Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA


“Koefisien Distribusi dan Tetapan Kesetimbangan Reaksi”

Hari/Jam Praktikum : Senin, 25 November 2019 (10.00-12.50)


Asisten Lab : 1. Nadya Galuh Kurniasari
2. Maratul Mahdiyyah
3. Maria Elvina Tresia Butarbutar

SHIFT B 2019
Chairani Putri Susanti
260110190050

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
I. Tujuan
1.1 Menentukan Koefisien Distribusi (KD) dari Iodium dan Kloroform
(PCE) dan H2O.
1.2 Menentukan Konstanta Kesetimbangan dari Reaksi (KC) : I2 + I- ⇌ I3-

II. Prinsip
2.1 Hukum Distribusi
Merupakan metode yang digunakan pada peneentuan aktivitas zat terlarut
dalam pelarut. Dalam keadaan setimbang, suatu senyawa kimia akan
didistribusikan diantara dua pelarut yang tercampur sedemikian rupa. (Day
and Unserwood, 2002).
2.2 Reaksi Kesetimbangan
Reaksi Kesetimbangan atau dikenal juga sebagai reaksi bolak balik
merupakan reaksi yang memiliki hasil reaksi yang dapat berubah kembali
menjadi pereaksinya (Muchtaridi, 2007).
2.3 Titrasi
Titrasi ialah metode yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi dari
larutan yang tidak diketahui dengan mereaksikan larutan tersebut dengan
larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya dan menggunakan
indicator pewarna. (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
2.4 Koefisien Distribusi
Adalah suatu perbandingan konsentrasi senyawa di dalam campuran dari
dua fase yang tidak larut pada kondisi kesetimbangan. Koefisien distribusi
juga biasa disebut dengan koefisien partisi. (Day and Underwood, 2002).
III. Reaksi
3.1 Reaksi antara I2 dengan Na2S2O3
I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62-
3.2 Reaksi Kesetimbangan
I2 + I- ⇌ I3–
(Svehla,1985)
IV. Data Pengamatan dan Perhitungan
4.1 Data Pengamatan
4.1.1 Koefisien Distribusi
Corong Fase Volume titrasi
Na2S2O3 I2 (CHCL2)
1 Organic 24,5 ml
Air 1 ml
2 Organic 14,5 ml
Air 0,5 ml
3 Organic 7,9 ml
Air 0,5 ml

4.1.2 Tetapan Kesetimbangan Reaksi


Corong Fase Volume titrasi
Na2S2O3 I2 (CHCL2)
1 Organic 21,9 ml
Air 0,6 ml
2 Organic 19 ml
Air 2,7 ml
3 Organic 8,7 ml
Air 1,3 ml
4.2 Perhitungan
4.2.1 Pembuatan I2

Gr = 6,35
3. N1.V1 = N2.V2
0,1.0,5 = N2.10
N2 = 0,005
Nilai KD

KD =

1. KD =

2. KD =

3. KD =
V. Pembahasan

Berdasarkan hukum distribusi nerst, apabila ke dalam dua


pelarut yang tidak bercampur dimasukkan suatu solute yang dapat larut
di dalam kedua pelarut tersebut, mana akan terjadi yang namanya
pembagian kelarutan. Pada solute yang dapat larut di kedua pelarut
tersebut akan terjadi pembagian kelarutan.
Secara umum kedua pelarut tersebut adalah pelarut organic dan
air. Solut akan terdistribusi dengan sendirinya pada dua pelarut tersebut
tepat setelah diaduk dan didinginkan secara terpisah. Pada keadaan
seimbang, perbandingan konsentrasi dari solute tetap, juga merupakan
tetapan pada suhu yang tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi
ataupun koefisien distribusi (Kd), yang dinyatakan dengan rumus Kd =

(Biyantoro &Purwani, 2015)


Hukum distribusi Nerst hanya berlaku pada spesi molekul yang
sama pada kedua larutan. Jika terlarut terisolasi dan menjadi ion-ionnya
atau menjadi molekul yang lebih kompleks, maka hukum distribusi tidak
dapat diterapkan. Hal ini dikarenakan KD bukan perbandingan
konsentrasi total di kedua fase melainkan hanya pada konsentrasi dari
spesi yang sama yang ada di dalam kedua fase (Mulyani & Hendrawan,
2004)
Nerst juga menyatakan bahwa suatu zat terlarut akan membuat dirinya
menjadi terbagi antara 2 cairan yang tidak dapat dicampur dengan sedemikian rupa
sehingga angka banding konsentrasi pada saat kesetimbangan adalah pada
temperature tertentu (Day & Underwood, 2002)

