A. Ringkasan Materi
Zat aditif merupakan zat yang ditambahkan ke dalam suatu jenis makanan atau
minuman, sehingga makanan atau minuman tersebut menjadi lebih menarik. Pemanis
adalah bahan atau zat yang ditambahkan pada makanan dan minuman yang berfungsi untuk
memberikan rasa manis. Pemanis memiliki 2 macam yaitu pemanis alami dan pemanis
buatan. Pemanis alami terdiri dari beberapa macam diantaranya gula tebu, madu, daun
stevia, sirup agave, sirup maple, defruktosa, sorbitol, manitol, maltitol, lactitol, xylitol,
isomalt dan tagatose. Sedangkan pemanis buatan terdiri dari siklamat, sakarin,
acesulfame-K, sukralosa, neotam, alitame.
Zat aditif merupakan zat yang ditambahkan ke dalam suatu jenis makanan atau
minuman, sehingga makanan atau minuman tersebut menjadi lebih menarik. Zat ini
berfungsi sebagai zat tambahan seperti mengawetkan makanan, menambah rasa dan aroma,
dan mempermudah proses pembuatan makanan. Menurut Peraturan BPOM Nomor 11
Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan, Bahan Tambahan Pangan atau yang
selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP tidak dikonsumsi sebagai makanan dan
bukan merupakan bahan baku pangan. BTP dapat mempunyai nilai gizi, yang sengaja
ditambahkan ke dalam Pangan untuk tujuan teknologi pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan /atau pengangkutan
Pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
Pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat yang lain seperti
antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan lain sebagainya [1]. Pemanis akan
memberikan efek manis ketika ditambahkan pada makanan atau minuman. Berdasarkan
sifatnya, pemanis dibagi menjadi dua yaitu bersifat nutritif dan non nutritif.
· Zat pemanis bersifat nutritif merupakan pemanis yang menghasilkan kalori 4
kal/gram.
· Zat pemanis bersifat non nutritif merupakan pemanis yang dapat meningkatkan
kenikmatan cita rasa produk tertentu dan menghasilkan energi yang sedikit atau tidak
memiliki energi. Pemanis sifat ini membantu dalam mengatasi kelebihan berat badan,
kontrol glukosa darah, serta kesehatan gigi.
Sedangkan berdasarkan proses produksi, pemanis dibagi menjadi pemanis alami
dan pemanis buatan. Pemanis alami (Natural Sweetener) adalah pemanis yang dapat
ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi [2].
Jajanan seperti permen, es krim, es cendol,es teler, dan es sirup merupakan produk yang
banyak disukai masyarakat karena rasanya yang segar manis. Produk tersebut seringkali
menggunakan tambahan pemanis buatan. Pemanis buatan diartikan sebagai bahan yang
sengaja ditambahkan pada makanan dan minuman untuk memberi atau mempertajam rasa
manis namun tidak memiliki nilai gizi. Pemanis buatan tidak diproses secara alamiah
melainkan hasil buatan manusia. Masyarakat banyak yang menggunakan pemanis buatan
untuk menghemat biaya produksi [27].
Madu
Sumber: hellosehat.com
Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis, dihaslkan
oleh lebah madu dari sari bunga tanaman maupun bagian lain dari tanaman atau ekskresi
serangga [3]. Madu disebut sebagai pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan
dikonsumsi manusia jauh sbelum mengenal gula. Hal ini dikarenakan madu bisa langsung
dikonsumsi tanpa diolah terlebih dahulu. Madu memiliki rasa manis, nilai kalorinya
sebesar 3280 kal/kg. dengan kandungan karbohidrat yang tinggi dan rendah lemak.
Kandungan gulanya mencapai 80% dan dan dari gula tersebut 85% berupa fruktosa dan
glukosa. Madu tidak hanya digunakan untuk pemanis makanan atau minuman, tetapi juga
memiliki nilai gizi yang tinggi dan berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit [4].
Perbedaan asal daerah, musim, jenis lebah, jenis tanaman sumber nectar, cara hidup
lebah, cara pemanenan serta cara penanganan pasca panen mempengaruhi keragaman madu
di Indonesia.Keragaman tersebut dikembangkan menjadi tiga kategori yaitu madu hutan,
madu budidaya, dan madu lebah tanpa sengat (trigona) [5].
Daun Stevia
Tanaman stevia berasal dari Amambai dan Iguagu. Yaitu perbatasan antara Brasil,
Paraguay, dan Argentina. Pemanfaatan tanaman stevia sebagai pemanis telah lama dikenal
oleh penduduk asli di Amerika. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada tahun 1977 yang
dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, Sumatera
Utara, Bengkulu, Tawangmangu, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Klasifikasi tanaman
stevia yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Campanulatae
Genus : Stevia
[7]
Sumber: amazon.com
Stevia rebaudiana adalah tanaman kecil dengan tinggi 65-80 cm. Beberapa jenis Stevia
yang berbeda mengantung senyawa pemanis, dengan Stevia rebaudiana menjadi spesies
dengan tingkat kemanisan paling tinggi dibandingkan spesies lainnya [8].
Daun Stevia mengandung senyawa glikosida diterpen dengan tingkat kemanisan antara
200 – 300 kali gula tebu, tetapi kalorinya sangat rendah. Dibandingkan dengan pemanis
berkalori rendah lainnya, stevia lebih alamiah. Selain itu umur panen tanaman stevia lebih
pendek daripada tanaman tebu [7].
Sirup Agave
(mausehat.com)
Sirup Agave sering dikenal dengan nama nectar agave merupakan pemanis yang
diperoleh dari beberapa tumbuhan Agave. Adapun spesies Agave yang dapat digunakan
antara lain Blue Agave (Agave tequilana), Salmiana Agave (Agave salmiana), Green
Agave, Grey Agave, Thorny Agave, dan Rain bow Agave. Pemanis ini banyak diproduksi
di Negara Meksiko dan Afrika Selatan. Sirup agave diproduksi dengan metode yang
berbeda-beda sesuai spesiesnya. Sirup yang berasal dari Agave Americana dan Agave
tequilana dibuat dari batang tumbuhan agave yang bberusia antara 7 sampai 14 tahun yang
kemudian diekstrak. Setelah didapatkan cairannya kemudian disaring dan dipanaskan.
Cairan yang telah dipanaskan kemudian dikonsentrasikan hingga mencapai kekentalkan
seperti sirup. Sedangkan sirup Agave yang berasal dari Agave salmiana diperoleh dari
getah agave.
Sirup ini memiliki rasa yang lebih manis dari gula dan madu namun lebih encer dari
madu. Kandungan fruktosa didalamnya sangat tinggi yaitu sekitar 90% sedangkan glukosa
hanya memiliki kadar fruktosa 10%. Sirup Agave banyak digunakan sebagai pengganti
gula oleh penderita diabetes dan hyperglycemia karena indeks glikemiknya yang redah.
Sirup Maple
(www.merdeka.com)
Sirup maple ini berasal dari getah pohon maple (Acer saccharum). Pohon ini
termasuk dalam family Sapindaceae yang biasa ditanam di taman atau tepi jalan sebagai
perindang dan berasal dari Amerika Utara dan Canada. Tiga spesies maple yang dominan
dalam memproduksi sirup maple diantaranya maple gula (Acer saccharum), maple hitam
(A.nigrum) dan maple merah (A.rubrum). Sirup ini diperoleh dari getah pohon maple yang
didihkan.
Fruktosa
Fruktosa merupakan gula sederhana yang memberikan rasa manis. Fruktosa adalah
monosakarida, terdiri atas 6 atom karbon (heksosa yang merupakan isomer glukosa
(C6H12O6) dan mengandung gugus karbonil sebagai keton. Fruktosa terdapat pada
buah-buahan seperti peach, prune, pear, cherry, plum, apel, anggur dan dates. Sumber
fruktosa lainnya terdapat pada susu yang mengandung fruktosa lebih tinggi jika
dibandingkan dengan sayuran dan daging. Jenis buah lainnya seperti strawberi, raspberi,
lemon, lime, nanas, alpukat, pisang, kiwi, melon, semangka dan jeruk memiliki kandungan
fruktosa yang rendah. Sedangkan jus buah mengandung fruktosa dengan jumlah besar yang
dapat diabsorpsi secara cepat, di mana 16 ons jus buah mengandung sekitar 45 gram
fruktosa [9].
Sumber: id.wikipedia.org
Fruktosa sejak tahun 1970 digunakan sebagai pemanis oleh industry makanan dan
minuman dalam bentuk high fructose corn syrup (HFCS). HFCS mengandung fruktosa dan
glukosa dengan perbandingan 55% : 45%. Pemilihan fruktosa sebagai pemanis oleh
industry makanan disebabkan karena memiliki rasa paling manis diantara jenis karbohidrat
lainnya [9].
Sorbitol dan manitol adalah gula alkohol (poliol) alami yang ditemukan pada hewan
dan tumbuhan yang dengan jumlah kecil di hampir semua sayuran. Sorbitol pertama kali
ditemukan oleh seorang kimiawan Perancis bernama Joseph Boussingault pada tahun 1872
dengan mengisolasi jus segar dari buah beri. Mannitol ditemukan di ekstrudat pohon,
manna abu, alga laut, dan jamur segar [11]. Bahan baku yang digunakan untuk membuat
sorbitol dan manitol diantaranya adalah sirup glukosa, gula invert, dan pati yang
terhidrolisis. Sorbitol terbentuk dari hidrogenasi katalitik glukosa. Reaksi hidrogenasi
didorong oleh katalis, seperti nikel. Setelah reaksi selesai, katalis disaring dan larutannya
dimurnikan kemudian menguap menjadi 70% padatan dan menjadi larutan Sorbitol [12].
Kristal sorbitol dibuat lebih lanjut dengan menguapkan larutan sorbitol ke dalam sirup cair
yang mengandung setidaknya 99% padatan. Sirup cair kemudian mengkristal. Bahan yang
dihasilkan kemudian dilunakkan untuk memastikan kristalisasi dilakukan dengan tepat dan
lengkap. Selanjutnya, massa kristal digiling dan disaring melalui kasa hingga diperoleh
ukuran partikel yang diinginkan.
Manitol dapat diperoleh melalui proses fermentasi atau ekstraksi dari jenis rumput laut
tertentu. Namun, lebih sering dibuat melalui proses hidrogenasi fruktosa dari sirup
berbahan pati atau sukrosa. Perbedaan antara manitol dan sorbitol adalah berdasarkan
kelarutan yang lebih rendah (22 g/100 g air dengan 235 g/100 g air) dan mengkristal dari
larutan. Kristal manitol diperoleh dengan disaring, dikeringkan, menjadi bubuk putih atau
dapat diolah lebih lanjut untuk membuat butiran.
Sorbitol dan manitol tersusun atas enam karbon, rantai lurus alkohol polihidrik, yang
artinya memiliki lebih dari satu kelompok hidroksil. Sorbitol dan manitol memiliki enam
gugus hidroksil dan rumus molekul yang sama, yaitu C6H14O6. Keduanya merupakan
isomer satu sama lain dan memiliki konfigurasi molekul yang berbeda. Perbedaan antara
sorbitol dan manitol terjadi pada orientasi planar gugus hidroksil pada atom karbon kedua.
Gambar 1. (a) Struktur Kimia Sorbitol dan Manitol, dan (b) Konfigurasi Planar
Sorbitol dan Manitol
Sorbitol dan manitol adalah gula alkohol (poliol) yang manis dan rasanya enak.
Sorbitol memiliki tingkat kemanisan 60% dari sukrosa, sedangkan manitol sekitar 50% dari
sukrosa. Dalam bentuk kristal, keduanya memiliki panas negatif larutan ketika dilarutkan
dalam air yang menghasilkan sensasi pendinginan saat dicicipi. Panas larutan sorbitol
adalah –26,5 kal / g (pada 25 ° C), dan panas larutan manitol adalah –28,9 kal / g (pada 25
° C). Nilai kalori sorbitol adalah 2,6 kkal / g dan nilai kalori manitol adalah 1,6 kkal /
berdasarkan Standar Nasional Indonesia [13].
Maltitol
(medchemexpress.com)
Lactitol
(medchemexpress.com)
Xylitol
Xylitol adalah poliol lima karbon yang dalam jumlah kecil ditemukan pada
buah-buahan dan sayuran. Xylitol berbentuk bubuk kristal putih, tidak memiliki bau, dan
rasanya manis. Xylitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan tingkat kemanisan
sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kJ/g [13]. Sebagai
pemanis, xylitol telah digunakan dalam makanan sejak tahun 1960-an. Xylitol pertama kali
disintesis dan dideskripsikan pada tahun 1891 oleh Emil Fischer dan rekannya [17].
Sintesis xylitol melalui proses fermentasi atau enzimatik, namun, prosedur tersebut sejauh
ini belum digunakan pada skala komersial. Xylitol diproduksi dalam bentuk kristal,
digiling, dan digranulasi. Bentuk xylitol yang digiling dalam ukuran partikel rata-rata dari
sekitar 50 hingga 200 mikron.
Isomalt
Isomalt adalah pengganti gula dengan sifat dan krakteristik yang mirip dengan sukrosa
dari sudut pandang aplikasi makanan. Isomalt tidak berbau, kristal, non higroskopis
(Strater, 1988). Pemanis ini campuran dari equimolar dari
6-O-α-D-Glucopyranosyl-D-glucitol (GPG) ( GPG-C12H24O11) dan
1-O-α-D-Glucopyranosyl-D-mannitol (GPM) dihydrate (GPM- C12H24O11.2H2O) Isomalt
merupakan pemanis yang diperoleh dari sukrosa yang diproses dengan dua tahap yakni
gula ditransformasi oleh transglukosidasi enzimatik menjadi isomaltulosa kemudian
dihidrogenasi menjadi isomalt [23]. Rasa manis yang dimiliki mirip dengan sukrosa.
Tingkat kemanisan isomalt dibanding sukrosa relatif lebih besar 0,45 sampai 0,65 kali.
Isomalt berfungsi sebagai filler atau bahan pengisi dan flavor enhancer atau pencita rasa
buah, kopi, coklat.
Tagatose
D-tagatose adalah pemanis massal kalori rendah dengan tingkat kemanisan 92% dari
sukrosa, rendah kalori, non-kariogenik, prebiotik, dan juga berfungsi sebagai penambah
rasa. D-tagatose, atau tagatose, adalah ketohexose di mana karbon keempat adalah kiral
dan merupakan gambar cermin dari masing-masing atom karbon dari gula D-fruktosa.
Rumus empiris tagatose adalah C6H12O6. Berat molekul D-tagatose adalah 180,16.
Tagatose adalah pemanis massal rendah kalori yang terjadi secara alami, yaitu pada gusi
Sterculia setigera, polisakarida asam asetat sebagian [24]. Selain itu juga ditemukan dalam
susu sapi yang dipanaskan, diproduksi dari laktosa [25].
Gambar 4. Struktur Fruktosa dan D-Tagatose
D-tagatose digunakan sebagai pemanis massal kalori rendah dan pengganti gula dalam
sereal siap saji, diet minuman ringan, yogurt beku / es krim tanpa lemak, permen lunak,
permen cokelat, permen keras, roti, makanan beku, dan permen karet.
Gula Tebu
Merupakan salah satu pemanis alami yng terbuat dari tanaman tebu yang mengandung
sukrosa. Sukrosa terbentuk dari monomer berupa glukosa serta fruktosa yang memiliki
ikatan glikosida. Sukrosa sendiri memiliki siat fisis seperti massa molar 342,30 g/mol,
bentuk padat serta berwarna putih, massa jenis 1,587 g/cm3, kelarutan dalam air 2000 g/L
pada suhu 25̊C. Sukrosa jika terbakar akan meleleh pada suhu 186̊C, menghasilkan
karbondioksida dan air sehingga terbentuk karamel.
(klikdokter.com)
2. Pemanis Buatan
Sakarin
(hikmat13.blogspot.com)
Salah satu pemanis buatan yang sering digunakan adalah siklamat atau dikenal dengan
sebutan biang gula. Intesitas rasa manis yang dimiliki oleh siklamat adalah 30-80 kali dari
gula murni. Siklamat dijual dengan harga yang relatif murah karena memiliki rasa yang
murni tanpa adanya rasa tambahan seperti rasa pahit, sehingga sering digunakan oleh
industri makanan dan minuman. Penderita diabetes, penderita kegemukan atau penderita
penyakit lain biasanya menggunakan siklamat untuk produk pangan yang memiliki kalori
rendah agar dapat mengontrol kalori dengan baik [30].
Aspartam
(www.amazine.co)
Aspartam merupakan suatu bahan yang diproses secara kimiawi untuk menimbulkan rasa
manis. Tingkat kemanisan dari aspartame ialah 200 kali lebih manis dari gula tebu.
Aspartam berasal dari metil ester asam amino asam aspartate dan asam amino esensial
fenilalanin. Aspartam terdiri atas 50% fenilalanin, 40% asam aspartame dan 10% methanol.
Pemanis sintesis ini dapat digunakan dengan jumlah yang sedikit saja, sebagai contoh
penggunaan 19 mg aspartame dapat menghasilkan tingkat kemanisan sama dengan 4 gram
gula.
Aspartam sering digunakan dalam industri makanan karena tidak menyisakan rasa
pahit. Aspartame banyak ditemukan pada makanan dan minuman olahan seperti soft drink
atau minuman bersoda, minuman jus buah dalam botol atau kaleng, kacang atom, biskuit,
keripik kentang dan singkong dan permen
Acesulfame-K
Sukralosa
Sukralosa merupakan pemanis buatan yang kalorinya rendah berbahan dasar sukrosa.
Tingkat kemanisan sukralosa adalah 600 kali lebih manis dari sukrosa. Efek rasa yang pahit
tidak ditimbulkan oleh sukrosa seperti pemanis buatan lainnya, sehingga murni berasa
manis [33].
Neotame
Neotam memiliki rumus kimia C20H30N2O5H2O yang merupakan senyawa sintesis dari
aspartam 3,3-dimetilbutiraldehida dan memiliki ciri tidak berwarna. Pada tahun 2002, baru
muncul pemanis buatan berupa neotam di pasaran dengan tingkat kemanisannya yang
relatif antara 7000 kali hingga 13000 kali dari glukosa. Seringkali dijumpai penggunaan
neotam di industri farmasi sebagai eksipien obat karena nilai kalorinya rendah bahkan tidak
memiliki kalori dan buktinya aman dikonsumsi oleh penderita gangguan phenylketonuria,
diabetes serta wanita hamil [34].
(sumber : EFSA,2008)
Neotam merupakan senyawa yang bersih, bentuknya seperti tepung kristal yang
berwarna putih, sebagai penegas cita-rasa yang unik terutama rasa buah dan memiliki
kelarutan dalam air yang sama seperti aspartam. Neotam tidak memiliki nilai kalori yang
merupakan pemanis nonutritif [35].
Alitame
Alitame terbentuk dari asam amino asam L-aspartat dan D-alanin, dengan gugus amida
C-terminal Ini adalah amida baru (terbentuk dari 2,2,4,4-tetramethylthietanylamine) yang
merupakan kunci dari potensi kemanisan alitame yang sangat tinggi. Struktur alitame
dikembangkan dengan mengikuti arahan dari sejumlah senyawa model yang disintesis.
Dalam rangkaian amida L-aspartil-D-alanin, fitur struktural yang ditemukan paling
kondusif untuk potensi kemanisan tinggi termasuk ukuran cincin kecil hingga sedang,
adanya percabangan rantai kecil α ke karbon yang mengandung amina, dan pengenalan
atom belerang ke dalam cincin karbosiklik.
Gambar 6. Struktur dan Perkembangan Alitam
Alitame adalah bubuk kristal, tidak berbau, dan bersifat non-higroskopik. Potensi
kemanisannya, ditentukan oleh perbandingan intensitas kemanisan larutan alitame dengan
konsentrasi dalam kisaran 50 μg / ml dengan larutan sukrosa 10%, sekitar 2.000 kali lipat
dari sukrosa. Dibandingkan dengan ambang batas konsentrasi sukrosa (umumnya 2% -3%),
potensi alitame meningkat menjadi sekitar 2900 kali dari sukrosa.
Pada pH isoelektrik, alitame sangat larut dalam air. Dalam larutan air, kelarutan
meningkat dengan cepat seiring suhu dan karena pH menyimpang dari pH isoelektrik.
alitame hampir tidak larut dalam pelarut lipofilik. Alitame cukup stabil untuk digunakan
dalam permen keras dan lunak, makanan yang dipasteurisasi panas, dan dalam makanan pH
netral yang diproses pada suhu tinggi, seperti makanan yang dipanggang manis.
Madu
Kandungan mineral yang ada pada madu seperti natrium, kalsium, magnesium,
alumunium, besi, fosfor, dan kalium. Selain itu, madu juga mengandung vitamin seperti
thiamin (B1), riboflavin (B2), asam askorbat ( C ), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat,
biotin, asam folat, dan vitamin K. Pada madu juga terdapat beberapa kandungan enzim
yang berguna untuk proses metabolisme tubuh seperti enzim diastase, invertase, glukosa
oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase berfungsi mengubah polisakarida
menjadi monosakarida. Enzim invertase berfungsi memecah molekul sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa. Enzim oksidase membantu oksidasi glukosa menjadi asam
peroksida. Sedangkan enzim peroksidase melakukan proses oksidasi metabolism [4].
Madu berkhasiat untuk menghasilkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, dan
meningkatkan stamina. Zat asetil kolin yang terdapat di dalamnya mampu melancarkan
metabolisme seperti memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan darah. Madu
juga mampu meningkatkan pH lambung dikarenakan mengandung mineral yang bersifat
alkali dan berfungsi sebagai buffer. Manfaat lainnya dari madu yaitu dapat meningkatkan
kadar hemoglobin karena kandungan unsur Fe di dalamnya. Beberapa penyakit yang bisa
diobati dengan madu diantaranya yaitu penyakit lambung, radang usus, jantung, hipertensi,
tuberkulosis, sakit mata, penyakit saraf, tekanan darah, penyakit liver, sakit kepala,
impotensi, dan penyakit infeksi saluran kemih. Ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi
madu karena khasiatnya yang dapat mencegah keracunan kehamilan, menambah daya
tahan tubuh dan baik bagi pertumbuhan anak [5].
Daun Stevia
Stevia 100% alami dan tanpa kalori. Tidak stabil pada suhu 198oC, tidak dapat
difermentasi, dapat digunakan sebagai penambah rasa, dan anti karies. Daun stevia
mengandung 80-85% air. Kandungannya berupa glikosida, asam askorbat, b-karoten,
kromium, kobalt, magnesium, besi, potassium, fosfor, riboflavin, thiamin, timah, seng, dan
lain sebagainya. Stevia berfungsi sebagai antioksidan dan mengurangi hipertensi. Stevia
juga aman untuk penderita diabetes, karena tidak mempengaruhi kadar gula darah. Stevia
tidak memiliki efek samping neurologis atau ginjal sebagaimana pemanis buatan lainnya
[8].
Sirup Agave
Sirup Agave memiliki kandungan fruktosa yang tinggi. Di dalam tubuh fruktosa hanya
dipecah dan dicerna oleh organ hati. Hasil metabolism fruktosa yakni trigliserida, asam
urat, dan beberapa zat radikal bebas.
Sirup Maple
Salah satu kandungan sirup maple yakni inulin atau sejenis karbohidrat. Inulin tersebut
tidak dicerna oleh lambung melainkan langsung diserap oleh usus dan digunakan untuk
meningkatkan pertumbuhan bakteri baik.
Sirup ini banyak mengandung mineral seperti potassium, fosfor, mangan, seng, dan
besi serta mengandung sedikit kalori. Kandungan seng memberikan perlindungan terhadap
risiko serangan jantung, dan antioksidan. Unsur antioksidan memiliki manfaat sebagai anti
kanker dan anti diabetes. Selain itu kandugan seng dan mangan berperan dalam menjaga
system kekebalan tubuh, membantu mengurangi peradangan dan mempercepat
penyembuhan. Selain itu mangan juga dapat bertindak sebagai imunostimulan. Sirup maple
juga sangat baik bagi kesehatan reproduksi pria.
Fruktosa
Fruktosa memberikan efek positif yaitu menurunkan glukosa darah melalui
peningkatan uptake glukosa oleh hepar, stimulasi enzim heksokinase serta mampu
meningkatkan konsentrasi insulin. Karena manfaat dari fruktosa inilah, HFCS pada tahun
1986 digunakan sebagai gula pemanis penderita diabetes. Kandungan fruktosa di dalam
buah-buahan yaitu 1,87-8,13 gram per 100 gram bobotnya, sedangkan manusia
mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran sekitar 15-20 gram perhari. Hal ini menunjukkan
bahwa konsumsi fruktosa dari buah-buahan tidak berkontribusi terhadap kelainan
metabolik. Kadar fruktosa dalam buah yang kecil, absorpsinya yang relatif lambat, adanya
kandungan nutrisi lain seperti serat yang menghambat penyerapan fruktosa serta
kandungan antioksidan yang melindungi terhadap efek samping metabolism fruktosa
menyebabkan konsumsi buah dan sayuran secara teratur akan membantu melindungi tubuh
terhadap risiko penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit lainnya [9].
Efek ketika mengonsumsi isomalt terjadi ketika dikonsumsi dengan gula alkohol yang
lain seperti Xylitol, manitol, sorbitol, dan lain sebagainya dan dengan pemanis yang
memiliki intensitas tinggi seperti aspartam, sukralosa, siklamat, sakarin, atau asesulfam.
Isomalt tidak memiliki efek pendingin yang menghasilkan sensasi dingin di mulut ketika
dimakan dalam keadaan kristal. Isomalt memiliki ikatan glikosida stabil sehingga sulit
dihidrolisis dan diserap dalam usus kecil.
Tagatose
Sekitar 20% dari D-tagatose yang tertelan diserap dalam usus kecil. Bagian yang
diserap dimetabolisme di hati dengan jalur yang sama seperti fruktosa. Bagian utama dari
D-tagatose yang dicerna difermentasi dalam usus besar oleh mikroflora asli, menghasilkan
produksi asam lemak rantai pendek (SCFA).
2. Pemanis Buatan
Sakarin
Penderita penyakit diabetes mellitus menggunakan sakarin sebagai pemanis alternative
karena sakarin tidak diserap melalui system pencernaan. Penggunaan sakarin dapat
memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia pada makanan dan minuman. Selain itu sakarin
merupakan sumber kalori tubuh yang dapat membantu mengatasi kelebihan berat tubuh,
control glukosa dalam darah dan kesehatan gigi.
Siklamat
Siklamat yang memiliki sifat karsinogenik, apabila digunakan melebihi kadar dosis
yang ditentukan dalam jangka waktu yang lama dan digunakan terus menerus meskipun
ditujukan bagi konsumen diet rendah kalori dan penderita diabetes. Anak dapat mengalami
obesitas apabila mengonsumsi siklamat meskipun sifatnya rendah kalori, hal tersebut
terjadi karena proses metabolisme yang tinggi dalam tubuh. Apabila siklamat sering
dikonsumsi dapat menyebabkan karies gigi, diabetes melitus, penyakit kardiovaskuler,
asteroklerosis, dan behavioral distrubance (sakit kepala, gangguan belajar, emosi dan
mental). Siklamat yang dikonsumsi melebihi kadar dosis yang ditentukan dapat
menghasilkan senyawa sikloheksamin yang sifatnya karsinogen dari hasil proses
metabolisme siklamat dalam perut yang dapat menyebabkan kanker pada kandung kemih
dan menyebabkan atropi yakni pengecilan testikular serta kerusakan kromosom [31].
Aspartam
Aspartame juga dapat mengalami metabolism dalam tubuh. Aspartam
dirombaksecara sepat dan sempurna menjadi asam amino asam aspartate fenilalanin dan
methanol. Selain itu aspartame mempunyai energy yang sangat rendah, tidak merusak gigi,
menguatkan cita rasa buah-buahan pada makanan dan minuman.
Acesulfame-K
Acesulfame-K adalah senyawa non-karbohidrat sehingga Acesulfame-K tidak
mengalami proses metabolisme ataupun disimpan dalam tubuh. Senyawa ini akan
diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari tubuh bersama urin tanpa mengalami
perubahan bentuk. Pemanis buatan ini tidak memiliki nilai kalori karena tidak mengalami
proses metabolisme dalam tubuh. Acesulfame-K merupakan senyawa non-karbohidrat,
sehingga ketika dikonsumsi oleh penggunaanya maka tidak akan dapat memicu timbulnya
karies gigi. Sisa karbohidrat yang menempel ada gigi akan menimbulkan karies gigi karena
kabohidrat diubah menjadi asam oleh bakteri dalam rongga mulut sehingga menyebabkan
mineral pada gigi melarut atau terdemineralisasi [28].
Sukralosa
Tubuh tidak menggunakan sukralosa sebagai sumber energi karena sukralosa tidak
dapat terurai seperti sukrosa. Tubuh tidak dapat mencerna sukralosa sehingga langsung
dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan. Sukralosa aman dikonsumsi oleh wanita hamil
dan menusui serta anak-anak dari berbagai usia karena sukralosa merupakan golongan
Generally Recognized as Safe (GRAS). Sukralosa telah diuji dan hasilnya sukralosa tidak
dapat menyebabkan karies pada gigi, perubahan genetik, cacat bawaan dan kanker.
Sukralosa tidak berpengaruh pada perubahan genetik, metabolisme karbohidrat, reproduksi
pada pria dan wanita serta terhadap sistem kekebalan. Sehingga bagi penderita diabetes
baik tipe I atau II, sukralosa baik digunakan untuk menggantikan gula [28].
Neotame
Dalam tubuh, secara cepat proses neotam terurai kemudian terbuang sempurna tanpa
ada akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme yang normal. Hasil kajian yang
komprehensif penggunaan neotam pada binatang dan manusia termasuk anak-anak, wanita
hamil, penderita diabetes menunjukkan bahwa manusia aman mengonsumsi pemanis
buatan berupa neotam [28].
Alitame
Alitame diserap dengan baik setelah pemberian oral ke tikus, tikus, anjing, atau
manusia. Sebagian besar dosis oral (77% -96%) diekskresikan dalam urin sebagai
campuran metabolit. Sisanya (7% -22%) diekskresikan dalam tinja, terutama sebagai
alitame yang tidak berubah. Dari empat spesies tersebut diperoleh saldo radiokimia 97%
-105%. Metabolisme alitame ditandai dengan hilangnya asam aspartat diikuti oleh
konjugasi dan / atau oksidasi pada atom belerang dari fragmen alanin amida yang
menghasilkan isomer sulfoksida dan sulfon yang sesuai. Hidrolisis lebih lanjut dari
fragmen alanin amida tidak terjadi. Pada tikus dan anjing alanin amida sebagian asetat, dan
pada manusia sebagian terkonjugasi dengan asam glukuronat.
Siklamat
Pemanis buatan yang diizinkan pemakaiannya salah satunya adalah natrium siklamat.
Siklamat yang dipakai secara berlebian bisa berbahaya bagi kesehatan yakni dapat memicu
terbentuknya kanker [32].
Aspartam
Fenilalanin jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup besar dapat menyebabkan
feniketonuria. Penggunaan aspartame yang berlebihan dapat mengakibatkan gangguan
neurologis dan gangguan perilaku. Gangguan neorologis yang sering ditemui ialah sakit
kepala, insomnia, dan kejang. Gangguan tersebut ditimbulkan oleh perubahan konsentrasi
katekolamin otak regional yang meliputi epinefrin dan dopamine.
Acesulfame-K
Sukralosa
Dampak yang dihasilkan mengonsumsi sukralosa tergantung pada masing-masing
tubuh individu dalam merespon seperti naiknya gula darah dan insulin. Pengaruh sukralosa
terhadap kadar gula darah dan insulin dalam tubuh bergantung pada kebiasaan
masing-masing dari individu dalam mengonsumsi pemanis buatan yang tidak hanya
mengonsumsi sukralosa saja tetapi juga pemanis lain.
Neotame
Neotam tidak menimbulkan potensi karsinogenik dalam tubuh meskipun neotam
dikonsumsi dalam dosis hingga 1000 mg/kg berat badan dengan tingkat dosis tertinggi
yang telah diuji. Mengonsumsi makanan yang dapat menyebabkan berat badan naik tidak
ada kaitannya dengan toksisitas senyawa neotam namun makanan yang mengandung
bahan-bahan lain dicampur dengan neotam [34].
E. Peraturan Penggunaan
1. Pemanis Alami
Gula Tebu
Batas penggunaan gula berdasarkan Pesan Dasar Gizi Seimbang dianjurkan 5% dari
jumlah kecukupan energi atau 3-4 sendok makan setiap hari atau 8 sendok teh perhari.
Madu
Badan Pengawas Obat dan Bahan Makanan (BPOM) Republik Inonesia Nomor 21
Tahun 2016 tentang Kategori Pangan menyebutkan bahwa madu adalah cairan manis yang
dihasilkan oleh lebah madu berasal dari berbagai sumber nektar. Aktivitas enzim diastase
pada madu tidak kurang dari 3 DN dengan kadar hidroksimetil furfural tidak lebih dari 40
mg/kg. Standar Nasional Indonesia Nomor 8664 Tahun 2018 tentang Madu membahas
secara menyeluruh mulai dari pengelolaan pasca panen sampai dengan penentuan
persyaratan kualitas. Selain itu, pada standar ini menyebutkan bahwa keasaman madu
trigona ditetapkan jauh lebih tinggi dibanding madu lainnya. Tetapi untuk keamanan
konsumen, persyaratan keasaman madu trigona ditetapkan di bawah angka ekstrim.
Sedangkan cemaran logam (Pb, Cd, Hg) dan cemaran Arsen pada madu hutan ditetapkan
tidak terdeteksi dengan pertimbangan bahwa hutan terbebas dari cemaran logam-logam
tersebut [6].
Daun Stevia
Sirup Agave
Berdasarkan peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2015 tentang kategori pangan bahwa 100% agave tidak boleh ditambahkan
gula dari sumber lain. Dapat ditambahkan gula dari sumber lain sebelum fermentasi
hingga kadar gula produksi tidak lebih dari 49%.
Sirup Maple
Menurut peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI nomor 36 tahun
2013 tentang batas maksimum pengguanaan bahan tambahan pangan pengawet
mencantumkan bahwa batas maksimum penggunaan sirup maple ialah 1000 mg/kg.
D-Fruktosa
Food and Drug Administration di awal observasinya menganggap pemanis fruktosa
aman untuk dikonsumsi. Akan tetapi pada penelitian berikutnya menunjukkan bahwa
konsumsi fruktosa lebih dari 25% kebutuhan energy per hari (Sekitar 85 gram fruktosa)
menyebabkan hipertrigliseridemia dan resistensi insulin sehingga HFCS tidak lagi
digunakan bagi penderita diabetes [9].
Berdasarkan SNI, sorbitol yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan
produk pangan memiliki batas maksimum penggunaan sebagai berikut, yaitu permen
dengan maksimum penggunaan 99%, permen karet dengan maksimum penggunaan 75%,
jam dan jelli dengan maksimum penggunaan 30%, dan produk pangan yang dipanggang
dengan maksimum penggunaan 30% [13].
Maltitol
JECFA menyatakan bahwa maltitol adalah BTP yang aman untuk dikonsumsi
manusia. CAC mengatur maksimum penggunaannya pada berbagai produk pangan berkisar
antara 50000 mg/kg sampai 300000 mg/kg dan sebagian masuk dalam golongan sebagai
GMP/CPPB. Maltitol memiliki nilai kalori 2,1 kkal/g (setara dengan 8,78 kJ/g).
Lactitol
JECFA menyatakan laktitol merupakan BTP yang aman dikonsumsi manusia. CAC
mengatur maksimum pengunaannya pada berbagai produk pangan berkisar antara 10000
mg/kg sampai 30000 mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB.
Xylitol
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pemanis, Bab III, Pasal 3, Ayat 2, dinyatakan bahwa xylitol adalah tergolong dalam
pemanis alami [15].
JECFA menyatakan xylitol adalah zat aditif yang aman dikonsumsi. CAC mengatur
maksimum penggunaan xylitol adalah antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk,
dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB dengan ADI: tidak dinyatakan karena
termasuk Generally Recognized as Safe (GRAS) yang berarti aman dikonsumsi [13].
Isomalt
CAC mengatur maksimum penggunaan pada berbagai produk pangan berkisar antara
30000 mg/kg sampai dengan 500000 mg/kg produk dan sebagian besar digolongkan
sebagai GMP/CPPB.
Isomalt memiliki nilai kalori 2 kkal/g (setara dengan 8,36 kJ/kg). Isomalt termasuk
dalam GRAS atau Generally Recognized As Safe yang aman dikonsumsi manusia, tidak
menyebabkan karies gigi, peningkatan kadar gula darah penderita diabetes tipe I dan II.
Tagatose
D-tagatose belum tercantum dalam pemanis yang diizinkan di Indonesia berdasarkan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), namun jika di
Amerika Serikat, statusnya adalah Generally Recognized As Safe (GRAS) yang artinya
dapat dikonsumsi [26].
2. Pemanis Buatan
Sakarin
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan sakarin diperbolehkan dengan batas
tidak lebih dari 500 mg perliter.
Siklamat
Peraturan penggunaan siklamat juga diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pemanis
yakni sebagai berikut
● Asam siklamat (Cyclamic acid) sesuai dengan ADI sebanyak 0-11 mg/kg berat
badan (sebagai asam siklamat).
● Kalsium siklamat (Calcium cyclamate) sesuai dengan ADI sebanyak 0- 11 mg/kg
berat badan (sebagai asam siklamat).
● Natrium siklamat (Sodium cyclamate) sesuai dengan ADI sebanyak 0- 11 mg/kg
berat badan (sebagai asam siklamat).
Es lilin 3 g/kg
Jeli 2 g/kg
Minuman 3g/kg
ringan
Minuman 3g/kg
yoghurt
Aspartam
Menurut surat edaran Badan Pengawas Obat dab Makanan (BPOM) nomor
HK.04.01.42.421.12.17.1666 tentang batas maksimum penggunaan pemanis buatan yang
diizinkan dalam produk obat tradisional dan suplemen kesehatan menyebutkan bahwa batas
maksimum penggunaan aspartame yakni 5500 mg/kg produk.
Acesulfame-K
Peraturan penggunaan Acesulfame-K diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pemanis
sesuai dengan ADI sebanyak 0-15 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan pemanis
buatan seperti Acesulfame-K berbeda-beda pada setiap jenis produk makanannya.
Tabel batas maksimum penggunaan pemanis buatan pengganti sukrosa yang diijinkan
penggunaanya di Indonesia
No. Kategori Kategori Pangan Batas Maksimum
Pangan (mg/kg)
Sukralosa
Peraturan penggunaan sukralosa diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor
4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pemanis sesuai
dengan ADI sebanyak 0-15 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan pemanis buatan
seperti sukralosa berbeda-beda pada setiap jenis produk makanannya.
Tabel batas maksimum penggunaan pemanis buatan pengganti sukrosa yang diijinkan
penggunaanya di Indonesia
No.Kategori Kategori Pangan Batas Maksimum
Pangan (mg/kg)
Tabel batas maksimum penggunaan pemanis buatan pengganti sukrosa yang diijinkan
penggunaanya di Indonesia
No. Kategori Pangan Batas Maksimum
Kategori (mg/kg)
Pangan
Aspartam
Seperti halnya bahan tambahan makanan lainnya, penambahan aspartame kedalam
makanan dan minuman memiliki dosis atau batas tertentu. Acceptable Daily Intake (ADI)
merupakan jumlah perkiraan bahan tambahan makanan yang dapat digunakan secara rutin
atau setiap hari dengan aman. Aspartame memiliki angka ADI sebesar 40 mg per kg berat
badan. Berarti sekitar 2800 mg untuk berat rata-rata orang dewasa perharinya.
Siklamat
Siklamat yang digunakan untuk jenis pangan dan minuman memiliki kadar maksimum
untuk penggunaanya sesuai dengan ADI adalah sebanyak 0-11 mg/kg berat badan. Dapat
diartkan bahwa seseorang dengan berat badan 50 kg dapat mengonsumsi 550 mg siklamat
per hari. Apabila dalam produk table-to sweetener (sediaan pemanis yang siap konsumsi
dan dikemas daam kemasan sekali pakai) mengandung 20 mg siklamat per-sachet maka
jumlah maksimal yang relatif aman dikonsumsi dalam sehari adalah 27.5 sachet [32].
Sukralosa
Penggunaan sukralosa dengan ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan. Dapat diartkan
bahwa seseorang dengan berat badan 50 kg dapat mengonsumsi 750 mg sukralosa per hari.
Apabila dalam produk table-to sweetener (sediaan pemanis yang siap konsumsi dan
dikemas daam kemasan sekali pakai) mengandung 20 mg sukralosa per-sachet maka
jumlah maksimal yang relatif aman dikonsumsi dalam sehari adalah 37,5 sachet [28].
Neotam
Penggunaan neotam dengan ADI sebanyak 2 mg/kg berat badan. Dapat diartkan bahwa
seseorang dengan berat badan 50 kg dapat mengonsumsi 100 mg sukralosa per hari.
Apabila dalam produk table-to sweetener (sediaan pemanis yang siap konsumsi dan
dikemas daam kemasan sekali pakai) mengandung 20 mg sukralosa per-sachet maka
jumlah maksimal yang relatif aman dikonsumsi dalam sehari adalah 5 sachet. Penggunaan
neotam dalam suatu produk dapat dilakukan secara tunggal maupun dicampur dengan
pemanis lain seperti aspartam, garam acesulfame, siklamat, sukralosa, dan sakarin [28].
Acesulfame kalium
Penggunaan Acesulfame-K sesuai dengan ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan. Dapat
diartkan bahwa seseorang dengan berat badan 50 kg dapat mengonsumsi 750 mg
Acesulfame-K per hari. Apabila dalam produk table-to sweetener (sediaan pemanis yang
siap konsumsi dan dikemas daam kemasan sekali pakai) mengandung 20 mg
Acesulfame-K per-sachet maka jumlah maksimal yang relatif aman dikonsumsi dalam
sehari adalah 37,5 sachet. Acesulfame-K digunakan maksimum secara pada berbagai
produk pangan berkisar antara 200-1000 mg/kg diatur oleh CAC. Sedangkan penggunaan
acesulfam-K yang diatue oleh US Code of Federal Regulation (CFR) telah diatur dalam
Good Manufacturing Practices (GMP). Dalam Good Food Standasds Australia new
Zealand (FSANZ) Penggunaan berbagai produk pangan dalam mengatur maksimum
penggunaan Acesulfame-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200 sampai
dengan 3000 mg/kg produk [28].
G. Daftar Rujukan
[1] SNI, Food Additives Ingredients. 1995.
[2] BPOM RI, “Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomo 11
Tahun 2019 Tentang Bahan Tambahan Pangan,” pp. 1–3, 2019.
[3] D. D. Wulandari, “Analisa Kualitas Madu (Keasaman, Kadar Air, dan Kadar
Gula Pereduksi) Berdasarkan Perbedaan Suhu Penyimpanan,” J. Kim. Ris.,
2017, doi: 10.20473/jkr.v2i1.3768. suran
[4] Suranto, Adji. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Depok: PT.
Agromedia Pustaka.
[5] Standar Nasional Indonesia, “Madu”, 2018.
[6] BPOM, “PerKa BPOM no 21 tahun 2016,” Kateg. Pangan Indones., pp. 1–28,
2016.
a. Gambar
Amazon.com
Amazine.com
Hellosehat.com
Hikmat13.blogspot.com
Id.wikipedia.org
Mausehat.com
Merdeka.com
Klikdokter.com
Medchemexpress.com
b. ….
H. Lampiran (bisa berupa alamat URL)
I. Kelompok Book Chapter (Nama anggota kelompok)
KELOMPOK 1 OFFERING A
A. Ringkasan Materi
Sumber: elevenia.co.id
Warna merupakan salah satu factor sensori yang dipakai oleh manusia untuk
menilai suatu produk atau keadaan lingkungan. Dengan melihat suatu warna manusia dapat
merasa senang, suka, tidak suka, kecewa atau marah. Khusus dalam hal makanan, warna
mempunyai tempat tersendiri yang cukup penting dalam penilaian konsumen. Hasil suatu
penelitian menunjukkan bahwa warna untuk makanan menempati urutan kedua dari kriteria
penilaian, yaitu setelah kesegaran makanan. Zat warna makanan secara umum dapat dibagi
menjadi dua yaitu zat warna alami yang diperoleh dari bahan alam, dan zat warna buatan
yang diperoleh dari proses sintesis kimiawi (bahan-bahan kimia). Zat warna alami yang
sering digunakan seperti kurkumin, klorofil, caramel, karotenoid, dan sebagainya.
Sementara zat pewarna sintetis yang digunakan seperti tartrazine, sunset yellow, indigotine,
brilliant blue, dlsb. Beberapa zat pewarna tersebut apabila disalah gunakan maupun
dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan
seperti penyakit kanker, tumor ginjal, dan penyakit lainnya yang sangat berbahaya. Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia juga telah mengatur batas
penggunaan bahan pewarna pada makanan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI Nomor 37 Tahun 2013.
· Riboflavin
· Karamel I
· Karotenoid (carotenoids)
· Etil ester dari beta-apo-8’ asam karotenoat CI. No. 40825 (beta-apo-8’-carotenoic
acid ethyl ester)
· Antosianin (anthocyanins)
Cokelat
Jingga
Merah
Biru
Biru
2. Buatan
Pewarna buatan atau sering disebut juga pewarna sintetik adalah pewarna
yang berasal dari proses sintesis kimiawi [1]. Pewarna buatan adalah zat warna
yang dibuat dengan cara pemberian asam nitrat atau asam sulfat yang sering
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat yang lain dan bersifat racun. Pembuatan
zat pewarna organik, harus melalui perantara senyawa yang berbahaya sebelum
mencapai produk akhir dan senyawa tersebut dapat tertinggal dalam produk akhir
zat pewarna atau kemungkinan dapat terbentuk lagi menjadi senyawa baru yang
berbahaya [2]. Suatu zat pewarna buatan sebelum digunakan untuk zat pewarna
makanan harus melalui berbagai prosedur pengujian yang disebut dengan proses
sertifikasi. Proses sertifikasi tersebut melipusti pengujian kimia, biokimia,
toksikologi, serta analisi media terhadap zat warna tersebut. Sehingga menjadi
certified color yaitu zat pewarna yang diizinkan penggunaannya biasanya dikenal
juga sebagai permitted color [17].
No Nama Warna
Azo dyes:
1. Tartrazine Kuning
4. Ponceau 4 R Merah
5. Red 2 G Merah
6. Azorubine Merah
TriaryImethane dyes:
Quinophthalon dyes :
Xanthene dyes :
Indigo dyes :
Pewarna Kestabilan
Cahaya Oksidasi pH
1. Dyes
Dyes merupakan zat warna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga
larutannya dapat digunakan sebagai pewarna bahan makanan. Selain dapat larut
dalam air, dyes juga dapat larut dalam pelarut lain seperti alkohol, glokol, atau
gliserin. Namun dyes tidak dapat larut dalam semua jenis pelarut organik. Dyes
dijual dalam bentuk bubuk, cairan, serta pasta. Zat pewarna ini umumnya bersifat
stabil jika digunakan untuk mewarnai bahan pangan. Tetapi pewarna ini bisa
menjadi tidak stabil apabila dalam bahan pangan tersebut terdapat bahan-bahan
pereduksi atau berprotein, juga jika zat warna ini kontak langsung dengan logam
seperti timah, seng, tembaga, atau aluminium. Kemudian dalam minuman yang
mengandung asam askorbat, dalam batas tertentu dapat berubah warna menjadi
pucat. Dan hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan ethylen diamintetra
acid. Pewarna dyes biasanya digunakan untuk mewarnai roti, kue, produk susu,
kembang gula, minuman ringan, dll.
2. Lakes
Lakes merupakan zat warna yang diperoleh melalui proses pengendapan dan
absorpsi dyes pada radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan alumina. Laposan
alumina ini sifatnya tidak larut dalam air, sehingga membuat pewarna lakes tidak
dapat larut hampir pada semua pelarut. Penggunaan pewarna lakes dapat dilakukan
dengan cara mendispersikan pewarna ini dengan serbuk pangan. Sehingga tidak ada
air dalam pengolahannya. Apabila dibandingkan dengan dyes, lakes lebih bersifat
stabil terhadap cahaya, bahan kimia, dan panas sehingga menyebabkan pewarna
lakes lebih mahal dari dyes. Karena pewarna ini tidak bisa larut dalam air, zat
pewarna ini umumnya a digunakan untuk bahan-bahan yang tidak boleh terkena air,
dan biasanya juga untuk produk yang menganduk minyak atau lemak.
8. Oranges Bb
b: Hanya untuk pewarnaan permuakaan atau kulit sosis (frankfurter) dengan konsentrasi
maksimum150 ppm (satuan berat).
c: Hanya untuk pewarnaan kulit jeruk yang tidak akan diolah lebih lanjut, dengan
konsentrasi maksimum 2 ppm (satuan berat).
Sebagaimana kita ketahui, salah satu daya tarik makanan maupun minuman selain
dari segi rasa adalah segi tampilan atau warnanya. Biasanya, suatu makanan yang
memiliki warna cerah dan enak dipandang akan lebih menarik daya beli atau keinginan
seseorang untuk mencicipinya. Banyak industri makanan yang menambahkan pewarna
untuk meningkatkan daya tarik dari makanan yang diproduksi, tak jarang yang
menggunakan pewarna buatan. Bahkan industri makanan rumahan pun menggunakan
pewarna makanan untuk mempercantik penampilan suatu makanan, tetapi biasanya
lebih sering menggunakan pewarna makanan alami dibanding dengan buatan. Pewarna
alami dianggap lebih sehat daripada pewarna buatan, padahal kedua pewarna tersebut
memiliki efek tersendiri apabila dikonsumsi berlebihan oleh tubuh. Mekanisme zat
pewarna makanan dan efeknya pada tubuh akan dibahas dalam bagian ini.
