Anda di halaman 1dari 10

BAB 35

PEMANTAUAN DALAM ANESTESI


Kharisma Gayuh Pangestuti

PENDAHULUAN
Pemantauan klinis dengan melakukan inspeksi visual, auskultasi, dan palpasi
merupakan modalitas utama dalam pemantauan anestesi. The American Society of
Anesthesiologist (ASA) mengeluarkan standar pemantauan dasar enstesi pada tahun 1986 dan
standar tersebut selalu diperbaharui secara periodik. ASA membagi standar pemantauan
sebagai berikut:
1. Standar 1
Anestesiolog harus berada di sana selama durasi pemberian pelayanan anestesi sebab
perburukan fisiologis pasien dapat terjadi secara cepat akibat intervensi bedah dan atau
anestesi.
2. Standar 2
Pemantauan secara kontinu terhadap fungsi oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu.

PEMANTAUAN FUNGSI PERNAPASAN


OKSIGENASI
Pemantauan ini bertujuan untuk menjamin konsentrasi oksigen saat inspirasi serta
kandungan oksigen dalam darah yang adekuat selama anestesi berlangsung. Metode
pemantauan yang digunakan adalah:
1. Pengukuran gas inspirasi
Konsentrasi oksigen di dalam breathing system selama pemberian anestesi diukur
dengan oxygen analyzer dengan pengaturan alarm pada batas konsentrasi oksigen
terendah yang ditentukan.
2. Pemantauan kadar oksigen darah
Oksigenasi dalam darah selama anestesi dinilai dengan metode kuantitatif (pulse
oxymeter). Nada suara denyut nadi dan alarm batas bawah pulse oximeter harus dapat
terdengar.

PULSE OXIMETER
Pulse oximeter adalah metode pengukuran non-invasif secara kontinu untuk mengukur
tingkat kejenuhan oksigen pada hemoglobin dengan menggunakan sensor cahaya. Probe sensor
pada pulse oximeter akan mengukur rasio sinar merah (panjang gelombang 660 nm) yang
diabsorpsi oleh deoksihemoglobin dan sinar inframerah (panjang gelombang 940 nm) yang
diabsorpsi oleh oksihemoglobin di dalam darah selama aliran darah pulsatile dan non-pulsatile
yang diidentifikasi oleh photoplethysmography.

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Pemantauan pulse oximetry diharuskan pada semua pemberian anestesi, termasuk
pada pemberian sedasi moderat. Tidak terdapat kontraindikasi terhadap pemantauan dengan
pulse oximeter.

AKURASI PULSE OXIMETER


Nilai SpO2 dikatakan akurat bila berada pada rentang 70-100%. Terdapat beberapa hal
yang menyebabkan nilai SpO2 <70% tidak akurat, yaitu:
1. Kalibrasi pulse oximeter dilakukan pada orang sehat dengan SpO2 tidak berada pada
nilai <70%, sehingga nilainya pada pasien kritis pada SpO2 rendah mungkin tidak
seakurat pada orang yang sehat.
2. Kadar deoksihemoglobin yang lebih banyak sehingga jumlah sinar inframerah akan
lebih banyak diabsorpsi.

Keadaan yang membuat pulse oximeter tidak akurat:


a. Hipovolemia, hipotermia, henti jantung, aritmia, vasokonstriksi, pemakaian
tourniquet, inflasi cuff tekanan darah.
b. Pewarnaan dengan methylene blue, indocyanine green, dan indigo carmine karena
dapat menurunkan SpO2 secara transien.
c. Pigmentasi kulit yang gelap sebab melanin menghambat cahaya untuk
menembuskan jaringan.
d. Motion artifact yang dapat mengganggu pengukuran bentuk gelombang secara
benar.
e. Cahaya fluoresen memiliki panjang gelombang 660 nm sehingga dapat
mengganggu deteksi sinar merah.
f. Pencahayaan ruangan yang berlebihan
g. Malposisi sensor
h. Cat kuku dapat menghalangi cahaya menembus kuku.

PERTIMBANGAN KLINIS
Pulse oximeter mempunyai fungsi utama untuk mengukur SpO2, memperkirakan
perfusi jaringan, dan mengukur laju jantung.

VENTILASI
Tujuan pemantauan ventilasi adalah menjamin ventilasi adekuat selama anestesi.
Metode dalam pemantauan ventilasi adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian klinis kualitatif, seperti menilai gerakan dada, observasi
reservoir breathing bag, dan auskultasi suara napas. Pemantauan terhadap karbon
dioksida ekspirasi dan volume gas ekspirasi juga harus dilakukan secara
berkelanjutan.
2. Pada penggunaan endotracheal tube (ETT) atau laryngeal mask (LM), verifikasi
posisi ETT yang tepat serta identifikasi karbon dioksida pada udara ekspirasi perlu
dilakukan. Analisis CO2 end-tidal dilakukan mulai dari saat insersi ETT atau LM
hingga ekstubasi.
3. Pada kontrol ventilasi yang menggunakan ventilator mekanik, mesin harus dapat
mendeteksi terjadinya diskoneksi kompone-komponen sirkuit perrnapasan.
4. Pada anestesi regional (tanpa sedasi) atau anestesi lokal (tanpa sedasi), kecukupan
ventilasi dipantau melalui tanda klinis kualitatif.

PEMANTAUAN KLINIS
Anatesiolog harus selalu memastikan bahwa jalan napas bebas dan ventilasi yang
diberikan adekuat.

TEKANAN DAN ALIRAN JALAN NAPAS


Gambaran volume tidal dapat dilihat melalui pemantauan terhadap reservoir bag pada
pasien yang bernapas spontan.

OXYGEN ANALYZER
Pada mesin anestesi modern, terdapat monitor untuk memantau konsentrasi O2 saat
inspirasi maupun ekspirasi. Fungsi ini berperan penting selama anestesi karena dapat
memantau kemungkinan terjadinya hipoksia akibat campuran gas O2, udara, N2O, dan atau
anestetik volatile lainnya.

ANALISIS GAS ANESTESI EKSPIRASI


Analisis gas ekspirasi menentukan persentase anestetik volatile dan N2O inspirasi dan
ekspirasi.
Observasi Interpretasi Kemungkinan Penyebab
Bag tidak terisi Tidak ada gas Koneksi sirkuit terputus.
Aliran fresh gas ke dalam cicle system
rendah.
Fresh gas tidak terkirim.
Bag membengkak (bulging) Obstruksi gas outflow Katup expiratory tertutup.
Katup macet.
Kerusakan scavenging
“Pulsasi” yang sinkron Jalan napas bebas Henti napas dengan pulsasi jantung
dengan denyut jantung
Sedikit gerakan bag dan Depresi pernapasan Obat-obatan/ gas anestesi
sedikit usaha pasien
Sedikit gerakan bag dengan Obstruksi jalan napas Obstruksi dapat terjadi dimana saja,
usaha nyata pasien mulai dari alveoli hingga bag
pernapasan.
Mudah untuk memompa bag. Bag bocor Klep terbuka (valve open)
Tetapi lambat terisi kembali Kebocoran di kantung (bag)
Obstruksi daerah esofageal
Sukar untuk memompa bag, Komplian menurun Intubasi endobronkial
terapi terisi kembali dengan Efek pelumpuh otot mulai hilang
mudah
Dokter bedah menekan/bersandar pada
dada pasien
Posisi “head down”
Tekanan pada diafragma (diaphragm
packed/splinted)
Pneumotoraks
Edema paru

KAPNOGRAF
Kapnograf merupakan pemantauan kontinu terhadap konsentrasi sampel CO2 pada
jalan napas pasien selama siklus pernapasan. Penggunaan klinis kapnograf adalah sebagai
berikut:
1. Konfirmasi intubasi endotrakea
2. Konfirmasi ventilasi yang adekuat pada ventilasi control atau spopntan.
3. Estimasi PaCO2 non-invasif; perbedaan antara EtCO2, dan PaCO2 diasumsikan 2-5
mmHg.
4. Deteksi kondisi klinis tertentu:
a. Peningkatan produksi CO2 karena demam, sepsis, malignant hyperthermia,
hipertiroid, shivering.
b. Penurunan EtCO2 karena penurunan cardiac ooutput, hypovolemia, emboli paru,
hipotermia, hiperventilasi.
5. Deteksi masalah pada system pernapasan anestesi seperti rebreathing, kerusakan katup
mesin, diskoneksi sirkuit, kebocoran sirkuit.

Kapnogram normal dibagi menjadi empat fase yaitu:


1. Fase 1: permulaan ekspirasi
Pada fase ini, CO2 yang berasal drai udara dead space anatomis tidak terdeteksi.
2. Fase II : upstroke ekspirasi
Saat pasien mengeluarkan napas, gas segar pada dead space anatomis (tanpa
CO2), bercampur dengan gas dari alveoli yang mengandung CO2
3. Fase III : alveolar pateau
Hanya terdapat gas yang berasal dari alveoli yang kaya akan CO2
4. Fase IV : inspirasi

Interpretasi kapnogram abnormal:


Refreshing CO2: elevasi baseline CO2 dan fase I
Eliminasi dilakukan dengan meningkatkan fresh gas flow atau mengganti absorber
CO2.
1. Rebreathing CO2: elevasi baseline CO2 dan fase I.
2. Obstruksi aliran gas ekspirasi: pemanjangan fase II dan slope/ kemiringan fase III yang
lebih curam. Terjadi pada bronkospasme, PPOK, ETT tertekuk.
3. “Curare cleft”. Celah pada fase III
Merupakan indikasi bahwa pernapasan spontan mulai kembali atau sebagai tanda
adanya usaha bernapas.
4. Cardiogenic oscillation; getaran pergerakan gas selama fase III dan IV yang dihasilkan
oleh pulsasi aorta dan jantung.
5. Peningkatan CO2; elevasi ketinggian fase plateau
6. Penurunan kadar CO2; penurunan ketinggian plateau.
7. Katup inspirasi inkompeten; pemanjangan fase III dengan elevasi baseline CO2 dan
ketinggian plateau
8. Intubasi esofageal; diawali dengan keberadaan CO2 kemudian diikuti dengan CO2 yang
tidak terdeteksi.

SIRKULASI
Metode yang dilakukan untuk pemantauan sirkulasi adalah sebagai berikut:
1. Semua pasien yang diberikan tindakan anestesi harus dipantau dengan EKG kontinu
dan ditampilkan dari awal anestesi sampai meninggalkan ruang operasi.
2. Tekanan darah dan denyut jantung dievaluasi minimal setiap 5 menit sekali.
3. Fungsi sirkulasi secara kontinu harus dievaluasi dengan cara: palpasi denyut nadi,
auskultasi bunyi jantung, pemantauan tracing tekanan intraarteri, ultrasound peripheral
pulse, atau pulse plethysmography atau oximetry.

OBSERVASI KLINIS
Dapat dilakukan palpasi pulsasi arteri secara teratur untuk menilai kecukupan curah
jantung dan perfusi. Dapat dinilai dengan baik, dan mengamati pembuluh darah vena di
leher untuk memperkirakan tekana vena sentral.

PEMANTAUAN TEKANAN DARAH ARTERIAL NON INVASIF (NON


INVASIVE ARTERIAL BLOOD PRESSURE; NIBP)
ASA merekomendasikan pengukuran tekanan darah dan denyut nadi minimal tiap 5
menit pada sebagian besar kasus.

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Indikasi: pemberian tindakan anestesi
Kontraindikasi: pemasangan manset harus dihindari pada ekstremitas atas yang mengalami
gangguan vaskular.
TEKNIK PENGUKURAN
1. Palpasi
2. Doppler probe
3. Auskultasi
4. Oscillometry
5. Tonometri arterial

TEKNIK PALPASI
Tekanan darah sistolik ditentukan melalui: (1) palpasi denyut nadi perifer, (2) inflasi
manset tekanan darah di proksimal denyut nadi sampai aliran darah terhambat, (3) kurangi
tekanan manset 2-3 mmHg tiap denyut jantung, (4) tekanan ditentukan saat pulsasi teraba lagi.
DOPPLER PROBE
Metode ini sangat berguna pada pasien obesitas, pediatri, dan dalam keadaan syok.
Tekanan ini hanya reliable untuk mengukur tekanan darah sistolik.

AUSKULTASI
Pengukuran ini menggunakan manometer raksa.

OSCILLOMETRY
Metode ini meningkatkan kecepatan dan akurasi pengukuran sehingga metode ini
paling sering dipakai dalam pemantauan tekanan darah non invasif.

TONOMETRI ARTERI
Keterbatasan Teknik ini adalah sensitive terhadap artefak gerakan dan perlu sering
dilakukan kalibrasi.

PEMANTAUAN TEKANAN DARAH ARTERI INVASIF


INDIKASI
1. Pasien dengan end organ disease atau prosedur yang rentan menyebabkan perubahan
tekanan darah yang besar dan cepat.
2. Prosedur-prosedur yang membutuhkan pengambilan sampel darah berulang untuk
pemeriksaan Analisa gas darah.
3. Prosedur yang membutuhkan waktu lama, untuk menghindari kerusakan saraf akibat
penggunaan pemantauan tekanan darah non-invasif.

MEKANISME KERJA
Arterial line dihubungkan langsung dengan arteri menggunakan kateter untuk
mentransmisikan gelombang tekanan ke transducer. Transducer berbentuk diafragma, pada
saat diafragma bergerak, kristal silikon akan teregang sehingga terdapat perubahan tahanan
yang dikonversi sebagai perubahan voltase. Sinyal elektrik ini diperbesar, disaring, dan
ditayangkan sebagai jejak tekanan arteri.

LOKASI KANULASI ARTERI


Faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi kanulasi arteri adalah lokasi operasi,
gangguan aliran arteri, dan riwayat iskemia atau pembedahan sebelumnya pada ekstremitas
yang akan dikanulasi. Arteri radialis merupakan arteri yang paling sering digunakan untuk
pemantauan arterial line. Kanulasi arteri brakialis lebih akurat mencerminkan tekanan aorta
sentral daripada tekanan arteri radial, baik sebelum dan sesudah cardiopulmonary bypass.
Kanulasi arteri aksilaris biasanya menggunakan Teknik Seldinger dekat persimpangan otot
deltoid dan pektoral. Arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior merupakan alternative
untuk kateterisasi bila terjadi kegagalan pemasangan pada arteri radialis.

KOMPLIKASI
Komplikasi berupa insufisiensi vaskular, vasospasme, hematom, perdarahan,
thrombosis, emboli udara, kerusakan saraf, dan infeksi.
ELEKTROKARDIOGRAFI
Pemantauan EKG rutin dilakukan selama operasi untuk mendeteksi disritmia, iskemia
miokardium, abnormalitas konduksi, malfungsi pacu jantung, dan gangguan elektrolit.

SISTEM LEAD
ASA merekomendasikan penggunaan minimal 3 leads yaitu right arm (RA), left arm
(LA), dan left leg (LL). Lead II merupakan lead trebaik untuk memantau irama jantung karena
memberikan visibilitas gelombang P terbaik.

DETEKSI ISKEMIA MIOKARD


Bagian paling penting dari kompleks QRS untuk mengevaluasi iskemia adalah segmen
ST. Iskemia jantung dapat kita lihat dari elevasi segmen ST (> 0,1 mV pada > 2 lead
bersebelahan) ditambah dengan gejala klinis atau peningkatan penanda biokimia untuk
mendiagnosis sindrom coroner akut.
Tabel Sensitivitas kombinasi lead EKG untuk mendeteksi iskemia intrabedah
Kombinasi Lead Sensitivitas (%)
1 Lead II 33
V4 61
V5 75
2 Lead II/V5 80
II/V4 82
V4/V5 90
3 Lead V3/V4/V5 94
II/V4/V5 96
4 Lead II/V2-V5 100

KATETERISASI VENA SENTRAL


Berfungsi untuk pemantauan tekanan vena sentral, yang dimana dapat dipakai untuk
menilai volume intravaskular dan preload bila tidak terdapat disfungsi jantung kiri.

INDIKASI
1. Memantau status volume melalui tekanan vena sentral.
2. Pemberian cairan secara cepat
3. Pemberian obat-obatan yang bersifat kaustik, vasoaktif, elektrolit, dan nutrisi
parenteral.
4. Aspirasi emboli udara.
5. Insersi elektroda pacing transvena
6. Insersi kateter arteri pulmonal
7. Memantau saturasi oksigen vena sentral.
8. Akses vena pada pasien dengan pembuluh darah perifer yang kolaps atau dibutuhkan
akses intravena jangka panjang.
KONTRAINDIKASI
1. Tumor, clot, atau vegetasi katup trikuspid; risiko terlepas saat kanulasi
2. Terapi antikoagulan; risiko perdarahan akibat komplikasi tertusuknya arteri.
3. Riwayat carotid endarterektomi; risiko tertusuknya arteri karotis.
4. Terdapat kateter sentral lain atau pacemaker leads mengurangi pilihan akses insersi.

TEKNIK DAN KOMPLIKASI


Pengukuran CVP dapat dilakukan dengan water column (cmH2O) atau
menggunakan transducer elektronik (mmHg) yang diukur selama akhir ekspirasi.
Komplikasi dapat berupa:
a. Punksi arteri dengan hematom.
b. Fistula arteriovenosus
c. Hemotoraks
d. Chylothorax
e. Pneumotoraks
f. Cedera saraf
g. Cedera ganglion stelata (sindrom Horner)
h. Emboli udara
i. Perforasi atrium atau ventrikel kanan
j. Thrombosis, thromboemboli
k. Infeksi, sepsis, endokarditis
l. Aritmia
m. Hidrotoraks

KATETERISASI ARTERI PULMONAL


Kateters ini dapat memberikan informasi tentang tekanan pengisian jantung, cardiac
output, pulmonary artery occlusion pressure, mixed venous oxygen saturation (SvO2).

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Indikasi sebagai berikut:
1. Penilaian status volume
2. Membantu penatalaksanaan cairan pada kasus yang kompleks seperti pada keadaan
gagal ginjal atau syok
3. Diagnosis dan manajemen gagal jantung kongestif dan diferensiasi antara gagal jantung
ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
4. Diagnosis peyakit katup jantung
5. Diagnosis dan manajemen hipertensi pulmonal.

Kontraindikasi sebagai berikut:


1. Katup jantung mekanik
2. Left bundle branch block; pemasangan kateter arteri pulmonal akan menyebabkan right
bundle branch block atau complete heart block.
3. Bakteriemia
4. Wolf-parkinson-white syndrome
5. Keadaan hiperkoagulasi
6. Terdapat transvenous pacing wire.

KOMPLIKASI
Komplikasi dari pemasangan kateter arteri pulmonal:
1. Trauma vaskular
2. Ruptur arteri pulmonal
3. Aritmia
4. Blok jantung total
5. Kerusakan katup trikuspid
6. Endocarditis
7. Perforasi jantung
8. Pembentukan trombus

KONSIDERASI KLINIS
Penggunaan kateter arteri pulmonal untuk estimasi 1preload ventrikel kiri dan
pengambilan sampek darah mixed venous lebih presisi dibandingkan CVP.

TEMPERATUR
Hipotermia berhubungan dengan metabolism obat yang lambat, peningkatan
kadar glukosa darah, vasokonstriksi, gangguan fungsi koagulasi, menggigil, dan
menurunkan resistensi infeksi. Hipertermi juga memberikan efek buruk perioperatif,
takikardi, vasodilatasi dan gangguan neurologis.
Pada anestesi umum, suhu inti biasanya turun 1-2 derajat selama 1-2 jam pertama (fase
I), diikuti dengan penurunan bertahap selama 3-4 jam berikutnya (fase II), bahkan
mencapai titik tetap atau ekuilibrium (fase III). Anestesi spinal dan epidural juga
menyebabkan hipotermia dengan cara menyebabkan vasodilatasi dan redistribusi panas
tubuh (fase I). gangguan pengaturan suhu pada anestesi regional menyebabkan hilangnya
panas (fase II).

Variabel hemodinamik berdasarkan data kateterisasi arteri pulmonal

Variabel Formula Nilai Normal Satuan


Cardiac index 2,2-4,2 Cardiac index I/men/m2
Curah jantung: I/men
Luas permukaan tubuh: m2
Resistensi perifer total 1.200-1.500 Dyne.det cm-5
Curah jantung: I/men
Resistensi vaskular pulmoner 100-300 Dyne.det cm-5
Curah jantung: I/men
Volume sekuncup (stroke 60-90 ml/denyut
volume)
Curah jantung: I/men
Stroke index 20-65 ml/denyut/m2
Volume sekuncup:
ml/denyut
Luas permukaan tubuh: m2
Right ventricular stroke work 30-65 g-m/denyut/m2
index
Left ventricular stroke work 46-60 g-m/denyut/m2
index

OUTPUT URINE
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Indikasi: pemantauan output urin dilakukan pada prosedur operasi yang dapat menyebabkan
perubahan keseimbangan cairan tubuh dan prosedur operasi dengan durasi yang panjang.
Kontraindikasi: pasien dengan resiko tinggi infeksi.

KONSIDERASI KLINIS
Produski urin yang tidak adekuat sering didefinisikan sebagai jumlah produksi urin
kurang dari 0,5 mL/kgbb/jam.

Anda mungkin juga menyukai