Koefisien distribusi bertujuan untuk menggambarkan pertukaran antara fase


yang terlarut dalam air dan fase yang terserap dalam sedimen. Koefisien distribusi
memiliki definisi sebagai konsentrasi persatuan bobot dibagi konsentrasi terlarut
dalam air persatuan volume air (Cahyana, 2013)

Pada dua pelarut yang tidak saling melarutkan, ditambakan zat yang dapat
larut di dalam kedua pelarut itu, maka zat ini akan tersebar ke dalam dua pelarut
tersebut (Mulyani & Hendrawan, 2004).

Iodide akan larut dalam karbondioksida, kloroform, ataupun


karbontetraklorida. Apabila cairan-cairan tertentu seperti eter, air, karbon disulfida
dan air dikocok bersama dalam bejana lalu campuran tersebut dibiarkan, maka
kedua cairan tersebut akan terpisah dan terbentuk dua lapisan. Eter dan iodide
menjadi setengah tercampur. Kemudian jika iodide dikocok bersama
karbondioksida dan air dan didiamkan, maka iodida akan terbagi ke dalam kedua
pelarut tersebut. Suatu kesetimbangan yang akan terjadi antara larutan iodide dalam
karbondisulfida dan juga larutan iodide dalam air (Svehla, 1985)

Suatu reaksi dikatakan setimbang apabila:

1. Kecepatan reaksi ke arah produk sama dengan kecepatan


reaksi ke arah reaktan
2. Konsentrasi dari pereaksi dan hasil reaksi relative tetap

3. Terjadi kesetimbangan dinamis jumlah zat yang terlibat


dalam reaksi tetap tetapi proses terus berjalan

(Satyawardhani, Sperisa, Rahmat, & Wayan, 2013)


Pada praktikum kali ini pertama-tama dilakukan penghitungan dari semua
bahan yang diperlukan berdasarkan konsentrasi yan dibutuhkan. Bahan-bahan yang
akan digunakan: KI, amilum, Na2S2O3, asam oksalat, PP 1%. Setelah didapatkan
berat sampel yang harus ditimbang dari perhitungan praktikan mulai menimbang satu
persatu bahan yang akan digunakan. Kemudian, setelah ditimbang semua bahan,
bahan padatan tersebut dilarutkan sesuai dengan volume masing-masing yang
diminta, dibuat dalam labuu ukur.

Setelah pembuatan larutan, seharusnya dilakukan pembakuan pada larutan


natrium tiosulfat. Pembakuan dilakukan dengan asam oksalat sebagai baku primer
dan fenolftalein sebagai indikator. Namun, pada saat dilakukan pembakuan, terjadi
keanehan pada larutan. Fenolftalein yang seharusnya menunjukkan warna violet-
pink-keunguan, malah meunjukkan warna putih susu pada saat dilakukan titrasi.
Dikarenakan kesalahan ini, maka aasisten laboratorium dan praktikan menyepakati
bahwa kadar natrium tiosulfat yang digunakan adalah kadar awal, yaitu 0,1 N.

Setelah semua bahan telah dibuat, praktikan melakukan penentuan nilai Kd


dengan memasukkan bahan–bahan yang diperlukan ke corong pisah, yaitu 20 ml I2
0,1N, CHCl3, serta 20 ml H2O di corong pisah 1. Pada corong pisah 2 dimasukkan
15 ml I2 0,1N, CHCl3, dan 20 ml H2O. Terakhir, pada corong 3 dimasukkan
sebanyak 10 ml I2 0,1N,CHCl3, dan 20 ml H2O. Lalu ketiga corong pisah tersebut
di kocok selama 30 menit secara konstan. Pada saat pengocokan keran harus dibuka
sesekali agar udara atau gas yang dihasilkan dari ekstraksi dapat keluar dan tidak
menimbulkan tekanan udara yang kuat di dalam corong pisah,karena bisa
membahayakan corong pisah dengan berada di dalamnya, larutan dan praktikan itu
sendiri. Setelah dilakukan pengocokan selama 30 menit, corong pisah ditaruh pada
statif yang telah dipasangkan penyangga untuk corong pisah. Corong pisah tersebut
didiamkan selama 20 menit. Hal ini bertujuan agar larutan terpisah menjadi 2 fase.

Setelah 20 menit atau setelah larutan terpisah, praktikan memisahkan fase I2


yang berada di bagian bawah dari larutan atau biasa disebut sebagai fase organic.
Sedangkan fase air adalah yang berada di atas. Setelah dipindahkan, larutan-larutan
tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan penambahan indicator
amilum. Penambahan amilum sebagai indikator akan menunjukkan perubahan
warna dari biru gelap menjadi berwarna bening sebagai titik akhir titrasi. Setelah
didapat volume titran yang digunakan, praktikan menghitung konsentrasi dari
larutan dan hasil konsentrasi tersebut masukkan ke rumus Kd. Setelah itu
didapatkan nilai Kd pada setiap sample.

Setelah melakukan perhitungan Kd, praktikan memulai prosedur


menentukan Kc. Hal ini dilakukan dengan cara memasukkan semua sampel ke
dalam masing-masing corong pisah. Corong pisah 1 diisi 20 ml I2 0,1N dalam
CHCl3, lalu menambahkan 100 ml KI 0,1N. Pada corong pisah nomor 2 dan nomor
3, dimasukkan sampel yang sama, hanya terdapat perbedaan pada konsentrasi dari
KI yang digunkan. Konsentrasi KI yang digunakan yaitu 0,05N KI pada corong
pisah 2 serta 0,025N pada corong pisah 3. Setelah semua bahan dimasukkan,
corong pisah dikocok selama 30 menit. Setelah dilakukan pengocokan selama 30
menit, kamudian semua corong pisah kembali disimpan di statif dan penyangga
corong pisah. Corong kembali didiamkan selama 20 menit untuk memisahkan
kedua fase.

Setelah didapatkan 2 fase yang terpisah dalam corong pisah, dikeluarkan


fase organic dan fase air pada serlenmeyer yang berbeda untuk setiap fase dan juga
setiap corong. Kemudian dilakukan titrasi pada semua larutan tersebut dan
kemudian dihitung nilai Kc nya dengan menggunakan konsentrasi yang didapat
dari perhitungan hasil titrasi.

VI. Simpulan
6.1 Telah ditentukan Kd dari iodium dalam kloroform dan air sebesar 24,5 pada
corong 1, 29,3 pada corong 2, dan 15,8 pada corong 3.
6.2 Telah ditentukan Kc dari tiap corong dengan reaksi I2 + I- →I3- yaitu sebesar
10,95 pada fase organic corong 1, 19 pada fase organic corong 2, 17,4 pada
fase organic corong 3, dan untuk fasa air,didapat kc sebesar 0,3 pada corong
1, 2,7 pada corong 2, 2,6 pada corong 3
DAFTAR PUSTAKA
Biyantoro, D., & Purwani, M. (2015). pemisahan Zr-Hf dengan cara ekstraksi
memakai solven topo. Jurnal Teknik Bahan Nuklir. Vol 9(1).
Cahyana, C. (2013). Nilai Koefisien Distribusi,Kd Cesium-137 pada Sedimen Laut.
Jurnal Teknologi Pengolahan Limbah.vol 16.
Day, r., & Underwood, a. (2002). analisis kuantitatif kation. jakarta:
erlangga. Mulyani, S., & Hendrawan. (2004). KImia Fisika II
bandung: UPI.
Muchtaridi, Megantara, S., Yanuar, A., dan Purnomo, H. 2018. Kimia
Medisinal Dasar-dasar dalam Perancangan Obat. Jakarta:
Prenamedia Group.
Purwoko, A. (2006). Kimia Dasar Jilid 1. mataram: mataram university press.
Satyawardhani, D., Sperisa, D., Rahmat, B., & Wayan, S. (2013). penggeseran
reaksi kesetimbangan hidrolisis minyak dengan pengambilan gliserol
untuk memperoleh asam lemak jenuh dari minyak biji karet. Jurnal
Ekuilibrum.
Sunarya, Y., dan Setiabudi, A. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Kimia.
Bandung: PT. Setia Purna Inves.
Svehla. (1985). VOGEL. jakarta: PT. KAlman Media. Pustaka. Syukri, S. (1999). Kimia
Dasar Jilid 1. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai