Anda di halaman 1dari 9

KRISIS EKONOMI DAN POLITIK YANG BERKAITAN DENGAN

STATUS GIZI

Oleh:

Nama : WIndahsari R.Panjaitan

Nim : 20170711014157

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA PAPUA

2019/2020
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunianya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Krisis Ekonomi dan Politik yang
Berkaitan Dengan Status Gizi”. Saya sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam
rangka menambah pengetahuan juga wawasan menyangkut krisis ekonomi dan politik yang
berkaitan dengan status gizi serta masalah-masalah apa saja yang terjadi.

Saya pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca. saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang
berkenan.

Jayapura, Maret 2020

Penyusun
Daftar isi

Kata Pengantar............................................................................................................................................2
Daftar isi......................................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................4
B. Tujuan..............................................................................................................................................5
C. Manfaat............................................................................................................................................5
B. Tinjauan pustaka.....................................................................................................................................5
Penutup........................................................................................................................................................8
A. Kesimpulan......................................................................................................................................8
B. Saran................................................................................................................................................8
Daftar Referensi..........................................................................................................................................9
A. Latar Belakang
Rendahnya pertumbuhan ekonomi akibat krisis ekonomi yang terjadi
menyebabkan meningkatnya insiden kemiskinan di Negara ini. Peningkatan insiden
kemiskinan sangat mungkin berlangsung melalui harga-harga (khususnya komoditi
makanan) karena depresiasi rupiah yang drastis, kontraksi sektor formal yang kemudian
berakibat pada menjamurnya kebangkrutan usaha-usaha ekonomi, meningkatnya
pengangguran terbuka dan memburuknya prospek pasar kerja di sektor informal
perkotaan, melemahnya permintaan barang dan jasa, serta penurunan drastis produksi
pertanian. Semua itu pada gilirannya berakibat pada penurunan tingkat pendapatan dan
daya beli sebagian besar penduduk, khususnya kelompok dengan pendapatan rendah,
baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Rendahnya daya beli masyrakat terhadap
makanan menyebabkan semakin besarnya masalah gizi khususnya pada anak usia dibawa
5 tahun.
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998, bersamaan dengan
kekeringan panjang, telah berpengaruh negatif terhadap kondisi makro/mikro ekonomi.
Pengaruh negative terhadap Indonesia terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang rendah
yaitu 7,82% pada tahun 1996 menjadi 4,70% pada tahun 1997 dan semakin turun
menjadi -13,13% pada tahun 1998 ; bunga bank tinggi pada awal, yaitu 18% pada awal
tahun 1997 menjadi 51,67% tahun1998 dalam bentuk suku bunga deposito berjangka
satu bulan pada bank umum.

Kondisi perekonomian Indonesia tersebut berdampak lebih lanjut pada tingginya


biaya produksi dan sektor rill tidak berjalan seperti biasanya sehingga mengakibatkan
banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan terpaksa tutup dengan melakukan
PHK. Dampak yang terasa bagi masyarakat yang berpendapatan rendah adalah
pemenuhan konsumsi pangan karena daya beli mereka semakin rendah. Hal ini semakin
diperparah dengan meningkatnya harga keperluan rumah tangga seperti bahan pangan
sehingga makin memperlemahnya ketahanan pangan keluarga dan pada akhirnya
menimbulkan peningkatan jumlah anak yang mengalami gizi buruk.

B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mahasiswa bias mengetahui
bagaimana krisis ekonomi dan politik bias berdampak kepada status gizi.

C. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa menjadi tahu bahwa ada
keterkaitan antara krisis ekonomi dan politik terhadap status gizi, serta masalah-
masalah apa yang terjadi dan penyebabnya
B. Tinjauan pustaka

Pertumbuhan dan masalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi, dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Penyebab langsung gizi kurang adalah makan tidak seimbang, baik jumlah dan
mutu asupan gizinya, di samping itu asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara
optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi. Penyebab tidak
langsung adalah tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang baiknya pola
pengasuhan anak terutama 3 dalam pola pemberian makan pada balita, kurang memadainya
sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan kesehatan. Semua keadaan ini
berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan.

Akar masalah gizi adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk kejadian
bencana alam, yang mempengaruhi ketidak seimbangan antara asupan makanan dan adanya
penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita.

Tingginya masalah kurang gizi kurang di Indonesia (5 juta orang anak balita) mau tidak
mau harus ditangani secepat mungkin karena jika tidak akan berdampak terhadap pada kualitas
sumber daya manusia. Hal ini dibuktikan bahwa setiap orang yang gizi buruk akan memiliki
resiko kehilangan IQ (Intelligence Quotient) 10-13 point. Di Indonesia pada tahun 2005
memiliki gizi buruk 1,5 juta orang anak balita jika dikalikan dengan kehilangan IQ pada setiap
orang maka terjadi kehilangan IQ di Indonesia 19,5 juta. Belum lagi ditambah akibat masalah
gizi lain seperti kurang vitamin A, GAKI, anemia, dampak lebih jauh akan menyebabkan
kematian. Kehilangan produktivitas juga terjadi sekitar 20-30% ditambah biaya untuk recovery
(penyembuhan) dan berapa persen yang bisa sembuh ? beban ini akan semakin berat ditanggung
oleh kita semua. Kalau dihitung dari penurunan produktivitas akibat kurang gizi terhadap
pendapatan nasional bruto atau GNP (Gross National Bruto) sangat signifikan.

terjadinya busung lapar atau gizi buruk adalah suatu proses, tidak tiba-tiba. Karena itu,
apabila pemerintah dan masyarakat mau mengerti dan mau bertindak, terjadinya busung lapar
dan gizi buruk dapat dicegah, yakni dengan mengetahui sebab langsung dan tidak langsung gizi
buruk. Kedua memantau (surveillance), dan lakukan tindakan pencegahan.

Penyebab langsung yang dialami oleh anak ada dua.


Pertama, bayi dan anak balita tidak mendapat makanan yang bergizi seimbang, dalam hal ini air
susu ibu, dan kalau sudah lebih dari enam bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping
(baca: bukan pengganti) ASI (MPASI) yang baik. MPASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin
B, vitamin, dan mineral lainnya. Hanya keluarga mampu dan berpendidikan yang mampu
menyediakan MPASI yang baik ini, baik memasak sendiri atau membeli. Karena itu, umumnya
anak-anak mereka tumbuh kembang dengan baik, sedangkan anak balita dari keluarga tidak
mampu harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi anak balita.

Kedua, pola pengasuhan anak. Suatu studi positive deviance mempelajari mengapa dari
sekian banyak bayi dan anak balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk,
padahal orangtua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak
berpengaruh terhadap timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih
sayang, apalagi ibunya berpendidikan dan mengerti soal pentingnya ASI, posyandu, kebersihan,
meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.

Unsur pendidikan wanita berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak
yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau tetangga bukan kerabat yang juga miskin dan
tidak berpendidikan. Banyaknya wanita yang meninggalkan desa mencari kerja di kota, bahkan
menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menjadi penyebab gizi buruk.

Ketiga, pelayanan kesehatan, terutama imunisasi, penanganan diare dengan oralit,


tindakan cepat pada anak balita yang tidak naik berat badan, pendidikan dan penyuluhan
kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan
lingkungan, dan sebagainya. Pelayanan kesehatan yang lemah dan tidak memuaskan masyarakat
terkait dengan kedua penyebab di atas.

berbagai penyakit menular akhir-akhir ini, seperti demam berdarah, diare, polio, dan malaria,
secara hampir bersamaan waktu di mana-mana menggambarkan melemahnya pelayanan
kesehatan di daerah-daerah. Munculnya kasus gizi buruk logikanya juga terkait dengan hal
tersebut.

Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Data dari
Indonesia dan di negara lain menunjukkan adanya hubungan antara kurang gizi dan kemiskinan.
Proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin
kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentase anak yang kekurangan gizi; makin tinggi
pendapatan, makin kecil persentasenya.

Hubungannya bersifat timbal balik. Kurang gizi berpotensi sebagai penyebab kemiskinan
melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas. Sebaliknya, kemiskinan menyebabkan anak
tidak mendapat makanan bergizi yang cukup sehingga kurang gizi dan seterusnya.Kemiskinan
merupakan penghambat keluarga untuk memperoleh akses terhadap ketiga faktor penyebab di
atas. Kemiskinan tidak memungkinkan anak balita mendapat MPASI yang baik dan
benar.Kemiskinan dan pendidikan rendah membuat anak tidak memperoleh pengasuhan yang
baik sehingga anak tidak memperoleh ASI, misalnya. Kemiskinan juga menghambat anak
memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai.

Apakah dengan demikian untuk mencegah gizi buruk harus menunggu berhasilnya
pembangunan ekonomi sampai masalah kemiskinan dituntaskan? Masalahnya berapa lama kita
harus menunggu perbaikan ekonomi, dan membiarkan anak-anak mati akibat gizi buruk .Kita
tahu pembangunan ekonomi rakyat dan menanggulangi kemiskinan memakan waktu lama. Pada
masa Orde Baru diperlukan waktu lebih dari 20 tahun untuk mengurangi penduduk miskin dari
40 persen (1976) menjadi 11 persen (1996).

Data empiris dari dunia menunjukkan bahwa program perbaikan gizi dapat dilakukan
tanpa harus menunggu rakyat menjadi makmur, tetapi menjadi bagian yang eksplisit dari
program pembangunan untuk memakmurkan rakyat (Soekirman, Pidato Pengukuhan Guru Besar
IPB, 1991).
Hal ini sudah dilakukan pemerintah sejak Orde Baru dalam berbagai program Repelita. Sejak
krisis ekonomi tahun 1998 dilakukan program JPS dan penanggulangan kemiskinan.
Pertanyaannya, mengapa masih juga muncul gizi buruk. Tentunya ada penyebab tidak langsung
lain yang lebih pokok.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak awal pertengahan tahun 1997 dan masih
dirasakan sampai sekarang dapat berdampak pada derajat kesehatan masyarakat terutama yang
tinggal di daerah kumuh perkotaan. Status gizi masyarakat yang tinggai di aderah kumuh
semakin buruk karena masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan, juga diperparah
dengan kondisi rumahyangtidak memenuhi syarat kesehatan dan lingkungan perumahan yang
padat serta sanitasi yang tidak baik.Kelompok masyarakat yang paling terpengaruh akibat krisis
tersebut adalah wanita dan anak umur dibawah lima tahun yaitu terhadap kondisi gizi dan
kesehatannya. Angka kematian balita dari tahun 1995 sampai dengan tahun2001.

Berdasarkan perkiraan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) diketahui


mengalami penurunan, yaitu73 per 1000 kelahiran hidup tahun 1995,o4 per 1000 kelahiran hidup
tahun 1998 dan 2001. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia(SDKJ) tahun 2002-2003
menunjukkan angka kematian balita menurun dibanding tahun sebelumnya, yaitu 46 per 1000
kelahiran hidup. Namun angka kematian balita tersebut masih tinggi dari target Millenium
Development Goals (MDG's), yaitu 32 per 1000 kelahiran hidup. Sementara itu prevalensi gizi
kurang dan buruk pada balita awalnya menunjukkan penurunan dari tahun 1989 sampai tahun
2000 (37,5%menjadi 24,7%), tapi tahun-tahun berikutnya ada trend peningkatan prevalensi gizi
kurang dan buruk,yaitu 25,82% tahun 2002, 27,5% tahun2003 dan 28% tahun 2005 Masalah gizi
merupakan masalah yang bersifat multi dimensi,disebabkan oleh berbagai faktor,seperti
:ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertanian dan kesehatan. UNICEF (1998), menyatakan
krisis ekonomi, politik dan sosial merupakan akar permasalahan kurang gizi. Sedangkan
penyebab langsung dari kondisi tersebut adalah ketidak seimbangan asupan makanan yang juga
berkaitan dengan penvakit infeksi.

Berkurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi membuat daya tahan tubuh
menurun, sehingga mudah terkena infeksi apalagi pada iklirn tropis dan sanitasi lingkungan
buruk yang akhirnya berakibat terjadinya kurang gizi. Dua tahun kehidupan pertama anak
merupakan periode bahaya (danger period), kejadian gizi kurang umumnya terjadi pada usia ini.
Hal ini disebabkan dampak kumulatif dari masa penyapihan (factor makanan yang tidak
adekuat), rentan menderita penyakit infeksi, faktor psikoiogi,budaya dan faktor kondisi lainnya
yang berperan terhadap pertumbuhan anak

Di samping itu, dua tahun pertama kehidupan ditandai dengan pertumbuhan fisik social
dan perkembangan yang cepat Asupan zat gizi anak yang adekuat akan mempengaruhi interaksi
anak dengan lingkungannva.Anak yang sehat mempunyai energi untuk merespon dan belajar dari
rangsangan lingkungannya dan berinteraksi dengan orang tua dan orang lain.
C.Penutup

A. Kesimpulan
Krisis ekonomi yang berdampak terhadap penurunan laju pertumbuhan ekonomi
akan menyebabkan timbulnya pemutusan hubungan kerja hingga memperbesar tingkat
pengangguran dan pada akhirnya akan meningkatkan jumla penduduk miskin,
menurunkan pendapatan keluarga dan penurunan daya beli terhadap makanan dan
kesehatan sehingga mengakibatkan tidak terpenuhinya konsumsi makanan keluarga dan
pada akhirnya menigkatkan masalah gizi.

B. Saran
Masalah gizi merupakan dampak dari kemiskinan, namun tidak selalu pemecahan
masalah gizi harus dimulai dengan mengatasi kemiskinan dan menunggu peningkatan
laju pertumbuhan ekonomi. Terhadap masalah gizi yang mendesak misalnya gizi buruk
pada balita bisa memberikan makanan tambahan pada balita (salah satu program JPS)
dalam upaya pemenuhan konsumsi makanan sangat tepat dilakukan terlebih dahulu,
disamping melakukan upaya peningkatan pendapatan masyarakat melalui penyediaan
lapangan kerja dan kebijakan makro ekonomi. Selain itu kepedulian masyarakat terhadap
status gizi balita dengan cara memperkuat asuhan anak dalam keluarga mutlak diperlukan
Daftar Referensi

https://media.neliti.com/media/publications/120199-none-598456be.pdf (jurnal pendidikan dan


kebudayaan, No.065, Tahun ke-13, Maret 2007)

Journal Endurance 2(2) June 2017 (217-224) Kopertis Wilayah X 217 (FAKTOR-FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK BALITA)

Anda mungkin juga menyukai