Sebagaimana makanan yang masuk ke dalam tubuh, pewarna makanan juga akan
mengalami proses metabolism oleh tubuh. Terdapat 3 mekanisme metabolism zat
pewarna makanan yang masuk dalam tubuh, sebagai berikut:
1. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses kimia dimana suatu campuran gas atau cair
dikontakkan dengan suatu penyerap sehinngga komponen didalamnya larut dalam
penyerap tersebut [7]. Dalam proses absorpsi zat pewarna kedalam tubuh,terdapat 3
macam cara, yaitu melalui Oral, Kulit, dan Pernafasan. Proses ini berlaku sama baik
untuk zat pewarna alami maupun zat pewarna buatan. Absorpsi zat pewarna makanan
melalui Oral (mulut) melewati tahap sebagaimana kerja sistem pencernaan menurut
Karunia(2013), yaitu:
· Mulut
· Lambung
Pada saat makanan mencapai lambung, zat pewarna tersebut akan mengalami
reaksi dengan asam klorida (HCl) yang ada di Lambung. Jika zat pewarna tersebut
termasuk asam, maka tingkat keasaman lambung juga akan meningkat.
· Usus Halus
Pada usus halus, zat pewarna akan diserap melalui dinding usus, dan
kemudian dialirkan oleh darah ke hati.
· Hati
Setelah diserap oleh dinding usus halus dan masuk ke aliran darah, kemudian
zat pewarna akan masuk ke hati melalui Vena porta hepatica. Zat pewarna dalam
jumlah kecil, kemudian dinetralkan atau dihilangkan sufat racunnya oleh
hematosit. Namun, apabila jumlah zat pewarna terlalu besar atau banyak, akan
sulit untuk dinetralkan. Setelah proses metabolism di dalam hati, kemudian
sebagian zat pewarna akan dieksresikan bersama urin atau feses dan sebagian lagi
akan tertumpuk di ginjal.
Absorpsi yang melalui jaringan kulit dapat terjadi ketika terkena tumpahan zat
pewarna, atau bersentuhan langsung dengan zat pewarna tersebut. Contohnya ketika
hendak membuat jamu dan membutuhkan zat pewarna alami kunyit. Karena
bersentuhan dalam waktu yang lama, kulit tangan akan berwarna kekuningan karena
zat pewarna tersebut. Sementara absorpsi yang melalui pernafasan dapat terjadi
ketika seseorang menghirup uap dari pewarna.
2. Distribusi
Distribusi dapat terjadi ketika zat pewarna tersebut telah masuk ke aliran darah.
Proses ditribusinya juga terbilang cepat. Hati dan ginjal memiliki kecenderungan
tinggi untuk mengikat pewarna karena fungsi metabolik dan ekstretorik hati dan
ginjal.
3. Ekskresi
Eksresi zat pewarna dapat terjadi melalui ekresi urin atau eksresi empedu.
Eksresi urin melalui mekanisme yang sama sebagaimana biasanya yaitu, toksin dalam
suatu makanan akan dibuang oleh ginjal melalui proses filtrasi glomerulus, difusi
tubule dan sekresi turbuler. Sementara eksresi empedu memungkinkan zat pewarna
dikeluarkan melalui feses.
Zat pewarna makana tersebut juga dapat memunculkan berbagai macam efek
pada tubuh, baik efek positif maupun efek negatif. Dalam berbagai studi, diteliti
bahwa zat pewarna buatan (sintetik) akan lebih banyak menghasilkan efek negatif
dariapada zat pewarna alami. Efek negatif ini muncul seiring dengan penggunaan zat
pewarna yang tidak sesuai dengan takarannya. Zat pewarna alami juga dapat
membawa efek negatif apabila penggunaannya berlebihan. Efek negatif yang
ditimbulkan oleh zat pewarna alami misalnya adalah penggunaan daun katu yang
berlebihan pada makanan dapat mengganggu proses absorpsi kalsium di saluran
pencernaan dan gangguan pernafasan, daun katu ini dapat menghasilkan pewarna
hijau, karena klorofil yang dimiliki. Sementara efek positifnya daun katu ini dapat
meningkatkan produksi ASI [14].
Sementara efek yang dapat ditimbulkan oleh zat pewarna sintetik antara lain
penggunaan Rhodamin B dan juga Methanil Yellow yang dapat menimbulkan reaksi
keracunan, iritasi saluran pencernaan, serta merubah warna air seni. Rhodamin B
akan merubah warna air seni menjadi merah, sementara methanol yellow dapat
merubah warna air seni menjadi kuning.
Ponceau 4R yang memiliki kode produk E124 dapat menghasilkan warna merah
hati keunguan. Pewarna ini maksimal dikonsumsi dalam 1 hari adalah 4mg. Apabila
melewati ambang batas tersebut, dapat memicu munculnya kanker, serta sikap
hiperaktive pada anak. Pewarna ini juga berpotensi menyerap aluminium berlebih di
dalam tubuh [9].
D. Dampak Penyalahgunaan
1. Pewarna Alami
Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen.
Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil
(terdapat pada daun-daun berwarna hijau), karotenoid (terdapat pada wortel dan
sayuran lain berwarna oranye-merah). Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifattidak
cukup stabil terhadap panas, cahaya dan pH tertentu. Bahan alami tidak memiliki
efek samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Bahan alami lebih aman
untuk dikonsumsi.
2. Pewarna Buatan
E. Peraturan Penggunaan
[4]
Tabel 2. Daftar beberapa pewarna alami yang diizinkan penggunaannya
[13]
Kurkumin
(DSPP, 2012)
Riboflavin
Mustard 150
[1]
(DSPP, 2012)
Klorofil
(DSPP, 2012)
Karamel I
(DSPP, 2012)
Karamel III
[1]
Karamel IV
Mustard Secukupnya
Bumbu dan kondimen dari kedelai Secukupnya
[1]
Karbon Tanaman
(DSPP, 2012)
Beta-karoten
(DSPP, 2012)
Ekstrak anato
Keju peram
Es untuk dimakan 20
Sari buah 5
Sari sayur 5
[1]
Karotenoid
Es untuk dimakan 50
[1]
Merah bit
Antosianin
[1]
Titanium dioksida
[1]
2. PEWARNA SINTETIS
Es untuk dimakan 70
Buah kering 70
Serealia 70
Produk bakeri 70
[1]
Serealia 70
Produk bakeri 70
[1]
Es untuk dimakan 70
Serealia
70
Produk bakeri
70
Saus non-emulsi
70
[1]
Es untuk dimakan 70
Buah bergula
300
Serealia
70
Produk bakeri
70
[1]
Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R (cochineal red A)
Es untuk dimakan 70
Buah kering
70
Serealia
70
Produk bakeri
70
Saus non-emulsi
70
[1]
Dekorasi 100
[1]
Buah bergula
300
Serealia
70
Produk bakeri
70
[1]
Es untuk dimakan 70
Serealia
70
Produk bakeri
70
[1]
Es untuk dimakan 70
Serealia
70
Produk bakeri
70
Es untuk dimakan 70
Buah bergula
300
Serealia
70
Produk bakeri
70
[1]
Es untuk dimakan 30
Serealia
30
Produk bakeri
30
Minuman berakohol
50
Saus non-emulsi
50
[1]
G. Daftar Rujukan
a. Teks
[1] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, “Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Penguat Pewarna,” Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2013, doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
[3] Cahyadi, W. 2012. Analisa dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara.
[6] Elizarni, Firdausni, Anwar, H., & Sari, R. Stabilitas Ekstrak Kurkumin Kunyit
dan Klorofil Daun Pandan Menggunakan a Tocoferol dan Desktrin. 2014.
Jurnal Litbang Industri, 4( 2), 97-103.
[8] Karunia, F Bustani. 2013. Kajian Penggunaan Zat Aditif Makanan (Pemanis dan
Pewarna) pada Kudapan Bahan Pangan Lokal di Pasar Kota Semarang. Food
Science and Culinary Education Journal, 2(2). 72-78
[9] Kobylewski, S., & Jacobson, M.F., 2010. Food Dyes A Rainbow of Risks. US:
Center for Science in the Public Interest.
[13] Ratnani, R.D. 2009. Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan.
Momentum, 5(1). 16-22
[14] Sa’roni, Sadjiman, T., Sja’bani, M., Zalaela., 2004. Effectiveness of Saurapus
androgynous (L). merr leaf extract in increasing mother’s breast milk
production. Media Litabng Kesehatan, 14(3). 20.24
ogor:
[15] Wijaya, H. & Mulyono, N. 2009. Bahan Tambahan Pangan Pewarna. B
IPB Press.
[16] Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
[17] Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. J akarta: Gramedia.
b. Gambar
https://blog.elevenia.co.id
c. ….
H. Lampiran (bisa berupa alamat URL)
I. Kelompok Book Chapter (Nama anggota kelompok)
A. Ringkasan Materi
Bahan pengawet adalah salah satu dari bahan campuran pangan yang paling sering
digunakan. Bahan pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau pennguraian terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan proses pembusukan. Pengawet
terdahulu digunakan untuk mengawetkan bahan makanan seperti pengawetan daging, ikan
dan jagung menggunakan teknik pengasapan. Namun ada juga yang menggunakan bahan
alami seperti garam, asam dan gula untuk mengawetkan bahan makan agar tetap awet [1].
Secara teori, pengawet digunakan agar dapat menghambat dan membunuh mikroba
kemudian memecah senyawa berbahaya tersebut menjadi tak berbahaya dan tidak toksik.
Secara umum penggunaan bahan pengawet pada bahan makanan bertujuan untuk:
PENGAWET ALAMI
GARAM
Gambar 1. Garam
(Agromuliajaya, 2012,
http://agromuliajaya.blogspot.com/2012/12/fungsi-dan-mafaat-garam.html )
Garam merupakan salah satu campuran bahan masakan yang paling penting. Garam
yang digunakan merupakan garam dapur yang sering disebut juga dengan “common salt”
Garam dapat berfungsi sebagai pengawet atau penghambat pertumbuhan mikrobia,
penambah aroma dan citarasa atau flavor. Garam juga merupakan zat pengawet organik
yang digunakan dalam pengawetan ikan, daging dan bahan pangan lainya.
CUKA
Gambar.2 Cuka
(Prihardika B, 2015,
http://bagaspetrok.blogspot.com/2013/05/cuka-sebagai-pengawet-makanan-a
lami.html )
Asam asetat atau asam cuka berasal dari Bahasa latin asetum, merupakan senyawa
kimia asam organik yang merupakan asam karboksilat. Rumus kimia asam cuka yaitu .
Bentuk murni dari asam asetat yaitu asam asetat glasial, yang memiliki karakteristik, tak
berwarna, rawan terbakar (titik beku 17ºC titik didih 118ºC), bau menyengat serta
bercampur baik pada air dan pelarut organik serta memiliki rasa yang asam. Pemanfaatan
cuka sudah cukup luas terutama di bidang industri dan pangan.
Cuka tradisional dihasilkan dari bahan yang mengandung gula atau pati antara lain
jus buah seperti kelapa, tomat, anggur, apel dan prem, yang kemudian dilakukan fermentasi
hingga sebulan dan melalui dua tahap dengan hasil pertama berupa etanon dan selanjutnya
menghasilkan asam asetat. Umumnya cuka digunakan sebagai bahan pengawet
buah-buahan dan sayuran, serta digunakan dalam pengolahan mayones, saus salad, mustard
dan bumbu makanan lainnya [3].
CHITOSAN
Chitosan yaitu polimer alami yang memiliki struktur molekul menyerupai selulosa
yang ada pada serat sayuran dan buah, perbedaannya hanya terletak pada gugus rantai C-2
menjadi amina (NH2). Chitosan diperoleh dari hewan berkulit keras seperti kulit udang,
kepiting, rajungan, cumi-cumi yang memiliki kadar chitosan 10-15%. Chitosan juga dapat
diperoleh dari dinding sel jamur Aspergillus niger[6]. Chitosan berbentuk padatan amorf
berwarn aputih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni. Kelarutan
chitosan dalam asam dan viskositas larutan bergantung dari derajat deasetilasi dan derajat
degredasi polimer[7].
Pada cangkang udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang berikatan
dengan garam-garam anorganik, seperti kalsium karbonat (CaCO3), protein dan lipid
termasuk pigmen-pigmen. Untuk memperoleh chitin dari cangkang udang maka harus
melewati proses-proses pemisahan protein (deproteinasi) dan pemisahan mineral
(demineralisasi). Kemudian untuk memperoleh chitosan dilanjutkan dengan proses
deasetilasi. Reaksi pembentukan chitosan dari chitin yakni terjadi reaksi hidrolisa suatu
amida oleh basa. Chitin berperan sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Pertama
terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3, selanjutnya
terjadi eliminasi gugus CH3COO- yang menghasilkan suatu amida yaitu chitosan[7].
Proses deproteinasi dilakukan dengan menggunakan larutan 3,5% (w/v) NaOH
dengan suhu 65 0 C selama 2 jam sambil diaduk secara konstan, rasio sampel : larutan
NaOH 1:4. Dilanjutkan pada proses demirealisasi menggunakan larutan HCl konsentrasi 1
N pada suhu kamar selama 30 menit sambil diaduk secara konstan, rasio sampel : larutan
HCl 1:4. Sedangka pada proses deasetilasi dilakukan dengan menggunakan rasio sampel :
larutan NaOH 1:25 (gr/ml), sambil diaduk secara konstan. Derajat deasetilasi pada
pembuatan khitosan bervariasi sesuai dengan jumlah larutan alkali yang telah digunakan,
waktu dalam proses reaksi, dan suhu reaksi. Biasanya kualitas produk chitosan dinyatakan
dengan besarnya nilai derajad deasetilasi[8].
BAWANG PUTIH
Etanol
1.4 Kalsium sorbat larut dalam air sebesar 120 gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai
pengawet sebesar 74,2% pada range pH 4,8[1].
Natrium benzoat berupa serbuk granul atau hablur berwarna putih tidak berbau dan stabil
diudara. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam
etanol 90%. Kelarutannya dalam air pada suhu 25oC sebesar 660 gr/L dengan bentuk yang
aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8 [1].
Kalium benzoat berupa kristal yang larut dalam air dan alkohol. Efektivitas sebagai
pengawet pada range pH 4,2 [1].
Kalsium benzoat berupa kristal yang larut dalam air dan alkohol. Dalam air pada suhu 25oC
larut sebesar 40 gr/L dengan efektivitas sebagai pengawet pada range pH 4,2 [1].
93,5
59,3
12,81,44
0,144
4,19
ETIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Senyawa ini ditemukan dalam bentuk bubuk putih, dengan klasifikasi sebagai berikut:
Rumus Kimia :
Bahan pengawet dengan nama etil para-hidroksibenzoat atau dengan nama lain etil
paraben., meruapakan senyawa berbentuk padat berwarna putih yang memiliki berat
molekul 166,18 g/mol, serta kelarutannya sangat tinggi dalam air dingin [18]. Karakteristik
dari senyawa ini yaitu tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mudah menguap atau volatile
serta cenderung tidak higroskopis. Etil para-hidroksibenzoat stabil di udara, tahan terhadap
panas maupun dingin serta sterilisasi uap. Pada kondisi kombinasi antara temperatur, pH
dan waktu paraben dapat mengalami hidrolisis menjadi asam para-benzoat dan alkohol.
METIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Gambar 8. Metil Para-hidroksibenzoat
(Fengchengroup, 2017, https://www.fengchengroup.com/ )
Senyawa ini ditemukan dalam bentuk bubuk putih, dengan klasifikasi sebagai berikut:
Rumus Kimia :
Karakteristik dari Meti para-hidroksibenzoat yaitu hablur yang tak berwarna atau
serbuk hablur putih, tidak berbau atau memiliki bau khas yang lemah, memiliki rasa
terbakar yang kecil. Sulit larut dalam air, CCl4, benzet, namun senyawa ini akan mudah
larut pada eter dan etanol. Pada air dengan suhu 25ºC dapat larut 2,5 gr/L dengan 87,4%
adalah bentuk yang aktif sebagai pengawet pada range pH 8,5. Garam natriumnya memiliki
kelarutan yang tinggi dalam air pada suhu 25ºC dengan 89,1% bentuk yang aktif sebagai
pengawet pada range pH 8,5 [1]. Metil para-hidroksibenzoat atau disebut juga sebagai
nipagin adalah senyawa fenolik, stabil di udara, sensitif pada paparan sinar matahari atau
cahaya, tahan panas dan dingin termasuk uap sterilisasi, stabilitas menurun dengan pH
meningkat sehingga menyebabkan hidrolisis[23].
NISIN
Gambar 9. Nisin
(Fengchengroup, 2017, https://www.fengchengroup.com/ )
Nisin merupakan salah satu bakteriosin dari BAL (Bakteri Asam Laktat), bahan ini
telah lama dikenal dan sebagai bahan pengawet yang aman. Bahan pengawet ini dapat
menurunkan mikroba patogen dan pembusuk, mampu rneningkatkan mutu dan daya
simpan produk pangan khususnya pada produk perikanan. Kata nisin berasal dari
N-inhibitory substance,pertama kali diperkenalkan oleh Mattick & Hirschtahun 1947
berdasarkan penemuan mereka pada tahun 1944 sebagai produk dari ’lacticstreptococci’
atau lactococci (yang kemudian dikenal dengan nama nisin) yang dapat menghambat
beberapa jenis bakteri patogen. Senyawa protein bakteriosin yang diekskresikan oleh
bakteri asam laktat yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang
memiliki kekerabatan erat secara filogenik. Bakteriosin berpotensi digunakan sebagai
bahan pengawet pangan alami yang aman untuk dikonsumsi, karena zat aktif yang terdapat
pada bakteriosin merupakan protein yang dapat didegradasi oleh enzim proteolitik dalam
pencernaan manusia. [27].
SULFIT
Gambar 10. Sulfit
(Fengchengroup, 2017, https://www.fengchengroup.com/ )
Sulfit adalah bahan kimia yang sering digunakan untuk mengawetkan minuman
atau makanan kemasan. Senyawa sejenis sulfit ini juga bisa muncul secara alami dalam
beberapa makanan, misalnya minuman fermentasi, buah kalengan, kismis, dan anggur.
Sulfit juga dapat diitemui di dalam minuman ringan, fruit bar, makanan dikalengkan,
sayuran kering, kentang beku, seafood dalam kaleng, biskuit, dan roti. Salah satu bahan
tambahan pangan yang populer adalah sulfit. Sulfit atau sulfiting agent yang dimaksud
disini adalah komponen atau grup komponen yang mengandung sulfur dan dapat
menghasilkan sulfur dioksida (SO2), suatu komponen aktif yang dapat membantu
mengawetkan pangan[29].
NITRAT
Rasa : Pahit
Warna: Putih.
Natrium nitrat adalah bahan pengawet yang biasa digunakan dalam daging olahan,
seperti sosis, dendeng, ikan atau daging asap, dan daging ham. Natrium nitrat memiliki
sifat antimikrobial sehingga digunakan sebagai pengawet makanan. Senyawa ini ditemukan
secara alami dalam sayuran hijau berdaun[30].
NITRIT
Natrium nitrit merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang diizinkan oleh
pemerintah (legal) untuk menjadi bahan pengawet makanan. Natrium nitrit atau Sodium
Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Nitrit merupakan salah satu jenis bahan
tambahan makanan yang banyak digunakan sebagai pengawet. Nitrit adalah suatu bahan
berwarna putih sampai kekuningan, berbentuk bubuk atau granular dan tidak berbau. Berat
jenisnya 2,17 (25oC) g/mL dengan kelarutan dalam air sebesar 820 g/L (20 oC) dan
bersifat alkali (pH 9). Titik leleh sodium nitrit 271 – 281 oC, titik didih 320 oC, suhu bakar
510 oC, dan suhu penguraian > 320 oC. Natrium nitrit atau Sodium nitrit memiliki
kerapatan 2,168 g/cm dan berat molekul 69,0 g/mol [32].
Nitrit juga merupakan antioksidan yang efektif menghambat pembentukan WOF
(Warmed-Over Flavor) yaitu berubahnya warna, aroma dan rasa yang tidak menyenangkan
pada produk daging yang telah dimasak. Penambahan nitrit pada konsentrasi 156 mg/kg
cukup efektif menghambat pembentukan WOF dan menurunkan angka TBA pada produk
daging sapi dan ayam. TBA (Thio Barbiturat Acid) adalah senyawa yang dapat bereaksi
dengan senyawa aldehid membentuk warna merah yang bisa diukur menggunakan
spektrofotometer. Angka TBA adalah angka yang dipakai untuk menentukan adanya
ketengikan dari senyawa aldehid yang l.dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak [33].
ASAM PROPIONAT
Asam propionat yang dijadikan sebagai bahan pengawet merupakan hasil dari
sintesis kimia. Terdapat dua cara untuk menghasilkan asam propionate yaitu menggunakan
karbonmonooksida, etilen dan air, dan cara lainnya menggunakan propionaldehid yang
teroksidasi. Kedua cara tersebut menggunakan proses destilasi [36]. Asam propionat
memiliki turunan berbentuk garam yaitu kalium propionat, kalsium propionat, sodium
propionat, asam dillauril thiopropionat, dan asam thiodipropionat. Garam propionat
tersebut juga memiliki fungsi sebagai pengawet misalnya sodium propionat untuk
mengawetkan roti, permen, keju, selai, minumam non alkohol, dan lain-lainnya.
Garam Ca dan Na dari asam propionat akan lebih efektif pada tingkat keasaman
(pH) rendah dan tidak mengalami kondisi yang terdisosiasi sehingga memiliki efektivitas
pengawet. Apabila bahan pangan seperti roti ditambahkankan oleh garam Ca dan Na dalam
pH rendah maka akan sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang serta efektif
dalam mencegah pembentukan rope pada olahan tepung lainnya. Natrium propionat
berbentuk serbuk putih, dapat larut dalam alcohol, eter, dan kloroform. Bagian aktif
sebagai pengawet sebesar 77,1% pada pH 4,9. Sedangkan kalium propionat berbentuk
serbuk putih dan larut dalam alcohol, eter, dan kloroform. Aktif untuk pengawet pada pH
4,9 [1].
PENGAWET TERLARANG
FORMALIN
(Fengchengroup,2017, http://id.fengchengroup.org/ )
BORAKS
Boraks merupakan turunan logam berat Boron (B) yang berbahaya dan beracun
[43].Boraks termasuk kelompok mineral borat, suatu jenis senyawa kimia alami yang
terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O). Boraks merupakan kristal lunak tidak berwarna
yang mudah larut dalam air. Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O yang
banyak digunakan diberbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas,
pengawet kayu, dan keramik. Di samping itu, boraks juga digunakan untuk industri
makanan, seperti dalam pembuatan mie, lontong, ketupat, bakso, bahkan juga untuk
pembuatan kecap [44].
D. Bawang Putih
Bawang putih memiliki zat kimia berupa allicin, scordinin, allithanin dan
selenium. Allicin sendiri berfungsi sebagai antibiotik, sehingga menjadikan
bawang putih dapat berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh
manusia. Mekanisme bawang putih sebagai pengawet alami karena
memiliki kandungan zat antioksidan dan antimikroba bawang mentah
membuatnya menjadi bahan yang baik untuk pengawetan makanan[12]. Tak
hanya itu, kandungan flavonoid bawang, yang bermanfaat bagi kesehatan,
mampu meningkatkan ketahanan makanan. Hasil penelitian ini
menempatkan bawang sebagai alternatif alami untuk bahan pengawet dalam
industri makanan.
2. PENGAWET SINTESIS
A. Asam Sorbat dan garamnya
Kerja asam sorbat akan efektif pada pH rendah dan pada kondisi tidak
terdisosiasi. Apabila ditambahkan pada bahan pangan dengan pH rendah
sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan khamir dan kapang.
Kerjanya selektif, yaitu mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang
tidak dikehendaki tanpa mengganggu pertumbuhan mikroba yang
menguntungkan, contohnya pada proses pematangan keju [1].
Salah satu bahan pengawet yang banyak digunakan adalah asam benzoat.
Asam benzoat lebih banyak digunakan dalam bentuk garamnya karena
kelarutannya lebih baik daripada bentuk asamnya. Bentuk garam dari asam
benzoat yang banyak digunakan adalah natrium benzoat. Benzoat dan
turunannya dapat menghancurkan sel-sel mikroba terutama kapang. Natrium
benzoat bekerja efektif pada pH 2,5-4 sehingga banyak digunakan pada
makanan atau minuman yang bersifat asam.
Asam benzoat dan garamnya relatif kurang efektif sebagai bahan pengawet
pada pH lebih besar, tetapi kerja sebagai pengawet naik dengan turunnya pH
sampai dibawah 5. Turunnya pH medium akan menaikkan proporsi asam
yang tidak terdisosiasi karena asam yang tidak terdisosiasi penentu utama
peranan pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam menghambat
pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dengan pH rendah, seperti sari
buah dan minuman penyegar[1].
C. Etil para-hidroksibenzoat
F. Sulfit
G. Nitrat
H. Nitrit
I. Asam Propionat
3. PENGAWET TERLARANG
A. Formalin
Formalin sangat berbahaya apabila terhirup, tersentuh dengan kulit dan tertelan. Akibatnya
dapat menimbulkan luka bakar, alergi, iritasi pada saluran pernafasan dan kanker pada
manusia. Formalin dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan yakni melalui
mulut dan pernapasan. Apabila kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tinggi, maka
akan bereaksi secara kimia pada semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan
dapat menyebabkan kematian sel yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ
tubuh. Namun apabila kandungan formalin rendah,maka formalin tersebut dapat larut
dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama cairan tubuh. Oleh karena itu, formalin sulit
dideteksi keberadaannya di dalam darah. Imunitas dalam tubuh sangat berperan dalam ada
tidaknya dampak mengonsumsi makanan berformalin dalam tubuh. Apabila imunitas tubuh
rendah sehingga mekanisme pertahanan tubuh juga rendah, maka formalin dengan kadar
rendah akan berdampak buruk bagi kesehatan. Dimana usia anak merupakan usia yang
rentan akan mengalami gangguan tersebut.
Secara mekanik integritas mukosa dan peristaltik usus adalah sebagai pelindung masuknya
zat asing yang sudah masuk ke dalam tubuh. Sedangkan secara kimiawi asam lambung dan
enzim pencernaan yang dapat menyebabkan denaturasi zat-zat berbahaya tersebut. Secara
imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin A) di permukaan mukosa dan limfosit dapat
menangkal zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada usus usia anak memiliki usus yang
imatur yakni usus yang belum berkembang sempurna, maka sistem pertahanan tubuh yang
anak miliki masih lemah dan gagal berfungsi maka akan memudahkan bahan atau zat asing
berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit untuk dikeluarkan.
Formalin memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein apabila
ditambahkan ke dalam makanan seperti tahu, formalin tersebut akan mengikat unsur
protein dari bagian permukaan tahu hingga meresap ke dalam. Sifat antimicrobial yang
dimiliki formaldehid mampu menginaktivasi protein menggunakan cara kondensasi dengan
amino bebas menjadi campuran lain. Mekanisme pengawetan menggunakan formalin yakni
jika formaldehid bereaksi dengan protein maka akan membentuk rangkaian-rangkaian
antara protein yang saling berdekatan. Oleh karena itu makanan tersebut terasa kenyal
akibat matinya protein setelah terikat dengan unsur kimia yang pada formalin. Selain itu
makanan akan menjadi lebih awet karena protein yang mati tidak dapat diserang oleh
bakteri pembusuk [1].
B. Boraks
Senyawa borat dapat masuk kedalam tubuh melalui pernapasan dan pencernaan atau
absorbsi melalui kulit yang luka atau membran mukosa. Absorbsi ini berlangsung cepat
dan sempurna, sedangkan pada kulit normal tidak cukup menimbulkan keracunan [45].
Dalam lambung, boraks akan diubah menjadi asam borat, sehingga gejala keracunannya
pun sama dengan asam borat. Setelah diarbsorbsi akan terjadi kenaikan konsentrasi dan ion
borat dalam cairan serebrospinal, konsentrasi tertinggi akan ditemukan dalam jaringan
otak, hati, dan lemak [45].
Asam borat dan senyawanya dalam pemakaian sedikit dan berlangsung dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan terjadinya kumulatif pada lemak, hati, otak, testis, dan ginjal.
Dalam tubuh manusia dan hewan akumulasi dapat terjadi karena senyawa borat tidak
termetabolisme. Ikatan boron-oksigen yang kuat dari asam borat tidak mampu dipecah oleh
tubuh karena untuk memecahnya dibutuhkan energi yang sangat besar sehingga senyawa
borat tetap dapat terakumulasi meski 50% dapat dikeluarkan lewat urin [46]. Efek
toksisnya akan menyerang langsung pada sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala
keracunan seperti rasa mual, muntah-muntah dan diare, kejang perut, iritasi kulit dan
jaringan lemak, gangguan peredaran darah, tachycardia, sianosis, delirium, koma, dan
kematian [46].
D. Dampak Penyalahgunaan
1. PENGAWET ALAMI
A. GARAM
Dampak Penyalahgunaan:
Konsumsi garam yang terlalu sering dapat menimbulkan efek
kecanduan sehingga dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Salah
satu dampak dari efek kecanduan dan konsumsi garam berlebih adalah
terganggunya fungsi ginjal, ginjal akan mengurangi pengeluaran air ke
dalam urin sehingga menyebabkan volume darah meningkat akibat retensi
air. Gejala yang terlihat seperti timbulnya pembengkakan di tangan, lengan,
dan pergelangan kaki. Kemudian mengonsumsi garam berlebih juga
menyebabkan meningkatnya tekanan darah, karena semakin tinggi kadar
natrium dalam darah maka semakin tinggi juga volume darah. tekanan darah
yang tinggi inilah nanti dapat memicu penyakit stroke dan gagal jantung,
karena saat tekanan darah meningkat maka kekuatan darah yang mendorong
dinding arteri saat jantung memompa darah dan dapat berakibat pecahnya
pembuluh darah [2].
B. CUKA
Dampak Penyalahgunaan:
Sebagaimana kita tahu bahwa cuka merupakan pengawet alami yang
dapat ditemukan secara alami, asam organik dapat ditemukan pada
buah-buahan dan juga makanan yang difermentasi termasuk: asam asetat,
laktat, askorbat, sitrat, malat, propionat, suksinat, dan asam tartarat dan
dimana jika tidak digunakan secara berlebihan, tidak satu pun dari asam ini
berbahaya bagi kesehatan manusia [5]. Hanya yang perlu diperhatikan yaitu
tentang konsentrasi penggunaan cuka, karena jika terlalu tinggi dapat
berdampak pada cita rasa bahan makanan yang diawetkan menjadi asam
C. CHITOSAN
Dampak Penyalahgunaan:
Mengkonsumsi makanan yang ditambahkan dengan pengawet chitosan juga
mengalami beberapa reaksi negatif pasca mengonsumsi chitosan, baik
dalam jangka panjang maupun pendek. Namun dampak yang ditimbulkan
tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan manusia, diantaranya:
a. Masalah pencernaan
d. Mengencerkan darah
D. BAWANG PUTIH
Dampak Penyalahgunaan:
Sebagaimana kita tahu bahwa bawang putih merupakan pengawet
alami yang dapat ditemukan secara alami. Konsumsi bawang putih untuk
kesehatan harus di bawah pengawasan dokter. Itu karena konsumsi yang
tidak terkontrol bisa menipiskan darah, membatasi kemampuan pembekuan,
dan dapat bereaksi negatif ketika berinteraksi dengan beberapa bahan obat
[13].
2. PENGAWET SINTETIS
A. ASAM SORBAT DAN GARAMNYA
Dampak Penyalahgunaan:
Asam sorbat dalam tubuh dimetabolisme seperti asam lemak biasa, dan
tidak bereaksi sebagai antimetabolit. Pada pemeriksaan tingkat kronik sorbat 10%
pada diet tidak menimbulkan aktivitas karsinogenik. Rendahnya tingkat toksisitas,
memberikan kenyataan bahwa asam sorbat dan sorbat dimetabolisme seperti asam
lemak lainnya. Kondisi yang ekstrem (suhu dan konsentrasi sorbat tinggi) asam
sorbat dapat bereaksi dengan nitrit membentuk produk mutagen yang tidak
terdeteksi dibawah kondisi normal penggunaan, bahkan dalam curing asinan. Asam
sorbat kemungkinan juga memberkan efek iritasi kulit apabila langsung dipakai
pada kulit, sedangkan untuk garam sorbat belum diketahui efeknya terhadap tubuh
[1].
C. ETIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Dampak dan Penyalahgunaan:
Etil para-hidroksibenzoat saat ini sudah diizinkan sebagai bahan tambahan
pangan pengawet melaui PerKa BPOM RI No.36 tahun 2003 dengan jumlah
penggunaan yang sudah ditentukan. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa
Etil p-hidroksibenzoat sering digunakan. sebagai pengawet dalam makanan,
kosmetik, peralatan mandi, dan obat-obatan. Sehingga manusia dapat terpapar
melalui penggunaan produk-produk yang mengandung sennyawa tersebut melalui
konsumsi, kontak kulit dan inhalasi [20].Kita dapat terpapar atau terkena dampak
dari Etil p-hidroksibenzoat jika penggunaannya melebihi ambang batas, sehingga
dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan tubuh seperti terjadi iritasi kulit,
gangguan saluran pencernaan serta gangguan pernapasan [18], hal tersebut
dikarenakan Etil paraben secara efisien dapat diserap oleh tubuh melalui kulit atau
saluran pencernaan, dan diekskresikan oleh ginjal setelah hidrolisis menjadi asam
p-hidroksibenzoat tanpa akumalasi di dalam tubuh.
Dengan berbagai macam kegunaan serta memiliki biaya yang tidak terlalu
mahal dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang menjadikan Etil
p-hidroksibenzoat ini sering digunakan sebagai bahan pengawet dan menyebabkan
semakin sering kita terpapar oleh senyawa ini. Dampak penggunaan
senyawa ini yaitu sudah terdeteksi pada jaringan kanker payudara manusia, yang
membuat hubungan antara Etil p-hidroksibenzoat dengan kanker sering menjadi
topik penelitian [21].
D. METIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Dampak Penyalahgunaan:
Metil paraben sering dijumpai dalam makanan, senyawa ini sering
tercantum dalam kemasan produk makanan dengan nama alternatif (metil
p-hidroksibenzoat, metil-4-hidroksibenzoat) disebut juga sebagai nipagin [24] saat
ini sudah diizinkan sebagai bahan tambahan pangan pengawet melaui PerKa BPOM
RI No.36 dengan jumlah penggunaan yang sudah ditentukan, karena dalam jumlah
yang sesui Metil paraben tidak akan menumpuk dalam tubuh melainkan diserap
oleh usus atau kulit yang kemudian dikeluarkan dari tubuh.
Namun penyalahgunaan pada pengawet ini dengan penggunaan melebihi
dosis yang ditentukan, tidak menutup kemungkinan jika senyawa ini memiliki
dampak yang buruk bagi tubuh dalam jangka waktu yang lama karena tubuh tidak
selalu bisa untuk memecah Metil paraben. Dampak negatif bagi kesehatan yang
disebabkan oleh bahan pengawet ini antara lain penumpukan zat pengawet akibat
tidak bisa dipecah daan dikeluarkan oleh tubuh yang kemudian bertindak sebagai
esterogen pada organ reproduksi dan memicu timbulnya kanker payudara, sejumlah
penelitian menemukan adanya paraben dalam jaringan kanker payudara tersebut
[25].
Penggunaan Metil paraben secara berlebihan juga dapat meningkatkan
resiko kanker prostat dan kemandulan pada pria karena sifat estrogenik ringan pada
pengawet ini dapat mempengaruhi sel di testis yang berdampak pada rendahnya
jumlah sperma dan berkurangnya potensi reproduksi [26]. Selai itu pengggunaan
yang berlebihan pada pengawet ini akan menyebabkan alergi pada kulit, gangguan
pencernaan dan gangguan pernapasan.
E. NISIN
Dampak Penyalahgunaan:
Nisin merupakan bahan pengawet yang diperbolehkan dikonsumsi, namun
penggunaannya harus dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan.
Dampak pemberian nisin dalam bahan makanan secara berlebihan dapat
menimbulkan gangguan pencernaan seperti mengalami diare.
F. SULFIT
Dampak Penyalahgunaan:
Sulfit adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengawetkan minuman
atau makanan kemasan. Akan tetapi, senyawa sejenis sulfit ini juga bisa muncul
secara alami seperti melalui proses fermentasi. Itu artinya sulfit juga aman
dikonsumsi saat masih dibatas ambang normal. Jika mengonsumsi sulfit secara
berlebih dapat menimbulkan gangguan pernapasan seperti asma dan iritasi.
G. NITRAT
Dampak Penyalahgunaan:
Terjadi keracunan, diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya hipotensi yang
disertai takikardi refleks dan sakit kepala. Methemoglobinemia 15% atau lebih
dapat didiagnosis melalui timbulnya warna coklat ketika darah dikeringkan pada
kertas saring. Uji laboratorium lain yang menunjang adalah kadar elektrolit, gas
darah arteri atau oksimetri, kadar methemoglobin, dan pemantauan EKG [31].
H. NITRIT
Dampak Penyalahgunaan:
Pembatasan kadar pengawet jenis nitrit pada pangan olahan didasarkan pada
kemungkinan terjadinya efek yang membahayakan bagi tubuh. Pada kadar tertentu,
senyawa nitrat dan nitrit relatif aman dan tidak bersifat karsinogenik (dapat
menyebabkan kanker). Senyawa nitrat dan nitrit, keduanya dapat menyebabkan
vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) yang dapat menimbulkan hipotensi. Pada
dosis rendah, nitrat dapat membuat rileks pembuluh darah vena sehingga dapat
meningkatkan suplai darah ke jantung, sedangkan pada dosis tinggi dapat membuat
rileks pembuluh darah arteri sehingga dapat memperlancar peredaran darah [31].
Keracunan kronis yakni terbentuknya nitrosamin yang bersifat karsinogenik.
Nitrit dapat bereaksi dengan amina dan amida membentuk senyawa N-nitroso yang
kebanyakan bersifat karsinogenik. Tidak seperti nitrit, nitrat tidak bereaksi dengan
cara yang sama, tetapi nitrat yang terkandung dalam pangan dapat direduksi
menjadi nitrit dengan bantuan bakteri penitrifikasi. Bakteri penitrifikasi ini dapat
dijumpai pada bahan pangan, saliva, dan saluran pencernaan. Pada orang dewasa
diketahui bahwa asupan nitrit kebanyakan berasal dari hasil reduksi nitrat dalam
saliva [31].
Penggunaan natrium nitrit dalam jumlah yang melebihi batas ternyata
menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan, karena nitrit dapat berikatan
dengan amino dan amida yang terdapat pada protein daging membentuk turunan
nitrosoamin yang bersifat toksis. Nitrosoamin merupakan salah satu senyawa yang
diduga dapat menimbulkan kanker.
I. ASAM PROPIONAT
Dampak Penyalahgunaan:
Asam propionat yang digunakan tidak sesuai dengan dosisnya akan memilki
dampak negatif terhadap tubuh. Dampak yang dihasilkan tidak muncul begitu saja
atau langsung terlihat, namun secara perlahan-lahan secara kumulatif tergantung
pada dosis yang digunakan. Adapun dampak positif bagi tubuh penggunaan asam
propionat diantaranya menurunkan risiko obesitas dan menurunkan efek inflamasi.
Namun jika asam propionat digunakan secara berlebih maka akan menimbulkan
dampak negatif diantaranya mengakibatkan inflamasi gingival, asidemia
propionate, dan peningkatan kelainan neutral pada penderita autis [37].
ASD yang lebih sering dikenal dengan autisme adalah kelainan dalam
kemampuan, perilaku, berbahasa, dan interaksi sosial hingga melukai
diri sendiri. Asam propionat merupakan bahan tambahan pengawet
makanan yang dapat mempengaruhi gejala autisme timbul seperti
keabnormalan pada otak dan perilakunya, selain itu asam propionat
dapat menyebabkan pada bagian-bagian otak mengalami stres oksidatif.
e. Inflamasi gingival
3. PENGAWET TERLARANG
A. FORMALIN
Dampak Penyalahgunaan:
Adapun dampak negatif penggunaan formalin sebagai bahan tambahan
makanan pada kesehatan manusia dapat bersifat akut dan kronik. Dampak akut
yakni dampak yang dapat terlihat secara langsung pada kesehatan manusia, sebagai
berikut [40]:
a) Bila terhirup akan menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan,
gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta
batuk-batuk. Terjadi kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan
seperti pembengkakan paru dan radang paru. Tanda-tanda lainnya meliputi
bersin, radang tenggorokan, radang tekak, sakit dada, mudah lelah, jantung
berdebar, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada konsentrasi penggunaan
yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
b) Bila terkena kulit dapat menimbulkan perubahan warna yaitu kulit menjadi
merah, mengeras, mati rasa dan rasa terbakar.
c) Bila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah,
gatal-gatal, penglihatan kabur dan keluar air mata. Pada konsentrasi tinggi
maka formalin dapat menyebabkan keluarnya air mata yang hebat hingga
kerusakan pada lensa mata.
d) Bila tertelan, maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit saat
menelan, mual, muntah dan diare hingga dapat terjadi pendarahan, sakit
kepala, sakit perut yang hebat, hipotensi, kejang dan tidak sadar hingga
koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, limpa, pankreas,
jantung, otak, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal.
Sedangkan dampak kronik yaitu dapat dirasakan pada kesehatan manusia setelah
terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang, sebagai berikut [40]:
a) Apabila terhirup dalam jangka waktu lama maka dapat menimbulkan rasa sakit
kepala, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, gangguan pernafasan, mual,
mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Efek neuropsikologis
meliputi gangguan tidur, lebih cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan
konsentrasi dan daya ingat berkurang. Terjadi gangguan haid dan kemandulan
pada perempuan. Pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kanker pada
hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak.
b) Apabila terkena kulit, maka kulit akan terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta
memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit.
Pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan radang kulit yang menimbulkan
gelembung luka.
c) Apabila terkena mata dapat terjadinya radang selaput mata.
d) Apabila tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, kepala
pusing, muntah , rasa terbakar pada tenggorokan, suhu badan menurun dan rasa
gatal di dada.
B. BORAKS
Dampak Penyalahgunaan:
Konsumsi boraks secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan
usus, kelainan pada susunan saraf, depresi, dan kekacauan mental [47]. Efek
toksisnya akan menyerang langsung pada sistem saraf pusat dan menimbulkan
gejala keracunan seperti rasa mual, muntah-muntah dan diare, kejang perut, iritasi
kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, tachycardia, sianosis, delirium,
koma, dan kematian. Asam borat atau boraks dapat menyebabkan keracunan
dengan tanda batuk, iritasi mata dan mulut, dan muntah [48].
E. Peraturan Penggunaan
PENGAWET ALAMI
A. GARAM
Diatur dalam BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Republik
Indonesia nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pengawet. Mengkonsumsi garam harus dalam jumlah tertentu, tidak
melebihi dosis yang dipersyaratkan, yaitu maksimal 5 gram (1 sendok teh) per hari.
B. CUKA
Tidak ada peraturan secara khusus tentang penggunaan cuka sebagai
pengawet alami, hanya saja perlu diperhatikan tentang konsentrasi dari cuka saat
akan digunakan pada bahan makanan agar tidak merusak cita rasa maupun gizi dari
bahan makanan tersebut mengingat karakteristik cuka yang bersifat asam.
C. CHITOSAN
Kitosan memperoleh perizinan digunakan dalam pengan sesuai dengan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk. 00.05.52.6581 Tentang Penggunaan Kitosan Dalam Prosuk Pangan. Kitosan
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam prosuk pangan, namun tidak
digolongkan dalam bahan tambahan pangan pengawet dalam produk makanan.
Dibandingkan dengan penggunaan formalin dan pengawet lain sebagai
bahan tambahanan pangan. Berikut dosis penggunaan chitosan dan daya awet
produk makanan pada tabel di bawah ini [6].
D. BAWANG PUTIH
Tidak ada peraturan secara khusus tentang penggunaan bawang putih sebagai
pengawet alami, hanya saja perlu diperhatikan penggunaan bawang putih sebagai pengawet
alami tidak boleh berlebihan.
PENGAWET SINTETIS
A. ASAM SORBAT DAN GARAMNYA
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2013 menyebutkan ada 10 jenis bahan tambahan pangan pengawet
yang diizinkan satu diantaranya adalah asam sorbat dan garamnya [2]. Dalam
lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pengawet bahwa batas maksimum penggunaan pengawet asam sorbat dan
garamnya berdasarkan ADI adalah 0 – 25 mg/kg berat badan [14].
B. ASAM BENZOAT DAN GARAMNYA
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2013 menyebutkan ada 10 jenis bahan tambahan pangan pengawet
yang diizinkan satu diantaranya adalah asam benzoat dan garamnya [14]. Dalam
lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pengawet bahwa batas maksimum penggunaan pengawet asam sorbat dan
garamnya berdasarkan ADI adalah 0 – 5 mg/kg berat badan [14].
C. ETIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Pengaturan tentang Etil p-hidroksibenzoat mengenai batas penggunaan pada
makanan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet [22], sebagai berikut:
ADI: 0-10 mg/kg berat badan
Tabel 6. Dosis pemakaian etil para-hidroksibenzoat
D. METIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
INS. 218
ADI: 0-10 mg/kg berat badan
Sinonim: Methyl p-hydroxybenzoate; methyl ester of phydroxybenzoic acid
Fungsi lain: -
No. Kategori
Pangan Kategori Pangan Batas Maks
(mg/kg)
04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan 250
garam
E. NISIN
Mengkonsumsi nisin harus dalam jumlah tertentu, tidak melebihi dosis yang
dipersyaratkan, sesuai jenis produk pangan yang ditambah. Batas penggunaan nisin
yang ditetapkan oleh setiap negara pasti berbeda-beda, misalnya JECFA (The Joint
ExpertCommittee on Food Additives) di AS merekomendasikan batas penggunaan
nisin adalah 60 mg nisin murni per 70 kg bobot badan/hari. Contoh penggunaan
nisin bersamaan dengan bahan pengawet lainnya umumnya bersifat sinergis dan
menghasilkan daya awet yang lebih lama.Misalnya pada daging lobster,
penambahan nisin maksimal sebesar 25 mg/kg serta dalam keju olahan maksimal
12,5 mg/kg.
F. SULFIT
G. NITRAT
H. NITRIT
I. ASAM PROPIONAT
Penggunaan asam propionat akan menimbulkan efek negatif bagi tubuh jika
digunakan secara berlebih, sehingga perlu adanya batas kadar asam propionat yang
akan digunakan. Di Indonesia, asam propionat digunakan dalam pengawetan
berbagai produk makanan seperti tepung, roti, keju dan minuman seperti susu, jam,
marmalade, jeli, produk berbasis buah, serta saus yang terelmusi yakni mayonis.
Berikut batas maksimim penggunaan asam propionat dalam berbagai produk
makanan pada Tabel berikut ini
PENGAWET TERLARANG
A. FORMALIN
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1168/Menkes/Per/X/1999
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan tambahan
makanan yang dilarang digunakan adalah Asam Borat (Boric Acid) dan
senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt),
Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat
(Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang
dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin
(Formaldehyde), Kalium Bromat (Potassium Bromate).
Landasan hukum yang digunakan dalam pengaturan formalin yaitu:
a) UU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
b) UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
c) UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
d) Permenkes Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan
e) SK Memperindag Nomor 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran
Bahan Berbahaya [41]
B. BORAKS
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1168/MenKes/Per/X/1999
menyebutkan ada 10 bahan yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang
penggunaannya dalam makanan diantaranya adalah asam borat dan senyawanya
serta formalin atau formaldehid [41] .
A. GARAM
Perlu menjaga pola makan yang baik. mengkonsumsi makanan yang tidak
mengandung garam berlebih. Mengurangi kadar garam tinggi. Berolahraga dan
istirahat yang cukup.
B. CUKA
C. CHITOSAN
D. BAWANG PUTIH
Langkah bijak dalam untuk penggunaan bawang putih sebagai bahan
pengawet tentu saja dengan tetap memperhatikan keamanan saat penggunaannya,
gunakan secukupnya dan jangan melebih-lebihkan penggunaan dengan maksud
tertentu yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
PENGAWET SINTETIS
C. ETIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Langkah bijak dari penggunaan senyawa ini yaitu dengan menaati Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet
Etil para-hidroksibenzoat tentang kegunaan pada makanan serta dosis yang tepat,
hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan serta dapat terhindar dari
dampak negatif yang ditimbulkan jika menggunakan secara berlebihan. Dan juga
mulai melaksanakan pola hidup sehat dengan makan produk olahan sendiri
sehingga bebas dari paparan bahan pengawet yang berbahaya.
D. METIL PARA-HIDROKSIBENZOAT
Langkah bijak dari penggunaan senyawa ini yaitu dengan menaati Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet
Metil para-hidroksibenzoat tentang kegunaan pada makanan serta dosis yang tepat,
hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan serta dapat terhindar dari
dampak negatif yang ditimbulkan jika menggunakan secara berlebihan.Jangan
terlalu sering mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung pengawet ini, dan
juga mulai melaksanakan pola hidup sehat dengan makan produk olahan sendiri
sehingga bebas dari paparan bahan pengawet yang berbahaya.
E. NISIN
F. SULFIT
G. NITRAT
Dalam mengkonsumsi daging olahan harus dibatasi seperti sosis, kornet dan
bacon karena mengandung natrium nitrit yang cukup berbahaya bila terlalu banyak
dikonsumsi. Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan BPOM untuk lebih
menginformasikan kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan bahan tambahan
makanan ksususnya pengawet nitrat. Langkah bijak dari penggunaan senyawa ini
yaitu dengan menaati Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet Natrium Nitrat tentang kegunaan pada makanan
serta dosis yang tepat, hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan serta
dapat terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan jika menggunakan secara
berlebihan.Jangan terlalu sering mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung
pengawet ini, dan juga mulai melaksanakan pola hidup sehat dengan makan produk
olahan sendiri sehingga bebas dari paparan bahan pengawet yang berbahaya [22].
H. NITRIT
Langkah bijak dari penggunaan senyawa ini yaitu dengan menaati Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2003 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet
Natrium Nitrit tentang kegunaan pada makanan serta dosis yang tepat, hal ini
bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan serta dapat terhindar dari dampak
negatif yang ditimbulkan jika menggunakan secara berlebihan.Jangan terlalu sering
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung pengawet ini, dan juga mulai
melaksanakan pola hidup sehat dengan makan produk olahan sendiri sehingga
bebas dari paparan bahan pengawet yang berbahaya [22].
I. ASAM PROPIONAT
Penggunaan asam propionat dan garamnya harus sesuai dengan batas dosis
maksimum yang dianjurkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Penetapan
batas maksimum penggunaan bahan tambahan makanan pengawet tentunya didasari
oleh kajian ilmiah analisis. Pada analisis risiko yang telah dilakukan tentunya telah
mempertimbangkan kemungkinana terjadi paparan maksimum oleh manusia dan
dosis terendah penggunaan sehingga tidak dapat terjadi efek negatif terhadap
manusia atau No Observable Effects Level (NOEL).
PENGAWET TERLARANG
A. FORMALIN
B. BORAKS
Boraks selayaknya digunakan pada industri kaca dan kertas oleh karena itu
untuk menghindari dampak yang ditumbulkan dari boraks sebaiknya borak tidak
dikonsumsi.
G. Daftar Rujukan
a. Teks
[1] W. Cahyadi, “Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan,”
Bumi Aksara, Jakarta, 2008.
[2] T. Kresnawan, “ASUHAN GIZI PADA HIPERTENSI,” GIZI Indones., 2014,
doi: 10.36457/gizindo.v34i2.110.
[3] N. H. Budak, E. Aykin, A. C. Seydim, A. K. Greene, and Z. B.
Guzel-Seydim, “Functional Properties of Vinegar,” J. Food Sci., 2014, doi:
10.1111/1750-3841.12434.
[4] J. P. Rauha et al., “Antimicrobial effects of Finnish plant extracts containing
flavonoids and other phenolic compounds,” Int. J. Food Microbiol., 2000,
doi: 10.1016/S0168-1605(00)00218-X.
[5] I. Y. Sengun and M. Karapinar, “Effectiveness of lemon juice, vinegar and
their mixture in the elimination of Salmonella typhimurium on carrots
(Daucus carota L.),” Int. J. Food Microbiol., 2004, doi:
10.1016/j.ijfoodmicro.2004.04.010.
[6] L. Hardjito, “Chitosan Sebagai Bahan Pengawet Pengganti Formalin,” Rubr.
Teknol. Pangan, 2006.
[7] R. A. Wardaniati and S. Setyaningsih, “Pembuatan Chitosan Dari Kulit
Udang Dan Aplikasinya Untuk Pengawetan Bakso,” J. Colloid Interface Sci.,
2010.
[8] N. Rokhati, “PENGARUH DERAJAT DEASETILASI KHITOSAN DARI
KULIT UDANG TERHADAP APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET
MAKANAN,” Reaktor, 2012, doi: 10.14710/reaktor.10.2.54-58.
[9] K. Wittriansyah, S. Soedihono, and D. Satriawan3, “Aplikasi Kitosan Emerita
sp. Sebagai Bahan Pengawet Alternatif pada Ikan Belanak (Mugil cephalus)
<br><i>[Chitosan Emerita sp. as a Preservative Alternative in Mugil
cephalus]<i>,” J. Ilm. Perikan. dan Kelaut., 2019, doi:
10.20473/jipk.v11i1.12458.
[10] S. Gnavi, C. Barwig, T. Freier, K. Haastert-Talini, C. Grothe, and S. Geuna,
“The use of chitosan-based scaffolds to enhance regeneration in the nervous
system,” in International Review of Neurobiology, 2013.
[11] M. N. Moulia, R. Syarief, E. S. Iriani, and H. D. Kusumaningrum,
“Antimikroba Ekstrak Bawang Putih,” Antimikroba Ekstrak Bawang Putih
Antimicrob. Garlic Extr., 2018.
[12] I. Puspitasari, “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (,” Skripsi,
2008.
[13] D. Anggraeni and N. Nurlela, “EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI BAWANG
PUTIH (Allium sativum L) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA IKAN
LELE DUMBO (Clarias gariephinus) SEGAR,” Surya Med. J. Ilm. Ilmu
Keperawatan dan Ilmu Kesehat. Masy., 2019, doi: 10.32504/sm.v14i1.106.
[14] K. BPOM, “Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2013,” Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indones., 2013, doi: 10.1016/j.jns.2018.02.002.
[15] W. I. Wati and A. Guntarti, “Penetapan Kadar Asam Benzoat Dalam
Beberapa Merk Dagang Minuman Ringan Secara Spektrofotometri
Ultraviolet,” Pharmaciana, vol. 2, no. 2, 2012, doi:
10.12928/pharmaciana.v2i2.661.
[16] H. Hayun, Y. Harahap, and C. N. Azizah, “PENETAPAN KADAR
SAKARIN, ASAM BENZOAT, ASAM SORBAT, KOFEINA, DAN
ASPARTAM DI DALAM BEBERAPA MINUMAN RINGAN BERSODA
SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI,” Maj. Ilmu
Kefarmasian, 2004, doi: 10.7454/psr.v1i3.3377.
[17] B. PİRİNÇ and Ş. TÜRKOĞLU, “Etil Paraben ve Metil Parabenin
Caenorhabditis Elegans’ta Yumurta Verimi, Yaşama Yüzdesi ve Fiziksel
Büyüme Üzerine Olan Etkilerinin Araştırılması,” Cumhur. Sci. J., 2016, doi:
10.17776/csj.66838.
[18] Sciencelab, “Material Safety Data Sheet Glycerol Formal MSDS,” Mater. Saf.
Data Sheet Glycerol Form. MSDS, 2013.
[19] J. M. Jay and J. M. Jay, “History of Microorganisms in Food,” in Modern
Food Microbiology, 1992.
[20] P. Hu et al., “Effects of parabens on adipocyte differentiation,” Toxicol. Sci.,
2013, doi: 10.1093/toxsci/kfs262.
[21] J. R. Byford, L. E. Shaw, M. G. B. Drew, G. S. Pope, M. J. Sauer, and P. D.
Darbre, “Oestrogenic activity of parabens in MCF7 human breast cancer
cells,” J. Steroid Biochem. Mol. Biol., 2002, doi:
10.1016/S0960-0760(01)00174-1.
[22] Bpom, Badan pengawas obat dan makanan republik indonesia. 2013.
[23] P. M. Davidson, J. N. Sofos, and A. L. Branen, Antimicrobials in food, third
edition. 2005.
[24] N. . Saptarini, “Pengaruh Penambahan Pengawet (Nipagin, Nipasol, dan
Kalsium Propionat Terhadap Pertumbuhan Kapang Syncephalastrum
racemosum pada Dodol Susu,” J. Apl. Teknol. Pangan, 2007.
[25] P. W. Harvey and D. J. Everett, “Significance of the detection of esters of
p-hydroxybenzoic acid (parabens) in human breast tumours,” Journal of
Applied Toxicology. 2004, doi: 10.1002/jat.957.
[26] J. Shaw and D. deCatanzaro, “Estrogenicity of parabens revisited: Impact of
parabens on early pregnancy and an uterotrophic assay in mice,” Reprod.
Toxicol., 2009, doi: 10.1016/j.reprotox.2009.03.003.
[27] Y. N. Fawzya, “Biopreservative nisin: its application to fishery products,”
Squalen Bull. Mar. Fish. Postharvest Biotechnol., 2010, doi:
10.15578/squalen.v5i3.50.
[28] R. Sari, L. Deslianri, and P. Apridamayanti, “Skrining Aktivitas Antibakteri
Bakteriosin dari Minuman Ce Hun Tiau,” Pharm. Sci. Res., 2016, doi:
10.7454/psr.v3i2.3272.
[29] H. Vally, N. L. A. Misso, and V. Madan, “Clinical effects of sulphite
additives,” Clinical and Experimental Allergy. 2009, doi:
10.1111/j.1365-2222.2009.03362.x.
[30] B. J. BROUGH, D. A. HABBOUSH, and D. H. KERRIDGE, “ChemInform
Abstract: EUTEKTISCHE LITHIUM-KALIUM- UND
NATRIUM-KALIUM-NITRAT-SCHMELZEN, STABILISIERUNG VON
MANGANAT(VI) UND MANGANAT(V),” Chem. Informationsd., 1973,
doi: 10.1002/chin.197303051.
[31] N. M. SOKOLOV and M. V. CHAJTINA, “ChemInform Abstract:
TERNAERE SYST. AUS NATRIUM-BUTYRAT, -THIOCYANAT UND
-NITRAT BZW. -NITRIT,” Chem. Informationsdienst. Org. Chemie, 1971,
doi: 10.1002/chin.197101037.
[32] L. Anggresani, “ANALISIS KANDUNGAN NATRIUM NITRIT PADA
DAGING SAPI MENTAH DI PASAR DAN SUPERMARKET KOTA
JAMBI,” CHEMPUBLISH J., 2018, doi: 10.22437/chp.v3i2.5726.
[33] “PENELITIAN TOKSISITAS AKUT NATRIUM NITRIT PADA HEWAN
UJI TIKUS,” Media Heal. Res. Dev., 2012, doi: 10.22435/mpk.v10i2Jun.977.
[34] Stanojevic et al., “Profil Darah Tikus Putih Wistar pada Kondisi Subkronis
Pemberian Natrium Nitrit,” J. Sain Vererainer, 2009.
[35] F. Chen, X. Feng, H. Xu, D. Zhang, and P. Ouyang, “Propionic acid
production in a plant fibrous-bed bioreactor with immobilized
Propionibacterium freudenreichii CCTCC M207015,” J. Biotechnol., 2012,
doi: 10.1016/j.jbiotec.2012.08.025.
[36] “Scientific Opinion on the safety and efficacy of propionic acid, sodium
propionate, calcium propionate and ammonium propionate for all animal
species,” EFSA J., 2011, doi: 10.2903/j.efsa.2011.2446.
[37] S. Al-Lahham et al., “Propionic acid affects immune status and metabolism in
adipose tissue from overweight subjects,” Eur. J. Clin. Invest., 2012, doi:
10.1111/j.1365-2362.2011.02590.x.
[38] S. Purawisastra and E. Sahara, “Penyerapan Formalin Oleh Beberapa Jenis
Makanan serta Penghilangannya Melalui Perendaman Dalam Air Panas,”
Pgm, 2011.
[39] N. Amir and C. Mahdi, “EVALUATION OF THE USE OF HAZARDOUS
CHEMICALS FISHERY PRODUCT IN MAKASSAR CITY,” Fish Sci.,
2018, doi: 10.20527/fs.v8i1.212.
[40] N. Y. Pratiwi, A. Durachim, D. Mahmud, and A. Gusnandjar,
“PERBANDINGAN FIKSASI MENGGUNAKAN GULA PASIR TEBU
DAN NEUTRAL BUFFER FORMALIN TERHADAP KEUTUHAN SEL,”
J. Ris. Kesehat. Poltekkes Depkes Bandung, 2019, doi:
10.34011/juriskesbdg.v11i2.742.
[41] R. Ratnani, “Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan,” J.
Momentum UNWAHAS, 2009.
[42] A. Rosyidah, E. Purwanti, D. Hartanto, I. K. Murwani, D. Prasetyoko, and R.
Ediati, “PENATAAN PKL BEBAS BORAKS DAN FORMALIN MENUJU
PRODUK UNGGULAN SEHAT DAN HIGIENIS,” QARDHUL HASAN
MEDIA Pengabdi. Kpd. Masy., 2017, doi: 10.30997/qh.v3i2.944.
[43] S. Sugiyatmi, “Faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks dan Pewarna
Pada Makanan Jajanan Tradisional Yang Dijual Di Pasar,” Tesis, 2006.
[44] 1994 Winarno, F.G; Rahayu, S.T, “Analisis Boraks Dalam Sampel Bakso
Sapi I, Ii, Iii, Iv,” J. Ilm. Mhs. Univ. Surabaya, 2013.
[45] J. A. Olson, “Absorption, transport, and metabolism of carotenoids in
humans,” Pure Appl. Chem., 1994, doi: 10.1351/pac199466051011.
[46] U. S. Food and Drug Administration/Center for Biologics Evaluation and
Research, “Guidance for Industry. Q9 Quality Risk Management,” 2006.
[47] C. dan D. H. Suparinto, “Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta. Kanisius.
2006: Hal 13,” Bahan Tambah. Pangan. Yogyakarta. Kanisius. 2006 Hal 13,
2013, doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
[48] “GENOTOXIC EFFECTS OF TWO COMMONLY USED FOOD
ADDITIVES OF BORIC ACID AND SUNSET YELLOW IN ROOT
MERISTEMS OF TRIGONELLA FOENUM-GRAECUM,” J. Environ.
Heal. Sci. Eng., 2011.
b. Gambar
http://agromuliajaya.blogspot.com/2012/12/fungsi-dan-mafaat-garam.html
http://bagaspetrok.blogspot.com/2013/05/cuka-sebagai-pengawet-makanan-alami.ht
ml
http://id.fengchengroup.org/
https://images.search.yahoo.com/
https://www.fengchengroup.com/
http://ezac4k3eep.blogspot.com/2013/10/cara-mudah-dan-sederhana-untuk.html
1. PENGAWET ALAMI
A. GARAM
Diatur dalam BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Republik
Indonesia nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pengawet. Mengkonsumsi garam harus dalam jumlah tertentu, tidak
melebihi dosis yang dipersyaratkan, yaitu maksimal 5 gram (1 sendok teh) per hari.
B. CUKA
Tidak ada peraturan secara khusus tentang penggunaan cuka sebagai
pengawet alami, hanya saja perlu diperhatikan tentang konsentrasi dari cuka saat
akan digunakan pada bahan makanan agar tidak merusak cita rasa maupun gizi dari
bahan makanan tersebut mengingat karakteristik cuka yang bersifat asam.
C. CHITOSAN
N Dosis Day
a a
m awe
a t
P pro
ro duk
d
u
k
T Setiap 10 kg kedelai, susu 24
a yang dihasilkan ditambah jam
h chitosan sebanyak 3-6
u sendok maka. Air
rendaman tahu tiap 100 L
ditambah 1 L chitosan
Ik Setiap 1 L chitosan 8
a dilarutkan dalam 100 L air min
n rendaman ggu
as
in
D.
ZAT ADITIF: PENGUAT RASA
A. Ringkasan Materi
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan. Penyedap rasa adalah
gabungan dari perasaan dari semua perasaan yang terdapat pada mulut, termasuk mouth
feel. Suatu makanan mempunyai cita rasa yang bermacam-macam seperti rasa asin, rasa
pahit dan manis dengan aroma yang berciri khas. Tujuan penggunaan dari penyedap rasa
dalam makanan adalah merubah aroma hasil produksi, modifikasi, perlengkap atau
penguat aroma, mengurangi atau menghalangi aroma bahan makanan yang tidak disukai,
dan membentuk aroma baru. Jenis bahan penyedap menjadi 2 yaitu Penyedap alami dan
Penyedap sintesis. Penggolongan BTP di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, BTP yang diizinkan digunakan pada makanan
adalah : (1) pewarna, (2) pemanis buatan, (3) pengawet, (4) antioksidan, (5) antikempal,
(6) penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, (7) pengatur keasaman, (8) pemutih dan
pematang tepung, (9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10) pengeras dan (11)
sekuesteran (pengikat ion logam).
Reaksi metabolisme Monosodium glutamat dalam tubuh dimulai dari diproses
melalui sistem digestif, proses ini dimulai dari lidah dengan cara merangsang taste buds
yang memiliki sel epitel dengan taste reseptor cells (TRC) yang merupakan reseptor
pengecap, setelah lidah menerima rangsangan selanjutnya sinyal akan diteruskan ke otak.
Asam glutamat dibawa oleh reseptor ionotropik dan metabotropik, reseptor metabotropik,
dimana reseptor akan bergandengan dengan protein G dan memodulasi second messenger
dalam sel seperti inositol terifosfat, Ca dan nukleotid siklik, sedangakan reseptor inotropik
ini terdiri atas reseptor yang mempunyai hubungan langsung dengan saluran ion
membran. Reseptor ini terbagi dalam reseptor N-methyl-dasparte (NMDDA), reseptor
a-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionate (AMPA) dan kainat.reseptor ini
dapat ditemukan di sistem saraf pusat, mulu, paru-paru, sistem pencernaan dan otot.
L-glutamat berikatan dengan mGluR-4 (metabotropic glutamate reseptor).mGluR-4 akan
memutus senyawa ikatan L-glutamat, dan senyawa bebas tersebut akan dihantar ke otak
dan berikatan dengan reseptor glutamat di otak menghasilkan sensasi rasa umami.
Sebagian besar bahan penyedap alami tidak memiliki dampak negatif bagi tubuh.
Akan tetapi, untuk bahan penyedap sintesis yang dijual di pasaran seperti merk masako,
ajinomoto, royco, dan lain-lain apabila dikonsumsi melebihi kadar toleransi tubuh dan
dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia, misalnya
Chinese Restaurant Syndrome, kerusakan otak, penyakit ginjal, obesitas yang diakibatkan
oleh mengkonsumsi MSG.
Penambahan bahan makanan sudah dikenal pada zaman dahulu hal ini terbukti
bahwa masyarakat mesir kuno menggunakan garam dan rempah-rempah sebagai
menggunakan mengawetkan pangan. Dalam undang-undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang pangan menyatakan bahwa pemerintah berkeajiwan untuk menjamin terwujudnya
keamanan pangan yang diantaranya melalui peraturan penggunaan bahan tambahan pangan
(BTP) demi menjaga pangan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat luas sehingga tetap
sehat dan higenis. Menurut peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 Bahan Tambahan
Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau
bentuk pangan atau produk makanan. [1]
Penggunaan bahan makanan atau zat aditif pada makanan semakin besar, karena
dengan perkembangan zaman telah ditemukan adanya sintesis dari bahan kimia baru yang
lebih praktis., lebih murah dan lebih mudah diproleh. Secara umum zat aditif dapat
dikategorikan menjadi 2 yaitu:
1. Zat aditif sengaja merupakan zat sengaja ditambahkan yang berguna untuk
meningkatkan konsentrasi, citarasa, mengendalikan keasaman/kebasaan, dan
memantapkan dari segi bentuk maupun rupa.
2. Zat aditif tidak sengaja merupakan zat yang benar telah ditambahkan yang ada dalam
makanan meskipun jumlahnya sedikit sebagai proses dari pengolahan makanan[3].
Zat aditif makanan adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja
ditambahkan kedalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, atau
penyimpanan dan bukan bahan utama [4].
Bahan dari penyedap rasa dalam penambahan bahan makanan memiliki fungsi
dapat memperbaiki, mempunyai nilai jual dan dapat diterima dimasyarakat juga
memberikan ketertarikan pada makanan. Sifat utama dari penyedap rasa adalah
memberikan ciri khusus suatu pangan, misalnya flavor jeruk manis, jeruk nipis, lemon, dan
sebagainya.
Bahan penyedap rasa ada yang berasal dari bahan alami dan buatan. Bahan alami
dapat diperoleh dari bumbu, herbal, ekstrak tanaman atau hewan, dan daun minyak esensial
dan untuk bahan sintesis pada sekarang dibuat agar memiliki rasa yang sama pada bahan
alami misalnya aroma kopi dibuat dari senyawa aromatis alfa furfural merkaptan 10%, evil
vanillin 3% dan pelarut 87 %, untuk aroma bawang putih dibuat dengan dialin trisulfida.
Bahan penyedap digunakan pada makanan dikategorikan berdasrkan 3 macam yaitu cair,
bubuk dan pasta.
Tujuan penggunaan dari penyedap rasa dalam makanan adalah sebagai berikut:
1. Merubah aroma hasil produksi dengan menambahakan aroma tertentu selama
pengolahan berlangsung seperti keju atau yoghurt.
2. Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma, misalnya pengolahan sup ayam, aroma
margarin pada pembuatan margarin.
3. Mengurangi atau menghalangi aroma bahan makanan yang tidak disukai misalnya bau
langu pada pembuatan kedelai.
4. Membentuk aroma baru atau menetralkan jika terdapat komponen dalam bahan
makanan, misalnya penambahan krim yang terdapat pada kopi mengakibatkan aroma
spesifik juga menghilangkan rasa pahit berlebih, penambahan vanillin akan memberikan
rasa manis dan memperkuat aroma pada makanan.
(Sumber: www.yukepo.com)
Bumbu dan herba cocok digunakan dalam bentuk ekstraknya seperti minyak
esensial dan oleoresin. Penggunaan yang terlalu banyak dapat mempengaruhi kualitas dari
makanannya yang diolah. Penggunaan yang sesaui yaitu 0.5 % dari jumlah keseluruhannya
karena dalam keadaan mentah bersifat tidak larut dan akan memberikan warna selain itu
juga memperkuat tekstur, memberikan senyawa antioksidan. Cara penyimpanan bahan
tersebut sangat berpengaruh terhadap cita rasa makanan yang dibuat jika disimpan dalam
keadaan mentah maka aroma yang ditimbulkan akan berbeda hal tersebut pengaruh oleh
bau lingkungan sekitarnya. Dalam keadaan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan
terkontaminasinya oleh bakteri dan jamur.
c) Oleoresin
Oleoresin dihasilkan dari proses perkolasi zat pelarut yang sifatnya mengaup dari
bahan-bahan herba yang sudah digiling. Sifatnya yang dihasilkan dari proses pembuatan
bahan Oleoresin sangat berbeda dari bahan penyusunnya. Karakteristik dari oleoresin yaitu
mempunai titik didih yang tinggi dan bersifat tidak menguap atau nonvolatile. Oleoresin
dapat berupa cairan kental terkadang juga berwarna. Pemakaian dari oleoresin dalam
takaran untuk digunakan bahan makanan sebesar 1/5 samapi 1/20 dari total keseluruhan
bahan yang digunakan berupa bumbu kering. Manfaat dari bahan oleoresin dalam
penambahan makanan adalah:
Untuk memproleh bahan isolate yang digunakan untuk penyedap alami dilakukan
dengan mengisolasi bahan-bahan yang terdapat dalam makanan, dengan cara memisahkan
masing-masing bahan tersebut tertama zat penyedap. Isolate mampu menghasilkan aroma
yang lebih baik hal ini terjadi dalam proses pembuatannya diproleh dengan cara destilasi,
kristalisasi dan ekstraksi dari bagian minyak esensial tanaman.
Sebagian besar kandungan dari sari buah adalah air., memiliki aroma yang asam
bahan dari sari buah berupa bahan padat seperti gula,pektin dan mineral. Oleh karena itu
sari buah kurang efektif jika dibandingkan dengan penydedap dengan bahan lainnya.
2. Penyedap Sintesis
Penyedap sintesis atau buatan adalah komponen atauzat yang dibuat untuk
menyerupai dari bahan penyedap alami. Penyedap sintesis dibuat dari gabungan dari
pendap alami ataupun dengan cara buatan sendiri. Komponen dari penyedap sintesis dapat
digolongan menjadi 4 golongan yaitu:
1. Komponen berasal dari bahan alami yang berada dalam tanaman misalnya minyak
cengkih, minyak kayu manis, dan minyak jeruk.
2. Zat yang diproduksi dari prose isolasi dari bahan penyedap alami, misalnya
benzaldehid dari minyak pahit almond, sinamat aldehid dari minyak cassia, eugenol
dari cengkih, sitrat dari buah limau dan sebagainnya.
3. Zat yang dibuat dengan sintesis namun masih menyerupai dengan zat yang terdapat
secara alami.
4. Zat-zat yang terdapat secara alami misalnya etil glisidat(aldehid C-16).
Beberapa dari komponen penyedap sintesis berfungsi sebagai penguat aroma pada
penyedap alami. Misalnya asetaldehida sebagai penguat aroma jeruk, dari penggunaan
bahan sintesis mempunyai aroma yang khas misalnya penggunaan etil butirat sebagai
aroma anggur. Dalam penggunaan bahan penyedap sintesis harus mempunyai
keseimbangan dengan aromanya, yaitu antara senyawa aromatic dengan bahan pelarutnya.
Dengan demikian bahan yang ada didalam pelarut tidak menimbulkan aroma baru ketika
dicampurkan selain itu waktu penyimpanan tidak mengalami perubahan aroma.
Gambar 2.1 Penyedap sintesis
www.shopee.co.id
Penyedap sintesis juga memberikan aroma buah dihasilkan oleh senyawa eter.
Untuk mendapatkan aroma yang khas yang menyerupai aroma alami bahan sintesis
dicampurkan dengan konsentrasi yang berbeda dengan takaran yang bervariasi antara 1-10
ppm. Selain memberikan aroma buah namun juga beberapa senyawa sintesis tidak dapat
menimbulkan aroma. Senyawa sintesis juga dapat memberikan rasa enak karena
didalamnya terdapat Flavor potentiator, selain memberi enak juga menekan rasa kurang
enak pada makanan, misalnya penambahan dari senyawa L-asam glutamate pada daging
sehingga menimbulkan cita rasa yang berbeda. Asam glutamate secara alami terdapat pada
makanan yang mempunyai protein tinggi misalnya gandum, kedelai, jagung dan lain-lain.
Proses pemisahan dari asam glutamate dilakukan dengan cara hidrolisis menggunakan
asam klorida sampai pH 3,2 kemudian menambahkan natrium hidroksida hingga hasil
akhirnya berupa monosodium glutamate(MSG). Fungsi MSG pada penambahan makanan
yaitu:[6].
1. Memperkuat cita rasa pada makanan.
2. Membuat jumlah intensitas rasa pada makanan.
3. Mempertinggi karakteristik rasa tertentu pada makanan dalam hal kontinuitas,
pengaruh yang kuat, kelembutan, dan kekentalan.
4. Mempertinggi rasa yang khas pada makanan terutama pada daging( sapid an ayam )
5. Mempunyai efek rasa yang sama pada air kaldu daging.
6. Menambah kelezatan pada makanan.
Ester
Alkil alkanoat atau ester adalah sebuah asam karboksilat mengandung gugus
COOH dan pada sebuah ester hidrogen pada gugus ini digantikan dengan sebuah gugus
hidrokarbon dari berbagai jenis. Gugus ini bisa berupa gugus alkil seperti metil atau etil,
atau gugus yang mengandung sebuah cincin benzen seperti fenil. Ester dapat terhidolisis
dengan pengaruh asam membentuk alkohol dan asam karboksilat. Reaksi hidrolisis tersebut
merupakan kebalikan dari pengesteran. Disini senyawa karbon mengikat gugus fungsi
–COOR adalah alkil alkanoat. Ester diturunkan dari alkohol dan asam karboksilat. Untuk
ester turunan dari asam karboksilat paling sederhana, nama-nama tradisional digunakan,
seperti format, asetat, dan propionat.
a) Ester dengan sepuluh karbon atau kurang berupa cairan yang mudah menguap dan
baunya enak seperti buah-buahan.
b) Pada umumnya mempunyai bau yang harum menyerupai bau buah-buahan
d) Ester lebih mudah menguap dibandingkan dengan asam atau alkohol pembentuknya.
e) E
ster merupakan senyawa karbon yang netral
f) E
ster dapat mengalami reaksi hidrolisis
g) M
olekul ester bersifat polar.
h) Titik didih ester terletak antara keton dan eter dengan massa molekul relatif yang hampir
sama.
i) Ester dengan massa molekul relatif rendah larut dalam air.
Ester dari asam karboksilat suku rendah dengan alkohol suku rendah akan
membentuk ester dengan 10 atau kurang atom C. Ester merupakan suatu kelompok
senyawa yang umumnya berbau harum. Oleh sebab itu ester banyak digunakan sebagai
esense, yaitu zat aditif yang memberikan rasa segar buah-buahan. Esense sering
ditambahkan pada sirup, puding atau makanan/minuman yang lain. Ester ini pada suhu
kamar akan berbentuk zat cair yang mudah menguap dan memiliki aroma khas yang
harum. Karena banyak ditemukan di buah-buahan atau bunga, ester jenis ini disebut
sebagai ester buah-buahan. Contohnya adalah:
Ester merupakan zat aditif sintesis atau zat aditif buatan. Zat aditif sintesis
cenderung memberikan efek samping dalam penggunaannya. Tujuan orang menggunakan
esense untuk meningkatkan selera kaman/minum. Ketika ester masuk ke tubuh, akan
mengalami hidrolisis membentuk asam karboksilat dan alkohol. Jika penggunaan esense
tidak banyak, berarti alkohol yang sangat sedikit dan tersebar, tak masalah. Dalam
pencernaan juga segera teroksidasi.
Ethil Vanilin
Vanillin merupakan suatu aldehida fenolat, senyawa organik dengan rumus molekul
C8H8O3. Gugus fungsionalnya meliputi aldehida, eter, dan fenol. Senyawa ini merupakan
komponen utama dari ekstrak biji vanilla. Ia juga dijumpai dalam biji kopi gongseng atau
dipanggang dan pinus merah China. Vanillin sintetik, selain dari ekstrak vanilla alami,
terkadang digunakan sebagai bahan penguat-rasa dalam makanan, minuman dan produk
farmasi.
Vanillin serta etilvanillin digunakan oleh industri makanan. Etil ini lebih mahal
tetapi mempunyai cita rasa lebih kuat. Ia berbeda dari vanillin yang mempunyai satu gugus
etoksi (–O–CH2CH3) selain dari gugus metoksi (–O–CH3).
“Ekstrak vanilla” alami merupakan campuran dari beberapa ratus senyawa yang
berbeda sebagai tambahan untuk vanillin. Cita-rasa vanilla tiruan adalah suatu larutan
vanillin murni, biasanya berasal dari sintetik. Disebabkan kelangkaan dan mahal-nya
ekstrak vanilla alami, maka telah lama tertarik untuk membuat yang sintetik dari komponen
yang dominan ini. Sintesis vanilla komersial pertama dimulai dengan yang lebih mudah
tersedia dari senyawa alam, yaitu eugenol. Kini, vanillin tiruan terbuat baik dari guaiacol
atau dari lignin, konstituen kayu yang merupakan hasil-samping dari industri bubur kayu
(pulp).
Cita-rasa vanilla tiruan berbasis-lignin diakui memiliki profil yang lebih kaya
cita-rasa dibandingkan cita-rasa berbasis-minyak, perbedaannya adalah sehubungan dengan
adanya asetovanillon dalam produk yang berasal dari lignin, suatu pengotor yang tidak
dijumpai dalam vanillin yang disintesis dari guaiacol. Penggunaan terbesar vanillin ialah
sebagai bahan penambah cita-rasa, biasanya dalam makanan-makanan manis. Industri
Es-krim dan cokelat bersama-sama 75% meliputi pasarnya untuk vanillin sebagai bahan
cita-rasa, dengan jumlah yang lebih sedikit digunakan dalam konfeksi gula-gula dan kue
kering.
Geranil propionate 8
Linalil format 10
Vanili 8
Alyl kaprila 6
Geranil aldehid 5
Asetaldehid 6.5
Metil 8
siklopentonolon
2
Valerat
13.5
Alfametil
furilakroelin 3
Monosodium Glutamate (MSG) atau yang biasa kita kenal dengan penyedap rasa
memiliki rasa yang unik yang dapat membuat rasa makanan yang kita campurkan dengan
MSG menjadi lezat, namun banyak dari kita yang belum tau proses atau efek dari MSG
hingga dapat menyebabkan rasa lezat pada lidah. Glutamat merupakan reseptor sinaptik
yang terletak pada membran sel neuron yang memainkan peran sentral dalam eksitotoksitas
dan terlibat dalam beberapa penyakit neurologis. Eksitotoksitas merupakan proses stimulasi
berlebih dari reseptor glutamat yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dan degenerasi
saraf. Proses ini dilakukan oleh eksitotoksin yang merupakan asam amino seperti glutamat,
aspartat dan sistein yang bila diterapkan pada neuron akan menyebabkan mereka menjadi
terlalu terstimulasi dan mati. Dikarenakan hal ini banyak dari orang awam atau orang tua
yang mengatakan “jangan banyak makan micin nanti bodoh” dari kata-kata yang sering
kita dengar ini cukup logis karena MSG dapat menyebabkan neuron pada otak kita mati.
D-glutamat tidak seperti asam D-amino lainnya, D-glutamat tidak dioksidasi oleh D-asam
amino oksidase, oleh karena itu tidak tersedia jalur detoksifikasi untuk menangani
D-glutamat. Asam pyroglutamic (PCA) juga dikenal sebagai 5-oxoproine, asam pidolic ,
atau piroglutamat. Metabolisme dalam siklus glutathione yang dikonversi menjadi glutamat
oleh 5-oxoprolinease.Pyroglutamate ditemukan dalam banyak protein termasuk
bacteriorhodopsin. Pyroglutamate adalah senyawa heterosiklik dan hadir dalam plasma
beberapa spesies termasuk manusia namun, suntikan otak lokal sangat tinggi konsentrasi
pyroglutamate menginduksi lesi neurotoksik yang tampaknya seperti yang diproduksi oleh
asam kianat [9].
Glutamat adalah unsur unsur utama protein dan banyak makanan yang dikonsumsi
mengandung zat tambahan dalam bentuk monosodium glutamat.Glutamat adalah bahan
bakar oksidatif utama untuk usus dan glutamat diet dimobilisassi secara ekstensif pada
lintasan pertama oleh usus.Glutamat juga merupakan prekursor penting untuk molekul
bioaktif, termasuk glutathione dan berfungsi sebagai neuro transmitter kunci. Seperti yang
kita tahu usus merupakan situs utama katabolisme beberapa asam amino, terutama asam
amino seperti glutamin , gutamat, dan aspartat. Glutamat adalah asam amino kunci yang
menghubungkan asam amino hati katabolisme dan glukoneogenesis, karena banyak asam
amino pertama dikatabolisme menjadi glutamatt dengan transaminasi. Metabolisme
glutamat terjadi sebagian besar di epitel sel-sel yang melapisi mukosa, entrosit[7].
Gambar 3.5 Metabolisme glutamat dalam usus
GLU diet dan AKG diangkut dari lumen usus ke enterocyte oleh pembawa asam amino
rangsang 1 (EAAC-1) dan Na- dicarboxylate transporter contrasporter-1 (NadC-1)
masing-masing. Dalam enterocyte, baik GLU dan KG dapat menjalani transaminasi dan
diangkut ke dalam mitokonria untuk metabolisme oksidatif menjadi CO2[8]. Makanan
seperti makanan laut, daging, keju, dan kaldu, adalah komponen penting dari rasa.Dengan
mencampur zat rasa umami, asam amino dan garam dalam rasio yang sesuai, rasa khas dari
banyak makanan dapat diproduksi kembali. Asam glutamat bebas terukur dan ditemukan
secara alami dalam makanan yang berbeda beda[12].
Daging
Daging sapi 10
Daging babi 9
Daging ayam 22
Sayuran
Kubis 50
Bayam 48
Tomat 246
Jagung 106
Bawang 51
Kentang 10
Jamur 42
Jamur shiitake 71
Buah
Alpukat 18
Apel 4
Anggur 5
Kiwi 5
Susu
Susu sapi 1
Susu kambing 4
Rasa umami adalah salah satu dari lima rasa dasar ( bersama dengan rassa manis,
asam, pahit, dan asin). Umami dapat diterjemahkan sebagai “rasa gurih yang
menyenangkan”. Kebanyakan perasa pada lidah dan daerah mulut lainnya dapat
mendeteksi rasa umami pada setiap bagian peta lidah. Reseptor yang bertanggung jawab
untuk mengidentifikasi rasa umami sebagai bentuk modifikasi dari mGluR4, m GluR1 dan
reseptor rasa tipe 1 (T1R1 + T1R3) dapat ditemukan hampir disetiap wilayah lidah[13]
Rasa umami yang dihasilkan MSG ini jika di digunakan secara berlebihan akan
menyebabkan Chinese restaurant syndromey aitu gangguan kesehatan dimna kepala terasa
pusing dan berdenyut .Zat penambah makanan dalam makanan yang berfungsi untuk
menambah rasa makanan banyak kita temukan di Indonesia atau yang biasa kita kenal
sebagai rempah-rempah, dalam industri makanan bumbu juga dapat digunakan untuk
menggantikan garam seperti bintang maggi, knorr royco, doyin, jumbo, onga, mixpy,
benny, bumbu udang aluba, a-one, vedan, ajinomoto, salsa dan tasty. Laporan sudah
menunjukkan bahwa bahan aktif utama dalam penambah rasa adalah garam (NaCl) dan
mosodium glutamat (MSG).
Monosodium Glutamate (MSG) atau yang biasa kita kenal dengan penyedap rasa
memiliki rasa yang unik yang dapat membuat rasa makanan yang kita campurkan dengan
MSG menjadi lezat, namun banyak dari kita yang belum tau proses atau efek dari MSG
hingga dapat menyebabkan rasa lezat pada lidah. Glutamat merupakan reseptor sinaptik
yang terletak pada membran sel neuron yang memainkan peran sentral dalam eksitotoksitas
dan terlibat dalam beberapa penyakit neurologis. Eksitotoksitas merupakan proses stimulasi
berlebih dari reseptor glutamat yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dan degenerasi
saraf. Proses ini dilakukan oleh eksitotoksin yang merupakan asam amino seperti glutamat,
aspartat dan sistein yang bila diterapkan pada neuron akan menyebabkan mereka menjadi
terlalu terstimulasi dan mati. Dikarenakan hal ini banyak dari orang awam atau orang tua
yang mengatakan “jangan banyak makan micin nanti bodoh” dari kata-kata yang sering
kita dengar ini cukup logis karena MSG dapat menyebabkan neuron pada otak kita mati.
Glutamat adalah unsur unsur utama protein dan banyak makanan yang dikonsumsi
mengandung zat tambahan dalam bentuk monosodium glutamat.Glutamat adalah bahan
bakar oksidatif utama untuk usus dan glutamat diet dimobilisassi secara ekstensif pada
lintasan pertama oleh usus.Glutamat juga merupakan prekursor penting untuk molekul
bioaktif, termasuk glutathione dan berfungsi sebagai neuro transmitter kunci. Seperti yang
kita tahu usus merupakan situs utama katabolisme beberapa asam amino, terutama asam
amino seperti glutamin , gutamat, dan aspartat. Glutamat adalah asam amino kunci yang
menghubungkan asam amino hati katabolisme dan glukoneogenesis, karena banyak asam
amino pertama dikatabolisme menjadi glutamatt dengan transaminasi. Metabolisme
glutamat terjadi sebagian besar di epitel sel-sel yang melapisi mukosa, entrosit[7].
GLU diet dan AKG diangkut dari lumen usus ke enterocyte oleh pembawa asam amino
rangsang 1 (EAAC-1) dan Na- dicarboxylate transporter contrasporter-1 (NadC-1)
masing-masing. Dalam enterocyte, baik GLU dan KG dapat menjalani transaminasi dan
diangkut ke dalam mitokonria untuk metabolisme oksidatif menjadi CO2[8]. Makanan
seperti makanan laut, daging, keju, dan kaldu, adalah komponen penting dari rasa.Dengan
mencampur zat rasa umami, asam amino dan garam dalam rasio yang sesuai, rasa khas dari
banyak makanan dapat diproduksi kembali. Asam glutamat bebas terukur dan ditemukan
secara alami dalam makanan yang berbeda beda[12].
Makanan Asam
glutamat
bebas
(mg/100 g)
Daging
Daging sapi 10
Daging babi 9
Daging ayam 22
Sayuran
Kubis 50
Bayam 48
Tomat 246
Jagung 106
Bawang 51
Kentang 10
Jamur 42
Jamur shiitake 71
Buah
Alpukat 18
Apel 4
Anggur 5
Kiwi 5
Susu
Susu sapi 1
Susu kambing 4
Rasa umami adalah salah satu dari lima rasa dasar ( bersama dengan rassa manis,
asam, pahit, dan asin). Umami dapat diterjemahkan sebagai “rasa gurih yang
menyenangkan”. Kebanyakan perasa pada lidah dan daerah mulut lainnya dapat
mendeteksi rasa umami pada setiap bagian peta lidah. Reseptor yang bertanggung jawab
untuk mengidentifikasi rasa umami sebagai bentuk modifikasi dari mGluR4, m GluR1 dan
reseptor rasa tipe 1 (T1R1 + T1R3) dapat ditemukan hampir disetiap wilayah lidah[13]
Rasa umami yang dihasilkan MSG ini jika di digunakan secara berlebihan akan
menyebabkan Chinese restaurant syndromey aitu gangguan kesehatan dimna kepala terasa
pusing dan berdenyut .Zat penambah makanan dalam makanan yang berfungsi untuk
menambah rasa makanan banyak kita temukan di Indonesia atau yang biasa kita kenal
sebagai rempah-rempah, dalam industri makanan bumbu juga dapat digunakan untuk
menggantikan garam seperti bintang maggi, knorr royco, doyin, jumbo, onga, mixpy,
benny, bumbu udang aluba, a-one, vedan, ajinomoto, salsa dan tasty. Laporan sudah
menunjukkan bahwa bahan aktif utama dalam penambah rasa adalah garam (NaCl) dan
mosodium glutamat (MSG).
D. Dampak Penyalahgunaan
Sebagian besar bahan penyedap alami tidak memiliki dampak negatif bagi tubuh.
Akan tetapi, untuk bahan penyedap sintesis yang dijual di pasaran seperti merk masako,
ajinomoto, royco, dan lain-lain apabila dikonsumsi melebihi kadar toleransi tubuh dan
dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Contoh
gangguan tersebut yakni Chinese Restaurant Syndrome yang diakibatkan oleh konsumsi
MSG . Komisi penasehat WHO bidang aditif bahan makanan, menyatakan batas aman
mengkonsumsi MSG adalah 120 mg/kg berat badan per hari[5]
Berikut ini beberapa bahan penguat rasa beserta dampaknya bagi kesehatan antara
lain sebagai beriku:
A. Monosodium glutamat (MSG)
Chinese Restaurant Syndrome (CRS) dinyatakan pertama kali oleh Dr. Ho Man
Kwok (1969), di mana setelah mengkonsumsi makanan dari restauran China, maka tubuh
akan merasakan gejala-gejala seperti kesemutan pada leher dan punggung, kepala terasa
pusing, berkeringat, dada bagian bawah terasa sesak, jantung berdebar. Ternyata setelah
diteliti, CRS tersebut diakibatkan oleh MSG yang ada pada sup. Kadar MSG dalam sup
memang relatif tinggi. Sup selalu disajikan dan dikonsumsi paling awal sehingga karena
perut masih dalam keadaan kosong, MSG menjadi cepat terserap ke dalam darah sehingga
muncul gejala CRS tersebut. Penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa glutamat
bukanlah senyawa yang menimbulkan gejala CRS, akan tetapi diperkirakan karena
senyawa dari hasil metabolit glutamat, seperti GABA (Gamma Amino Butyric Acid),
serotonin, bahkan histamin (Cahyadi, 2012). GABA, serotonin, dan histamin merupakan
senyawa yang berperan sebagai neurotransmitter.Neurotransmitter adalah senyawa organik
endogen pembawa sinyal di antara neuron. Peneliti menyatakan jika neurotransmitter
mengalami ketidakseimbangan, maka akan mengakibatkan gangguan psikiatrik. Semisal
kelainan pada serotonin menyebabkan beberapa jenis gangguan seperti depresi, migren,
gangguan kognitif, gangguan makan, dan lain-lain[14].
Bahan penguat rasa merupakan bahan yang ditambahkan kedalam makanan dengan
tujuan untuk menambahkan cita rasa, memperkuat atau memodifikasi rasa dari makanan
tersebut.Bahan penguat rasa merupakan bagian dari bahan tambahan pangan atau BTP
yang merupakan bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan.
Dalam pengonsumsian BTP ini terdapat Batasan berupa asupan harian yang dapat
diterima atau Acceptable Daily Intake s elanjutnya disingkat ADI, ADI merupakan jumlah
maksimum dari bahan tambahan pangan dalam milligram per kilogram berat badan yang
dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan kerugian bagi kesehatan.
ADI not specified atau ADI not limited atau ADI acceptable adalah istilah yang digunakan
untuk BTP yang mempunyai toksisitas sangat rendah, berdasarkan data (kimia, biokimia,
toksikologi dan data lainnya), jumlah asupan BTP tersebut jika digunakan dalam takaran
yang diperlukan untuk mencapai efek yang diinginkan serta pertimbangan lain, menurut
pendapat Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) tidak
menimbulkan bahaya terhadap kesehatan. No ADI Allocated atau No ADI Necessary
adalah istilah yang digunakan untuk BTP dengan informasi atau data keamanan yang masih
terbatas, menurut pendapat Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives
(JECFA). Asupan maksimal harian yang dapat ditoleransi atau Maximum Tolerable Daily
Intake yang selanjutnya disingkat MTDI adalah jumlah maksimal suatu zat dalam
milligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi dalam sehari tanpa
menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.Asupan mingguan sementara yang dapat
ditoleransi atau Provisional Tolerable Weekly Intake yang selanjutnya disingkat PTWI
adalah jumlah maksimal sementara suatu zat dalam miligram per kilogram berat badan
yang dapat dikonsumsi dalam seminggu tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap
kesehatan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang bahan tambahan pangan
No.772/Menkes/Per/IX/88No.1168/Menkes/PER/X/1999 adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,
mempunyai atau tidak menpunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan kedalam
makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Menurut Cahyadi (2009:2) “Adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan
panagan lebih mudah dihidangkan, serta lebih mudah preparasi bahan pangan”[5].
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes /Per/IX/88 tentang
bahan tambahan pangan, penyedap rasa dan aroma dan penguat rasa didefinisikan sebagai
bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan
aroma. Penyedap rasa merupakan gabungan dari semua perasaan dari dalam mulut,
termasuk mouthfeel. Suatu pangan mempunyai rasa asin, manis, asam, atau pahit dengan
aroma yang khas. Penyedap terdiri dari penyedap alami dan penyedap sintetis.
Penggolongan BTP di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88, BTP yang diizinkan digunakan pada makanan adalah : (1)
pewarna, (2) pemanis buatan, (3) pengawet, (4) antioksidan, (5) antikempal, (6) penyedap
rasa dan aroma, penguat rasa, (7) pengatur keasaman, (8) pemutih dan pematang tepung,
(9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10) pengeras dan (11) sekuesteran (pengikat ion
logam).
Tabel 4. Batas Maksimum Penggunaan Penyedap Rasa dalam Acceptable Daily Intake
ADI[5].
Kode Nama Bahan Dosis Maks/Kg Berat Badan
620 L-Asam Glutamat 0-120 mg
621 Mono Sodium Glutamat 0-120 mg
622 Mono Pottasium Glutamat -
623 Kalsium dihydrogen di-L-Glutamat 0-120 mg
627 Sodium Guanilat Tidak ditentukan
631 Sodium 5’-Inosiat Tidak ditentukan
635 Sodium ‘-ribonukleotida Tidak ditentukan
636 Maltol 1-1 mg
637 Ethyl Maltol 1-2 mg
Tabel 5.Batas Maksimum Penggunaan Penyedap Rasa dalam Acceptable Daily Intake ADI
No Nama Bahan BTP INS
1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamicacid and its salts):
Berikut ini beberapa cara meminimalisir efek negatif dari kelebihan MSG dapat
dengan cara mengkonsumsi jahe, vitamin C, kunyit, vitamin E, dan kacang belalang [7].
G. Daftar Rujukan
[1] J. Wahyudi, B. Perencaan, P. Daerah, and K. Pati, “Mengenali bahan
tambahan pangan berbahaya : ulasan identifying hazardous materials for food
additive: a review,” vol. XIII, no. 1, pp. 3–12, 2017.
[2] R. Ratnani, “Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan,” J.
Momentum UNWAHAS, vol. 5, no. 1, pp. 16–22, 2009.
[3] J. H. T. Taher, “Jurnal Biology Science & Education 2015 Wa atima,” vol.
4, no. 1, pp. 83–93, 2015.
[4] F. B. Karunia, “Kajian Penggunaan Zat Adiktif Makanan (Pemanis dan
Pewarna) pada Kudapan Bahan Pangan Lokal Di Pasar Kota Semarang,” J. Food
Sci. Culin., vol. 2, no. 2, pp. 63–71, 2013.
[5] W. Cahyadi, “Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan,”
Bumi Aksara, Jakarta, 2008.
[6] D. Kurtanty, D. M. Faqih, and N. P. Upa, Review Monosodium Glutamat
How to Understand it Properly?, Edisi ke 4., vol. 53, no. 9. Jakarta: Primer Pratama
Ikatan Dokter Indonesia, 2019.
[7] A. I. Airaodion, “Toxicological Effect of Monosodium Glutamate in
Seasonings on Human Health,” Glob. J. Nutr. Food Sci., 2019.
[8] D. G. Burrin and B. Stoll, “Metabolic fate and function of dietary glutamate
in the gut,” in American Journal of Clinical Nutrition, 2009.
[9] M. Thomas, K. S. Sujatha, and S. George, “Protective effect of Piper
longum Linn. On monosodium glutamate induced oxidative stress in Rats,” Indian
J. Exp. Biol., 2009.
[10] G. Nelson et al., “An amino-acid taste receptor,” Nature, 2002.
[11] X. Meng et al., “Ambient ionization coupled with a miniature mass
spectrometer for rapid identification of unauthorized adulterants in food,” J. Food
Compos. Anal., 2020.
[12] K. Ninomiya, “Natural occurrence,” Food Rev. Int., 1998.
[13] N. Chaudhari, A. M. Landin, and S. D. Roper, “A metabotropic glutamate
receptor variant functions as a taste receptor,” Nat. Neurosci., 2000.
[14] Q. Zhou et al., “The effect of electro-acupuncture on the imbalance between
monoamine neurotransmitters and GABA in the CNS of rats with chronic emotional
stress-induced anxiety,” Int. J. Clin. Acupunct., 2008.
[15] M. M. D. Saraswati and H. Hardinsyah, “PENGETAHUAN DAN
PERILAKU KONSUMSI MAHASISWA PUTRA TINGKAT PERSIAPAN
BERSAMA IPB TENTANG MONOSODIUM GLUTAMAT DAN
KEAMANANNYA,” J. Gizi dan Pangan, 2016.
[16] V. Husarova and D. Ostatnikova, “Monosodium Glutamate Toxic Effects
and Their Implications for Human Intake: A Review,” JMED Res., 2013.
[17] A. E. Hirata, I. S. Andrade, P. Vaskevicius, and M. S. Dolnikoff,
“Monosodium glutamate (MSG)-obese rats develop glucose intolerance and insulin
resistance to peripheral glucose uptake,” Brazilian J. Med. Biol. Res., 1997.
[18] A. Eweka, A. Eweka, and F. Om’Iniabohs, “Histological studies of the
effects of monosodium glutamate on the fallopian tubes of adult female wistar rats,”
Ann. Biomed. Sci., 2011.
[19] H. H. Schaumburg, R. Byck, R. Gerstl, and J. H. Mashman, “Monosodium
L-glutamate: Its pharmacology and role in the Chinese restaurant syndrome,”
Science (80-. )., 1969.
[20] H. N. Lioe, J. Selamat, and M. Yasuda, “Soy sauce and its umami taste: A
link from the past to current situation,” J. Food Sci., 2010.
a. Gambar
https://www.yukepo.com/hiburan/tips/pakai-10-bumbu-ini-buat-penyedap-rasa-ala
mi-jangan-jadi-generasi-micin-terus/
Gambar 1.
https://www.dream.co.id/fresh/alternatif-bahan-penyedap-pengganti-vetsin-alt
ernatif-bahan-penyedap-pengganti-vetsin-141006h.html
Gambar 2
https://m.fimela.com/lifestyle-relationship/read/3714402/ajinomoto-penyedap
-rasa
A. Ringkasan Materi
Narkotika merupakan suatu zat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan menimbulkan
ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi 3 golongan yaitu narkotika golongan I yang
hanya dapat digunakan dalam penelitian atau pengembangan ilmu pengetahuan
contohnya yaitu heroin, kokain, ganja, sabu-sabu, opium, dll. Narkotika golongan II
yang digunakan dalam bidang kesehatan namun secara terbatas. Contohnya yaitu
morfin, petidin, fentamil, bezetidin, ekgonina, dll. Narkotika golongan III yang
digunakan untuk pengobatan contohnya yaitu kodein, dionima, propiram, polkodina,
dll.
Narkoba diatur dalam UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika di pasal 37
Narkotika golongan II dan golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun
sintetis yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.
Sedangkan dalam bab IX tentang pengobatan dan rehabilitasi, di dalam bagian pertama
isi pasal 53 berdasarkan indikasi medis dokter dapat memberikan narkotika golongan
II dan golongan II dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Zat-zat adiktif akan memberikan manfaat apabila diberikan pada dosis yang
benar, diberikan oleh dokter atau tim medis guna keperluan kedokteran. Apabila
zat-zat adiktif digunakan atau dikonsumsi berlebihan tanpa ada dosis yang disarankan
akan menyebabkan ketergantungan atau candu. Tubuh akan meminta dosis yang lebih
besar daripada sebelumnya. Dampak dari penyalahgunaan zat-zat adiktif narkotika
akan menyebabkan kerusakan pada fungsi-fungsi tubuh, kesakitan yang luar biasa di
sekujur tubuh dan yang paling parah adalah menyebabkan kematian.
a) N
arkotika Golongan I
Narkotika ini hanya dapat digunakan dalam penelitian atau pengembangan ilmu
pengetahuan. Contohnya yaitu heroin, kokain, ganja, sabu-sabu, opium, dll.
Narkotika Golongan I dilarang diproduksi atau digunakan dalam proses produksi
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
1. O
pium
(Sumber: liputan6.com)
2. K
okain
(sumber :https://www.zdf.de)
Kokain memiliki dua macam bentuk yaitu bentuk asam yang berupa
Kristal putih dengan rasa sedikit pahit dan mudah larut serta bentuk basa
yang memiliki rasa pahit, berbau, dan tidak mudah larut.
3. H
eroin
Gambar 1.4 Heroin
(sumber : https://www.app.com)
Heroin murni yaitu berupa serbuk putih dengan rasa pahit dan tidak
dijual sembarangan. Heroin yang dipasarkan bukan termasuk heroin murni
sehingga berwarna cokelat, merah, dan lain-lain yang telah tercampur
dengan susu bubuk, kafein, gula, dan bahan kimia lainnya.
4. M
etamfetamin
Gambar 1.5 Metamfetamin
(sumber : https://www.medikalakademi.com.tr/)
5. G
anja
Gambar 1.6 Ganja
(sumber : https://www.merdeka.com)
Zat aktif dari ganja adalah THC (Tetra Hydro Cannabinol) . Zat ini
banyak terdapat di daun, batang dan bunga. Apabila daun ganja dalam
keadaan kering maka efek dari zat aktif ini lebih meningkat, karena cairan
dalam daun menguap sehingga mudah dikonsumsi dengan cara
mencampurnya dalam rokok, dibakar, kemudian dihisap. Bila dilihat secara
sepintas, bentuk ganja kering akan terlihat seperti sampah daun. Para ibu
banyak yang terkecoh, ketika mereka menemukan ganja kering dalam tas
anaknya, mereka akan berpikir bahwa hal tersebut hanyalah sampah daun
biasa. Sebutan tanaman ganja dalam pergaulan di lingkungan bandar
narkotika dan pemakai yakni cimeng, mariyuana, rumput, bunga, ikat,
labang, atau jayus.
b) N
arkotika Golongan II
1. Morfin
(Sumber : https://doktersehat.com)
2. Morfin metobromida
3. M
orfina
c) N
arkotika Golongan III
1. Etilmorfina
Gambar 1.9 Etilmorfina
(sumber : https://lookfordiagnosis.com)
2. Kodein
(sumber : https://www.honestdocs.id)
Kodein merupakan obat antitusif dan analgesik yang telah digunakan sejak
tahun 1800-an. Obat ini merupakan golongan opioid ringan yang umum
digunakan untuk pasien pediatrik meskipun penelitian mengenai keamanan
penggunaan kodein pada pasien pediatrik masih sedikit [28].
Kodein merupakan suatu zat yang memiliki sedikit efek namun dalam tubuh
berubah menjadi bermanfaat seperti morfin. Meskipun begitu, juga terdapat
tubuh yang tidak dapat mengubah kodein menjadi morfin, tetap merasakan
manfaatnya. Kodein diberikan untuk meredakan diare, batuk, dan nyeri [ 43].
Dalam tes laboratorium, kodein tidak ditemuan bukti bahwa kodein
menyebabkan mutasi sel yang dapat memicu timbulnya kanker. Selain itu juga
tidak ditemukan bukti, bahwa kodein dapat menimbulkan kecacatan lahir bagi
pengguna yang sedang hamil walaupun dapat menurunkan berat badan janin
[43].
3. Buprenorfin
(sumber : https://www.webmd.com)
4. Propiram
(sumber : https://lookfordiagnosis.com)
a) Narkotika Golongan I
1. Opium
Efek dari penggunaan narkoba jenis opium kurang lebih hampir sama
dengan efek yang ditimbulkan oleh heroin dan morfin. Efek dari penggunaan opium
dapat terjadi dalam 3-6 jam. Ketika pertama kali dihirup atau digunakan, efek yang
ditimbulkan adalah meningkatkan nafsu dan memberikan perasaan tenang. Rasa
kebahagiaan atau euforia muncul secara berlebihan seakan-akan masalah dan segala
kesulitan yang menimpa mereka adalah remeh dan tidak berpengaruh apa-apa
terhadap hidupnya. Tetapi ketika efek dari opium habis, muncul mimpi buruk dan
mengakibatkan perasaan halusinasi dan pada titik tersebut pengguna sudah
dikatakan membutuhkan lebih banyak opium lagi atau kecanduan [4].
Opium bekerja dengan cara bertautan pada reseptor sel-sel saraf di tulang
belakang, otak, perut, dan di bagian tubuh yang lain. Penautan opium akan
menghalangi sinyal nyeri yang akan dikirim tubuh ke otak. Opium dapat
merangsang produksi endorfin yang dapat meredam rasa nyeri sekaligus
menimbulkan perasaan bahagia. Efek yang diberikan sangat kuat dan begitu efek
endorfin hilang, tubuh secara alami akan menginginkannya lagi. Jika dikonsumsi
dalam jangka waktu yang lama, maka produksi endorfin berangsur-angsur
menurun. Dosis yang sama ketika awal dikonsumsi tidak memberikan rasa bahagia
sehingga akan terus menerus menambah dosis [7].
2. Kokain
Kokain mempunyai nama lain seperti coke, ball. Blow, flake, snow, charlie,
dust, mojo, dll. Kokain adalah salah satu jenis narkoba yang sangat berbahaya,
karena hampir pengguna narkoba ini mustahil untuk bebas dari cengkraman secara
fisik dan mental. Secara fisik, obat terlarang ini dapat merangsang saraf penerima
dalam otak yaitu ujung saraf yang dapat merasakan perubahan dalam tubuh, dengan
menciptakan rasa gembira yang luar biasa dan meningkatkan rasa toleransi
pengguna dengan cepat[46].
3. Heroin
4. Metamfetamin
5. Ganja
Cara kerja Asap ganja ketika masuk ke dalam tubuh manusia adalah sebagai
berikut: Asap yang mengandung ganja terlebih dahulu masuk ke dalam paru-paru.
Di dalam paru-paru, asap tersebut langsung diserap oleh darah yang kemudian
dibawa ke jantung. Dari jantung, asap ganjadi edarkan ke seluruh tubuh termasuk
otak oleh pembuluh darah.
b) Narkotika Golongan II
1. Morfin
2. M
orfin metabromida
Dampak atau efek samping yang ditimbulkan dapat menyerang baik fisik
maupun psikologisnya. Dilihat dari efek samping secara fisiknya antara lain
pupil mata menjadi menyempit, tekanan darah akan menurun, denyut nadi akan
melambat, suhu badan menurun, kejang lambung, hormone tidak stabil, serta
mulut akan terasa kering. Sedangkan secara psikis yang dirasakan oleh
seseorang yang mengkonsumsi obat ini antara lain, akan menimbulkan rasa
senang yang berlebihan, anti depresan, merasa rileks, mengantuk bahkan
tertidur, kesadaran menurun, serta menimbulkan berkurangnya kesadaran diri.
Masa kerja obat ini berkisar antara 4-6 jam [20].
3. M
orfina
Morfina memberikan efek samping yang berdampak baik dari segi fisik
maupun psikologis. Efek samping dari penggunaan morfina antara lain mual,
muntah, mulut kering, perubahan warna pada wajah, sulit buang air besar,
berkeringat, mengantuk, penglihatan kabur bahkan dapat menyebabkan
hilangnya kesadaran sementara. Selain dapat menyebabkan efek samping secara
fisik, morfina juga menyebabkan efek samping pada psikologis apabila tidak
digunakan dengan benar. Seperti bahagia yang berlebihan tanpa alasan
(euphoria), linglung, gelisah, suasana hati yang labil, terlihat apatis,
menurunkan tingkat konsentrasi, serta dapat menyebabkan ketergantungan.
Selain itu morfina juga menyebabkan ketidakseimbangan hormon pada
pengguna kronis baik laki-laki maupun pada perempuan. Efek ini tergantung
pada dosis yang dikonsumsi [25]
1. Etilmorfina
2. Kodein
Penggunaan kodein ini dapat bermanfaat apabila digunakan pada dosis yang
tepat, karena jika digunakan diluar pengawasan akan menimbulkan efek
perasaan senang berlebih, mual serta muntah, tekanan darah rendah, depresi dan
gangguan alat pernapasan berat. Pelarangan penggunaan kodein ini disebabkan
karena metabolit aktif kodein, morfin, dapat menyebabkan nafas menjadi
lambat dan sulit [32].
3. Buprenorfin
Efek samping penggunaan buprenorfin adalah konstipasi, sakit kepala,
insomnia, astenia, mengantuk, mual dan muntah, pusing, dan tidak sadarkan
diri, berkeringat, depresi pernafasan, nekrosis hati, dan halusinasi. Apabila
terjadi nekrosis hati dan hepatitis dapat menyebabkan gejala putus obat jika
diberikan kurang dari 4 jam setelah penggunaan opioid yang terakhir dan tidak
direkomendasikan pada saat kehamilan [34].
4. P
ropiram
2. Kokain
Apabila pengguna menggunakan jenis narkotika ini dalam dosis
yang lebih tinggi, pengguna akan memberikan efek yakni menciptakan rasa
gembira yang luar biasa dan meningkatkan rasa toleransi pengguna dengan
cepat. Kokain merupakan jenis narkoba yang berbahaya karena
menyebabkan ketergantungan[46].
3. Heroin
Dosis untuk penggunaan heroin yaitu 500 mg untuk yang bukan
pecandu dan 1800 mg untuk pecandu. Dampak yang terjadi akibat overdosis
heroin yaitu kesadaran menurun hingga koma, kesulitann bernafas, suhu
tubuh rendah dan kulit terasa dingin. Kematian yang terjadi pada pengguna
heroin disebakan oleh depresi pernafasan yaitu tubuh kekurangan oksigen.
Ketika pengguna heroin mengalami overdosis, pernafasan mereka
memperlambat atau bahkan berhenti, sehingga mengurangi jumlah oksigen
yang masuk ke dalam otak. Hal tersebut dapat menyebabkan koma dan
kerusakan otak permanen [13].
4. Metamfetamin
Ketika telah memasuki tahap binge (penggunaan narkoba yang tidak
terkendali), pengguna akan menjadi hiperaktif secara mental dan fisik.
Ketika pengguna merasakan tahap adiksi yang dinamakan tweaking atau
ketika metamfetamin tidak memberikan efek rush atau high lagi. Karena
pengguna tidak mampu mengatasinya, pengguna akan kehilangan jati diri.
Pengguna akan merasakan gatal, insomnia, halusinasi. Ketika pengguna
sudah tidak bisa mengatasi hingga tubuh pingsan, setelah itu pengguna akan
kembali dalam keadaan yang buruk, kelaparan, dehidrasi, dan lelah fisik,
mental, dan perasaan. Sehingga menyebabkan timbul rasa memakai
metamfetamin lebih banyak [14].
5. Ganja
Penggunan ganja akan mengalami reaksi pertama pada tahap awal
akan merasakan ketenangan, rileks, lupa akan masalah-masalah yang pelik,
mengantuk, kemampuan berpikir logika berkurang sehingga mudah diajak
untuk melakukan hal-hal buruk/diluar kendali, seperti mencuri, melacur,
berkelahi, dan lain-lain. Efek lainnya yaitu nafsu makan menjadi bertambah,
mudah tergelincir, bengong, dan berkhayal (halusinasi). Overdosis, bila
pemakaian dosis ganja terlalu banyak. Akibatnya yaitu kemampuan
konsentrasi berkurang dan memiliki rasa kantuk yang luar biasa sampai
tertidur, pupil mengecil, denyut nadi dan daya berfikir lemah, detak jantung
menjadi lambat, tekanan darah menjadi turun, kesadaran menurun, hingga
mengakibatkan pingsan pingsan, koma, bahkan kematian. Sakaw, bila
seorang pecandu dipaksa berhenti untuk mengkonsumsi ganja (atas
kehenda sendiri maupun orang lain), maka ia akan mengalami sakaw atau
withdrawal effect. Gejala yang dapat dilihat yakni keluarnya keringat
dingin, pikiran menjadi kacau, mudah sekali tersinggung sama pupil
melebar, jantung selalu berdebar-debar dan mengalami kesulitan tidur
hingga hilangnya nafsu makan[15].
b). Narkotika Golongan II
1. Morfin
Pada pemakaian morfin dengan dosis yang cukup tinggi, dapat
menghilangkan kolik empedu dan uretur. Morfin menekan pusat pernafasan
yang terdapat pada batang otak sehinggga dapat menyebabkan pernafasan
terhambat hingga mengakibatkan kematian. Efek dari penekanan pernafasan ini
diperkuat oleh fenotiazin, MAO-I serta imipramin. Sifat morfin lainnya ialah
dapat mengakibatkan kejang abdominal, muka menjadi merah, dan gatal
terutama di sekitar hidung akibat dari terlepasnya histamin dalam sirkulasi
darah, dan konstipasi karena morfin dapat menghambat gerakan peristaltik.
Hipotalamus mempengaruhi morfin untuk meningkatkan produksi antidiuretik
hormon (ADH) sehingga dapat mengurangi volume air seni. Produksi ACTH
dan hormon gonadotropin dihambat oleh morfin sehingga kadar 17 kolesteroid
dan kadar 17-hidroksi kortikosteroid dalam urine dan plasma berkurang.
Gangguan hormonal ini mengakibatkan terganggunya siklus menstruasi dan
impotensi[17].
2. Morfina
Efek samping dari morfina yang serius antara lain akan menurunkan kerja
pernapasan dan menurunkan tekanan darah. Obat ini dapat memberikan rasa
ketergantungan dan rentan disalahgunakan. Obat ini dilarang dikonsumsi oleh
ibu hamil ataupun menyusui karena dapat memberikan pengaruh pada bayi
[24].
2. Kodein
3. B
uprenorfin
4. Propriram
Dalam penggunaan propiram dalam waktu jangka panjang memberikan efek
mulut kering, sembelit. Dosis yang dianjurkanpada pengguna propiram yaitu 50
sampai 100 mg secara oral diulang setiap 4 sampai 6 jam [35].
E. Peraturan Penggunaan
F. Daftar Rujukan
[3] M. Both, Opium: A History, London: Simon & Schuster Ltd, 1996.
[4] R. Saputra, “Mengenal sejarah opium, opium bunga cantik yang memtaikan
disalahgunakan,” 13 Februari 2018. [Online]. Available:
https://www.brilio.net/creator/opium-bunga-cantik-yang-mematikan-021268.html.
[Accessed 20 Januari 2020].
[5] S. &. T.M, Drugs The Straight Fact: Opium, New York: Infobase Publishing, 2007.
[7] C. D. T, Forces of Habbit, Drugs and the Making of The Modern World, Cambridge:
Harvard University Press, 2001.
[9] Thegorbalsla, “30+ Jenis Narkoba beserta efek dan dampaknya bagi kesehatan,”
[Online]. Available:
https://thegorbalsla.com/jenis-narkoba/#7_Jenis_Narkoba_Opium. [Accessed 21
Januari 2020].
[10] C. C. W. C. S. &. E. L. D. B. Newlin, “Intravenous Cocain Decreases Cardial Vagal
Tone, Vagal index (Derived in Lorenz space) and Hati Period Complexcity
(Approximate Entropi) in Cooking Abuser,” Neuropsychoparmacology, 2 000.
[12] S. Levert, Drug the Fact About Heroin, Marshall Cavendish, 2006.
[17] L. dkk, Narkotika dan Obat-obatan Terlarang, Jakarta: Rajawali Press, 2001.
[22] A. Lunch, Molecular, Clinical, and Enviromental Toxicology, vol. 1, Springer Science
& Bussiness Media, 2009.
[25] M. J. Brenann, “The Effect of Opoid Therapy on Endokrin Function,” The American
Journal Of Medicine, vol. 126, pp. 12-18, 2013.
[29] H. D. H. R. Willian DD, “Codein Phospat in Pediatricmedic,” British Journal, v ol. 86,
pp. 413-421, 2001.
[30] K. BG, Pharmalogi Dasar dan Klinik Jilid 3, Jakarta: Salemba Medika, 2001.
[31] N. M. d. Z. Mega, “Efek sampik penggunaan kodein pada pediatrik,” vol. 16, pp.
64-70, 2018.
[32] FDA, “FDA Drug Safety Communications : FDA Evaluating The Potensial Risk of
Using Codein Cough and Cold Medicines in Children,” 2015. [Online]. Available:
https://www.fda.gov/NewsEvents/Ne wsroom/PressAnnouncements/ucm5 92109.htm.
[Accessed 2 Februari 2020].
[37] Tarigan, Irwan Jasa, Peran Badan Narkotika Nasional dengan Organisasi Nasional
Kemasyarakatan dalam Penganganan Pelaku Penyalahgunaan Narkotika, Yogyakarta:
Deepublish, 2017.
[38] Janseen, PA & Eddy, NB, “Senyawa yang terkait dengan pethidine-IV: Metode
Kimia Umum Baru untuk Meningkatkan Aktivitas Analgesik dari Pethidine,” Jurnal
Kimia Obat dan Farmasi, vol. 2, pp. 31-45, 1960.
[39] Mendelson J, Upton RA, Everhart ET, Jacob P, Jones RT, “Ketersediaan Hayati
Buprenorfin Sublingual,” Jurnal Farmakologi Klinik, vol. 37, pp. 31-37, 1997.
[42] Suryawati, Sri, dkk., UGM Mengajak: Raih Prestasi Tanpa Narkoba, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2015.
[43] Miller, Richard Lawrence, The Ecyclopedia of Addictive Drugs, London: Greewood
Press. 2002.
[44] Cox, M., Klass, G., dan Ko, C.W.M., Manufacturing by-products from and
stereochemical outcomes of the biotransformatios of benzaldehyde used in the
synthesis of methamphetamine, Forensic Science Internasional, vol 189, pp. 60-67,
2009.
[45] Goldstein, R.A., DesLauriers, C., Burda, A., and Jhonson-Abbror, K., Cocain:
History, social implications and toxycity a review, Seminars in Diagnostic Pathology,
vol. 26, pp. 10-17, 2009.
[46] Luscher, C., Drugs Abuse dalam Katzung and Trevor, Basic and Clinical
Pharmacology. 13th edition, Mc Graw Education, pp. 552-556, 2015.
[47] WHO, Effectiveness of Drug Dependence Treatment in Preventing HIV Among
Injection Drug Users, WHO, Geneva, 2005.
[48] Rouhani, S., and Haghgoo, S., A Novel Fluorecence Nanosensor Based on
1,8-naphtalimide-thiophene doped silica nanoparticles and its application to the
determination of methamphetamine, Sensors and Actuators B, vol. 209, pp. 957-965,
2014.
A. Ringkasan Materi
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika merupakan
obat atau zat yang bisa mengakibatkan turunnya aktivitas otak atau merangsang adanya
susunan syaraf sekaligus mengakibatkan kelainan tingkah laku, disertai adanya pikiran
berhalusinasi (mengkhayal), terjadi gangguan dalam berpikir, berilusi, berubahnya alam
perasaan dan mengakibatkan adanya efek ketergantungan dan merangsang bagi yang
mengkonsumsinya.
Langkah bijak dalam menggunakan psikotropika tergantung pada jenis golongan
psikotropika itu sendiri. Psikotropika golongan I tidak boleh digunakan dan hanya
digunakan sebagai ilmu pengetahuan saja. Psikotropika golongan II juga digunakan sebagai
ilmu pengetahuan dan bisa digunakan sebagai pengobatan, akan tetapi dalam proses
pengobatan harus dengan resep dokter. Psikotropika golongan III juga dapat dikonsumsi,
pengonsumsian psikotropika pada golongan III ini berbagai macam, sehingga harus dilihat
petunjuk pemakaian terlebih dahulu. Psikotropika golongan IV memiliki ketergantungan
rendah. Sehingga sebagian psikotropika jenis ini aman dikonsumsi bagi masyarakat.
Walaupun psikotropika golongan IV ini memiliki ketergantungan rendah, pengonsumsian
juga harus diperhatikan. Setiap jenis psikotropika memiliki takaran dosis yang berbeda.
Tidak baik jika pengonsumsian psikotropika sampai overdosis, karena dapat menyebabkan
dampak negatif bagi tubuh.
Efek dari penyalahgunaan psikotropika tergantung dari golongan psikotropika
tersebut serta jumlah psikotropika yang dikonsumsi. Namun, umumnya psikotropika
mampu menimbulkan efek halusinasi, euphoria, kelainan perilaku, serta efek stimulasi
(merangsang) bagi konsumennya.
Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika sudah tidak ampuh lagi untuk mengatasi peredaran gelap dan
penyalahgunaann psikotropika di Indonesia. Sanksi pidana dalam undang-undang tersebut
tidak lagi memberikan efek jera terhadap para pelaku tindak pidana psikotropika di
Indonesia. Kehadiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang di
dalamnya memuat tentang jenis psikotropika golongan I dan jenis psikotropika golongan II
yang dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang Psikotropika,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Penyalahgunaan psikotropika adalah suatu sikap atau perbuatan yang bisa
merugikan diri sendiri maupun orang lain terkait dengan obat obatan yang tidak seharusnya
dikonsumsi. Bentuk bentuk dari penyalahgunaan psikotropika yakni adalah Psikotropika
apabila disalahgunakan secara proporsional artinya sesuai menurut asas pemanfaatan, baik
untuk kesehatan maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai tindak pidana psikotropika. Akan tetapi apabila digunakan untuk
maksud maksud tertentu lain dari itu, maka perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai
perbuatan yang jelas sebagai perbuatan pidana atau penyalahgunaan psikotropika
berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1997. Bentuk tindak pidana yang umum dikenal
antara lain penyalahgunaan melebihi dosis, pengedaran psikotropika dan jual beli
psikotropika. Dampak penyalahgunaan psikotropika akan membuat seseorang itu menjadi
ketergantungan sehingga dapat mengganggunya serta mempengaruhi kesehatan, sosial,
mental serta akan membuat kehidupannya menjadi tidak terarah
Sumber : http://humboldthustle.net/
Konvensi ini secara menyeluruh membahas pokok pokok bahasan, diantaranya sebagai
berikut :
● Masyarakat bangsa bangsa dan Negara negara di dunia memerlukan adanya per
perhatian sekaligus diprioritaskan dalam pemberantasan beredarnya narkotika dan
psikotropika.
● Pemberantasan beredarnya narkotika dan psikotropika adalah permasalahan pada
semua Negara yang perlu diberantas dan ditangani dengan kerjasama pada setiap
Negara.[1]
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1. Golongan I adalah jenis psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tercapainya
tujuan ilmu pengetahuan, tidak digunakan untuk terapi dan memiliki potensi yang amat
kuat dan mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan,
berdasarkan Undang Undang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam
Narkotika.
2. Golongan II adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat untuk pengobatan dan bisa
digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan dan
bisa mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan, berdasarkan
Undang Uundang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam Narkotika.
3. Golongan III adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat dalam pengobatan serta
banyak digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu
pengetahuan dan bisa mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma
ketergantungan. Zat Psikotropika golongan III terdiri dari 9 macam.
Tabel 1.1
No Nama
1 Amobarbital
2 Buprenorphine
3 Butalbital
4 Cathine / norpseudo-ephedrine
5 Cyclobarbital
6 Flunitrazepam
7 Glutethimide
8 Pentazocine
9 Pentobarbital
4. Golongan IV adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat pengobatan dan bisa
dikatakan sangat luas digunakan untuk terapi atau bisa juga untuk tercapainya tujuan ilmu
pengetahuan dan memiliki potensi yang ringan, membuat pemakai mengalami sindroma
ketergantungan. Zat psikotropika golonga IV ini terdiri dari 60 macam.
Tabel 1.2
No Nama No Nama No Nama
Konvensi ini secara menyeluruh membahas pokok pokok bahasan, diantaranya sebagai
berikut :
➔ Masyarakat bangsa bangsa dan Negara negara di dunia memerlukan adanya per
perhatian sekaligus diprioritaskan dalam pemberantasan beredarnya narkotika dan
psikotropika.
➔ Pemberantasan beredarnya narkotika dan psikotropika adalah permasalahan pada
semua Negara yang perlu diberantas dan ditangani dengan kerjasama pada setiap
Negara.[1]
Psikotropika terdiri dari 4 golongan :
1. Golongan I adalah jenis psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tercapainya
tujuan ilmu pengetahuan, tidak digunakan untuk terapi dan memiliki potensi yang amat
kuat dan mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan,
berdasarkan Undang Undang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam
Narkotika.
2. Golongan II adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat untuk pengobatan dan bisa
digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu pengetahuan dan
bisa mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma ketergantungan, berdasarkan
Undang Uundang yang mengatur, sekarang golongan ini termasuk dalam Narkotika.
3. Golongan III adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat dalam pengobatan serta
banyak digunakan untuk terapi atau juga bisa untuk tercapainya tujuan ilmu
pengetahuan dan bisa mengakibatkan pengkonsumsi mengidap sindroma
ketergantungan. Zat Psikotropika golongan III terdiri dari 9 macam.
Tabel 1.1
No Nama
1 Amobarbital
2 Buprenorphine
3 Butalbital
4 Cathine / norpseudo-ephedrine
5 Cyclobarbital
6 Flunitrazepam
7 Glutethimide
8 Pentazocine
9 Pentobarbital
4. Golongan IV adalah jenis psikotropika yang memiliki khasiat pengobatan dan bisa
dikatakan sangat luas digunakan untuk terapi atau bisa juga untuk tercapainya tujuan
ilmu pengetahuan dan memiliki potensi yang ringan, membuat pemakai mengalami
sindroma ketergantungan. Zat psikotropika golonga IV ini terdiri dari 60 macam.
No Nama No Nama No Nama
Tabel 1.2
Sumber : www.faktualnews.com
Amfetamin yang biasanya disalahgunakan antara lain methaamfetamin,
d-amfetamina, 3,4-metilenedioksimetamfetamin, dan 3,4-metilenedioksiamfetamin.
Dari beberapa jenis amfetamin tersebut methaamfetamin adalah amfetamin yang
paling berpotensi menyebabkan kecanduan.
Efek dari konsumsi amfetamin tergantung jumlah dan cara pemberiannya. Efek
tersebut antara lain menyebabkan kerusakan sel yang diakibatkan oleh inaktivasi
neurotransmitter sehingga jumlah oksigen reaktif akan meningkat. Amfetamin mampu
menimbulkan level agresivitas pengguna meningkat karena transporter serotonin rusak.
Kerusakan ini ditandai dengan penurunan densitas transporter serotonin di area
nukleus kaudatus, thalamus, putamen, otak tengah, serebellum, serta korteks sereberal.
Umumnya dampak dari pemakaian amfetamin secara akut adalah mampu
mengakibatkan euforia, naikknya kewaspadaan dan energi, naiknya kepercayaan diri
dan libido, serta peningkatan produktivitas. Penggunaan amfetamin dengan injeksi atau
rokok efeknya akan lebih cepat dibandingkan secara oral atau hirup. Penggunaan
amfetamin yang terlalu sering dan dengan dosis yang tinggi akan mengakibatkan efek
toksiknya meningkat dan efek menyenangkannya semakin berkurang. Ketika
penggunaan amfetamin dihentikan akan mengakibatkan berbagai gejala seperti depresi,
disforia, cemas, mudah marah, hipersomnia, sulit konsentrasi, paronia, kelelahan,
akatisia, dan keinginan untuk kembali menggunakan amfetamin yang kuat [8]
2. Fensiklidin
c. Psikotropika golongan 3
1. Amobarbital
D. Dampak Penyalahgunaan
Penyalahgunaan merupakan sikap yang dilakukan namun tidak semestinya atau
dapat dikatakan menyimpang dan bertentangan dengan yang seharusnya. Sedangkan
jika diartikan dalam pengertian penyalahgunaan psikotropika yakni adalah suatu sikap
atau perbuatan yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain terkait dengan obat
obatan yang tidak seharusnya dikonsumsi.[11]
a. Adanya sering mual dan muntah, sakit kepala, adanya pengecilan hati dan sulit
tidur.
b. Dermatologis seperti alergi.
c. Adanya gangguan pada jantung sera pembuluh darah seperti gangguan peredaran
darah.
d. Adanya gangguan pada kesehatan reproduksi seperti penurunan fungsi hormon.
e. Adanya gangguan pada paru paru seperti pengerasan jaringan paru paru, penekanan
fungsi pernapasan dan kesukaran bernafas.
f. Gangguan pada syaraf seperti kerusakan saraf tepi, halusinasi dan kejang
kejang.
g. Bagi pengguna psikotropika melalui jarum suntik, khususnya pemakaian
d. Merasa penuh curiga, apatis, akan hilang rasa kepercayaan diri, dan sering
menghayal
a. Masa depan akan menjadi suram karena pendidikannya menjadi terganggu
Contoh kasus yang baru saja terjadi pada tahun 2017 yakni adanya penyalahgunaan
psikotropika yang dilakukan olah salah satu kalangan artis terkenal. Artis tersebut
bernama Tora Sudiro. Tora sudiro telah terbukti menggunakan obat Dumolid tanpa
resep dokter. Di rumahnya ia memiliki sekitar 30 Dumolid. Dumolid merupakan obat
yang berfungsi untuk mengatasi gangguan tidur. Namun, Dumolid termasuk ke dalam
obat psikotropika, sehingga tidak bisa dibeli sembarangan seperti obat biasa pada
umumnya. Selama ini Dumolid hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja. Atas kejadian
inilah maka berdampak positif maupun negatif bagi Tora sendiri maupun
lingkungannya. Dampak positifnya yaitu masyarakat menjadi tahu bahwa ada obat yang
tidak bisa dikonsumsi sembarangan dan dapat diberi hukuman pidana jika
disalahgunakan. Sedangkan dari dampak negatifnya, yakni semakin besar potensi
penyalahgunaan psikotropika oleh masyarakat yang sudah tahu kegunaan psikotropika.
Memang sudah keputusan dari BNN jika terdapat seseorang yang sedang ataupun
menyimpan psikotropika dan diduga menyalahgunakannya maka akan ditangkap.
Tindakan yan dilakukan yakni bukan untuk memberi hukuman namun akan dilakukan
rehabilitasi sampai pengguna dinyatakan tidak memiliki kecanduan lagi.
Tentu saja dengan adanya kasus ini maka nama baik dari artis Tora Sudiro menjadi
tercemar apalagi dalam kaitannya menjadi artis dimana kebanyakan orang pasti akan
mengikuti apa yan dilakukan artisnya. Sehingga dikhawatirkan para remaja akan
mengikuti apa yang Tora lakukan. Selain itu, hubungan dengan keluarga dan rekan kerja
kan menjadi lebih renggan dikarenakan masalah ini.
Ciri ciri dari seseorang yang menyalahgunakan psikotropika yakni ada tubuhnya
tidak memiliki tenaga dan merasa lemas, tubuhnya kurus serta pucat, rambut dan
giginya rontok, serta teriak teriak dan menggigil.
Berikut ini gambar orang yang memakai zat psikotropika dan mengakibatkan
adanya perubahan wajah seperti pada gambar.
E. Peraturan Penggunaan
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat terdapat sebuah lembaga bernama
Medicare. Dimana medicare ini biasanya memproduksi dan juga mengedarkan
psikotropika, tetapi untuk pasien gangguan jiwa. Dimana nantinya medicare bisa saja
memberikan obat psikotropika dengan tujuan untuk psikoterapi dengan cuma cuma apabila
calon penerima dari obat tersebut telah memenuhi standar. Biasanya, obat dari medicare ini
digunakan untuk rawat jalan pasien gangguan jiwa dengan tujuan untuk psikoterapi.
Adapun telah diatur dalam peraturan dari Medicare sendiri yaitu The Medicare Prescription
Drug, Improvement, dan Modernization Act (MMA) tahun 2003, bahwa Penerima obat dan
menerima obat di rumah atau di tempat lain di bawah undang-undang yang dijelaskan di
bawah ini :
Program Bagian C Medicare Advantage bertanggung jawab untuk perlindungan
obat resep untuk individu yang memenuhi syarat akan dikirim dari program Medicaid
negara bagian ke Medicare. Program ini juga akan mensubsidi biaya premium dan
out-of-pocket untuk penerima obat dari Medicare dengan pendapatan di bawah 150 persen
dari kemiskinan dan juga keterbatasan aset.[16]
Penggunaan psikotropika sendiri telah diatur dalam Undang Undang baik Undang
Undang nasional maupun Undang Undang Internasional. Undang undang mengenai
psikotropika di Indonesia sendiri ini juga menerapkan ketentuan ketentuan perjanjian
internasional ke dalam perundang-undangan nasional. Seperti yang terdapat dalam Pasal 26
Konvensi Wina (Vienna Convention On The Law Of Treaties, 1969. Article 26) tentang
hukum perjanjian dinyatakan bahwa:
“Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them
in good faith.”
Yang artinya tiap tiap perjanjian yang berlaku mengikat N egara negara pihak dan
harus dilaksanakan d engan itikad baik yang merupakan dasar pokok hukum perjanjian
erupakan prinsip-prinsip hukum umum).[17]
yang telah diakui secara universal dan m
Pada tahun 1996 Indonesia menetapkan h asil dari konvensi tersebut dalam Undang
Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika 1971
(Convention on Psychotropic Substances1971). Beberapa substansi materi konvensi
tentang psikotropika yang berkaitan dengan aspek Hukum Internasional sebagai bahan
pengaturan psikotropika dalam Undang Undang Nasional dapat di telaah dari Undang
Undang Nomor 8 T ahun 1996, diantaranya:
a. Masalah perizinan dalam kaitannya dengan tindakan pengawasan psikotropika
Golongan II, III, dan IV dan mengatur tentang ketentuan ketentuan perdagangan
internasional meliputi izin ekspor impor psikotropika.
b. Ketentuan ketentuan khusus mengenai pengangkut psikotropika dalam kotak obat
pertolongan pertama di kapal laut, pesawat terbang atau sarana angkutan umum lain
yang melaksanakan lalu lintas internasional.
c. Mengatur masalah pemeriksaan terhadap para produsen, eksportir importir,
pedagang besar, distributor, lembaga medis dan lembaga ilmu pengetahuan.
d. Mengatur tindakan tindakan terhadap penyalahgunaan psikotropika termasuk
tindakan terhadap peredaran gelap dengan memperhatikan sistem perundangan,
hukum dan negara yang bersangkutan.
e. Mengatur tentang ketentuan ketentuan pidana.
Perumusan substansi di atas merupakan perumusan norma norma hukum secara
internasional berkaitan dengan masalah psikotropika dan sebagai suatu rekomendasi
kepada semua Negara untuk sebagai bahan rujukan dalam menentukan kebijakan
penanggulangan psikotropika di masing masing Negara.[17]
Berdasarkan Konvesi Wina, 1988, tentang pemberantasan peredaran gelap
narkotika dan psikotropika tersebut, dibutuhkan ratifikasi sebagai tindak lanjut berlakunya
konvensi internasional di suatu Negara. Pada tahun yang sama, Pemerintah Indonesia
menerbitkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika dan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika.[13] Selanjutnya pada tahun 2009, Pemerintah menerbitkan UndangUndang
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang menggantikan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika telah membawa perubahan pada
penggolongan psikotropika. Karena dalam pasal 153 huruf (b) undang-undang narkotika
yang baru disebutkan bahwa dengan berlakunya Undang Undang tersebut lampiran
mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah
dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut undang undang ini, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian, hal tersebut menegaskan bahwa Psikotropika
golongan I dan II sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika digolongkan menjadi Narkotika golongan I berdasarkan Undang Undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.[17]
Beberapa peraturan perundang undangan baik Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
berkaitan dengan pengaturan narkotika dan psikotropika, yakni :
a. Keputusan Menkes RI Nomor:65/MEN.KES/SK/IV/77 Tanggal 1 April 1977 daftar
jenis jenis tanaman yang digolongkan dalam narkotika.
b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:349/MEN.KES/SK/IX/1980 Tanggal 15
September 1980 tentang Daftar Penambahan Bahan Sebagai Narkotika (Daftar Obat
Keras)
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:213/MEN.KES/PER/IV/ 1985 tentang
Obat Keras Tertentu.
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:688/MEN.KES/PER/VII/1997 Tanggal 14
Juli 1997 tentang Peredaran Psikotropika.
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:785/MEN.KES/PER/VII1997 Tanggan 31
Januari 1997 Tentang Ekspor dan Impor Psikotropika.
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang Perkusor
Tanggal 5 April 2010.
g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional Tanggal 12 April 2010.
h. Peraturan Ketua Badan NarkotikaNasional Nomor:Per/01/VIII/2007/BNN, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional, tanggal 30
Agustus 2007.
i. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor:
HK.00.05.42.6575 tentang Larangan Penggunaan Benzil Piperazin dalam Suplemen
Makanan, tanggal 23 Agustus 2002.
j. Keputusan Bersama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Direktur
Jendral Bea Cukai Nomor: HK.00.04.22.1989; Nomor: KEP.49/BC2006 tentang
Pengawasan Impor dan Ekspor Obat Tradisional, Kosmetik, Produk
Komplemen/Suplemen Makanan, Narkotika, Psikotropika, Perkusor, Pembekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dan Makanan, Tanggal 24 April 2006.
k. Surat Edaran Ketua Mahkama Agung Republik Indonesia Nomor: 07 Tahun 2009
tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Terapi dan Rehabilitasi.
Ketentuan pidana dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika sudah tidak ampuh lagi untuk mengatasi peredaran gelap dan
penyalahgunaann psikotropika di Indonesia. Sanksi pidana dalam Undang Undang tersebut
tidak lagi memberikan efek jera terhadap para pelaku tindak pidana psikotropika di
Indonesia. Kehadiran Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
didalamnya memuat tentang jenis psikotropika golongan I dan jenis psikotropika golongan
II yang dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang Psikotropika,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.[17]
Obat amobarbital tersedia dalam bentuk tablet maupun dalam bentuk cair. Jika
dalam bentuk tablet, maka amobarbital langsung dikonsumsi lewat mulut. Akan tetapi jika
amobarbital dalam bentuk cair, maka amorbabital digunakan dengan cara menyuntikkan
kedalam tubuh. Penggunaan amorbabital untuk dewasa (insomnia) adalah 65-200 mg.
Sedangkan untuk orang dewasa (induksi penenang preanestesi) adalah 30-50 mg.
Sedangkan untuk dosis anak-anak adalah 65-500 mg[19].
Gambar 4.3. Buprenofin
Sumber: https://medium.com
Selanjutnya penggunaan yang benar untuk buprenorfin ini yaitu 2-4 mg/hari.
Penggunaan buprenorfin secara berlebih (overdosis) tidak dapat menimbulkan eferk yang
serius.
Pentobarbital tersedia dalam bentuk cair dan tablet. Penggunaan obat ini juga harus
didampingi leh perawat. Cara menggunakan pentobarbital yaitu disuntikkan ke dalam otot
atau vena. Saat proses penyuntikkan pentobarbital kedalam tubuh, hendaknya perlahan
lahan. Selain itu, gunakan jarum suntik satu kali pakai. Dosis pemakaiaam pentobarbital
untuk orang dewasa penderita insomnia dan orang dewasa normal yaitu 120 mg sampai
200 mg. Sedangkan untuk anak anak yaitu 4 mg/kg [20].
Fludiazepam tersedia dalam bentuk tablet 0.25 mg. Pada orang dewasa dosis yang
tepat yaitu 0.75 mg/hari. Sedangkan dosis untuk anak-anak masih belum bisa diperkirakan.
Untuk pemberian obat fludiazepam pada anak-anak hendaknya konsultasikan terlebih
dahulu pada dokter. Agar anak tidak mengalami overdosis.
Clorazepate tersedia dalam bentuk tablet 3,75 mg, 7,5 mg, dan 15 mg.. Penggunaan
dari obat ini hendaknya mengikuti arahan dari dokter. Jika penggunaan dari clorazepate
berlangsung dalam waktu jangka panjang, maka untuk pemberhentian dari obat ini haruslah
dikonsultasikan kepada dokter terlebih dahulu. Clorozepate memiliki dosis beranekaragam
yaitu untuk dosis irang dewasa dengan tujuan mengilangkan rasa gelisah digunakan
sebanyak 15 mg sehari sekali dan diminum pada waktu akan tidur. Kemudian dosis untuk
orang dewasa dengan tujuan menghilangkan dan mengatasi ketergantungan alkohol yaitu
pada hari pertama minum sebanyak 30 mg, pada hari kedua minum sebanyak 45 mg
sampai 90 mg. Pada hari ketiga diminum sebanyak 22.5 mg sampai 45 mg. Pada hari ke
empat sampai hari seterusnya diminum sebanyak 15 sampai 30 mg. Pada orang dewasa
untuk mengatasi ketergantungan alkohol ini cara meminumnya harus dipisah. Artinya
dalam satu hari tidak boleh langsung mengkonsumsi clorazepate satu kali minum.
Pengkonsumsian harus bertahap dari pagi sampai malam, dengan takaran dosis yang pas.
Kemudian pada orang dewasa untuk mengatasi kejang, dosis yang pas aitu diminum tiga
kali sehari dengan dosisnya adalah 7.5 mg. Sedangkan untuk dosis pada anak-anak diatas
13 tahun yaitu diminum tiga kali sehari dengan dosis 7.5 mg dan untuk anak dibawah usia
23 tahun yaitu diminum dua kali sehari dengan dosis 7.5 mg [23].
Gambar 4.9. Brotizolam
Sumber: https://chemist-store.com
G. Daftar Rujukan
a. Teks
[1] G.F. Shadiq, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika New
Psychoactive Subtances B erdasarkan Undang undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.” Wawasan Yuridika. 1 (1) : 35-53, 2017.
[2] J.T. Lumenta, Wullur, Adeanne C. Yamlean, Paulina V.Y. “Evaluasi Penyimpanan
Dan Distribusi Obat Psikotropika Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Manado.” Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. 4 (4) : 2302-2493,
2015
[3] Muhammad, A. “Hukum dan Penelitian Hukum”. Bandung : Citra Aditya Bakti.
2004
[9] Tjay, Tan Hoan & Rahardja Kirana. “Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya”. Jakarta: Gramedia. 2015.
[10] T. Wiguna. “Dampak Metilfenidat Kerja Panjang 20 mg terhadap Pola Perbaikan
Gejala Klinis pada Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas
(GPPH).” Sari Pediatri, 1(2): 142-148. 2009.
[19] Curot, J., et al. “Bilateral Wada Test: Amorbabital or Propofol”. Seizure. 1 (4):
122-128. 2013
[25] Hidayati, R. “Diazepam, Efek, Kegunaan, serta Manfaat.” Jakarta: PT. Gramedia.
2001.
b. Gambar
https://wartakota.tribunnews.com/2018/05/28/waspasa-daun-khat-dapat-merusak-j
aringan-saraf-otak
https://faktualnews.co/2020/01/02/mengenal-amfetamin-jenis-narkoba-yang-dikon
sumsi-medina-zein/185170/
https://uyusturucunedir.blogspot.com/2016/06/fensiklidin-pcp-nedir.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Amobarbital
http://www.opiateaddictionresource.com/media/images/pentazocine_tablets
https://drogy-about.estranky.cz/clanky/leky/sekobarbital.html
https://tr.yestherapyhelps.com/methylphenidate-what-it-is-what-it-is-for-and-side-
effects-
https://yasalud.com/efectos-secundarios-de-mazindol/
https://id.wikipedia.org/wiki/Lorazepam
https://www.bestsellers.co/phen375-overview-fentermina-safe-alternative/
https://exploringyourmind.com/the-uses-and-effects-of-diazepam/
c. …...
H. Lampiran (bisa berupa alamat URL)
I. Kelompok Book Chapter (Nama anggota kelompok)
Kelompok 6/Ofering A
Ahmad Rizal Barozi Ilmi (170351616503)
Amalia Nur Safitri (170351616546)
Fitria Lafifa (170351616548)
Husnul Hotimah (170351616525
Jasmine Amanda Putri (170351616544)
ZAT ADIKTIF LAINNYA
A. Ringkasan Materi
Nikotin adalah suatu zat yang beracun dan memiliki bau yang menyengat, berwarna
kuning pucat sebelum tekanan udara dan berubah menjadi coklat ketika terpapar udara,
memiliki rasa yang tajam, berminyak, sampah merupakan bahan yang aktif dalam asap
tembakau. Nikotin dapat menyebabkan tingginya kandungan neurotoksin yang dapat
digunakan sebagai pestisida karena berfungsi sebagai zat anti herbivora.
Selain digunakan untuk bahan penyusun rokok, tembakau yang mengandung
nikotin ini juga digunakan sebagai insektisida. Studi terbaru menunjukkan bahwa produsen
tembakau dapat menyesuaikan kandungan nikotin rokok untuk mengontrol berapa banyak
nikotin yang terkandung dalam rokok. Dengan mengekstraksi nikotin dari daun tembakau
dan kemudian menambahkannya dalam jumlah yang terkontrol, produsen dapat
memastikan distribusi nikotin lebih merata di setiap rokok. Pada dasarnya, nikotin yang
digunakan dengan konsentrasi rendah dapat berfungsi sebagai stimulan. Namun, apabila
digunakan dengan dosis yang tinggi yaitu lebih dari 50 mg dapat membahayakan.
Inhalan merupakan suatu bahan kimia yang didalamnya terkandung bahan
psikoaktif hasil dari pelarut organik dan bahan mudah menguap (volatil) yang mudah
ditemui pada produk rumah seperti aerosol, pelekat (lem), deodorant, minyak wangi,
penyegar udara, gasoline dan cat. Inhalan bekerja pada susunan saraf pusat lebih tepatnya
pada dinding sel saraf. Paru-paru merupakan organ tubuh yang dapat menyerap inhalan
dengan cepat. Pengguna akan akan berbicara melantur, sulit mengkoordinasikan gerakan
anggota badan, euphoria (gembira) dan merasa pusing. Apabila sudah kecanduan maka
akan terasa ringan pada kepala, delusi dan halusinasi. Apabila inhalan digunakan dalam
jangka waktu yang panjang maka menyebabkan kerusakan organ hati, ginjal, dan otot yang
bersifat permanen.
Minuman alkohol adalah minuman yang mengandung etanol dan diproses dari
bahan hasil pertanian dan mengandung karbohidrat. Minuman beralkohol mengandung
etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat. Penggunaan alkohol
yang sangat berlebihan akan mengakibatkan timbulnya gangguan psikis seperti
Alkoholisme, yaitu kecanduan yang akut pada pengkonsumsi alkohol, mabuk; orang
tersebut akan tidak sadarkan diri, tidak dapat mengontrol serta motoriknya tidak terkuasai,
dan orang menjadi bingung.
Friedlieb Ferdinand Runge merupakan seorang ahli kimia yang berhasil
menemukan kafein pada tahun 1918. Minuman berenergi, minuman cola, serta coklat juga
mengandung kafein. Selain itu, kafein juga digunakan dalam berbagai obat analgesik dan
stimulan. Kafein yang ditambahkan pada makanan atau minuman memiliki komposisi yang
tetap. Akan tetapi, kafein yang berasal dari produk alami, seperti teh dan kopi, memiliki
komposisi yang berbeda. Hal ini bergantung pada jenis tanaman, kondisi pertumbuhan,
proses pengolahan dan cara penyimpanan.
Kafein memiliki berbagai efek fisiologis terhadap tubuh manusia, antara lain efek
pada sistem syaraf pusat, sistem kardiovaskuler, ginjal, otot polos, dan efek pada otot
rangka. Efek kafein tersebut dapat terjadi karena kafein memiliki tiga mekanisme kerja,
yaitu mobilisasi kalsium intraseluler, peningkatan akumulasi nukleotida siklik karena
hambatan phosphodiesterase, dan antagonisme reseptor adenosin
Gambar 6. Hairspray
Sumber: https://stylo.grid.id/