“ATRIBUSI SOSIAL”
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial Islam
Dosen Pengampu: Aisyah Khumairo, M.Pd.I.
Disusun oleh
Kelompok 4
KELAS A
JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM (BPI)
FALKUTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO LAMPUNG
2020 M/1441 H
2
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Atribusi Sosial..............................................................................3
B. Kapan Atribusi Sosial Dilakukan?.................................................................6
C. Menganalisis Faktor Penyebab......................................................................7
1. Sumber Faktor Penyebab (Locus of Causality) ......................................7
2. Stabilitas Faktor Penyebab (Stability) ....................................................8
3. Kemampuan Mengendalikan (Controllability) ......................................9
D. Teori-teori Atribusi Sosial..............................................................................9
1. Theory of Naive Psychology....................................................................10
2. Correspondent Inference Theory............................................................12
3. Covariation Theory.................................................................................13
E. Kesalahan-kesalahan Atribusi Sosial.............................................................15
1. Kesalahan Dasar Atribusi........................................................................15
2. Actor-Observer Effect.............................................................................15
3. Self Serving Bias......................................................................................16
4. False Consensus Effect............................................................................19
5. Self-Centered Bias...................................................................................19
6. Blaming The Victim.................................................................................20
ii
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................21
B. Saran...............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan atribusi sosial?
2. Kapan atribusi sosial dilakukan?
3. Bagaimana cara menganalisis faktor penyebab?
4. Apa saja teori-teori atribusi sosial?
5. Apa saja kesalahan-kesalahan dalam atribusi sosial?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian atribusi.
2. Untuk mengetahui kapan atribusi sosial dilakukan.
3. Untuk mengetahui cara menganalisis faktor penyebab.
4. Untuk mengetahui teori-teori atribusi sosial.
5. Untuk mengetahui kesalahan-kesalahan dalam atribusi sosial.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
memberikan pujian, mengapa seorang teman selalu menunjukkan perhatian
pada kita, mengapa seorang guru tampak murung di suatu kesempatan, atau
mengapa serentetan musibah menimpa tetangga kita. Faktor penyebab dari
suatu perilaku tentu sangat beragama. Tapi menurut Pennington, penyebab
secara umum dari suatu perilaku bisa bersifat internal (dispositional
attribution) atau eksternal (situational attribution); spontan (spontaneous
attribution) atau pertimbangan (deliberative attribution); terencana
(voluntary attribution) atau tidak terencana (non voluntary attribution).1
Kita boleh jadi mengatribusikan perilaku orang lain karena faktor internal
atau eksternal. Faktor penyebab internal adalah faktor-faktor yang melekat
pada diri kita seperti pengetahuan, emosi, keterampilan, kepribadian,
motivasi, kemampuan motorik, ataupun usaha, sedangkan faktor penyebab
eksternal adalah faktor-faktor yang ada di luar diri kita seperti situasi dan
kondisi, cuaca, orang laih, alam, dan lain-lain. Di saat mendapatkan nilai
ujian yang tidak sesuai dengan harapan, kita biasanya mencari-cari faktor-
faktor penyebab yang dapat menjelaskan kejadian yang dianggap tidak
menyenangkan tersebut. Kemudian, berdasarkan pemrosesan kognitif yang
dilakukan, kita bisa saja berkesimpulan bahwa nilai buruk tersebut karena kita
memang kurang sungguh-sungguh dalam belajar (internal atau dispositional
attribution) atau karena soal yang diberikan dosen memang memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi (eksternal atau situational attribution).
Atribusi sosial bisa juga berlangsung secara spontan atau melalui
pertimbangan dan proses berpikir yang panjang. Faktor motivasi, potensi
risiko, kemampuan, dan/atau keterlibatan personal sangat berpengaruh pada
apakah atribusi tersebut itu dilakukan dengan pertimbangan yang mendalam
atau dengan pertimbangan spontan. Untuk hal-hal yang dinilai tidak terlalu
penting, atribusi sosial kadang hanya didasarkan pada stereotip, kesan
pertama, ataupun shortcut mental lainnya. Faktor lainnya yang berpengaruh
pada atribusi adalah gaya atribusi. Sebagian orang memang memiliki gaya
1
Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 102-103.
4
atribusi yang sifatnya spontan. la mengatribusikan banyak hal secara spontan.
Sebaliknya, ada juga orang yang gaya atribusinya penuh pertimbangan.
Orang dengan gaya atribusi penuh pertimbangan memikirkan dengan
saksama setiap atribusi yang dilakukannya.
Terakhir, atribusi sosial bisa dilakukan secara terencana atau tidak
terencana. Perilaku-perilaku yang disebabkan oleh faktor emosi, misalnya,
sering kali diatribusikan sebagai tidak terencana dan pelaku tidak memiliki
control terhadap perilakunya.
Berkaitan dengan atribusi sosial, Islam memberikan perhatian yang
cukup besar terhadap atribusi sosial ini. Sebagai realitas yang alami, manusia
tidak bisa mengelak dari atribusi sosial. Maka, Islam memberikan pesan
moral untuk hati-hati dalam melakukan atribusi sosial ini. Islam mengajarkan
pada kita untuk tidak berburuk sangka dalam QS. Al-Hujuraat [49]: 6;
menjauhi persangkaan tanpa pengetahuan dalam QS. A1-Hujuraat [49]: 9;
tidak mudah percaya pada informasi dari orang fasik; dan tidak menuduh
tanpa bukti dalam QS. An-Nur [24]: 4.2
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.3
َت إِحْ دَاهُ َما َعلَى اأْل ُ ْخ َر ٰى ْ بَ ْينَهُ َما ۖ فَإِ ْن بَغJَوإِ ْن طَائِفَتَا ِن ِمنَ ْال ُم ْؤ ِمنِينَ ا ْقتَتَلُوا فَأَصْ لِحُوا
ۖ ت فَأَصْ لِحُوا بَ ْينَهُ َما بِ ْال َع ْد ِل َوأَ ْق ِسطُواْ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَب ِْغي َحتَّ ٰى تَفِي َء إِلَ ٰى أَ ْم ِر هَّللا ِ ۚ فَإِ ْن فَا َء
َإِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِطين
2
Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial... Op. Cit., hlm. 103-105.
3
Al-Qur’an, 49; 6.
5
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
perjanjian itiu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berlaku adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berlaku adil.4
م ثَ َمانِينَ َج ْل َدةً َواَل تَ ْقبَلُواJُْت ثُ َّم لَ ْم يَأْتُوا بِأَرْ بَ َع ِة ُشهَدَا َء فَاجْ لِدُوه
ِ صنَاَ َْوالَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ ْال ُمح
َاسقُون ِ َك هُ ُم ْالف َ ِلَهُ ْم َشهَا َدةً أَبَدًا ۚ َوأُو ٰلَئ
4
Al-Qur’an, 49; 9.
5
Al-Qur’an, 24; 4.
6
jika ternyata ia mendapatkan nilai C atau D. la akan mencari-cari
jawaban dari peristiwa yang tidak sesuai harapan tersebut.6
6
Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial... Op. Cit., hlm. 106.
7
yang diatribusikan karena faktor internal akan menimbulkan kesan
negatif; perilaku buruk yang diatribusikan karena faktor eksternal tidak
akan menimbulkan kesan negatif; perilaku baik yang diatribusikan
karena faktor internal, akan menimbulkan kesan positif; dan perilaku
baik yang diatribusikan karena faktor eksternal, akan menimbulkan kesan
negatif.
8
3. Kemampuan Mengendalikan (Controllability)
Dimensi ini menunjuk pada sejauh mana faktor penyebab perilaku
dapat kita kendalikan. Baik faktor penyebab internal-eksternal maupun
stabil-tidak stabil bisa bersifat dapat dikendalikan atau tidak dapat
dikendalikan. Faktor penyebab internal yang dapat dikendalikan
berhubungan dengan sejauh mana usaha yang kita keluarkan, sedangkan
faktor penyebab internal yang tidak dapat dikendalikan berhubungan
dengan keterbatasan fisik, tingkat kecerdasan, atau hambatan mental.
Faktor penyebab eksternal yang dapat dikendalikan berhubungan dengan
faktor-faktor eksternal yang masih bisa diantisipasi atau diatasi,
sedangkan faktor penyebab eksternal yang tidak dapat dikendalikan
seperti bencana alam, sakit, atau peristiwa-peristiwa mendadak lainnya.7
7
Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial... Op. Cit., hlm. 106-109.
9
3. Dari perilaku orang yang bersangkutan, overt action, ini merupakan
sumber yang penting dari yang bersangkutan.
Kelihatannya hal ini merupakan keadaan yang sederhana, namun
sebenarnya merupakan hal yang cukup sulit. Hal tersebut karena orang sering
mencari jalan untuk mengelabuhi orang lain, sehingga apa yang ada dalam
dirinya yang sebenarnya akan ditutupi, karenanya ada kemungkinan orang
lain dapat terkecoh. Di samping itu perilaku sering bersumber pada keadaan
eksternal diluar kontrol individu yang bersangkutan, tidak dari sifatnya atau
diposisinya.
Misalnya, seorang calon (dalam pemilihan) mencium anak yang
digendong, dan juga menyalami orang-orang yang ada disekitarnya. Apakah
orang ini secara internal merupakan orang yang ramah, yang semanak, atau
karena faktor lain, yaitu agar orang yang bersangkutan memilih dirinya.
Dengan demikian timbul pertanyaan apakah perilaku individu itu merupakan
perilaku yang didasarkan atas sifat-sifat internal, atau karena faktor eksternal
yang bersifat temporer (misalnya karena ada pemilihan).8
Untuk sampai pada kesimpulan mengenai penyebab perilaku orang lain,
ada beberapa informasi yang bisa digunakan supaya kesimpulan kita menjadi
lebih akurat. Allah Swt. mengisyaratkan bahwa kita tidak boleh hanya
mengikuti persangkaan belaka, tanpa didukung oleh pengetahuan.9
Supaya bisa memahami dengan baik bagaimana proses atribusi sosial itu
dilakukan ada baiknya disampaikan lima teori atribusi berikut ini: Theory of
Naive Psychology dari Fritz Heider, Correspondent Inference Theory dari
Jones dan Davis, dan Covariation Model dari Harold Kelley.
8
Bimo Walgito, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm. 59-60.
9
Al-Qur’an, 53; 2.
10
memahami dunia sosial. Oleh karena itu, untuk memahami dunia sosial
dengan baik, kita bisa meminta bantuan Common Sense Psychology atau
Naive Psychology.
Dengan menggunakan common sense, kita membuat kesimpulan-
kesimpulan seperti:
a. Waktu antara dua peristiwa berpengaruh pada apakah suatu
hubungan sebab-akibat dapat disimpulkan atau tidak. Dua peristiwa
yang terjadi dalam waktu yang berdekatan lebih berpotensi
disimpulkan mermpunyai hubungan sebab akibat daripada dua
peristiwa yang terjadi dalam waktu yang berjauhan.
b. Urutan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya juga
berpengaruh pada penentuan peristiwa mana yang diduga sebagai
penyebab, dan peristiwa mana yang diduga sebagai akibat. Peristiwa
yang terjadi duluan berpotensi dianggap sebagai penyebab,
sedangkan peristiwa yang terjadi kemudian berpotensi dianggap
sebagai akibat.
c. Kesamaan antara dua perisiwa berpengaruh pada apakah suatu
hubungan sebab-akibat dapat diketahui atau idak. Dua peristiwa
yang memiliki kesamaan berpotensi disimpulkan mempunyai
hubungan sebab akibat daripada dua peristiwa yang tidak memiliki
kesamaan.
d. Suatu peristiwa sering kali dianggap sebagai akibat dari penyebab
tunggal. Akibatnya, kita sering kali overestimate terhadap pengaruh
satu faktor penyebab terhadap suatu peristiwa dan mengabaikan
faktor-faktor penyebab lain yang berpotensi berpengaruh.
Heider juga tertarik untuk menjelaskan persepsi terhadap tingkat
pertanggungjawaban dari suatu perilaku. Menurutnya, terdapat tingkat
pertanggungjawaban dari suatu perilaku: association responsibility yaitu
pertanggungjawaban yang dibebankan pada orang yang tidak melakukan;
causal responsibility without foreseeability, causal responsibility with
foreseeability, intensional responsibility, justifiable responsibility.
11
2. Correspondent Inference Theory
Teori Correspondent Inference dikemukakan oleh Edward E. Jones
dan Keith Davis pada tahun 1965. Teori ini merupakan sistematisasi dari
teori Hieder dalam Augoustious & Walker. Menurut Bordens &
Horowitz dalam Augoustious & Walker, teori ini menjelaskan proses
yang digunakan orang-orang di dalam melakukan atribusi internal
terutama ketika perilaku yang diamatinya tidak mudah dipahami. Teori
ini dinamai correspondent inference theory karena berpandangan bahwa
kita mempunyai kecenderungan untuk menyimpulkan perilaku orang lain
disebabkan oleh karakteristik internal atau keyakinan yang dimilikinya.
Asumsi dasar dari teori correspondent inference adalah bahwa perilaku
merupakan sesuatu yang mempunyai makna. Dengan menganalisis
perilaku, kita bisa mendapatkan penjelasan disposisional arau
karakteristik internal dari pelakunya. Asumsi yang lain adalah bahwa kita
memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk menyimpulkan
karakteristik orang lain berdasarkan perilaku yang ditampakkannya.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka analisis informasi mengenai suatu
perilaku menjadi sangat penting dan dapat dimanfaatkan unuk
mengetahui karakteristik internal dari pelaku.
Jone & Davis dalam Augoustious & Walker berpendapat ada tiga
faktor yang harus diperhatikan ketika mengatribusikan suatu perilaku
dikarenakan faktor disposisional atau internal, yaitu sebagai berikut:
a. Non-common effect. Kita cenderung memilih perilaku yang lumrah
dan mengandung konsekuensi yang sifatnya umum. Ketika
seseorang melakukan suatu tindakan yang mengandung risiko yang
tidak biasa maka kita bisa mengatribusikan perilaku itu diduga
dikarenakan faktor disposisional atau internal. Artinya orang tersebut
memang memiliki niat untuk melakukan perilaku tersebut dan
perilaku tersebut muncul karena karakteristik internal darí orang
tersebut.
12
b. Low-social desirability. Kita mempunyai kecenderungan untuk
melakukan perilaku-perilaku yang secara sosial diharapkan. Ketika
ada orang yang melakukan tindakan-tindakan yang secara sosial
diharapkan, maka kita tidak bisa mengatribusikan perilaku orang
tersebut karena faktor disposisional ataupun internal. Sebab, perilaku
tersebut boleh saja karena keinginan untuk konform terhadap
harapan-harapan masyarakat. Sebaliknya, orang yang menunjukkan
perilaku yang bertentangan dengan harapan masyarakat, maka
perilaku itu bisa diduga karena faktor disposisional atau internal.
c. Hedonic relevance atau personalism. Kita mempunnyai
kecenderungan melakukan tindakan-tindakan yang menguntungkan
bagi diri kita sendiri. Perilaku yang relevansi hedoniknya tinggi
cenderung dikarenakan faktor internal, sebaliknya perilaku yang
dapat merugikan diri sendiri cenderung dikarenakan faktor eksternal.
Jadi, menurut teori ini, suatu perilaku dapat diatribusikan karena
faktor internal jika penilaku tidak umum, rendah nilai harapan sosialnya,
dan memiliki relevansi hedonik yang tinggi.
3. Covariation Theory
Covariation theory dikemukakan oleh Harold Kelley pada tahun
1967. Menurut Bordens & Horowitz, berbeda dengan correspondent
inference yang menjelaskan penyebab internal dari suatu perilaku,
covariation theory menjelaskan penyebab eksternal atau situasional dari
perilaku. Augoustious & Walker berpendapat bahwa asumsi dasar dari
teori covariation theory adalah dua kejadian bisa dikatakan memiliki
hubungan sebab akibat jika di antara keduanya covary satu sama lain atau
jika yang satu berubah, maka yang satunya lagi pun akan berubah.
Menurut Kelley, dalam Augoustious & Walker, teori ini
mengemukakan tiga faktor yang dapat digunakan sebagai petunjuk dalam
melakukan atribusi. Ketiga faktor tersebut penting di dalam menentukan
kovariasi, dan perbedaan kombinasi dari ketiga faktor tersebut akan
13
menyebabkan atribusi kausalitas yang berbeda. Ketiga faktor tersebut
adalah:
a. Konsensus, yaitu apakah respon seseorang terhadap suatu stimulus
tertentu sama dengan respon orang lain terhadap sumulus tersebut.
b. Konsistensi, yaitu apakah respon seseorang terhadap suatu stimulus
tertentu sama di setiap waktu dan tempat.
c. Daya beda, yaitu sejauh mana seorang memberikan respon yang
berbeda terhadap suatu stimulus tertentu dengan terhadap stimulus
lainnya.
Menurut teori ini, suatu perilaku dapat diatribusikan karena faktor
internal yang sifatnya stabil jika dimensi konsensus dan daya beda
rendah, sedangkan dimensi konsistensi tinggi. Sebaliknya, atribusi
situasional dapat dilakukan jika semua dimensi tinggi.10
KONSISTENSI
TINGGI
ATRIBUSI
KONSENSUS DAYA BEDA
SITUASIONAL
TINGGI TINGGI
Gambar 1
Faktor-faktor Atribusi Situasional
KONSISTENSI
TINGGI
ATRIBUSI
KONSENSUS DAYA BEDA
PERSONAL
RENDAH RENDAH
Gambar 2
Faktor-faktor Atribusi Personal
10
Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial... Op. Cit., hlm. 109-113.
14
E. Kesalahan-kesalahan Atribusi Sosial
1. Kesalahan Dasar Atribusi
Perilaku sosial sering kali merupakan produk dari faktor individu
dan situasi. Namun, dalam melakukan persepsi sosial, kita kadang
melakukan kekeliruan, salah satunya dalam bentuk kesalahan dasar
atribusi (fundamental attribution error). Kesalahan dasar atribusi berarti
kecenderungan kita untuk mengatribusikan perilaku orang lain karena
faktor karakteristik individual daripada karena faktor situasi.
Menurut Fiske & Taylor, kita kadang menilai orang lain memiliki
kebebasan untuk berperilaku dan perilaku tersebut mewakili karakteristik
asli dari orang tersebut. Misal, kita cenderung menilai pegawai yang
datang terlambat masuk kerja sebagai pegawai yang tidak disiplin; atau
menilai anak yang memecahkan piring sebagai anak yang tidak hati-hati;
atau menilai siswa yang tidak naik kelas karena anak tersebut malas dan
tidak bisa diandalkan.
Kesalahan dasar atribusi terjadi karena ketika melakukan atribusi,
kita lebih fokus pada faktor-faktor yang menonjol dan menarik perhatian.
Menurut Fiske & Taylor, faktor yang menonjol dan menarik perhatian
tersebut adalah perilaku. Faktor situasi yang mungkin memengaruhi
munculnya perilaku kurang menarik perhatian kita sehingga cenderung
diabaikan.
2. Actor-Observer Effect
Actor-observer effect adalah kecenderungan untuk menjelaskan
perilaku orang lain karena faktor individu, sedangkan perilaku diri
sendiri karena faktor situasi. Fiske dan Taylor menjelaskan dua faktor
yang menyebabkan kesalahan ini. Pertama, perilaku orang lain dipandang
lebih menonjol dan menarik dibanding perilaku diri sendiri sehingga
perilaku orang lain dihubungkan dengan faktor individu, dan perilaku diri
sendiri dihubungkan dengan faktor situasi.
15
Kedua, pelaku dan pengamat memiliki informasi yang berbeda.
Pelaku mengetahui banyak hal mengenai faktor-faktor yang mendorong
perilaku sosialnya, sedangkan pengamat tidak demikian. Pemahaman
yang terbatas tersebut bisa mendorong pengamat melakukan kesalahan di
dalam melakukan atribusi.
م ِم ْثلَ ْيهَا قُ ْلتُ ْم أَنَّ ٰى ٰهَ َذا ۖ قُلْ ه َُو ِم ْن ِع ْن ِد أَ ْنفُ ِس ُك ْم ۗ إِ َّنJُْص ْبت
َ َصيبَةٌ قَ ْد أ َ َأَ َولَ َّما أ
ِ صابَ ْت ُك ْم ُم
رJٌ هَّللا َ َعلَ ٰى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي
11
Al-Qur’an, 3; 165.
16
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran mereka berkata:
“Ini adalah karena (usaha) kamı”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan,
mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang
yang bertanya. Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu adalah
ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.12
12
Al-Qur’an, 7; 131.
17
dengan demikian masyarakat akan tetap menghargainya, dan ini
yang disebut self-presentation.
Namun demikian apakah memang benar bahwa dengan atribusi
demikian itu orang lain akan tetap mempunyai respek kepada individu
yang bersangkutan. Ini merupakan suatu pertanyaan yang cukup menarik.
Penelitian Carlston dan Shovar dalam Baron &Byrne, menunjukkan hasil
yang tidak demikian. Memang dengan taktik atau cara self-serving
tersebut, orang lain akan memberikan atribusi bahwa orang yang
bersangkutan tersebut kurang jujur dan kurang adanya kesopanan.
Penelitian tersebut dapat diikuti seperti berikut.
Pada sejumlah subjek diberikan penjelasan bahwa orang asing
memperoleh tes, dan hasil tes tersebut ada yang baik dan ada juga yang
tidak baik. Kemudian diinformasikan bahwa hasil tersebut disebabkan
karena faktor internal, tetapi juga faktor eksternal. Setelah mendapatkan
informasi tersebut, maka subjek penelitian disuruh mengadakan rating
terhadap hasil orang asing tersebut. hasil rating dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Various demensions
Attributions
Ability honesty modesty
Successful stranger
Stranger attributes success to 7,60 6,34 4,85
internal causes
Stranger attributes success to 7,12 6,76 6,00
exsternal causes
Unsuccessful stranger
Stranger attributes failure to 2,64 6,32 5,78
internal causes
Stranger attributes failure to 3,24 5,25 4,67
exsternal causes
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bagaimana srategi self-
serving, dengan maksud agar orang lain tetap respek kepada individu
yang bersangkutan tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Seperti telah
dipaparkan di depan dengan strategi self-serving orang lain akan melihat
18
seseorang mempunyai lebih dalam ability, namuh di segi lain dipandang
kurang jujur dan juga kurang adanya kesopanan (modesty). Oleh karena
itu, dengan srategi self-serving tersebut akan lebih tepat bila hal tersebut
untuk melindungi harga diri, seperti juga telah dipaparkan di depan.13
5. Self-Centered Bias
Self-centered bias adalah kecenderungan kita untuk merasa lebih
berkontribusi terhadap suatu hasil yang dikerjakan bersama orang lain
daripada apa yang sungguh-sungguh dilakukannya. Pertengkaran antara
suami istri, misalnya, sering kali dipengaruhi oleh kesalahan ini. Suami
kadang mengklaim sebagai orang yang paling berjasa terhadap
kehidupan rumah tangganya, sebaliknya istri pun demikian. Fiske dan
Taylor menjelaskan self-centered bias terjadi karena beberapa faktor
berikut:
a) Kita lebih mudah mengenali kontribusi diri sendiri daripada
kontribusi orang lain,
13
Bimo Walgito, Psikologi Sosial..., Op. Cit., hlm. 63-64.
19
b) Kita lebih mudah mengingat kontribusi diri sendiri daripada
kontribusi orang lain,
c) Kita kadang memiliki perbedaan pemahaman mengenai siapa yang
sebenarnya berkontribusi dalam suatu kasus tertentu,
d) Kita kadang memiliki motivasi tertentu sehingga tidak fair di dalam
melakukan atribusi,
e) Kita kadang berpikir bahwa kita sudah melakukan banyak hal, dan
memiliki kontribusi yang lebih besar dibanding yang lainnya.
14
Agus Abdul Rahman, Psikologi Sosial... Op. Cit., hlm. 114-117.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Atribusi sosial merupakan proses yang kita lakukan untuk memahami
penyebab perilaku orang lain. Atribusi sosial terjadi terutama pada situasi
yang tidak biasa dan tidak menyenangkan. Atribusi sosial merupakan
sesuatu yang terjadi secara alamiah. Kita melakukannya dalam
kehidupan sehari-hari. Atribusi sosial bisa akurat atau keliru. Supaya
atribusi sosial kita terhindar dari kesalahan ada baiknya kita
memerhatikan stabilitas faktor penyebab, sumber faktor penyebab, dan
kemampuan mengendalikan faktor penyebab.
2. Correspondent inference theory dan covariation theory juga
menyampaikan hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
atribusi social. Menurut kedua teori tersebut, ada beberapa informasi
yang bisa digunakan supaya atribusi kita tidak keliru, seperti informasi
mengenai kebebasan memilih, konsistensi, konsensus, ataupun
kesesuaian dengan harapan sosial.
3. Dalam melakukan atribusi, kita kadang melakukan kesalahan-kesalahan
yang kadang secara otomatis terjadi. Kesalahan tersebut antara lain
mengatribusikan perilaku orang lain karena faktor internal,
mengatribusikan kesuksesan orang lain karena faktor eksternal
sedangkan kesuksesan diri sendiri karena faktor internal, mengatribusi
orang lain dengan menggunakan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya,
mengklaim kontribusi yang lebih besar dibanding apa yang
sesungguhnya dilakukan, atau mengatribusikan kemalangan yang dialami
korban sebagai tanggung jawab korban sendiri.
21
B. Saran
Demikianlah makalah yang sederhana ini kami susun semoga dapat
bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Akhirnya kami merasa kerendahan hati sebagai manusia yang mempunyai
banyak sekali kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran bahkan yang tidak
membangun sekalipun kami tunggu demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga niat baik kita diridhoi oleh Allah Swt. Amin.
22
DAFTAR PUSTAKA
23