Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA


“Koefisien Distribusi dan Tetapan Kesetimbangan Reaksi”

Hari/Jam Praktikum : Rabu, 6 November 2019 / 07.00-10.00


Asisten Lab : 1. Agus Rusdin
2. Dian Amalia Maharani
3. Kamila Shiba

SHIFT C 2019
Clara Fernanda Kusuma
260110190082

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
I. Tujuan
1.1 Menentukan Koefisien distribusi (KD) dari iodium dalam PCE dan
H2O.
1.2 Menentukan konstanta kesetimbangan dari reaksi (KC) I2 + I- ⇌ I3-

II. Prinsip
2.1 Hukum Distribusi
KdA = [A] Organik / [A] water , di mana zat terlarut terpisah
berdasarkan perbedaan pada distribusi antara kedua pelarut, dengan
cara pemisahan ekstraksi craig (Day, 2002)
2.2 Reaksi Kesetimbangan
Suatu reaksi pada kesetimbangan, tetapan termodinamikanya:
K = [Ac]c[Ad]d / [Aa]a[Ab]b di mana jumlah konsentrasi semua spesies
yang timbul dari suatu zat lewat reaksi disosiasi/asosiasi. (Day, 2002)
2.3 Titrasi
Titrasi melibatkan asam dan basa, yang digunakan secara luas pada
pengendalian analitik, dan penguraian asam basa yang memengaruhi
proses metabolisme sel hidup (Day, 2002)
2.4 Koefisien Distribusi
Koefisien distribusi digunakan dalam spesies suatu zat dengan kedua
pelarut tertentu, dan seringkali aktivitasnya digantikan dengan
konsentrasi Molar. (Day, 2002)

III. Reaksi
3.1 Reaksi Kesetimbangan
I2 + I- ⇌ I3- (Svehla, 1985)
3.2 Reaksi antara I2 dengan Na2S2O3
I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62- (Svehla, 1985)
IV. Data Pengamatan dan Perhitungan
4.1 Data Pengamatan
NO PROSEDUR HASIL FOTO
Menentukan Koefisien Distribusi (Kd)
1. Menimbang I2 Telah
dan dilarutkan ditimbang I2
dalam 3.816 gram
kloroform dan dilarutkan
dalam
kloroform

2. Dimasukkan Telah -
ke dalam dimasukkan
corong pisah I2 ke dalam
20 mL corong I2 20
(percobaan I), mL
15 mL (percobaan I),
percobaan II), 15 mL
dan 10 mL percobaan II),
(percobaan III) dan 10 mL
dalam CHCl3 (percobaan
III) dalam
CHCl3
2 Ditambahkan 0 Telah
mL CHCl3 diitambahkan
(percobaan 1), 0 mL CHCl3
5 mL CHCl3 (percobaan 1),
(percobaan II), 5 mL CHCl3
10 mL CHCl3 (percobaan II),
(percobaaan 10 mL CHCl3
III) dan 200 (percobaaan
mL H2O untuk III) dan 200
setiap mL H2O untuk
percobaan setiap
percobaan.
Dihasilkan
terbentuknya 2
fase
3 Dikocok ketiga Telah dikocok
sampel ketiga sampel
percobaan percobaan
tersebut tersebut
selama 30 selama 15
menit dalam menit dalam
corong pisah corong pisah
4 Didiamkan Telah
corong pisah didiamkan
yang berisi corong pisah
sampel selama yang berisi
20 menit sampel selama
beberapa
menit

5 Ditambahkan Telah
10 mL H2O ditambahkan 4
dan amilum tetes amilum
(0.0050 gram)
pada 10 mL
air
6 Ditambahkan Telah
larutan organik ditambahkan 5
10 mL lalu KI mL KI (0.315
5 mL dan gram) dan 4
amilum tetes amilum
ke dalam 10
mL fase
organik

7 Dititrasi Telah dititrasi


dengan dengan
tiosulfat tiosulfat dan
dihasilkan
larutan
kekuningan
yang menjadi
bening
Menentukan Konstanta Kesetibangan
1 Dimasukkan I2 Telah
20 mL dalam dimasukkan I2
CHCl3 untuk 20 mL dalam
setiap 3 CHCl3 untuk
percobaan setiap 3
percobaan

2 Ditambahkan Telah
KI 100 mL 0,1 ditambahkan
M (percobaan KI 100 mL 0,1 -
I); 0,05 M M (percobaan
(percobaan II); I); 0,05 M
0,025 M (percobaan II);
(percobaan III) 0,025 M
masing-masing (percobaan
sebanyak 100 III) masing-
mL masing
sebanyak 100
mL
3 Dikocok ketiga Telah dikocok
sampel ketiga sampel
tersebut tersebut
selama 30 selama 15
menit dalam menit dalam
corong pisah corong pisah

4 Didiamkan Telah
corong pisah didiamkan
yang diisi corong pisah
sampel selama yang diisi
20 menit sampel selama
beberapa
menit
5 Ditambahkan Telah
25 mL H2O ditambahkan 4
dan amilum tetes amilum
pada air.

6 Ditambahkan Telah
larutan organik ditambahkan 4
5 mL dan tetes amilum
amilum pada 5 mL
fase organik

7 Dititrasi Telah dititrasi


dengan dengan
tiosulfat tiosulfat
Tabel Koefisien Distribusi (Kd)
Corong Fase Volume Titrasi
Na2S2O3 I2 dalam CHCl3
Organik 6,1 mL 10 mL
I
Air 0,4 mL 10 mL
Organik 5,9 mL 10 mL
II
Air 0,5 mL 10 mL
Organik 5,1 mL 10 mL
III
Air 1,3 mL 10 mL

Tabel Konstanta Kesetimbangan Reaksi (Kc)


Corong Fase Volume Titrasi
Na2S2O3 I2 dalam CHCl3
Organik 8,5 mL 5 mL
I
Air 0,5 mL 25 mL
Organik 5,8 mL 5 mL
II
Air 0,6 mL 25 mL
Organik 9,3 ml 5 mL
III
Air 1,2 mL 25 mL

4.2 Perhitungan
4.2.1 Pembuatan bahan:
a. I2 dalam CHCl3
N = 0,1 N
V = 150 mL
gr 1000
N = Mr x V
gr 1000
0,1 N = 254 x 150

gr = 3,81 gram
b. KI
gr 1000
Rumus: N = Mr x V

 KI 0,1 N, V= 100 mL
gr 1000
0,1 N = 166 x 150

gr = 2,49 gram
 KI 0,05 N, V= 100 mL
gr 1000
0,05 N = 166 x 100

gr = 0,83 gram
 KI 0,025 N, V= 100 mL
gr 1000
0,025 N= 166 x 100

gr = 0,415 gram
c. Amilum 0,5% 100 mL
m
%= v

0,5 m
=
100 100
M = 0,05 gram
d. Na2S2O 0,2 N 200 mL
gr 1000
N = Mr x xe
V
gr 1000
0,2 N = 158 x x2
100

gr = 3,16 gram

𝑰𝟐 (𝑪𝑯𝑪𝑳𝟑)
4.2.2 Penentuan KD = 𝑰𝟐 (𝑯𝟐𝑶)
a. Corong Pisah I
 Fase Organik
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 6,1 = N2 x 10
N2 = 0,122 N
 Fase Air
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 0,4 = N2 x 10
N2 = 0,008 N
[I2 ]CHCl3
 KD = [I2 ]H2O
0,122
0,008

= 15,25
b. Corong Pisah II
 Fase Organik
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 5,9 = N2 x 10
N2 = 0,118 N
 Fase Air
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 0,5 = N2 x 10
N2 = 0,01 N
[𝐼2 ]𝐶𝐻𝐶𝑙3
 KD = [𝐼2]𝐻2𝑂
0,118
0,01

= 11,8
c. Corong Pisah III
 Fase Organik
M1.V1 = M2.V2
0,2 x 5,1 = M2 x 10
M2 = 0,102 M
 Fase Air
M1.V1 = M2.V2
0,2 x 1,3 = M2 x 10
M2 = 0,026 M
[𝐼2 ]𝐶𝐻𝐶𝑙3
 KD = [𝐼2]𝐻2𝑂
0,102
0,026
= 3,92
15,25+11,8+3,92
Rata-rata KD =
3

= 10,32
[𝑰𝟑−]
4.2.3 Penentuan KC = [𝑰𝟐][𝑰−]
a. Corong Pisah I
 Fase Organik
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 8,5 = N2 x 5
N2 = 0,34 N
0,34
KC = (0,1)(0,1)
= 34
 Fase Air
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 0,5 = N2 x 25
N2 = 0,004 N
0,004
KC = (0,1)(0,1)
= 0,4
b. Corong Pisah II
 Fase Organik
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 5,8 = N2 x 5
N2 = 0,232 N
0,232
KC = (0,05)(0,1)
= 46,4
 Fase Air
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 0,6 = N2 x 25
N2 = 4,8 x 10-3 N
4,8 x 10−3
KC = (0,05)(0,1)
= 0,96
c. Corong Pisah III
 Fase Organik
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 9,3 = N2 x 5
N2 = 0,372 N
0,372
KC = (0,025)(0,1)
= 148,8
 Fase Air
N1.V1 = N2.V2
0,2 x 1,2 = N2 x 25
N2 = 9,6 x 10-3 N
9,6 x 10−3
KC = (0,025)(0,1)
= 3,84
34+46,4+148,8
Rata-rata KC Organik = 3

= 76,4
0,4+0,96+3,84
Rata-rata KC Air = 3

= 1,73
V. Pembahasan
Pada praktikum koefisien distribusi dan ketetapan kesetimbangan ini, dilakukan
ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah dan juga titrasi hasil dari pemisahan.
Untuk praktikum ini, dibutuhkan juga banyak alat-alat laboratorium yang sering
digunakan seperti labu ukur, gelas beaker, erlenmeyer, gelas ukur, dan lain sebagainya.
Praktikum ini cukup memakan waktu, karena harus dilakukan pembakuan reagen,
ekstraksi cair-cair 6x dan juga titrasi 6x.
Secara teoretis, koefisien distribusi digunakan dalam bidang farmasi yang meliputi
terdistribusinya suatu obat. Praktikum ini melibatkan hukum distribusi di mana
terdapat rumus Kd = [organik]/[air]. Terdapat juga reaksi kesetimbangan yang terjadi,
yang meliputi rumus tetapan kesetimbangan (Kc). Juga meliputi titrasi dan koefisien
distribusi.
Reagen yang harus dibuat adalah I2 0,1 N dengan volume berbeda dan KI dengan
3 konsentrasi yang berbeda yang dijadikan sampel. Variabel yang dibuat berbeda ini
guna untuk melihat hasil dari setiap corong, yang berisi fase organik dan anorganik.
Kedua reagen ini reaktif terhadap cahaya sehingga harus diletakkan pada tempat yang
redup cahaya, dan pada praktikum ini digunakan plastik hitam untuk menutup reagen
agar tidak terurai dengan cahaya (tidak terjadi foto reduksi). Reagen lain yang
digunakan adalah natrium tiosulfat 0.2N 200 ml dan amilum 0.5% 100 ml sebagai
indikator. Semua reagen ini dilarutkan dalam air, kecuali I2 karena I2 tidak larut dalam
air, harus dilarutkan dalam kloroform (CHCl3).
Perlu diperhatikan pada saat sebelum titrasi, burette harus dicek terlebih dahulu
apakah dapat berfungsi dengan baik, dan tidak bocor. Begitu pula dengan corong pisah,
harus benar-benar dicek apakah tutup corong tidak bocor karena apabila bocor dan
menetes-netes, akan mengurangi isi volume dalam corong pisah. Harus dicek pula
apakah burette mampet atau tidak, agar dapat mengalir dengan baik saat ingin
dikeluarkan hasil pengocokan dari corong pisah.
Perlu diperhatikan pula GLP pada saat penimbangan, juga pelarut yang tepat untuk
zat-zat tertentu seperti I2 dan apakah reaktif terhadap cahaya atau tidak, agar zat tidak
bereaksi denhan cahaya sehingga telah terbentuk ikatan baru yang membuat zat
menjadi kurang efisien dan sampai tidak berfungsi.
Pertama dilakukan pengujian menggunakan corong pisah untuk menguji koefisien
distribusi. Pada corong 1, volume I2 dimasukkan paling banyak (20ml) berbeda 5 ml
dan 10 ml dengan 2 corong lainnya, juga untuk Kloroform yang digunakan berbeda 5
ml tetapi corong 1 paling sedikit 0 ml dan corong berikutnya berbeda 5 ml dan 10 ml
secara berurutan. Selain itu ditambahkan juga H2O sebagai fase air sehingga terdapat
2 fase berbeda dalam ketiga corong pisah.
Langkah berikutnya adalah pengocokan ketiga sampel selama 30 menit. Catatan
yang harus diperhatikan adalah saat pengocokan, harus dilakukan dengan kecepatan
konstan sehingga hasil dari pengocokan dapat maksimal. Saat pengocokan juga harus
diperhatikan bahwa ada tekanan ketika dikocok, sehingga harus dibuka bagian atas
bawah tutup corong pisah. Apabila digunakan yang bagian bawah maka diputar agar
dapat keluar tekanannya (berbentuk gelembung) dan apabila bagian atas, keluar
tekanan dari atas. Pembukaan tutup dilakukan agar corong pisah tidak mampet atau
bahkan sampai pecah.
Setelah dikocok, corong pisah didiamkan selama 20 menit, dan ditambahkan 10 ml
H2O dan juga larutan organik 10 ml, dan juga KI serta amilum. KI guna sebagai pelarut
organik, dan air sebagai fase air. Perlu dicatat bahwa sebelum dilakukan titrasi, hasil
pengocokan dari corong pisah dimasukkan ke 6 erlenmeyer yang berbeda dengan
masing-masing fase organik 3, dan fase air 3. Fase air berwarna kuning dan fase
organik yang berwarna ungu. Saat sudah didiamkan 20 menit, terlihat perbedaan di
fase air di ketiga corong: dari corong 1 paling tua berwarna coklat kuning tua, corong
2 coklat kekuningan, dan corong 3 warna coklat kekuningan pucat.
Untuk penambahan amilum, akan lebih baik apabila ditambahkan setelah
dikalkulasi volume titrasi saat kira-kira akan setimbang, dengan perhitungan, setelah
dihitung pada volume sekitaran sesuai hitungan, saat telah digunakan volume sekitar
itu, baru amilum ditambahkan. Hal ini dilakukam karena apabila amilum ditambahkan
pada awal, maka amilum dan iodine akan membentuk ikatan kompleks yang kuat,
sehingga ikatan tersebut akan sulit untuk terpecah kembali. Maka amilim ditambahkan
di tengah-tengah titrasi mendekati kesetimbangan, agar indikator amilum biru tua dapat
terlihat degan jelas sehingga hasil volume dari titrasi pun dapat akurat. Hasil titrasi
untuk fase air adalah dari warna kuning, pada titik setimbamg menjadi warna bening,
yang terlihat sangat berbeda. Untuk fase organik, terdapat 2 lapisan akrena ditambah
dengan KI, tetapi ketika dititrasi dengan natrium tiosulfat, fase bagian atas menjadi
bening dan ketika dikocok pun, erlenmeyer menjadi bening dengan sedikit warna
kuning untuk lapisan atasnya, dan bagian bawah yang berwarna ungu membentuk
seperti gel.
Kedua dilakukan pengujian ketetapan konstanta kesetimbangan (Kc). Prosedurnya
pun hampir sama dengan saat pengujian Kd, tetapi untuk Kc, ke 3 corong pisaj
dimasukkan I2 dengan volume yang semuanya sama yaitu 20 ml, sedangkan variabel
yang diubah adalah KI dengan 3 konsentrasi yang berbeda yaitu 0.1 M, 0.05 M, dan
0.025 M sebanyak 100 ml semuanya. Kemudian dikocok lagi ketiga corong pisah dan
ditunggu selama 20 menit. Ditambahkan kemudian 25 ml H2O dan amilum, serta
larutan organik 5 ml dan amilum. Untuk ini pun sama,fase air berwarna kuning, dan
fase organik berwarna ungu dengan ada lapisan sedikit di atasnya yang ketika dititrasi
, fase air menjadi bening, dan fase organik lapisan atas menjadi berwarna kuning
kehijauan, dengan titik setimbang yang sudah ditambah dengan amilum menjadi
berwarna hijau bagian lapisan atasnsya.
Hasil dari titrasi menunjukkan, baik untuk Kd dan Kc, volume titrasi dengan
natrium tipsulfat volumenya fluktuatif. Untuk kd, volumenya makin mengecil, untuk
Kc, corong 2 volumenya palimg rendah, dari corong 1 tinggi ke corong 2 merendah,
ke corong 3 meninggi kembali.
Didapatkan Kd sebesar 7,7709 dan Kc air 1,73 serta organik 76,4. Untuk reakso I2
+ I- -> I3- tidak dapat langsung ditentukan melalui jalan kimia, karena dalam larutan
yang encer, molekul iodium bereaksi secara lemah dengan I3- dalam waktu yang sangat
cepat, sehingga tidak memungkinankan apabila mengukur konsentrasi
kesetimbangannya.
Catatan lain juga adalah bahwa I- dan I3- merupakan ion yang terioniasi yang larut
hanya untuk zat yang sama dengan bentuknya, sehingga hanya I2 yang dapat larut
dalam PCE (polychloroethene). Dalam penentuan koefisien distribusi ditambahkan
sejumlah kecil KI pada kloroform guna terjadi reaksi I tersebut karena dari KI
dibutuhkan I-nya, juga untuk melarutkan I2 dan mencegaj terjadinya penguapan.
Larutan amilum baru ditambahkan ketika mendekat titik akhir titrasi agar tidak
terjadi ikatan kuat kompleks yang sulit dipecah, sebagai indikator berwarna biru tua,
dan agar amilum tidak membungkus iodium. Dari penentuan koefisien distribusi dan
konstanta kesetimbangan, yang menggunakan larutan organik dan air adalah analogi
dengan tubuh manusia yang menerima obat.
Terdistribusinya obat dipengaruhi oleh molekul yang terionisasi dan yang sulit
terionisasi. Molekul yang mudah terionisasi mempunyai kelarutan yang tinggi dalam
air tetapi tidak dapat menembus membrana lipid, sedangkan molekul yang sulit
terionisasi memiliki kelarutan yang rendah dalam air tetapi mampu menembus
membran lipid dengan mudah.
Jalur terdistribusinya obat meliputi membran lipid. Oleh sebab itu obat-obat
merupakan basa lemah atau asam lemah, bukanlah basa kuat atau asam kuat karena
akan terionisasi sepenuhnya sehingga memengaruhi lewatnya jalur melalui membran
lipid apabila seluruhnya mudah terionisasi maka akan sulit melewati membran lipid
dalam tubuh.
VI. Simpulan
6.1 Telah dapat ditentukan koefisien distribusi (KD) dari iodium dalam
CHCl3 dan H2O dengan hasil rata-rata 10,32.
6.2 Telah ditentukan konstanta kesetimbangan dari reaksi (KC) I2 + I- ⇌ I3-
dengan hasil rata-rata dari fase organic sebesar 76,4 dan rata-rata dalam
fase air sebesar 1,73.
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga
Svehla, G., 1985. Analisis Anorganik Kualitatif (Makro dan Semimikro). Jakarta: PT.
Kalman Media Pusaka.

Anda mungkin juga menyukai