Formulasi Krim Metil Salisilat 10 Dan Me
Formulasi Krim Metil Salisilat 10 Dan Me
Disusun oleh :
Kelompok II
Farmasi B 2013
I. Tujuan
1. Mahasiswa mampu merancang formula sediaan krim
2. Mahasiswa mampu membuat dan melakukan evaluasi sediaan krim
3. Mahasiswa mampu menganalisa pengaruh berbagai jenis basis krim terhadap
stabilitas krim
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar. Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai. Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi
kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak
dalam air (m/a) Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan
ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk obat luar
adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi,
dan lainnya (Rowe, 2009).
Kualitas dasar krim, yaitu stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim
harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam
kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
dan homogen. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata
melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan (Anief, 1994).
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu (Anief,
1994):
Kelebihan sediaan krim, yaitu mudah menyebar rata, praktis, mudah dibersihkan
atau dicuci, cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, tidak lengket terutama tipe
m/a, memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m, digunakan sebagai kosmetik,
bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun. Sedangkan
kekurangan sediaan krim, yaitu susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus
dalam keadaan panas. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas.
Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem campuran
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan
penambahan salah satu fase secara berlebihan (Sumardjo, Damin, 2006)
Formula dasar krim, antara lain terdiri dari fase minyak dan fase air. Fase minyak,
yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
Contoh : asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak,
cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya. Sedangkan fase air,
yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh : Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH, KOH, Na 2CO3,
Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil
alkohol, polisorbatum/ Tween, Span dan sebagainya). Bahan-bahan penyusun krim, antara
lain, zat berkhasiat, fase minyak, fase air, pengemulsi, bahan pengemulsi. Bahan
pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan sifat krim
yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan emulgide,
lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol, trietanolamin stearat,
polisorbat, PEG. Sedangkan, bahan-bahan tambahan dalam sediaan krim, antara lain: Zat
pengawet, untuk meningkatkan stabilitas sediaan. Bahan pengawet sering digunakan
umumnya metil paraben (nipagin) 0,12-0,18%, propil paraben (nipasol) 0,02-0,05%.
Pendapar, untuk mempertahankan pH sediaan Pelembab. Antioksidan, untuk mencegah
ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh (Sumardjo, Damin, 2006).
Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus dibuatkan
kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu ditaati. Pertama, tujuan
pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat yang baik. Kedua, setiap pelaksanaan
harus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan
standard an spesifikasi yang telah ada. Evaluasi Organoleptis, evalusai organoleptis
menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan
menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya
pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di
peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik. Evaluasi pH, evaluasi pH
menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di gunakan
untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap,
dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
Evaluasi daya sebar, dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang
berskala. Kemudian bagian atasnya diberi kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya,
dan di beri rentang waktu 1 – 2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap
penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar ( dengan waktu tertentu secara teratur
). Evaluasi penentuan ukuran droplet, untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan
krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan
pada objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan – tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya. Uji aseptabilitas sediaan, dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang
yang di kasih suatu quisioner di buat suatu kriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan,
sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat
skoring untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut,
sangat lembut (Ansel,1989).
Rumus Molekul :
Titik Leleh : 69 – 70
Rumus Molekul : O
100
1.2 gram x 5 = 6 gram ( untuk 5 pot )
5 x 6 g = 0.3 gram
100
Total menthol yang dibutuhkan: 6 gram + 0.3 gram = 6.3 gram
c. Asam stearat 13 %
13 x 30 gram = 3.9 gram ( untuk 1 pot)
100
3.9 gram x 5 = 19.5 gram ( untuk 5 pot )
5 x 19.5 g = 0.975 gram
100
Total asam stearat yang dibutuhkan: 19.5 gram + 0.975 gram = 20.475 gram
d. Stearyl alcohol 1 %
1 x 30 gram =0. 3 gram ( untuk 1 pot)
100
0.3 gram x 5 = 1.5 gram ( untuk 5 pot )
0.3 x 15 g = 0.075 gram
100
Total staryl alcohol yang dibutuhkan: 1.5 gram + 0.075 gram = 1.575 gram
e. Cetyl alcohol 1 %
1 x 30 gram =0. 3 gram ( untuk 1 pot)
100
0.3 gram x 5 = 1.5 gram ( untuk 5 pot )
0.3 x 15 g = 0.075 gram
100
Total cetyl alcohol yang dibutuhkan: 1.5 gram + 0.075 gram = 1.575 gram
f. KOH 1 %
1 x 30 gram =0. 3 gram ( untuk 1 pot)
100
0.3 gram x 5 = 1.5 gram ( untuk 5 pot )
0.3 x 15 g = 0.075 gram
100
Total KOH yang dibutuhkan: 1.5 gram + 0.075 gram = 1.575 gram
g. Gliserin 10 %
10 x 30 gram = 3 gram ( untuk 1 pot)
100
3 gram x 5 = 15 gram ( untuk 5 pot )
5 x 15 g = 0.75 gram
100
Total gliserin yang dibutuhkan: 15 gram + 0.75 gram = 15.75 gram
h. Propylene Glycol 15 %
15 x 30 gram = 4.5 gram ( untuk 1 pot)
100
4.5 gram x 5 = 22.5 gram ( untuk 5 pot )
5 x 22.5 g = 1.125 gram
100
Total propylene glycol yang dibutuhkan: 22.5 gram + 1.125 gram = 23.625 gram
i. Metil paraben 0.18 %
0.18 x 30 gram = 0.054 gram ( untuk 1 pot)
100
0.054 gram x 5 = 0.27 gram ( untuk 5 pot )
5 x 0.27 g = 0.0135 gram
100
Total metil paraben yang dibutuhkan: 0.27 gram + 0.0135 gram = 0.2835 gram
j. Propil paraben 0.02 %
0.02 x 30 gram = 0.006 gram ( untuk 1 pot)
100
0.006 gram x 5 = 0.03gram ( untuk 5 pot )
5 x 0.03 g = 0.0015 gram
100
Total propil paraben yang dibutuhkan: 0.03 gram + 0.0015 gram = 0.0315 gram
k. BHT 0.05 %
0.05 x 30 gram = 0.015 gram ( untuk 1 pot)
100
0.015 gram x 5 = 0.075 gram ( untuk 5 pot )
5 x 0.075 g = 0.00375 gram
100
Total BHT yang dibutuhkan: 0.015 gram + 0.00375 gram = 0.0788 gram
Fase Minyak
Hasil
Hasil
Hasil
Fase
minyak
Fase Air
-Didinginkan
keadaan
tertutup
Hasil
Hasil
Aq bebas Hasil
CO2
-larutkan Nipagin kedalam
-Aq bebas CO2 di panaskan Propilen Glikol ad larut
0,94 ml
Hasil
Hasil fase
Air
Pencampuran kedua Fase
-Diaduk dengan menggunakan stirrer dengan kecepatan 1000 rpm hingga terbentuk masa
semisolid
-Dikemas rapi
-Dilakukan evaluasi
Hasil
VIII. Uji Mutu Sediaan Farmasetika Sediaan Akhir
8.1 Evaluasi Organoleptis (FI III, hal XXX)
Prinsip:
Diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar krim
Tujuan :
Untuk dapat mengevaluasi organoleptis sediaan
Metode :
1. Bau : mengenali aroma atau bau sediaan sirup dengan mencium aroma sediaan.
2. Warna : melihat warna dari sediaan sirup
3. Bentuk : mengenali bentuk dari sediaan.
4. Konsistensi : dirasakan konsistensi dari krim
Penafsiran Hasil :
Sediaan krim yang dihasilkan akan memiliki bentuk semisolid, warna putih dan berbau
menthol serta konsistensinya lembut.
8.2 Evaluasi Homogenitas
Prinsip :
Sebagian sampel diamati pada gelas objek secara visual
Tujuan :
Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dari suatu krim
Metode:
Susunan partikel yang terbentuk dari sediaan akhir diamati secara visual. Metodenya
sampel diambil pada bagian atas, tengah atau bawah. Sampel diletakkan pada gelas objek
dan diratakan dengan gelas objek lain hingga lapisan tipis terbentuk. Setelah itu susunan
partikel yang terbentuk diamati visual (FI III, Hal 33).
Penafsiran hasil :
Sediaan krim yang dihasilkan memperlihatkan jumlah atau distribusi ukuran partikel yang
sama di bagian manapun
8.3 Evaluasi Tipe Krim
Prinsip:
Uji tipe emulsi ini dapat menggunakan metode pengenceran, dye stabiliting test
(menggunakan reagen methylene blue atau sudan III), CaCl2/kertas saring, fluorescence
dan konduktivitas.
Tujuan :
Untuk dapat mengetahui tipe krim dari sediaan
Metode :
Dengan menggunakan metode pengenceran dan dye stabiliting test. Untuk yang metode
pengenceran dengan cara mengencerkan sediaan dalam air hasilnya jika bertipe o/w maka
akan dapat terencerkan dan sebaliknya. Untuk dye stabiliting test dengan memberikan
reagen methylene blue atau sudan III pada sediaan, hasilnya jika bertipe o/w maka dengan
methylene blue akan menghasilkan warna biru dan tidak akan menghasilkan warna merah
jika dengan reagen sudan III dan sebaliknya untuk yang bertipe w/o.
Penafsiran Hasil :
Sediaan krim apabila diberi methylene blue tampak fase luar berwarna biru (menyebar)
dan apabila diberi sudan III fase partikel minyak berwarna merah (tipe krim o/w).
8.4 Evaluasi Freeze Thawing
Prinsip :
Sediaan ditempatkan pada botol dan disimpan pada kondisi yang dipaksakan yakni suhu
4˚C dan 40˚C
Tujuan:
Untuk mengetahui ketidakstabilan krim
Metode:
Krim ditempatkan pada wadah yang ditutup kemudian disimpan pada suhu 4˚C selama
2x24 jam dan 40˚C selama 2x24 jam
Penafsiran Hasil :
Sediaan krim tetap stabil setelah evaluasi freeze thawing.
8.5 Evaluasi Daya Sebar
Prinsip :
Uji daya sebar dengan menggunakan lempeng kaca dan anak timbangan gram
Tujuan:
Untuk mengetahui daya sebar krim
Metode:
Krim ditimbang ±0,5 gram, diletakkan pada kaca bundar bagian rengah diatas diberi anak
timbangan sebagai beban dan dibiarkan 1menit. Diameter krim yang menyebar (dengan
mengambil panjang rata-rata diameter dari beberapa sisi), diukur. 50 gram, 100 gram,200
gram, 300gram, 400 gram dan 500 gram digunakan sebagai beban, pada setiap
penambahan beban didiamkan selama 1 menit dan diukur diameter krim yang menyebar
(Ansel, 1989).
Penafsiran Hasil :
Daya sebar krim dengan bertambahnya beban akan bertambah besar pula diameternya.
8.6 Evaluasi Daya Lekat
Prinsip :
Sampel diukur kecepatan waktu saat terlepas dari antara dua gelas objek yang diberi
beban tertentu.
Tujuan:
Untuk mengetahui daya lekat krim
Metode:
Sejumlah sampel ±0,25 gram dilekatkan diantara dua gelas objek kemudian ditekan
dengan beban 1kg selama 5 menit. Setelah itu beban diambil kemudian gelas objek
diangkat menggunakan tangan dan dihitung waktu gelas objek jatuh (terlepas antara
keduanya) (Miranti,2009).
Penafsiran Hasil :
Sediaan krim memiliki daya lekat yang tinggi sehingga memberikan efek terapi yang
lebih lama.
8.7 Evaluasi pH
Prinsip:
Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan potensiometri
Tujuan :
Untuk dapat menentukan pH dari sediaan
Metode :
Penetapan pH dilakukan dengan cara potensiometri atau kolorimetri. Semua larutan untuk
penetapan pH menggunakan air bebas karbondioksida p. pengukuran pada suhu
25˚C±2˚C, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing (FI IV, hal. 1039).
Penafsiran hasil :
Sediaan krim yang dihasilkan akan memiliki pH 6,0-7,0
IX. Tabel Data Pengamatan
9.1 Proses Pembuatan Sediaan
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Diukur aquadest sebanyak 150ml Didapatkan aquadest bebas CO2
dalam beaker glass dan sebanyak 150ml
dididihkan menggunakan
penangas air .Setelah mendidih
aquadest didinginkan dalam
keadaan tertutup
2. Ditimbang asam stearate Didapatkan asam stearate sebanyak
sebanyak 20,475 gram dan 20,4754 gram didalam beaker glass
dimasukkan beaker glass
4. Asam stearate dilelehkan di atas Didapatkan lelehan asam stearat
hot plate
5. Ditimbang stearil alcohol Didapatkan stearil alcohol sebanyak
sebanyak 1,575 gram 1,575 gram
6. Dilelehkan stearil alcohol Didapatkan canpuran lelehan asam
bersama lelehan asam stearate stearate dengan stearil alkohol
7. Ditimbang setil alcohol sebanyak Didapatkan setil alcohol sebanyak
1,575 gram 1,575 gram
8. Dilelehkan setil alcohol bersama Didapatkan lelehan setil alcohol yang
lelehan (5) tercampur dengan lelehan (5)
9. Ditimbang propil paraben Diperoleh propil paraben sebanyak
sebanyak 0,0315 gram 0,0315 gram
10. Ditimbang BHT sebanyak 0,0788 Didapatkan BHT sebanyak 0,0788
gram gram
11. BHT dilarutkan dengan etanol qs Didapatkan larutan BHT
12. Ditimbang menthol sebanyak 6,3 Didapatkan menthol sebanyak 6,3090
gram gram
13. Dilarutkan menthol dengan etanol Didapatkan larutan menthol
qs
14. Dicampurkan (9)+(11)+(13) ke Diperoleh campuran (9)+(11)+(13)+(7)
(7)
15. Ditimbang metil salisilat Diperoleh metil salisilat sebanyak
sebanyak 15,75 gram 15,755 gram
16. Dicampurkan metil salisilat ke Diperoleh fase minyak
dalam (14)
17. Fase minyak dipanaskan hingga Didapatkan fase minyak dengan suhu
70C 70C
18. Ditimbang propilen glikol Didapatkan propilen glikol sebanyak
sebanyak 22,5 gram 22,5003 gram
19. Ditimbang metil paraben Diperoleh metil paraben sebanyak
sebanyak 0,2835 gram 0,2836 gram
20. Dilarutkan metil paraben ke Diperoleh metil paraben yang larut
dalam propilen glikol dalam propilen glikol
21. Ditimbang gliserin sebanyak Diperoleh gliserin sebanyak 15,7510
15,75 gram gram
22. Diukur aquadest bebas CO2 Diperoleh aquadest bebas CO2
sebanyak 70,48 ml. sebanyak 70,48 ml
23. Ditimbang KOH sebanyak 1,575 Diperoleh KOH sebanyak 1,5750 gram
gram
24. Dilarutkan KOH dengan air panas Diperoleh larutan KOH sebanyak 1 ml
sebanyak 0,945 ml
25. Dicampur (20)+ (21)+(22)+(24) Diperoleh fase air
26. Fase air dipanaskan hingga suhu Diperoleh fase air dengan suhu 70C
70C
27. Dimasukkan fase minyak sedikit Diperoleh campuran fase minyak
demi sedikit ke fase air dan dengan fase air
diaduk menggunakan stirer
selama 10 menit 400rpm
28. Dipindahkan (27) ke mortir dan Diperoleh krim
diaduk
29. (28) dikemas dan dilakukan Krim terkemas rapi
evaluasi
X. PEMBAHASAN
XI. KESIMPULAN
Formulasi untuk vanishing krim dengan tipe minyak dalam air ini adalah asam
stearat, stearyl alkohol, cetyl alkohol dan BHT untuk fase minyaknya. Dan untuk fase air,
terdiri dari gliserin, metyl paraben, propyl paraben, KOH dan air bebas CO2. Hasil
evaluasi sediaan krim telah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya,
sehingga sediaan krim ini dapat dikatakan berhasil. Untuk basis jenis vanishing krim
dapat menghasilkan krim yang tidak terlihat apabila dioleskan ke bagian kulit. Karena
air akan menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis. Selain itu,
jenis krim ini mudah dibersihkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 1994. Ilmu Meracik Obat Cetakan 6. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Anonim, 1973. FARMAKOPE INDONESIA EDISI III. Jakarta ; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim, 1995. FARMAKOPE INDONESIA EDISI IV. Jakarta ; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ansel, H. C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta : UI Press.
Raymond, Paul J., dan Marian., 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth
Edition. London : Royal Pharmaceutical Society of Great Britain.
Rowe, R.C., PJ. Sheshky, dan ME. Quinn, 2009. Pharmaceutical Design. London :
Pharmaceutical Press.
Sumardjo, Damin, 2006. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC.