Anda di halaman 1dari 12

TEORI AKUNTANSI

“FAIR VALUE ACCOUNTING”


Dosen: Dr. Gerianta Wirawan Yasa, S.E., M.Si.

Oleh:
Ni Putu Kristin Santika Dewi 1807531168
Ni Putu Intan Aryanti 1807531170

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2020
PEMBAHASAN

I. PEMAHAMAN FAIR VALUE ACCOUNTING

Sebelumnya, sistem akuntansi menggunakan dominasi konsep Historical Cost.


Konsep tersebut menggunakan pendekatan biaya perolehan menghasilkan nilai buku.
Untuk berbagai kepentingan, laporan nilai buku itulah yang selama ini lazim dijadikan
acuan untuk menilai sebuah perusahaan. Hal tersebut terjadi karena historical
cost hanya mengukur transaksi yang telah selesai, tidak bisa mengakui perubahan
nilai riil yang terjadi.
Sebagai gantinya ditawarkanlah konsep Fair Value yang diberlakukan dalam
IFRS untuk semua standar yang dikeluarkan. Dalam PSAK 68 menjelaskan bahwa
pengukuran nilai wajar (fair value) adalah harga yang akan diterima untuk menjual
suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam
transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran.
1. Pengukuran Nilai Wajar
Pengukuran nilai wajar adalah untuk aset atau liabilitas tertentu. Oleh karena
itu, ketika mengukur nilai wajar, entitas memperhitungkan karakteristik aset atau
liabilitas jika pelaku pasar akan memperhitungkan karakteristik tersebut ketika
menentukan harga aset atau liabilitas pada tanggal pengukuran. Karakteristik tersebut
termasuk, sebagai contoh, hal sebagai berikut:

a. Kondisi dan lokasi aset


b. Pembatasan jika ada atas penjualan atau penggunaan aset.

Dampak pengukuran yang timbul dari karakteristik tertentu akan berbeda


tergantung pada bagaimana karakteristik tersebut akan diperhitungkan pelaku pasar.
Aset atau liabilitas yang diukur pada nilai wajar dapat terdiri dari salah satu hal
sebagai berikut:

a. Aset atau liabilitas yang berdiri sendiri (contohnya instrumen keuangan atau
aset nonkeuangan)
b. Sekelompok aset, sekelompok liabilitas atau sekelompok aset dan liabilitas
(contohnya suatu unit penghasil kas atau bisnis).
2. Transaksi
Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa aset atau liabilitas
dipertukarkan dalam suatu transaksi teratur antara pelaku pasar untuk menjual aset
atau mengalihkan liabilitas pada tanggal pengukuran berdasarkan kondisi pasar saat
ini.
Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa transaksi untuk menjual aset atau
mengalihkan liabilitas terjadi:
a. Di pasar utama (principal market) untuk aset atau liabilitas tersebut
b. Jika tidak terdapat pasar utama, di pasar yang paling menguntungkan (most
advantegous market) untuk aset atau liabilitas tersebut.
Entitas harus memiliki akses ke pasar utama (atau pasar yang paling
menguntungkan) pada tanggal pengukuran. Karena entitas yang berbeda (dan bisnis
dalam entitas tersebut) dengan aktivitas yang berbeda dapat memiliki akses ke pasar
yang berbeda, pasar utama (atau pasar yang paling menguntungkan) untuk aset atau
liabilitas yang sama mungkin berbeda untuk entitas yang berbeda (dan bisnis dalam
entitas tersebut). Oleh karena itu, pasar utama (atau pasar yang paling
menguntungkan) dan juga pelaku pasar dipertimbangkan dari perspektif entitas,
sehingga memungkinkan terdapatnya perbedaan antara entitas dengan aktivitas yang
berbeda.
3. Pelaku Pasar
Entitas mengukur nilai wajar suatu aset atau liabilitas menggunakan asumsi
yang akan digunakan pelaku pasar ketika menentukan harga aset atau liabilitas
tersebut, dengan asumsi bahwa pelaku pasar bertindak dalam kepentingan ekonomik
terbaiknya. Dalam mengembangkan asumsi tersebut, entitas tidak perlu
mengidentifikasi pelaku pasar yang spesifik. Sebaliknya, entitas mengidentifikasi
karakteristik yang membedakan pelaku pasar secara umum, mempertimbangkan
faktor yang spesifik untuk seluruh hal sebagai berikut:
a. Aset atau liabilitas.
b. Pasar utama (atau pasar yang paling menguntungkan) untuk aset atau
liabilitas.
c. Pelaku pasar yang akan melakukan transaksi dengan entitas di pasar tersebut.
4. Harga
Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau
harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur di
pasar utama (atau pasar yang paling menguntungkan) pada tanggal pengukuran
berdasarkan kondisi pasar saat ini (yaitu harga keluaran) terlepas apakah harga
tersebut dapat diobservasi secara langsung atau diestimasi menggunakan teknik
penilaian lain.
Harga di pasar utama (atau pasar yang paling menguntungkan) yang
digunakan untuk mengukur nilai wajar aset atau liabilitas tidak disesuaikan dengan
biaya transaksi (transaction costs). Biaya transaksi dicatat sesuai dengan Pernyataan
lain. Biaya transaksi bukan merupakan karakteristik suatu aset dan liabilitas
melainkan, merupakan sesuatu yang spesifik atas suatu transaksi dan akan berbeda
tergantung pada bagaimana entitas melakukan transaksi untuk aset atau liabilitas
tersebut.
Biaya transaksi tidak termasuk biaya transpor (transport costs). Jika lokasi
merupakan karakteristik aset (sebagai contoh dalam kasus suatu komoditas), harga di
pasar utama (atau pasar yang paling menguntungkan) disesuaikan dengan biaya
tersebut, jika ada, yang akan dikeluarkan untuk mentranspor aset dari lokasinya saat
ini ke pasar tersebut.
5. Penerapan pada Aset Nonkeuangan
Pengukuran nilai wajar aset nonkeuangan memperhitungkan kemampuan
pelaku pasar untuk menghasilkan manfaat ekonomik dengan menggunakan aset dalam
penggunaan tertinggi dan terbaiknya (highest and best use) atau dengan menjualnya
kepada pelaku pasar lain yang akan menggunakan aset tersebut dalam penggunaan
tertinggi dan terbaiknya.
Penggunaan tertinggi dan terbaik aset nonkeuangan memperhitungkan
penggunaan aset yang secara fisik dimungkinkan, secara hukum diizinkan dan layak
secara keuangan, sebagai berikut:
a. Penggunaan yang secara fisik dimungkinkan (physically possible)
memperhitungkan karakteristik fisik aset yang akan diperhitungkan pelaku pasar
ketika menentukan harga aset (contohnya lokasi atau ukuran properti).
b. Penggunaan yang secara hukum diizinkan (legally permissible) memperhitungkan
adanya pembatasan hukum atas penggunaan aset yang akan diperhitungkan pelaku
pasar ketika menentukan harga aset (contohnya peraturan kawasan yang berlaku
atas properti).
c. Penggunaan yang layak secara keuangan (financially feasible) memperhitungkan
apakah penggunaan aset yang secara fisik dimungkinkan dan secara hukum
diizinkan menghasilkan pendapatan atau arus kas yang memadai (dengan
memperhitungkan biaya untuk mengkonversi aset untuk penggunaan tersebut)
untuk menghasilkan imbal hasil investasi yang dibutuhkan pelaku pasar dari
investasi dalam aset tersebut, digunakan dalam penggunaan tersebut
Penggunaan tertinggi dan terbaik ditentukan dari perspektif pelaku pasar,
bahkan jika entitas memiliki intensi untuk penggunaan yang berbeda. Akan tetapi,
penggunaan aset nonkeuangan saat ini oleh entitas dianggap sebagai penggunaan
tertinggi dan terbaiknya, kecuali pasar atau faktor lain menunjukkan bahwa
penggunaan yang berbeda oleh pelaku pasar akan memaksimalkan nilai aset tersebut.
6. Nilai Wajar saat Pengakuan Awal
Ketika aset diperoleh atau liabilitas diambil alih dalam transaksi pertukaran
untuk aset atau liabilitas tersebut, harga transaksi adalah harga yang dibayar untuk
memperoleh aset atau diterima untuk mengambil alih liabilitas (harga masukan (entry
price)). Sebaliknya, nilai wajar aset atau liabilitas adalah harga yang akan diterima
untuk menjual aset atau dibayar untuk mengalihkan liabilitas (harga keluaran). Entitas
tidak perlu menjual aset pada harga yang dibayar untuk memperoleh aset tersebut.
Serupa dengan hal tersebut, entitas tidak perlu mengalihkan liabilitas pada harga yang
diterima untuk mengambil alih liabilitas tersebut.
Ketika menentukan apakah nilai wajar pada saat pengakuan awal adalah sama
dengan harga transaksi, entitas memperhitungkan faktor yang spesifik atas transaksi
dan aset atau liabilitas tersebut. Jika Pernyataan lain mensyaratkan atau mengizinkan
entitas untuk mengukur aset atau liabilitas awalnya pada nilai wajar dan harga
transaksi berbeda dari nilai wajar, maka entitas mengakui keuntungan atau kerugian
yang dihasilkan dalam laba rugi, kecuali dinyatakan lain dalam Pernyataan tersebut.
7. Teknik Penilaian
Entitas menggunakan teknik penilaian yang sesuai dalam keadaan dan dimana
data yang memadai tersedia untuk mengukur nilai wajar, memaksimalkan penggunaan
input yang dapat diobservasi yang relevan dan meminimalkan penggunaan input yang
tidak dapat diobservasi.
Tujuan penggunaan teknik penilaian adalah untuk mengestimasi harga dimana suatu
transaksi teratur untuk menjual aset atau mengalihkan liabilitas akan terjadi antara
pelaku pasar pada tanggal pengukuran dalam kondisi pasar saat ini. Tiga teknik
penilaian yang digunakan secara luas antara lain:
a. Pendekatan pasar
Pendekatan pasar (market approach) merupakan teknik penilaian yang
menggunakan harga dan informasi relevan lain yang dihasilkan oleh transaksi
pasar yang melibatkan aset, liabilitas atau kelompok aset dan liabilitas yang
identik atau sebanding.
b. Pendekatan biaya
Pendekatan biaya mencerminkan jumlah yang akan dibutuhkan saat ini untuk
menggantikan kapasitas manfaat (service capacity) aset (sering disebut dengan
biaya pengganti saat ini)
c. Pendekatan penghasilan
Pendekatan penghasilan mengkonversikan jumlah masa depan (misalnya arus
kas atau penghasilan dan beban) ke suatu jumlah tunggal saat ini (yaitu di
diskontokan).
8. Hirearki Nilai Wajar
Untuk meningkatkan konsistensi dan keterbandingan dalam pengukuran nilai
wajar dan pengungkapan yang terkait, Pernyataan ini menetapkan hirarki nilai wajar
yang mengkategorikan dalam tiga level input untuk teknik penilaian yang digunakan
dalam pengukuran nilai wajar. Hirarki nilai wajar memberikan prioritas tertinggi
kepada harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas
yang identik (input Level 1) dan prioritas terendah untuk input yang tidak dapat
diobservasi (input Level 3).
Dalam beberapa kasus, input yang digunakan untuk mengukur nilai wajar aset
atau liabilitas dapat dikategorikan dalam level yang berbeda dalam hirarki nilai wajar.
Dalam kasus tersebut, pengukuran nilai wajar dikategorikan secara keseluruhan dalam
level hirarki nilai wajar yang sama dengan level input terendah yang signifikan
terhadap keseluruhan pengukuran. Penentuan signifikansi input tertentu untuk
keseluruhan pengukuran membutuhkan pertimbangan, memperhitungkan faktor
spesifik atas aset atau liabilitas tersebut. Penyesuaian untuk menghasilkan pengukuran
yang berdasarkan pada nilai wajar, seperti biaya untuk menjual ketika mengukur nilai
wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual, tidak diperhitungkan ketika menentukan
level hirarki nilai wajar dimana pengukuran nilai wajar dikategorikan.
Ketersediaan input yang relevan dan subjektivitas relatifnya dapat
mempengaruhi pemilihan teknik penilaian yang sesuai. Akan tetapi, hirarki nilai wajar
memprioritaskan input atas teknik penilaian, bukan teknik penilaian yang digunakan
untuk mengukur nilai wajar. Sebagai contoh, suatu pengukuran nilai wajar yang
dikembangkan menggunakan teknik nilai kini dapat dikategorikan dalam Level 2 atau
Level 3, tergantung pada input yang signifikan terhadap keseluruhan pengukuran dan
tingkat hirarki nilai wajar dimana input tersebut dikategorikan.
Teknik penilaian yang digunakan dalam mengukur nilai wajar memaksimalkan
penggunaan input yang dapat diobservasi yang relevan dan meminimalkan
penggunaan input yang tidak dapat diobservasi. Input tersebut dikategorikan dalam
tiga level hirarki nilai wajar, yaitu:
a. Input Level 1
Yaitu harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas
yang identik yang dapat diakses entitas pada tanggal pengukuran.
Harga kuotasian di pasar aktif menyediakan bukti yang paling andal dari nilai
wajar dan digunakan tanpa penyesuaian.
Penekanan pada Level 1 adalah untuk menentukan kedua hal sebagai berikut:
1. Pasar utama untuk aset atau liabilitas atau, jika tidak terdapat pasar utama,
pasar yang paling menguntungkan untuk aset atau liabilitas tersebut; dan
2. Apakah entitas dapat melakukan transaksi untuk aset atau liabilitas
tersebut pada harga di pasar tersebut pada tanggal pengukuran.
b. Input Level 2
Yaitu input selain harga kuotasian yang termasuk dalam Level 1 yang dapat
diobservasi untuk aset atau liabilitas, baik secara langsung atau tidak langsung.
Jika aset atau liabilitas memiliki persyaratan (kontraktual) yang spesifik, input
Level 2 harus dapat diobservasi untuk keseluruhan jangka waktu yang substansial
dari aset atau liabilitas tersebut. Input Level 2 termasuk ke dalam beberapa hal
sebagai berikut:
1. harga kuotasian untuk aset atau liabilitas yang serupa di pasar aktif.
2. harga kuotasian untuk aset atau liabilitas yang identik atau yang serupa di
pasar yang tidak aktif.
3. input selain dari harga kuotasian yang dapat diobservasi untuk aset atau
liabilitas, sebagai contoh:
 suku bunga dan kurva imbal hasil yang dapat diobservasi pada
interval kuotasi yang umum;
 loyatilitas yang tersirat
 credit spreads.
4. input yang diperkuat pasar (market-corroborated inputs).
Penyesuaian terhadap input Level 2 akan beragam, tergantung pada faktor
yang spesifik atas aset atau liabilitas. Faktor tersebut termasuk ke dalam hal
sebagai berikut:
 kondisi atau lokasi aset
 tingkat dimana input terkait dengan item yang sebanding dengan
aset atau liabilitas
 volume atau level aktivitas di pasar dimana input dapat diamati.
c. Input Level 3
Yaitu input yang tidak dapat diobservasi untuk aset atau liabilitas. Input yang
tidak dapat diobservasi digunakan untuk mengukur nilai wajar sejauh input yang
dapat diobservasi yang relevan tidak tersedia. Asumsi mengenai risiko termasuk
risiko yang inheren dalam teknik penilaian tertentu yang digunakan untuk
mengukur nilai wajar (seperti model penentuan harga) dan risiko yang inheren
dalam input untuk teknik penilaian. Entitas dapat mengembangkan input yang
tidak dapat diobservasi menggunakan informasi terbaik yang tersedia

PSAK 68 mendefinisikan input sebagai “asumsi yang akan digunakan pelaku


pasar ketika menentukan harga aset atau liabilitas termasuk asumsi mengenai risiko,
seperti berikut:

a. Risiko yang inheren dalam teknik penilaian tertentu yang digunakan untuk
mengukur nilai wajar (seperti model penentuan harga).
b. Risiko yang inheren dalam input yang digunakan dalam teknik penilaian.

II. KELEBIHAN FAIR VALUE


Kelebihan Fair Value Accounting menurut Penman (2007;33) mengemukakan
argumen mengenai kelebihan dari Fair Value:
1. Investor-investor berkaitan dengan nilai, bukan biaya, maka melaporkan fair
value accounting
2. Dengan berlalunya waktu, harga historis jadinya tidak relevan di dalam menaksir
posisi keuangan suatu entitas. Harga menyediakan informasi terbaru sekitar nilai
dari aset-aset.
3. Fair Value Accounting melaporkan aset dan kewajiban dalam cara yang ekonomis
akan memperhatikan mereka; fair value accounting mencerminkan unsur pokok
ekonomi yang benar.
4. Fair Value Accounting melaporkan ekonomic income: seturut diterima secara luas
defenisi Hicksian dari pendapatan sebagai perubahan dalam kekayaan, perubahan
dalam fair value accounting dari aset bersih pada neraca menghasilkan
pendapatan. Fair value accounting adalah solusi kepada permasalahan akuntan
dalam pengukuran pendapatan, dan lebih disukai dibanding ratusan peraturan
yang mendasari pendapatan historical cost.
5. Fair value accounting adalah pengukuran berbasis pasar yang tidak dipengaruhi
oleh faktor-faktor khusus untuk entitas tertentu; secara setimpal itu menunjukkan
satu pengukuran yang tidak bias yang konsisten dari periode ke periode dan lintas
entitas.

III. KELEMAHAN FAIR VALUE

Meskipun fair value dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari historical


cost, namun masih terdapat kelemahan dari penerapan fair value. Menurut
Krumwiede (2008) terdapat beberapa kritik terhadap fair value :
1. Meskipun bermaksud baik, namun perkiraan manajemen dengan fair value bisa
menjadi salah dan meluas pada prediksi dan estimasi yang salah.
2. Oportunistik dan ketidakjujuran manajemen dapat menyebabkan aksi pemanfaatan
dari proses penilaian dan estimasi yang rentan untuk dimanipulasi.
Sedangkan menurut Warsidi (2010), terdapat beberapa keburukan dari fair
value, antara lain:  
1. Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset
pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi, sehingga sangat
sensitive terhadap pasar.
2. Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark-to-market, yaitu aset
dicantumkan dengan harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka.
Akibatnya, terjadi perubahan terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan
ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan yang berdampak pada laba
dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah
laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis oleh manajemen ataukah terjadi
karena perubahan yang terjadi pada pasar.
3. Banyak pihak, utamanya lembaga-lembaga keuangan mengkhawatirkan akuntansi
yang berdasarkan harga pasar akan menyebabkan Volatility kinerja lembaga
karena semakin mudahnya berfluktuatif nilai item-item aktiva maupun liabilitas.
PENUTUP

Fair value telah ditetapkan oleh IASB sebagai dasar dalam mengukur nilai aset
dengan diperkenalkannya IFRS diberbagai belahan dunia. Demikian pula GAAP yang
mewakili standar akuntansi keuangan Amerika, sejak tahun 2006 telah memberlakukan SFAS
157 tentang Fair Value Measurement. Fair Value hadir dengan misi menggantikan konsep
pengukuran historical cost yang dinilai telah kehilangan relevansinya.
Namun demikian, kemunculan fair value telah menyebabkan terjadi begitu banyak
perdebatan mengenai kelebihan dan kekurangan atas perannya sebagai dasar pengukuran
dalam akuntansi. Meskipun fair value dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan
dari historical cost, namun masih terdapat beberapa kelemahan dari penerapannya.
Meskipun bermaksud baik, namun perkiraan manajemen dengan fair value bisa
menjadi salah dan meluas pada prediksi dan estimasi yang salah. Masalah oportunistik dan
ketidakjujuran manajemen pula dapat menyebabkan aksi pemanfaatan dari proses penilaian
dan estimasi yang rentan untuk dimanipulasi.
Ada pula beberapa kelemahan lain dari fair value, seperti dengan adanya penilaian
aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi, sehingga sangat sensitive
terhadap pasar. Akuntansi fair value juga berproses melalui akuntansi mark-to-market, yaitu
aset dicantumkan dengan harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Akibatnya,
terjadi perubahan terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset
mengalami kenaikan dan penurunan yang berdampak pada laba dan rugi yang dicatat. Hal ini
membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan
bisnis oleh manajemen ataukah terjadi karena perubahan yang terjadi pada pasar. Banyak
pula pihak, utamanya lembaga-lembaga keuangan  mengkhawatirkan akuntansi yang
berdasarkan harga pasar akan menyebabkan Volatility kinerja lembaga karena semakin
mudahnya berfluktuatif nilai item-item aktiva maupun liabilitas.
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia. Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 68:
Pengukuran Nilai Wajar. Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan, 2013.

Warsidi. 2010. Pro Kontra Fair Value, Kebaikan dan Keburukan Fair Value Sebagai Dasar
Pengukuran Aset. http://seminarakuntansi.warsidi.com/2010/05/pro-kontra-fair-value-
kebaikan-dan.html. (diakses 13 November 2020)

Anda mungkin juga menyukai