Anda di halaman 1dari 7

Infeksi Menular Seksual

A. Program Pencegahan dan Penanggulangan

a) Sasaran

i. Primer, kelompok masyarakat berisiko tinggi yaitu WTS, PSK, pramuria,


panti pijat bar/ diskotik/ klub malam/ hotel/ waria/ gay/ lesbian

ii. Sekunder, Masyarakat yang bisa mempengaruhi sasaran primer yaitu


tokoh agama, masyarakat, ketua organisasi , LSM, pemilik
tempat-tempat hiburan.

iii. Tersier masyarakat umum, khususnya remaja dan pemuda.

b) Strategi

i. Memutuskan mata rantai penularan IMS

ii. Memberikan dukungan pelayanan

c) Kegiatan

i. Pengumpulan data dasar

ii. Serosurvei sifilis

iii. Pengobatan penderita sifilis

iv. Monitoring PMS di rumah sakit

v. Penyuluhan dan sosialisasi kondom

d) Langkah –langkah

i. Program 1

1. Pengumpulan data dasar: jumlah PSK dan orang beresiko tinggi.


2. Penetapan target dan lokasi

3. Persiapan sumber daya

4. Pemberitahuan kepada sektor terkait.

ii. Program 2

1. Membantu pengambilan sampel darah (4ml serum).

2. Mengumpulkan sampel darah

3. Pengiriman sampel

iii. Program 3

1. Serosurvei AIDS 2 kali pertahun

2. Tindak lanjut hasil: VDRL (+) liter 1: 4/TPHA (+) > diobati VDRL
liter 1: 1 atau 1: 2 > pemeriksaan ulang.

B. Triad Epidemiologi dan Riwayat Alamiah Penyakit

1. Agent

IMS disebabkan oleh lebih dari 30 bakteri yang berbeda, virus dan parasit
dan tersebar terutama melalui kontak seksual, termasuk vaginal, anal dan oral
seks. Berikut beberapa patogen penyebab IMS dan manifestasi klinis yang
ditimbulkan oleh bakteri (Neisseria gonorrhroeae, Chlamydia trachomatis,
Treponema pallidum, Haemophilus ducreyi, Klebsiella granulomatis,
Mycoplasma genitalium, ureaplasma urealyticum), virus (Human
Immunodeficiency Virus/HIV, Herpes simplex virus/HSV tipe 1 dan 2, Human
papillomavirus/HPV, virus hepatitis B, Virus moluskum kontagiosum), protozoa
(Trichomonas vaginalis), jamur (Candida albicans), dan parasit (Phtirus pubis,
Sarcoptes scabiei)pada pedoman nasional penanganan infeksi menular seksual
2011.
2. Host

Pejamu IMS umumnya adalah manusia. Seperti penyakit menular lainnya,


distribusi IMS pada populasi tidaklah statis. Tiga faktor yang diyakini
mempengaruhi derajat IMS, antara lain:

1. Kemampuan infeksi agent (penularan tiap kontak seksual),

2. Lama paparan,

3. Perubahan mitra seks antar orang yang terinfeksi.

Individu yang beresiko tinggi adalah individu yang sering berganti pasangan
seksual. Namun, patogen pada individu yang beresiko tinggi menyebar pada
populasi umum dengan cepat karena umumnya pelanggan (populasi antara,
bridging population) dari individu yang beresiko tinggi seperti WPS, mempunyai
pasangan tetap atau tidak tetap lainnya di populasi umum.

Ada beberapa kelompok resiko yang rentan terhadap penularan IMS, antara
lain:

 Wanita Penjaja Seks Langsung (WPSL) adalah wanita yang beroperasi


secara terbuka sebagai penjaja seks komersial.

 WPS Tidak Langsung (WPSTL) adalah wanita yang beroperasi secara


terselubung sebagai penjaja seks komersial, yang biasanya bekerja pada
bidang-bidang pekerjaan tertentu seperti bar, panti pijat dan sebagainya.

 Pria risiko tinggi (risti), ditentukan dengan pendekatan jenis pekerjaan


dengan rincian sebagai berikut:

 Sopir truk adalah mereka yang bekerja sebagai sopir truk antar kota.

 Tukang ojek adalah mereka yang bekerja sebagai tukang ojek.

 Pelaut/Anak Buah Kapal (ABK) adalah mereka yang bekerja sebagai


anak buah kapal barang atau muatan.

 Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) adalah mereka yang bekerja


sebagai pekerjabongkar muat barang di pelabuhan laut.
 Wanita-pria (waria) adalah pria yang berjiwa dan bertingkah laku, serta
mempunyai perasaan seperti wanita.

 Lelaki suka Seks dengan Lelaki (LSL) adalah pria yang mengakui
dirinya sebagai orang yang biseksual/homoseksual.

 Pengguna napza suntik (Penasun) adalah orang yang memiliki


ketergantungan napza dengan cara disuntikkan.

 Narapidana adalah pria dan wanita yang sudah divonis menjalani


hukuman dan berada di lapas/rutan yang ada di Indonesia.

 Remaja sekolah yang melakukan seksual aktif.

Secara biologis, anatomi host, keadaan flora vagina, keadaan hormonal dan
status imunologi dapat meningkatkan risiko tertular IMS. IMS pada umumnya
menginfeksi permukaan mukosa seperti lapisan uretra pada penis (pria) dan
dinding vagina serta leher rahim (perempuan), faring dan rektum.Luas permukaan
mukosa pada vagina yang relatif besar pada perempuan meningkatkan risiko
untuk terkena IMS. Selain itu, terdapat beberapa jenis IMS yang hanya
menginfeksi sel target tertentu, misalnya gonore dan klamidia yang lebih memilih
sel epitel kolumnar pada lapisan serviks wanita, dimana sel-sel ini lebih terbuka
pada wanita usia muda sehingga semakin meningkatkan risiko terjangkitnya IMS
jika melakukan hubungan seksual pada usia dini. Faktor biologis lainnya yang
dapat mempengaruhi akuisisi dari IMS yaitu bilas vagina (vaginal douching)
setelah melakukan hubungan seks atau menstruasi dapat meningkatkan risiko
IMS pada perempuan yang dapat menimbulkan lecet atau luka pada dinding
vagina, selain itu kekerasan seksual, penggunaan obat herbal untuk mengeringkan
vagina (budaya tertentu) dapat meningkatkan peluang seseorang untuk tertular
IMS. Hormonal dan imunologi host seperti kehamilan, penggunaan kontrasepsi
oral juga dapat meningkatkan risiko terkena IMS.

3. Lingkungan
Faktor sosial budaya dapat mempengaruhi pola IMS. Sosial demografis
seperti usia muda, ketidakseimbangan gender, urbanisasi dari desa ke kota
mempunyai peran penting pada prevalensi IMS. Usia muda dalam hal ini
mempunyai proporsi yang lebih besar dari populasi yang rentan terhadap IMS.
Banyak masyarakat desa migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan, tempat tinggal
yang aman ataupun mencari pasangan. Selain itu , desakan ekonomi memaksa
individu terutama wanita muda untuk memilih atau menyediakan transaksi seks
yang tentunya mempengaruhi pola transmisi IMS. Tingkat pendidikan dan
kepercayaan masyarakat terhadap kesehatan dalam hal ini IMS juga berhubungan,
misalnya: kesediaan masyarakat untuk mendukung penyebaran informasi tentang
strategi risiko dan pencegahan IMS seperti penggunaan kondom untuk
melindungi diri dari tertular IMS. Stigma sosial mengenai IMS dapat
menyebabkan seseorang dengan gejala IMS meghindari atau menunda mencari
pelayanan kesehatan sehingga meningkatkan konsekuensi jangka panjang dan
penyebaran IMS di masyarakat.

C. Penularan IMS

IMS disebabkan lebih dari 30 jenis pathogen seperti bakteri, virus dan parasit
dan tersebar terutama melalui kontak seksual, termasuk melalui cara vaginal, anal
dan oral seks .Selain IMS dapat menyebar melalui kontak seksual, organisme
penyebabIMS juga dapat menyebar melalui cara-cara non-seksual seperti melalui
transfusi darah.IMS seperti klamidia, gonore, hepatitis B, HIV, HPV, HSV-2 dan
sifilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan.
Seseorang dengan IMS dapat tanpa gejala (asimptomatik) dari suatu penyakit.
Oleh karena itu, istilah "Infeksi Menular Seksual" adalah istilah yang lebih luas
dari "Penyakit Menular Seksual" (PMS). Gejala umum dari IMS adalah keputihan,
penyumbatan uretra pada pria, ulkus genital dan nyeri perut. Terdapat delapan
dari 30 patogen lebih yang diketahui dapat ditularkan melalui hubungan seksual
setelah dikaitkan dengan kejadian terbesar penyakit. Delapan infeksi ini, terdiri
dari empat yang dapat disembuhkan, yaitu : sifilis, gonore, klamidia dan
trikomoniasis. Sedangkan empat lainnya adalah infeksi virus dan tidak dapat
disembu.hkan, tetapi dapat dikurangi atau termodulasi melalui pengobatan, yaitu:
hepatitis B, herpes, HIV, dan HPV

D. Pencegahan IMS

a. Pencegahan Primer

Intervensi konseling dan perilaku menawarkan pencegahan primer terhadap


IMS termasuk HIV, serta kehamilan yang tidak disengaja. Pendidikan seks yang
komprehensif, konseling seks/pengurangan risiko, promosi dan penyediaan
kondom, dan intervensi ditargetkan untuk populasi berisiko tinggi dan rentan.
Selain itu, konseling dapat bertujuan untuk meningkatkan keterbukaan tentang
gejala IMS dan memotivasi kelompok resiko tinggi untuk mencari pengobatan
IMS.

Vaksinisasi yang relatif baru, aman dan ampuh terhadap jenis HPV yang
menjadi penyebab 70 % dari kanker serviks, dan mencegah kutil kelamin telah
diaplikasikan pada beberapa negara maju. Vaksin HPV diberikan selama masa
remaja dan program awal vaksinasi untuk HPV lebih sulit untuk diterapkan.
Hambatan tambahan termasuk rejimen tiga dosis, biaya awal pengembangan
vaksinisasi yang tinggi, dan ketidaknyamanan publik terkait vaksin IMS yang
diberikan kepada remaja. Sehingga, vaksiniasi masih sulit diterapkan di negara
berkembang yang tinggi angka kanker serviksnya. Vaksin hepatitis B yang aman
dan efektif dan telah universal direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) sejak tahun 1992. Lebih dari 90% dari negara-negara sekarang
telah memperkenalkan vaksinasi hepatitis B ke dalam program nasional imunisasi
bayi, dan sebagian besar negara-negara ini telah mencapai >90% cakupan vaksin

Gencarnya intervensi sunat pada laki-laki dewasa telah dilaksanakan tidak


hanya pada kelompok agama tertentu, tetapi sudah menjadi intervensi universal
untuk kesehatan. Manfaat tidak hanya secara substansial mengurangi risiko HIV
heteroseksual, tetapi juga merupakan faktor protektif terhadap IMS lainnya,
seperti HSV-2 dan HPV. Tidak ada intervensi biomedis tambahan yang tersedia
saat ini, termasuk mikrobisida.

b. Pencegahan Sekunder
Manajemen sindrom, tes diagnostik, dan pengobatan antimikroba yang tepat
dapat mengurangi tingkat keparahan IMS dan penularan IMS pada orang lainnya.
Manajemen sindrom biasanya dilakukan pada negara berpenghasilan rendah dan
menengah sedangkan tes diagnostik dilakukan pada negara berpenghasilan tinggi.
Manajemen sindrom menitikberatkan pada gejala yang timbul pada genital untuk
diagnosis IMS sehingga cocok untuk pengobatan dan perawatan tanpa
menggunakan tes laboratorium. Manajemen sindrom cocok untuk sindrom duh
dan uretra. Sedangkan tes diagnostik, yang cepat dan akurat untuk sifilis sekarang
sudah tersedia. Murah, hasil didapat dalam waktu 15-20menit, dan mudah
digunakan dengan pelatihan yang minimal. Tes diagnostik cepat untuk sifilis
yang digunakan dalam beberapa aspek terbatas sumber daya, dimana hambatan
dalam penerapannya yaitu kurangnya kesadaran dan pelatihan, dan
kurangnyasumber pendanaan untuk pengadaan.

Pengobatan antimikroba efektif saat ini tersedia untuk beberapa IMS .Namun,
munculnya organisme yang resistant terhadap obat, terutama gonore, dapat
merusak pengendalian IMS dibeberapa aspek. Resistensi antimikroba terhadap
sefalosporin, yang merupakan obat kelas lini pertama yang efektif melawan
gonore telah dilaporkan.

c. Pencegahan Tersier

Patuh pada pengobatan akan mengurangi tingkat resistensi virus, bakteri dan
mikroba penyebab IMS. Penggunaan kondom pada kelompok resiko tinggi juga
dapat mengurangi penularan berulang IMS.

Sumber:

Najmah.. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: CV. Trans Info Media

Kunoli, Firdaus J. 2013. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular: Untuk


Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Jakarta: CV. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai