Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN

PRAKTIKUM DASAR REAKSI ANORGANIK


“OKSIDASI REDUKSI : PENGARUH ASAM BASA PADA LOGAM”

NAMA : MIFTAH PATRIELA


NIM : 20036102
PRODI : KIMIA (NK)
KELOMPOK :7
ANGGOTA : 1. FENI KURNIA KHALIQ
2. JUVANI INDAH PUTRI
3. NADA FRISTA
DOSEN : 1. Dr. ANDROMEDA, M.Si
2. MIFTAHUL KHAIR, M.Si., Ph.D
ASISTEN DOSEN : 1. MUNADIA INSANI
2. RIZKA PURWANTI

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
Oksidasi Reduksi : Pengaruh Asam Basa pada Logam

A. Tujuan Praktikum
1. Untuk mempelajari pengaruh asam dan basa terhadap logam.

B. Waktu dan Tempat Praktikum


1. Hari / Tanggal : Kamis / 31 Maret 2022
2. Waktu : 13.20 – 15.50 WIB
3. Tempat : Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA UNP

C. Teori Dasar
Asam adalah spesi yang dapat mendonorkan proton (donor proton). Asam kuat
mendonorkan semua protonnya. Mineral asam seperti HCl, HNO3, dan H3PO4 adalah
asam-asam kuat. Asam dapat bertindak sebagai agen pengoksidasi. H+ adalah agen
pengoksidasi (dan tereduksi menjadi H2).
Logam cenderung membentuk kation (ion positif) baik didalam larutan
maupun senyawa. Logam padat bereaksi dengan asam membentuk kation dan melepas
satu atau lebih elektron.
M(s) →M n+ (aq) + ne
elektron yang dilepaskan ditangkap oleh agen pengoksidasi (H+, NO3 -, SO4 2-
) dan
melepaskan gas. Deret aktivitas logam terlihat pada deret unsur pada atas (kiri) dapat
mereduksi unsur-unsur yang ada dibawahnya (kanan). Jadi, kalium (K) adalah agen
pereduksi yang paling kuat yang dapat mengganti semua logam di bawah (kanan) dalam
deret aktivitas, berdasarkan reaksi:
nK(s) + M n+ (aq) → nK + (aq) + M(s)
dan sebaliknya, semua logam yang berada di atas (kiri) hidrogen dapat menggantikan
asam (sebagai contoh diganti dengan H+) dan semua logam di bawah (kanan) hydrogen
akan bereaksi dengan asam pengoksidasi.
Alkali merupakan basa kuat dengan rumus M(OH)n, dimana M adalah logam
alkali (seperti Na,K) atau logam alkali tanah (seperti Ca, Mg), dan nilai n adalah 1
(untuk alkali) atau 2 (untuk alkali tanah). Beberapa logam bereaksi dengan larutan
alkali. Reaksi alkali menunjukkan sifat “semi logam” dari unsur-unsurnya. Sifat semi
logam adalah gabungan antara sifat logam dan non-logam. Dalam beberapa kasus,
ditemukan bahwa oksida logam bereaksi dengan asam dan basa. Oksida Logam – oksida
logam tersebut disebut dengan oksida amfoter. Unusr yang mempunyai oksida amfoter
juga dapat bereaksi dengan alkali dan asam untuk menghasilkan gas H2. Zink juga dapat
bereaksi degan asam dan basa dengan cara yang sama, tetapi lambat dan relative susah
untuk melihat keberadaan gas H2 yang dihasilkan. Untuk membuktikan bahwa zink telah
larut, tambahkan ion sulfida untuk menghasilkan endapan zink sulfida.

(Anorganik, 2022).
Reaksi redoks adalah reaksi yang terjadi perubahan bilangan oksidasi. Konsep
tentang bilangan oksidasi, telah dibahas dalam topik sebelumnya. Reaksi redoks
mencakup reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi yang terjadi
penurunan bilangan oksidasi melalui penangkapan elektron, contohnya :
Cu2+ (aq) + 2e → Cu (s)
Sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi yang terjadi peningkatan bilangan oksidasi
melalui pelepasan elektron, contohnya :
Zn (s) → Zn2+ (aq) + 2e
Dalam reaksi redoks, reaksi reduksi dan oksidasi terjadi secara simultan, maka reaksi
diatas menjadi :
Cu2+ (aq) + Zn (s) → Cu (s) + Zn2+ (aq)
Contoh-contoh reaksi redoks yang lain :
1. Zn (s) + HCl (aq) → ZnCl2 (aq) + H2 (g)
2. Br2 (g) + KIO3 (aq) + 2 KOH (aq) → KIO4 (aq) + 2 KBr (aq) + 2 H2O (l) (Hibbert,
1993).
Reaksi setengah-sel yang melibatkan hilangnya elektron disebut reaksi
oksidasi (oxidation reaction). Istilah “oksidasi” pada awalnya di gunakan oleh kimiawan
untuk menjelaskan kombinasi unsur dengan oksigen. Namun, istilah tersebut sekarang
memiliki arti yang lebih luas, termasuk untuk reaksi-reaksi yang tidak melibatkan
oksigen. Reaksi setengah-sel yang melibatkan penangkapan elektron disebut reaksi
reduksi (reduction reaction). Dalam pembentukan kalsium oksida, kalium teroksidasi.
Kalium bertindak sebagai suatu zat pereduksi (reducing agent) karena memberikan
elektron kepada oksigen dan menyebabkan oksigen tereduksi. Oksigen terduksi dan
bertingkat sebagai zat pengoksidasi (oxidizing agent) karena menerima elektron dari
kalsium yang menyebabkan kalium teroksidasi. Perhatikan bahwa tingkat oksidasi
dalam reaksi redoks harus sama dengan tingkat reduksi yaitu, jumlah elektron yang
hilang oleh zat pereduksi harus sama dengan jumlah elektron yang diterima oleh zat
pengoksidasi (Chang, 2004).
Kedua reaksi ini selalu terjadi secara bersamaan, serentak artinya ada spesies
yang teroksidasi dan spesies lainnya tereduksi; oleh karena itu lebih tepat dinyatakan
sebagai reaksi reduksi-oksidasi atau disingkat reaksi redoks. Sebagai contoh apabila
sebatang tembaga dicelupkan ke dalam larutan perak nitrat, maka lapisan putih
mengkilat akan terjadi pada permukaan batang tembaga dan larutan berubah menjadi
biru. Hal ini bilangan ksidasi tembaga naik dari nol menjadi +2 dan bilangan ksidasi
perak turun dari +1 menjadi nol, tembaga mengalami oksidasi perak dan mengalami
reduksi. Walaupun setengah reaksi tersebut sesungguhnya tidak pernah ada dalam arti
berdiri sendiri, namun pemahaman ini menjadi justru sangat penting dan merupakan
langkah awal untuk menuyusun kelengkapan reaksi redoks secara utuh, termasuk
penyetaraan koefisien reaksi yang bersangkutan. Penyetaraan koefisien yang
menyangkut jenis atom dan muatan listrik suatu persamaan reaksi redoks sering
merupakan problem yang cukup rumit (Sugiyarto, 2004).
Pada umumnya, tiap reaksi reduksi-oksidasi dapat dianggap sebagai jumlah
tahap oksidasi dan reduksi. Harus ditekankan bahwa tahap-tahap individu ini tak dapat
berlangsung sendiri; tiap tahap oksidasi harus disertai suatu tahap reduksi dan
sebaliknya. Tahap reduksi ataupun oksidasi, yang melibatkan pelepasan ataupun
pengambilan elektron sering disebut reaksi setengah sel (atau lebih sederhana
selsetengah) karena dari gabungan mereka dapat disusun sel galvani (baterai). Semua
reaksi oksidasi-reduksi yang digunakan berlangsung dalam satu arah tertentu, misalnya
Fe3+ dapat direduksi oleh Sn2+, tetapi reaksi kebalikannya, oksidasi Fe2+ dan Sn4+ tidak
akan terjadi. Inilah sebabnya digunakan tanda panah tunggal dalam semua reaksi,
termasuk proses setengah-sel juga. Namun jika diperiksa satu reaksi setengah-sel secara
tersendiri, dapatlah dikatakan bahwa biasanya reaksi ini reversibel. Jadi sementara Fe3+
dapat direduksi (misalnya oleh Sn2+) menjadi Fe2+, demikian pula Fe2+ dapat dioksidasi
menjadi Fe3+ dengan zat yang sesuai (misalnya MnO4 - ) menjadi Fe2+. Sangatlah logis
untuk menyatakan reaksi-reaksi setengah sel ini sebagai kesetimbangan kima yang juga
melibatkan elektron misalnya
Fe3+ + e -  Fe2+ (Svehla, 1985).
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi :
1. Faktor suhu
Semakin tinggi suhu reaksi, semakin cepat laju reaksi yang berlangsung. Umumnya,
kenaikan suhu 10˚C dapat meningkatkan laju reaksi dua sampai tiga kali lipat.
2. Faktor konsentrasi
Sekain tinggi konsentrasi reaktan maka laju reaksi semakin cepat.
3. Faktor luas permukaan
Semakin besar bidang sentuh maka semakin cepat berlangsungnya reaksi.
4. Faktor katalis
Katalis berperan untuk menurunkan energi aktivasi, mengubah langkah reaksi dari
energi aktivasi yang tinggi menuju ke arah reaksi dengan energy aktivasi yang lebih
rendah (Suwardi, 2009).

D. Alat dan Bahan


a. Alat
1. Tabung Reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
b. Bahan
1. Logam Fe, Zn, Cu, Al, Pb
2. Paku besi
3. NaOH 2M
4. HNO3 5 M
5. HCl 5 M
6. Na2S

E. Prosedur Kerja
Cara Kerja Pengamatan Reaksi
Masukkan potongan 1. HCl 5 M 1. HCl 5 M
kecil dari logam Zn, Fe, a. Keadaan dingin - Zn(s) +
Al, dan Pb - Logam Zn, Fe, dan Al : 2HCl(aq)ZnCl2(s) +
Terbentuk gas putih H2(g)
Dalam tabung reaksi - Logam Cu dan Pb : - Fe(s) + 2HCl(aq)Fe2+ +
Tidak terjadi reaksi 2Cl–(s) + H2(g)
(+) 3 ml larutan HCl 5 b. Keadaan Panas - Cu(s) +
M - Logam Cu : 2HCl(aq)CuCl2(s) +
Gelembung gas di H2(g)
Amati sekitar logam dan - Al(s) +
larutan warna kuning 3HCl(aq)AlCl3(s) +
Jika reaksi tidak terjadi, - Logam Pb : Gelembung H2(g)
panaskan tabung reaksi gas di sekitar logam.
2. HNO3 5 M
Amati 2. HNO3 5 M - Fe(s) + HNO3(aq) → Fe3+
a. Keadaan dingin dan + NO + 2H2O (l)
(+) 2 ml larutan Na2S panas - Cu(s) + HNO3(aq) →
- Logam Fe : Larutan Cu(NO3)2(s) + H2(g)
Amati coklat dan ada endapan - Zn(s) + HNO3(aq) →
hitam - Al(s) + HNO3(aq) →
Lakukan perlakuan yang - Logam Cu : Gas biru
sama untuk HNO3 dan dan larutan biru 3. NaOH 2 M
NaOH - Logam Pb : Gelembung - Fe(s) +2OH- (aq) →
gas di sekitar logam Fe(OH)2(aq) + H2(g)
- Logam Zn dan Al : - Al(s) +2OH-(aq) →
Tidak ada reaksi Al(OH)3(aq) + H2(g)
- Zn(s) +2OH-(aq) →
3. NaOH 2 M Zn(OH)2 (aq) + H2(g)
a. Pengaruh Alkali
- Logam Zn : Terbentuk
gas putih
- Logam Fe : Terbentuk
sedikit gas (saat dingin)
dan timbul banyak gas
(saat panas)
- Logam Al : Terbentuk
gas putih
- Logam Pb dan Cu :
Tidak ada reaksi saat
keadaan dingin dan
panas
b. Pengaruh Sulfida
- Logam Zn : Endapan Zn2+(s) + S2-(aq)  ZnS(s)
putih Al3+(s) + S2-(aq)  Al2S3(s)
- Logam Pb, Cu dan Fe :
Tidak ada reaksi
- Logam Al : Endapan
putih.

F. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu Oksidasi Reduksi :
Pengaruh Asam dan Basa pada Logam yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh
asam dan basa terhadap logam. Pada percobaan ini menggunakan logam Zn, Fe, Al, dan
Pb untuk diuji dalam suasana asam dengan mereaksikan logam dengan HCl 5 M dan
HNO3 5 M sedangkan dalam suasana basa dengan menggunakan NaOH 2 M.
Pada percobaan ini dilakukan pengujian dalam suasana asam terlebih dahulu
dengan HCl 5M. Pada logam-logam yang telah diuji dengan HCl 5 M telah didapatkan
hasil bahwa logam Zn, Fe, dan Al terbentuk gas putih sedangkan logam Cu dan Pb tidak
terjadi reaksi dikarenakan Cu dan Pb tidak dapat bereaksi atau mengalami oksidasi pada
suhu kamar. Kemudian logam yang tidak dapat bereaksi dengan HCl 5 M ini dipanaskan
dalam penangas air untuk mempercepat laju reaksi sehingga dapat diamati bahwa pada
keadaan panas, logam Cu menghasilkan gelembung gas di sekitar logam dan larutan
berubah menjadi warna kuning sedangkan logam Pb juga menghasilkan gelembung gas
di sekitar logam. Secara teori, logam Zn, Fe, Cu, dan Al dapat bereaksi dengan HCl
untuk menghasilkan klorida dengan bilangan oksidasi lebih rendah dan gas hidrogen.
Reaksi yang terjadi :
Zn(s) + 2HCl(aq)ZnCl2(s) + H2(g)
Fe(s) + 2HCl(aq)Fe2+ + 2Cl–(s) + H2(g)
Cu(s) + 2HCl(aq)CuCl2(s) + H2(g)
Al(s) + 3HCl(aq)AlCl3(s) + H2(g)
Pada reaksi ini dapat dilihat bahwa gas yang terbentuk yaitu gas hidrogen dan logam Zn,
Fe, Cu, dan Al mengalami oksidasi karena pada logam Zn, Fe,dan Cu mengalami
peningkatan bilangan biloks dari 0 menjadi +2 sedangkan Al mengalami peningkatan
bilangan biloks dari 0 menjadi +3. Hal ini dapat disimpulkan bahwa logam Zn, Fe, Cu,
dan Al bertindak sebagai reduktor pada reaksi ini. Secara teori, keterkaitan asam dengan
logam yaitu, logam cenderung membentuk kation dan menjadi agen pengoksidasi dari
H+. Logam Zn, Fe, Cu, dan Al direaksikan dengan Na2S dimana penambahan Na2S
untuk membuktikan ion pada logam. Pada percobaan ini dapat diamati bahwa logam Zn,
Fe, Cu, dan Al dapat bereaksi dengan Na2S.
Pada percobaan selanjutnya yaitu pengujian logam Zn, Fe, Cu, dan Al dengan
HNO3 5 M. Pada logam-logam yang telah diuji dengan HNO3 5 M dapat diamati bahwa
dalam keadaan dingin dan panas, logam Fe menghasilkan larutan coklat dan ada
endapan hitam, logam Cu terbentuk gas hidrogen berwarna biru dan larutan menjadi
biru dikarenakan Cu bereaksi dengan air sehingga membentuk hidrat yang
menghasilkan warna biru pada Cu. Logam Pb terbentuk gelembung gas di sekitar logam
sedangkan logam Zn dan Al tidak terjadi reaksi. Secara teori, seharusnya logam Zn dan
Al dapat larut untuk menghasilkan nitrat dengan biloks lebih rendah dan nitrogen (II)
oksida (NO).
Reaksi yang terjadi :
Fe(s) + HNO3(aq) → Fe3+ + NO + 2H2O (l)
Cu(s) + HNO3(aq) → Cu(NO3)2(s) + H2(g)
Zn(s) + HNO3(aq) →
Al(s) + HNO3(aq) →
Pada reaksi ini dapat dilihat bahwa logam Fe dan Cu mengalami oksidasi dimana logam
Fe mengalami peningkatan biloks dari 0 ke +3 sedangkan Cu mengalami peningkatan
biloks dari 0 ke +2. Hal ini dapat menyatakan bahwa logam Fe dan Cu bertindak
sebaagai reduktor. Selanjutnya logam Zn, Fe, Cu, dan Al direaksikan dengan Na2S,
dapat diamati bahwa hanya logam Fe dan Cu dapat bereaksi dengan Na2S.
Pada percobaan selanjutnya yaitu pengujian logam Zn, Fe, Cu, dan Al dengan
NaOH 2 M. Pada pengujian dengan basa ini dapat diamati bahwa dengan pengaruh
alkali logam Zn terbentuk gas hidrogen berwarna putih, logam Fe terbentuk sedikit gas
hidrogen (saat dingin) dan timbul banyak gas hidrogen (saat panas), logam Al terbentuk
gas hidrogen berwarna putih sedangkan logam Pb dan Cu tidak terjadi reaksi saat
keadaan dingin dan panas. Reaksi yang terjadi :
Fe(s) +2OH- (aq) → Fe(OH)2(aq) + H2(g)
Al(s) +2OH-(aq) → Al(OH)3(aq) + H2(g)
Zn(s) +2OH-(aq) → Zn(OH)2 (aq) + H2(g)
Pada reaksi ini logam Fe, Zn, dan Al mengalami oksidasi dengan peningkatan biloks
dari 0 ke +2 pada logam Fe dan Zn sedangkan Al mengalami peningkatan biloks dari 0
ke +3 sehingga dapat dikatakan logam tersebut bertindak sebagai reduktor. Pada
pengujian dengan Na2S telah didapatkan hasil percobaan bahwa logam Zn dan Al
terbentuk endapan putih sedangkan logam Pb, Cu dan Fe tidak terjadi reaksi.
Reaksi yang terjadi :

Zn2+(s) + S2-(aq)  ZnS(s)

Al3+(s) + S2-(aq)  Al2S3(s)

G. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengaruh asam pada logam dapat terjadi pada logam Zn, Fe, Cu, dan Al saat
bereaksi dengan HCl 5 M sedangkan HNO3 dapat bereaksi dengan logam Fe, Cu,
dan Pb. Pengaruh basa terhadap logam terjadi pada logam Zn, Fe, dan Al saat
direaksikan dengan NaOH sedangkan pada Na2S terjadi reaksi hanya pada logam Zn
dan Al.
2. Ciri-ciri terjadinya suatu reaksi kimia yaitu timbulnya endapan, perubahan suhu,
gelembung gas, perubahan warna, dan perubahan bau.
Daftar Pustaka

Anorganik, T. K. (2022). Penuntun Praktikum Kimia Anorganik 2. Padang: UNP.

Chang, R. (2004). Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Hibbert, B. (1993). Introduction to Electrochemistry. London: The Macmillan Press.

Sugiyarto, K. H. (2004). Kimia Anorganik I. Yogyakarta: JICA.

Suwardi. (2009). Panduan Pembelajaran Kimia. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen


Pendidikan Nasional.

Svehla, G. (1985). Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro. Yogyakarta: PT.
Kalman Media Pustaka.
Lampiran

Link video praktikum : https://www.youtube.com/watch?v=p-fFu6ypoWo

Anda mungkin juga menyukai