
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung pengawet ini, dan juga mulai
melaksanakan pola hidup sehat dengan makan produk olahan sendiri sehingga
bebas dari paparan bahan pengawet yang berbahaya [22].

I. ASAM PROPIONAT

Penggunaan asam propionat dan garamnya harus sesuai dengan batas dosis
maksimum yang dianjurkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Penetapan
batas maksimum penggunaan bahan tambahan makanan pengawet tentunya didasari
oleh kajian ilmiah analisis. Pada analisis risiko yang telah dilakukan tentunya telah
mempertimbangkan kemungkinana terjadi paparan maksimum oleh manusia dan
dosis terendah penggunaan sehingga tidak dapat terjadi efek negatif terhadap
manusia atau No Observable Effects Level (NOEL).

Setiap produk makanan harus dicantumkan informasi secara benar, jelas,


dan jujur, sehingga konsumen dapat memilih makanan yang tepat sebelum
mengonsumsinya. Selain itu penggunaan Bahan Tambahan Pengawet (BTP) harus
diterapkan kepada importer dalam memasukkan pangan di Indonesia untuk
diperdagangkan. Tentunya aturan BTP untuk setiap negara berbeda.

PENGAWET TERLARANG

A. FORMALIN

Terdapat bahan alternatif pengganti formalin yang aman digunakan dan


mudah diperoleh yakni Kitosan. Kitosan merupakan produk dari turunan polimer
chitin, produk samping dari pengolahan ikan seperti udang dan rajungan. Proses
dalam proses pembuatan kitosan yaitu pengeringan bahan baku chitosan,
penggilingan, penyaringan, deproteinasi, pencucuian, deasilitisasi, pengeringan, dan
terbentuk produk akhir kitosan sebagai pengganti formalin pada makanan seperti
ayam, mie, dan tahu. Selain kitosan tersebut terdapat bahan pengawet alami yaitu
menggunakan bahan air kelapa murni yang difermentasikan menggunakan
fermentasi baik dan aman digunakan.
Bahan alami lain yaitu wortel sebagai antioksidan sehingga dapat
menghambat proses pengasaman, fermentasi atau penguraian makanan yang
disebabkan mikroorganisme sehingga cocok digunakan sebagai pengganti formalin.
Makanan seperti bakso yang dicampur dengan ekstrak wortel akan bertahan hingga
empat hari. Bakteri akan menyerang betakaroten wortel terlebih dahulu sehingga
dapat menghambat proses pembusukan dan makanan lebih tahan lama. Alternatif
lain dari pengganti formalin yaitu menggunakan limbah kol sebagai pengawet ikan.
Limbah kol difermentasi dengan mikroba baik hingga 18-24 jam pada suhu kamar.
Asam laktat yang terkandung pada limbah kol dapat membunuh mikroba yang
dapat membusukkan makanan seperti ikan [42].

Berdasarkan standar Eropa, formalin yang masuk dalam tubuh manusiatidak


boleh melebihi 660 ppm. Sedangkan berdasarkan Manitoba Federation of Labour
adanya formalin dalam tubuh manusiadengan konsentrasi 0,05-1,00 ppm adalah
batas tubuh menerima formalin, apabila konsentrasi formalin 50-100 ppm yang
masuk dalam tubuh maka akan mengakibatkan radang radang paru-paru,
pembengkakan, bahkan kematian[42].

B. BORAKS

Boraks selayaknya digunakan pada industri kaca dan kertas oleh karena itu
untuk menghindari dampak yang ditumbulkan dari boraks sebaiknya borak tidak
dikonsumsi.

G. Daftar Rujukan
a. Teks
[1] W. Cahyadi, “Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan,”
Bumi Aksara, Jakarta,​ 2008.
[2] T. Kresnawan, “ASUHAN GIZI PADA HIPERTENSI,” ​GIZI Indones.,​ 2014,
doi: 10.36457/gizindo.v34i2.110.
[3] N. H. Budak, E. Aykin, A. C. Seydim, A. K. Greene, and Z. B.
Guzel-Seydim, “Functional Properties of Vinegar,” ​J. Food Sci.​, 2014, doi:
10.1111/1750-3841.12434.
[4] J. P. Rauha ​et al.​, “Antimicrobial effects of Finnish plant extracts containing
flavonoids and other phenolic compounds,” ​Int. J. Food Microbiol.​, 2000,
doi: 10.1016/S0168-1605(00)00218-X.
[5] I. Y. Sengun and M. Karapinar, “Effectiveness of lemon juice, vinegar and
their mixture in the elimination of Salmonella typhimurium on carrots
(Daucus carota L.),” ​Int. J. Food Microbiol.,​ 2004, doi:
10.1016/j.ijfoodmicro.2004.04.010.
[6] L. Hardjito, “Chitosan Sebagai Bahan Pengawet Pengganti Formalin,” ​Rubr.
Teknol. Pangan,​ 2006.
[7] R. A. Wardaniati and S. Setyaningsih, “Pembuatan Chitosan Dari Kulit
Udang Dan Aplikasinya Untuk Pengawetan Bakso,” ​J. Colloid Interface Sci.,​
2010.
[8] N. Rokhati, “PENGARUH DERAJAT DEASETILASI KHITOSAN DARI
KULIT UDANG TERHADAP APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET
MAKANAN,” ​Reaktor,​ 2012, doi: 10.14710/reaktor.10.2.54-58.
[9] K. Wittriansyah, S. Soedihono, and D. Satriawan3, “Aplikasi Kitosan Emerita
sp. Sebagai Bahan Pengawet Alternatif pada Ikan Belanak (Mugil cephalus)
<br><i>[Chitosan Emerita sp. as a Preservative Alternative in Mugil
cephalus]<i>,” ​J. Ilm. Perikan. dan Kelaut.,​ 2019, doi:
10.20473/jipk.v11i1.12458.
[10] S. Gnavi, C. Barwig, T. Freier, K. Haastert-Talini, C. Grothe, and S. Geuna,
“The use of chitosan-based scaffolds to enhance regeneration in the nervous
system,” in ​International Review of Neurobiology,​ 2013.
[11] M. N. Moulia, R. Syarief, E. S. Iriani, and H. D. Kusumaningrum,
“Antimikroba Ekstrak Bawang Putih,” ​Antimikroba Ekstrak Bawang Putih
Antimicrob. Garlic Extr.,​ 2018.
[12] I. Puspitasari, “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (,” ​Skripsi​,
2008.
[13] D. Anggraeni and N. Nurlela, “EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI BAWANG
PUTIH (Allium sativum L) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA IKAN
LELE DUMBO (Clarias gariephinus) SEGAR,” ​Surya Med. J. Ilm. Ilmu
Keperawatan dan Ilmu Kesehat. Masy.​, 2019, doi: 10.32504/sm.v14i1.106.
[14] K. BPOM, “Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2013,” ​Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indones.,​ 2013, doi: 10.1016/j.jns.2018.02.002.
[15] W. I. Wati and A. Guntarti, “Penetapan Kadar Asam Benzoat Dalam
Beberapa Merk Dagang Minuman Ringan Secara Spektrofotometri
Ultraviolet,” ​Pharmaciana,​ vol. 2, no. 2, 2012, doi:
10.12928/pharmaciana.v2i2.661.
[16] H. Hayun, Y. Harahap, and C. N. Azizah, “PENETAPAN KADAR
SAKARIN, ASAM BENZOAT, ASAM SORBAT, KOFEINA, DAN
ASPARTAM DI DALAM BEBERAPA MINUMAN RINGAN BERSODA
SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI,” ​Maj. Ilmu
Kefarmasian​, 2004, doi: 10.7454/psr.v1i3.3377.
[17] B. PİRİNÇ and Ş. TÜRKOĞLU, “Etil Paraben ve Metil Parabenin
Caenorhabditis Elegans’ta Yumurta Verimi, Yaşama Yüzdesi ve Fiziksel
Büyüme Üzerine Olan Etkilerinin Araştırılması,” ​Cumhur. Sci. J.​, 2016, doi:
10.17776/csj.66838.
[18] Sciencelab, “Material Safety Data Sheet Glycerol Formal MSDS,” ​Mater. Saf.
Data Sheet Glycerol Form. MSDS,​ 2013.
[19] J. M. Jay and J. M. Jay, “History of Microorganisms in Food,” in ​Modern
Food Microbiology​, 1992.
[20] P. Hu ​et al.,​ “Effects of parabens on adipocyte differentiation,” ​Toxicol. Sci.,​
2013, doi: 10.1093/toxsci/kfs262.
[21] J. R. Byford, L. E. Shaw, M. G. B. Drew, G. S. Pope, M. J. Sauer, and P. D.
Darbre, “Oestrogenic activity of parabens in MCF7 human breast cancer
cells,” ​J. Steroid Biochem. Mol. Biol.,​ 2002, doi:
10.1016/S0960-0760(01)00174-1.
[22] Bpom, ​Badan pengawas obat dan makanan republik indonesia.​ 2013.
[23] P. M. Davidson, J. N. Sofos, and A. L. Branen, ​Antimicrobials in food, third
edition.​ 2005.
[24] N. . Saptarini, “Pengaruh Penambahan Pengawet (Nipagin, Nipasol, dan
Kalsium Propionat Terhadap Pertumbuhan Kapang Syncephalastrum
racemosum pada Dodol Susu,” ​J. Apl. Teknol. Pangan,​ 2007.
[25] P. W. Harvey and D. J. Everett, “Significance of the detection of esters of
p-hydroxybenzoic acid (parabens) in human breast tumours,” ​Journal of
Applied Toxicology.​ 2004, doi: 10.1002/jat.957.
[26] J. Shaw and D. deCatanzaro, “Estrogenicity of parabens revisited: Impact of
parabens on early pregnancy and an uterotrophic assay in mice,” ​Reprod.
Toxicol.​, 2009, doi: 10.1016/j.reprotox.2009.03.003.
[27] Y. N. Fawzya, “Biopreservative nisin: its application to fishery products,”
Squalen Bull. Mar. Fish. Postharvest Biotechnol.,​ 2010, doi:
10.15578/squalen.v5i3.50.
[28] R. Sari, L. Deslianri, and P. Apridamayanti, “Skrining Aktivitas Antibakteri
Bakteriosin dari Minuman Ce Hun Tiau,” ​Pharm. Sci. Res.,​ 2016, doi:
10.7454/psr.v3i2.3272.
[29] H. Vally, N. L. A. Misso, and V. Madan, “Clinical effects of sulphite
additives,” ​Clinical and Experimental Allergy​. 2009, doi:
10.1111/j.1365-2222.2009.03362.x.
[30] B. J. BROUGH, D. A. HABBOUSH, and D. H. KERRIDGE, “ChemInform
Abstract: EUTEKTISCHE LITHIUM-KALIUM- UND
NATRIUM-KALIUM-NITRAT-SCHMELZEN, STABILISIERUNG VON
MANGANAT(VI) UND MANGANAT(V),” ​Chem. Informationsd.​, 1973,
doi: 10.1002/chin.197303051.
[31] N. M. SOKOLOV and M. V. CHAJTINA, “ChemInform Abstract:
TERNAERE SYST. AUS NATRIUM-BUTYRAT, -THIOCYANAT UND
-NITRAT BZW. -NITRIT,” ​Chem. Informationsdienst. Org. Chemie,​ 1971,
doi: 10.1002/chin.197101037.
[32] L. Anggresani, “ANALISIS KANDUNGAN NATRIUM NITRIT PADA
DAGING SAPI MENTAH DI PASAR DAN SUPERMARKET KOTA
JAMBI,” ​CHEMPUBLISH J.​, 2018, doi: 10.22437/chp.v3i2.5726.
[33] “PENELITIAN TOKSISITAS AKUT NATRIUM NITRIT PADA HEWAN
UJI TIKUS,” ​Media Heal. Res. Dev.,​ 2012, doi: 10.22435/mpk.v10i2Jun.977.
[34] Stanojevic et al., “Profil Darah Tikus Putih Wistar pada Kondisi Subkronis
Pemberian Natrium Nitrit,” ​J. Sain Vererainer​, 2009.
[35] F. Chen, X. Feng, H. Xu, D. Zhang, and P. Ouyang, “Propionic acid
production in a plant fibrous-bed bioreactor with immobilized
Propionibacterium freudenreichii CCTCC M207015,” ​J. Biotechnol.,​ 2012,
doi: 10.1016/j.jbiotec.2012.08.025.
[36] “Scientific Opinion on the safety and efficacy of propionic acid, sodium
propionate, calcium propionate and ammonium propionate for all animal
species,” ​EFSA J.,​ 2011, doi: 10.2903/j.efsa.2011.2446.
[37] S. Al-Lahham ​et al.,​ “Propionic acid affects immune status and metabolism in
adipose tissue from overweight subjects,” ​Eur. J. Clin. Invest.​, 2012, doi:
10.1111/j.1365-2362.2011.02590.x.
[38] S. Purawisastra and E. Sahara, “Penyerapan Formalin Oleh Beberapa Jenis
Makanan serta Penghilangannya Melalui Perendaman Dalam Air Panas,”
Pgm​, 2011.
[39] N. Amir and C. Mahdi, “EVALUATION OF THE USE OF HAZARDOUS
CHEMICALS FISHERY PRODUCT IN MAKASSAR CITY,” ​Fish Sci.,​
2018, doi: 10.20527/fs.v8i1.212.
[40] N. Y. Pratiwi, A. Durachim, D. Mahmud, and A. Gusnandjar,
“PERBANDINGAN FIKSASI MENGGUNAKAN GULA PASIR TEBU
DAN NEUTRAL BUFFER FORMALIN TERHADAP KEUTUHAN SEL,”
J. Ris. Kesehat. Poltekkes Depkes Bandung​, 2019, doi:
10.34011/juriskesbdg.v11i2.742.
[41] R. Ratnani, “Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan,” ​J.
Momentum UNWAHAS,​ 2009.
[42] A. Rosyidah, E. Purwanti, D. Hartanto, I. K. Murwani, D. Prasetyoko, and R.
Ediati, “PENATAAN PKL BEBAS BORAKS DAN FORMALIN MENUJU
PRODUK UNGGULAN SEHAT DAN HIGIENIS,” ​QARDHUL HASAN
MEDIA Pengabdi. Kpd. Masy.,​ 2017, doi: 10.30997/qh.v3i2.944.
[43] S. Sugiyatmi, “Faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks dan Pewarna
Pada Makanan Jajanan Tradisional Yang Dijual Di Pasar,” ​Tesis,​ 2006.
[44] 1994 Winarno, F.G; Rahayu, S.T, “Analisis Boraks Dalam Sampel Bakso
Sapi I, Ii, Iii, Iv,” ​J. Ilm. Mhs. Univ. Surabaya,​ 2013.
[45] J. A. Olson, “Absorption, transport, and metabolism of carotenoids in
humans,” ​Pure Appl. Chem.,​ 1994, doi: 10.1351/pac199466051011.
[46] U. S. Food and Drug Administration/Center for Biologics Evaluation and
Research, “Guidance for Industry. Q9 Quality Risk Management,” 2006.
[47] C. dan D. H. Suparinto, “Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta. Kanisius.
2006: Hal 13,” ​Bahan Tambah. Pangan. Yogyakarta. Kanisius. 2006 Hal 13,​
2013, doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
[48] “GENOTOXIC EFFECTS OF TWO COMMONLY USED FOOD
ADDITIVES OF BORIC ACID AND SUNSET YELLOW IN ROOT
MERISTEMS OF TRIGONELLA FOENUM-GRAECUM,” ​J. Environ.
Heal. Sci. Eng.​, 2011.
b. Gambar
http://agromuliajaya.blogspot.com/2012/12/fungsi-dan-mafaat-garam.html

http://bagaspetrok.blogspot.com/2013/05/cuka-sebagai-pengawet-makanan-alami.ht
ml

http://id.fengchengroup.org/

https://images.search.yahoo.com/

https://www.fengchengroup.com/

http://ezac4k3eep.blogspot.com/2013/10/cara-mudah-dan-sederhana-untuk.html

H. Lampiran ​(bisa berupa alamat URL)


I. Kelompok Book Chapter (Nama anggota kelompok)
ERIKA WINDYA PUTRI (170351616600)

FARAH FIDAROIN (170351616547)

FEBILIA DWI ANGGRAINI (170351616508)

GALUH RIZKY TITANIA (170351616574)

SANTI RAMADHANI PUTRI (170351616531)


E. Peraturan Penggunaan

1. PENGAWET ALAMI
A. GARAM
Diatur dalam BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Republik
Indonesia nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pengawet. Mengkonsumsi garam harus dalam jumlah tertentu, tidak
melebihi dosis yang dipersyaratkan, yaitu maksimal 5 gram (1 sendok teh) per hari.
B. CUKA
Tidak ada peraturan secara khusus tentang penggunaan cuka sebagai
pengawet alami, hanya saja perlu diperhatikan tentang konsentrasi dari cuka saat
akan digunakan pada bahan makanan agar tidak merusak cita rasa maupun gizi dari
bahan makanan tersebut mengingat karakteristik cuka yang bersifat asam.

C. CHITOSAN

Kitosan memperoleh perizinan digunakan dalam pengan sesuai dengan


Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk. 00.05.52.6581 Tentang Penggunaan Kitosan Dalam Prosuk Pangan. Kitosan
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam prosuk pangan, namun tidak
digolongkan dalam bahan tambahan pangan pengawet dalam produk makanan.
Dibandingkan dengan penggunaan formalin dan pengawet lain sebagai
bahan tambahanan pangan. Berikut dosis penggunaan chitosan dan daya awet
produk makanan pada tabel di bawah ini [6].
Tabel 1. ​Dosis pemakaian chitosan dan daya awet produk makanan

N Dosis Day
a a
m awe
a t
P pro
ro duk
d
u
k
T Setiap 10 kg kedelai, susu 24
a yang dihasilkan ditambah jam
h chitosan sebanyak 3-6
u sendok maka. Air
rendaman tahu tiap 100 L
ditambah 1 L chitosan

B Setiap adonan bakso 4-5 36-


a kg ditambah chitosan 48
k sebanyak 3 sendok makan. jam
s Setiap 50 L air rebusan
o bakso ditambah chitosan
sebanyak 50 mL, air
rebusan langsung
dijadikan sebagai kuah

M Setiap sak 25 kg tepung 36


i ditambah chitosan jam
b sebanyak 3 sendok makan.
as Air rebusan mi 50 L
a ditambahkan chitosan
h sebanyak 50 mL. Minyak
yang digunakan untuk
melumuri mi setiap 1-2 L
ditambah chitosan
sebanyak 1 sendok makan

Ik Setiap 1 L chitosan 8
a dilarutkan dalam 100 L air min
n rendaman ggu
as
in

D.
ZAT ADITIF: PENGUAT RASA

A. Ringkasan Materi
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan. Penyedap rasa adalah
gabungan dari perasaan dari semua perasaan yang terdapat pada mulut, termasuk ​mouth
feel. ​Suatu makanan mempunyai cita rasa yang bermacam-macam seperti rasa asin, rasa
pahit dan manis dengan aroma yang berciri khas. Tujuan penggunaan dari penyedap rasa
dalam makanan adalah merubah aroma hasil produksi, modifikasi, perlengkap atau
penguat aroma, mengurangi atau menghalangi aroma bahan makanan yang tidak disukai,
dan membentuk aroma baru. Jenis bahan penyedap menjadi 2 yaitu Penyedap alami dan
Penyedap sintesis. Penggolongan BTP di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, BTP yang diizinkan digunakan pada makanan
adalah : (1) pewarna, (2) pemanis buatan, (3) pengawet, (4) antioksidan, (5) antikempal,
(6) penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, (7) pengatur keasaman, (8) pemutih dan
pematang tepung, (9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10) pengeras dan (11)
sekuesteran (pengikat ion logam).
Reaksi metabolisme Monosodium glutamat dalam tubuh dimulai dari diproses
melalui sistem digestif, proses ini dimulai dari lidah dengan cara merangsang ​taste buds
yang memiliki sel epitel dengan ​taste reseptor cells (TRC) yang merupakan reseptor
pengecap, setelah lidah menerima rangsangan selanjutnya sinyal akan diteruskan ke otak.
Asam glutamat dibawa oleh reseptor ionotropik dan metabotropik, reseptor metabotropik,
dimana reseptor akan bergandengan dengan protein G dan memodulasi second messenger
dalam sel seperti inositol terifosfat, Ca dan nukleotid siklik, sedangakan reseptor inotropik
ini terdiri atas reseptor yang mempunyai hubungan langsung dengan saluran ion
membran. Reseptor ini terbagi dalam reseptor N-methyl-dasparte (NMDDA), reseptor
a-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionate (AMPA) dan kainat.reseptor ini
dapat ditemukan di sistem saraf pusat, mulu, paru-paru, sistem pencernaan dan otot.
L-glutamat berikatan dengan mGluR-4 (metabotropic glutamate reseptor).mGluR-4 akan
memutus senyawa ikatan L-glutamat, dan senyawa bebas tersebut akan dihantar ke otak
dan berikatan dengan reseptor glutamat di otak menghasilkan sensasi rasa ​umami.

Sebagian besar bahan penyedap alami tidak memiliki dampak negatif bagi tubuh.
Akan tetapi, untuk bahan penyedap sintesis yang dijual di pasaran seperti merk masako,
ajinomoto, royco, dan lain-lain apabila dikonsumsi melebihi kadar toleransi tubuh dan
dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia, misalnya
Chinese Restaurant Syndrome​, kerusakan otak, penyakit ginjal, obesitas yang diakibatkan
oleh mengkonsumsi MSG.

B. Deskripsi dan Klasifikasi


(Sumber: ​www.dream.co.id/​)

Penambahan bahan makanan sudah dikenal pada zaman dahulu hal ini terbukti
bahwa masyarakat mesir kuno menggunakan garam dan rempah-rempah sebagai
menggunakan mengawetkan pangan. Dalam undang-undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang pangan menyatakan bahwa pemerintah berkeajiwan untuk menjamin terwujudnya
keamanan pangan yang diantaranya melalui peraturan penggunaan bahan tambahan pangan
(BTP) demi menjaga pangan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat luas sehingga tetap
sehat dan higenis. Menurut peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 Bahan Tambahan
Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau
bentuk pangan atau produk makanan. [1]

Fungsi dari bahan tambahan pangan atau BTP antara lain:[2]


1. Sebagai bahan pengawet makanan dengan cara mencegah pertumbhan dan aktivitas
mikroba perusak makanan (menahan proses biokimia) atau mencegah terjadinya reaksi
kimia yang dapat menurunkan kualitas mutu makanan.
2. Dapat memproduksi makanan dalam skala yang besar / massal.
3. Menjadikan makanan lebih bagus dan menarik sehingga menambah dan merangsang
timbulnya selera makanan.
4. Meningkatkan kualitas makanan.
5. Menghemat biaya.

Penggunaan bahan makanan atau zat aditif pada makanan semakin besar, karena
dengan perkembangan zaman telah ditemukan adanya sintesis dari bahan kimia baru yang
lebih praktis., lebih murah dan lebih mudah diproleh. Secara umum zat aditif dapat
dikategorikan menjadi 2 yaitu:

1. Zat aditif sengaja merupakan zat sengaja ditambahkan yang berguna untuk
meningkatkan konsentrasi, citarasa, mengendalikan keasaman/kebasaan, dan
memantapkan dari segi bentuk maupun rupa.
2. Zat aditif tidak sengaja merupakan zat yang benar telah ditambahkan yang ada dalam
makanan meskipun jumlahnya sedikit sebagai proses dari pengolahan makanan[3].

Zat aditif makanan adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja
ditambahkan kedalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, atau
penyimpanan dan bukan bahan utama [4].

Menurut peraturan menteri kesehatan RI No. 722/Menkes/PER/XI/88 menganai


Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa, aroma dan penguat rasa merupakan menganai
Bahan Tambahan Pangan yang dapat memberikan, menambah, dan mempertegas aroma
dan rasa. Penyedap rasa adalah gabungan dari perasaan dari semua perasaan yang terdapat
pada mulut, termasuk ​mouth feel. S ​ uatu makanan mempunyai cita rasa yang
bermacam-macam seperti rasa asin, rasa pahit dan manis dengan aroma yang berciri khas.
Sedangkan mouth feel mempunyai arti sebagai perasaan kasar-licin, lunak-liat, dan
cair-kental. Penyedap rasa tidak hanya berupa suatu zat namun juga suatu komponen
tertentu yang memiliki karakteristik sifat yang khas.

Bahan dari penyedap rasa dalam penambahan bahan makanan memiliki fungsi
dapat memperbaiki, mempunyai nilai jual dan dapat diterima dimasyarakat juga
memberikan ketertarikan pada makanan. Sifat utama dari penyedap rasa adalah
memberikan ciri khusus suatu pangan, misalnya ​flavor jeruk manis, jeruk nipis, lemon, dan
sebagainya.

Bahan penyedap rasa ada yang berasal dari bahan alami dan buatan. Bahan alami
dapat diperoleh dari bumbu, herbal, ekstrak tanaman atau hewan, dan daun minyak esensial
dan untuk bahan sintesis pada sekarang dibuat agar memiliki rasa yang sama pada bahan
alami misalnya aroma kopi dibuat dari senyawa aromatis alfa furfural merkaptan 10%, evil
vanillin 3% dan pelarut 87 %, untuk aroma bawang putih dibuat dengan dialin trisulfida.
Bahan penyedap digunakan pada makanan dikategorikan berdasrkan 3 macam yaitu cair,
bubuk dan pasta.

Tujuan penggunaan dari penyedap rasa dalam makanan adalah sebagai berikut:
1. Merubah aroma hasil produksi dengan menambahakan aroma tertentu selama
pengolahan berlangsung seperti keju atau yoghurt.
2. Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma, misalnya pengolahan sup ayam, aroma
margarin pada pembuatan margarin.
3. Mengurangi atau menghalangi aroma bahan makanan yang tidak disukai misalnya bau
langu pada pembuatan kedelai.
4. Membentuk aroma baru atau menetralkan jika terdapat komponen dalam bahan
makanan, misalnya penambahan krim yang terdapat pada kopi mengakibatkan aroma
spesifik juga menghilangkan rasa pahit berlebih, penambahan vanillin akan memberikan
rasa manis dan memperkuat aroma pada makanan.

Menurut Cahyadi (2008) membagi Jenis bahan penyedap menjadi 2 yaitu[5]:

1.​ ​Penyedap alami


a)​ ​Bumbu, Herba dan Daun
Bahan penyedap pertama kali digunakan berupa bumbu selain selain sebagai
penyedap juga berfungsi sebagai pengawet seperti pengolahan pada daging. Contoh
penggunaan bahan penyedap alami berupa bumbu antara lain merica, kayu manis, pala,
jahe, dan cengkih. Herba dan daun selain digunakan sebagai pewarna dan obat. Bahan yang
digunakan dalam bentuk segar maupun kering, misalnya sereh, daun pandan, daun salam,
dll

Gambar 1.2 Penyedap alami

(Sumber: ​www.yukepo.com​)

Bumbu dan herba cocok digunakan dalam bentuk ekstraknya seperti minyak
esensial dan oleoresin. Penggunaan yang terlalu banyak dapat mempengaruhi kualitas dari
makanannya yang diolah. Penggunaan yang sesaui yaitu 0.5 % dari jumlah keseluruhannya
karena dalam keadaan mentah bersifat tidak larut dan akan memberikan warna selain itu
juga memperkuat tekstur, memberikan senyawa antioksidan. Cara penyimpanan bahan
tersebut sangat berpengaruh terhadap cita rasa makanan yang dibuat jika disimpan dalam
keadaan mentah maka aroma yang ditimbulkan akan berbeda hal tersebut pengaruh oleh
bau lingkungan sekitarnya. Dalam keadaan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan
terkontaminasinya oleh bakteri dan jamur.

b) Minyak esensial dan turunannya


Minyak esensial dapat diartikan sebagai zat aromatic yang berupa minyak cair,
padat atau setengah padat yang terdapat pada tanaman. Sifat dari minyak esensial ini dapat
larut dalam alkohol dan ester dan sedikit larut dalam air juga dapat menguap. Minyak
esensial dapat diperoleh dari bagian-bagian tanaman mulai dari bunga, tunas dan biji. Cara
penyimpanan dari bahan ini dimasukkan dalam botol kaca yang berwarna gelap hal ini
berfungsi untuk menghindari bahan oksidasi dan ditutup rapat untuk menghindari dari
menguap juga suhu sangat diperhatikan agar dapat bertahan lama. Contoh dari minyak
esensial berupa minyak buah limau.

Gambar 1.3 Minyak Esensial Buah Limau


Sumber: www.Shopee.co.id

c) Oleoresin

Oleoresin dihasilkan dari proses perkolasi zat pelarut yang sifatnya mengaup dari
bahan-bahan herba yang sudah digiling. Sifatnya yang dihasilkan dari proses pembuatan
bahan Oleoresin sangat berbeda dari bahan penyusunnya. Karakteristik dari oleoresin yaitu
mempunai titik didih yang tinggi dan bersifat tidak menguap atau nonvolatile. Oleoresin
dapat berupa cairan kental terkadang juga berwarna. Pemakaian dari oleoresin dalam
takaran untuk digunakan bahan makanan sebesar 1/5 samapi 1/20 dari total keseluruhan
bahan yang digunakan berupa bumbu kering. Manfaat dari bahan oleoresin dalam
penambahan makanan adalah:

1) Aroma atau bau yang dihasilkan dari makananan lebih beragam.

2) Bersifat lebih stabil.

3) Penyimpanan yang praktis tidak memerlukan ruang yang besar.

4) Terhindar dari kontaminasi mikroba.


d) Isolat penyedap

Untuk memproleh bahan isolate yang digunakan untuk penyedap alami dilakukan
dengan mengisolasi bahan-bahan yang terdapat dalam makanan, dengan cara memisahkan
masing-masing bahan tersebut tertama zat penyedap. Isolate mampu menghasilkan aroma
yang lebih baik hal ini terjadi dalam proses pembuatannya diproleh dengan cara destilasi,
kristalisasi dan ekstraksi dari bagian minyak esensial tanaman.

Gambar 1.4 Oleoresin


Sumber: www.Indonesian.alibaba.com

e) Penyedap sari buah

Sebagian besar kandungan dari sari buah adalah air., memiliki aroma yang asam
bahan dari sari buah berupa bahan padat seperti gula,pektin dan mineral. Oleh karena itu
sari buah kurang efektif jika dibandingkan dengan penydedap dengan bahan lainnya.

Gambar 1.5 Contoh Penyedap Sari Buah

f) Ekstrak tanaman atau hewan


Penyedap alami juga diperoleh dari hasil ekstrak dari tanaman dan hewan,
contohnya ekstrak kopi, cokelat, vanili dan sebagainnya. Dalam penggunaannya dalam
makanan harus mempunyai kandungan bahan yang terekstrak sebesar 10-20 gram per 100
ml larutan.

Gambar 1.6 Ekstrak Vanili


Sumber: www.tokopedia.com

2. ​ ​Penyedap Sintesis
Penyedap sintesis atau buatan adalah komponen atauzat yang dibuat untuk
menyerupai dari bahan penyedap alami. Penyedap sintesis dibuat dari gabungan dari
pendap alami ataupun dengan cara buatan sendiri. Komponen dari penyedap sintesis dapat
digolongan menjadi 4 golongan yaitu:
1. Komponen berasal dari bahan alami yang berada dalam tanaman misalnya minyak
cengkih, minyak kayu manis, dan minyak jeruk.
2. Zat yang diproduksi dari prose isolasi dari bahan penyedap alami, misalnya
benzaldehid dari minyak pahit almond, sinamat aldehid dari minyak cassia, eugenol
dari cengkih, sitrat dari buah limau dan sebagainnya.
3. Zat yang dibuat dengan sintesis namun masih menyerupai dengan zat yang terdapat
secara alami.
4. Zat-zat yang terdapat secara alami misalnya etil glisidat(aldehid C-16).
Beberapa dari komponen penyedap sintesis berfungsi sebagai penguat aroma pada
penyedap alami. Misalnya asetaldehida sebagai penguat aroma jeruk, dari penggunaan
bahan sintesis mempunyai aroma yang khas misalnya penggunaan etil butirat sebagai
aroma anggur. Dalam penggunaan bahan penyedap sintesis harus mempunyai
keseimbangan dengan aromanya, yaitu antara senyawa aromatic dengan bahan pelarutnya.
Dengan demikian bahan yang ada didalam pelarut tidak menimbulkan aroma baru ketika
dicampurkan selain itu waktu penyimpanan tidak mengalami perubahan aroma.
Gambar 2.1 Penyedap sintesis
www.shopee.co.id

Penyedap sintesis juga memberikan aroma buah dihasilkan oleh senyawa eter.
Untuk mendapatkan aroma yang khas yang menyerupai aroma alami bahan sintesis
dicampurkan dengan konsentrasi yang berbeda dengan takaran yang bervariasi antara 1-10
ppm. Selain memberikan aroma buah namun juga beberapa senyawa sintesis tidak dapat
menimbulkan aroma. Senyawa sintesis juga dapat memberikan rasa enak karena
didalamnya terdapat ​Flavor potentiator,​ selain memberi enak juga menekan rasa kurang
enak pada makanan, misalnya penambahan dari senyawa L-asam glutamate pada daging
sehingga menimbulkan cita rasa yang berbeda. Asam glutamate secara alami terdapat pada
makanan yang mempunyai protein tinggi misalnya gandum, kedelai, jagung dan lain-lain.
Proses pemisahan dari asam glutamate dilakukan dengan cara hidrolisis menggunakan
asam klorida sampai pH 3,2 kemudian menambahkan natrium hidroksida hingga hasil
akhirnya berupa monosodium glutamate(MSG). Fungsi MSG pada penambahan makanan
yaitu:[6].
1. Memperkuat cita rasa pada makanan.
2. Membuat jumlah intensitas rasa pada makanan.
3. Mempertinggi karakteristik rasa tertentu pada makanan dalam hal kontinuitas,
pengaruh yang kuat, kelembutan, dan kekentalan.
4. Mempertinggi rasa yang khas pada makanan terutama pada daging( sapid an ayam )
5. Mempunyai efek rasa yang sama pada air kaldu daging.
6. Menambah kelezatan pada makanan.

Ester

Alkil alkanoat atau ester adalah sebuah asam karboksilat mengandung gugus
COOH dan pada sebuah ester hidrogen pada gugus ini digantikan dengan sebuah gugus
hidrokarbon dari berbagai jenis. Gugus ini bisa berupa gugus alkil seperti metil atau etil,
atau gugus yang mengandung sebuah cincin benzen seperti fenil. Ester dapat terhidolisis
dengan pengaruh asam membentuk alkohol dan asam karboksilat. Reaksi hidrolisis tersebut
merupakan kebalikan dari pengesteran. Disini senyawa karbon mengikat gugus fungsi
–COOR adalah alkil alkanoat. Ester diturunkan dari alkohol dan asam karboksilat. Untuk
ester turunan dari asam karboksilat paling sederhana, nama-nama tradisional digunakan,
seperti format, asetat, dan propionat.

Sifat-sifat ester diantaranya yaitu:

a) ​Ester dengan sepuluh karbon atau kurang berupa cairan yang mudah menguap dan
baunya enak seperti buah-buahan.

b)​ ​Pada umumnya mempunyai bau yang harum menyerupai bau buah-buahan

c)​ ​Senyawa ester pada umumnya sedikit larut dalam air.

d)​ ​Ester lebih mudah menguap dibandingkan dengan asam atau alkohol pembentuknya.

e)​ E
​ ster merupakan senyawa karbon yang netral

f)​ E
​ ster dapat mengalami reaksi hidrolisis

g)​ M
​ olekul ester bersifat polar.

h) ​Titik didih ester terletak antara keton dan eter dengan massa molekul relatif yang hampir
sama.

i)​ Ester dengan massa molekul relatif rendah larut dalam air.

Ester dari asam karboksilat suku rendah dengan alkohol suku rendah akan
membentuk ester dengan 10 atau kurang atom C. Ester merupakan suatu kelompok
senyawa yang umumnya berbau harum. Oleh sebab itu ester banyak digunakan sebagai
esense, yaitu zat aditif yang memberikan rasa segar buah-buahan. Esense sering
ditambahkan pada sirup, puding atau makanan/minuman yang lain. Ester ini pada suhu
kamar akan berbentuk zat cair yang mudah menguap dan memiliki aroma khas yang
harum. Karena banyak ditemukan di buah-buahan atau bunga, ester jenis ini disebut
sebagai ester buah-buahan. Contohnya adalah:

1. Etil format beraroma rum


2. Amil asetat beraroma pisang
3. Etil butirat beraroma nanas
4. Metil salisilat beraroma sarsaparila
5. Propil asetat beraroma pir
6. n-Oktil asetat beraroma jeruk manis
7. Metil butirat beraroma apel
8. Amil butirat beraroma aprikot
9. Geranil butirat beraroma ceri.

Ester merupakan zat aditif sintesis atau zat aditif buatan. Zat aditif sintesis
cenderung memberikan efek samping dalam penggunaannya. Tujuan orang menggunakan
esense untuk meningkatkan selera kaman/minum. Ketika ester masuk ke tubuh, akan
mengalami hidrolisis membentuk asam karboksilat dan alkohol. Jika penggunaan esense
tidak banyak, berarti alkohol yang sangat sedikit dan tersebar, tak masalah. Dalam
pencernaan juga segera teroksidasi.

Ethil Vanilin

Vanillin merupakan suatu aldehida fenolat, senyawa organik dengan rumus molekul
C8H8O3. Gugus fungsionalnya meliputi aldehida, eter, dan fenol. Senyawa ini merupakan
komponen utama dari ekstrak biji vanilla. Ia juga dijumpai dalam biji kopi gongseng atau
dipanggang dan pinus merah China. Vanillin sintetik, selain dari ekstrak vanilla alami,
terkadang digunakan sebagai bahan penguat-rasa dalam makanan, minuman dan produk
farmasi.

Vanillin serta etilvanillin digunakan oleh industri makanan. Etil ini lebih mahal
tetapi mempunyai cita rasa lebih kuat. Ia berbeda dari vanillin yang mempunyai satu gugus
etoksi (–O–CH2CH3) selain dari gugus metoksi (–O–CH3).

“Ekstrak vanilla” alami merupakan campuran dari beberapa ratus senyawa yang
berbeda sebagai tambahan untuk vanillin. Cita-rasa vanilla tiruan adalah suatu larutan
vanillin murni, biasanya berasal dari sintetik. Disebabkan kelangkaan dan mahal-nya
ekstrak vanilla alami, maka telah lama tertarik untuk membuat yang sintetik dari komponen
yang dominan ini. Sintesis vanilla komersial pertama dimulai dengan yang lebih mudah
tersedia dari senyawa alam, yaitu eugenol. Kini, vanillin tiruan terbuat baik dari guaiacol
atau dari lignin, konstituen kayu yang merupakan hasil-samping dari industri bubur kayu
(pulp).

Cita-rasa vanilla tiruan berbasis-lignin diakui memiliki profil yang lebih kaya
cita-rasa dibandingkan cita-rasa berbasis-minyak, perbedaannya adalah sehubungan dengan
adanya asetovanillon dalam produk yang berasal dari lignin, suatu pengotor yang tidak
dijumpai dalam vanillin yang disintesis dari guaiacol. Penggunaan terbesar vanillin ialah
sebagai bahan penambah cita-rasa, biasanya dalam makanan-makanan manis. Industri
Es-krim dan cokelat bersama-sama 75% meliputi pasarnya untuk vanillin sebagai bahan
cita-rasa, dengan jumlah yang lebih sedikit digunakan dalam konfeksi gula-gula dan kue
kering.

Tabel 1. Senyawa penyusun aroma sintesis buah apel dan kopi[5]

Aroma Senyawa Formula Konsentrasi


aromatic (%)

Apel Geraniol Granil valerat 10


asetaldehid
Geranil n-butirat 8

Geranil propionate 8

Linalil format 10

Iso amil valerat 15

Vanili 8

Alyl kaprila 6

Geranil aldehid 5

Asetaldehid 6.5

Metil 8
siklopentonolon
2
Valerat
13.5
Alfametil
furilakroelin 3

Iso amil butirat

Kopi Alfa furfural Alfa furfural 10


merkaptan
merkaptan 3
Etil vanillin
87
Pelarut

C. Efek dan Mekanisme

Monosodium Glutamate (MSG) atau yang biasa kita kenal dengan penyedap rasa
memiliki rasa yang unik yang dapat membuat rasa makanan yang kita campurkan dengan
MSG menjadi lezat, namun banyak dari kita yang belum tau proses atau efek dari MSG
hingga dapat menyebabkan rasa lezat pada lidah. Glutamat merupakan reseptor sinaptik
yang terletak pada membran sel neuron yang memainkan peran sentral dalam eksitotoksitas
dan terlibat dalam beberapa penyakit neurologis. Eksitotoksitas merupakan proses stimulasi
berlebih dari reseptor glutamat yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dan degenerasi
saraf. Proses ini dilakukan oleh eksitotoksin yang merupakan asam amino seperti glutamat,
aspartat dan sistein yang bila diterapkan pada neuron akan menyebabkan mereka menjadi
terlalu terstimulasi dan mati. Dikarenakan hal ini banyak dari orang awam atau orang tua
yang mengatakan “jangan banyak makan micin nanti bodoh” dari kata-kata yang sering
kita dengar ini cukup logis karena MSG dapat menyebabkan neuron pada otak kita mati.

Monosodium glutamat mengandung asam D-glutamat, pyroglutamic asam dan


berbagai kontaminan lainnya selain asam L-glutamat[7]. Setiap asam amio kecuali glisin
dapat terjadi dalam dua isomer bentuk, karena kemungkinan membentuk dua yang
enansiomer yang berbeda disekitar atom krbon pusat.Hanya asam L-amino yang diproduksi
didalam sel dan dimasukkan kedalam protein.Beberapa asam D-amino ditemukan
didinding sel bakteri, tetapi tidak dalam protein bakteri. Glutamant enansiomer D- dan L-
memiliki sifat meningkatkan rasa [8].

Gambar 3.1 L-glutamat dan D-glutamat


Sumber: ​Airaodion (2019)

D-glutamat tidak seperti asam D-amino lainnya, D-glutamat tidak dioksidasi oleh D-asam
amino oksidase, oleh karena itu tidak tersedia jalur detoksifikasi untuk menangani
D-glutamat. Asam pyroglutamic (PCA) juga dikenal sebagai 5-oxoproine, asam pidolic ,
atau piroglutamat. Metabolisme dalam siklus glutathione yang dikonversi menjadi glutamat
oleh 5-oxoprolinease.Pyroglutamate ditemukan dalam banyak protein termasuk
bacteriorhodopsin. Pyroglutamate adalah senyawa heterosiklik dan hadir dalam plasma
beberapa spesies termasuk manusia namun, suntikan otak lokal sangat tinggi konsentrasi
pyroglutamate menginduksi lesi neurotoksik yang tampaknya seperti yang diproduksi oleh
asam kianat [9].

Gambar 3.2 konversi glutamat menjadi pyroglutamat

Sumber​: ​Airaodion (2019)

Asam pyroglutamat juga diproduksi oleh glutamat. Glutamat yang diaktifkan


ditransfer ke molekul akseptor yaitu sistein, amonia dan NADPH maisng-masing. Glutamat
yang difosforilasi atau teraktivasi sangat tidak stabil dan rentan terhadap siklisasi spontan
menjadi asam pyroglutamic[10]. 3-monochloropropane-1,2-diol (3-MCPD) adalah organik
senyawa kimia yang merupakan anggota paling umum kontaminan makanan kimia yang
dikenal sebagai kloropropanol bersifat karsinogenik paa manusia, zat ini dibuat dimakanan
selama hodrolisi protein ketika asam klorida ditambahkan pada suhu tinggi untuk
mempercepat pemecahan protein menjadi asam amino. Para ahli menyarankan tida
menggunakan zat itu dalam makanan karena berpotensi menyebabkan kanker[11].
Gambar 3.3 Monochloro Propan-1,2-diol.

Sumber: ​Airaodion (2019)

Gambar 3.4 1,3-Dichloro Propan-2-ol​.

Sumber: ​Airaodion (2019)

Glutamat adalah unsur unsur utama protein dan banyak makanan yang dikonsumsi
mengandung zat tambahan dalam bentuk monosodium glutamat.Glutamat adalah bahan
bakar oksidatif utama untuk usus dan glutamat diet dimobilisassi secara ekstensif pada
lintasan pertama oleh usus.Glutamat juga merupakan prekursor penting untuk molekul
bioaktif, termasuk glutathione dan berfungsi sebagai neuro transmitter kunci. Seperti yang
kita tahu usus merupakan situs utama katabolisme beberapa asam amino, terutama asam
amino seperti glutamin , gutamat, dan aspartat. Glutamat adalah asam amino kunci yang
menghubungkan asam amino hati katabolisme dan glukoneogenesis, karena banyak asam
amino pertama dikatabolisme menjadi glutamatt dengan transaminasi. Metabolisme
glutamat terjadi sebagian besar di epitel sel-sel yang melapisi mukosa, entrosit[7].
Gambar 3.5 Metabolisme glutamat dalam usus

Sumber: ​Airaodion (2019)

Glutamat adalah penghubung metabolisme yang penting diantara keduanya siklus


asam tricarboxylic (TCA) dan siklus urea yang terlibat dalam seluler penghasil energi dan
pembuangan nitrogen[8].

Gambar 3.6 Metabolisme Glutamate (GLU) dan a-Ketoglutarate (AKG) dalam


enterosit usus

Sumber​: ​Airaodion (2019)

GLU diet dan AKG diangkut dari lumen usus ke enterocyte oleh pembawa asam amino
rangsang 1 (EAAC-1) dan Na- dicarboxylate transporter contrasporter-1 (NadC-1)
masing-masing. Dalam enterocyte, baik GLU dan KG dapat menjalani transaminasi dan
diangkut ke dalam mitokonria untuk metabolisme oksidatif menjadi CO​2​[8]. Makanan
seperti makanan laut, daging, keju, dan kaldu, adalah komponen penting dari rasa.Dengan
mencampur zat rasa umami, asam amino dan garam dalam rasio yang sesuai, rasa khas dari
banyak makanan dapat diproduksi kembali. Asam glutamat bebas terukur dan ditemukan
secara alami dalam makanan yang berbeda beda[12].

Tabel 2: Kandungan asam glutamat bebas dalam makanan [9].

Makanan Asam glutamat bebas


(mg/100 g)

Daging

Daging sapi 10

Daging babi 9

Daging ayam 22

Sayuran

Kubis 50

Bayam 48

Tomat 246

Jagung 106

Bawang 51

Kentang 10

Jamur 42
Jamur shiitake 71

Buah

Alpukat 18

Apel 4

Anggur 5

Kiwi 5

Susu

Susu sapi 1

Susu kambing 4

Reaksi metabolisme Monosodium glutamat dalam tubuh dimulai dari diproses


melalui sistem digestif, proses ini dimulai dari lidah dengan cara merangsang ​taste buds
yang memiliki sel epitel dengan ​taste reseptor cells (TRC) yang merupakan reseptor
pengecap, setelah lidah menerima rangsangan selanjutnya sinyal akan diteruskan ke otak.
Asam glutamat dibawa oleh reseptor ionotropik dan metabotropik, reseptor metabotropik,
dimana reseptor akan bergandengan dengan protein G dan memodulasi second messenger
dalam sel seperti inositol terifosfat, Ca dan nukleotid siklik, sedangakan reseptor inotropik
ini terdiri atas reseptor yang mempunyai hubungan langsung dengan saluran ion membran.
Reseptor ini terbagi dalam reseptor N-methyl-dasparte (NMDDA), reseptor
a-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionate (AMPA) dan kainat.reseptor ini dapat
ditemukan di sistem saraf pusat, mulu, paru-paru, sistem pencernaan dan otot. L-glutamat
berikatan dengan mGluR-4 (metabotropic glutamate reseptor).mGluR-4 akan memutus
senyawa ikatan L-glutamat, dan senyawa bebas tersebut akan dihantar ke otak dan
berikatan dengan reseptor glutamat di otak menghasilkan sensasi rasa ​umami.

Rasa umami adalah salah satu dari lima rasa dasar ( bersama dengan rassa manis,
asam, pahit, dan asin). Umami dapat diterjemahkan sebagai “rasa gurih yang
menyenangkan”. Kebanyakan perasa pada lidah dan daerah mulut lainnya dapat
mendeteksi rasa umami pada setiap bagian peta lidah. Reseptor yang bertanggung jawab
untuk mengidentifikasi rasa umami sebagai bentuk modifikasi dari mGluR4, m GluR1 dan
reseptor rasa tipe 1 (T1R1 + T1R3) dapat ditemukan hampir disetiap wilayah lidah[13]

Rasa umami yang dihasilkan MSG ini jika di digunakan secara berlebihan akan
menyebabkan ​Chinese restaurant syndromey​ aitu gangguan kesehatan dimna kepala terasa
pusing dan berdenyut .Zat penambah makanan dalam makanan yang berfungsi untuk
menambah rasa makanan banyak kita temukan di Indonesia atau yang biasa kita kenal
sebagai rempah-rempah, dalam industri makanan bumbu juga dapat digunakan untuk
menggantikan garam seperti bintang maggi, knorr royco, doyin, jumbo, onga, mixpy,
benny, bumbu udang aluba, a-one, vedan, ajinomoto, salsa dan tasty. Laporan sudah
menunjukkan bahwa bahan aktif utama dalam penambah rasa adalah garam (NaCl) dan
mosodium glutamat (MSG).

Monosodium Glutamate (MSG) atau yang biasa kita kenal dengan penyedap rasa
memiliki rasa yang unik yang dapat membuat rasa makanan yang kita campurkan dengan
MSG menjadi lezat, namun banyak dari kita yang belum tau proses atau efek dari MSG
hingga dapat menyebabkan rasa lezat pada lidah. Glutamat merupakan reseptor sinaptik
yang terletak pada membran sel neuron yang memainkan peran sentral dalam eksitotoksitas
dan terlibat dalam beberapa penyakit neurologis. Eksitotoksitas merupakan proses stimulasi
berlebih dari reseptor glutamat yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dan degenerasi
saraf. Proses ini dilakukan oleh eksitotoksin yang merupakan asam amino seperti glutamat,
aspartat dan sistein yang bila diterapkan pada neuron akan menyebabkan mereka menjadi
terlalu terstimulasi dan mati. Dikarenakan hal ini banyak dari orang awam atau orang tua
yang mengatakan “jangan banyak makan micin nanti bodoh” dari kata-kata yang sering
kita dengar ini cukup logis karena MSG dapat menyebabkan neuron pada otak kita mati.

Monosodium glutamat mengandung asam D-glutamat, pyroglutamic asam dan


berbagai kontaminan lainnya selain asam L-glutamat[7]. Setiap asam amio kecuali glisin
dapat terjadi dalam dua isomer bentuk, karena kemungkinan membentuk dua yang
enansiomer yang berbeda disekitar atom krbon pusat.Hanya asam L-amino yang diproduksi
didalam sel dan dimasukkan kedalam protein.Beberapa asam D-amino ditemukan
didinding sel bakteri, tetapi tidak dalam protein bakteri. Glutamant enansiomer D- dan L-
memiliki sifat meningkatkan rasa [8].

Gambar 3.1 L-glutamat dan D-glutamat

Sumber: ​Airaodion (2019)


D-glutamat tidak seperti asam D-amino lainnya, D-glutamat tidak dioksidasi oleh D-asam
amino oksidase, oleh karena itu tidak tersedia jalur detoksifikasi untuk menangani
D-glutamat. Asam pyroglutamic (PCA) juga dikenal sebagai 5-oxoproine, asam pidolic ,
atau piroglutamat. Metabolisme dalam siklus glutathione yang dikonversi menjadi glutamat
oleh 5-oxoprolinease.Pyroglutamate ditemukan dalam banyak protein termasuk
bacteriorhodopsin. Pyroglutamate adalah senyawa heterosiklik dan hadir dalam plasma
beberapa spesies termasuk manusia namun, suntikan otak lokal sangat tinggi konsentrasi
pyroglutamate menginduksi lesi neurotoksik yang tampaknya seperti yang diproduksi oleh
asam kianat [9].

Gambar 3.2 konversi glutamat menjadi pyroglutamat

Sumber​: ​Airaodion (2019)

Asam pyroglutamat juga diproduksi oleh glutamat. Glutamat yang diaktifkan


ditransfer ke molekul akseptor yaitu sistein, amonia dan NADPH maisng-masing. Glutamat
yang difosforilasi atau teraktivasi sangat tidak stabil dan rentan terhadap siklisasi spontan
menjadi asam pyroglutamic[10]. 3-monochloropropane-1,2-diol (3-MCPD) adalah organik
senyawa kimia yang merupakan anggota paling umum kontaminan makanan kimia yang
dikenal sebagai kloropropanol bersifat karsinogenik paa manusia, zat ini dibuat dimakanan
selama hodrolisi protein ketika asam klorida ditambahkan pada suhu tinggi untuk
mempercepat pemecahan protein menjadi asam amino. Para ahli menyarankan tida
menggunakan zat itu dalam makanan karena berpotensi menyebabkan kanker[11].

Gambar 3.3 Monochloro Propan-1,2-diol.

Sumber: ​Airaodion (2019)

Gambar 3.4 1,3-Dichloro Propan-2-ol​.

Sumber: ​Airaodion (2019)

Glutamat adalah unsur unsur utama protein dan banyak makanan yang dikonsumsi
mengandung zat tambahan dalam bentuk monosodium glutamat.Glutamat adalah bahan
bakar oksidatif utama untuk usus dan glutamat diet dimobilisassi secara ekstensif pada
lintasan pertama oleh usus.Glutamat juga merupakan prekursor penting untuk molekul
bioaktif, termasuk glutathione dan berfungsi sebagai neuro transmitter kunci. Seperti yang
kita tahu usus merupakan situs utama katabolisme beberapa asam amino, terutama asam
amino seperti glutamin , gutamat, dan aspartat. Glutamat adalah asam amino kunci yang
menghubungkan asam amino hati katabolisme dan glukoneogenesis, karena banyak asam
amino pertama dikatabolisme menjadi glutamatt dengan transaminasi. Metabolisme
glutamat terjadi sebagian besar di epitel sel-sel yang melapisi mukosa, entrosit[7].

Gambar 3.5 Metabolisme glutamat dalam usus

Sumber: ​Airaodion (2019)

Glutamat adalah penghubung metabolisme yang penting diantara keduanya siklus


asam tricarboxylic (TCA) dan siklus urea yang terlibat dalam seluler penghasil energi dan
pembuangan nitrogen[8].

Gambar 3.6 Metabolisme Glutamate (GLU) dan a-Ketoglutarate (AKG) dalam


enterosit usus

Sumber​: ​Airaodion (2019)

GLU diet dan AKG diangkut dari lumen usus ke enterocyte oleh pembawa asam amino
rangsang 1 (EAAC-1) dan Na- dicarboxylate transporter contrasporter-1 (NadC-1)
masing-masing. Dalam enterocyte, baik GLU dan KG dapat menjalani transaminasi dan
diangkut ke dalam mitokonria untuk metabolisme oksidatif menjadi CO​2​[8]. Makanan
seperti makanan laut, daging, keju, dan kaldu, adalah komponen penting dari rasa.Dengan
mencampur zat rasa umami, asam amino dan garam dalam rasio yang sesuai, rasa khas dari
banyak makanan dapat diproduksi kembali. Asam glutamat bebas terukur dan ditemukan
secara alami dalam makanan yang berbeda beda[12].

Tabel 2: Kandungan asam glutamat bebas dalam makanan [9].

Makanan Asam
glutamat
bebas
(mg/100 g)

Daging

Daging sapi 10
Daging babi 9

Daging ayam 22

Sayuran

Kubis 50

Bayam 48

Tomat 246

Jagung 106

Bawang 51

Kentang 10

Jamur 42

Jamur shiitake 71

Buah

Alpukat 18

Apel 4

Anggur 5

Kiwi 5
Susu

Susu sapi 1

Susu kambing 4

Reaksi metabolisme Monosodium glutamat dalam tubuh dimulai dari diproses


melalui sistem digestif, proses ini dimulai dari lidah dengan cara merangsang ​taste buds
yang memiliki sel epitel dengan ​taste reseptor cells (TRC) yang merupakan reseptor
pengecap, setelah lidah menerima rangsangan selanjutnya sinyal akan diteruskan ke otak.
Asam glutamat dibawa oleh reseptor ionotropik dan metabotropik, reseptor metabotropik,
dimana reseptor akan bergandengan dengan protein G dan memodulasi second messenger
dalam sel seperti inositol terifosfat, Ca dan nukleotid siklik, sedangakan reseptor inotropik
ini terdiri atas reseptor yang mempunyai hubungan langsung dengan saluran ion membran.
Reseptor ini terbagi dalam reseptor N-methyl-dasparte (NMDDA), reseptor
a-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionate (AMPA) dan kainat.reseptor ini dapat
ditemukan di sistem saraf pusat, mulu, paru-paru, sistem pencernaan dan otot. L-glutamat
berikatan dengan mGluR-4 (metabotropic glutamate reseptor).mGluR-4 akan memutus
senyawa ikatan L-glutamat, dan senyawa bebas tersebut akan dihantar ke otak dan
berikatan dengan reseptor glutamat di otak menghasilkan sensasi rasa ​umami.

Rasa umami adalah salah satu dari lima rasa dasar ( bersama dengan rassa manis,
asam, pahit, dan asin). Umami dapat diterjemahkan sebagai “rasa gurih yang
menyenangkan”. Kebanyakan perasa pada lidah dan daerah mulut lainnya dapat
mendeteksi rasa umami pada setiap bagian peta lidah. Reseptor yang bertanggung jawab
untuk mengidentifikasi rasa umami sebagai bentuk modifikasi dari mGluR4, m GluR1 dan
reseptor rasa tipe 1 (T1R1 + T1R3) dapat ditemukan hampir disetiap wilayah lidah[13]

Rasa umami yang dihasilkan MSG ini jika di digunakan secara berlebihan akan
menyebabkan ​Chinese restaurant syndromey​ aitu gangguan kesehatan dimna kepala terasa
pusing dan berdenyut .Zat penambah makanan dalam makanan yang berfungsi untuk
menambah rasa makanan banyak kita temukan di Indonesia atau yang biasa kita kenal
sebagai rempah-rempah, dalam industri makanan bumbu juga dapat digunakan untuk
menggantikan garam seperti bintang maggi, knorr royco, doyin, jumbo, onga, mixpy,
benny, bumbu udang aluba, a-one, vedan, ajinomoto, salsa dan tasty. Laporan sudah
menunjukkan bahwa bahan aktif utama dalam penambah rasa adalah garam (NaCl) dan
mosodium glutamat (MSG).
D. Dampak Penyalahgunaan
Sebagian besar bahan penyedap alami tidak memiliki dampak negatif bagi tubuh.
Akan tetapi, untuk bahan penyedap sintesis yang dijual di pasaran seperti merk masako,
ajinomoto, royco, dan lain-lain apabila dikonsumsi melebihi kadar toleransi tubuh dan
dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Contoh
gangguan tersebut yakni Chinese Restaurant Syndrome yang diakibatkan oleh konsumsi
MSG . Komisi penasehat WHO bidang aditif bahan makanan, menyatakan batas aman
mengkonsumsi MSG adalah 120 mg/kg berat badan per hari[5]
Berikut ini beberapa bahan penguat rasa beserta dampaknya bagi kesehatan antara
lain sebagai beriku:
A. Monosodium glutamat (MSG)
Chinese Restaurant Syndrome (CRS) dinyatakan pertama kali oleh Dr. Ho Man
Kwok (1969), di mana setelah mengkonsumsi makanan dari restauran China, maka tubuh
akan merasakan gejala-gejala seperti kesemutan pada leher dan punggung, kepala terasa
pusing, berkeringat, dada bagian bawah terasa sesak, jantung berdebar. Ternyata setelah
diteliti, CRS tersebut diakibatkan oleh MSG yang ada pada sup. Kadar MSG dalam sup
memang relatif tinggi. Sup selalu disajikan dan dikonsumsi paling awal sehingga karena
perut masih dalam keadaan kosong, MSG menjadi cepat terserap ke dalam darah sehingga
muncul gejala CRS tersebut. Penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa glutamat
bukanlah senyawa yang menimbulkan gejala CRS, akan tetapi diperkirakan karena
senyawa dari hasil metabolit glutamat, seperti GABA (Gamma Amino Butyric Acid),
serotonin, bahkan histamin (Cahyadi, 2012). GABA, serotonin, dan histamin merupakan
senyawa yang berperan sebagai neurotransmitter.Neurotransmitter adalah senyawa organik
endogen pembawa sinyal di antara neuron. Peneliti menyatakan jika neurotransmitter
mengalami ketidakseimbangan, maka akan mengakibatkan gangguan psikiatrik. Semisal
kelainan pada serotonin menyebabkan beberapa jenis gangguan seperti depresi, migren,
gangguan kognitif, gangguan makan, dan lain-lain[14].

Gambar 4.1 Gejala CRS


Sumber: Imam.web.id
Pernyataan bahwa MSG dapat merusak sel otak itu berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Olney pada tahun 1969. Olney menyuntikkan MSG dengan dosis tinggi
pada anak tikus dan ternyata dapat mengakibatkan kerusakan otak. Padahal cara kita
mengkonsumsi MSG yakni melalui makanan yang kemudian masuk ke dalam sistem
pencernaan, bukannya langsung disuntikkan ke sistem peredaran darah seperti penelitian
Olney. Kemudian, menurut penelitian yang dilakukan oleh Smith pada tahun 2000
mengungkapkan bahwa glutamat yang terkandung dalam makanan tidak dapat masuk ke
dalam otak karena adanya mekanisme perlindungan otak yakni blood-brain barrier.
Glutamat juga diproduksi di dalam otak karena diperlukan sebagai neurotransmitter[15].
Kadar konsentrasi glutamat di otak lebih besar daripada di plasma. Konsentrasi
glutamat yang sangat kecil diperlukan sebagai fungsi optimal otak dan membutuhkan
energi transport yang dilakukan oleh Excitatory Amino Acid Transporters (EATT).
Namun, jika terjadi akumulasi glutamat bisa menjadi bersifat eksitotoksik.Selain di otak,
glutamat juga mempunyai reseptor di usus, ginjal, hati, jantung, plasenta. Jika usus sampai
tidak dapat menyerap glutamat, maka glutamat akan dilepas ke aliran darah, termasuk
blood brain barrier sehingga dapat menyebabkan kerusakan neuron[16].
Onaolapo melakukan percobaan melalui hewan mencit yang diberikan MSG
dengan dosis 0,5 mg/kgBB; 1,0 mg/kgBB dan 1,5 mg/kgBB selama hampir sebulan
ternyata mengakibatkan berat badan, berat organ hati dan ginjal meningkat. Pada studi
selanjutnya, berat badan meningkat sampai tingkat obesitas bisa memberikan dampak
terhadap resistensi insulin, sehingga kemungkinan mengakibatkan diabetes serta gangguan
pada organ secara sistemik[17].

Gambar 4.2 Tikus Percobaan MSG menjadi Gemuk


Sumber: ​https://happyhealthywellbeingclub.blogspot.​com
Eweka menyatakan apabila tikus Winstar yang memiliki berat ±185 gram dewasa
diberikan MSG dengan dosis 3000 g dan 6000 mg selama 2 minggu menunjukkan adanya
kerusakan pada korpuskel ginjal. Hal ini bisa terjadi karena MSG yang diberikan dengan
dosis tinggi dan dalam jangka waktu lama mengakibatkan reseptor menerima induksi MSG
secara berlebihan sehingga sel mengalami degenerasi. Sel yang mengalami degenerasi
menyebabkan perubahan degeneratif dan atrofi korpuskel ginjal[18].
Dari hasil penelitian-penelitian di atas, sebenarnya dampak mengkonsumsi MSG
bisa menyebabkan obesitas, CRS, penyakit ginjal, sampai kanker sebenarnya masihlah
kontroversi. Peneliti lain percaya bahwa sebenarnya MSG bukanlah tersangka utama
penyebab penyakit-penyakit tersebut muncul. Akan tetapi pasti ada faktor lain misalnya
usia, tempat tinggal, asupan karbohidrat, kalori, protein hewani, dan lemak jenuh.
B. L-asam glutamat
M.engkonsumsi makanan yang mengandung L-asam glutamat diduga juga
menyebabkan CRS dan disarankan tidak dikonsumsi oleh anak-anak. Di Amerika serikat,
pengurangan MSG semula 500 mg/kg berat badan menjadi 130 mg/kg berat badan pada 4,5
ons pangan bayi ternyata tidak terlalu berpengaruh dalam meminimalisir kerusakan pada
otak bayi.
C. Potassium hidrogen L-glutamat (mono potassium glutamat)
Mengkonsumsi makanan yang mengandung Potassium hidrogen L-glutamat bisa
mengakibatkan mual, muntah, dan kejang perut.Orang yang menderita penyakit gagal
ginjal dan bayi yang masih berumur 12 minggu ke bawah dilarang untuk mengkonsumsi
bahan ini.
D. Kalsium dihidrogen di-L-glutamat
Senyawa ini belum diketahui apa pengaruhnya bagi kesehatan. Akan tetapi, bahan
ini tidak boleh dikonsumsi pada bayi yang masih berumur 12 minggu ke bawah.
E. Guanosin 5’-disodium fosfat (sodium glutamat), inosin 5’-disodium fosfat (sodium
5’-inosat); sodium 5’-ribonukleotida
Disodium-5-ribonukleotida merupakan bahan kombinasi dari disodium inosinat
(IMP) dan disodium guanilat (GMP). Bahan ini bisa meningkatkan rasa secara signifikan
saat digunakan bersama MSG. Disodium-5-ribonukleotida menurut Food and Drug
Adminisrasion di United States dinyatakan aman untuk dikonsumsi. Walaupun aman, jika
bahan ini dikonsumsi secara berlebihan dan jangka panjang bisa berefek negatif bagi
tubuhyakni mengakibatkanasma, insomnia, reaksi kulit, hiperaktif, alergi dan iritasi pada
membran mukosa. Disodium-5-ribonukleotida dilarang diberikan pada makanan untuk
bayi, anak-anak, dan penderita encok[5].
E. Peraturan Penggunaan
PERATURAN PENGGUNAAN BAHAN PENYEDAP RASA

Bahan penguat rasa merupakan bahan yang ditambahkan kedalam makanan dengan
tujuan untuk menambahkan cita rasa, memperkuat atau memodifikasi rasa dari makanan
tersebut.Bahan penguat rasa merupakan bagian dari bahan tambahan pangan atau BTP
yang merupakan bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan.
Dalam pengonsumsian BTP ini terdapat Batasan berupa asupan harian yang dapat
diterima atau ​Acceptable Daily Intake s​ elanjutnya disingkat ADI, ADI merupakan jumlah
maksimum dari bahan tambahan pangan dalam milligram per kilogram berat badan yang
dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan kerugian bagi kesehatan.
ADI not specified atau ADI not limited atau ADI acceptable adalah istilah yang digunakan
untuk BTP yang mempunyai toksisitas sangat rendah, berdasarkan data (kimia, biokimia,
toksikologi dan data lainnya), jumlah asupan BTP tersebut jika digunakan dalam takaran
yang diperlukan untuk mencapai efek yang diinginkan serta pertimbangan lain, menurut
pendapat Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) tidak
menimbulkan bahaya terhadap kesehatan. No ADI Allocated atau No ADI Necessary
adalah istilah yang digunakan untuk BTP dengan informasi atau data keamanan yang masih
terbatas, menurut pendapat Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives
(JECFA). Asupan maksimal harian yang dapat ditoleransi atau Maximum Tolerable Daily
Intake yang selanjutnya disingkat MTDI adalah jumlah maksimal suatu zat dalam
milligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi dalam sehari tanpa
menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.Asupan mingguan sementara yang dapat
ditoleransi atau Provisional Tolerable Weekly Intake yang selanjutnya disingkat PTWI
adalah jumlah maksimal sementara suatu zat dalam miligram per kilogram berat badan
yang dapat dikonsumsi dalam seminggu tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap
kesehatan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang bahan tambahan pangan
No.772/Menkes/Per/IX/88No.1168/Menkes/PER/X/1999 adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,
mempunyai atau tidak menpunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan kedalam
makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Menurut Cahyadi (2009:2) “Adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan
panagan lebih mudah dihidangkan, serta lebih mudah preparasi bahan pangan”[5].
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes /Per/IX/88 tentang
bahan tambahan pangan, penyedap rasa dan aroma dan penguat rasa didefinisikan sebagai
bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan
aroma. Penyedap rasa merupakan gabungan dari semua perasaan dari dalam mulut,
termasuk mouthfeel. Suatu pangan mempunyai rasa asin, manis, asam, atau pahit dengan
aroma yang khas. Penyedap terdiri dari penyedap alami dan penyedap sintetis.
Penggolongan BTP di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88, BTP yang diizinkan digunakan pada makanan adalah : (1)
pewarna, (2) pemanis buatan, (3) pengawet, (4) antioksidan, (5) antikempal, (6) penyedap
rasa dan aroma, penguat rasa, (7) pengatur keasaman, (8) pemutih dan pematang tepung,
(9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10) pengeras dan (11) sekuesteran (pengikat ion
logam).

Tabel 4. Batas Maksimum Penggunaan Penyedap Rasa dalam ​Acceptable Daily Intake
ADI[5].
Kode Nama Bahan Dosis Maks/Kg Berat Badan
620 L-Asam Glutamat 0-120 mg
621 Mono Sodium Glutamat 0-120 mg
622 Mono Pottasium Glutamat -
623 Kalsium dihydrogen di-L-Glutamat 0-120 mg
627 Sodium Guanilat Tidak ditentukan
631 Sodium 5’-Inosiat Tidak ditentukan
635 Sodium ‘-ribonukleotida Tidak ditentukan
636 Maltol 1-1 mg
637 Ethyl Maltol 1-2 mg

Tabel 5.Batas Maksimum Penggunaan Penyedap Rasa dalam ​Acceptable Daily Intake​ ADI
No Nama Bahan BTP INS
1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamicacid and its salts):

Asam L-glutamat (L-Glutamic acid) 620

Mononatrium L-glutamate (Monosodium L-glutamate) 621

Monokalium L-glutamate (Monopotassium L-glutamate) 622

Kalsium di-L-glutamat (Calsium di-L-glutamate) 623


2. Asam guanilat dan garamnya (Guanylic acid and its salts):

Asam 5’-guanilat (5’-Guanylic acid) 626


Dinatrium 5’-guanilat (Disodium 5’-guanylate) 627

Dikalium 5’-guanilat (Dipotassium 5’-guanylate) 628

Kalsium 5’-guanilat (Calcium 5’- guanylate) 629

3. Asam inosinat dan garamnya (Inosinic acid and its salts):

Asam 5’- inosinat (5’-Inosinic acid) 630 630


Dinatrium 5’- inosinat (Disodium 5’- inosinate) 631
Dikalium 5’-inosinat (Dipotassium 5’-inosinate) 632
Kalsium 5’- inosinat (Calcium 5’- inosinate) 633
4. Garam-garam dari 5’- ribonukleotida (Salts of 5’ – ribonucleotides):
Kalsium 5’- ribonukleotida (Calcium 5’- ribonucleotides) 634
Dinatrium 5’- ribonukleotida (Disodium 5’ ribonucleotides) 635

Monosodium glutamat (MSG)


Monosodium glutamat (MSG), telah digunakan sebagai bumbu penyedap selama
puluhan tahun di Cina dan Jepang tidak ada efek buruk yang dilaporkan.Meskipun
demikian, suatu sindrom restoran cina telah dilaporkan.
Gejala ini biasanya muncul setelah orang makan sup khusus Cina yang relatif
banyak mengandung MSG. Reaksi hipersensitivitas yang muncul antara lain adalah rasa
panas, rasa tertusuk-tusuk diwajah dan leher, dada sesak dll. Menurut Hiroshi Ohgura, dari
The Horosaky University menyatakan bahwa pemberian jangka panjang pada tikus
percobaan akan memberikan efek kehilangan penglihatan, menderita kelainan retina mata,
dan kerusakan sel- sel syaraf mata . Pada manusia efek yang terjadi dapat sama jika MSG
dalam makanan dikonsumsi secara kronis. Bahan penyedap makanan MSG akan melekat
pada sel retina mata dan menganggu kemampuan sel untuk memancarkan signal ke otak.
Berdasarkan ketentuan FAO/WHO konsumsi MSG yang diperbolehkan adalah 120
mg/kg perhari. Peneliti lain yaitu John Onley pada tahun 1969 menyatakan bahwa
mengkonsumsi MSG dosis tinggi yaitu sekitar 0,5 g/kg BB/hari akan memberikan efek
kerusakan sel hipotalamus (otak) pada mencit. Pada binatang percobaan akan
mengakibatkan gejala kerusakan sel syaraf otak, kerusakan retina mata, memicu cacat lahir,
menginduksi kanker. Secara epidemiologis MSG dapat memicu terjadinya hipertensi,
asma, diabetes militus, kelematan otot dan tulang[19].
Penggunaan MSG berlebihan dapat mengakibatkan rasa pusing dan mual. Gejala itu
disebut Chinese Restaurant Syndrome. MSG pada makanan yang dikonsumsi sering
mengganggu kesehatan karena MSG akan terurai menjadi sodium dan glutamat. Garam
dari MSG mampu memenuhi kebutuhan garam sebanyak 20-30%, sehingga konsumsi
MSG yang berlebihan menyebabkan kenaikan kadar garam dalam darah.
Laporan masyarakat ke Food Drug Administration (FDA), 2% dari seluruh
pengguna MSG mengalami masalah kesehatan, sehingga WHO menetapkan ADI
(Acceptable daily intake) untuk manusia sebesar 120 mg/ kg. Laporan FASEB
menyebutkan, secara umum MSG aman dikonsumsi.Tetapi memang ada dua kelompok
yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang
sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan berupa: rasa panas di leher, lengan
dan dada, diikuti kaku pada otot dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung.
Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual,
berdebar-debar dankadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant
Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome. Sindrom ini
terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama sekitar 3-5
jam.Berbagai survei dilakukan, dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25%
dari populasi. Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh
meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan di kedua
kelompok tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5–2,5 g MSG. Sementara untuk
penyakit-penyakit kelainan syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak
didapatkan hubungan dengan konsumsi MSG[20].

F. Langkah/Pola Konsumsi Bijak


Upaya dan Langkah Bijak Pengonsumsian Bahan Penyedap
Penggunaaan bahan tambahan pangan berupa penyedap pada makanan sering kali
menimbulkan berbagai dampak negatif.Dampak yang paling sering muncul adalah dari
penggunaan bahan aditif sintetik karena menggunakan bahan kimia hasil olahan industri.
Dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan aditif, kita
perlu berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari
penggunaan zat aditif makanan adalah sebagai berikut[20]:
1. Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif tidak berlebihan.
2. Teliti memilih makanan yang mengandung zat aditif dengan memeriksa kemasan,
karat atau cacat lainnya.
3. Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna
aslinya. Biasanya makanan yang mencolok warnanya mengandung pewarna tekstil.
4. Cicipi rasa makanan tersebut. Lidah juga cukup jeli membedakan mana makanan
yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman umumnya berasa
tajam, misalnya sangat gurih dan membuat lidah bergetar. Biasanya
makanan-makanan seperti itu mengandung penyedap rasa dan penambah aroma
berlebih.
5. Memilih sendiri zat aditif yang akan digunakan sebagai bahan makanan.
6. Menggunakan zat aditif yang berasal dari alam.
7. Perhatikan kualitas makanan dan tanggal produksi dan serta kadaluarsa yang
terdapat pada kemasan makanan yang akan dikonsumsi.
8. Bau juga aromanya. Bau apek atau tengik menandakan bahwa makanan tersebut
sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.
9. Amati komposisi serta bahan-bahan kimia yang terkandung dalam makanan dengan
cara membaca komposisi bahan pada kemasan.
10. Memeriksa apakah makanan yang akan dikonsumsi telah terdaftar di Departemen
Kesehatan atau belum.
11. Meminimalisir efek negatif bagi tubuh setelah mengkonsumsi bahan aditif semisal
MSG menggunakan cara atau bahan alami.

Berikut ini beberapa cara meminimalisir efek negatif dari kelebihan MSG dapat
dengan cara mengkonsumsi jahe, vitamin C, kunyit, vitamin E, dan kacang belalang [7].

a. Mengkonsumsi vitamin C secara sering


Vitamin C adalah antioksidan yang mampu membersihkan radikal bebas yang ada
pada tubuh. Vitamin C mampu melawan radikal superoksida, hidrogen peroksida, dan
hidroksil. Menurut penelitian, vitamin C mampu mengurangi efek toksik dari MSG.
Vitamin C dilaporkan mampu melawan dampak MSG pada hati karena mampu
menurunkan pertumbuhan sel-sel yang tidak sehat dan mengurangi mutasi gen yang sampai
menyebabkan tumor.

Gambar 5.1 Sumber Vitamin C


Sumber: www.doktersehat.com
b. Vitamin E
Penelitian telah menunjukkan bahwa MSG mampu mengakibatkan stres oksidatif
dan Vitamin E secara signifikan mengurangi stres oksidatif tersebut. Pada mamalia, telah
dilaporkan vitamin E mampu menstabilkan membran dan menangkal radikal peroksi lipid.
Gambar 5.2 Sumber Vitamin E
Sumber: www.hellosehat.com
c. Kunyit
Curcuma longa (Tumeric) atau biasa kita sebut kunyit adalah tanaman tahunan
rimpang herba dari keluarga Zingiberaceae. Kunyit sudah biasa digunakan sebagai obat
tradisional untuk berbagai macam penyakit, seperti penyembuhan luka, infeksi saluran
kemih dan saluran cerna, dan penyakit hati. Kunyit telah didefinisikan sebagai komponen
yang paling aktif di Curcuma longa dan telah terbukti memiliki cukup banyak efek
gastroprotektif, anti-ulcerogenik dan terapeutik pada lambung penyakit maag. Laporan oleh
Airaodion et al. menunjukkan bahwa kunyit ampuh dalam pencegahan tukak lambung
karena kandungan flavonoid, antioksidan. Dari pemaparan kunyit di atas, maka dapat
diketahui bahwa kunyit memiliki kecenderungan untuk mengurangi efek negatif pada
tubuh setelah mengkonsumsi MSG.

​ ambar 5.3 Kunyit


G
Sumber: dream.co.id
d. Jahe
Jahe (​Zingiber officinale)​ digunakan sebagai bumbu dalam makanan, minuman, dan
obat tradisional sebagai karminatif, antipiretik, pengobatan nyeri, rematik dan bronkitis.
Ekstraknya telah dipelajari secara ekstensif untuk berbagai macam aktivitas biologis
termasuk antibakteri, analgesik dan anti-inflamasi, antiangiogenesis dan antitumor. Itu juga
telah digunakan untuk pengobatan gangguan pencernaan termasuk ulcerogenesis lambung.
Jahe juga telah dilaporkan ampuh dalam pencegahan tukak lambung karena flavonoid dan
sifat antioksidan. Dengan aktivitas biologis ini, jahe memiliki kemampuan untuk
meminimalkan efek MSG pada kesehatan manusia.

Gambar 5.4 Jahe


Sumber: go-dok.com
e. Kacang Belalang (Locust Bean)
Kacang belalang (​Parkia biglobosa​) digunakan sebagai bumbu dalam memasak. Ini
sangat populer di kalangan orang-orang Yoruba di Nigeria di mana disebut 'iru'. Kacang
belalang bisa segar atau kering. Kacang belalang kering lebih lemah dalam rasa dan pedas
daripada segar. Kacang belalang tinggi lipid (29%), protein (35%), dan karbohidrat (16%).
Kacang belalang bagus sebagai sumber kalsium dan lemak. Selama proses fermentasi,
dapat mengurangi kadar gula meningkat, dan total asam amino bebas konten awalnya
berkurang. Kacang belalang dapat digunakan sebagai pengganti bumbu yang mengandung
MSG.

Gambar 5.5 Locust Bean


Sumber: http://farmerssupportinitiative.org.uk

G. Daftar Rujukan
[1] J. Wahyudi, B. Perencaan, P. Daerah, and K. Pati, “Mengenali bahan
tambahan pangan berbahaya : ulasan identifying hazardous materials for food
additive: a review,” vol. XIII, no. 1, pp. 3–12, 2017.
[2] R. Ratnani, “Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan,” J.
Momentum UNWAHAS, vol. 5, no. 1, pp. 16–22, 2009.
[3] J. H. T. Taher, “Jurnal Biology Science & Education 2015 Wa atima,” vol.
4, no. 1, pp. 83–93, 2015.
[4] F. B. Karunia, “Kajian Penggunaan Zat Adiktif Makanan (Pemanis dan
Pewarna) pada Kudapan Bahan Pangan Lokal Di Pasar Kota Semarang,” J. Food
Sci. Culin., vol. 2, no. 2, pp. 63–71, 2013.
[5] W. Cahyadi, “Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan,”
Bumi Aksara, Jakarta, 2008.
[6] D. Kurtanty, D. M. Faqih, and N. P. Upa, Review Monosodium Glutamat
How to Understand it Properly?, Edisi ke 4., vol. 53, no. 9. Jakarta: Primer Pratama
Ikatan Dokter Indonesia, 2019.
[7] A. I. Airaodion, “Toxicological Effect of Monosodium Glutamate in
Seasonings on Human Health,” Glob. J. Nutr. Food Sci., 2019.
[8] D. G. Burrin and B. Stoll, “Metabolic fate and function of dietary glutamate
in the gut,” in American Journal of Clinical Nutrition, 2009.
[9] M. Thomas, K. S. Sujatha, and S. George, “Protective effect of Piper
longum Linn. On monosodium glutamate induced oxidative stress in Rats,” Indian
J. Exp. Biol., 2009.
[10] G. Nelson et al., “An amino-acid taste receptor,” Nature, 2002.
[11] X. Meng et al., “Ambient ionization coupled with a miniature mass
spectrometer for rapid identification of unauthorized adulterants in food,” J. Food
Compos. Anal., 2020.
[12] K. Ninomiya, “Natural occurrence,” Food Rev. Int., 1998.
[13] N. Chaudhari, A. M. Landin, and S. D. Roper, “A metabotropic glutamate
receptor variant functions as a taste receptor,” Nat. Neurosci., 2000.
[14] Q. Zhou et al., “The effect of electro-acupuncture on the imbalance between
monoamine neurotransmitters and GABA in the CNS of rats with chronic emotional
stress-induced anxiety,” Int. J. Clin. Acupunct., 2008.
[15] M. M. D. Saraswati and H. Hardinsyah, “PENGETAHUAN DAN
PERILAKU KONSUMSI MAHASISWA PUTRA TINGKAT PERSIAPAN
BERSAMA IPB TENTANG MONOSODIUM GLUTAMAT DAN
KEAMANANNYA,” J. Gizi dan Pangan, 2016.
[16] V. Husarova and D. Ostatnikova, “Monosodium Glutamate Toxic Effects
and Their Implications for Human Intake: A Review,” JMED Res., 2013.
[17] A. E. Hirata, I. S. Andrade, P. Vaskevicius, and M. S. Dolnikoff,
“Monosodium glutamate (MSG)-obese rats develop glucose intolerance and insulin
resistance to peripheral glucose uptake,” Brazilian J. Med. Biol. Res., 1997.
[18] A. Eweka, A. Eweka, and F. Om’Iniabohs, “Histological studies of the
effects of monosodium glutamate on the fallopian tubes of adult female wistar rats,”
Ann. Biomed. Sci., 2011.
[19] H. H. Schaumburg, R. Byck, R. Gerstl, and J. H. Mashman, “Monosodium
L-glutamate: Its pharmacology and role in the Chinese restaurant syndrome,”
Science (80-. )., 1969.
[20] H. N. Lioe, J. Selamat, and M. Yasuda, “Soy sauce and its umami taste: A
link from the past to current situation,” J. Food Sci., 2010.

a. Gambar
https://www.yukepo.com/hiburan/tips/pakai-10-bumbu-ini-buat-penyedap-rasa-ala
mi-jangan-jadi-generasi-micin-terus/
Gambar 1.
https://www.dream.co.id/fresh/alternatif-bahan-penyedap-pengganti-vetsin-alt
ernatif-bahan-penyedap-pengganti-vetsin-141006h.html
Gambar 2
https://m.fimela.com/lifestyle-relationship/read/3714402/ajinomoto-penyedap
-rasa

H. Lampiran ​(bisa berupa alamat URL)

I. Kelompok Book Chapter


1. ​Arif
Mustofa (170351616560)
2. Hindun Mar’atus S (170351616566)
3. Linda fitriatus S. (170351616602)
4. M. Andrie Nur Hakim (170351616606)
ZAT ADIKTIF: NARKOTIKA

A. Ringkasan Materi

Narkotika merupakan suatu zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan menimbulkan
ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi 3 golongan yaitu narkotika golongan I yang
hanya dapat digunakan dalam penelitian atau pengembangan ilmu pengetahuan
contohnya yaitu heroin, kokain, ganja, sabu-sabu, opium, dll. Narkotika golongan II
yang digunakan dalam bidang kesehatan namun secara terbatas. Contohnya yaitu
morfin, petidin, fentamil, bezetidin, ekgonina, dll. Narkotika golongan III yang
digunakan untuk pengobatan contohnya yaitu kodein, dionima, propiram, polkodina,
dll.
Narkoba diatur dalam UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika di pasal 37
Narkotika golongan II dan golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun
sintetis yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.
Sedangkan dalam bab IX tentang pengobatan dan rehabilitasi, di dalam bagian pertama
isi pasal 53 berdasarkan indikasi medis dokter dapat memberikan narkotika golongan
II dan golongan II dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Zat-zat adiktif akan memberikan manfaat apabila diberikan pada dosis yang
benar, diberikan oleh dokter atau tim medis guna keperluan kedokteran. Apabila
zat-zat adiktif digunakan atau dikonsumsi berlebihan tanpa ada dosis yang disarankan
akan menyebabkan ketergantungan atau candu. Tubuh akan meminta dosis yang lebih
besar daripada sebelumnya. Dampak dari penyalahgunaan zat-zat adiktif narkotika
akan menyebabkan kerusakan pada fungsi-fungsi tubuh, kesakitan yang luar biasa di
sekujur tubuh dan yang paling parah adalah menyebabkan kematian.

B. Deskripsi dan Klasifikasi


Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif
lainnya. Kata narkotika sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “Narkoun” yang
berarti membuat lumpuh atau mati rasa. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 disebutkan bahwa Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Adapun macam-macam narkotika antara lain : opioida, morfin,
codein, heroin/putaw, ganja, metadon, kokain, crack [37].
Menurut UU No. 35 tahun 2009, Narkotika merupakan suatu zat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran
dan menimbulkan ketergantungan. Narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Narkotika yang berada dalam penguasaan industri, farmasi, pedagang bear farmasi,
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintahan, apotek rumah sakit, pusat
kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
disimpan secara khusus. Importir narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor
yang telah disetujui oleh Menteri untuk setiap kali melakukan impor Narkotika. Surat
Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas hanya
dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dan eksportir Narkotika harus memiliki Surat Pertujuan Ekspor dan Menteri untuk
setiap kali melakukan ekspor Narkotika .[1]
Narkotika memberikan efek pada susunan saraf pusat yang merupakan pusat
pengendali tubuh. Efeknya menimbulkan perasaan riang, memacu, yang kemudian
disertai perasaan tertekan. Besarnya efek memacuu dan menekan penyalahguna untuk
mencoba dan bahkan mencampurkan dengan bahan-bahan lain (bereksperimen). Efek
ketagihan dapat muncul dikarenakan hilangnya efek dari narkoba yang hilang sehingga
merasa lesu dan kemudian berkeinginan untuk mencoba kembali. Ketika mencicipi
kembali tersebut tidak menimbulkan rasa yang seperti sebelumnya, pengguna
berkeinginan untuk menambah dosis yang lebih besar. Hal tersebut dilakukan secara
terus-menerus hingga menyebabkan efek yang lebih berbahaya [42].

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

a)​ N
​ arkotika Golongan I

Narkotika ini hanya dapat digunakan dalam penelitian atau pengembangan ilmu
pengetahuan. Contohnya yaitu heroin, kokain, ganja, sabu-sabu, opium, dll.
Narkotika Golongan I dilarang diproduksi atau digunakan dalam proses produksi
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

1.​ O
​ pium

Opium yang dimaksud adalah ​Papaver somniferum.​ Spesies yang


berasal dari kata Latin yang berarti tertidur. Diklasifikasikan pertama kali
oleh Linnarus dalam bukunya Genera Plantarum pada 1753. Banyak varietas
populer yang telah dibudidayakan khusus. Dalam keadaan liar, opium
berbentuk bunga yang mekar tunggal dengan bentuk kelopak bergerigi serta
berjumbai. Opium ditemukan dengan banyak warna dan yang paling indah
adalah dua variasi warna opium yaitu ​pink-chiffon. O​ pium adalah tanaman
tahunan dengan siklus 120 hari. Tumbuh baik di iklim sedang, hangat,
dengan tingkat kelembaban tanah yang rendah dan curah hujan yang rendah.
Tanaman ini memiliki sedikit hama dan penyakit sehingga tidak
memerlukan insektisida. Bunga opium berumur pendek, dalam dua atau
empat hari kelopaknya akan jatuh sehingga akan terlihat semacam polong
bundar berukuran kecil. Ketika dewasa ukurannya akan sebesar telur ayam
betina dengan diameter 5-75 cm yang berwarna hijau kebiruan. Tingginya
hanya mencapai satu meter. Opium dilukai dan akan mengeluarkan getah
berwarna putih dan setelah kering getah tersebut akan berubah menjadi
warna coklat. Getah tersebutlah yang akan dijual sebagai opium mentah [3]
Opium mentah yang telah diperoleh diproses dengan cara yang
sederhana hingga menjadi zat adiktif yang siap untuk dikonsumsi. Jika getah
opium mentah di ekstrak kembali, maka akan menghasilkan morfin yaitu
salah satu jenis narkotika golongan dua. Apabila morfin dilanjutkan
pengekstrakannya akan menghasilkan zat adiktif yang disebut heroin, yang
masih satu golongan dengan opium. Limbah dari ekstraksi heroin yang
diolah kembali akan menghasilkan zat narkoba dengan harga yang lebih
murah misalnya sabu-sabu atau metamfetamia.

Gambar 1.1. Opium

(Sumber: liputan6.com)

2.​ K
​ okain

Gambar 1.3 Kokain

(sumber :https://www.zdf.de)

Narkotika ini merupakan salah satu alkaloid yang diperolehdari


tumbuhan ​Erythroxylon Coca yang dipercaya oleh orang-orang India dapat
menahan rasa lapar dan letih. Narkotika ini dapat digunakan sebagai
anastetik dan menimbulkan efek stimulan. Ketika kokain digunakan sebagai
anstesi, kokain dapat menyempitkan pembuluh darah sehingga membatasi
pendarahan pada daerah yang diberikan.

Kokain memiliki dua macam bentuk yaitu bentuk asam yang berupa
Kristal putih dengan rasa sedikit pahit dan mudah larut serta bentuk basa
yang memiliki rasa pahit, berbau, dan tidak mudah larut.

Kokain digunakan dengan cara membagi kokain menjadi beberapa


bagian berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda datar, kemudian
dihirup menggunakan penyedot atau gulungan kertas. Selain itu juga dapat
digunakan dengan cara dibakar bersama tembakau. Namun kokain sering
digunakan dengan cara dihirup sehingga obat tersimpan dalam lapisan lendir
hidung yang mudah diserap oleh aliran darah [10].

Kokain yang disalahgunakan terdapat dalam dua bentuk yaitu :

a.​ Kokain Hidroklorida


Kokain ini merupakan alkoloid yang diekstrak dar daun tumbuhan


koka dan diubah menjadi kokain hidrokloridan menggunakan asam
klorida. Hasil dari kokain ini berupa bubuk kristal berwarna putih yang
dapat dilarutkan dalam air dan diinjeksikan dalam tubuh, tidak bisa
dihisap seperti rokok.

b.​ Basa Bebas


Kokain hidroklorida dilarutkan didalam air dan dicampur dengan


basa kuat lalu dipanaskan. Basa bebas dari kokain akan kering menjadi
padatan yang kerang setelah dievaporasi. Pecahan kokain jenis ini
biasanya dihisap dengan suatu pipa gelas [45].

3.​ H
​ eroin
Gambar 1.4 Heroin

(sumber : https://www.app.com)

Heroin atau diasetilmorfin (putaw) merupakan obat yang sangat kuat


dan berbahaya. Narkotika ini terbuat dari bunga opium poppy yang
merupakan opioida semi sintesis yang berupa serbuk putih dan memiliki
rasa pahit. Heroin memberika efek kerja yang sangat cepat di dalam tubuh
dengan mempengaruhi otak manusia merasakan kesenangan dan kesakitan.

Heroin murni yaitu berupa serbuk putih dengan rasa pahit dan tidak
dijual sembarangan. Heroin yang dipasarkan bukan termasuk heroin murni
sehingga berwarna cokelat, merah, dan lain-lain yang telah tercampur
dengan susu bubuk, kafein, gula, dan bahan kimia lainnya.

Heroin digunakan dengan cara disuntik atau dihisap. Efek yang


ditimbulkan heroin pada pengguna yaitu rasa kesibukkan yang sangat cepat
disertai rasa menyenangkan, ingin selalu menyendiri untuk menikmati
sesuatu. Hal tersebut juga disertai dengan mulut kering, beban berat pada
kaki dan legan, mengantuk, cemas, dan lain-lain. Selain itu juga dapat
menyebabkan muntah, gatal-gatal, aborsi spontan pada wanita hamil, denyut
nadi melambat dan tekanan darah menurun. Menyuntikkan heroin ke
pembuluh darah akan mengakibatkan timbul efek paling cepat (5-8 menit).

4.​ M
​ etamfetamin
Gambar 1.5 Metamfetamin

(sumber : https://www.medikalakademi.com.tr/)

Metamfetamin merupakan zat sintesis yang dapat merangsang sistem


saraf pusat sehingga menyebabkan ketergantungan obat dan mental.
Metamfetamin merupakan obat pengubah suasana hati yang menimbulkan
efek perilaku seperti peningkatan aktivitas dan penurunan nafsu makan.
Narkotika ini dapat dikonsumsi secara oral, dihisap melalui hidung dan
melalui pembuluh darah. Metamfetamin dipasarkan dalam bentuk bubuk
(yaitu ​crank, speed)​ atau bentuk yang lebih murni yaitu Kristal padat (​glass,​
ice,​ shabu).

Narkoba jenis shabu-shabu ini banyak beredar dan disalahgunakan di


masyarakat sebagai tipe senyawa stimulant dari amfetamina. Metamfetamin
sering disebut dengan istilah “meth” dan dapat ditemukan dalam bentuk pil,
kapsul, bubuk dan dapat dihisap, diinjeksi dan dimakan [48]. Senyawa ini
merupakan salah satu jenis zat haram yang paling banyak digunakan dengan
jumlah pengguna mencapai 35 juta jiwa di dunia [44].

5.​ G
​ anja
Gambar 1.6 Ganja

(sumber :​ ​https://www.merdeka.com​)

Ganja (​Canabisa indica​) merupakan tanamana perdu dengan tinggi ±


1,5 meter termasuk dalam satu kelompok dengan ​Canabis sativa,​ hasis dan
mariyuana. Ganja memiliki daun dengan jumlah banyak, berbentuk mirip
dengan daun singkong, selain itu berjari-jari 5,7 atau 9 dengan pinggiran
agak bergerigi dan berbulu. Terdapat beberapa jenis yang tumbuh di
Sumatera dan Jawa. Di beberapa daerah daunnya sering digunakan sebagai
bumbu penyedap masakan titik sebagai penyedap masakan, efek adiktif
(ketagihan) dan tentunya tidak terlalu kuat karena masuk ke otak melalui
usus terlebih dahulu.

Zat aktif dari ganja adalah THC (​Tetra Hydro Cannabinol)​ . Zat ini
banyak terdapat di daun, batang dan bunga. Apabila daun ganja dalam
keadaan kering maka efek dari zat aktif ini lebih meningkat, karena cairan
dalam daun menguap sehingga mudah dikonsumsi dengan cara
mencampurnya dalam rokok, dibakar, kemudian dihisap. Bila dilihat secara
sepintas, bentuk ganja kering akan terlihat seperti sampah daun. Para ibu
banyak yang terkecoh, ketika mereka menemukan ganja kering dalam tas
anaknya, mereka akan berpikir bahwa hal tersebut hanyalah sampah daun
biasa. Sebutan tanaman ganja dalam pergaulan di lingkungan bandar
narkotika dan pemakai yakni cimeng, mariyuana, rumput, bunga, ikat,
labang, atau jayus.

6. PEPAP (Phenethyl Phenyl Atecetoxy Piperidine)

Salah satu contoh narkotika golongan 1 yang merupakan analgesik


opioid yang termasuk analog dari pethidine (meperidine). Pepap sekitar 6-7
kali lebih kuat daripada morfin yang biasa digunakan untuk tikus di
laboratorium [38].

b)​ N
​ arkotika Golongan II

Narkotika ini digunakan dalam bidang kesehatan namun secara terbatas.


Narkotika golongan II yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan
dalam terapi dan untuk mengemban ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi yang mengakibatkan ketergantungan. Contohnya yaitu morfin, petidin,
fentamil, bezetidin, ekgonina, dll.

1. Morfin

Gambar 1.7 Morfin

(Sumber :​ ​https://doktersehat.com​)

Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan


agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Umumnya opium
mengandung 10% morfin. Kata “morfin” berasal dari Morpheus, dewa
mimpi dalam mitologi Yunani. Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu
mentah. Morfin merupakan alkaloida utama dari opium (C​17​H​19​NO​3​)
rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk
cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan. Sifat
morfin yaitu khasiat analgesik morfin lebih efektif pada rasa nyeri yang
terputus-putus (interminten) dan yang batasnya tidak tegas[17].

Ketentuan perubahan penggolongan narkotika diatur dengan


peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan yaitu Menteri Kesehatan. Yang dimaksud dengan “perubahan
penggolongan narkotika” yaitu penyesuaian penggolongan narkotika
berdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangan kepentingan
nasional. Pada Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun
2018 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, morfin merupakan jenis
narkotika yang tergolong dalam golongan 2. Narkotika golongan 2
merupakan narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan [18].

2. Morfin metobromida

Morfin metobromida merupakan turunan dari morfina nitrogen


pentafalent. Morfin metobromida termasuk kedalam narkotika golongan ke
2 sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2018 tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika. Seperti morfin pada umumnya yaitu
mengandung heterosiklik yang dapat mengatasi rasa nyeri serta dapat
menyebabkan ketergantungan. Morfin metobromida bekerja langsung pada
sistem saraf pusat. Obat ini dapat diminum langsung lewat mulut, dapat
disuntikkan ke otot, disuntikkan ke bawah kulit, ke intravena, maupun
disuntikkan ke ruang sekitar sumsum tulang belakang dan dubur. Obat ini
berbentuk Kristal dan berwarna putih [19].

3.​ M
​ orfina

Gambar 1.8 Morfina

Morfina merupakan alkaloid analgesik (peredam nyeri) yang


sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada
opium. Morfina termasuk ke dalam narkotika golongan ke 2 sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2018 tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika. Senyawa ini secara langsung
bekerja pada sistem saraf pusat yang digunakan untuk menghilangkan
rasa nyeri. Morfina dapat dikonsumsi secara langsung melalui mulut,
disuntikkan lewat otot, disuntikkan ke bawah kulit, intravena, maupun
suntikan ke ruang sekitar sumsum tulang belakang [21]

Morfina pertama kali diisolasi oleh Friedrich Sertuner antara


tahun 1803 dan 1805. Dan menjadi isolasi yang pertama pada kategori
bahan aktif dari tanaman. Produk ini pertama kali dipasarkan pada tahun
1827 oleh Merck KGaA, sebuah perusahaan multinasional yang
memproduksi berbagai macam farmasi, kimia. Sertuner pertama kali
menamakan senyawa ini dengan nama morphium mengikuti dewa
mimpi Yunani, Morfeus, karena obat ini dapat menyebabkan tidur.
Morfina lebih banyak digunakan setelah penemuan jarum suntik sekitar
tahun 1857. Morfina pada awalnya digunakan sebagai obat peredam
nyeri dan sebagai terapi ketergantungan dari alkohol dan opium. Namun
sayangnya, di zaman yang semakin berkembang ini morfina telah
banyak disalah gunakan tidak sesuai dengan fungsinya [22].

Morfina digunakan untuk menangani nyeri yang akut dan kronis.


Efek maksimum yang dapat dicapai oleh morfina adalah sekitar setelah
20 menit jika lewat intravena dan sekitar 60 menit ketika obat ini
diberikan lewat mulut. Durasi anti nyeri dari obat ini berkisar antara 3
sampai 7 jam. Efek samping yang dirasakan setelah memakai obat ini
adalah mual, sembelit, namun jarang menimbulkan efek yang mencapai
tingkat parah yang mengharuskan pemberian obat dihentikan [23].

Biasanya morfina ini digunakan untuk mengatasi rasa nyeri


akibat serangan jantung maupun rasa nyeri dari persalinan. Selain itu
morfina sering kali digunakan untuk menangani penyakit edema paru
akut. Edema paru merupakan cairan yang terakumulasi di rongga udara
dan parenkim paru sehingga dapat menyebabkan gangguan pada
perpindahan udara bahkan dapat menyebabkan gagal napas. Morfina
juga efektif diberikan dalam meredakan gejala dispnea yang diakibatkan
oleh kanker maupun bukan kanker[24].

Morfina paling banyak mengandung alkaloid yaitu golongan


senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat di
tumbuhan. Biasanya ditemukan di opium, getah kering (lateks) yang berasal
dari getah irisan biji mentah opium, atau yang dinamakan poppy ​(Papaver
somniferum)​. Morfin merupakan salah satu pemurnian pertama dari sumber
tanaman dan merupakan salah satu dari sedikitnya yang mengandung 50
macam alkaloid dari beberapa jenis opium, Poppy Straw Konsentrat, serta
turunan opium lainnya [26].

Dalam pengobatan klinis, morfina dianggap sebagai patokan dari


analgesik yang digunakan untuk meringankan rasa sakit dan nyeri pada
pasien. Seperti opioid lain, seperti oksikodon (Oxycontin, Percocet,
Percodan), hidromorfon (Dilaudid, Palladone), dan diacetylmorphine
(Heroin). Morfina langsung bekerja mempengaruhi sistem saraf pusat.
Morfina beresiko tinggi menyebabkan kecanduan apabila digunakan tidak
sesuai dengan dosis dan fungsinya.

Dosis : pada nyeri, oral 3-6 dd 15-60 mg garam-HCL, anak-anak diatas 1


tahun 3-6 dd 0,5 mg/kg. Pada batuk 4-6 dd 10-20 mg, maks. 120 mg/hari,
anak-anak 4-6 dd 1 mg/kg.

c)​ N
​ arkotika Golongan III

Narkotika ini digunakan untuk pengobatan. Narkotika yang berhasiat untuk


pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan sebagai tujuan pengemban
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibtakan
ketergantungan.Contohnya yaitu kodein, dionima, etilmorfina, propiram,
polkodina, dll. [2]

1. Etilmorfina
Gambar 1.9 Etilmorfina

(sumber : https://lookfordiagnosis.com)

Etilmorfina merupakan senyawa semi sintetik dan digunakan sebagai


penekan batuk/antitutif. Etilmorfina merupakan salah satu contoh narkotika
golongan 3. Etilmorfina merupakan alkaloidanalgesik yang sangat kuat dan
merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Obat ini bekerja
langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa nyeri[27].

2. Kodein

Gambar 1.10 Kodein

(sumber : https://www.honestdocs.id)

Kodein atau alkaloida terkandung dalam opium banyak digunakan dalam


keperluan medis, dengan khasiat analgesik yang lemah sehingga kodein dipakai
untuk obat peredam batuk.

Kodein merupakan obat antitusif dan analgesik yang telah digunakan sejak
tahun 1800-an. Obat ini merupakan golongan opioid ringan yang umum
digunakan untuk pasien pediatrik meskipun penelitian mengenai keamanan
penggunaan kodein pada pasien pediatrik masih sedikit [28].

Kodein merupakan suatu zat yang memiliki sedikit efek namun dalam tubuh
berubah menjadi bermanfaat seperti morfin. Meskipun begitu, juga terdapat
tubuh yang tidak dapat mengubah kodein menjadi morfin, tetap merasakan
manfaatnya. Kodein diberikan untuk meredakan diare, batuk, dan nyeri [ 43].
Dalam tes laboratorium, kodein tidak ditemuan bukti bahwa kodein
menyebabkan mutasi sel yang dapat memicu timbulnya kanker. Selain itu juga
tidak ditemukan bukti, bahwa kodein dapat menimbulkan kecacatan lahir bagi
pengguna yang sedang hamil walaupun dapat menurunkan berat badan janin
[43].

3. Buprenorfin

Gambar 1.11 Buprenorfin

(sumber : https://www.webmd.com)

Buprenorfin digunakan sebagai alternatif matadon untuk perawatan atau


pemeliharaan ketergantungan opioid, tetapi hasil yang berbeda dilaporkan
mengenai efektivitas relatifnya yang menunjukkan perlu tidaknya tinjauan[33].

Beprenorfin digunakan/diberikan kepada orang yang menderita kondisi


yang menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien seperti kanker, pankreatitis,
dan pembedahan. Penggunaan buprenorpin dapat menyebabkan mual, pusing,
berkeringat, dan tekanan darah rendah, serta gangguan pernapasan. Berbagai
peneliti menemukan bahwa buprenorfin dapat menyebabkan euforia sebagai
efek yang terjadi apabila kekurangan obat yang digunakan untuk mengobati
kecanduan. Sehingga menurut para peneliti, buprenorfin memiliki potensi yang
besar untuk disalahgunakan. Tetapi buprenorfin dapat digunakan untuk
mengobati pengguna yang kecanduan opiod lain seperti heroin yang biasanya
hanya dapat bertahan pada opiat yang lebih tinggi. Analisis statistik kematian
penggunaan buprenorfinjuga lebih rendah daripada angka kematian yang
disebabkan oleh metadon [43].

Buprenorfin merupakan obat yang digunakan untuk pengguna heroin yang


tidak ingin menggunakan pengobatan metadon atau alergi terhadap obat
metadon sehingga buprenorfin disebut sebagai pengobatan yang aman dan
efektif untuk pengobatan kecanduan opioid. Efek parsial buprenorfin
ditunjukkan untuk menyebabkan depresi pernapasan yang tergantung pada efek
agonisreseptor. Buprenorfin digunakan melalui pembuluh darah tetapi memiliki
potensi penyalahgunaan yang lebih rendah. Buprenorfin dikatakan lebih unggul
dari metadon dalam mengurangi penggunaan kokain, hal tersebut ditunjukkan
dalam uji klinis yang dilakukan oleh Schottenfeld dan teman-temannya dengan
mengambil dosis buprenorfin sebesar 12 dan 4mg serta metadon 65 dan 20mg
diperoleh hasil uji opioid positif toksikologi minimum 65mg diperoleh metadon
45%, 12mg buprenorfin diperoleh 58%, 20mg metadon 72% dan 4mg
buprenorfin 77% [36].

Buprenorfin ini merupakan narkotika golongan ke 3 dengan merk jual


Subutex. Obat ini dapat digunakan dibawah lidah, di pipi, dengan injeksi
sebagai tambalan kulit atau sebagai implant. Formulasi kombinasi buprenorfin
direkomendasikan untuk mencegah penyalahgunaan dengan injeksi.
Buprenorfin digunakan untuk mengobati seseorang yang mengalami gangguan
penggunaan opioid. Formulasi dari kombinasi buprenorfin pada umumnya
lebih disukai sebagai nalakson, suatu antagonis opioid [39].

4. Propiram

Gambar 1.12 Propiram

(sumber : https://lookfordiagnosis.com)

Propiram adalah agonis reseptor opioid parsial dan analgesik antagonos


lemah dari keluarga obat ampromida yang terkait dengan obat lain seperti
fenampromida dan diampromida. Propiram diberikan pada manusia dan
monyet sebagai pengganti morfin pada individu yang tergantung pada obat
dosis rendah. Propiram merupakan analgesi opioid yang diberikan secara oral
atau dikunyah. Propiram akan menimbulkan efek pada dosis 50 atau 100 mg.

C. Efek dan Mekanisme

Narkoba dapat mempengaruhi tubuh apabila berada di dalam darah hingga


mencapai ke otak. Ketika narkoba berada di otak, senyawa harus menemukan reseptor
spesifik yang terletak pada saraf (neuron). Kemudian ketika narkoba telah terikat
dengan neuron-neuron spesifik karena menirukan nerontransmiternya, narkoba akan
menimbulkan efek. Neurontransmiter dapat meningkatkan atau menurunkan transfer
impuls antar neuron di otak. Dalam hal halusinogen, narkoba akan membelokkan
transfer impuls antar neuron. Selain terdapat efek pada transfer impuls antar neuron,
juga terdapat efek euphoria yang menyebabkan ketagihan bagi pengguna [42].

a) Narkotika Golongan I

1. Opium

Efek dari penggunaan narkoba jenis opium kurang lebih hampir sama
dengan efek yang ditimbulkan oleh heroin dan morfin. Efek dari penggunaan opium
dapat terjadi dalam 3-6 jam. Ketika pertama kali dihirup atau digunakan, efek yang
ditimbulkan adalah meningkatkan nafsu dan memberikan perasaan tenang. Rasa
kebahagiaan atau euforia muncul secara berlebihan seakan-akan masalah dan segala
kesulitan yang menimpa mereka adalah remeh dan tidak berpengaruh apa-apa
terhadap hidupnya. Tetapi ketika efek dari opium habis, muncul mimpi buruk dan
mengakibatkan perasaan halusinasi dan pada titik tersebut pengguna sudah
dikatakan membutuhkan lebih banyak opium lagi atau kecanduan [4].

Dahulu opium dikonsumsi dengan menumbuk langsung kelopak opium


secara utuh dan dicampur dengan madu, namun seiring perkembangan zaman untuk
mempermudah didistribusikan dan dengan tujuan agar lebih awet maka getah
opium disadap, dipadatkan. Sehingga berbentuk seperti gel padat. Orang China
akhirnya menemukan cara yang lebih efisien dan mudah untuk mengkonsumsinya
yaitu dengan cara dihisap. Opium tersebut diuapkan terlebih dahulu sehingga dapat
langsung dihisap dan di rasakan sensasinya. Uap yang dihasilkan dapat dihirup
dengan pipa bambu panjang yang memiliki fungsi agar uap terlebih dahulu menjadi
dingin sebelum masuk ke dalam mulut [5].

Perbedaan cara mengkonsumsi opium menghasilkan perbedaan efek yang


diterima. Opium yang diminum lebih lama bereaksi dengan tubuh daripada dengan
cara dihisap. Efek yang ditimbulkan akan lebih hebat dan respon yang timbul
dengan cepat dari tubuh. Hal ini dikarenakan uap yang dihirup akan langsung
masuk ke paru-paru dan masuk secara cepat ke membran paru-paru bersama
oksigen. Darah yang mengandung uap opium dan oksigen dibawa menuju otak.
Namun apabila dimakan opium harus melalui perut dahulu, dicerna bersama
makanan baru kemudian dapat dibawa ke bersama darah menuju ke otak. Cara
dihisap lebih disukai karena tidak menimbulkan masalah perut [6]

Opium bekerja dengan cara bertautan pada reseptor sel-sel saraf di tulang
belakang, otak, perut, dan di bagian tubuh yang lain. Penautan opium akan
menghalangi sinyal nyeri yang akan dikirim tubuh ke otak. Opium dapat
merangsang produksi endorfin yang dapat meredam rasa nyeri sekaligus
menimbulkan perasaan bahagia. Efek yang diberikan sangat kuat dan begitu efek
endorfin hilang, tubuh secara alami akan menginginkannya lagi. Jika dikonsumsi
dalam jangka waktu yang lama, maka produksi endorfin berangsur-angsur
menurun. Dosis yang sama ketika awal dikonsumsi tidak memberikan rasa bahagia
sehingga akan terus menerus menambah dosis [7].

2. Kokain

Efek dari penggunaan kokain yaitu menimbulkan kegembiraan yang


berlebihan, dorongan seks, kejang-kejang, gangguan pernapasan, paranoid,
kebingungan, gangguan penglihatan, dan memperlambat pencernaan. Dampak dari
penggunaan kokain yang berlebihan yaitu dapat memberikan luka atau iritasi pada
sekitar lubang hidung dan selaput lendir hidung. Ketika kokain digunakan secara
berulang-ulang akan menyebabkan peradangan kronis pada membran hidung,
kematian jaringan, dan pengelupasan jaringan yang terluka. Selain itu kokain juga
dapat menyebabkan kematian karena kokain didistribusikan ke dalam otak setelah
melalui mukosa hidung dan mastik dalam darah. Konsentrasi kokain dalam darah
meningkat dengan cepat selama 20 menit.

Pada penelitian manusia awal pada kokain menyatakan bahwa efek


kronotropik positif tergantung dosis pada jantung mencapai peningkatan rata-rata
denyut jantung 38 bpm sebagai respon 32 mg kokain. Peningkatan denyut jantung
terjadi pada dosis terendah 13 mg kokain. Kemudian ketika peningkatan denyut
jantung mencapai 15 hingga 46 bpm akan dapat menimbulkan kematian akibat
kelebihan kokain. Hal tersebut juga dibuktikan oleh Resnick dengan menggunakan
dosis 4 dan 8 mg untuk pria, kokain tidak mempengaruhi denyut jantung dan
tekanan darah, tetapi setelah dosis 16 mg kokain denyut jantung meningkat dari
rata-rata 74 bpm menjadi 100 bpm. Kemudian setelah 32 mg kokain, denyut
jantung dari rata-rata 74 bpm menjadi 112 bpm. Peningkatan denyut jantung
tersebut terjadi 2-5 menit setelah kokain digunakan melalui pembuluh darah [11]

Kokain merupakan senyawa ester yang berfungsi sebagai anestesi lokal


karena menghambat saluran sodium pada sistem syaraf. Semua anestesi lokal
memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dipisahkan oleh suatu ester atau
amida. Kokain juga sebagai zat aditif maupun zat yang menyebabkan rasa gembira.
Dalam penggunaanya, kokain digunakan bersamaan dengan alkohol untuk
menambah rasa euforia. Hal tersebut dikarenakan terbentuknya senyawa
cocaethylene dalam tubuh [42].

Kokain mempunyai nama lain seperti coke, ball. Blow, flake, snow, charlie,
dust, mojo, dll. Kokain adalah salah satu jenis narkoba yang sangat berbahaya,
karena hampir pengguna narkoba ini mustahil untuk bebas dari cengkraman secara
fisik dan mental. Secara fisik, obat terlarang ini dapat merangsang saraf penerima
dalam otak yaitu ujung saraf yang dapat merasakan perubahan dalam tubuh, dengan
menciptakan rasa gembira yang luar biasa dan meningkatkan rasa toleransi
pengguna dengan cepat[46].

3. Heroin

Heroin diabsorpsi dengan baik pada subkutaneus, intramuskular, dan


mukosa hidung. Heroin dapat dengan cepat masuk kedalam darah kemudian
menuju jaringan. Konsentrasi heroin dalam paru-paru, hati, dan ginjal tinggi,
sedangkan pada otot dan otak konsentrasinya rendah. Sehingga heroin dapat
menembus otak lebih mudah dan cepat. Heroin dapat menyebabkan analgesik
karena berikatan dengan reseptor spesifik yang ada di dalam otak dan medulla
spinalis. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan transmisi dan modulasi
nyeri. Heroin memasuki otak dengan cepat dan berikatan dengan reseptor opioid
pada sel yang terletak di daerah yang terlibat rasa sakit dan senang dan
mengendalikan denyut jantung, tidur dan bernafas [12].

Akibat penggunaan heroin suntikan jangka panjang dapat menyebabkan


terjadinya luka atau kerusakan pada pembuluh darah, infeksi yang disebabkan oleh
bakteri pada pembuluh darah dan katup jantung, pembengkakan dan infeksi lain
pada jaringan yang halus, serta penyakit hati atau ginjal sehingga dapat berakibat
komplikasi paru-paru. Berbagai jarum suntik atau cairan ini dapat mengakibatkan
tertularnya virus Hepatitis B dan C, HIV dan virus-virus lain yang dapat tertular
melalui darah [47].
Menurut Lembaga Penyalahgunaan Narkoba Nasional, efek penggunaan
heroin dibagi menjadi efek segera (short term) dan efek jangka panjang (long term).
Efek segera dari penggunaan heroin yaitu gelisah, depresi pernafasan, mual dan
muntah. Untuk efek jangka panjangnya yaitu adiksi, HIV, penyakit paru (seperti
TBC), dan infeksi jantung.

Apabila pengguna sudah mencapai toleransi (penggunaan yang berlebih),


akan menyebabkan mudah depresi dan marah sedangkan efek euforia semakin
ringan atau singkat. Pada wanita hamil, heroin dapat menimbulkan komplikasi dan
lahirnya bayi prematur. Selain itu juga memiliki resiko tinggi terjadinya SIDS
(Sudden Infant Death Syndrome).​ Pada bayi yang terlahir dari wanita pengguna
heroin akan mengalami gejala gelisah, bersin, sering menguap, menangis, gemetar,
muntah, diare, hingga kejang.

4. Metamfetamin

Penggunaan metamfetamin dalam dosis sedang akan menimbulkan perasaan


senang, percaya diri, dan kegembiraan atau euforia. Dalam dosis besar dapat
membuat pengguna merasa cemas, dan gugup, sedangkan dalam dosis yang
berlebih dapat menyebabkan kejang-kejang, gagal jantung dan kematian.

Ketika pengguna memakai metamfetamin, akan menghasilkan perasaan


nyaman dan dan energi semu sehingga pengguna akan cenderung memaksakan diri
untuk melakukan sesuatu dengan lebih cepat dan lebih jauh dari sebelumnya.
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan permanen, peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah, kerusakan pembuluh darah yang dapat
menyebabkan stroke, kerusakan hati, ginjal dan paru-paru. Pengguna yang
mengalami kerusakan otak akan mengalami melemahnya daya ingat dan
ketidakmampuan berpikir.

Reaksi pertama yang dirasakan pengguna ketika memakai metamfetamin


yaitu disebut dengan istilah Rush yang ditandai dengan detak jantung memompa
dengan cepat dan metabolisme, tekanan darah dan denyut nadi meningkat. Gejala
tersebut berlangsung sampai dengan 30 menit. Kemudian pengguna akan senang
berdebat dan merasa lebih cerdas yang berlangsung selama 16 jam[14].

5. Ganja

Cara kerja Asap ganja ketika masuk ke dalam tubuh manusia adalah sebagai
berikut: Asap yang mengandung ganja terlebih dahulu masuk ke dalam paru-paru.
Di dalam paru-paru, asap tersebut langsung diserap oleh darah yang kemudian
dibawa ke jantung. Dari jantung, asap ganjadi edarkan ke seluruh tubuh termasuk
otak oleh pembuluh darah.

Di Indonesia ganja merupakan tanaman ilegal, bahkan pemerintah Indonesia


telah mengeluarkan undang-undang tentang larangan proses produksi, distribusi
sampai tahap konsumsi dari tanaman ganja. Bedasarkan undang-undang No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, tanaman ganja termasuk dalam narkotika golongan
I. Pada pasal 7 dalam UU 35/2009 dijelaskan bahwa narkotika hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengemabngan ilmu
pengetahuan dan teknologi. “Pelayanan Kesehatan” yang dimaksud yakni termasuk
dalam pelayanan rehabilitasi medis, sedangkan “pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi” yang dimaksud disini yaitu penggunaan narkotika khusunya dalam
kepentingan pengobatan rehabilitasi, termasuk dalam kepentingan pendidikan,
pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta keterampilan. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh instansi pemerintah dengan tugas dan fungsinya melakukan
pengawasan, penyelidikan, penyidikan dan pemberantasan terhadap peredaran
gelap narkotika. Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan ini termasuk
dalam kepentingan melatih anjing pelacak narkotika dari pihak Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Bea dan Cukai serta Badan Narkotika Nasional serta instansi
lainnya [16].

Dalam penggunanan jangka pendek, narkotika jenis ganja dapat


menyebabkan kehilangan koordinasi dan kekacauan pada kesadaran akan waktu,
penglihatan dan pendengaran. Efek lain dari penggunaan ini adalah seorang
pengguna tidak bisa tidur, mata yang memerah, bertambahnya nafsu makan dan
otot-otot yang rileks. Denyut jantung yang meningkat. Dalam hal social pun,
prestasi sekolah mengalami penurunan yang disebabkan oleh kerusakan pada
kemampuan mengingat dan berkurangnya kemampuan memecahkan masalah.
Penggunaan jangka panjang juga menimbulkan gejal-gejala gangguan jiwa dan
ditemukan kerusakan pada jaringan otak . Gejala lain juga dapat merusak paru-paru
dan jantung, serta memperparah gejala brokhitis dan menyebabkan batuk-batuk
serta kesulitan dalam bernafas. Menurunkan kemampuan tubuh untuk mengatasi
radang dan penyakit paru serta mdapat meningkatkan krisiko kerusakan hati pada
penderita hepatititis [42].

6. PEPAP (Phenethyl Phenyl Atecetoxy Piperidine)


Pepap memiliki efek samping yang hampir sama dengan opioid lain yaitu
mual, muntah, menyebabkan kantuk, serta depresi pernapasan yang berpotensi
dapat mengakibatkan kematian [38].

b) Narkotika Golongan II

1. Morfin

Penggunaan morfin dapat mempengaruhi susunan syaraf pusat dan


organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada system syaraf pusat
memiliki dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Analgesia, sedasi, perubahan
emosi, dan hipoventilasi alveolar termasuk ke dalam sifat depresi.
sedangkan stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek
spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH) termasuk ke
dalam sifat stimulasi [17].

2.​ M
​ orfin metabromida

Dampak atau efek samping yang ditimbulkan dapat menyerang baik fisik
maupun psikologisnya. Dilihat dari efek samping secara fisiknya antara lain
pupil mata menjadi menyempit, tekanan darah akan menurun, denyut nadi akan
melambat, suhu badan menurun, kejang lambung, hormone tidak stabil, serta
mulut akan terasa kering. Sedangkan secara psikis yang dirasakan oleh
seseorang yang mengkonsumsi obat ini antara lain, akan menimbulkan rasa
senang yang berlebihan, anti depresan, merasa rileks, mengantuk bahkan
tertidur, kesadaran menurun, serta menimbulkan berkurangnya kesadaran diri.
Masa kerja obat ini berkisar antara 4-6 jam [20].

3.​ M
​ orfina

Morfina memberikan efek samping yang berdampak baik dari segi fisik
maupun psikologis. Efek samping dari penggunaan morfina antara lain mual,
muntah, mulut kering, perubahan warna pada wajah, sulit buang air besar,
berkeringat, mengantuk, penglihatan kabur bahkan dapat menyebabkan
hilangnya kesadaran sementara. Selain dapat menyebabkan efek samping secara
fisik, morfina juga menyebabkan efek samping pada psikologis apabila tidak
digunakan dengan benar. Seperti bahagia yang berlebihan tanpa alasan
(euphoria), linglung, gelisah, suasana hati yang labil, terlihat apatis,
menurunkan tingkat konsentrasi, serta dapat menyebabkan ketergantungan.
Selain itu morfina juga menyebabkan ketidakseimbangan hormon pada
pengguna kronis baik laki-laki maupun pada perempuan. Efek ini tergantung
pada dosis yang dikonsumsi [25]

c) Narkotika Golongan III

1. Etilmorfina

Etilmorfin (dionin) merupakan derivate dengan khasiat analgesik dan


hipnotik lebih lemah, penghambatannya terhadap pernapasan juga lebih ringan.
Untuk menekan batuk, zat ini kurang efektif dibandingkan dengan kodein, tetapi
dahulu tetap banyak digunakan sebagai obat batuk[27].

2. Kodein

Kodein yang diberikan melalui oral akan melewati saluran pencernaan


kemudian diabsorbsi oleh usus [29]. Di dalam usus, obat ini akan mengalami
absorbsi secara tidak lengkap sehingga menembus dinding usus menuju hepar
melalui vena porta kemudian obat akan dimetabolisme di hepar [30].

Efek samping penggunaan kodein, pasien mengalami kesulitan bernafas


(gagal bernafas) sehingga asupan oksigen tidak terpenuhi dan menyebabkan
kematian. Hal ini dikarenakan adanya polimorfisme pada gen yang
memetabolisme kodein [31].

Penggunaan kodein ini dapat bermanfaat apabila digunakan pada dosis yang
tepat, karena jika digunakan diluar pengawasan akan menimbulkan efek
perasaan senang berlebih, mual serta muntah, tekanan darah rendah, depresi dan
gangguan alat pernapasan berat. Pelarangan penggunaan kodein ini disebabkan
karena metabolit aktif kodein, morfin, dapat menyebabkan nafas menjadi
lambat dan sulit [32].

Pengguna kodein menggunakan narkotika ini untuk mengurangi


kecemasan,dan efek menyenangkan. Pada uji klinisnya, kodein tidak ditemukan
aksi antidepresan, tetapi dalam penggunaan untuk waktu yang lama dapat
menyebabkan penurunan tekanan. Sirup obat batuk yang terdiri dari kodein dan
bahan lainnya dapat menstimulus dan meningkatkan daya tarik sirup. Tetapi
dapat menyebabkan efek seperti kantuk, kram perut, mual, dan gangguan
pernapasan.

3. Buprenorfin
Efek samping penggunaan buprenorfin adalah konstipasi, sakit kepala,
insomnia, astenia, mengantuk, mual dan muntah, pusing, dan tidak sadarkan
diri, berkeringat, depresi pernafasan, nekrosis hati, dan halusinasi. Apabila
terjadi nekrosis hati dan hepatitis dapat menyebabkan gejala putus obat jika
diberikan kurang dari 4 jam setelah penggunaan opioid yang terakhir dan tidak
direkomendasikan pada saat kehamilan [34].

4.​ P
​ ropiram

Efek dari penggunaan propiram adalah bertanggung jawab untuk perubahan


persepsi nyeri yang dimediasi melalui reseptor opioid dengan melibatkan
interaksi antara sistem opioid, adrenergik, dan serotonergik. Efek yang
ditimbulkan pada pengguna propiram yaitu mengantuk, mual, muntah, dan
pusing dalam jangka waktu yang sering. Propiram mengerahkan efek analgesik
dengan mengubah persepsi nyeri melalui reseptor opioid. Propiram pada dosis
50 mg memberikan pengaruh pada parameter kardiovaskular atau denyut
jantung dan tekanan darah serta menimbulkan efek depresi[35].

D. Dampak Penyalahgunaan dan Pola Bijak


a) Narkotika Golongan I
1. Opium
Penggunaan yang berlebihan dapat mengakibatkan penggunanya
menjadi sangat candu dan ketergantungan. Selain itu akan merasa pusing
kepala, kesehatan kulit menjadi bermasalah, mengalami perasaan sibuk
sendiri secara berlebihan atau sering disebut dengan ​rishing sensation,
penurunan kewaspadaan, pandangan menjadi terbatas, merasa mual-mual,
merasakan sakit luar biasa di sekujur tubuhnya, penurunan kondisi tubuh,
otot-otot menjadi layu, melemahnya memori otak, nafsu makan sangat
rendah sehingga berat badan akan terus menyusut dan kedua mata akan
mengalami sianosis atau kondisi dimana warna selaputnya menjadi
berwarna kebiru-biruan karena pasokan oksigen dalam darah yang sangat
kurang [8].
Gambar 1.2 Pecandu Opium di Indonesia pada abad 19
(Sumber: ​www.kaskus.co.id​)

Opium memiliki manfaat dalam bidang kedokteran. Opium dapat


digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit, sehingga langkah bijak
penggunaan opium ini adalah hanya diberikan oleh dokter atau ahli medis
dengan dosis yang telah ditentukan agar tidak berlebihan [9].

“Candu mengajarkan hanya satu hal, yaitu bahwa selain penderitaan


fisik, tidak ada hal yang nyata.” André Malraux

2. Kokain
Apabila pengguna menggunakan jenis narkotika ini dalam dosis
yang lebih tinggi, pengguna akan memberikan efek yakni menciptakan rasa
gembira yang luar biasa dan meningkatkan rasa toleransi pengguna dengan
cepat. Kokain merupakan jenis narkoba yang berbahaya karena
menyebabkan ketergantungan[46].
3. Heroin
Dosis untuk penggunaan heroin yaitu 500 mg untuk yang bukan
pecandu dan 1800 mg untuk pecandu. Dampak yang terjadi akibat overdosis
heroin yaitu kesadaran menurun hingga koma, kesulitann bernafas, suhu
tubuh rendah dan kulit terasa dingin. Kematian yang terjadi pada pengguna
heroin disebakan oleh depresi pernafasan yaitu tubuh kekurangan oksigen.
Ketika pengguna heroin mengalami overdosis, pernafasan mereka
memperlambat atau bahkan berhenti, sehingga mengurangi jumlah oksigen
yang masuk ke dalam otak. Hal tersebut dapat menyebabkan koma dan
kerusakan otak permanen [13].
4. Metamfetamin
Ketika telah memasuki tahap binge (penggunaan narkoba yang tidak
terkendali), pengguna akan menjadi hiperaktif secara mental dan fisik.
Ketika pengguna merasakan tahap adiksi yang dinamakan tweaking atau
ketika metamfetamin tidak memberikan efek rush atau high lagi. Karena
pengguna tidak mampu mengatasinya, pengguna akan kehilangan jati diri.
Pengguna akan merasakan gatal, insomnia, halusinasi. Ketika pengguna
sudah tidak bisa mengatasi hingga tubuh pingsan, setelah itu pengguna akan
kembali dalam keadaan yang buruk, kelaparan, dehidrasi, dan lelah fisik,
mental, dan perasaan. Sehingga menyebabkan timbul rasa memakai
metamfetamin lebih banyak [14].
5. Ganja
Penggunan ganja akan mengalami reaksi pertama pada tahap awal
akan merasakan ketenangan, rileks, lupa akan masalah-masalah yang pelik,
mengantuk, kemampuan berpikir logika berkurang sehingga mudah diajak
untuk melakukan hal-hal buruk/diluar kendali, seperti mencuri, melacur,
berkelahi, dan lain-lain. Efek lainnya yaitu nafsu makan menjadi bertambah,
mudah tergelincir, bengong, dan berkhayal (halusinasi). Overdosis, bila
pemakaian dosis ganja terlalu banyak. Akibatnya yaitu kemampuan
konsentrasi berkurang dan memiliki rasa kantuk yang luar biasa sampai
tertidur, pupil mengecil, denyut nadi dan daya berfikir lemah, detak jantung
menjadi lambat, tekanan darah menjadi turun, kesadaran menurun, hingga
mengakibatkan pingsan pingsan, koma, bahkan kematian. Sakaw, bila
seorang pecandu dipaksa berhenti untuk mengkonsumsi ganja (atas
kehenda sendiri maupun orang lain), maka ia akan mengalami sakaw atau
withdrawal effect. Gejala yang dapat dilihat yakni keluarnya keringat
dingin, pikiran menjadi kacau, mudah sekali tersinggung sama pupil
melebar, jantung selalu berdebar-debar dan mengalami kesulitan tidur
hingga hilangnya nafsu makan[15].
b). Narkotika Golongan II
1. Morfin
Pada pemakaian morfin dengan dosis yang cukup tinggi, dapat
menghilangkan kolik empedu dan uretur. Morfin menekan pusat pernafasan
yang terdapat pada batang otak sehinggga dapat menyebabkan pernafasan
terhambat hingga mengakibatkan kematian. Efek dari penekanan pernafasan ini
diperkuat oleh fenotiazin, MAO-I serta imipramin. Sifat morfin lainnya ialah
dapat mengakibatkan kejang abdominal, muka menjadi merah, dan gatal
terutama di sekitar hidung akibat dari terlepasnya histamin dalam sirkulasi
darah, dan konstipasi karena morfin dapat menghambat gerakan peristaltik.
Hipotalamus mempengaruhi morfin untuk meningkatkan produksi antidiuretik
hormon (ADH) sehingga dapat mengurangi volume air seni. Produksi ACTH
dan hormon gonadotropin dihambat oleh morfin sehingga kadar 17 kolesteroid
dan kadar 17-hidroksi kortikosteroid dalam urine dan plasma berkurang.
Gangguan hormonal ini mengakibatkan terganggunya siklus menstruasi dan
impotensi[17].

2. Morfina

Efek samping dari morfina yang serius antara lain akan menurunkan kerja
pernapasan dan menurunkan tekanan darah. Obat ini dapat memberikan rasa
ketergantungan dan rentan disalahgunakan. Obat ini dilarang dikonsumsi oleh
ibu hamil ataupun menyusui karena dapat memberikan pengaruh pada bayi
[24].

c). Narkotika Golongan III


1. Etilmorfina

Efek samping yang mungkin ditimbulkan antara lain mual, muntah,


sembelit, kantuk, kebingungan, serta menyebabkan kejang empedu [27].

2. Kodein

Penggunaan kodein dalam dosis besar dapat menimbulkan halusinasi dan


paranoid pada seseorang yang sudah renta terhadap gangguan kejiwaan. Pada
program perawatan penyalahgunaan obat, kodein berhasil digunakan untuk
membantu mengalihkan pecandu dari opiod lain. Para peneliti menyarankan
untuk menggunakan kodein sebagai alternatif karena memiliki efek yang lebih
sedikit dari metadon[43].

3.​ B
​ uprenorfin

Reaksi yang merugikan dari penggunaan buprenorfin mirip dengan opioid


lain diantaranya mual, muntah, rasa kantuk, pusing, sakit kepala, hilang ingatan,
menghambat saraf dan kognitif, mulut kering, serta menyusutnya pupil mata.
Selain itu dampak buruk yang ditimbulkan dapat menganggu keseimbangan
hormon pada tubuh. Efek yang paling parah adalah depresi pada pernapasan.
Namun hal ini lebih banyak terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi
benzodiazepine, alcohol, maupun penyakit paru-paru [40].

4. Propriram
Dalam penggunaan propiram dalam waktu jangka panjang memberikan efek
mulut kering, sembelit. Dosis yang dianjurkanpada pengguna propiram yaitu 50
sampai 100 mg secara oral diulang setiap 4 sampai 6 jam [35].

E. Peraturan Penggunaan

UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terdapat sanksi apabila


disalahgunakan penggunaannya sebagaimana ketentuan dalam pasal 111 ayat (1)
dimana setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam
bentuk tanaman, dipidana dengan penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) [1].

Dalam Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika di pasal 37


Narkotika golongan II dan golongan III yang berupa bahan baku, baik alami
maupun sintetis yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan
Menteri. Sedangkan dalam bab IX tentang pengobatan dan rehabilitasi, di dalam
bagian pertama isi pasal 53 berdasarkan indikasi medis dokter dapat memberikan
narkotika golongan II dan golongan II dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu
kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada bagian
kedua tentang rehabilitasi tertuang dalam pasal 54-59, pecandu narkotika dan
korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial baik bagi pecandu dibawah umur maupun yang sudah cukup
umur wajib untuk melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat [1].

Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan


dengan Narkotika. Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain atau
badan Internasional secara bilateral dan multilateral baik regional maupun
internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan Narkotika dan Prekursor
Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional. Dan dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika [1].

Penyalahgunaan narkotika mengakibatkan pengguna mengalami


ketergantungan obat, yang mana menurut WHO didefinisikan sebagai kondisi
intoksikasi yang periodik atau kronis, yang disebabkan dengan menggunakan obat
terlarang secara berulang. Akibatnya meliputi munculnya keinginan yang kuat
untuk menggunakan obat dan mendapatkannya dengan segala cara, kecenderungan
untuk meningkatkan dosis pemakaian, terganggu secara psikis, dan merusak diri
sendiri serta masyarakat. Ada tiga komponen penting yang harus diperhatikan
dalam kasus penyalahgunaan narkotika, yaitu pengguna (​user)​ , penyalahgunaan
(​abuser​), dan pecandu (​addict)​ . Dalam kasus seperti penyalahgunaan morfin,
heroin, kokain yang bisa didapatkan secara ilegal (gelap) [41].

F. Daftar Rujukan

[1] “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,”


[Online].

[2] T. A.M, “Penyalahgunaan Narkoba dan Upaya Penanggulangannya,” ​Badan


Narkotika Provinsi Jawa Timur, 2​ 010.

[3] M. Both, Opium: A History, London: Simon & Schuster Ltd, 1996.

[4] R. Saputra, “Mengenal sejarah opium, opium bunga cantik yang memtaikan
disalahgunakan,” 13 Februari 2018. [Online]. Available:
https://www.brilio.net/creator/opium-bunga-cantik-yang-mematikan-021268.html.
[Accessed 20 Januari 2020].

[5] S. &. T.M, Drugs The Straight Fact: Opium, New York: Infobase Publishing, 2007.

[6] J. Barter, Opium: Drugs Education Library, tanpa tahun.

[7] C. D. T, Forces of Habbit, Drugs and the Making of The Modern World, Cambridge:
Harvard University Press, 2001.

[8] I. D. P. Ekasasnanda, “Fenomena Kecanduan Narkotika,” Juni 2014. [Online].


Available:
http://journal.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/download/4755/2237.
[Accessed 20 Januari 2020].

[9] Thegorbalsla, “30+ Jenis Narkoba beserta efek dan dampaknya bagi kesehatan,”
[Online]. Available:
https://thegorbalsla.com/jenis-narkoba/#7_Jenis_Narkoba_Opium. [Accessed 21
Januari 2020].
[10] C. C. W. C. S. &. E. L. D. B. Newlin, “Intravenous Cocain Decreases Cardial Vagal
Tone, Vagal index (Derived in Lorenz space) and Hati Period Complexcity
(Approximate Entropi) in Cooking Abuser,” ​Neuropsychoparmacology, 2​ 000.

[11] R. C. Petersen, History of Cocain, NIDA Res.Monogr, 1977.

[12] S. Levert, Drug the Fact About Heroin, Marshall Cavendish, 2006.

[13] N. I. o. D. Abuse, “Heroin,” November 2019. [Online]. Available:


https://www.drugabuse.gov/publications/drugfacts/heroin. [Accessed 2 Februari
2020].

[14] Y. U. D. B. Narkoba, “Kebenaran Tentang Metamfetamin,” 2006. [Online].


Available:
https://www.duniabebasnarkoba.org/drugfacts/crystalmeth/the-stages-of-the-meth-exp
erience.html. [Accessed 2 Februari 2020].

[15] S. Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahguaannya, Jakarta: Esensi,


2003.

[16] H. Aldino, “Presepsi Mahasiswa terhadap Gagasan Legalisasi Ganja di Indonesia,”


Jurnal Hukum, v​ ol. 13, 2018.

[17] L. dkk, Narkotika dan Obat-obatan Terlarang, Jakarta: Rajawali Press, 2001.

[18] M. Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2018 tentang penggolongan


Narkotika.

[19] M. Drs. Munandar, Penyalahgunaan Narkoba dan Upaya Penanggulangannya,


Surabaya: Badan Narkotika Prov. Jawa Timur, 2010.

[20] D. T. H. T. &. D. K. Rahardja, Obat-obat Penting, Jakarta: Gramedia, 2007.

[21] C. C. J. H. F. C. Jonsson T, “The Bioavailability of rectally administered morphine.,”


Parmacol Toxicol, ​vol. 62, pp. 203-5, 1988.

[22] A. Lunch, Molecular, Clinical, and Enviromental Toxicology, vol. 1, Springer Science
& Bussiness Media, 2009.

[23] G. Macpherson, Black’s Medical Dictionary, 2002.


[24] F. Naqvi, “Evidence Based review of interventions to improve palliation of pain,
dyspnea, depression,” ​Geriatrics, v​ ol. 8, pp. 8-10, 12-14, 2009.

[25] M. J. Brenann, “The Effect of Opoid Therapy on Endokrin Function,” ​The American
Journal Of Medicine, ​vol. 126, pp. 12-18, 2013.

[26] N. A. R. Gary L Fisher, “Encyclopedia of substain Abuse Prevention Treatment and


Recovery,” ​SAGE Publication, ​2008.

[27] S. H. S. O. d. D. HR, Psikoaktif: Penyalahgunaan Napza atau Narkoba, Jakarta:


Gramedia, 2005.

[28] M. P. &. G. K, “Pharmacogenetic Inside into Codein Analgesia,” ​Implication to


Pediatric Codein Use, v​ ol. 9, pp. 1267-1284, 2018.

[29] H. D. H. R. Willian DD, “Codein Phospat in Pediatricmedic,” ​British Journal, v​ ol. 86,
pp. 413-421, 2001.

[30] K. BG, Pharmalogi Dasar dan Klinik Jilid 3, Jakarta: Salemba Medika, 2001.

[31] N. M. d. Z. Mega, “Efek sampik penggunaan kodein pada pediatrik,” vol. 16, pp.
64-70, 2018.

[32] FDA, “FDA Drug Safety Communications : FDA Evaluating The Potensial Risk of
Using Codein Cough and Cold Medicines in Children,” 2015. [Online]. Available:
https://www.fda.gov/NewsEvents/Ne wsroom/PressAnnouncements/ucm5 92109.htm.
[Accessed 2 Februari 2020].

[33] K. J. B. C. &. D. M. Mattick R. P., “Bupenorphine Maintanance vs Palacebo or


Methadon Maintanance for Opioid dependences,” ​Cochrane Database of Systematic
Review, 2​ 008.

[34] B. P. O. d. Makanan, “BPOM,” 2015. [Online]. Available: http://pionas.pom.go.id/.


[Accessed 2 Februari 2020].

[35] K. T. L. &. B. R. N. Goa, “Propiram: A review of Its Pharmacodinamic and


Pharamacokinetic Properties and Clinical Use as and Analgesik,” ​Drugs, ​vol. 46, pp.
428-446, 1993.
[36] E. C. Evren, dkk., “Buprenorphine in opioid addiction treatment: Studies with
Methadone Coparison”, vol 10, pp. 205-212, 2000.

[37] Tarigan, Irwan Jasa, Peran Badan Narkotika Nasional dengan Organisasi Nasional
Kemasyarakatan dalam Penganganan Pelaku Penyalahgunaan Narkotika, Yogyakarta:
Deepublish, 2017.

[38] Janseen, PA & Eddy, NB, “Senyawa yang terkait dengan pethidine-IV: Metode
Kimia Umum Baru untuk Meningkatkan Aktivitas Analgesik dari Pethidine,” ​Jurnal
Kimia Obat dan Farmasi​, vol. 2, pp. 31-45, 1960.

[39] Mendelson J, Upton RA, Everhart ET, Jacob P, Jones RT, “Ketersediaan Hayati
Buprenorfin Sublingual,” ​Jurnal Farmakologi Klinik,​ vol. 37, pp. 31-37, 1997.

[40] Eriksen J, Jensen NH, Kamp-Jensen M, Bjarno H, Friss P, Brewster D, “Ketersediaan


Buprenorfin Secara Sistematik yang Diberikan dengan Semprotan Hidung,” ​J.
Pharm. Farmakol,​ vol. 41, pp. 803-805, 1989.

[41] Purwatiningsih, Sri. “Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia,” ​Populasi​, vol. 12,


2001.

[42] Suryawati, Sri, dkk., UGM Mengajak: Raih Prestasi Tanpa Narkoba, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2015.

[43] Miller, Richard Lawrence, The Ecyclopedia of Addictive Drugs, London: Greewood
Press. 2002.

[44] Cox, M., Klass, G., dan Ko, C.W.M., Manufacturing by-products from and
stereochemical outcomes of the biotransformatios of benzaldehyde used in the
synthesis of methamphetamine, ​Forensic Science Internasional​, vol 189, pp. 60-67,
2009.

[45] Goldstein, R.A., DesLauriers, C., Burda, A., and Jhonson-Abbror, K., Cocain:
History, social implications and toxycity a review, ​Seminars in Diagnostic Pathology​,
vol. 26, pp. 10-17, 2009.

[46] Luscher, C., Drugs Abuse dalam Katzung and Trevor, Basic and Clinical
Pharmacology. 13​th​ edition, ​Mc Graw Education​, pp. 552-556, 2015.
[47] WHO, Effectiveness of Drug Dependence Treatment in Preventing HIV Among
Injection Drug Users, WHO, Geneva, 2005.

[48] Rouhani, S., and Haghgoo, S., A Novel Fluorecence Nanosensor Based on
1,8-naphtalimide-thiophene doped silica nanoparticles and its application to the
determination of methamphetamine, Sensors and Actuators B, vol. 209, pp. 957-965,
2014.

H. Lampiran ​(bisa berupa alamat URL)


I. Kelompok Book Chapter (Nama anggota kelompok)
1. Afriliani Mustikaningrum 170351616567
2. Laeli Maghfiroh 170351616537
3. Mira Fadilah Jaelani 170351616588
4. Nuvira Maulidia 170351616506
5. Rahma Shinta Puspitaning 170351616577

ZAT ADIKTIF: PSIKOTROPIKA

A. Ringkasan Materi
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika merupakan
obat atau zat yang bisa mengakibatkan turunnya aktivitas otak atau merangsang adanya
susunan syaraf sekaligus mengakibatkan kelainan tingkah laku, disertai adanya pikiran
berhalusinasi (mengkhayal), terjadi gangguan dalam berpikir, berilusi, berubahnya alam
perasaan dan mengakibatkan adanya efek ketergantungan dan merangsang bagi yang
mengkonsumsinya.
Langkah bijak dalam menggunakan psikotropika tergantung pada jenis golongan
psikotropika itu sendiri. Psikotropika golongan I tidak boleh digunakan dan hanya
digunakan sebagai ilmu pengetahuan saja. Psikotropika golongan II juga digunakan sebagai
ilmu pengetahuan dan bisa digunakan sebagai pengobatan, akan tetapi dalam proses
pengobatan harus dengan resep dokter. Psikotropika golongan III juga dapat dikonsumsi,
pengonsumsian psikotropika pada golongan III ini berbagai macam, sehingga harus dilihat
petunjuk pemakaian terlebih dahulu. Psikotropika golongan IV memiliki ketergantungan
rendah. Sehingga sebagian psikotropika jenis ini aman dikonsumsi bagi masyarakat.
Walaupun psikotropika golongan IV ini memiliki ketergantungan rendah, pengonsumsian
juga harus diperhatikan. Setiap jenis psikotropika memiliki takaran dosis yang berbeda.
Tidak baik jika pengonsumsian psikotropika sampai overdosis, karena dapat menyebabkan
dampak negatif bagi tubuh.
Efek dari penyalahgunaan psikotropika tergantung dari golongan psikotropika
tersebut serta jumlah psikotropika yang dikonsumsi. Namun, umumnya psikotropika
mampu menimbulkan efek halusinasi, euphoria, kelainan perilaku, serta efek stimulasi
(merangsang) bagi konsumennya.
Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika sudah tidak ampuh lagi untuk mengatasi peredaran gelap dan
penyalahgunaann psikotropika di Indonesia. Sanksi pidana dalam undang-undang tersebut
tidak lagi memberikan efek jera terhadap para pelaku tindak pidana psikotropika di
Indonesia. Kehadiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang di
dalamnya memuat tentang jenis psikotropika golongan I dan jenis psikotropika golongan II
yang dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang Psikotropika,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Penyalahgunaan psikotropika adalah suatu sikap atau perbuatan yang bisa
merugikan diri sendiri maupun orang lain terkait dengan obat obatan yang tidak seharusnya
dikonsumsi. Bentuk bentuk dari penyalahgunaan psikotropika yakni adalah Psikotropika
apabila disalahgunakan secara proporsional artinya sesuai menurut asas pemanfaatan, baik
untuk kesehatan maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai tindak pidana psikotropika. Akan tetapi apabila digunakan untuk
maksud maksud tertentu lain dari itu, maka perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai
perbuatan yang jelas sebagai perbuatan pidana atau penyalahgunaan psikotropika
berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1997. Bentuk tindak pidana yang umum dikenal
antara lain penyalahgunaan melebihi dosis, pengedaran psikotropika dan jual beli
psikotropika. Dampak penyalahgunaan psikotropika akan membuat seseorang itu menjadi
ketergantungan sehingga dapat mengganggunya serta mempengaruhi kesehatan, sosial,
mental serta akan membuat kehidupannya menjadi tidak terarah

B. Deskripsi dan Klasifikasi


Pada saat ini Negara Indonesia berdiri pada situasi darurat narkoba, dari hasil
penelitian BNN (Badan Narkotika Nasional) yang bekerja sama dengan Pusat
Penelitian Kesehatan salah satu Universitas di Indonesia yakni UI (Universitas
Indonesia) mengenai Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di
Negara Indonesia. Dapat diketahui mengenai angka prevelensi akibat penyalahgunaan
narkoba di Negara ini hingga mencapai 2,18% atau bisa dikatakan ±3,8 juta orang
sampai 4,1 juta orang yang sempat terjerat atau memakai narkoba pada satu terakhir.
Pengguna atau pemakaai kisaran umur 10-59 tahun.[1]
Berdasarkan dari penggolongan dari kasus Narkoba, terjadi kenaikan 8,32% kasus
narkotika dari 21.269 kasus. Padahal malah terjadi penurunan sebesar 48,01% pada
kasus psikotropika dari 1.612 kasus. Dari semua data telah diketahui bahwa kasus
narkoba merupakan permasalahan yang serius yang di alami oleh Negara Indonesia.
Tidak hanya kenaikan jumlah pengguna narkoba dan pengguna narkotika, akan tetapi
timbul permasalahan yang baru yakni mengenai adanya psikotropika jenis baru yang
saat ini tengah beredar di Negara Indonesia.[1]
Psikotropika merupakan bahan atau zat baku atau bisa di sebut obat, obat yang
bersifat alamiah ataupun sintesis tetapi bukan narkotika, yang memiliki kandungan
psikoaktif dari pengaruh selektif yang terdapat pada susunan saraf pusat sehingga
menyebabkan adanya perubahan yang signifikan terhadap perilaku dan mental. Satu
contoh efek samping akibat dari pemakaian obat psikotropika adalah seseorang yang
mengonsumsi bisa mengalami resiko ketergantungan akut terhadap obat tersebut
apabila di konsumsi dengan tidak rasional berdasarkan resep dokter. Maka dari itu
pengolahan maupun pembuatan obat psikotropika sangat perlu tanganan sekaligus
perhatian yang lebih, pada sebuah sistem penyimpanan serta distribusi khusunya,
sehingga bias menjamin akan keamanan sekaligus peredaran persediaan.[2]
Seiring berjalannya waktu perkembangan pada sistem teknologi dan informasi
yang juga begitu pesat, begitu juga dengan jenis psikotropika yang semakin kesini
semakin banyak, sehingga juga beredar jenis-jenis baru di lingkungan pecandu. Yang
dulu sebatas ekstasi dan shabu-shabu namun sekarang sudah muncul jenis-jenis baru
yang mungkin masih di anggap asing. Diantaranya seperti katinon sintesis (​synthetic
cathinones)​ , ganja sintetis (​synthetic cannabiods)​ dan ​phenetylamines. Semua jenis ini
bersifat adiktif yang memungkinkan bias memberikan efek ​stimulant, depresan,
halusinogen ​dan​ euphoria.​[2]
Psikotropika di atur dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
yang menyatakan bahwa :
“​Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”​
Kemudian dilakukan pengaturan ulang mengenai Undang-Undang yakni
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa jenis psikotropika
Golongan I dan Golongan II yang di pindahkan menjadi jenis Narkotika di karenakan
beberapa faktor yang di pertimbangkan. Sehingga dari hal ini jenis psikotropika yang
sering disalah gunakan seperti Ganja, Sabu, dan Ectasy yang masuk Golongan I dan
Golongan II tersebut dianggap sebagai Narkotika.[3]
Psikotropika merupakan obat atau zat yang bisa mengakibatkan turunnnya
aktivitas otak atau merangsang adanya susunan syaraf sekaligus mengakibatkan
kelainan tingkah laku, disertai adanya pikiran berhalusinasi (mengkhayal), terjadi
gangguan dalam berpikir, berilusi, berubahnya alam perasaan dan mengakibatkan
adanya efek ketergantungan dan merangsang bagi yang mengkonsumsinya. Untuk itu
akibat peredaran yang semakin kesini semakin tidak terkontrol dan bahaya, PBB
mengadakan konvensi mengenai pemberantasan Psikotropika (​Convention on
Psycho-Tropic Subtances​) yang di ikuti oleh 71 negara di tambah dengan 4 negara
yang berlaku sebagai peninjau.

Gambar 1.1. Convention on Psycho-Tropic Subtances

Sumber : http://humboldthustle.net/

Konvensi ini secara menyeluruh membahas pokok pokok bahasan, diantaranya sebagai
berikut :
● Masyarakat bangsa bangsa dan Negara negara di dunia memerlukan adanya per
perhatian sekaligus diprioritaskan dalam pemberantasan beredarnya narkotika dan
psikotropika.
● Pemberantasan beredarnya narkotika dan psikotropika adalah permasalahan pada
semua Negara yang perlu diberantas dan ditangani dengan kerjasama pada setiap
Negara.[1]
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :

1. Golongan I adalah jenis psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tercapainya
tujuan ilmu pengetahuan, tidak digunakan untuk terapi dan memiliki potensi yang amat
kuat dan mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan,
berdasarkan Undang Undang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam
Narkotika.

2. Golongan II adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat untuk pengobatan dan bisa
digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan dan
bisa mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan, berdasarkan
Undang Uundang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam Narkotika.

3. Golongan III adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat dalam pengobatan serta
banyak digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu
pengetahuan dan bisa mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma
ketergantungan. Zat Psikotropika golongan III terdiri dari 9 macam.
Tabel 1.1
No Nama

1 Amobarbital

2 Buprenorphine

3 Butalbital

4 Cathine / norpseudo-ephedrine

5 Cyclobarbital

6 Flunitrazepam

7 Glutethimide

8 Pentazocine

9 Pentobarbital

4. Golongan IV adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat pengobatan dan bisa
dikatakan sangat luas digunakan untuk terapi atau bisa juga untuk tercapainya tujuan ilmu
pengetahuan dan memiliki potensi yang ringan, membuat pemakai mengalami sindroma
ketergantungan. Zat psikotropika golonga IV ini terdiri dari 60 macam.

Tabel 1.2
No Nama No Nama No Nama

1 Allobarbital 21 Fludiazepam 41 Mesokarb

2 Alprazolam 22 Flurazepam 42 Metilfenobarbit


al

3 Amfepramon 23 Halazepam 43 Metiprilon


a

4 Aminoreks 24 Haloksazolam 44 Midazolam

5 Barbital 25 Kamazepam 45 Nimetazepam

6 Benzfetamina 26 Ketazolam 46 Nitrazepam


7 Bromazepam 27 Klobazam 47 Nordazepam

8 Brotizolam 28 Kloksazolam 48 Oksazepam

9 Delorazepam 29 Klonazepam 49 Oksazolam

10 Diazepam 30 Klorazepat 50 Pemolina

11 Estazolam 31 Klordiazepoksid 51 Pinazepam


a

12 Etil 32 Klotiazepam 52 Pipradol


Amfetamina

13 Etil 33 Lefetamina 53 Pirovalerona


Loflazepat

14 Etinamat 34 Loprazolam 54 Prazepam

15 Etklorvinol 35 Lorazepam 55 Sekbutabarbital

16 Fencamfamin 36 Lormetazepam 56 Temazepam


a

17 Fendimetrazi 37 Mazindol 57 Triazolam


na

18 Fenobarbital 38 Medazepam 58 Tetrazepam

19 Fenproporeks 39 Mefenoreks 59 Vinilbital

20 Fentermina 40 Meprobamat 60 Zolpidem

Gambar 1.2. Bentuk Obat Jenis Psikotropika


Sumber : https://bnnpsulsel73.wordpress.com/

Secara umum, akibat penyalahgunaan psikotropika jika digunakan dalam jangka


panjang atau melebihi dosis yang telah ditentukan maka bisa mengakibatkan
ketergantungan. Kecanduan inilah yang bisa membuat gangguan fisik dan psikologis,
karena didalam tubuh terjadi kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ organ
tubuh seperti jantung, paru paru, hati dan ginjal. Akibat dari penyalahgunaan
Psikotropika pada pemakai sangat tergantung pada jenis Psikotropika yang dipakai,
kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai.[4]
Zat-zat yang terdapaat pada psikotropika semestinya digunakan untuk pengobatan
dan penelitian. Akan tetapi karena banyak alasan mulai dari keinginan untuk mencoba
coba, mengikuti gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan, maka narkoba
kemudian disalahgunakan. Penggunaan yang terus menerus mengkonsumsi dan
berkelanjutan bisa mengakibatkan ketergantungan atau dependensi, biasa disebut
dengan kecanduan. Tingkat penyalahgunaan seperti biasa sebagai berikut:
1)​ ​Coba coba
2)​ ​Senang senang
3)​ ​Menggunakan pada saat atau keadaan tertentu
4)​ ​Penyalahgunaan
5)​ ​Ketergantungan.
Jadi bisa disebut penyalahgunaan psikotropika dikarenakan penggunaan
psikotropika bukan untuk tujuan pengobatan, yang bisa berakibat timbulnya perubahan
fungsi fisik dan psikis serta menimbulkan ketergantungan tanpa resep dan tanpa
pengawasan dokter. Penyalahgunaan Psikotropika dikalangan remaja atau pelajar
adalah permasalahan yang kompleks, karena tidak saja menyangkut pada remaja atau
pelajar itu sendiri, tetapi juga melibatkan banyak pihak baik keluarga, lingkungan
tempat tinggal, lingkungan sekolah, teman sebaya, tenaga kesehatan, serta aparat
hukum, baik sebagai faktor penyebab, pencetus ataupun yang menanggulangi[5].
Penyalahgunaan psikotropika oleh remaja adalah bentuk dari kenakalan remaja
yang akan menjurus pada kejahatan dibawah pengaruh psikotropika, remaja akan nekat
berbuat apa saja, tanpa merasa dirinya bersalah. Timbulnya kenakalan anak anak bukan
hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat semata mata,
akan tetapi juga merupakan bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat
suatu bangsa. Anak anak yang merupakan "​a generation who ​will one day become our
national leader" perlu mendapat pengawasan dan bimbingan kita semua, agar tidak
terjerumus kedalam kenakalan yang bersifat serius.[6]
Pergaulan adalah faktor utama penyalahgunaan Psikotropika di kalangan responden
penelitian, dapat dikatakan bahwa memang dengan kesadarannya sendiri mengkonsumsi
Psikotropika tanpa paksaan. Tampaknya latar belakang penggunaan Psikotropika di
kalangan pelajar remaja lebih karena ingin mengikuti gaya pergaulan.[6]
Upaya penanggulangan dapat ditempuh dengan tiga elemen pokok, yakni
diterapkan hukum pidana ​(criminal ​law application), pencegahan tanpa pidana
(prevention without punishment) dan mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai
kejahatan dan pemidanaan lewat media massa ​(influencing views of society on crime).
Namun, upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yakni :
1) ​Lewat jalur penal (hukum pidana) yang lebih difokuskan pada sifat represif dan
kuratif
2) ​Lewat jalur non penal (non hukum pidana) preventif dan pre emptif, yaitu sasaran
pokok adalah menangani factor faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan,
yang berpusat pada kondisi kondisi sosial yang secara langsung atau tidak
langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan.[6]
Pada saat ini Negara Indonesia berdiri pada situasi darurat narkoba, dari hasil
penelitian BNN (Badan Narkotika Nasional) yang bekerja sama dengan Pusat
Penelitian Kesehatan salah satu Universitas di Indonesia yakni UI (Universitas
Indonesia) mengenai Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di
Negara Indonesia. Dapat diketahui mengenai angka prevelensi akibat penyalahgunaan
narkoba di Negara ini hingga mencapai 2,18% atau bisa dikatakan ±3,8 juta orang
sampai 4,1 juta orang yang sempat terjerat atau memakai narkoba pada satu terakhir.
Pengguna atau pemakaai kisaran umur 10-59 tahun.[1]
Berdasarkan dari penggolongan dari kasus Narkoba, terjadi kenaikan 8,32% kasus
narkotika dari 21.269 kasus. Padahal malah terjadi penurunan sebesar 48,01% pada
kasus psikotropika dari 1.612 kasus. Dari semua data telah diketahui bahwa kasus
narkoba merupakan permasalahan yang serius yang di alami oleh Negara Indonesia.
Tidak hanya kenaikan jumlah pengguna narkoba dan pengguna narkotika, akan tetapi
timbul permasalahan yang baru yakni mengenai adanya psikotropika jenis baru yang
saat ini tengah beredar di Negara Indonesia.[1]
Psikotropika merupakan bahan atau zat baku atau bisa di sebut obat, obat yang
bersifat alamiah ataupun sintesis tetapi bukan narkotika, yang memiliki kandungan
psikoaktif dari pengaruh selektif yang terdapat pada susunan saraf pusat sehingga
menyebabkan adanya perubahan yang signifikan terhadap perilaku dan mental. Satu
contoh efek samping akibat dari pemakaian obat psikotropika adalah seseorang yang
mengonsumsi bisa mengalami resiko ketergantungan akut terhadap obat tersebut
apabila di konsumsi dengan tidak rasional berdasarkan resep dokter. Maka dari itu
pengolahan maupun pembuatan obat psikotropika sangat perlu tanganan sekaligus
perhatian yang lebih, pada sebuah sistem penyimpanan serta distribusi khusunya,
sehingga bias menjamin akan keamanan sekaligus peredaran persediaan.[2]
Seiring berjalannya waktu perkembangan pada sistem teknologi dan informasi
yang juga begitu pesat, begitu juga dengan jenis psikotropika yang semakin kesini
semakin banyak, sehingga juga beredar jenis-jenis baru di lingkungan pecandu. Yang
dulu sebatas ekstasi dan shabu-shabu namun sekarang sudah muncul jenis-jenis baru
yang mungkin masih di anggap asing. Diantaranya seperti katinon sintesis (​synthetic
cathinones)​ , ganja sintetis (​synthetic cannabiods)​ dan ​phenetylamines. Semua jenis ini
bersifat adiktif yang memungkinkan bias memberikan efek ​stimulant, depresan,
halusinogen ​dan​ euphoria.​[2]
Psikotropika di atur dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
yang menyatakan bahwa :
“​Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”​
Kemudian dilakukan pengaturan ulang mengenai Undang-Undang yakni
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa jenis psikotropika
Golongan I dan Golongan II yang di pindahkan menjadi jenis Narkotika di karenakan
beberapa faktor yang di pertimbangkan. Sehingga dari hal ini jenis psikotropika yang
sering disalah gunakan seperti Ganja, Sabu, dan Ectasy yang masuk Golongan I dan
Golongan II tersebut dianggap sebagai Narkotika.[3]
Psikotropika merupakan obat atau zat yang bisa mengakibatkan turunnnya
aktivitas otak atau merangsang adanya susunan syaraf sekaligus mengakibatkan
kelainan tingkah laku, disertai adanya pikiran berhalusinasi (mengkhayal), terjadi
gangguan dalam berpikir, berilusi, berubahnya alam perasaan dan mengakibatkan
adanya efek ketergantungan dan merangsang bagi yang mengkonsumsinya. Untuk itu
akibat peredaran yang semakin kesini semakin tidak terkontrol dan bahaya, PBB
mengadakan konvensi mengenai pemberantasan Psikotropika (​Convention on
Psycho-Tropic Subtances​) yang di ikuti oleh 71 negara di tambah dengan 4 negara
yang berlaku sebagai peninjau.

Gambar 1.1. Convention on Psycho-Tropic Subtances


Sumber : http://humboldthustle.net/

Konvensi ini secara menyeluruh membahas pokok pokok bahasan, diantaranya sebagai
berikut :
➔ Masyarakat bangsa bangsa dan Negara negara di dunia memerlukan adanya per
perhatian sekaligus diprioritaskan dalam pemberantasan beredarnya narkotika dan
psikotropika.
➔ Pemberantasan beredarnya narkotika dan psikotropika adalah permasalahan pada
semua Negara yang perlu diberantas dan ditangani dengan kerjasama pada setiap
Negara.[1]
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :

1. Golongan I adalah jenis psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tercapainya
tujuan ilmu pengetahuan, tidak digunakan untuk terapi dan memiliki potensi yang amat
kuat dan mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan,
berdasarkan Undang Undang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam
Narkotika.

2. Golongan II adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat untuk pengobatan dan bisa
digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan dan
bisa mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan, berdasarkan
Undang Uundang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam Narkotika.

3. Golongan III adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat dalam pengobatan serta
banyak digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu
pengetahuan dan bisa mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma
ketergantungan. Zat Psikotropika golongan III terdiri dari 9 macam.

Tabel 1.1
No Nama

1 Amobarbital

2 Buprenorphine

3 Butalbital

4 Cathine / norpseudo-ephedrine

5 Cyclobarbital

6 Flunitrazepam

7 Glutethimide

8 Pentazocine

9 Pentobarbital
4. Golongan IV adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat pengobatan dan bisa
dikatakan sangat luas digunakan untuk terapi atau bisa juga untuk tercapainya tujuan
ilmu pengetahuan dan memiliki potensi yang ringan, membuat pemakai mengalami
sindroma ketergantungan. Zat psikotropika golonga IV ini terdiri dari 60 macam.
No Nama No Nama No Nama

1 Allobarbital 21 Fludiazepam 41 Mesokarb

2 Alprazolam 22 Flurazepam 42 Metilfenobarbital

3 Amfepramona 23 Halazepam 43 Metiprilon

4 Aminoreks 24 Haloksazolam 44 Midazolam

5 Barbital 25 Kamazepam 45 Nimetazepam

6 Benzfetamina 26 Ketazolam 46 Nitrazepam

7 Bromazepam 27 Klobazam 47 Nordazepam

8 Brotizolam 28 Kloksazolam 48 Oksazepam

9 Delorazepam 29 Klonazepam 49 Oksazolam

10 Diazepam 30 Klorazepat 50 Pemolina

11 Estazolam 31 Klordiazepoks 51 Pinazepam


ida

12 Etil 32 Klotiazepam 52 Pipradol


Amfetamina

13 Etil Loflazepat 33 Lefetamina 53 Pirovalerona

14 Etinamat 34 Loprazolam 54 Prazepam

15 Etklorvinol 35 Lorazepam 55 Sekbutabarbital

16 Fencamfamina 36 Lormetazepam 56 Temazepam

17 Fendimetrazina 37 Mazindol 57 Triazolam

18 Fenobarbital 38 Medazepam 58 Tetrazepam


19 Fenproporeks 39 Mefenoreks 59 Vinilbital

20 Fentermina 40 Meprobamat 60 Zolpidem

Tabel 1.2

Gambar 1.2. Bentuk Obat Jenis Psikotropika


Sumber : https://bnnpsulsel73.wordpress.com/

Secara umum, akibat penyalahgunaan psikotropika jika digunakan dalam jangka


panjang atau melebihi dosis yang telah ditentukan maka bisa mengakibatkan
ketergantungan. Kecanduan inilah yang bisa membuat gangguan fisik dan psikologis,
karena didalam tubuh terjadi kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ organ
tubuh seperti jantung, paru paru, hati dan ginjal. Akibat dari penyalahgunaan Psikotropika
pada pemakai sangat tergantung pada jenis Psikotropika yang dipakai, kepribadian pemakai
dan situasi atau kondisi pemakai.[4]
Zat-zat yang terdapaat pada psikotropika semestinya digunakan untuk pengobatan
dan penelitian. Akan tetapi karena banyak alasan mulai dari keinginan untuk mencoba
coba, mengikuti gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan, maka narkoba
kemudian disalahgunakan. Penggunaan yang terus menerus mengkonsumsi dan
berkelanjutan bisa mengakibatkan ketergantungan atau dependensi, biasa disebut dengan
kecanduan. Tingkat penyalahgunaan seperti biasa sebagai berikut:
1)​ ​Coba coba
2)​ ​Senang senang
3)​ ​Menggunakan pada saat atau keadaan tertentu
4)​ ​Penyalahgunaan
5)​ ​Ketergantungan.
Jadi bisa disebut penyalahgunaan psikotropika dikarenakan penggunaan
psikotropika bukan untuk tujuan pengobatan, yang bisa berakibat timbulnya perubahan
fungsi fisik dan psikis serta menimbulkan ketergantungan tanpa resep dan tanpa
pengawasan dokter. Penyalahgunaan Psikotropika dikalangan remaja atau pelajar adalah
permasalahan yang kompleks, karena tidak saja menyangkut pada remaja atau pelajar itu
sendiri, tetapi juga melibatkan banyak pihak baik keluarga, lingkungan tempat tinggal,
lingkungan sekolah, teman sebaya, tenaga kesehatan, serta aparat hukum, baik sebagai
faktor penyebab, pencetus ataupun yang menanggulangi[5].
Penyalahgunaan psikotropika oleh remaja adalah bentuk dari kenakalan remaja
yang akan menjurus pada kejahatan dibawah pengaruh psikotropika, remaja akan nekat
berbuat apa saja, tanpa merasa dirinya bersalah. Timbulnya kenakalan anak anak bukan
hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat semata mata,
akan tetapi juga merupakan bahaya yang dapat mengancam masa depan masyarakat suatu
bangsa. Anak anak yang merupakan "​a generation who ​will one day become our national
leader" perlu mendapat pengawasan dan bimbingan kita semua, agar tidak terjerumus
kedalam kenakalan yang bersifat serius.[6]
Pergaulan adalah faktor utama penyalahgunaan Psikotropika di kalangan responden
penelitian, dapat dikatakan bahwa memang dengan kesadarannya sendiri mengkonsumsi
Psikotropika tanpa paksaan. Tampaknya latar belakang penggunaan Psikotropika di
kalangan pelajar remaja lebih karena ingin mengikuti gaya pergaulan.[6]
Upaya penanggulangan dapat ditempuh dengan tiga elemen pokok, yakni
diterapkan hukum pidana ​(criminal ​law application), pencegahan tanpa pidana ​(prevention
without punishment) dan mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan lewat media massa ​(influencing views of society on crime). Namun, upaya
penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yakni :
1)​ ​Lewat jalur penal (hukum pidana) yang lebih difokuskan pada sifat represif dan kuratif
2) ​Lewat jalur non penal (non hukum pidana) preventif dan pre emptif, yaitu sasaran pokok
adalah menangani factor faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, yang berpusat
pada kondisi kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat
menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan.[6]

C. Efek dan Mekanisme


a. Psikotropika Golongan 1
1. Katinon
Gambar 2.1. Katinon
Sumber : https://wartakota.tribunnews.com/
Katinon merupakan bahan psikotropika yang berasal dari daun muda atau
pucuk daun tanaman khat (​Catha edulis).​ Zat ini dikategorikan sebagai psikotropika
golongan 1. Katinon termasuk zat stimulan sistem saraf pusat dan biasanya dipakai
untuk ​club drug atau ​party drug​. Katinon ini mampu membuat orang menjadi gembira,
meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, serta halusinasi. Katinon dapat
membuat seseorang menjadi gembira karena zat ini mampu merangsang terjadinya
kenaikan kadar neurotransmitter dopamin. Setelah mengkonsumsi katinon, detak
jantung dan tekanan darah meningkat karena zat ini juga merangsang terjadinya
kenaikan kadar norepinefrin. Katinon juga mampu meningkatkan kadar serotonin yang
dapat mengakibatkan halusinasi.
Mengkonsumsi katinon bisa menyebabkan jumlah urin meningkat, karena
katinon akan menstimulasi reseptor alphaadrenergik. Terdapat juga penelitian yang
mengatakan bahwa pemakaian katinon dalam jangka panjang serta jumlah yang
banyak oleh laki-laki mampu menimbulkan efek impoten, penurunan kualitas sperma
serta mortilitas sperma.[7]
b. Psikotropika golongan 2
1. Amfetamina
Gambar 2.2. Amfetamina

Sumber : www.faktualnews.com
Amfetamin yang biasanya disalahgunakan antara lain methaamfetamin,
d-amfetamina, 3,4-metilenedioksimetamfetamin, dan 3,4-metilenedioksiamfetamin.
Dari beberapa jenis amfetamin tersebut methaamfetamin adalah amfetamin yang
paling berpotensi menyebabkan kecanduan.
Efek dari konsumsi amfetamin tergantung jumlah dan cara pemberiannya. Efek
tersebut antara lain menyebabkan kerusakan sel yang diakibatkan oleh inaktivasi
neurotransmitter sehingga jumlah oksigen reaktif akan meningkat. Amfetamin mampu
menimbulkan level agresivitas pengguna meningkat karena transporter serotonin rusak.
Kerusakan ini ditandai dengan penurunan densitas transporter serotonin di area
nukleus kaudatus, thalamus, putamen, otak tengah, serebellum, serta korteks sereberal.
Umumnya dampak dari pemakaian amfetamin secara akut adalah mampu
mengakibatkan euforia, naikknya kewaspadaan dan energi, naiknya kepercayaan diri
dan libido, serta peningkatan produktivitas. Penggunaan amfetamin dengan injeksi atau
rokok efeknya akan lebih cepat dibandingkan secara oral atau hirup. Penggunaan
amfetamin yang terlalu sering dan dengan dosis yang tinggi akan mengakibatkan efek
toksiknya meningkat dan efek menyenangkannya semakin berkurang. Ketika
penggunaan amfetamin dihentikan akan mengakibatkan berbagai gejala seperti depresi,
disforia, cemas, mudah marah, hipersomnia, sulit konsentrasi, paronia, kelelahan,
akatisia, dan keinginan untuk kembali menggunakan amfetamin yang kuat [8]
2. Fensiklidin

Gambar 2.3. Fensiklidin


Sumber : uyusturucunedir.blogspot.com
Fensiklidin ialah obat bius yang mampu meredahkan rasa nyeri tetapi bisa
mengakibatkan kecemasan berat. Zat ini biasanya ditaburkan di atas tembakau lalu
disuntikan, ditelan, atau dihisap.
Ketika digunakan dalam dosis rendah fensiklidin akan berguna untuk anestesi.
Tetapi ketika digunakan dalam dosis tinggi fensiklidin akan mengakibatkan konvulsi.
Overdosis fensiklidin mampu menimbulkan halusinasi dengar, hipertemia, dan
keracunan serius hingga koma yang lama[9]
Fensiklidin akan menekan kerja otak sehingga pemakainya akan mengalami
kebingungan dan disorientasi. Pengonsumsian fensiklidin akan meningkatkan produksi
air liur serta keringat. Zat ini mampu meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung,
sehingga biasanya akan mengakibatkan tremor otot. Selain itu fenisiklidin juga
mengakibatkan penggunanya suka berkelahi. Karena fenisiklidin ini mampu
meredahkan rasa nyeri maka mereka akan terus berkelahi walaupun dipukul berkalikali
dengan keras.
3. Metakualon
Metakualon ialah jenis obat yang dipakai secara legal sebagai obat penenang
dan pereda rasa nyeri. Tetapi bayak yang menyalahgunakan untuk memabukkan diri.
Metakualon ini berefek pada kecanduan.
4. Zipeprol
Zipeprol digunakan untuk anastesi lokal dan bersifat mukolitik, antikolinergik,
serta antihistamin. Efek dari zipeprol dalam dosis tingi dapat mengakibatkan halusinasi
dan kejang-kejang.

c. Psikotropika golongan 3
1. Amobarbital

Gambar 2.4. Amobarbital


Sumber : Wikipedia
Amobarbital ialah obat turunan dari barbiturat yang biasanya digunakan supaya
mampu meredahkan insomnia serta sebagai obat anestesi. Amobarbital ini memiliki
efek pada pengguna seperti kebingungan yang parah, refleks mulai turun bahkan
hilang, rasa mengantuk yang sangat parah, suhu tubuh menurun, pernapasan menjadi
lambat, detak jantung menurun, serta kelemahan yang parah.
2. Pentazosina
Gambar 2.5. Pentazosina
Sumber :http://www.opiateaddictionresource.com
Pentazosina merupakan obat yang digunakan untuk meredahkan nyeri sedang
sampai berat untuk anakanak (12 tahun) hingga orang dewasa. Pentazosina biasanya
dipakai saat dilakukannya operasi namun banyak yang menyalahgunakan obat ini. Obat
ini memiliki efek antara lain megakibatkan rasa kantuk, pernapasan melambat, dan
apabila dikonsumsi ketika hamil dapat mengakibatkan gejala penarikan sehingga
mengancam nyawa bayi sehabis dilahirkan. Penggunaaan pentazosina yang berlebih
juga dapat mengakibatkan kecemasan, halusinasi, pusing, detak jantung meningkat,
hingga kejang-kejang.
3. Sekobarbital

Gambar 2.6. Sekobarbital


Sumber : https://drogy-about.estranky.cz
Sekobarbital ini digunakan sebagai obat untuk penderita insomnia. Namun
banyak yang menyalahgunakannya. Efek dari sekobarbital diantaranya adalah rasa
kantuk, lesu, kepala sakit dan pusing, halusinasi, berubahnya perilaku seperti depresi
bahkan keinginan bunuh diri, merasa bingung serta gelisah, adanya memori yang
hilang.
4. Metilfenidat
Gambar 2.7. Metilfenidat
Sumber : https://tr.yestherapyhelps.com
Metilfenidat ialah obat stimulan untuk sistem saraf pusat. Zat kimia dalam otak
dapat dipengaruhi oleh obat ini dan mampu mengakibatkan impuls kontrol dan impuls
hiperaktif. Metilfenidat biasanya digunakan untuk mengobati anak dengan gangguan
ppemusatan perhatian atau hiperaktivitas (GPPH)[10]. Metilfenidat sering
disalahgunakan. Efek dari penyalahgunaan metilfenidat mampu mengakibatkan
halusinasi, kecemasan yang meningkat, berubahnya warna jari kaki dan tangan, dada
sesak serta kesulitan bernapas, dan ereksi penis dalam jangka waktu yang lama.
d. Psikotropika golongan IV
1. Mazindol

Gambar 2.8. Mazindol


Sumber : https://yasalud.com
Mazindol ialah obat stimulant yang dipakai untuk menangani obesitas. Namun,
obat ini sering disalahgunakan. Adapun efek penyalahgunaan obat ini diantaranya
adalah halusinasi, tekanan darah meningkat, kesulitan bernapas, tidak teraturnya detak
jantung.
2. Lorazepam
Gambar 2.9. Lorazepam
Sumber : Wikipedia
Lorazepam ialah obat stimulant yang dipakai untuk menangani kecemasan.
Obat ini dapat menciptakan efek menenangkan. Lorazepam biasanya dipakai sebagai
obat penenang sebelum operasi maupun kemoterapi. Lorazepam juga bisa dipakai
untuk mengatasi insomnia. Namun, obat ini sering disalahgunakan dan menyebabkan
beberapa efek yang merugikan. Efekefek tersebut diantaranya adalah halusinasi,
tekanan darah rendah, pusing, kelelahan, kejang, mudah tersinggung, serta kesulitan
bernapas.
3. Fentermina

Gambar 2.10. Fentermina


Sumber : www.bestsellers.co
Fentermina ialah obat stimulant yang dipakai untuk mengurangi nafsu makan.
Tetapi obat ini sering disalahgunakan sehingga menimbulkan efek yang negatif. Efek
negatif tersebut ialah menyebabkan halusinasi, rasa senang yang memuncak,
kelelahan, dan perubahan libido.
4. Diazepam
Gambar 2.11. Diazepam
Sumber : https://exploringyourmind.com
Diazepam ialah obat stimulant yang dipakai untuk mengurangi kecemasan dan
obat penenang ketika akan melakukan operasi. Efek penyalahgunaan obat ini antara
lain rasa kantuk yang berlebih, pusing, mual, halusinasi, tidak takut bahaya,
hiperaktivitas, dan nafas menjadi pendek.

D. Dampak Penyalahgunaan
Penyalahgunaan merupakan sikap yang dilakukan namun tidak semestinya atau
dapat dikatakan menyimpang dan bertentangan dengan yang seharusnya. Sedangkan
jika diartikan dalam pengertian penyalahgunaan psikotropika yakni adalah suatu sikap
atau perbuatan yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain terkait dengan obat
obatan yang tidak seharusnya dikonsumsi.[11]

Bentuk bentuk dari penyalahgunaan psikotropika yakni adalah :

1) Psikotropika apabila disalahgunakan secara proporsional artinya sesuai


menurut asas pemanfaatan, baik untuk kesehatan maupun untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai tindak pidana psikotropika. Akan tetapi apabila digunakan untuk
maksud maksud tertentu lain dari itu, maka perbuatan itu dapat
dikatagorikan sebagai perbuatan yang jelas sebagai perbuatan pidana atau
penyalahgunaan psikotropika berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun
1997.
2) ​Bentuk tindak pidana yang umum dikenal antara lain sebagai berikut :
a. Penyalahgunaan melebihi dosis.
b. Pengedaran psikotropika keterkaitan sesuatu mata rantai peredaran
psikotropika, baik nasional maupun internasional.
c. Jual beli psikotropika.
Ini pada umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari keuntungan
materil, namun ada juga karena motivasi untuk kepuasan.[11]
Dari ketiga bentuk pidana penyalahgunaan Psikotropika tersebut diatas merupakan
salah satu sebab terjadinya berbagai macam bentuk tindak pidana kejahatan dan
pelanggaran, yang secara langsung menimbulkan akibat demoralisasi terhadap
masyarakat, generasi muda, dan terutama bagi pengguna zat berbahaya itu sendiri.
Menurut Pasal 59 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
ditegaskan bahwa "menggunakan, memproduksi, mengedarkan, mengimpor, memiliki,
menyimpan, dan atau membawa psikotropika golongan I dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat ) tahun, paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.150.000.000,00 dan paling banyak Rp.750.000.000,00.”.
Dalam Undang Undang Psikotropika, diatur secara khusus ketentuan ketentuan
pidana sebagaimana disebutkan dalam BAB XIV dari Pasal 59 sampai Pasal 72. Tindak
pidana di bidang Psikotropika antara lain berupa perbuatan perbuatan seperti
memproduksi, atau mengedarkan secara gelap maupun penyalahgunaan psikotropika yang
merugikan masyarakat dan negara. Memproduksi dan mengedarkan secara liar yang pada
akhirnya akan dikonsumsi oleh orang lain dan orang yang mengkonsumsinya dengan
bebas akan menjadi sakit. Pemakaian psikotropika yang demikian ini bilamana jumlahnya
banyak, maka masyarakat akan menjadi lemah.[12]
Dengan perkembangan IPTEK yang ada ini maka semua menjadi lebih bebas
termasuk juga dengan pergaulan yang terjadi di kalangan remaja. Sehingga dalam
penyalahgunaan psikotropika memiliki kesempatan yang sangat besar apabila remaja
tidak memiliki iman serta lingkungan yang baik. Psikotropika ini jika disalahgunakan
maka akan bisa berdampak pada kesehatan fisik, sosial dan mental bahkan bisa
menyebabkan kematian jika sampai berlebihan atau overdosis. Remaja awal merupakan
usia peralihan dari masa anak anak menuju kedewasaan dan cenderung ingin merasakan
hal hal yang belum mereka rasakan sebelumnya. Rasa penasaran yang tinggi, dan
didukung oleh teman sebayanya yang juga menyalahgunakan psikotropika menyebabkan
pelajar tersebut terjerumus dalam penyalahgunaan psikotropika.
Kebanyakan yang melakukan penyalahgunaan psikotropika ini adalah anak remaja.
Ketika mereka sudah mengalami kecanduan maka mereka akan memiliki sikap apatis dan
melakukan segala cara untuk mendapatkan psioktropika.
Banyak sekali remaja yang salah dalam menggunakan psikotropika hal ini karena
beberapa faktor yakni karena kepribadian yang terkadang ada suatu masalah atau tekanan,
serta karena lingkungan yang ada di sekitarnya. Lingkungan akan memberikan dampak
yang besar terhadap penggguna, jika lingkungannya buruk maka remaja terebut akan
mudah sekali dalam melakukan penyalahgunaan narkoba.
Penyalahgunaan psikotropika merupakan pemakaian obat obatan secara legal
namun dapat merusak kesehatan untuk pemakainya. Hal ini bisa berdampak pada
kesehatan, lingkungan dan mental serta bisa menyebabakan ketergantungan apabila
digunakan terus menerus. Dampak akibat penyalahgunaan yakni bisa berdampak pada
sikap dan mental yang berubah. Karena ketergantungan inilah bisa menyebabkan
gangguan mental sehingga bisa mengganggu sinyal penghantar syaraf yang disebut
system neutransmitter yang ada dalam susunan syaraf sentral (otak) yang akan
mengganggu daya pikir, perasaan dan juga perilaku serta kesehatan organ dalam.[13]
Seseorang yang telah kecanduan terhadap penggunaan psikotropika ini mentalnya
akan terganggu sehingga hal ini akan berdampak pada lingkungan sosialnya. Seseorang
pengguna psikotropika secara berlebihan akan mengalami gejal gejala seperti sikapnya
menjadi agresif, tidak bisa tidur, diare, muntah muntah, jantung berdebar, tekanan darah
tinggi, cairan hidung berlebihan serta air mata berlebihan.
Kemudian penyalahgunaan psikotropika ini akan berpengaruh juga terhadap
menurunnya kualitas berfikir, meracuni system syaraf dan menurunkan daya ingat serta
mengganggu organ vital seperti paru paru, ginjal, jantung dan hati. Seorang
penyalahgunaan psikotropika ini akan membuat pengguna menjadi memiliki sikap masa
bodoh, depresi, pemurung, pemarah, serta tidak perduli dengan aturan aturan yang ada
sehingga bisa saja nekat untuk berbuat kriminal, berkelahi serta dapat mencuri.
Seseorang yang telah kecanduan dalam menggunakan psikotropika secara
berlebihan maka akan sulit untuk mengobatinya, bahkan seorang pecandu akan
melakukan segala cara untuk bisa mendapatkan psikotropika tersebut karena jika tidak
mengonsumsi psikotropika maka seseorang tersebut akan merasa cemas dan gelisah.[14]
Hal yang terlihat biasanya dampak dalam penyalahgunaan psikotropika ini yaitu
menurunnya fungsi otak yang biasanya ditandai dengan kurang bisa berkonsentrasi,
kemampuan belajar merosost serta biasanya akan berhalusinansi yang terlalu tinggi. Hal
inilah yang menyebabakna nilai nilai siswa menjadi merosot dan prestasinya menurun.
Seseorang yang telah mengalami kecanduan jika ia tidak bisa mendapatkan
psikotropika maka ia akan melakukan campuran apapun agar mereka bisa minum
psikotropika tersebut sehingga dia mengalami gejala putus zat atau biasa yang disebut
dengan sakaw. Karena pencampuran berbagai zat inilah yang dapat menyebabkan fungsi
organ rusak. Seseorang yang telah mengalami kecanduan aklan membuat dia merasa
psikotropika dalah bagian dari hidupnya dan jika sampai berlebihan maka akan menjadi
suatu kebiasaan. Dimana nanti akan ada waktunya saat dia mengonsumsi psikotropika
namun tidak sebanyak biasanya maka pengguna tersebut akan mengalami sakit pada
tubuhnya.
Dampak dari penyalahgunaan psikotropika ini yaitu menurut BNN RI (2010),
dampak dari penyalahgunaan psikotropika dikenal dengan istilah 4L yaitu ​liver, lover,
lifestyle, dan ​legal.​ ​Liver ​merupakan dampak langsung yang menyerang penyalahguna
psikotropika dan dapat merusak organ vital seperti otak, hati, paru, dan ginjal. ​Lover
berarti adanya hubungan yang rusak dengan orang yang dicintai misalnya keluarga.
Penyalahguna biasanya selalu dalam pengaruh psikotropika sehingga selalu
menomorsatukan zat tersebut sehingga membuat dirinya lupa akan kewajiban dan tidak
lagi memperdulikan orang lain. ​Lifestyle yang rusak ditandai dengan kondisi dirinya yang
merasa malas untuk melakukan sesuatu, sering bolos sehingga prestasi sekolah menurun
yang menyebabkan putus sekolah.[13]
Psikotropika dapat digunakan sebagai obat obatan apabila dalam dosis tertentu,
namun jika digunakan terus menerus maka akan menyebabkan ketergantungan dan
berbahaya bagi tubuh. Tingkatan dalam penyalahgunaan psikotropika ini ada beberapa
tingkatan yakni mulai dari coba coba, senang senang, menggunakan pada saat atau
keadaan tertentu, penyalahgunaan, hingga ketergantungan. Ketergantungan ini dapat
terjadi apabila dalam penggunaan psikotropika ini salah. Baik dalam cara maupun dalam
dosis yang telah ditentukan.
Jenis jenis psikotropika itu ada banyak dengan beberapa golongan sehingga dampak
penyalahgunaan tiap golongan bisa saja berbeda. Selain itu juga dipengaruhi oleh
kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak
ketergantungan psikotropika ini dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.
Sehingga dapat dijelaskan dampak penyalahgunaan psikotropika ada beberapa yaitu :
1)​ ​Dampak fisik yang ditimbulkan akibat psikotropika.

a. Adanya sering mual dan muntah, sakit kepala, adanya pengecilan hati dan sulit
tidur.
b. Dermatologis seperti alergi.
c. Adanya gangguan pada jantung sera pembuluh darah seperti gangguan peredaran
darah.
d. Adanya gangguan pada kesehatan reproduksi seperti penurunan fungsi hormon.
e. Adanya gangguan pada paru paru seperti pengerasan jaringan paru paru, penekanan
fungsi pernapasan dan kesukaran bernafas.
f. ​Gangguan pada syaraf seperti kerusakan saraf tepi, halusinasi dan kejang

kejang.
g. ​Bagi pengguna psikotropika melalui jarum suntik, khususnya pemakaian

jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti


hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya.
h. ​Penyalahgunaan psikotropika bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis

yaitu konsumsi psikotropika melebihi kemampuan tubuh untuk


menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian.
2)​ ​Dampak Psikis yang dapat ditimbulkan.

a.​ Akan menimbulkan sikap yang brutal


b.​ Menimbulkan perasaan kesal, tertekan dan sulit berkonsentrasi



c. Ingin merasa bunuh diri karena merasa tidak aman dan cenderung

menyakiti diri sendiri

d. Merasa penuh curiga, apatis, akan hilang rasa kepercayaan diri, dan sering

menghayal

e.​ Gelisah, sering tersinggung, lamban kerja dan ceroboh kerja


3)​ Dampak Sosial yang ditimbulkan


a.​ Masa depan akan menjadi suram karena pendidikannya menjadi terganggu

b.​ Akan merepotkan keluarga dan menjadi beban keluarga


c.​ Menjadi dikucilkan oleh lingkungan dan menjadi gangguan mental.[15]


Contoh kasus yang baru saja terjadi pada tahun 2017 yakni adanya penyalahgunaan
psikotropika yang dilakukan olah salah satu kalangan artis terkenal. Artis tersebut
bernama Tora Sudiro. Tora sudiro telah terbukti menggunakan obat Dumolid tanpa
resep dokter. Di rumahnya ia memiliki sekitar 30 Dumolid. Dumolid merupakan obat
yang berfungsi untuk mengatasi gangguan tidur. Namun, Dumolid termasuk ke dalam
obat psikotropika, sehingga tidak bisa dibeli sembarangan seperti obat biasa pada
umumnya. Selama ini Dumolid hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja. Atas kejadian
inilah maka berdampak positif maupun negatif bagi Tora sendiri maupun
lingkungannya. Dampak positifnya yaitu masyarakat menjadi tahu bahwa ada obat yang
tidak bisa dikonsumsi sembarangan dan dapat diberi hukuman pidana jika
disalahgunakan. Sedangkan dari dampak negatifnya, yakni semakin besar potensi
penyalahgunaan psikotropika oleh masyarakat yang sudah tahu kegunaan psikotropika.
Memang sudah keputusan dari BNN jika terdapat seseorang yang sedang ataupun
menyimpan psikotropika dan diduga menyalahgunakannya maka akan ditangkap.
Tindakan yan dilakukan yakni bukan untuk memberi hukuman namun akan dilakukan
rehabilitasi sampai pengguna dinyatakan tidak memiliki kecanduan lagi.

Tentu saja dengan adanya kasus ini maka nama baik dari artis Tora Sudiro menjadi
tercemar apalagi dalam kaitannya menjadi artis dimana kebanyakan orang pasti akan
mengikuti apa yan dilakukan artisnya. Sehingga dikhawatirkan para remaja akan
mengikuti apa yang Tora lakukan. Selain itu, hubungan dengan keluarga dan rekan kerja
kan menjadi lebih renggan dikarenakan masalah ini.

Jika dijelaskan dampak negatif penyalahgunaan psikotropika yakni ada beberapa


hal yaitu dapat menimbulkan kematian hal ini karena adanya gangguan syaraf dan yang
mengakibatkan rasa ketergantungan, kemudian akan merasakan depresi serta takut yang
berlebihan, ada gangguan pernapasan, rasa lelah dan ketenangan.

Ciri ciri dari seseorang yang menyalahgunakan psikotropika yakni ada tubuhnya
tidak memiliki tenaga dan merasa lemas, tubuhnya kurus serta pucat, rambut dan
giginya rontok, serta teriak teriak dan menggigil.

Berikut ini gambar orang yang memakai zat psikotropika dan mengakibatkan
adanya perubahan wajah seperti pada gambar.

Gambar 3.1. Wajah Pengguna Psikotropika


Sumber:http://www.bnnkbalikpapan.com/
Setelah mengetahui dampak dari penyalahgunaan psikotropika ini maka ada
tindakan yang harus bisa dilakukan yakni dapat berupa pencegahan dan mengatasi.
Untuk tindakan pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan usaha usaha
dan tindakan untuk mencegah jangan sampai terjadi perbuatan perbuatan anti sosial oleh
anak anak dengan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan pokok anak itu,
misalnya seperti makan, cinta kasih orang tua. Keikutsertaan masyarakat untuk ikut
andil dalam organisasi masyarakat dalam usaha menyelenggarakan kegiatan kegiatan
olah raga, kesenian, rekreasi dan lain sebagainya, mengadakan perlombaan di tempat
dimana anak anak berkumpul, ramai perjudian, tempat tempat penjualan minuman keras
dan lain sebagainnya.
Sedangkan untuk tindakan pengobatan ini dapat dilakukan dengan cara
Pencegahan kriminalitas melalui perbaikan lingkungan yaitu pencegahan sistem respon
yang tepat, misalnya adanya tindakan penanganan yang cepat dan tepat dari pihak
berwajib apabila mendapat laporan mengenai tindakan tindakan kriminal.
1) Sistem pengambilan data dan penggunaan data dengan komputer.
2) Sistem komunikasi yang modern
3) Sistem pengusutan atau penangkapan yang baik
a.​ ​Pencegahan kriminalitas melalui perbaikan perilaku.
1) ​Penggunaan kriminalitas yang telah dilakukan sebagai dasar atau analisa
lebih lanjut menggunakan kriminalitas tawuran, pencurian dan lain lain yang
telah dilakukan untuk memberi sebab akibat terjadinya kriminalitas.
2) ​Penelitian lingkungan atau perilaku dalam pengawasan tindakan perilaku
kriminal yang belum saat ini, misalnya melakukan penelitian cara cara
efesien dan yang efektif pengawasan kriminal dan perbaikan lingkungan
para pelaku pelaku criminal.[11]
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan itu maka dapat disimpulkan jika dampak
penyalahgunaan psikotropika akan membuat seseorang itu menjadi ketergantungan
sehingga dapat mengganggunya serta mempengaruhi kesehatan, sosial serta akan
membuat kehidupannya menjadi tidak terarah.

E. Peraturan Penggunaan
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat terdapat sebuah lembaga bernama
Medicare. Dimana medicare ini biasanya memproduksi dan juga mengedarkan
psikotropika, tetapi untuk pasien gangguan jiwa. Dimana nantinya medicare bisa saja
memberikan obat psikotropika dengan tujuan untuk psikoterapi dengan cuma cuma apabila
calon penerima dari obat tersebut telah memenuhi standar. Biasanya, obat dari medicare ini
digunakan untuk rawat jalan pasien gangguan jiwa dengan tujuan untuk psikoterapi.
Adapun telah diatur dalam peraturan dari Medicare sendiri yaitu The Medicare Prescription
Drug, Improvement, dan Modernization Act (MMA) tahun 2003, bahwa Penerima obat dan
menerima obat di rumah atau di tempat lain di bawah undang-undang yang dijelaskan di
bawah ini :
Program Bagian C Medicare ​Advantage bertanggung jawab untuk perlindungan
obat resep untuk individu yang memenuhi syarat akan dikirim dari program Medicaid
negara bagian ke Medicare. Program ini juga akan mensubsidi biaya premium dan
out-of-pocket untuk penerima obat dari Medicare dengan pendapatan di bawah 150 persen
dari kemiskinan dan juga keterbatasan aset.[16]
Penggunaan psikotropika sendiri telah diatur dalam Undang Undang baik Undang
Undang nasional maupun Undang Undang Internasional. Undang undang mengenai
psikotropika di Indonesia sendiri ini juga menerapkan ketentuan ketentuan perjanjian
internasional ke dalam perundang-undangan nasional. Seperti yang terdapat dalam Pasal 26
Konvensi Wina ​(Vienna ​Convention On The Law Of Treaties, 1969. ​Article 26) ​tentang
hukum perjanjian dinyatakan bahwa:

“Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them
in good faith.”
Yang artinya tiap tiap perjanjian yang berlaku mengikat N ​ egara negara pihak dan
harus dilaksanakan d​ engan itikad baik yang merupakan dasar pokok hukum perjanjian
​ erupakan prinsip-prinsip hukum umum).[17]
yang telah diakui secara universal dan​ m
Pada tahun 1996 Indonesia menetapkan h​ asil dari ​konvensi tersebut dalam Undang
Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika 1971
(Convention on Psychotropic Substances1971).​ Beberapa substansi materi konvensi
tentang psikotropika yang berkaitan dengan aspek Hukum Internasional sebagai bahan
pengaturan psikotropika dalam Undang Undang Nasional dapat di telaah dari Undang
Undang Nomor 8​ T ​ ahun 1996, diantaranya:
a. Masalah perizinan dalam kaitannya dengan tindakan pengawasan psikotropika
Golongan II, III, dan IV dan mengatur tentang ketentuan ketentuan perdagangan
internasional meliputi izin ekspor impor psikotropika.
b. Ketentuan ketentuan khusus mengenai pengangkut psikotropika dalam kotak obat
pertolongan pertama di kapal laut, pesawat terbang atau sarana angkutan umum lain
yang melaksanakan lalu lintas internasional.
c. Mengatur masalah pemeriksaan terhadap para produsen, eksportir importir,
pedagang besar, distributor, lembaga medis dan lembaga ilmu pengetahuan.
d. Mengatur tindakan tindakan terhadap penyalahgunaan psikotropika termasuk
tindakan terhadap peredaran gelap dengan memperhatikan sistem perundangan,
hukum dan negara yang bersangkutan.
e. Mengatur tentang ketentuan ketentuan pidana.
Perumusan substansi di atas merupakan perumusan norma norma hukum secara
internasional berkaitan dengan masalah psikotropika dan sebagai suatu rekomendasi
kepada semua Negara untuk sebagai bahan rujukan dalam menentukan kebijakan
penanggulangan psikotropika di masing masing Negara.[17]
Berdasarkan Konvesi Wina, 1988, tentang pemberantasan peredaran gelap
narkotika dan psikotropika tersebut, dibutuhkan ratifikasi sebagai tindak lanjut berlakunya
konvensi internasional di suatu Negara. Pada tahun yang sama, Pemerintah Indonesia
menerbitkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika dan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika.[13] Selanjutnya pada tahun 2009, Pemerintah menerbitkan UndangUndang
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang menggantikan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika telah membawa perubahan pada
penggolongan psikotropika. Karena dalam pasal 153 huruf (b) undang-undang narkotika
yang baru disebutkan bahwa dengan berlakunya Undang Undang tersebut lampiran
mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah
dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut undang undang ini, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian, hal tersebut menegaskan bahwa Psikotropika
golongan I dan II sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika digolongkan menjadi Narkotika golongan I berdasarkan Undang Undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.[17]
Beberapa peraturan perundang undangan baik Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
berkaitan dengan pengaturan narkotika dan psikotropika, yakni :
a. Keputusan Menkes RI Nomor:65/MEN.KES/SK/IV/77 Tanggal 1 April 1977 daftar
jenis jenis tanaman yang digolongkan dalam narkotika.
b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:349/MEN.KES/SK/IX/1980 Tanggal 15
September 1980 tentang Daftar Penambahan Bahan Sebagai Narkotika (Daftar Obat
Keras)
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:213/MEN.KES/PER/IV/ 1985 tentang
Obat Keras Tertentu.
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:688/MEN.KES/PER/VII/1997 Tanggal 14
Juli 1997 tentang Peredaran Psikotropika.
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:785/MEN.KES/PER/VII1997 Tanggan 31
Januari 1997 Tentang Ekspor dan Impor Psikotropika.
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang Perkusor
Tanggal 5 April 2010.
g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional Tanggal 12 April 2010.
h. Peraturan Ketua Badan NarkotikaNasional Nomor:Per/01/VIII/2007/BNN, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional, tanggal 30
Agustus 2007.
i. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor:
HK.00.05.42.6575 tentang Larangan Penggunaan Benzil Piperazin dalam Suplemen
Makanan, tanggal 23 Agustus 2002.
j. Keputusan Bersama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Direktur
Jendral Bea Cukai Nomor: HK.00.04.22.1989; Nomor: KEP.49/BC2006 tentang
Pengawasan Impor dan Ekspor Obat Tradisional, Kosmetik, Produk
Komplemen/Suplemen Makanan, Narkotika, Psikotropika, Perkusor, Pembekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan Makanan, Tanggal 24 April 2006.
k. Surat Edaran Ketua Mahkama Agung Republik Indonesia Nomor: 07 Tahun 2009
tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Terapi dan Rehabilitasi.
Ketentuan pidana dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika sudah tidak ampuh lagi untuk mengatasi peredaran gelap dan
penyalahgunaann psikotropika di Indonesia. Sanksi pidana dalam Undang Undang tersebut
tidak lagi memberikan efek jera terhadap para pelaku tindak pidana psikotropika di
Indonesia. Kehadiran Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
didalamnya memuat tentang jenis psikotropika golongan I dan jenis psikotropika golongan
II yang dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang Psikotropika,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.[17]

F. Langkah/Pola Konsumsi Bijak


Psikotropika dibagi menjadi empat golongan dan memiliki pola serta langkah bijak
dalam menanggulangi setiap golongan. Psikotropika dibagi menjadi empat golongan, yaitu
golongan I, golongan II, golongan III, dan golongan IV. Jika diurutkan dari golongan I
sampai ke golongan IV, maka efek dari psikotropika tersebut semakin turun. Artinya
psikotropika pada golongan I tidak bisa dikonsumsi oleh tubuh atau tidak bisa digunakan
dalam pengobatan, dan psikotropika golongan IV masih bisa digunakan dalam
pengobatan.[18]
Psikotropika golongan I mampu memberikan ketergantungan paling tertinggi
diantara psikotropika psikotropika pada golongan lain. Langkah bijak dalam menelaah
psikotropika pada golongan I ini yaitu mengkaji serta menganalisis kandungan-kandungan
yang terdapat pada psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika golongan I ini hanya
digunakan sebagai ilmu pengetahuan saja.[18] Psikotropika golongan I ini tidak memiliki
pola dan langkah bijak terkhusus. Karena penggunaan dari psikotropika dari golongan I
sudah dilarang di Indonesia. Contoh dari penggunaan psikotropika golongan I ini yaitu
ganja, maka pengguna tersebut akan mendapatkan jerat hukum.
Psikotropika golongan II mampu memberikan ketergantungan menengah. Langkah
bijak yang dapat dilakukan untuk psikotropika golongan II ini yaitu menganalisis
kandungan-kandungan yang terdapat pada psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika
golongan II ini digunakan sebagai tujuan ilmu pengetahuan (penelitian).[18] Contoh pola
dan langkah bijak yang dapat dilakukan pada jenis psikotropika amfetamin, yaitu:

Gambar 4.1. Amfetamin


Sumber: https://melofy-online.com
Amfetamin tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan tablet 10 mg. Dosis untuk setiap
usia, gender berbeda beda. Penggunaan amfetamin sebaiknya ikuti resep dari dokter. Tidak
disarankan untuk mengkonsumsi amfetamin secara berlebihan.
Psikotropika golongan III mampu memberikan ketergantungan sedang. Langkah
bijak yang dapat dilakukan untuk psikotropika golongan III ini yaitu menganalisis
kandungan kandungan yang terdapat pada psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika
golongan III ini digunakan sebagai tujuan ilmu pengetahuan (penelitian) dan pengobatan
karena memiliki khasiat tertentu. Selain itu langkah bijak yang perlu diperhatikan adalah
penggunaan dosis dari setiap jenis dari psikotropika ini. Hal ini dikarenakan jika dosis yang
digunakan melebihi batas maka tentu saja akan menimbulkan efek negatif bagi tubuh [18].
Berikut adalah contoh pola dan langkah bijak yang dapat dilakukan pada jenis psikotropika
golongan III:

Gambar 4.2. Amorbarbital


Sumber: primenembutal.biz

Obat amobarbital tersedia dalam bentuk tablet maupun dalam bentuk cair. Jika
dalam bentuk tablet, maka amobarbital langsung dikonsumsi lewat mulut. Akan tetapi jika
amobarbital dalam bentuk cair, maka amorbabital digunakan dengan cara menyuntikkan
kedalam tubuh. Penggunaan amorbabital untuk dewasa (insomnia) adalah 65-200 mg.
Sedangkan untuk orang dewasa (induksi penenang preanestesi) adalah 30-50 mg.
Sedangkan untuk dosis anak-anak adalah 65-500 mg[19].
Gambar 4.3. Buprenofin
Sumber: https://medium.com

Selanjutnya penggunaan yang benar untuk buprenorfin ini yaitu 2-4 mg/hari.
Penggunaan buprenorfin secara berlebih (overdosis) tidak dapat menimbulkan eferk yang
serius.

Gambar 4.4. Pentobarbital


Sumber: https://cheminovavet.com

Pentobarbital tersedia dalam bentuk cair dan tablet. Penggunaan obat ini juga harus
didampingi leh perawat. Cara menggunakan pentobarbital yaitu disuntikkan ke dalam otot
atau vena. Saat proses penyuntikkan pentobarbital kedalam tubuh, hendaknya perlahan
lahan. Selain itu, gunakan jarum suntik satu kali pakai. Dosis pemakaiaam pentobarbital
untuk orang dewasa penderita insomnia dan orang dewasa normal yaitu 120 mg sampai
200 mg. Sedangkan untuk anak anak yaitu 4 mg/kg [20].

Gambar 4.5. Pentazocine


Sumber: https://rxdrugs-online.com

Pentazocine tersedia dalam bentuk tablet. Cara penggunaannya yaitu dikonsumsi


setiap 3-4 jam sekali. Untuk orang dewasa penggunaan dosis yang tepat yaitu 30 mg yang
pengkonsumsiannya diulang 3-4 jam sekali. Pada orang dewasa dosis penggunaan
pentazocine yaitu 360 mg/hari. Kemudian dosis untuk anak-anak yaitu 0.5 mg/kg [21].
Psikotropika golongan IV memberikan ketergantungan rendah. Langkah bijak yang
dapat dilakukan untuk psikotropika golongan IV ini yaitu menganalisis
kandungan-kandungan yang terdapat pada psikotropika jenis ini, biasanya psikotropika
golongan IV ini digunakan secara luas dalam penelitian maupun dalam pengetahuan. Selain
itu langkah bijak yang perlu diperhatikan adalah penggunaan dosis dari setiap jenis dari
psikotropika ini. Hal ini dikarenakan jika dosis yang digunakan melebihi batas maka tentu
saja akan menimbulkan efek negatif bagi tubuh [18]. Berikut adalah contoh pola dan
langkah bijak yang dapat dilakukan pada jenis psikotropika golongan IV:

Gambar 4.6. Amfepramone


Sumber: https://cheappharmacy-online.com

Amfepramone (diethylpropion 2-(diethylamino) propiophenone) tersedia dalam


bentuk tablet (25 mg dan 75 mg). Untuk orang dewasa pengkomsumsian amfepramone
cukup 1 tablet 25 mg/hari. Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi amfepramone sebanyak
lebih dari 2 tablet 25 mg/hari. Tetapi pada orang obesitas dosis yang teoat yaitu 2-3 tablet
25 mg perhari. Untuk meminum amfepramone disarankan sebelum makan dan tidak
disarankan pada saat akan tidur, karena dapat menyebakan insomnia. Pada anak anak tidak
disarankan untuk mengkonsumsi amfepramone tersebut. [22]

Gambar 4.7. Fludiazepam


Sumber: https://chimei.org.tw

Fludiazepam tersedia dalam bentuk tablet 0.25 mg. Pada orang dewasa dosis yang
tepat yaitu 0.75 mg/hari. Sedangkan dosis untuk anak-anak masih belum bisa diperkirakan.
Untuk pemberian obat fludiazepam pada anak-anak hendaknya konsultasikan terlebih
dahulu pada dokter. Agar anak tidak mengalami overdosis.

Gambar 4.8. Clorazepate


Sumber: everydayhealth.com

Clorazepate tersedia dalam bentuk tablet 3,75 mg, 7,5 mg, dan 15 mg.. Penggunaan
dari obat ini hendaknya mengikuti arahan dari dokter. Jika penggunaan dari clorazepate
berlangsung dalam waktu jangka panjang, maka untuk pemberhentian dari obat ini haruslah
dikonsultasikan kepada dokter terlebih dahulu. Clorozepate memiliki dosis beranekaragam
yaitu untuk dosis irang dewasa dengan tujuan mengilangkan rasa gelisah digunakan
sebanyak 15 mg sehari sekali dan diminum pada waktu akan tidur. Kemudian dosis untuk
orang dewasa dengan tujuan menghilangkan dan mengatasi ketergantungan alkohol yaitu
pada hari pertama minum sebanyak 30 mg, pada hari kedua minum sebanyak 45 mg
sampai 90 mg. Pada hari ketiga diminum sebanyak 22.5 mg sampai 45 mg. Pada hari ke
empat sampai hari seterusnya diminum sebanyak 15 sampai 30 mg. Pada orang dewasa
untuk mengatasi ketergantungan alkohol ini cara meminumnya harus dipisah. Artinya
dalam satu hari tidak boleh langsung mengkonsumsi clorazepate satu kali minum.
Pengkonsumsian harus bertahap dari pagi sampai malam, dengan takaran dosis yang pas.
Kemudian pada orang dewasa untuk mengatasi kejang, dosis yang pas aitu diminum tiga
kali sehari dengan dosisnya adalah 7.5 mg. Sedangkan untuk dosis pada anak-anak diatas
13 tahun yaitu diminum tiga kali sehari dengan dosis 7.5 mg dan untuk anak dibawah usia
23 tahun yaitu diminum dua kali sehari dengan dosis 7.5 mg [23].
Gambar 4.9. Brotizolam
Sumber: https://chemist-store.com

Brotizolam tersedia dalam bentuk tablet 0.25 mg. Sebaiknya penggunaan


brotizolam menggunakan instruksi serta resep dari dokter. Dosis yang tepat untuk orang
dewasa yaitu 0.25 mg yang diminum sebelum tidur. Pengkonsumsian brotizolam ini
sampai dengan dua minggu. Kemudian untuk konsumsian bagi lanjut usia yaitu 0.125 mg
yang diminum sebelum tidur juga. Pengkonsumsian brotizolam sama seperti orang dewasa
yaitu selama dua minggu. Dosis maksimal untuk brotizolam ini yaitu 0.50 mg perhari.
Kemudian untuk dosis bagi anak-anak masih belum bisa diperkirakan, karena brotizolam
ini bisa saja berbahaya bagi anak-anak dan dapat mengganggu kesehatan anak-anak [24].

Gambar 4.10. Diazepam


Sumber: ​http://vidadose.co​m
Diazepam tersedia dalam bentuk tablet. Pada orang dewasa dengan tujuan untuk
mengatasi kecemasan yaitu dosis yang digunakan sebanyal 2 mg yang dikonsumsi
sebanyak 3 klai sehari. Kemudian untuk orang dewasa untuk mengatasi penggunaan
alkohol yaitu memiliki dosis sebanyak 5 mg sampai 20 mg. Kemudian dosis pada orang
dewasa untuk mengatasi kejang-kejang (otot atau yang lainnya) yaitu sebanyak 5 mg
sampai 10 mg yang dapat diminum dengan selang waktu 10 sampai 15 menit. Pada orang
dewasa memiliki batas penggunaan oat diazepam perhari yaitu sebesar 30 mg. Kemudian
dosis pada anak-anak untuk menghilangkan rasa kejang pada usia 2 sampai 5 tahun dapat
diberikan dosis sebanyak 0.1 sampai 0.5 mg/kg yang dapat diminum dengan selang waktu
dua sampai lima menit. Kemudian pada anak diatas usia 5 tahun memiliki dosis 1 mg/kg,
juga dapat diulangi dalam waktu 2-5 menit. Pada anak dosis obat ini maksimal perharinya
mengkonsumsi sebanyak 5 mg sampai 10 mg. Selanjutnya dosis untuk menghilangkan rasa
kecemasan pada anak dapat menggunakan suntikan dengan dosis 0.04 mg sampai 0.3 mg
per harinya. Dengan maksimal pemberian diazepam ini yaitu 0.6 mg/kg dalam waktu 8
jam.[25]

G. Daftar Rujukan
a. Teks
[1] G.F. Shadiq, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika ​New
Psychoactive Subtances B​ erdasarkan Undang undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.” ​Wawasan Yuridika. ​1 (1) : 35-53, 2017.

[2] J.T. Lumenta, Wullur, Adeanne C. Yamlean, Paulina V.Y. “Evaluasi Penyimpanan
Dan Distribusi Obat Psikotropika Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Manado.” ​Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. 4 (4) : 2302-2493,
2015

[3] Muhammad, A. “Hukum dan Penelitian Hukum”. Bandung : Citra Aditya Bakti.
2004

[4] Wresniwiro, M. “Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya.” Jakarta, Yayasan


Mitra Bintibmas. 1999

[5] Ariwibowo, Ahmad. “Tinjauan Kriminologis Terhadap Penyalah Gunaan


Psikotropika Dan Penanggulangannnya Di Kalangan Remaja Di Jambi.” ​Jurnal
law reform.​ 6(2) : 12499. 2011.

[6] Wirawan Sarwono, Sarlito​, ​“Psikologi Remaja”, Jakarta: Raja Grafindo


Persada.2002

[7] J. M. Mwenda. “Effects of Khat (Catha edulis) Consumption on Reproductive


Functions: a Review.” ​East African Medical Journal, 80(​ 6): 318-323. 2003.

[8] Triswara, R. dkk. “Gangguan Fungsi Kognitif Akibat Penyalahgunaan


Amfetamin.”. Majority, 7(1): 49-53. 2017.

[9] Tjay, Tan Hoan & Rahardja Kirana. “Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya”. Jakarta: Gramedia. 2015.
[10] T. Wiguna. “Dampak Metilfenidat Kerja Panjang 20 mg terhadap Pola Perbaikan
Gejala Klinis pada Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas
(GPPH).” Sari Pediatri, 1(2): 142-148. 2009.

[11] Abdillah, Purwagil. “Aspek Mudarat Terhadap Penggunaan Psikotropika Oleh


Anak di Kota Makasar” [skripsi].Makasar (ID):UIN Alauddin Makasar. 2017.

[12] Nongka, Oktaphiyani Agustina. “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap


Penyalahgunaan Psikotropika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1997”.​ Lex Crimen​,VI(3),21-28. 2017.

[13] Nur’artavia,Maydiya Restacendi. “Karakteristik Pelajar Penyalahguna Napza Dan


Jenis Napza Yang Digunakan Di Kota Surabaya.”.​The Indonesian Journal of
Public Health,1​ 2(1),27-38. 2017.

[14] A,Johannesen. “Prescribers Of Psychotropic Drugs Experiences And Reflections


On Use And Misuse Of Alcohol And Psychotropic Drugs Among Older
People.​Quality In Primary Care”​,23(3),134-140. 2015.

[15] UNDCP. “​The Social Impact Of Drug Abuse.Copenhagen” :Social Development​.


1995.

[16]R. G. Frank, R. M. Conti, and H. H. Goldman, “Mental health policy and


psychotropic drugs,” ​Milbank Q.,​ vol. 83, no. 2, pp. 271–298, 2005, doi:
10.1111/j.1468-0009.2005.00347.x.

[17] R. C. Mose, “Pengaturan Tentang Sanksi Pidana dalam Tindak Pidana


Psikotropika di Indonesia,” ​Lex Crim.,​ vol. IV, no. 3, pp. 75–82, 2015.

[18] Soetrisno & Riyanto, Slamet. “Hubungan Pembelajaran Kesehatan Reproduksi


Remaja dengan Pengetahuan tentang NAPZA Siswa SMU di Surakarta.”. ​Jurnal
Kesehatan Reproduksi.​ 1 (3): 196-202. 2014.

[19] Curot, J., et al. “Bilateral Wada Test: Amorbabital or Propofol”. ​Seizure.​ 1 (4):
122-128. 2013

[20] Setyawan, A. R. “Psikotropika dan Bahaya Psikotropika”. Jakarta: Erlangga. 2009

​ at Adiktif dan Zat Aditif”. Jakarta: PT. Gramedia. 2015


[21] Afandi.​ “Z
[22] Nurmansyah, H. “Tinjauan Hukum Perumusan Norma Kejahatan Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.”.​Jurnal Pendidikan​. 4(1):
67-80. 2012

[23] Sunaryo, A. M. “Psikotropika Edisi kedua”. Bandung: Binacipta. 2001.

[24] Wijaya, Kusuma. “Kandungan Brotizolam.”. Jakarta: Erlangga. 1999

[25] Hidayati, R. “Diazepam, Efek, Kegunaan, serta Manfaat.” Jakarta: PT. Gramedia.
2001.

b. Gambar
https://wartakota.tribunnews.com/2018/05/28/waspasa-daun-khat-dapat-merusak-j
aringan-saraf-otak
https://faktualnews.co/2020/01/02/mengenal-amfetamin-jenis-narkoba-yang-dikon
sumsi-medina-zein/185170/
https://uyusturucunedir.blogspot.com/2016/06/fensiklidin-pcp-nedir.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Amobarbital
http://www.opiateaddictionresource.com/media/images/pentazocine_tablets
https://drogy-about.estranky.cz/clanky/leky/sekobarbital.html
https://tr.yestherapyhelps.com/methylphenidate-what-it-is-what-it-is-for-and-side-
effects-
https://yasalud.com/efectos-secundarios-de-mazindol/
https://id.wikipedia.org/wiki/Lorazepam
https://www.bestsellers.co/phen375-overview-fentermina-safe-alternative/
https://exploringyourmind.com/the-uses-and-effects-of-diazepam/

c. …...
H. Lampiran ​(bisa berupa alamat URL)
I. Kelompok Book Chapter (Nama anggota kelompok)
Kelompok 6/Ofering A
Ahmad Rizal Barozi Ilmi (170351616503)
Amalia Nur Safitri (170351616546)
Fitria Lafifa (170351616548)
Husnul Hotimah (170351616525
Jasmine Amanda Putri (170351616544)
ZAT ADIKTIF LAINNYA

A. Ringkasan Materi
Nikotin adalah suatu zat yang beracun dan memiliki bau yang menyengat, berwarna
kuning pucat sebelum tekanan udara dan berubah menjadi coklat ketika terpapar udara,
memiliki rasa yang tajam, berminyak, sampah merupakan bahan yang aktif dalam asap
tembakau. Nikotin dapat menyebabkan tingginya kandungan neurotoksin yang dapat
digunakan sebagai pestisida karena berfungsi sebagai zat anti herbivora.
Selain digunakan untuk bahan penyusun rokok, tembakau yang mengandung
nikotin ini juga digunakan sebagai insektisida. Studi terbaru menunjukkan bahwa produsen
tembakau dapat menyesuaikan kandungan nikotin rokok untuk mengontrol berapa banyak
nikotin yang terkandung dalam rokok. Dengan mengekstraksi nikotin dari daun tembakau
dan kemudian menambahkannya dalam jumlah yang terkontrol, produsen dapat
memastikan distribusi nikotin lebih merata di setiap rokok. Pada dasarnya, nikotin yang
digunakan dengan konsentrasi rendah dapat berfungsi sebagai stimulan. Namun, apabila
digunakan dengan dosis yang tinggi yaitu lebih dari 50 mg dapat membahayakan.
Inhalan merupakan suatu bahan kimia yang didalamnya terkandung bahan
psikoaktif hasil dari pelarut organik dan bahan mudah menguap (volatil) yang mudah
ditemui pada produk rumah seperti aerosol, pelekat (lem), deodorant, minyak wangi,
penyegar udara, gasoline dan cat. Inhalan bekerja pada susunan saraf pusat lebih tepatnya
pada dinding sel saraf. Paru-paru merupakan organ tubuh yang dapat menyerap inhalan
dengan cepat. Pengguna akan akan berbicara melantur, sulit mengkoordinasikan gerakan
anggota badan, euphoria (gembira) dan merasa pusing. Apabila sudah kecanduan maka
akan terasa ringan pada kepala, delusi dan halusinasi. Apabila inhalan digunakan dalam
jangka waktu yang panjang maka menyebabkan kerusakan organ hati, ginjal, dan otot yang
bersifat permanen.
Minuman alkohol adalah minuman yang mengandung etanol dan diproses dari
bahan hasil pertanian dan mengandung karbohidrat. Minuman beralkohol mengandung
etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat. Penggunaan alkohol
yang sangat berlebihan akan mengakibatkan timbulnya gangguan psikis seperti
Alkoholisme, yaitu kecanduan yang akut pada pengkonsumsi alkohol, mabuk; orang
tersebut akan tidak sadarkan diri, tidak dapat mengontrol serta motoriknya tidak terkuasai,
dan orang menjadi bingung.
Friedlieb Ferdinand Runge merupakan seorang ahli kimia yang berhasil
menemukan kafein pada tahun 1918. Minuman berenergi, minuman cola, serta coklat juga
mengandung kafein. Selain itu, kafein juga digunakan dalam berbagai obat analgesik dan
stimulan. Kafein yang ditambahkan pada makanan atau minuman memiliki komposisi yang
tetap. Akan tetapi, kafein yang berasal dari produk alami, seperti teh dan kopi, memiliki
komposisi yang berbeda. Hal ini bergantung pada jenis tanaman, kondisi pertumbuhan,
proses pengolahan dan cara penyimpanan.
Kafein memiliki berbagai efek fisiologis terhadap tubuh manusia, antara lain efek
pada sistem syaraf pusat, sistem kardiovaskuler, ginjal, otot polos, dan efek pada otot
rangka. Efek kafein tersebut dapat terjadi karena kafein memiliki tiga mekanisme kerja,
yaitu mobilisasi kalsium intraseluler, peningkatan akumulasi nukleotida siklik karena
hambatan phosphodiesterase, dan antagonisme reseptor adenosin

B. Deskripsi dan Klasifikasi


Zat adiktif merupakan zat yang pemakaiannya dapat menimbulkan ketergantungan
fisik maupun psychologist yang kuat. Zat adiktif dan psikotropika sangat diperlukan dalam
bidang kesehatan sebagai obat bius.namun apabila terjadi suatu kecanduan atau
ketergantungan itu merupakan penyakit yang harus direhabilitasi.Proses rehabilitasi
tergantung pada seberapa parah atau seberapa ketergantungan si pengguna sikap terhadap
usaha tersebut. penyalahgunaan zat adiktif lebih merupakan sebuah masalah sosial yang
pencegahannya harus ditangani secara khusus dan membantu terutama pada aspek hukum
dan penegakannya serta administrasi dan pengawasan obat saat rehabilitasi korban yang
terkena ketergantungan zat aditif tersebut
Mekanisme terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika dapat
dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu:1 pendekatan organo biologi yaitu sudut pandang dari
pandangan ini mekanisme terjadi adiksi atau ketagihan hingga dependency atau
ketergantungan dikenal dengan dua istilah yaitu gangguan mental organik akibat
penggunaan napza yang lebih menonjol sebagai kelainan perilaku yang berkaitan dengan
penggunaan zat adiktif yang dapat mempengaruhi susunan saraf.
Penyalahgunaan narkoba atau kandungan jika mengurangi atau berhenti dapat
mengakibatkan gejala yaitu sakau.seorang pecandu akan akan mempertahankan untuk
mengonsumsi narkoba lebih banyak agar tidak terjadi sakau. Kecanduan timbul dari
keyakinan adiktif, kepribadian adiktif dan pola pikir yang adiktif.
1. Nikotin
Nikotin adalah suatu zat yang beracun dan memiliki bau yang menyengat,
berwarna kuning pucat sebelum tekanan udara dan berubah menjadi coklat ketika
terpapar udara, memiliki rasa yang tajam, berminyak, sampah merupakan bahan
yang aktif dalam asap tembakau. Nikotin merupakan salah satu senyawa kimia
organik dari golongan alkaloid, pada umumnya terdiri dari hidrogen, karbon,
nitrogen ataupun oksigen. Senyawa ini ditemukan dalam tembakau dan berbagai
tumbuhan suku ​Solanaceae​ seperti tomat, kentang, dan terong. Terdapat 0,6-3,0%
nikotin yang terkandung pada berat kering tembakau sebagai hasil akumulasi
biosintesis di akar ke daun, sedangkan pada tanaman lainnya terdapat pada kisaran
2-7 mg/kg. Dapat ditemukan di beberapa tanaman dan mengandung racun, namun
pada kondisi tertentu dapat digunakan untuk tujuan pengobatan. Nikotin bersifat
sebagai senyawa yang dapat menimbulkan efek (agonis), sama seperti kokain,
amfetamin, atau metamfetamin yang bekerja dengan mempercepat laju proses
dalam sistem saraf pusat. Nikotin dapat menyebabkan ketergantungan dengan
jangka waktu yang relatif cepat, meskipun pada konsentrasi yang rendah[1]
Gambar 1. Struktur Nikotin
Sumber: ​https://www.researchgate.net/
Nikotin memiliki rumus molekul C​10​H​14​N​2​ yang termasuk dalam golongan
alkaloid parasimpatomimetik poten, nikotin di dalam rokok terdapat dalam jumlah
yang paling tinggi diantara zat lainnya. Nikotin merupakan suatu basa lemah yang
terdiri dari cincin pirolidin dan cincin piridin. Dalam temperatur fisiologis, pirolidin
memiliki pKa 7,84 sedangkan piridin memiliki pKa 3,04. Nikotin dapat secara
cepat memasuki tubuh karena pada pH fisiologis, sebanyak 23% nikotin tidak
terionisasi. Dalam fase ini nikotin lebih mudah melalui membran lipoprotein,
kemudian diabsorpsi melalui mukosa oral, mukosa nasal, epitel paru-paru, serta
melalui kulit. Nikotin langsung terserap dengan cepat dalam asap rokok karena pH
fisiologis yang basa membuat persebaran nikotin melapisi epitel paru-paru dan
mudah melewati permukaan alveolus yang luas[2].
Pada farmakodinamik nikotin dijelaskan bahwa kerja sistem saraf tepi dan
sistem saraf pusat dipengaruhi oleh nikotin. denyut jantung dan tekanan darah
meningkat ketika pembuluh darah koroner dan kutan mengalami kontraksi.
Sedangkan farmakokinetik nikotin menjelaskan mekanisme masuknya obat atau zat
kimia ke dalam tubuh. Proses farmakokinetik nikotin terbagi dalam tiga tahapan
yang pertama proses absorpsi, yang kedua dilanjutkan distribusi ke jaringan tubuh,
dan selanjutnya eliminasi dari tubuh. Setelah dihisap, nikotin dapat secara langsung
menimbulkan reaksi dalam tubuh sekitar 5 sampai 15 detik. Sehingga dikatakan
bahwa cara yang efektif untuk memasukkan nikotin dalam tubuh yaitu merokok[2].
Nikotin dapat menyebabkan tingginya kandungan neurotoksin yang dapat
digunakan sebagai pestisida karena berfungsi sebagai zat anti herbivora. Nikotin
dinamakan ​Nicotiana Tabacum​ oleh Jean Nicot de Villemain, seorang Ambassador
asal Perancis di Portugal. Adanya biji-bijian dan tembakau di Perancis juga
dikenalkan dan dikirim oleh Jean Nicot de Villemain. Pengisolasian tanaman
tembakau pertama kali dilakukan oleh Wilhelm Heinrich Posselt yang merupakan
seorang fisikawan, pada tahun 1828. Sedangkan Karl Ludwig Riemann adalah
seorang kimiawan yang berasal dari Jerman, telah memaparkan bahwa nikotin
adalah zat beracun. Pada tahun 1904, nikotin disintesis untuk yang pertama kalinya
oleh Ame Pictet dan A. Rotschy. Kemudian tembakau ini mulai dikenalkan di
Eropa pada tahun 1559 dan akhir abad ke-17. Selain digunakan untuk bahan
penyusun rokok, tembakau yang mengandung nikotin ini juga digunakan sebagai
insektisida. Tembakau mulai digunakan di seluruh dunia setelah terjadinya perang
dunia ke-2[3]
Nikotin hanyalah salah satu bahan dalam rokok. Di Amerika Serikat,
produk tembakau seperti rokok dibuat dari campuran berbagai jenis daun tembakau
beserta tambahan zat lainnya seperti gula dan perasa . Kebanyakan rokok Amerika
terbuat dari campuran tembakau yang "lebih ringan", yang menghasilkan asap asam
ketika dibakar. Kandungan pH (keseimbangan asam / alkali) dari asap menentukan
berapa banyak nikotin yang diserap, semakin gelap alkali tembakau maka semakin
banyak pula nikotin yang terserap di mulut (ketika merokok)[2].
Studi terbaru menunjukkan bahwa produsen tembakau dapat menyesuaikan
kandungan nikotin rokok untuk mengontrol berapa banyak nikotin yang terkandung
dalam rokok. Dengan mengekstraksi nikotin dari daun tembakau dan kemudian
menambahkannya dalam jumlah yang terkontrol, produsen dapat memastikan
distribusi nikotin lebih merata di setiap rokok. Produsen juga melakukan ini untuk
memastikan bahwa perokok menelan cukup nikotin dan menjadi kecanduan[2]
Nikotin merupakan senyawa pirolidin yang terdapat dalam ​Nicotiana
tabacum​ yang bersifat adiktif (mengakibatkan ketergantungan), serta dapat
diabsorbsi dengan cepat dari paru-paru ke dalam darah. Nikotin juga merupakan
salah satu zat berbahaya ya yang dapat merangsang pembentukan kanker,
mengalami metabolisme di hati, serta dimetabolisme sebelum mengalami ekskresi
di ginjal. Nikotin diserap dalam tubuh sesuai dengan pH larutan. Dalam suasana
asam nikotin akan terionkan sehingga absorpsi nikotin menjadi lemah. Nikotin
dalam tembakau memiliki kadar yang berbeda-beda dibagi menjadi kadar nikotin
tinggi, menengah, dan rendah. Kadar nikotin tinggi mencapai lebih dari 3%,
sedangkan kadar menengah mencapai 2 sampai 3%, dan kadar rendah tercatat
kurang dari 2%. Nikotin dengan aroma yang harum, tidak pahit, serta rasa hisap
yang ringan dan menyegarkan menunjukkan bahwa nikotin tersebut berasal dari
tembakau yang bermutu tinggi. Kadar nikotin dipengaruhi oleh varietas tembakau
dan kedudukan daun, karena setiap jenis tembakau memiliki kandungan kimia yang
berbeda[4]
2. Inhalan
Inhalan merupakan suatu bahan kimia yang didalamnya terkandung bahan
psikoaktif hasil dari pelarut organik dan bahan mudah menguap (volatil) yang
mudah ditemui pada produk rumah seperti aerosol, perekat (lem), deodorant,
minyak wangi, penyegar udara, gasoline dan cat. Dengan adanya sifat yang mudah
menguap tersebut, inhalan dapat dihirup untuk memberikan efek psikoaktif
Inhalan termasuk dalam kategori yang dijual secara legal, harganya
terjangkau, dan gampang diperoleh. Oleh karena itu, cukup banyak masyarakat baik
muda ataupun tua menggunakan inhalan sebagai bahan psikoaktif. Contohnya
sederhananya adalah bensin dan lem. Inhalan tidak hanya ada satu jenis saja tetapi
ada beberapa klasifikasi inhalan, yaitu :
a. Pelarut yang mudah menguap
Inhalan berupa zat cair yang akan menguap pada suhu ruangan. Pelarut
tersebut ditemukan pada beberapa produk yang umumnya digunakan di rumah
dan industri. Produk yang biasanya mengandung inhalan antara lain cat (pelarut
cat/​thinner)​ , bahan tekstil, bahan pengkilap, minyak gas, minyak petrol, perekat
(lem), dan lain-lain.

Gambar 5. Contoh Lem


Sumber: www.sinarharapan.net
b. Bahan dari gas
Inhalan juga terkandung dalam bahan seperti eter, kloroform, haloten
dan nitrous oksida. Produk rumah tangga yang termasuk salah satunya yaitu
korek api yang berisi gas butane, gas propane dan freon. Semprot aerosol juga
beberapa mengandung bahan pelarut dan gas. Peralatan yang pada umumnya
ditemukan atau dijumpai dalam rumah yaitu cat, pewangi, dan semprot rambut
(​hairspray)​ ​.

Gambar 6. ​Hairspray
Sumber: ​https://stylo.grid.id/

c. Bahan dari nitrit


Inhalan berupa bahan yang mudah menguap dan bahan gas lebih
digemari oleh kaum muda, namun orang dewasa juga tidak luput. Inhalan lebih
sering digunakan karena bebas didapatkan dengan harga yang murah serta
penggunaannya juga yang cukup mudah. Bahan nitrit yang pada umumnya
dipilih yaitu sikloheksil nitrit, amil nitrit, dan butyl nitrit.

Gambar 7. Serbuk Amil Nitrit


Sumber: ​http://doktersehat-ku.blogspot.com/

Gambar 8. Amil Nitrit Cair


Sumber: ​http://www.today.it/
3. Alkohol
Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2010 Tentang
Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol yang dimaksud
dengan minuman alkohol adalah minuman yang mengandung etanol dan diproses
dari bahan hasil pertanian dan mengandung karbohidrat. Minuman beralkohol
mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat .
Cara fermentasi (peragian) dan destilasi (pemurnian) atau fermentasi tanpa destilasi,
baik dengan cara menambahkan bahan lain atau tidak, memberikan perlakuan
terlebih dahulu atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur
konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman dengan etanol.
Alkohol sering kali digunakan pada kehidupan sehari-hari dalam
kebudayaan tertentu. Namun jika digunakan bersamaan dengan psikotropika atau
narkotika maka akan memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh. (Peraturan
Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pelarangan, Pengawasan,
dan Pengendalian Minuman Beralkohol Pasal 1).
Alkohol merupakan sebuah minuman yang mengandung etanol (C2H5OH)
atau etil alkohol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi tanpa destilasi atau dengan destilasi. Minuman
beralkohol dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu;
1) Minuman beralkohol golongan A merupakan minuman yang mengandung
etanol atau etil alkohol dengan kadar 0-5%. Golongan ini dapat menyebabkan
mabuk emosional dan bicara tidak jelas.

Gambar 11. Contoh Alkohol Golongan A


Sumber:​ ​www.beeradvocate.com
2) Minuman beralkohol golonagan B merupakan minuman yang mengandung
etanol atau etil alkohol dengan kadar 5%-20%. Golongan ini dapat
menyebabkan gangguan penglihatan, kehilangan sensori, ataksia, dan waktu
reaksi yang lambat.

Gambar 12. Contoh Alkohol Golongan B


Sumber: www.blibli.com
3) Minuman beralkohol golongan C merupakan minuman yang mengandung
etanol atau etil alkohol dengan kadar 20%-55%. Golongan ini dapat
menyebabkan gejala ataksia parah, penglihatan ganda atau kabur, pingsan dan
kadang terjadi konvulsi.
Gambar 13. Contoh Alkohol Golongan C
Sumber: www.blibli.com
4. Kafein
Friedlieb Ferdinand Runge merupakan seorang ahli kimia yang berhasil
menemukan kafein pada tahun 1918. Senyawa kimia bernama kafein ini ditemukan
pada berbagai jenis makanan dan minuman. Berbagai negara di Asia
mengkonsumsi teh sebagai minuman yang mengandung kafein. Sementara itu,
Amerika Utara dan berbagai negara di Eropa mengkonsumsi kopi yang merupakan
sumber utama kafein. Minuman berenergi, minuman cola, serta coklat juga
mengandung kafein. Selain itu, kafein juga digunakan dalam berbagai obat
analgesik dan stimulan. Kafein yang ditambahkan pada makanan atau minuman
memiliki komposisi yang tetap. Akan tetapi, kafein yang berasal dari produk alami,
seperti teh dan kopi, memiliki komposisi yang berbeda. Hal ini bergantung pada
jenis tanaman, kondisi pertumbuhan, proses pengolahan dan cara penyimpanan.
Sebagai contoh, kopi yang dibuat dengan metode ​drip​ memiliki kandungan kafein
lebih dari 100 mg dalam setiap ​cup​, sementara kopi instan memiliki kandungan
kafein kurang lebih 60 mg per ​cup​. Teh mengandung lebih sedikit kafein dari kopi,
yaitu kurang lebih 40 mg dan kebanyakan cola mengandung 40 mg kafein[22].
Tabel 1. Kadar Kafein dalam Produk Kopi dan Teh[23]
Metode Penyajian Kadar Kafein
180 mL kopi arabika) ringan 130-180 mg
asi 70-150 mg
so (45-60 mL) 100 mg
50-120 mg
Jenis Teh Kadar Kafein
80 mL diseduh 3 menit) jau 10-15 mg
ngga 25 mg
tam 50 mg
Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia.
Produksi kopi di Indonesia dapat mencapai 350.000 ton atau setara dengan nilai
USD 367 juta. Seiring dengan berkembangnya ​cafe​ dan kedai kopi di Indonesia,
jumlah konsumsi kopi saat ini meningkat sebesar 98% jika dihitung dalam sepuluh
tahun terakhir[24].
Kafein adalah zat psikoaktif yang memiliki wujud berupa kristal dengan
warna putih. Kafein merupakan senyawa jenis metilxantine
(1,3,7-trimethyilxantine) yang merupakan basa purin[25]. Kafein memiliki rumus
molekul C​8​H​10​N​4​O​2​.

Gambar 1. Rumus Struktur Kafein[25]


Tabel 2. Kafein dan Derifatnya[25]
Purin R1 R3 R7
1,3,7-Trimethylxanthine (caffeine) CH​3 CH​3 CH​3
1,3-Dimethylxanthine (theophylline) CH​3 CH​3 H
1,7- Dimethylxanthine (paraxhantine) CH​3 H CH​3
3,7- Dimethylxanthine (theobromine) H CH​3 CH​3
1- Methylxanthine CH​3 H H
3- Methylxanthine H CH​3 H
7- Methylxanthine H H CH​3
Xanthine H H H
1. Efek dan mekanisme kerja
Proses penyerapan kafein dalam saluran pencernaan tubuh manusia
mencapai 99% dalam waktu kurang lebih 45 menit setelah proses menelan. Sifat
hidrofobik dari kafein memungkinkan kafein untuk lolos dalam semua membran
biologi dan tidak ada batasan antara darah dan otak bagi kafein[22].
Kafein memiliki berbagai efek fisiologis terhadap tubuh manusia, antara lain
efek pada sistem syaraf pusat, sistem kardiovaskuler, ginjal, otot polos, dan efek
pada otot rangka. Efek kafein tersebut dapat terjadi karena kafein memimiliki tiga
mekanisme kerja, yaitu mobilisasi kalsium intraseluler, peningkatan akumulasi
nukleotida siklik karena hambatan phosphodiesterase, dan antagonisme reseptor
adenosin[26].
Mekanisme kerja yang paling relevan adalah kafein yang bekerja secara
antagonis dengan reseptor adenosin. Sebab mobilisasi kalsium intraseluler dan
inhibisi phosphodiesterase hanya berlaku pada konsentrasi kafein yang sangat
tinggi. Adenosin berfungsi untuk menurunkan kadar ledakan neuron, menghambat
transmisi sinaptik dan berperan dalam proses pelepasan neurotransmitter. Adenosin
dikenal memiliki empat reseptor, yaitu A1, A2 (A dan B) dan A3. Reseptor A1 dan
A2 dapat berikatan dengan kafein dalam dosis kecil, A2B dapat berikatan pada
dosis besar, sementara A3 tidak bereaksi dengan kafein. Oleh karena itu, reseptor
A1 dan A2 adalah subtype utama yang terlibat dengan kafein[27].

Gambar 2. Mekanisme Reseptor Adenosin pada Neuromuscular Junction[28]


Reseptor A1 banyak terdapat pada seluruh otak, dengan kadar konsentrasi
tinggi terdapat pada hipokampus, korteks dan serebelum. Sedangkan, A2 tersebar di
nukleus akumbens, striatum, amygdala, dan tuberkulum olfaktorius. A2 juga
terdapat pada globus pallidus dan nukleus traktus solitaries tetapi hanya ditunjukkan
dengan ekspresi yang lemah. Berbeda dengan A1, reseptor A2 bergabung dengan G
protein stimulatorik serta memiliki hubungan dengan reseptor D2 dopamin.
Aktivitas A2 agonis menurunkan afinitas ikatan dopamin pada reseptor D2 yang
terdapat pada membran striatal [29].
Kafein dapat memberikan efek terhadap tidur dan kewaspadaan melalui
aktivasi neuron kolinergik mesopontin oleh antagonisme reseptor A1. Selain itu,
kafein juga dapat memberikan efek terhadap perilaku melalui interaksi dengan
sistem dopamin. Pada mulanya kafein menghambat reseptor adenosine A2 sehingga
kafein dapat mempotensiasi neurotansmisi dopamin. Dengan demikian, kafein
dapat memodulasi reward system. Antagonisme reseptor adenosin oleh kafein
memungkinkan pengaruh terhadap proses kognisi dengan cara mengaktivasi
reseptor D1 dan D2. Penelitian telah membuktikan bahwa aktivasi reseptor D1 dan
D2 dapat meningkatkan prestasi tugas yang menggunakan memori kerja. Penelitian
ini dilakukan pada monyet [30].
C. Efek dan Mekanisme
1. Nikotin
Pada dasarnya nikotin memiliki sedikit efek buruk bagi kesehatan seseorang
apabila digunakan sebagai obat murni. Tetapi apabila nikotin digunakan bersama
zat kimia lain yaitu pada rokok akan menimbulkan efek kerusakan yang sangat
besar bagi tubuh. Ketika seseorang merokok, jejak nikotin dapat ditemukan di
seluruh tubuhnya, bahkan di rambut dan mata. Bahan kimia beracun ini
menyebabkan masalah kesehatan yang serius dan parah. Seperti penyakit
pernapasan, penyakit jantung dan stroke, gangguan pendengaran dan kehilangan
penglihatan, berkontribusi pada kanker kandung kemih, kanker pankreas, kanker
ginjal, dan kanker perut. Mengonsumsi nikotin juga menyebabkan penuaan dini,
membuat kulit menjadi lebih cepat keriput. Sedangkan pada ibu hamil yang
merokok lebih cenderung memiliki bayi yang menderita keterbelakangan mental
dan perkembangan yang terganggu[5]
Penggunaan nikotin sangat berdampak terhadap tubuh baik secara fisik
maupun mempengaruhi kondisi psikologi, sistem saraf maupun aktivitas dan fungsi
otak. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan yang
dijalaninya yaitu terkait proses belajar, ingatan, kelabilan emosi, gangguan tidur,
serta munculnya perilaku kompulsif. Apabila seseorang berusaha untuk berhenti
dari ketergantungan pada nikotin, maka akan mengalami gejala putus obat
(​withdrawal)​ itu ditandai dengan perasaan cemas, tertekan, sulit mengendalikan
diri, mudah depresi, dan mudah marah[6]

Gambar 2. Kandungan Nikotin dalam Tembakau


Sumber: ​slamatysf.blogspot.com
Pada hisapan pertama dalam waktu yang terhitung singkat, nikotin dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat dan seluruh tubuh. Pada bagian tertentu pada otak
seseorang akan bisa berpikir lebih ringan karena terkena stimulasi dari nikotin
sedangkan bagian otak lain dapat membuat seseorang menjadi lebih nyaman dan
rileks karena bagian pusat ketenangan otak terstimulasi oleh nikotin. Nikotin
menstimulasi pelepasan asetilkolin, hormon-hormon pituitari, epinefrin, dan
dopamin. Nikotin meniru aksi hormon epinefrin (adrenalin), neurotransmitter
asetilkolin di otak (neurotransmitter adalah substansi yang mengirimkan impuls
saraf ke otak), juga menyebabkan pelepasan endorfin, yang membuat seseorang
merasa lebih tenang. Dengan cara ini, nikotin berfungsi baik sebagai stimulan dan
depresan. Terbentuknya hormon hormon ini juga bertujuan untuk menjaga
keseimbangan kimia terhadap kecanduan nikotin. Produksi hormon pada perokok
berat sangat tinggi, sehingga rokok tersebut memerlukan untuk menghisap rokok
dengan interval waktu tertentu. Setelah hormon menurun maka, perokok akan
merokok lagi untuk membuatnya merasa lebih nyaman. Nikotin dapat dengan cepat
memberi efek pada perasaan seseorang karena di dalam tubuh terjadi reaksi
biokimia yang dipicu oleh nikotin tersebut. Semakin banyak asap rokok yang
dihirup, maka ketergantungan kimiawi dalam tubuh juga semakin tinggi[3]

