PENDAHULUAN
Pemantauan klinis dengan melakukan inspeksi visual, auskultasi, dan palpasi
merupakan modalitas utama dalam pemantauan anestesi. The American Society of
Anesthesiologist (ASA) mengeluarkan standar pemantauan dasar enstesi pada tahun 1986 dan
standar tersebut selalu diperbaharui secara periodik. ASA membagi standar pemantauan
sebagai berikut:
1. Standar 1
Anestesiolog harus berada di sana selama durasi pemberian pelayanan anestesi sebab
perburukan fisiologis pasien dapat terjadi secara cepat akibat intervensi bedah dan atau
anestesi.
2. Standar 2
Pemantauan secara kontinu terhadap fungsi oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu.
PULSE OXIMETER
Pulse oximeter adalah metode pengukuran non-invasif secara kontinu untuk mengukur
tingkat kejenuhan oksigen pada hemoglobin dengan menggunakan sensor cahaya. Probe sensor
pada pulse oximeter akan mengukur rasio sinar merah (panjang gelombang 660 nm) yang
diabsorpsi oleh deoksihemoglobin dan sinar inframerah (panjang gelombang 940 nm) yang
diabsorpsi oleh oksihemoglobin di dalam darah selama aliran darah pulsatile dan non-pulsatile
yang diidentifikasi oleh photoplethysmography.
PERTIMBANGAN KLINIS
Pulse oximeter mempunyai fungsi utama untuk mengukur SpO2, memperkirakan
perfusi jaringan, dan mengukur laju jantung.
VENTILASI
Tujuan pemantauan ventilasi adalah menjamin ventilasi adekuat selama anestesi.
Metode dalam pemantauan ventilasi adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian klinis kualitatif, seperti menilai gerakan dada, observasi
reservoir breathing bag, dan auskultasi suara napas. Pemantauan terhadap karbon
dioksida ekspirasi dan volume gas ekspirasi juga harus dilakukan secara
berkelanjutan.
2. Pada penggunaan endotracheal tube (ETT) atau laryngeal mask (LM), verifikasi
posisi ETT yang tepat serta identifikasi karbon dioksida pada udara ekspirasi perlu
dilakukan. Analisis CO2 end-tidal dilakukan mulai dari saat insersi ETT atau LM
hingga ekstubasi.
3. Pada kontrol ventilasi yang menggunakan ventilator mekanik, mesin harus dapat
mendeteksi terjadinya diskoneksi kompone-komponen sirkuit perrnapasan.
4. Pada anestesi regional (tanpa sedasi) atau anestesi lokal (tanpa sedasi), kecukupan
ventilasi dipantau melalui tanda klinis kualitatif.
PEMANTAUAN KLINIS
Anatesiolog harus selalu memastikan bahwa jalan napas bebas dan ventilasi yang
diberikan adekuat.
OXYGEN ANALYZER
Pada mesin anestesi modern, terdapat monitor untuk memantau konsentrasi O2 saat
inspirasi maupun ekspirasi. Fungsi ini berperan penting selama anestesi karena dapat
memantau kemungkinan terjadinya hipoksia akibat campuran gas O2, udara, N2O, dan atau
anestetik volatile lainnya.
KAPNOGRAF
Kapnograf merupakan pemantauan kontinu terhadap konsentrasi sampel CO2 pada
jalan napas pasien selama siklus pernapasan. Penggunaan klinis kapnograf adalah sebagai
berikut:
1. Konfirmasi intubasi endotrakea
2. Konfirmasi ventilasi yang adekuat pada ventilasi control atau spopntan.
3. Estimasi PaCO2 non-invasif; perbedaan antara EtCO2, dan PaCO2 diasumsikan 2-5
mmHg.
4. Deteksi kondisi klinis tertentu:
a. Peningkatan produksi CO2 karena demam, sepsis, malignant hyperthermia,
hipertiroid, shivering.
b. Penurunan EtCO2 karena penurunan cardiac ooutput, hypovolemia, emboli paru,
hipotermia, hiperventilasi.
5. Deteksi masalah pada system pernapasan anestesi seperti rebreathing, kerusakan katup
mesin, diskoneksi sirkuit, kebocoran sirkuit.
SIRKULASI
Metode yang dilakukan untuk pemantauan sirkulasi adalah sebagai berikut:
1. Semua pasien yang diberikan tindakan anestesi harus dipantau dengan EKG kontinu
dan ditampilkan dari awal anestesi sampai meninggalkan ruang operasi.
2. Tekanan darah dan denyut jantung dievaluasi minimal setiap 5 menit sekali.
3. Fungsi sirkulasi secara kontinu harus dievaluasi dengan cara: palpasi denyut nadi,
auskultasi bunyi jantung, pemantauan tracing tekanan intraarteri, ultrasound peripheral
pulse, atau pulse plethysmography atau oximetry.
OBSERVASI KLINIS
Dapat dilakukan palpasi pulsasi arteri secara teratur untuk menilai kecukupan curah
jantung dan perfusi. Dapat dinilai dengan baik, dan mengamati pembuluh darah vena di
leher untuk memperkirakan tekana vena sentral.
TEKNIK PALPASI
Tekanan darah sistolik ditentukan melalui: (1) palpasi denyut nadi perifer, (2) inflasi
manset tekanan darah di proksimal denyut nadi sampai aliran darah terhambat, (3) kurangi
tekanan manset 2-3 mmHg tiap denyut jantung, (4) tekanan ditentukan saat pulsasi teraba lagi.
DOPPLER PROBE
Metode ini sangat berguna pada pasien obesitas, pediatri, dan dalam keadaan syok.
Tekanan ini hanya reliable untuk mengukur tekanan darah sistolik.
AUSKULTASI
Pengukuran ini menggunakan manometer raksa.
OSCILLOMETRY
Metode ini meningkatkan kecepatan dan akurasi pengukuran sehingga metode ini
paling sering dipakai dalam pemantauan tekanan darah non invasif.
TONOMETRI ARTERI
Keterbatasan Teknik ini adalah sensitive terhadap artefak gerakan dan perlu sering
dilakukan kalibrasi.
MEKANISME KERJA
Arterial line dihubungkan langsung dengan arteri menggunakan kateter untuk
mentransmisikan gelombang tekanan ke transducer. Transducer berbentuk diafragma, pada
saat diafragma bergerak, kristal silikon akan teregang sehingga terdapat perubahan tahanan
yang dikonversi sebagai perubahan voltase. Sinyal elektrik ini diperbesar, disaring, dan
ditayangkan sebagai jejak tekanan arteri.
KOMPLIKASI
Komplikasi berupa insufisiensi vaskular, vasospasme, hematom, perdarahan,
thrombosis, emboli udara, kerusakan saraf, dan infeksi.
ELEKTROKARDIOGRAFI
Pemantauan EKG rutin dilakukan selama operasi untuk mendeteksi disritmia, iskemia
miokardium, abnormalitas konduksi, malfungsi pacu jantung, dan gangguan elektrolit.
SISTEM LEAD
ASA merekomendasikan penggunaan minimal 3 leads yaitu right arm (RA), left arm
(LA), dan left leg (LL). Lead II merupakan lead trebaik untuk memantau irama jantung karena
memberikan visibilitas gelombang P terbaik.
INDIKASI
1. Memantau status volume melalui tekanan vena sentral.
2. Pemberian cairan secara cepat
3. Pemberian obat-obatan yang bersifat kaustik, vasoaktif, elektrolit, dan nutrisi
parenteral.
4. Aspirasi emboli udara.
5. Insersi elektroda pacing transvena
6. Insersi kateter arteri pulmonal
7. Memantau saturasi oksigen vena sentral.
8. Akses vena pada pasien dengan pembuluh darah perifer yang kolaps atau dibutuhkan
akses intravena jangka panjang.
KONTRAINDIKASI
1. Tumor, clot, atau vegetasi katup trikuspid; risiko terlepas saat kanulasi
2. Terapi antikoagulan; risiko perdarahan akibat komplikasi tertusuknya arteri.
3. Riwayat carotid endarterektomi; risiko tertusuknya arteri karotis.
4. Terdapat kateter sentral lain atau pacemaker leads mengurangi pilihan akses insersi.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari pemasangan kateter arteri pulmonal:
1. Trauma vaskular
2. Ruptur arteri pulmonal
3. Aritmia
4. Blok jantung total
5. Kerusakan katup trikuspid
6. Endocarditis
7. Perforasi jantung
8. Pembentukan trombus
KONSIDERASI KLINIS
Penggunaan kateter arteri pulmonal untuk estimasi 1preload ventrikel kiri dan
pengambilan sampek darah mixed venous lebih presisi dibandingkan CVP.
TEMPERATUR
Hipotermia berhubungan dengan metabolism obat yang lambat, peningkatan
kadar glukosa darah, vasokonstriksi, gangguan fungsi koagulasi, menggigil, dan
menurunkan resistensi infeksi. Hipertermi juga memberikan efek buruk perioperatif,
takikardi, vasodilatasi dan gangguan neurologis.
Pada anestesi umum, suhu inti biasanya turun 1-2 derajat selama 1-2 jam pertama (fase
I), diikuti dengan penurunan bertahap selama 3-4 jam berikutnya (fase II), bahkan
mencapai titik tetap atau ekuilibrium (fase III). Anestesi spinal dan epidural juga
menyebabkan hipotermia dengan cara menyebabkan vasodilatasi dan redistribusi panas
tubuh (fase I). gangguan pengaturan suhu pada anestesi regional menyebabkan hilangnya
panas (fase II).
OUTPUT URINE
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Indikasi: pemantauan output urin dilakukan pada prosedur operasi yang dapat menyebabkan
perubahan keseimbangan cairan tubuh dan prosedur operasi dengan durasi yang panjang.
Kontraindikasi: pasien dengan resiko tinggi infeksi.
KONSIDERASI KLINIS
Produski urin yang tidak adekuat sering didefinisikan sebagai jumlah produksi urin
kurang dari 0,5 mL/kgbb/jam.