“PSAK 68”
Dosen Pembimbing :
Ibnu Rachman,DR.,Drs.,M.Si,M.M.,Ak.CA
Disusun Oleh :
Fasya Yosifa 1619103006
Meko Nanda Tejakusuma 1619103009
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap negara memiliki standar akuntansi sendiri, namun untuk memudahkan penggunaan
laporan keuangan untuk pihak ekternal maka terdapat dua standar laporan keuangan yang dapat
digunakan oleh dunia yaitu GAAP yang diciptakan oleh FASB salah satunya dan IFRS yang
dibentuk oleh IASB. Seiring berjalannya waktu untuk mengurangi kesenjangan pelaporan
keuangan antara GAAP dan IFRS, GAAp dan IFRS melakukan konvergensi. Untuk negara
Indonesia sendiri pada awalnya mengacu pada GAAP namun pada saat Indonesia menjadi bagian
dari G20, Indonesia beralih menggunakan IFRS. Dimana setiap anggota G20 diperkenankan
mengikuti syarat – syarat yang dibuat oleh G20. Salah satunya adalah menerapkan laporan dengan
Namun butuh waktu yang lama untuk Indonesia benar – benar menerapkan IFRS. Indonesia
sendiri memiliki Standar Akuntansi atau SAK yang mengadopsi nilai nilai IFRS namun
disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Hingga saat ini sudah terdapat 73 SAK yang diadopsi
dari standar laporan keuangan. Dengan berbagai penyesuaian tersebut salah satunya yaitu IFRS 13
Fair Value Measurement diadopsi menjadi beberapa PSAK di Indonesia yaitu PSAK 16,19 “Aset
Tetap”, PSAK 48,58 “Aset Tidak Lancar Dimiliki untuk Dijual dan Operasi Dihentikan”, PSAK
Pada penulisan kali ini akan dibahas mengenai PSAK 68 “Nilai Wajar”. Pernyataan ini diterapkan
ketika Pernyataan lain mensyaratkan atau mengizinkan pengukuran atau pengungkapan mengenai
1
nilai wajar (dan pengukuran, seperti nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual (fair value
less costs to sell), berdasarkan nilai wajar atau pengungkapan mengenai pengukuran tersebut).
Tidak semua point yang terdapat pada IFRS 13 diadopsi oleh PSAK 68, berikut adalah beberapa
1. IFRS 13 paragaf 52 yang menjadi PSAK 68 paragraf 52 tentang referensi ke IFRS 9: Financial
Instruments, tidak diadopsi. Hal ini karena Indonesia belum mengadopsi IFRS 9.
2. IFRS 13 paragraf C1 yang menjadi PSAK 68 paragraf C01 tentang tanggal efektif dengan
meniadakan penerapan dini. Opsi penerapan dini tidak ditawarkan dengan pertimbangan
keselarasan penerapan (pemberlakuan efektif) antara PSAK 68 dengan PSAK/ISAK lain yang
terkena dampaknya.
3. IFRS 13 Appendix D tentang amandemen terhadap IFRS lainnya tidak diadopsi karena tidak
relevan.
Setelah mengetahui apa saja yang diadopsi dari IFRS 13 ke PSAK 68, pada penulisan kali ini akan
dijelaskan bagaimana penerapan PSAK 68 pada lingkungan bisnis dan juga entitas.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pernyataan ini mendefinisikan nilai wajar sebagai harga yang akan diterima untuk menjual suatu
aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara
Pengukuran nilai wajar adalah untuk aset atau liabilitas tertentu. Oleh karena itu, ketika mengukur
nilai wajar, entitas memperhitungkan karakteristik aset atau liabilitas jika pelaku pasar akan
memperhitungkan karakteristik tersebut ketika menentukan harga aset atau liabilitas pada tanggal
Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa aset atau liabilitas dipertukarkan dalam suatu
transaksi teratur antara pelaku pasar untuk menjual aset atau mengalihkan liabilitas pada tanggal
pengukuran berdasarkan kondisi pasar saat ini. Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa
(a) di pasar utama (principal market) untuk aset atau liabilitas tersebut; atau
(b) jika tidak terdapat pasar utama, di pasar yang paling menguntungkan (most advantegous
3
Pelaku Pasar,
Entitas mengukur nilai wajar suatu aset atau liabilitas menggunakan asumsi yang akan digunakan
pelaku pasar ketika menentukan harga aset atau liabilitas tersebut, dengan asumsi bahwa pelaku
Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar
untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur di pasar utama (atau pasar yang paling
menguntungkan) pada tanggal pengukuran berdasarkan kondisi pasar saat ini (yaitu harga
keluaran) terlepas apakah harga tersebut dapat diobservasi secara langsung atau diestimasi
Pedoman Penerapan
Saat mengukur nilai wajar menggunakan asumsi bahwa pihak yang berpartisipasi dalam pasar
menentukan harga aset atau liablitas berdasarkan kondisi pasar saat itu, termasuk asumsi tentang
risiko.
Karakteristik atas aset dan liablitas khusus yang dipertimbangkan pihak berpartisipasi dalam pasar
4
Penerapan Aset nonkeuangan
menggunakan aset dalam penggunaan tertinggi dan terbaiknya (highest and best use) atau dengan
menjualnya kepada pelaku pasar lain yang akan menggunakan aset tersebut dalam penggunaan
Penggunaan tertinggi dan terbaik aset nonkeuangan dapat memberikan nilai maksimum dengan
melalui
• penggunaan kombinasi dengan aset atau liabilitas maka nilai wajar adalah didasarkan
– Kombinasi
– Aset pelengkap
5
• melalui penggunaan aset secara terpisah, nilai wajar adalah harga diterima dalam transaksi
menjual aset kepada pelaku pasar yang akan menggunakan secara terpisah.
Prinsip Umum
Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa liabilitas keuangan atau, liabilitas non keuangan
atau instrumen ekuitas milik entitas sendiri (contohnya kepemilikan saham yang diterbitkan
sebagai pembayaran dalam suatu kombinasi bisnis) dialihkan kepada pelaku pasar pada tanggal
pengukuran. Pengalihan liabilitas atau instrument ekuitas milik entitas sendiri mengasumsikan hal
sebagai berikut:
(a) Liabilitas akan tetap terutang dan pelaku pasar yang menerima pengalihan (transferee)
disyaratkan untuk memenuhi kewajiban tersebut. Liabilitas tidak akan diselesaikan dengan pihak
(b) Instrumen ekuitas milik entitas sendiri akan tetap beredar dan pelaku pasar yang menerima
pengalihan akan mengambil alih hak dan tanggung jawab yang terkait dengan instrumen tersebut.
Instrumen tersebut tidak akan dibatalkan atau diakhiri pada tanggal pengukuran. Ketika harga
kuotasian (quoted price) untuk pengalihan liabilitas atau instrumen ekuitas milik entitas sendiri
yang identik atau serupa tidak tersedia dan item yang identik dimiliki oleh pihak lain sebagai aset,
entitas mengukur nilai wajar liabilitas atau instrument ekuitas dari perspektif pelaku pasar yang
memiliki item yang identik sebagai aset pada tanggal pengukuran. Ketika harga kuotasian untuk
pengalihan liabilitas atau instrumen ekuitas milik entitas sendiri yang identik atau serupa tidak
tersedia dan item yang identik tidak dimiliki oleh pihak lain sebagai aset, entitas mengukur nilai
6
wajar liabilitas atau instrumen ekuitas menggunakan teknik penilaian dari perspektif pelaku pasar
a. menggunakan harga kuotasian di pasar aktif (active market) untuk item yang identik yang
dimiliki oleh pihak lain sebagai aset, jika harga tersebut tersedia.
b. jika harga tersebut tidak tersedia, menggunakan input lain yang dapat diobservasi, seperti
harga kuotasian di pasar yang tidak aktif untuk item yang identik yang dimiliki oleh pihak
c. jika harga yang dapat diobservasi dalam (a) dan (b) tidak tersedia, maka menggunakan
memperhitungkan nilai arus kas masa depan yang diharapkan akan diterima pelaku
pasar dari kepemilikannya atas liabilitas atau instrumen ekuitas sebagai aset;
untuk liabilitas atau instrumen ekuitas yang serupa yang dimiliki oleh pihak lain
sebagai aset;
Liabilitas dan Instrumen Ekuitas yang Tidak Dimiliki Pihak Lain Sebagai Aset
• Ketika harga kuotasian untuk pengalihan liabilitas atau instrumen ekuitas milik entitas
sendiri yang identik atau serupa tidak tersedia dan item yang identik tidak dimiliki oleh
pihak lain sebagai aset, entitas mengukur nilai wajar liabilitas atau instrumen ekuitas
menggunakan teknik penilaian dari perspektif pelaku pasar yang memiliki liabilitas atau
7
Risiko Wanprestasi
Nilai wajar liabilitas mencerminkan dampak risiko wanprestasi (non-performance risk). Risiko
wanprestasi mencakup, namun tidak terbatas pada, risiko kredit entitas (sebagaimana didefinisikan
dalam PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan). Risiko wanprestasi diasumsikan sama
Pembatasan yang Mencegah Pengalihan Liabilitas atau Instrumen Ekuitas Milik Entitas
Sendiri
Ketika mengukur nilai wajar liabilitas atau instrumen ekuitas milik entitas sendiri, entitas tidak
memasukkan input yang terpisah atau penyesuaian terhadap input lain yang terkait dengan
keberadaan pembatasan yang mencegah pengalihan item tersebut. Sebagai contoh, pada tanggal
transaksi, baik kreditur maupun obligor menerima harga transaksi atas liabilitas dengan
pengalihan kewajiban tersebut. Sebagai hasil dari pembatasan dimasukkan dalam harga transaksi,
input yang terpisah atau penyesuaian terhadap input yang ada saat ini tidak disyaratkan pada
tanggal transaksi untuk mencerminkan dampak dari pembatasan atas pengalihan. Serupa dengan
hal tersebut, input yang terpisah atau penyesuaian terhadap input yang ada saat ini tidak
disyaratkan pada tanggal pengukuran selanjutnya untuk mencerminkan dampak dari pembatasan
atas pengalihan.
8
Liabilitas Keuangan dengan Fitur dapat Ditarik Kembali Sewaktuwaktu
Nilai wajar liabilitas keuangan dengan fitur dapat ditarik kembali sewaktu-waktu (demand feature)
(contohnya giro) adalah tidak kurang dari jumlah yang terutang pada saat penarikan, didiskontokan
Penerapan pada Aset Keuangan dan Liabilitas Keuangan dengan Posisi Saling Hapus dalam
• Jika entitas mengelola kelompok aset keuangan dan liabilitas keuangan tersebut
berdasarkan eksposur netonya terhadap risiko pasar atau risiko kredit, entitas diizinkan
untuk menerapkan pengecualian terhadap Pernyataan ini untuk mengukur nilai wajar. Par
48
• Entitas diizinkan untuk menggunakan pengecualian jika entitas melakukan seluruh hal
sebagai berikut:
eksposur neto entitas terhadap risiko pasar tertentu atau terhadap risiko kredit
dari pihak lawan tertentu sesuai dengan risiko manajemen atau strategi investasi
II. Menyediakan informasi atas dasar tersebut, mengenai kelompok aset keuangan
9
III. Disyaratkan atau telah menentukan untuk mengukur aset keuangan dan
liabilitas keuangan tersebut pada nilai wajar dalam laporan posisi keuangan
Teknik Penilaian
Entitas menggunakan teknik penilaian yang sesuai dalam keadaan dan dimana data yang memadai
tersedia untuk mengukur nilai wajar, memaksimalkan penggunaan input yang dapat diobservasi
yang relevan dan meminimalkan penggunaan input yang tidak dapat diobservasi.
Prinsip Umum
Teknik penilaian yang digunakan untuk mengukur nilai wajar memaksimalkan penggunaan input
yang dapat diobservasi yang relevan dan meminimalkan penggunaan input yang tidak dapat
diobservasi.
Jika aset atau liabilitas yang diukur pada nilai wajar memiliki harga bid dan harga ask (contohnya
input dari pasar dealer), harga dalam bid–ask spread yang paling merepresentasikan nilai wajar
dalam keadaan tersebut digunakan untuk mengukur nilai wajar terlepas dari dimana input tersebut
10
Input Level 1
Input Level 1 adalah harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas
• Harga kuotasian di pasar aktif menyediakan bukti yang paling andal dari nilai wajar dan
• Penekanan pada Level 1 adalah untuk menentukan kedua hal sebagai berikut:
a. pasar utama untuk aset atau liabilitas atau, jika tidak terdapat pasar utama, pasar
11
b. apakah entitas dapat melakukan transaksi untuk aset atau liabilitas tersebut pada
• Entitas tidak membuat penyesuaian terhadap input Level 1 kecuali dalam beberapa keadaan
sebagai berikut:
a. tidak dapat diakses untuk setiap aset atau liabilitas tersebut secara individual
b. harga kuotasian di pasar aktif tidak merepresentasikan nilai wajar pada tanggal
pengukuran.
c. aset di pasar aktif dan harga tersebut perlu untuk disesuaikan untuk faktor yang
Input Level 2
Input Level 2 adalah input selain harga kuotasian yang termasuk dalam Level 1 yang dapat
diobservasi untuk aset atau liabilitas, baik secara langsung atau tidak langsung.
• Jika aset atau liabilitas memiliki persyaratan (kontraktual) yang spesifik, input Level 2
harus dapat diobservasi untuk keseluruhan jangka waktu yang substansial dari aset atau
a. harga kuotasian untuk aset atau liabilitas yang serupa di pasar aktif.
b. harga kuotasian untuk aset atau liabilitas yang identik atau yang serupa di pasar
c. input selain dari harga kuotasian yang dapat diobservasi untuk aset atau liabilitas,
sebagai contoh:
12
• suku bunga dan kurva imbal hasil yang dapat diobservasi pada interval
• credit spreads.
• Penyesuaian terhadap input Level 2 akan beragam, tergantung pada faktor yang spesifik
atas aset atau liabilitas. Faktor tersebut termasuk hal sebagai berikut:
b. tingkat dimana input terkait dengan item yang sebanding dengan aset atau liabilitas
Input Level 3
• Input Level 3 adalah input yang tidak dapat diobservasi untuk aset atau liabilitas.
• Input yang tidak dapat diobservasi digunakan untuk mengukur nilai wajar sejauh input
• Asumsi mengenai risiko termasuk risiko yang inheren dalam teknik penilaian tertentu yang
digunakan untuk mengukur nilai wajar (seperti model penentuan harga) dan risiko yang
• Entitas dapat mengembangkan input yang tidak dapat diobservasi menggunakan informasi
13
PENGUNGKAPAN
(a) untuk aset dan liabilitas yang diukur pada nilai wajar secara berulang (recurring) atau tidak
berulang (non-recurring) dalam laporan posisi keuangan setelah pengakuan awal, teknik penilaian
(b) untuk pengukuran nilai wajar yang berulang yang menggunakan input yang tidak dapat
diobservasi yang signifikan (Level 3), dampak dari pengukuran terhadap laba rugi atau
Untuk memenuhi tujuan pengungkapan, entitas empertimbangkan seluruh hal sebagai berikut:
• Entitas mengakuisisi aset dan mengambil alih liabilitas dalam suatu kombinasi
bisnis:
a. Aset A,
b. Aset B dan
c. Aset C.
14
• Aset C : perangkat lunak penagihan (billing) yang takterpisahkan dari bisnis yang
dikembangkan oleh entitas yang diakuisisi untuk penggunaannya sendiri, bersama dengan
Diketahui:
• setiap aset akan memberikan nilai maksimum kepada pelaku pasar utamanya melalui
penggunaannya dalam kombinasi dengan aset lain atau dengan aset dan liabilitas lain
• Tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan saat ini aset tersebut bukanlah
• Entitas menentukan bahwa pembeli finansial tidak memiliki aset yang terkait atau aset
pengganti yang akan meningkatkan nilai kelompok dimana aset tersebut akan digunakan.
• Karena pembeli finansial tidak memiliki aset pengganti, maka Aset C (yaitu perangkat
a. Aset A: Rp 300
b. Aset B: Rp 200
c. Aset C: Rp 100
15
Kelompok Aset Pembeli Strategis
• Entitas menentukan bahwa pembeli strategis memiliki aset terkait yang akan meningkatkan
nilai kelompok dimana aset tersebut akan digunakan (yaitu sinergi pelaku pasar).
• Aset tersebut mencakup aset pengganti untuk Aset C (perangkat lunak penagihan), yang
hanya akan digunakan untuk periode transaksi terbatas dan tidak dapat dijual secara
• Karena pembeli strategik memiliki aset pengganti, maka Aset C tidak akan digunakan
a. Aset A: Rp 360
b. Aset B: Rp 260
c. Aset C: Rp 30
• Nilai wajar indikasian aset sebagai suatu kelompok dalam kelompok aset pembeli strategis
adalah Rp650.
• Nilai wajar Aset A, B dan C akan ditentukan berdasarkan penggunaan aset tersebut sebagai
suatu kelompok dalam kelompok pembeli strategis (Rp360 Rp260 dan Rp30)
• Walaupun penggunaan aset dalam kelompok pembeli strategis tidak memaksimalkan nilai
wajar dari setiap aset secara tersendiri, penggunaan aset tersebut akan memaksimalkan
16
2.2 Implementasi PSAK 68
Andri Marlina melakukan suatu penelitian yang mengangkat dari masalah PSAK 68. Nilai wajar
dalam PSAK 68 lebih kepada exit price, dari pada transaction price. Dalam konsep ini, pengukuran
nilai wajar mengasumsikan bahwa transaksi untuk menjual aset atau mengalihkan liabilitas terjadi
dipasar utama (principal market) untuk aset atau liabilitas, atau jika tidak terdapat pasar utama,
maka dipasar yang paling menguntungkan (most advantegous market). Namun, PSAK ini tidak
mengatur aset atau liabilitas mana, pendapatan atau beban mana, yang harus diukur dengan nilai
wajar. Dengan demikian, semakin banyak SAK yang mengatur penggunaan nilai wajar, maka
semakin banyak SAK pula yang terkait dengan PSAK 68 ini, termasuk model revaluasi untuk aset
tetap (PSAK 16) dan aset tak terwujud (PSAK 19), model nilai wajar untuk properti investasi
(PSAK 13), pengukuran dan pengungkapan nilai wajar untuk instrumen keuangan (PSAK 50,55
dan 60), pengukuran berdasarkan nilai wajar atas aset dan liabilitas yang diterima dan imbalan
dialihkan dalam kombinasi bisnis (PSAK 22), pengukuran pendapatan pada nilai wajar (PSAK23),
pengukuran nilai terpulihkan dalam penilaian penurunan nilai (PSAK 48) dan beberapa PSAK
lain. Hal ini menyebabkan, penerapan PSAK 68 tidak semudah yang dibayangkan, karena justru
berdampak pada beberapa hal seperti, mempengaruhi laba rugi atau pendapatan komprehensif lain
bahkan hal lain di luar jangkauan PSAK seperti perpajakan. Di kebanyakan negara tidak terkecuali
Indonesia, peraturan pajak secara efektif menentukan standar akuntansi karena perusahaan harus
mencatat pendapatan dan beban dalam akun mereka untuk mengklaimnya untuk keperluan pajak.
Namun, keberadaan PSAK 68 justru mematahkan asumsi ini di mana aturan akuntansi memberi
tawaran dasar pengukuran baru yang berbeda dengan yang digunakan pada perpajakan. Lebih
lanjut, beberapa orang berpandangan bahwa penyelarasan standar akuntansi dan peraturan
perpajakan sebagai hal yang mustahil dikarenakan terdapat perbedaan tujuan yang mendasari
17
keberadaan keduanya di mana akuntansi bertujuan untuk mencerminkan karakteristik ekonomi
yang melekat pada aset atau kewajiban yang lazim dinyatakan dalam nilai uang (monetery value).
Sehingga penggunaan nilai wajar dipandang lebih tepat karena mampu mencerminkan kondisi
terkini. Beda halnya dengan pajak yang memandang penilaian bertujuan untuk mengetahui besaran
kewajiban yang harus dikeluarkan seseorang/entitas kepada negara atas aktivitas ekonomi. Hal ini
yang kemudian menyebabkan pengukuran dengan dasar harga perolehan dipandang lebih tepat.
Direktur Peraturan Perpajakan II DJP, John Hutagaol berpendapat, penghitungan pajak tidak bisa
menggunakan perkiraan, tapi harus memakai angka yang real untuk alasan keadilan. UU Nomor
28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) bahkan tidak mengatur tentang
penghitungan nilai wajar tersebut (www.iaiglobbal.or.id). Meski demikian, jurang pemisah antara
akuntansi dan perpajakan tidak bisa diabaikan begitu saja mengingat kedua standar ini harus
digunakan bersamaan. Berangkat dari hal tersebut, tulisan ini mencoba mengulas lebih dalam
bagaimana suatu konsep penilaian yang dalam hal ini nilai wajar (PSAK 68) berpengaruh terhadap
perpajakan yang terjadi di Indonesia, baik dari sisi pos-pos terkait maupun aturan yang dikeluarkan
oleh autoritas perpajakan. Mengingat, terdapat perbedaan dari historical cost accounting yang
membubuhkan biaya historis pada pospos laporan keuangan, Fair Value Accounting
membubuhkan nilai wajar.dan Hasil dari penelitian tersebut, penelitian dilakukan di PT. Astra
Internasional Tbk. Dan dapat dikataan bahwa PT. Astra Internasional Tbk. Telah menggunakan
PSAK dan IFRS sebagai acuan pembuatan laporan keuangan, untuk pSAK 68, hasil yang
didapatkan adalah PSAK berpengaruh terhadap keuangan dan perhitungan perpajakan pada PT.
18
BAB III
KESIMPULAN
19