Gambar 3. Pengaruh Nikotin Terhadap Otak


Sumber: eckho186.blogspot.com
Nikotin dapat dikonsumsi langsung dengan menelan daun tembakau. Ketika
memasuki pencernaan dalam lambung, nikotin tidak dapat diserap karena lambung
dalam keadaan asam. Namun setelah memasuki usus halus, nikotin dapat terserap
dengan baik karena usus halus berada pada keadaan basa dan permukaannya luas.
Nikotin yang berada di paru-paru menuju ke otak hanya dengan beberapa
detik, kemudian setelah sampai di otak akan merangsang pelepasan dopamin.
Dopamin merupakan neurotransmitter yang dapat mengatur suasana hati, suara
makan maupun fungsi otak lainnya. Ketika masuk dalam tubuh melalui asap rokok,
lama-kelamaan nikotin akan menumpuk di dalam tubuh dan membuat orang
terbiasa dengan banyaknya nikotin tersebut. Jumlah nikotin yang masuk ke dalam
tubuh akan mengalami peningkatan karena jika tubuh tidak mendapatkan besar
nikotin yang sama maka tubuh akan meminta lebih[6]
Nikotin mengakibatkan kebutuhan oksigen miokard meningkat karena
terganggunya sistem saraf simpatis. Selain merangsang pelepasan Adrenalin,
nikotin dapat pula meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah,
kebutuhan oksigen jantung, serta dapat mengaktifkan trombosit ke dinding
pembuluh darah karena adanya adhesi trombosit. Dengan adanya adhesi trombosit
dan pengapuran dinding pembuluh darah mengakibatkan rusaknya pembuluh darah
perifer[7]
2. Inhalan
Inhalan bekerja pada susunan saraf pusat lebih tepatnya pada dinding sel
saraf. Paru-paru merupakan organ tubuh yang dapat menyerap inhalan dengan
cepat. Pada umumnya, inhalan memiliki waktu yang pendek untuk memberikan
efek setelah digunakan, bekerja pada sistem dopaminergik dan GABA-ergik.
Afinitas inhalan terhadap lemak sangat tinggi, oleh karena itu jaringan yang
memiliki banyak lemak akan dengan mudah terserang seperti otak, medulla
spinalis, dan hati [11].
Inhalan memiliki sifat menghambat aktivitas saraf pusat sama halnya
dengan sedative hipnotik dan alkohol. Dampak penggunaan inhalan terhadap
penggunanya sulit dijabarkan karena seperti penjelasan klasifikasi sebelumnya
bahwa inhalan tidak hanya terdiri dari satu jenis saja. Selain itu juga, inhalan
biasanya terdapat pada produk rumah tangga yang terkandung tidak hanya dari satu
jenis inhalan. Walaupun begitu, gejala yang dapat diperoleh oleh pengguna inhalan
seperti gejala intoksikasi akut.
Inhalan sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran dan nafas berhenti yang cepat. Intoksikasi akut inhalan akan
menyebabkan pusing, sempoyongan, bicara kacau, tremor, kurang koordinasi,
melemahnya otot, pandangan kabur dan koma dapat terjadi. Tanda-tanda yang
dapat dilihat dari perilaku penggunanya adalah perilaku agresif, mudah marah, dan
menyerang [11].
Toksisitas yang akut akan menyebabkan anoksia, gangguan pernapasan dan
stimulasi vagal. Kematian kemungkinan dapat terjadi dikarenakan bronkospasme,
henti jantung, sufokasi, dan aspirasi zat. Penanganan yang dapat dilakukan yaitu
pemberian bantuan untuk fungsi pernapasan dan jantung sampai zat tersebut
dikeluarkan dari tubuh. Belum ada obat yang khusus untuk mengobati toksisitas
inhalan. Individu yang menggunakan inhalan dapat terkena demensia persisten atau
gangguan inhalan lainnya yaitu psikosis, ansietas, atau gangguan suasana perasaan
meskipun berhenti menggunakan inhalan. Inhalan yang dihirup akan masuk ke
paru-paru kemudian merambat ke jaringan saraf salah satunya otak [12]
Gejala psikologis lain pada penggunaan dengan dosis yang tinggi berupa
rasa ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditoris dan visual, dan distorsi ukuran
tubuh. Sedangkan untuk gejala neurologis ditandai dengan sikap pengguna ketika
berbicara tidak jelas (menggumam, ataksia, penurunan kecepatan bicara). Apabila
inhalan digunakan dalam jangka waktu yang panjang maka menyebabkan
kerusakan organ hati, ginjal, dan otot yang bersifat permanen [13]
Efek inhalan pada jangka pendek biasanya langsung bekerja pada sistem
saraf pusat dan digunakan untuk mengubah mood atau digunakan juga sebagai
doping. Efek jangka pendek yang timbul menyerupai zat anestetik, dimana inhalan
mampu memperlambat metabolisme tubuh.
Inhalan akan diserap oleh paru-paru, kemudian masuk ke dalam sistem
peredaran darah dengan cepat terdistribusi ke otak dan organ tubuh lainnya. Hanya
dalam beberapa detik, pengguna akan langsung merasakan efek yang sama seperti
ketika meminum minuman beralkohol. Pengguna akan akan berbicara melantur,
sulit mengkoordinasikan gerakan anggota badan, euphoria (gembira) dan merasa
pusing. Apabila sudah kecanduan maka akan terasa ringan pada kepala, delusi dan
halusinasi.
Apabila pengguna menghirup inhalan dengan konsentrasi tinggi dan dengan
hirupan yang dalam dapat menyebabkan kematian karena gagal jantung. Sindrom
ini biasa disebut dengan sudden sniffing death, yang dapat terjadi hanya karena satu
hirupan saja dan konsentrasi yang digunakan termasuk dalam konsentrasi yang
tinggi. Efek lain yang ditimbulkan adalah tidak akan merasakan lapar walaupun
sudah waktunya untuk makan, hal tersebut disebabkan karena ada penekanan pada
saraf sensor lapar di susunan saraf otak.
Efek jangka panjang bagi pengguna inhalan tentunya akan memunculkan
berbagai gangguan kesehatan. Menghirup zat dari lem dan pengencer cat
menyebabkan gangguan pada ginjal, sedangkan menghirup toluen dan trikloroetilen
dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Pemakaian dalam jangka waktu yang
panjang dapat menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi dan kecerdasan
bahkan menyebabkan hilang ingatan.
Pengguna akan merasakan dorongan yang kuat untuk terus-menerus
menggunakannya dan menimbulkan efek ketergantungan apabila inhalan digunakan
dalam waktu yang lama. Gejala dari penggunaan jangka panjang yaitu kehilangan
berat badan, menurunnya kekuatan otot, disorientasi, mudah marah atau emosi,
depresi, berkurangnya oksigen dalam darah dan halusinasi. Memakai inhalan dalam
jangka panjang juga terkait dengan timbulnya penyakit leukemia yang akan diderita
oleh pengguna. Penggunaan inhalan ini mampu menghilangkan secara permanen
kemampuan untuk melaksanakan fungsi sehari-hari contohnya berjalan, berpikir,
dan berbicara [14].
Penggunaan inhalan dilakukan dengan berbagai cara yaitu dihirup (sniffing)
atau snorting dari aroma atau uap inhalan tersebut, menyemprotkan secara langsung
pada hidung dan mulut, menghirup dari kain yang sudah direndam ke dalam zat
inhalan (huffing), menghirup balon yang telah diberi oksida nitrit, dan menghirup
uap atau asap dari suatu zat yang sudah di berikan atau ditampung di dalam kantong
plastik.
Intoksikasi akut pada pengguna inhalan ditandai dengan adanya euforis atau
perasaan nyaman dan gembira, perasaan serasa melayang, adanya iritasi pada organ
mata, objek terlihat ganda (double vision), batuk, pada telinga suara terasa
berdenging, mual, muntah, diare, kehilangan nafsu makan, nyeri pada bagian dada,
timbul gangguan pada koordinasi motorik, gangguan irama jantung, nyeri pada otot
dan sendi, dan perilaku aneh.
3. Alkohol
Minuman beralkohol sangat berdampak bagi kesehatan, tidak hanya
kesehatan psikis namun berdampak juga pada kesehatan psikis. Mengkonsumsi
minuman keras serta zat lain menyebabkan; mengalami efek samping fisik yaitu
palpitasi jantung, dapat menyebabkan kecemasan serta serangan panic, dapat
menimbulkan kelebihan berat badan, serta menambah resiko diabetes [17].
Penggunaan alkohol yang sangat berlebihan akan mengakibatkan timbulnya
gangguan psikis seperti Alkoholisme, yaitu kecanduan yang akut pada
pengkonsumsi alkohol, mabuk; orang tersebut akan tidak sadarkan diri, tidak dapat
mengontrol serta motoriknya tidak terkuasai, dan orang menjadi bingung. Efek dari
alcohol berbeda dari satu orang ke orang lainnya [18].
Penggunaan alkohol secara berlebihan dapat menyebabkan timbulnya
gangguan psikis seperti diantaranya:
1. Kehilangan control sadar diri
2. Kecanduan pada alkohol atau Alkoholisme, yaitu efek “menyenangkan”
yang didapatkan ketika mengkonsumsinya.
3. Mabuk yaitu fungsi motoriknya tidak terkontrol, tanpa koordinasi, orang
yang menjadi bingung dan tidak sadarkan diri.
4. Delirium yaitu kondisi mabuk yang disertai delusi, ilusi dan halusinasi.
5. Korsakov alkoholik yaitu pengguna mengalami gejala amnetis disertai
dengan meracau dan berbicara tanpa arti.
6. Perubahan kepribadian dan bergesernya watak[19].
Menurut para ahli psikologis kecanduan akan minuman beralkohol dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya stress, lingkungan, gengsi dan karena
tipisnya iman [20]. Berdasarkan beberapa rujukan diatas dapat disimpulkan bahwa
mengkonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dapat berdampak dalam
kesehatan fisik maupun psikologis. Dampak fisik diantaranya ialah kerusakan
organ dalam tubuh, pusing, mual, dan gangguan fisiologis lainnya. Sedangkan
gangguan psikologis diantaranya mengalami gangguan kecemasan, kecanduan dan
ketergantungan.
4. Kafein
Senyawa jenis methylxanthine, khususnya kafein yang dikonsumsi
dalam dosis rendah maupun moderat, dapat mengakibatkan peningkatan
kortikal dengan meningkatkan kewaspadaan dan penundaan kelelahan. Kafein
tidak memberikan efek jangka pendek terhadap peningkatan metabolisme
energi dalam tubuh. Kafein memberikan efek jangka panjang yang dapat
mengakibatkan kelelahan adrenal[27].
Kafein juga dapat mengurangi aliran darah ke otak dengan menangkal
adenosine. Hal ini menimbulkan keluhan sakit kepala, pusing dan menurunkan
kerja koordinasi motorik halus. Namun, kafein dapat mengurangi sakit kepala
migrain yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah di otak [31].
Kafein yang terkandung dalam makanan atau minuman, misalnya 100
mg kafein dalam secangkir kopi dapat menyebabkan kegelisahan dan insomnia
pada beberapa orang dan bronkodilatasi pada orang yang menderita penyakit
asma[32]. Efek stimulan otak dapat dihasilkan dari setiap paparan kafein. Hal
ini berlaku terutama di bagian-bagian yang mengontrol aktivitas lokomotor
(misalnya caudate nucleus) dan bagian yang terlibat dalam siklus tidur-bangun
(misalnya, locus ceruleus, raphe nuclei, dan reticular formation[27].
Pada manusia, tidur merupakan fungsi fisiologis yang paling sensitif
terhadap efek kafein. Umumnya, lebih dari 200 mg kafein diperlukan untuk
mempengaruhi tidur secara signifikan. Kafein telah terbukti memperpanjang
latensi tidur dan memperpendek durasi tidur[29]. Apabila dosis methylxanthine
ditingkatkan, dapat menyebabkan gelisah, gugup, insomnia, hiperestesia,
tremor, kejang umum atau kejang fokal. Penggunaan obat yang di dalamnya
terdapat kandungan kafein berasosiasi dengan peningkatan resiko stroke
hemoragik[29].
1. Efek pada Sistem Kardiovaskuler
Methylxanthine mempunyai efek kronotropik dan inotropik positif pada
jantung secara langsung. Pada konsentrasi rendah, efek tersebut ditimbulkan
oleh meningkatnya pelepasan katekolamin yang diakibatkan oleh
penghambatan reseptor adenosin presinaptik. Pada konsentrasi yang lebih
tinggi (> 10 mol / L), influx kalsium meningkat secara langsung melalui
peningkatan cAMP yang disebabkan oleh penghambatan phosphodiesterase.
Pada konsentrasi yang sangat tinggi (> 100 mol / L), penyerapan kalsium oleh
sarkoplasma retikulum terganggu. Pada individu yang sangat sensitif, konsumsi
beberapa cangkir kopi dapat menyebabkan aritmia, tetapi pada kebanyakan
orang bahkan pemberian parenteral dengan dosis methylxanthine yang lebih
tinggi hanya mengakibatkan timbulnya sinus takikardia dan peningkatan kerja
jantung [32]. Kafein juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk
pembuluh darah koroner dan pulmonal.
2. Efek pada Ginjal, Otot Polos, dan Otot Rangka
Semua xantin meningkatkan produksi urin. Efek terpenting xantin ialah
relaksasi otot polos bronkus, terutama bila otot bronkus dalam keadaan
konstriksi secara eksperimental akibat histamine atau secara klinis pada pasien
asma bronkial. Dalam kadar terapi, kafein ternyata dapat memperbaiki
kontraktilitas dan mengurangi kelelahan otot diafragma pada orang normal
maupun pada pasien yang menderita penyakit paru obstruktif kronis[33]
3. Efek Toleransi Kafein
Kafein merupakan antagonis reseptor sistem saraf pusat untuk adenosin
neurotransmitter, sehingga tubuh individu yang secara teratur mengkonsumsi
kafein terus beradaptasi dengan keberadaan kafein. Proses adaptasi dilakukan
dengan cara meningkatkan jumlah reseptor adenosin dalam sistem saraf pusat
secara substansial. Peningkatan jumlah reseptor adenosin membuat tubuh lebih
sensitif terhadap adenosin, dengan dua konsekuensi utama. Pertama, efek
stimulasi kafein berkurang secara substansial yang dikenal sebagai adaptasi
toleransi. Kedua, karena tubuh memiliki respon adaptif terhadap kafein,
mengakibatkan tubuh lebih sensitif terhadap adenosine. Hal ini menyebabkan
pengurangan asupan kafein akan meningkatkan efek fisiologis normal
adenosin, yang mengakibatkan timbulnya gejala withdrawal yang tidak
diinginkan pada individu yang yang telah teleran.
Toleransi kafein terjadi dengan sangat cepat, terutama di kalangan
individu yang sering mengkonsumsi kopi dan minuman energi. Toleransi
kafein untuk efek gangguan tidur berkembang setelah mengkonsumsi 400 mg
kafein 3 kali sehari selama 7 hari. Toleransi kafein terhadap efek subjektif
berkembang setelah mengkonsumsi 300 mg 3 kali per hari selama 18 hari, dan
mungkin lebih awal. Dalam eksperimen lain, toleransi kafein dapat diamati
ketika subjek mengkonsumsi kafein sebanyak 750-1200 mg per hari.
D. Dampak Penyalahgunaan
1. Nikotin
Pada dasarnya, nikotin yang digunakan dengan konsentrasi rendah dapat
berfungsi sebagai stimulan. Namun, apabila digunakan dengan dosis yang tinggi
yaitu lebih dari 50 mg dapat membahayakan. Nikotin dengan kadar yang tidak
sedikit lebih sering dijumpai dalam rokok. Rokok mengandung zat kimia berupa
nikotin yang bersifat toksik, karsinogenik, dan adiktif yang dapat membahayakan
kesehatan manusia. Kadar hemoglobin dalam darah dapat meningkat karena adanya
karbon monoksida dalam rokok yang terhirup oleh tubuh. Selain itu pembuluh
darah dapat menjadi lengket karena terjadi akumulasi sel darah dan agregasi
trombosit yang disebabkan adanya stimulasi sekresi hormon oleh nikotin[8]
Cina merupakan negara pengguna rokok terbesar di dunia, kemudian disusul
oleh India, dan peringkat ke-3 jatuh kepada Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah
perokok di Indonesia terus meningkat terutama usia 15-19 tahun. Remaja perlu
menyadari bahwa risiko kecanduan nikotin yang paling serius terkait dengan
perokok muda. Pada dasarnya, semakin muda seseorang mulai merokok, semakin
besar kemungkinan untuk menjadi kecanduan, semakin sulit pula untuk berhenti,
dan semakin banyak rokok yang akan dihisap setiap harinya. Perokok pemula yang
mencoba pertama kali untuk merokok akan merasa kecanduan dan sulit untuk
berhenti, padahal bahaya yang ditimbulkan sangat banyak terutama pada remaja
yang nantinya akan mempengaruhi proses belajar dan kondisi mentalnya[9]
Perusahaan rokok sengaja merancang pemberian nikotin pada rokok
sehingga membuat penggunanya kecanduan dan mereka membidik para perokok
muda yang masih baru. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
mempertahankan perusahaan dan membuatnya semakin berkembang. Nikotin yang
ditemukan dalam produk rokok, sama atau bahkan lebih adiktif dari pada heroin
atau kokain. Seperti heroin dan kokain, nikotin dapat menyebabkan pengguna
didorong dengan keinginan yang kuat dan tak tertahankan untuk selalu
menggunakan produk tembakau tersebut. Dampaknya adalah menimbulkan efek
terhadap perubahan suasana hati di otak, memotivasi seorang perokok untuk terus
menggunakan produk tembakau ini, dan membuat seseorang yang sudah tidak
menggunakannya lagi mengalami gejala putus obat. Gejala yang dapat terlihat yaitu
merasa cepat marah, cemas atau gelisah, dan stress. Kemudian seseorang itu akan
menjadi ketagihan seperti semula setelah menikmati setiap batang rokok yang
dihisap. Nikotin mengakibatkan perubahan pada sel-sel otak yang mendorong
perokok untuk lebih mengatasi gejala-gejala ketagihan, sederhananya dapat
dikatakan bahwa nikotin merupakan candu yang amat kuat. Perusahaan rokok
sering memanipulasi kadar nikotin dari produksi rokok mereka agar rasa yang
dihasilkan tetap sama, meskipun kadar nikotin yang terdapat pada setiap batang
rokok tidak dapat dipastikan sama[1]
Penyebab seseorang ketergantungan terhadap rokok disebabkan oleh
kandungan nikotin di dalamnya. Penggunaan nikotin yang menyebabkan
ketergantungan pada seseorang memiliki beberapa karakteristik. Yang pertama
yaitu pemakaian dan pengaturan nikotin, merokok menyebabkan efek rasa senang,
mengurangi kelelahan, dan efek relaksasi. Karakteristik kedua yaitu dapat
menyebabkan gejala putus obat apabila pengguna berhenti mengkonsumsi nikotin.
gejala yang dialami adalah depresi, ansietas, iritabilitas, sulit berkonsentrasi,
penambahan berat badan, dan insomnia.​ ​Karakteristik ketiga adalah sangat mudah
untuk cenderung relaps setelah berhenti merokok. Berdasarkan penelitian di United
States menyatakan bahwa dari 40% perokok mencoba untuk berhenti merokok,
selama 6-12 bulan 3-6% perokok berhenti namun setelah 8 hari kembali merokok
lagi[2].
2. Inhalan
Inhalan mengandung zat-zat kimia yang bekerja sebagai depresan. Depresan
akan memperlambat sistem pada saraf pusat, mempengaruhi koordinasi pada gerak
anggota tubuh dan konsentrasi pada pikiran. Inhalan dapat berpengaruh pada bagian
otak dengan kecepatan dan kekuatan yang lebih besar dari pada zat lainnya, oleh
karena itu dapat mengakibatkan kerusakan fisik dan mental yang sulit untuk
disembuhkan [15].
Inhalan pada kalangan sosial lebih dikenal dengan sebutan “​ngelem”, ​hal itu
pun juga banyak dijumpai di kalangan anak remaja yang berada di jalan atau anak
jalanan. Perilaku anak jalanan tersebut disebabkan karena ekonomi keluarganya
yang berada dibawah kemiskinan atau ekonomi rendah dan bisa jadi karena
kenakalan remaja sesaat. Mereka menghirup aroma lem karena merasa ada efek
euphoria dan kegembiraan sehingga mereka ingin melupakan masa kanak-kanak
yang kurang bahagia.
Penggunaan lem sebagai inhalan dapat memicu zat lain yang dapat dihirup
dengan efek yang sama menjadi cukup dikenal, antara lain seperti bensin, cat,
bahan bakar korek api, ​hairspray, d​ an jenis gas aerosol lainnya. Walaupun hanya
dihirup dan hanya satu kali tapi akan berakibat kematian jika melewati batas yang
dapat diterima oleh tubuh. Uap inhalan dapat membunuh secara langsung dengan
cara sebagai berikut :
1. Mati mendadak (​sudden sniffing death)​
Hal ini disebabkan karena adanya aritmia jantung (gangguan pada irama
jantung) atau laringo spasme (otot pada jalan udara pernapasan mengejang).
Kematian akibat penyalahgunaan inhalan diakibatkan oleh hambatan pada
sistem pernapasan, kelebihan dosis yang digunakan, bekunya jalan udara untuk
bernapas karena penguapan inhalan yang cukup cepat.
2. Asphyxia
Uap solvent dari inhalan dapat mengikat oksigen pada sistem
pernapasan dan akan memicu timbulnya asphyxia, yaitu kondisi tubuh
mengalami kekurangan oksigen dan terkumpulnya karbondioksida dalam darah
dan jaringan akibat dari adanya gangguan pada respirasi. Sehingga tidak ada
suplai oksigen ke jaringan otak.
3. Sesak nafas
Aktivitas menggunakan inhalan pada anak jalanan dilakukan dengan
cara menutup kepala mereka dengan kantong plastik sehingga uap solvent tidak
akan menyebar. Ketika sudah terpengaruh uap solvent dan pengguna tidak
dapat melepas kantong kresek itu sendiri dan tidak ada teman yang membantu
maka pengguna tersebut akan mati lemas.
4. Bunuh diri
Efek dari penyalahgunaan solvent dapat mengakibatkan depresi dan
halusinasi. Akibat depresi dan halusinasi, pengguna akan tergerak pikirannya
untuk melakukan bunuh diri karena dalam kondisi pikiran serta mental yang
kacau. Pada akhirnya kematian juga dapat disebabkan karena terlalu tingginya
tingkat ilusi dan halusinasi pengguna. Hal itu dapat menjadi penyebab karena
pada halusinasi yang tinggi pengguna akan merasa melihat jembatan yang pada
kenyataannya tidak ada jembatan jadi pengguna akan terjatuh ke sungai, atau
contoh lainnya yaitu pengguna memiliki keyakinan untuk bisa terbang sehingga
dia akan mencoba melompat dari lantai gedung yang paling atas [15].
Selain dari beberapa hal tersebut, kematian dapat juga diakibatkan oleh
bahan campuran dan suatu produk inhalan itu sendiri, atau karena hiperpireksia.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam suatu produk yang
mengandung zat inhalan tidak akan hanya mengandung satu zat inhalan saja tetapi
juga berbagai jenis lainnya yang mungkin lebih berbahaya lagi daripada zat inhalan
itu sendiri. Terapi yang dapat diberikan akibat penyalahgunaan inhalan yaitu
pemberian diazepam 15 – 30 mg perhari atau klordiazepoksid 25 – 50 mg. Selain
kedua jenis obat tersebut beberapa dokter juga menganjurkan untuk menggunakan
jenis karbamazepin[16].
3. Alkohol
Gejala kecanduan alkohol yang jelas dalam bentuk fisik adalah
ketergantungan pada alkohol dan ketidakmampuan untuk berhenti walaupun parah
akibat fisik dan psikologis. Beberapa pecandu alkohol dapat bertahan pada tingkat
yang dangkal tetapi akhirnya kecanduan menyebabkan gangguan kinerja
profesional dan meningkatkan hubungan yang tegang.
Tanda-tanda fisik penyalahgunaan alkohol, yaitu: penurunan berat badan,
sakit di perut, mati rasa di tangan dan kaki, bicara meracau, kegoyangan sementara
saat mabuk. Pada orang yang menderita ketergantungan alkohol, yaitu: berkeringat,
gemetar, mual muntah, kebingungan dan keadaan yang ekstrim yaitu
kejang-kejang, serta halusinasi.
Tanda-tanda mental meliputi peningkatan penyalahgunaan alkohol, antara
lain: mudah tersinggung, marah, gelisah, menghindar dari kegiatan yang tidak
memberikan kesempatan untuk minum, kesulitan dalam membuat keputusan;
oversleeping, berlebihan menampilkan tangisan dan emosional. Orang dewasa
dibandingkan dengan pemuda, di kelompok usia yang lebih tinggi menunjukkan
kerentanan yang lebih rendah untuk penyalahgunaan alkohol
Pengaruh alkohol terhadap tubuh terutama sebagai suatu depresan dan dapat
memperlambat kegiatan otak. Hal ini dapat terlihat pada orang yang tampaknya
cenderung malu-malu mungkin mulai berani bicara, menari atau bahkan akrab
dengan orang setelah minum beberapa teguk. Orang ‘menjadi santai’ setelah
minum satu atau dua gelas minuman karena area dalam otak yang berperan
mengontrol rasa malu dan keputusan menjadi menurun. Orang yang minum
berlebih rasa malunya menjadi berkurang lebih banyak dan keputusan mereka
semakin tidak sempurna. Keterampilan seperti menyetir dan fungsi-fungsi
intelektual menjadi buruk ketika alkohol semakin banyak dikonsumsi,
kadang-kadang si peminum menjadi mengantuk dan tertidur. Tingkat keracunan
yang tinggi dapat membuat peminum menjadi koma dan meninggal.
Masing-masing akibat tersebut berbeda sesuai dengan bagaimana tubuh orang
tersebut mencerna alkohol, berat tubuhnya, jumlah alkohol yang dikonsumsi dan
apakah kegiatan minum sebelumnya telah ditoleransi.
Penyalahgunaan alkohol memiliki banyak tanda dan gejala alkoholisme di
pelaku, tetapi orang tidak merasa terdorong (atau didorong) untuk minum.
Ketergantungan alkohol terjadi ketika orang yang kecanduan alkohol telah
berkembang ke tahap ketergantungan, mempunyai ketidakmampuan untuk
mengendalikan minumnya, dan telah mengembangkan toleransinya terhadap
alkohol.
Berdasarkan pengakuan salah seorang alcoholic bahwa dirinya tidak kuat
bekerja kalau tidak minum minuman yang memabukkan, sekedar untuk
menghangatkan badan dan menambah vitalitas. Hal ini membuktikan bahwa
unsur-unsur yang terdapat dalam minuman beralkohol dapat menyebabkan
ketergantungan bagi peminumnya.
Empat tahap alkoholisme: Tahap pertama, minum sebagai pelarian. Minum
alkohol digunakan untuk melarikan diri dari kenyataan, alkohol membantu orang
“melarikan diri” dari tekanan, ketakutan dan kekhawatiran. Seseorang pada tahap
awal kecanduan alkohol telah meningkatkan toleransi terhadap alkohol, dan
mungkin tidak muncul mabuk. Alkohol yang sangat awal tahap dicirikan dengan
meneguk minuman, menyelipkan minuman dan penolakan untuk mendiskusikan
minuman alkohol.
Tahap kedua, minum menjadi suatu kebutuhan. Seseorang akan didorong
untuk minum oleh keinginan batin yang tak tertahankan. Pada tahap ini seorang
pecandu mungkin memiliki periode pantang, tetapi dia akan selalu minum kembali.
Orang ini juga mungkin dalam penyangkalan tentang masalahnya melalui
rasionalisasi. Keinginan yang kuat untuk minum mulai membuat orang tergantung
pada alkohol. Pada tahap ini orang mungkin mengalami pemadaman dan dapat
menampilkan perilaku yang agresif.
Tahap ketiga, minum tanpa kendali. Pada dua tahap di awal, walaupun
sering minum tetapi masih dapat mempertahankan kontrol, namun pada tahap
ketiga ini pecandu tidak lagi mempunyai kuasa atas kebutuhan alkohol. Ini adalah
salah satu tahap yang paling mudah untuk dikenali oleh teman ataupun keluarga.
Pekerjaannya mulai terbengkalai dan mulai bermasalah dengan hukum.
Tahap keempat, minum karena ketergantungan. Hari-harinya selalu dimulai
dengan minum, selain itu juga ditandai dengan tremor, binges dan sering meludah.
Tanda-tanda fisik alkoholisme kronis mulai terlihat pada tahap ini, seperti
kerusakan otak, penilaian yang rendah, kehilangan memori dan gangguan
konsentrasi. Seseorang yang dalam tahap ini memiliki risiko yang sangat tinggi
untuk penyakit hati, jantung, kanker mulut atau kerongkongan.
4. Kafein
Dampak yang akan ditimbulkan apabila kafein dikonsumsi secara berlebihan antara lain:
1. Kelelahan adrenal yang menyebabkan kelelahan fisik secara ekstrim.
2. Gangguan terhadap durasi tidur.
3. Memicu kerja jantung.
4. Kecanduan yang diakibatkan oleh efek toleransi.
E. Peraturan Penggunaan
1. Nikotin
Nikotin, rokok, dan persyaratannya diatur dalam peraturan pemerintah (PP)
No.109 tahun 2012 mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif
(tembakau) bagi kesehatan, seperti rokok atau sintesis lainnya yang asapnya
mengandung nikotin. Kemudian, pada pasal 4 peraturan pemerintah (PP) nomor 81
tahun 1999 juga telah ditetapkan bahwa kadar maksimum kandungan nikotin dan
tar pada setiap batang rokok tidak boleh melebihi kadar kandungan nikotin 1, 5 mg
dan kadar kandungan tar 20 mg [5]
Pemerintah Republik Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah
nomor 19 Tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan. Dijelaskan
bahwa nikotin adalah zat atau bahan senyawa pirolidin terdapat dalam ​Nicotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica,​ dan spesies lainnya atau sintesisnya yang bersifat
adiktif dan dapat mengakibatkan ketergantungan. Penyelenggaraan pengamanan
rokok ini bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat terhadap berbagai
penyakit yang fatal dan dapat menurunkan kualitas hidupnya, melindungi penduduk
usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan untuk menggunakan dan
ketergantungan terhadap rokok. Selain itu pemerintah juga menghimbau bahwa
masyarakat harus meningkatkan kesadaran, kewaspadaan, dan kegiatan masyarakat
terhadap bahaya kesehatan dalam penggunaan rokok. Setiap orang yang
memproduksi rokok wajib mencantumkan informasi tentang kandungan kadar
nikotin dan tar setiap batang rokok pada label penempatan yang jelas, mudah
dibaca, kontras antara warna dasar dan tulisan, serta ukuran tulisan
sekurang-kurangnya 3 mm[6]
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian wajib menggerakkan
dan mendorong masyarakat untuk menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam menghasilkan produk tembakau dengan resiko kesehatan seminimal
mungkin. Kawasan tanpa rokok yaitu pada tempat umum, sarana kesehatan, tempat
kerja dan tempat proses belajar mengajar. Merokok harus dilakukan di tempat
khusus dan terpisah dengan kawasan tanpa rokok, serta dilengkapi dengan alat
penghisap udara atau memiliki sirkulasi udara yang memenuhi persyaratan yang
sudah ditetapkan oleh menteri perhubungan[3]
2. Inhalan
Tidak ada peraturan khusus yang diberikan kepada pengguna berupa
ancaman pidana bagi penghisap aroma lem. Di Indonesia, peraturan yang diatur
hanya terkait dengan narkotika dan psikotropika.
Toluene, dalam Lampiran II ​Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika​ (“UU Narkotika”), merupakan salah satu jenis prekursor narkotika.
Prekursor narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana
terlampir dalam UU Narkotika (Pasal 1 angka 1 UU Narkotika).
Berdasarkan UU Narkotika, hal-hal terkait prekursor narkotika yang
dilarang yaitu setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum (Pasal 129 UU
Narkotika):
1. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika;
2. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
3. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk
pembuatan Narkotika;
4. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika.
Oleh karena itu, berdasarkan UU Narkotika, tidak ada sanksi khusus bagi
orang yang menggunakan lem yang mengandung toluene untuk dihisap aromanya.
3. Alkohol
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyatakan bahwa tindak
pidana minuman keras diatur dalam Pasal 300 dan Pasal 536 antara lain bahwa :
Pasal 300 KUHP menyatakan bahwa dengan hukuman penjara
selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.000.
1) Barang siapa dengan sengaja menjual atau menyuruh minum-minuman yang
memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan nyata mabuk; Barang
siapa dengan sengaja membuat mabuk seorang anak yang umurnya di bawah
16 tahun; dan Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan
sengaja memaksa orang akan minum-minuman yang memabukkan.
2) Kalau perbuatan itu menyebabkan luka berat pada tubuh, sitersalah dihukum
penjara selama-lamanya tujuh tahun.
3) Kalau si tersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya ia dapat dipecat
dari pekerjaannya itu.
Pasal 536 KUHP menyatakan bahwa barangsiapa yang nyata mabuk berada
dijalan umum dihukum denda sebanyak-banyaknya Rp. 225.000. Jika pada waktu
melakukan pelanggaran itu belum lalu satu tahun, sejak ketetapan hukuman yang
dahulu bagi sitersalah lantaran pelanggaran berupa itu juga atau pelanggaran yang
diterangkan dalam Pasal 492, maka hukuman denda itu dapat diganti dengan
hukuman kurungan selama-lamanya tiga hari.
Kalau pelanggaran itu diulang untuk kedua kalinya dalam 1 tahun sesudah
ketetapan putusan hukuman yang pertama karena ulangan pelanggaran itu maka,
dijatuhkan hukuman kurungan selama-lamanya dua Minggu. Kalau pelanggaran itu
diulang untuk ketiga kalinya atau selanjutnya di dalam 1 tahun sesudah ketetapan
putusan hukuman yang kemudian sekali lantaran ulangan pelanggaran untuk kedua
kalinya atau selanjutnya, maka dijatuhkan hukuman kurungan selama-lamanya tiga
bulan.
4. Kafein
Pada peraturan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia tahun 2001 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa suplemen
makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi
makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino
atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai
nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Pada Pasal 18 ayat 2
juga menyebutkan bahwa suplemen makanan dilarang mengandung bahan yang
melebihi batas maksimum sebagaimana tercantum pada Lampiran 1 dan atau
mengandung bahan yang ditetapkan sebagaimana tercantum pada Lampiran 3.
Berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh BPOM tersebut jelas disebutkan
bahwa konsumsi bahan makanan tertentu, khususnya kafein, harus dalam batasan
yang normal. Sehingga manfaatnya dapat diperoleh oleh tubuh dengan baik.
Berdasarkan tetapan BPOM tersebut dalam lampiran 1 disebutkan bahwa batas
maksimal konsumsi kafein per hari adalah sebesar 150 mg dengan dibagi minimal
dalam 3 dosis[34]
F. Langkah/Pola Konsumsi Bijak
1. Nikotin
Konsumsi senyawa nikotin tidak dapat terlepas dari kehidupan sehari-hari
karena keberadaannya dalam berbagai tanaman yang biasa dikonsumsi manusia.
Sehingga dalam konsumsi makanan berbahan tanaman yang mengandung nikotin
dapat disesuaikan dengan kebutuhan (secukupnya). Selain terkandung secara alami
dalam tanaman, nikotin juga terdapat pada rokok. Bahaya nikotin yang tinggi
terdapat dalam rokok karena bercampur dengan zat kimia berbahaya lainnya.
Dengan demikian, langkah bijak yang dapat dilakukan dengan menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya pembuatan dan pelaksanaan regulasi anti rokok yang
kuat dan komprehensif. Penanganan penggunaan rokok di Indonesia dapat
dilakukan dengan membuat undang-undang tentang pembatasan produksi
tembakau, memberitahu tentang bahaya penggunaan rokok yang berlebihan, dan
memberikan bekal wawasan yang cukup kepada para siswa tentang bahaya
penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika[10]

Gambar 4. Simbol Penolakan terhadap Rokok


Sumber: www.ngenetyuk.com
Bagi yang sudah terlanjur kecanduan terhadap rokok dapat diberi dukungan
dan pengawasan untuk melakukan terapi. Penggunaan permen sebagai pengganti
rokok, menggalakkan olahraga yang cukup, pemenuhan kebutuhan tubuh dengan
asupan yang sehat dan bergizi. Selain itu, perokok dengan tingkat kecanduan akut
dapat merokok di tempat khusus perokok dan berusaha sedikit demi sedikit
mengurangi penggunaannya. Kemudian, untuk mengurangi pencemaran udara
akibat asap rokok dapat menambah jumlah tanaman antioksidan di lingkungan
sekitar rumah.
2. Inhalan
Inhalants pada umumnya berguna jika digunakan sesuai dengan
kegunaannya. Seperti contohnya obat-obatan yang direkomendasikan dokter untuk
mengatasi permasalahan pada sistem pernapasan. Obat yang dapat digunakan
sebagai inhalan tetapi tidak menyalahi aturan misalnya pure kids, vick’s inhealer ,
obat untuk penderita asma dan lain-lain. Inhaler adalah suatu obat yang didalamnya
terdapat kandungan salbutamol yang digunakan untuk mengobati gangguan pada
sistem atau saluran pernapasan diantaranya penyakit asma paru kronik

Gambar 9. Pure Kids Contoh Obat yang Tidak Menyalahi Aturan


Sumber: ​www.sehatq.com

Gambar 10. Salbutamol Contoh Obat yang Tidak Menyalahi Aturan


Sumber: ​https://e-surgery.com/
Inhalan yang bersifat sebagai obat dan telah diresepkan atau
direkomendasikan oleh dokter tidak akan berdampak buruk bagi pengguna karena
memang tujuan utamanya adalah sebagai obat. Berbeda dengan inhalant yang
digunakan tidak sesuai dengan kegunaannya seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya yaitu lem, cat dan produk rumah tangga yang tidak seharusnya
digunakan sebagai inhalant. Kegunaan lem sendiri adalah bahan perekat pada kayu,
kertas, kain, kulit dan lainnya. Dilihat dari kegunaannya sendiri sudah terlihat jelas
bahwa lem dan sejenisnya bukanlah inhalant yang digunakan sesuai dengan
fungsinya. Sehingga apabila tetap digunakan maka akan berdampak buruk bagi
kesehatan penggunanya.
3. Alkohol
Perilaku meminum alkohol oplosan di terjadi karena pengetahuan, sikap,
keyakinan yang keliru mengenai miras oplosan. Perilaku ini terealisasi, didorong
harga miras oplosan yang murah, terjangkau bagi remaja menengah ke bawah,
mudah diperoleh, berefek mempercepat mabuk, dan tidak adanya sanksi yang tegas
bagi pengonsumsi. Perilaku ini diperkuat oleh lingkungan sosial yang mendukung,
yaitu tuntutan teman sebaya dan lemahnya pengawasan orang tua. Terhadap
permasalahan ini, DPR RI dapat menjalankan fungsinya. Pertama, fungsi legislasi,
dengan merumuskan sanksi tegas bagi pengonsumsi, pembuat, pendistribusi dan
penjual miras tak berizin dalam substansi RUU Larangan Minuman Beralkohol[21].
Upaya konkrit yang bisa dilakukan, yaitu melakukan razia tempat-tempat penjualan
miras oplosan secara rutin, penegasan sanksi terhadap pembuat, pengedar, dan
penjual miras oplosan, serta memperketat pengawasan penjualan alkohol.
4. Kafein
Kafein yang terdapat dalam makanan dan minuman memiliki kadar yang
berbeda-beda. Hal ini perlu diketahui agar dapat menghitung kadar kafein yang
dikonsumsi per hari. Data kadar kafein yang terdapat pada beberapa makanan dan
minuman disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3. Kadar Kafein dalam Makanan dan Minuman Coklat[23]
Berat atau Volume
Makanan atau Minuman Kadar Kafein
per Kemasan
Cokelat susu batangan merk Hersley 43 g 10 mg
Cokelat susu batangan almond merk Hersley 41 g 6 mg
Cokelat Hersley Kisses 44,8 g 11 mg
Cokelat susu merk M&M 49 g 15 mg
Cokelat batangan merk Mr.Goodbar 49 g 5 mg
Wafer lapis cokelat merk Kitkat 42 g 6 mg
Cokelat panas 180 mL 10 mg
Susu cokelat 180 mL 4 mg
Tabel 4. Kadar Kafein dalam Minuman Bersoda[35]
Minuman (360 mL) Kadar Kafein
Minuman soda jeruk Sunkist 42 mg
Minuman soda Pepsi 38 mg
Minuman soda diet Pepsi 36 mg
Minuman soda Cola-cola 34 mg
Minuman soda A&W 29 mg
Minuman soda merk Root Beer 22 mg
Kafein dapat memberikan pengaruh yang baik apabila dikonsumsi sesuai
dengan takarannya. Salah satu manfaat mengkonsumsi kafein bagi tubuh yaitu
dapat menjaga emosi dengan baik. Kadar kafein yang baik untuk dikonsumsi per
hari yaitu sebesar 120 mg sampai 200 mg atau setara dengan dua cangkir kopi
instan. Jika dirasa kurang, dapat ditambahkan lagi dengan 100 mg kafein atau setara
dengan satu cangkir kopi instan. Penambahan jumlah konsumsi kafein dapat
dilakukan apabila tidak menimbulkan efek samping seperti susah tidur.
G. Daftar Rujukan
[1] S. Alegantina, “Penetapan Kadar Nikotin dan Karakteristik Ekstrak Daun Tembakau
( Nicotiana tabacum L .) Determination of Nicotine Levels in Tobacco Leaves and
Characteristics of Tobacco Leaves Extract ( Nicotiana tabacum L .),” ​J. Penelit. dan
Pengemb. Pelayanan Kesehat.​, vol. 1, no. 2, pp. 113–119, 2017.
[2] H. L. Wagner, ​Nicotine​. China: Chealsea House, 2003.
[3] A. Liem, “Pengaruh Nikotin Terhadap Aktivitas Dan Fungsi Otak Serta
Hubungannya Dengan Gangguan Psikologis Pada Pecandu Rokok,” ​Bul. Psikol.​,
vol. 18, no. 2, pp. 37–50, 2016, doi: 10.22146/bpsi.11536.
[4] Susanna, “PENENTUAN KADAR NIKOTIN DALAM ASAP ROKOK Level of
Nicotine Content in Cigarettes Dewi Susanna, Budi Hartono . , dan Hendra Fauzan
.,” 2003.
[5] V. Joseph, “Efek akut merokok kretek terhadap fungsi ventrikel kanan,” ​J.
Biomedik​, vol. 8, no. 2, 2016, doi: 10.35790/jbm.8.2.2016.12698.
[6] B. A. B. Ii and A. P. Rokok, “Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica,” pp. 4–15,
2003.
[7] B. Rizqiyah, M. Muthmainnah, U. Syarifah, and A. Mulyono, “Analisis Fisis
Membran Biofilter Asap Rokok Berbahan Biji Kurma Untuk Menangkap Radikal
Bebas,” ​J. Neutrino,​ vol. 7, no. 1, p. 40, 2014, doi: 10.18860/neu.v7i1.2638.
[8] R. Arisanty Nursetia and A.L.Suryana, “Asupan protein dan parameter hematologi
pada perokok,” ​J. Vokasi Kesehat.,​ pp. 22–25, 2018.
[9] K. Kumboyono, J. Sahar, and W. Wiarsih, “Pengalaman Perokok Rendah Tar dan
Nikotin di Kota Malang,” ​J. Keperawatan Indones.,​ vol. 12, no. 2, pp. 91–99, 2008,
doi: 10.7454/jki.v12i2.206.
[10] S. Basuki ​et al.​, “Clustering of the ten tobacco (Nicotiana tabacum) varieties based
on the partial PMT (putrescine N-methyltranferase) gene sequences diversity,” ​J.
Littri,​ vol. 23, no. 1, pp. 36–44, 2017, doi: 10.21082/littri.
[11] R. E. KUSMARYANI, “Menganal Bahaya Narkoba Bagi Remaja,” 2009.
[12] BNN, ​Pencegahan Penyalahgunaan Napza.​ BNN REPUBLIK INDONESIA, 2013.
[13] S. Chomariah, “PERILAKU MENGHISAP LEM PADA ANAK REMAJA (STUDI
KASUS DI KOTA PEKANBARU),” ​JOM FISIP,​ 2015.
[14] M. Bloch, “PERILAKU NGELEM PADA ANAK JALANAN (Studi Anak Jalanan
di Jalan D.I Pandjaitan Km. IX, Kota Tanjungpinang),” ​MUS MULYADI​, 2013.
[15] A. Aswadi, K. Kartini, and S. Sahrir, “Perilaku Menghisap (Ngelem) Sebagai Tahap
Dini Penggunaan Narkoba Pada Remaja di Kota Makassar,” ​Al-sihah Public Heal.
Sci. J,​ 2018.
[16] S. Freedenthal, M. G. Vaughn, J. M. Jenson, and M. O. Howard, “Inhalant use and
suicidality among incarcerated youth,” ​Drug Alcohol Depend​, 2007.
[17] M. Mulyadi, “Darurat Miras Oplosan.” .
[18] B. Nevid, J.S,. Ratus, S.A, Greene, ​Psikologi Abnormal; jilid 2.​ Jakarta: Erlangga,
2005.
[19] K. Kartono, ​Patologi Sosial 3 Gangguan-gangguan kejiwaan.​ Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2002.
[20] Widodo, ​kenapa minuman keras dilarang​. Solo: Ramadhani, 1993.
[21] P. Presiden, “Peraturan Presiden No. 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan
Pengawasan Minuman Beralkohol,” 2013.
[22] A. P. Smith, ​Nutritional Neuroscience,​ no. June. Cardiff: Taylor & Francis, 2005.
[23] B. A. Weinberg and B. K. Bealer, ​The Miracle of Caffeine.​ Bandung: Qanita, 2002.
[24] A. Lany, “Hubungan Konsumsi Kafein Terhadap Kualitas Tidur dan Tekanan Darah
pada Karyawan Restoran Cepat Saji di Kota Padang,” Universitas Andalas, 2017.
[25] A. C. K. Ana Farida, Evi Ristanti, “Penurunan Kadar Kafein dan Asam Total Pada
Biji Kopi Robusta Menggunakan Teknologi Fermentasi Anaerob Fakultatif Dengan
Mikroba Nopkor MZ dengan Mikroba Nopkor MZ-15,” ​J. Teknol. Kim. dan Ind.​,
vol. 2, no. 3, pp. 70–75, 2013.
[26] A. Nehlig, “Is caffeine a cognitive enhancer?,” ​J. Alzheimer’s Dis.,​ vol. 20, no.
SUPPL.1, 2010, doi: 10.3233/JAD-2010-091315.
[27] R. Adlin, “Efek Kafein pada Kejadian Tremor Tangan pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan Tahun 2010,” Universitas
Sumatera Utara, 2013.
[28] D. Auliansyah ​et al.​, “Peran Kafein dalam Tatalaksana Nyeri Kepala dan Kafein
Withdrawal,” ​J Agromedicine Unila​, vol. 5, no. 2, pp. 592–595, 2018.
[29] J. Chawla and A. Suleman, “Neurologic Effects of Caffeine,” 2011. [Online].
Available: http://emedicine.medscape.com/article/1182710.
[30] A. Dixit, N. Vaney, and O. P. Tandon, “Evaluation of cognitive brain functions in
caffeine users: a P3 evoked potential study,” ​Indian J. Physiol. Pharmacol.,​ vol. 50,
no. 2, pp. 175–180, 2006.
[31] O. Bond, “How Caffeine Affects The Nervous System,” 2011. [Online]. Available:
http://www.livestrong.com/article/409740-how-caffeine-affects-the-nervous-system/
.
[32] B. . Katzung, ​Basic & Clinical Pharmacology.​, 9th ed. New York: McGraw–Hill,
2004.
[33] A. Afriliana, ​Teknologi Pengolahan Kopi Terkini​, 2nd ed. Yogyakarta: Deepublish,
2018.
[34] BPOM, “Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan,”
HK.00.05.23.3644, 2001.
[35] B. D. Smith, U. Gupta, and B. S. Gupta, ​Caffeine and Activation Theory: Effects on
Health and Behavior,​ 1st ed. Boca Raton: CRC Press, 2007.
H. Lampiran ​(bisa berupa alamat URL)
I. Kelompok Book Chapter (Nama anggota kelompok)
KELOMPOK 7/OFFERING A

ADITYA BAYU NUGROHO (170351616610)

ELLAISYAH MUTIARA HADI (170351616578)

LAILIA HANIK NUR KHOLIFAH (170351616542)

LUTFIAH KURNIANTI (170351616553)

Anda mungkin juga menyukai