Anda di halaman 1dari 9

Kasus Bedah 2

“Hernia abdominalis pada kucing”

1. Signalment
Nama : Maca
Jenis Hewan : Kucing
Ras : Domestic short hair
Umur : 1 tahun
Warna Rambut: orange
Jenis Kelamin : betina
Bobot Badan : 3,3 kg

2. Anamnesa
Pada tanggal 23 Juli 2018 datang ke ACJ. Pemilik menyatakan Maca sudah 1,5 bulan
berada dirumah dan takut bunting. Pemilik membawa Maca dengan tujuan ingin disteril

3. Pemeriksaan Fisik
3.1 Keadaan Umum
Habitus/tingkah laku : jinak
Adaptasi lingkungan : Sikap bereaksi
Perawatan : Baik
Status gizi : Baik
Sikap berdiri : Normal
Suhu perektal : 38,9 oC
Frekuensi denyut nadi : 136 kali per menit
Frekuensi nafas : 32 kali per menit
3.2 Kepala
Ekspresi Wajah : Baik
Posisi kepala : Sejajar vertebrae
Pertulangan wajah : Kompak, tidak ada kelainan, simetris
3.3 Hidung
Bentuk : Simetris
Aliran udara : Normal
3.4 Rongga Mulut
Bibir : Tidak ada lesi
Rongga Mulut : Normal
Mukosa rongga mulut : Rose
Gigi : Lengkap
Capillary Refill Time : >2 detik
3.5 Telinga
Posisi : Simetris, tegak
Bau : Bau khas cerumen
Daun telinga : bersih
Krepitasi : Tidak ada krepitasi
Refleks panggilan : Ada respon panggilan
3.6 Leher
Perototan : Simetris
Trakea : Teraba, tidak ada refleks batuk
Esofagus : Teraba, tidak ada obstruksi
3.7 Mata
Mata dan Orbita Kanan
Palpebrae : Ada respon membuka-menutup
Cilia : Ada, melengkung ke atas
Konjungtiva : Rose
Membran niktitan : Terlihat
Sklera : Bersih
Kornea : Bersih, bening
Iris : Kuning kehijauan
Refleks pupil : Ada respon membesar-mengecil (lama)
Limbus : Rata
Vasa injeksio : Tidak terlihat
Lensa : Tidak ada kelainan
Mata dan Orbita Kiri
Palpebrae : Ada respon membuka-menutup
Cilia : Ada, melengkung ke atas
Konjungtiva : Rose
Membran niktitan : Terlihat
Sklera : Bersih
Kornea : Bersih, bening
Iris : Kuning kehijauan
Refleks pupil : Ada respon membesar-mengecil (lama)
Limbus : Rata
Vasa injeksio : Tidak terlihat
Lensa : Tidak ada kelainan
3.8 Thoraks
Sistem Pernafasan
Bentuk rongga thoraks : Simetris, Tidak ada kelainan
Tipe pernafasan : Thorakalis
Frekuensi pernafasan : 32 kali per menit
Intensitas pernafasan : Sedang
Ritme pernafasan : Ritmis
Suara pernafasan : Tidak ada suara ikutan
Penekanan rongga thoraks : Tidak ada refleks sakit, ada tekanan balik
Penekanan interkostalis : Tidak ada refleks sakit
Sistem Pembuluh Darah
Ictus cordis : Tidak telihat dan teraba
Frekuensi detak jantung : 136 kali per menit
Intensitas detak jantung : Kuat
Ritme detak jantung : Ritmis
Suara detak jantung : Tidak ada suara ikutan
3.9 Abdomen
Bentuk abdomen : Simetris, cekung
Ukuran abdomen : Tidak ada kelainan
Tegangan isi perut : Tidak teraba
Palpasi epigastrikus : tidak ada refleks sakit
Palpasi mesogastrikus : Tidak ada refleks sakit
Palpasi hipogastrikus : Ada refleks sakit, dan penonjolan
Suara peristaltik usus :-
3.10 Ekstremitas
Kaki Kanan dan Kiri Depan
Perototan kaki depan : Kompak
Spasmus/tremor otot : Tidak ada
Kuku kaki : Pendek, bersih, tidak ada kelainan
Kesimetrisan : Simetris
Koordinatif gerakan : Koordinatif
Struktur pertulangan : Kompak
Konsistensi pertulangan : Kompak
Refleks palpasi : Tidak ada respon sakit
Kaki Kanan dan Kiri Belakang
Perototan kaki depan : Kompak
Spasmus/tremor otot : Tidak ada
Kuku kaki : Pendek, bersih, tidak ada kelainan
Kesimetrisan : Simetris
Koordinatif gerakan : Koordinatif
Struktur pertulangan : Kompak
Konsistensi pertulangan : Kompak
Refleks palpasi : Tidak ada respon sakit
3.11 Kulit dan Rambut
Aspek rambut : Halus
Kerontokan : Tidak rontok
Kebotakan : Tidak ada alopecia
Turgor kulit : >3 detik
Permukaan kulit : Bersih

3.12 Sistem Urogenital


Ginjal : Di epigastrikus dorsal, palpasi ada respon sakit
Vesika urinaria : Di hipogastrikus dorsal, palpasi tidak ada respon sakit
Uterus : Di hipogastrikus ventral, palpasi tidak ada respon sakit
3.13 Anus
Daerah sekitar anus : Bersih
Refleks sphincter ani : Ada
Kebersihan perineal : Bersih
3.15 Kelenjar Pertahanan
Ln. Mandibullaris
Ukuran : Simetris
Lobulasi : Jelas
Perlekatan : Tidak ada perlekatan dengan sekitar
Konsistensi : Kenyal
Suhu kulit : Sama dengan suhu sekitar
Kesimetrisan : Simetris
Ln. poplitea
Ukuran : Simetris
Lobulasi : Jelas
Perlekatan : Tidak ada perlekatan dengan sekitar
Konsistensi : Kenyal
Suhu kulit : Sama dengan suhu sekitar
Kesimetrisan : Simetris

4. Problem List
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, terdapat penonjolan dan bekas sayatan dibagian
tengah ventra abdomen.

5. Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari kasus ini adalah hernia abdominalis, ingunialis, abses, hematoma.

6. Pemeriksaan Penunjang
6.1 Complete Blood Count (CBC)
Parameter Nilai normal 23 Juli
WBC 5.5-19.5 103/µl 11,3
Lym 1.5-7 103/µl 3,32
Mon 0-1.5 103/µl 0.55
Neu 2.5-14 103/µl 7,22
Eos 0-1 103/µl 0.21
Bas 0-0.2 103/µl 0.01
RBC 5-10 106/µl 7.61
HGB 8-15 g/dl 11,1
HCT 24-45% 34,47
MCV 39-55 fl 45
MCH 12.5-17.5 pg 14,5
MCHC 30-36 g/dl 33.93
PLT 300-800 103/µl 32,1
PCT % 0.29
MPV 12-17 fl 11,6

6.2 Kimia Darah


Parameter Nilai normal 23 Juli
ALT 8.3-52.5 IU/L 91,51
ALP 12-65.1 IU/L 66.42
GGT <2 IU/L 1,63
Albumin 2.8-5.5 g/dl 3,13

7. Diagnosa
Berdasarkan hasil signalment, anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
diagnosa kucing Chloe yaitu hernia abdominalis.

8. Prognosa
Prognosa dari kasus ini yaitu Dubius- Fausta.

9. Terapi
Pemberian antibiotic Lostacef dan urdalfak 50 mg yang diberikan secara per oral, serta
antibiotic topical berupa Bactoderm

10. Pembahasan
Kucing Maca datang ke Animal Clinic Jakarta dengan keterangan dari pemilik kucing
Maca telah berada didalam rumah kurang lebih 1,5 bulan. Pemilik mengeluhkan tentang
ketakutan terhadap Maca yang akan mengalami kebuntingan sehingga pemilik membawa Maca
dengan tujuan untuk di Steril. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan berat badan hewan sebesar 3,3
kg dengan temperatur tubuh 38,9°C, kondisi umum diam dengan membran mukosa pucat,
dehidrasi, dan kesakitan pada bagian epigastrium ketika di palpasi.
Hasil CBC selama perawatan di ACJ, Chloe mengalami anemia yang ditandai dengan
menurunnya nilai RBC, HGB dan hematocrit dengan jenis anemia normositik-normokromik
yang ditandai dengan nilai MCV dan MCHC dalam rentang normal. Anemia normositik-
normokromik merupakan jenis anemia non-regenerative. Anemia non-regenerative adalah
anemia yang disebabkan oleh hilangnya respon bone marrow. Hilangnya respon bone marrow
disebabkan oleh penyakit yang menyerang bone marrow atau menurunnya produksi eritropoeitin
oleh ginjal (Rosenfeld et al., 2010).
Hasil kimia darah selama perawatan menunjukkan abnormalitas pada nilai ureum,
creatinin, total protein dan albumin. Peningkatan nilai ureum dan kreatinin di dalam darah
disebut sebagai kondisi azotemia. Albumin merupakan protein yang di produksi di liver dan
dibawa oleh pembuluh darah ke seluruh tubuh. Ketika fungsi filtrasi glomerulus rusak, maka
albumin dapat keluar dari darah menuju urin ketika filtrasi (Rosenfeld et al., 2010).
Ureum merupakan hasil utama metabolisme protein di dalam tubuh. Ureum di hidrolosis
dalam air dengan bantuan urease sehingga menghasilkan ammonia dan karbondioksida. Kadar
ureum dalam darah bergantung pada katabolisme (pemecahan) protein dalam liver yang di
sekresikan ke dalam ginjal dan di eksresikan melalui urin. Ketika air di reabsorbsi dari tubulus,
konsentrasi ureum dalam tubulus meningkat sehingga muncul gradient konsentrasi yang
menyebabkan reabsorbsi urea. Ureum tidak bisa memasuki tubulus sebanyak air, sehingga ureum
di reabsorbsi secara pasif dari tubulus. Ureum yang masih tertinggal akan masuk ke dalam urin
untuk akhirnya di ekskresikan (Guyton and Hall, 1997).
Mekanisme reabsorbsi ureum ke medulla ginjal diawal ketika air mengalir ke cabang
ascenden lengkung Henle dan masuk ke tubulus distal dan tubulus kolegitas kortikalis hanya
sedikit ureum yang di reabsorbsi karena segmen ini bersifat impermeable terhadap ureum.
Tingginya konsentrasi ADH, air di reabsorbsi secara cepat dari tubulus kolegitas kortikalis dan
konsentrasi ureum juga meningkat dengan cepat. Selanjutnya, cairan tubulus mengalir ke bagian
dalam medulla duktus kolegitas sehingga konsentrasi ureum semakin tinggi dan berdifusi ke
intersitium ginjal dan pada akhirnya konsentrasi ureum dalam urin tetap meskipun sebagian telah
di reabsorbsi. Hal ini yang menyebabkan secara normal kadar ureum yang dijumpai dalam urin
sangat tinggi, sedangkan dalam darah kebalikannya (Price, 2005).
Penimgkatan kadar urea dan kreatinin di dalam darah disebut dengan azotemia. Kondisi
gagal ginjal yang ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan uremia.
Azotemia dikelompokkan menjadi tiga yaitu, azotemia pre-renal, renal dan post-renal (Edmund,
2010). Azotemia pre-renal adalah keadaan peningkatan kadar ureum yang disebabkan oleh
penurunan aliran darah ke ginjal. Berkurangnya darah di ginjal membuat ureum makin sedikit
difiltrasi. Beberapa factor penyebabnya yaitu penyakit jantung kongestif, shock, pendarahan,
dehidrasi dan faktor lain. Penurunan fungsi ginjal juga meningkatkan kadar urea plasma karena
ekskresi urea dalam urin menurun, hal ini dapat terjadi karena gagal ginjal akut maupun kronis,
glomerulonephritis, nekrosis, tubuler dan penyakit ginjal lainnya (Weanen, 2002). Azotemia
pasca-renal ditemukan pada obstruksi aliran urin akibat batu ginjal, tumor vesika urinaria,
hyperplasia prostat, dan juga infeksi traktus urinarius berat.
Urinalisis menunjukkan abnormalitas dengan ditemukannya leukosit, protein, darah pada
urine. Peningkatan leukosit dalam urin menunjukkan adanya infeksi atau inflamasi pada saluran
urinary. Proteinuria mengindikasikan adanya penyakit ginjal; kondisi hypoalbumin dan
proteinuria menunjukkan adanya kerusakan glomerulus dan merupakan tanda awal penyakit
ginjal. Hematuria menunjukkan adanya penyakit yang mengakibatkan bleeding hingga ke vesica
urinaria (Rosenfeld et al., 2010).
Penentuan azotemia dilihat berdasarkan BJ urine. Azotemia dengan BJ urine >1.035
merupakan jenis azotemia pre-renal karena ginjal masih mampu menjalankan fungsi filtrasi-nya
sehingga bahan-bahan yang harusnya di ekskresikan keluar melalui urine. Azotemia dengan BJ
urine <1.035 merupakan jenis azotemia renal karena ginjal tidak mampu menjalankan fungsi
filtrasinya, sehingga bahan-bahan yang harusnya di ekskresi masih kembali ke seluruh tubuh
atau tidak ada yang dikeluarkan melalui urine (). Pada kasus ini, kucing Chloe mengalami
azotemia renal karena BJ urine Chloe hanya 1.020. Azotemia renal menunjukkan adanya
gangguan pada ginjal atau nefritis. Penurunan fungsi ginjal secara terus-menerus akan
mempengaruhi fungsi fisiologis ginjal dan organ sekitarnya, sehingga pada kucing Chloe
memiliki temuan klinis hipertensi, anemia non-regeneratif, weight loss, peritonitis, dan cystitis.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium kucing Chloe
didiagnosa mengalami Chronic Kidney Disease (CKD). CKD merupakan kelainan struktural
atau fungsional dari satu atau kedua ginjal yang muncul dalam waktu yang lama, bersifat
ireversibel serta melibatkan organ-organ lain. Menurut Bargman dan Skrocki (2013), penyakit
ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan ireversibel dimana tubuh gagal mempertahankan proses metabolism dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, sehingga, menyebabkan uremia. Hal ini sesuai dengan keadaan kucing
Chloe yang mengalami uremia berdasarkan hasil pemeriksaan kimia darah disertai gangguan
pada organ-organ lain karena penurunan fungsi ginjal itu sendiri.
Gejala yang dialami kucing Chloe berupa demam, dehidrasi, dan muntah. Menurut
Dokuzylul dan Kayar (2016), gejala klinis CKD adalah polyuria, polidipsi, anoreksia, muntah,
turunnya berat badan, membran mukosa pucat dan ulserasi pada mulut. Hal ini dapat diakibatkan
oleh akumulasi produk sisa metabolisme yang bersifat toksik yang tidak di sekresikan oleh tubuh
sehingga terjadi uremia dan azotemia yang muncul setelah 75% bagian ginjal mengalami
kerusakan (Grauner, 2005). Akumulasi ureum dalam tubuh yang tinggi akan mengakibatkan
terjadinya uremic toxin yang mengiritir lambung sehingga terjadi gastro reflux atau muntah.
Kerusakan ginjal menyebabkan ginjal tidak mampu mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin. Pada ganguan ginjal tahap akhir respon ginjal terhadap masukan cairan dan
elektrolit tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan sehingga menimbulkan resiko
odema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga terjadi karena aktivitas dari aksi
rennin angiotensin kerjasama antara hormon renin dan angiotensin meningkatkan aldosterone.
Hipertensi pada pasien gagal ginjal adalah suatu penyakit ikutan yang banyak dijumpai.
Hipertensi adalah salah satu faktor penyebab gagal penyempitan arteri dalam pembuluh darah
dapat disebabkan oleh penumpukan lemak dalam sel-sel pembuluh darah dikarenakan tingginya
natrium dan kurangnya cairan dalm tubuh. Selanjutnya dinding pembuluh darah akan menebal
karena lemak yang mempersempit pembuluh darah. Jika hal tersebut terjadi pada ginjal, akan
terjadi kerusakan ginjal yang berakibat gagal ginjal. Selain itu ginjal memproduksi enzim
angiotension yang diubah menjadi angiotension II yang menyebabkan pembuluh darah
mengkerut dan keras. Sedangkan gagal ginjal dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan
karena mekanisme renin angiotensin yang membuat kekakuan pembuluh darah (Asriani dkk.,
2012).
Kucing Chloe diberikan infus NaCl sebanyak 100 mL. Terapi cairan pada penyakit ginjal
kronis sangat penting artinya karena kondisi hipovolemik dan hipotensi akibat dari berkurangnya
intake cairan (Maddison dan Syne, 2010). Kucing Chloe diberikan pakan khusus renal (k/d)
karena rendah protein dan bertujuan untuk menurunkan kadar ureum dalam darah. Pakan yang
tinggi protein akan mudah meningkatkan konsentrasi ureum. Renal diet memiliki kandungan
rendah protein, phosphor, sodium dan potassium.
Terapi dengan pemberian Azodyl untuk menurunkan azotemia, karena perannya sebagai
phosphate-binder dengan cara memecah nitrogen di saluran pencernaan sehingga tidak
memperberat kerja ginjal. Renal advance berfungsi sebagai suplemen untuk kerja ginjal.
Ondansetron merupakan anti-emetik dengan kerja sebagai 5-HT3 reseptor agonist (Plumb).
Furosemide memiliki indikasi untuk mengurangi absorbs elektrolit di henle ascenden, menurangi
reabsorbsi sodium dan klorida dan meningkatkan ekskresi potassium di tubulus distalis dan
mempengaruhi transport elektrolit di tubulus proksimal (Plumb). Pujimin sebagai suplemen
albumin. Ampiciliin yang diberikan bersama infus NaCl berfungsi untuk mencegah adanya
infeksi sekunder.

11. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnose kucing
Chloe mengarah ke Chronic Kidney Disease (CKD).

Daftar Pustaka
Guyton dan Hall
Price
Rosenfeld A, Dial S. 2010. Clinical Pathology for the Veterinary Team. Iowa: Wiley-Blackwell
Publishing
Lampiran
1. Rekam Medis kucing Chloe
6/7 7/7 8/7 9/7 10/7 11/7 12/7 13/7 14/7 15/7 16/7 17/7 18/7 19/7

Akt Les Lesu Lesu Lesu Lesu Lebih Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif, Aktif,
ifita u aktif jam jam
s 11.30 11.30
ada ada
muntah muntah

Fes
es

Uri N N N N N N N N N N N N N
nasi

Pak Sua Suap Suap Suap Suap Suap Suap Suap Suap Suap Suap Suap Suap Suap
an p,
sor
e
mu
nta
h

Ter Puj Ondan Ondan Infus Infus Infus Infus Infus Infus Infus Infus Infus Infus Infus
api imi Infus Infus NaCl+A NaCl+A NaCl+A NaCl+A NaCl+A NaCl+A NaCl+A NaCl+A NaCl+A NaCl+A NaCl+A
n NaCl+A NaCl+A mpicilli mpicilli mpicilli mpicilli mpicilli mpicilli mpicilli mpicilli mpicilli mpicilli mpicilli
Az mpicilli mpicilli n n n n n n n n n n n
ody n n Renal Renal Renal Renal Renal Renal Renal Renal Pujimin Pujimin Pujimin
l Renal Renal adv adv adv adv adv adv adv adv Renal Renal Renal
On adv adv Furose Furose Furose Furose Furose Furose Furose Pujimin adv adv adv
dan Pujimin mide mide mide mide mide mide mide
Furose Ondan Ondan Ondan Pujimin Pujimin Pujimin Pujimin
mide

Anda mungkin juga menyukai