Anda di halaman 1dari 3

Nama : Katyusha Fiore Nilai

NIM :19/445024/GE/09131
Asisten : 1. Muhammad Ilham Fachurrzqi
2.Aulia Rizki Damayanti
Hari Praktikum :Kamis 12 Maret 2020 jam : 13.00 – 15.00

Judul
BATUAN BEKU

Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah
1. Mengidentifikasi petrografi batuan beku
2. Mengidentifikasi batuan beku berdasarkan tekstur dan komposisi mineralnya.

Cara Kerja

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :


1. Contoh batuan beku (6 batuan )
2. Lembar kerja praktikum (komparator batuan)
3. Alat tulis

Cara kerja dalam praktikum ini ditunjukan dalam diagram alir berikut ini :

Batuan Beku

lembar kerja praktikum

Mengidentifikasi batuan
beku dengan komparator
batuan
KETERANGAN

INPUT
PROSES
Tabel identifikasi dalam OUTPUT
lembar kerja praktikum
Hasil&Pembahasan

Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk melalui proses pendinginan dan pembekuan
oleh material-material bumi. Batuan beku terbentuk dari magma yang keluar dari dapur magma dalam
bentuk lava (Crawford & Mark J, 1998). Selain itu menurut Huang (1962) Batuan beku adalah
sekumpulan mineral silika yang merupakan hasil pembekuan magma yang saling interlocking atau
bidang-bidang kristal saling bersinggungan. Akibat terbentuk dari pembekuan, terdapat unsur-unsur
kristalisasi material penyusunnya. Komposisi mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari
unsur-unsur secara kimiawi sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.
Batuan beku dapat dibagi berdasarkan genesisnya menjadi tiga, yaitu batuan beku intrusif
(volcanic), beku gang, dan beku ekstrusif (plutonik). Batuan beku intrusif ialah batuan beku yang
terbentuk dan membeku di bawah permukaan bumi tanpa sempat naik ke permukaan bumi. Pembekuan
batuan beku intrusif berlangsung lambat akibat suhu di bawah permukaan bumi yang panas, akibatnya
terbentuk kristal-kristal kasar karena perbedaan titik beku mineral penyusun batuan. Selanjutnya batuan
beku gang ialah batuan beku yang terbentuk dan membeku di celah-celah lapisan bumi, tepatnya di
lapisan sub-surface. Kristal yang terbentuk agak kasar dan butirannya lebih kecil daripada batuan beku
intrusif. Sementara batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang terbentuk dan membeku di atas
permukaan bumi yang diakibatkan naiknya lava ke permukaan. Kristal yang dihasilkan halus akibat
proses pendinginan yang cepat (Graha, 1987).
Pengidentifikasian batuan beku secara mikroskopis dilakukan di lab dengan uji kristal maupun
kandungan zat kimia pada mineral penyusun batuan beku. Sementara secara makroskopis dapat
dilakukan langsung di lapangan dengan mata telanjang atau dengan bantuan lup, namun keakuratannya
hanya 50% jika dibandingkan pengidentifikasian secara mikroskopis. Pengidentifikasian batuan beku
secara makroskopis dapat dilakukan dengan mengamati aspek-aspek seperti tekstur, indeks warna, dan
komposisi mineral. Tekstur batuan beku diklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu, “porfiritik” cirinya
terdapat fenokris-fenokris yang terlihat jelas, “faneritik” artinya kasar, “afanitik” artinya halus,
“glassy” yang cirinya nampak seperti kaca, dan “piroklastik” dengan ciri memiliki tekstur
berfragmenfragmen. Aspek indeks warna adalah gabungan warna mineral sebagai penyusun batuan
beserta ronanya yang diklasifikasikan memiliki rona gelap atau terang. Rona gelap mengindikasikan
mineral penyusun batuan bersifat basa, sedangkan rona terang mengindikasikan mineral penyusun
batuan bersifat asam.
Aspek komposisi mineral penyusun batuan beku didasari oleh skema atau diagram reaksi
Bowen. Komposisi mineral utama penyusun batuan beku yang terdapat dalam skema ini antara lain,
Pottasium Feldspar, Quartz, Plagioclase Feldspar, Biotite, Amphibole, Pyroxene, dan Olivine.
Masing-masing mineral tersebut mewakilkan karakteristik tertentu seperti warna, kekerasan (density),
dan komposisi untuk mengidentifikasi batuan beku. Dari ketiga aspek tersebut, pengidentifikasian
batuan beku dapat dilakukan secara urut. Pertama, dilakukan pengamatan tekstur batuan yang ingin
diidentifikasi. Selanjutnya adalah mengamati indeks warna batuan. Kedua langkah tersebut kemudian
dibandingkan dengan sifat pada komparator batuan yang akan dijadikan dasar untuk menentukan
komposisi mineral pada batuan dengan plotting pada skema Bowen hingga akhirnya batuan
teridentifikasi.

Identifikasi batuan dapat dilakukan dengan menentukan tekstur didapatkan pertama tekstur
course,indeks warna cerah dan komposisi felsic (Al). Didapatkan namanya granite. dan seterusnya
Kesimpulan

1. Identifikasi petrografi batuan beku dapat dilakukan secara mikoroskopis di lab. dan makroskopis
secara langsung di lapangan. Secara makroskopis, identifikasi dilakukan berdasarkan aspek tekstur,
indeks warna, dan komposisi mineral batuan pada skema Bowen.
2. Identifikasi batuan beku berdasarkan teksturnya diklasifikasikan menjadi golongan porifritik,
paneritik, afanitik, glassy, dan piroklastik. Sedangkan identifikasi berdasarkan komposisi
mineralnya dilakukan menggunakan indeks warna yang terwakili oleh masing-masing mineral
penyusun batuan beku pada skema Bowen.

Daftar Pustaka

Crawford, M., & Mark J. (1998). Physical Geology. Nebraska. Geology, Vol. 56, No. 2, 118-129.
Graha, D. S. (1987). Batuan dan Mineral. Bandung: Penerbit Nova.
Huang, W. T. (1962). Petrology. New York: McGrawhill

Anda mungkin juga menyukai