Anda di halaman 1dari 32

MATA KULIAH : Gelombang dan Optik

“CRITICAL BOOK REVIEW”

Disusun Oleh :

Cheessy M.O.V Tambun (4171121004)


Eunike Sindy Nababan (4173321014)
Enjelina Siagian (4173321013)
Feny Mora (4173321018)
Fikkri Ramadhan Barus (4163321009)
Haida Aritonang (4172121007)

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis makalah ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat Rahmat dan Anugerah-Nyalah tugas mata kuliah Gelombang dan Optik dapat selesai.
Sesuai dengan kontrak mata kuliah Gelombang dan Optik pada pertemuan ke-7 mahasiswa
diwajibkan membuat critical book review ( CBR ) yang ada hubungannya dengan mata
kuliah tersebut.

Penulis laporan berusaha semaksimal mungkin mengerjakan tugas ini dengan baik
dan benar sesuai dengan sumber-sumber yang digunakan. Penulis makalah mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Gelombang dan Optik Yang telah
memberikan bimbingan dan arahan hingga critical book review ( CBR ) ini tersusun adanya.
Semoga laporan critical book review ( CBR ) ini berguna bagi yang membutuhkannya dan
dapat menambah wawasan ilmu bagi yang membaca.

Medan, oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................................................

1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................................................

1.3TUJUAN......................................................................................................................................

BAB II

2.1 RINGKASAN BUKU I .....................................................................................................................

2.2 RINGKASAN BUKU II......................................................................................................................

BAB III

3.1 KELEMAHAN DAN KELEBIHAN BUKU I.........................................................................................

3.2 KELEMAHAN DAN KELEBIHAN BUKU II.......................................................................................

BAB IV

4.1 KESIMPULAN............................................................................................................................

4.2SARAN .........................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Gelombang yang terjadi di alam sebenarnya sangat kompleks dan tidak dapat dirumuskan
dengan akurat. Tetapi fenomena gelombang yang terjadi di alam dapat dipelajari dan
dilakukan beberapa asumsi sehingga muncul beberapa teori atau persamaan gelombang.
Banyak orang yang menghitung dan memodelkan persamaan gelombang, akan tetapi tidak
banyak yang dapat mensimulasikan hasilnya dengan baik. Simulasi banyak digunakan dalam
semua bidang ilmu pengetahuan atau bahkan dalam kehidupan di masyarakat. Untuk
membangun bangunan air misalnya bendung, bendungan, tanggul sungai, saluran irigasi,
pelabuhan, bangunan pemecah gelombang (breakwater) dan sebagainya, seringkali
diperlukan suatu simulasi. Simulasi dilakukan dengan menirukan sistem beserta dengan
permasalahannya, kemudian menguji tiruan sistem tersebut dengan berbagai skenario
permasalahannya. Simulasi umumnya memerlukan model sebagai alat bantu. Model
matematik memberikan keuntungan lebih dari pada model fisik dilihat dari tenaga, waktu,
serta anggaran biaya yang lebih sedikit, sehingga pelaksanaannya lebih murah dan cepat.
Seiring bertambahnya waktu dan dampak yang ditimbulkan oleh gelombang terhadap daerah
pantai, penelitian pemodelan numerik yang berhubungan dengan perambatan gelombang
maupun deformasi gelombang dan perlindungan pantai pun semakin meningkat. Deformasi
gelombang adalah perubahan sifat gelombang yang terjadi ketika ada gelombang bergerak
merambat menuju ke pantai, salah satunya adalah difraksi.
Difraksi gelombang terjadi bila gelombang yang datang terhalang oleh suatu
penghalang yang dapat berupa bangunan pemecah gelombang (breakwater) maupun pulau.
Akibatnya, gelombang akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk ke daerah
terlindung di belakangnya. Dalam hal ini, terjadi transfer energi dalam arah tegak lurus ke
daerah terlindung. Fenomena difraksi gelombang penting diperhatikan dalam perencanaan
pelabuhan dan bangunan pemecah gelombang. Dalam makalah ini kita akan membandingkan
dua buku, agar kita mengetahui mana yang lebih bagus digunakan sebagai panduan dalam
pembelajaran. Sebagai guru atau calon pendidik kita harus tau mana buku yang lebih bagus
di gunakan agar peserta didik dapat memahami pembelajaran dengan baik.

1.2 Rumusan masalah

Anatara dua buku berikut manakah yang lebih tepat digunakan sebagai bahan ajar? agar
mahasiswa atau pelajar dapat paham dengan lebih mudah

1.3 Tujuan
Untuk menyelesaikan tugas gelombang dan optik
Untuk mengetahui antara dua buku tersebut manakah yang lebih bagus digunakan
sebagai bahan ajar.
BAB II
RINGKASAN

2.1 Identitas Buku


Judul : FISIKA DASAR

Penulis : Sparisoma Viridi

Penerbit : E-Book

Tahun Terbit : 2011

ISBN : 979 458 371 5

Jumlah Halaman : 226 halaman

Edisi :-

2.2 Ringkasan Buku 1


2.2.1 Prinsip Superposisi Gelombang
Gelombang apabila bertemu dengan sesamanya tidak akan saling
berinteraksi melainkan hanya lewat begitu saja. Hal ini berbeda dengan
partikel yang apabila bertemu dengan sesamanya akan berinteraksi
melalui suatu peristiwa yang dikenal sebagai tumbukan.
Bila terdapat dua atau lebih sumber gelombang yang memancarkan
gelombang ke arah tertentu sehingga di suatu titik dalam ruang dapat
mengalami gelombang yang berasal dari sumber-sumber berbeda maka
titik tersebut sebenarnya mengalami suatu gelombang superposisi yang
tak lain adalah penjumlahan aljabar dari gelombang-gelombang yang
sedang berada pada titik tersebut.
Dengan x adalah arah penjalaran gelombang dari sumber menuju
suatu titik P maka superposisi gelombang pada titik tersebut akibat
sumber-sumber yang berada pada posisi xi dengan frekuensi sudut ωi,
amplitudo Ai, bilangan gelombang ki, dan sudut fasa awal ϕi.
Yang dinyatakan dalam medan listriknya E(x, t). Umumnya,
fenomena-fenomena menarik seperti interferensi dan difraksi muncul
apabila dipilih sumber-sumber dengan amplitudo, frekuensi, panjang
gelombang, dan sudut fasa awal yang sama. Untuk itu kondisi-kondisi ini
yang digunakan selanjutnya. Walaupun demikian keadaan dalam
Persamaan (2.1) adalah yang secara umum berlaku.

2.2.2Prinsip Huygens
Prinsip Huygens menyatakan bahwa setiap titik dalam perambatan
gelombang dapat menjadi suatu sumber baru sehingga superposisi dari
gelombang-gelombang baru tersebut dapat digunakan untuk
menggambarkan muka-muka gelombang dari amplitudo yang
dirambatkan gelombang tersebut. Refleksi, refraksi, interferensi, dan
difraksi dapat dijelaskan dengan menggunakan prinsip Huygens ini.
2.2.3 Indeks Bias Dan Laju Cahaya
Dalam medium dengan indeks bias yang berbeda cahaya akan merambat
dengan
laju yang berbeda, yaitu
c
v=
n
(2.2)
dengan indeks bias di vakum dipilih sama dengan satu. Dengan
menggunakan
prinsip Huygens dapat ditunjukkan bahwa
λ
λn =
n
(2.3)

yang akan memberikan konsekuensi dengan v = λf


fn = f
(2.4)
bahwa frekuensi cahaya dalam medium sama dengan frekuensi cahaya
dalam vakum selama medium yang digunakan adalah medium linier. Hal
ini tidak berlaku pada medium non-linier di mana frekuensi dapat berubah
dan pada material-meta di mana indeks bias n dapat bernilai negatif.
2.2.4 Intererensi Dua Celah
Dengan menggunakan gelombang monokromatik, Thomas Young
pada tahun 1801 melakukan eksperimen yang membuktikan cahaya
adalah gelombang (berlawanan dengan keyakinan pada ilmuwan saat itu)
dengan menggunakan dua bua celah sempit sebagai sumber cahaya
koheren. Ia mendapatkan pola terang-gelap yang kemudian dikenal
sebagai pola-pola interferensi. Young menunjukkan bahwa cahaya berlaku
seperti gelombang suara, gelombang pada permukaan air, dan fenomena-
fenomena gelombang lainnya.
Dengan melihat sketsa interferensi dua celah pada percobaan
Young, beda jarak tempuh antara kedua sinar adalah
Δx = d sin θ
(2.5)
Beda jarak ini yang akan menyebabkan, secara spasial, apakah
terjadi garis gelap atau terang, terkait dengan nilai λ. Interferensi
konstruktif atau garis terang (bright fringe atau frinji terang) akan
terwujud dengan kondisi
d sin θ = mλ, m = 0, 1, 2,
(2.6)
dan interferensi destruktif atau garis gelap (dark fringe atau frinji gelap)
akan terwujud saat
1
d sin θ = (m + ¿ λ, m = 0, 1, 2,
2
(2.7)
Orde terang atau gelap dinyatakan dengan nilai m yang berbeda. Untuk
terang terdapat orde 0 atau terang pusat lalu diikuti dengan terang
pertama, kedua, dan seterusnya dengan nilai m berturut-turut adalah 0,
1, 2, ... Sedangkan untuk gelap, hanya terdapat gelap pertama, kedua,
dan seterusnya dengan nilai m berturut-turut 0, 1, 2, ... Umumnya layar
diletakkan jauh dari celah sehingga berlaku bahwa jarak layar celahL ¿¿ y
posisi suatu garis gelap atau terang terhadap garis pusat sehingga
y
tan θ ≈ θ ≈
L
(2.8)

dan

sin θ ≈ θ ≈
d
(2.9)
untuk garis terang serta
1
(m+ )
sin θ ≈ θ ≈ 2
d
(2.10)
untuk garis gelap.
2.2.5 Intensitas Interferensi Dua Celah
Ungkapan intesitas garis-garis pada layar sebagai fungsi dari θ
dapat diturunkan dengan menganggap bahwa masing-masing celah
sebagai sumber cahaya memiliki fungsi medan listriknya
E1 = E0 sin(ωt)
(2.11)
dan
E2 = E0 sin(ωt + φ)
(2.12)
Beda fasa φ dalam hal ini timbul akibat perbedaan jarak tempuh seperti
telah disebutkan dalam Persamaan (2.15) sehingga
2 πd sinθ
φ = kΔx = kdsinθ =
λ
(2.13)
Dengan demikian intensitas dapat dituliskan sebagai
φ
I = 4Icos 2( ) (2.14)
λ
Dengan menggunakan Persamaan (2.13), (2.9), dan (2.10) dapat
diperoleh bahwa intensitas akan memenuhi
I= 4I0, φ = 2mλ, m = 0, 1, 2, ..
(2.15)
0, φ = 2(m + 1)λ m = 0, 1, 2, ..
antara 0 dan 4I0, lainnya
Dapat pula dinyatakan garis terang akan memiliki Δx/λ = m dan
garis gelap Δx/λ = (m + 1/2 ), dengan m = 0, 1, 2, 3, ....
2.2.6 Intensitas melalui fasor
Dengan menggunakan fasor seperti pada Bab Arus Bolak-balik dapat digambarkan
dua buah fasor dari Persamaan (2.11) dan (2.12) yang akan membuahkan

E = 2( E0 cos β) = 2 E0 cos ( ) (2.16)
2

di mana β adalah sudut antara E dan E0 sehingga dapat diperoleh :

2 2 ∅
I = 4E0 cos ( ) (2.17)
2

seperti dalam Persamaan (2.14) di mana I 0 tak lain bahwa = E02

2.2.7 Interferensi banyak celah


Mirip dengan interferensi oleh dua celah, interferensi banyak celah dapat dilakukan
dengan (i) mengambarkan sejumlah fasor yang bersesuaian dengan jumlah celah dengan tetap
memperhatikan beda fasa atau sudut antara dua buah fasor yang berdekatan, dan (ii) lakukan
penjumlahan fasor-fasor ini sehingga diperoleh amplitudo resultannya dan variasikan sudut
antara fasor sehingga diperoleh susut-sudut yang membentuk interferensi maksimum dan
minimum.
Ilustrasi intensitas akibat dua dan tiga celah dapat dilihat dalam Gambar 2.1, empat dan lima
celah dalam Gambar 2.2, dan enam dan tujuh celah dalam Gambar 2.3.
2.2.8 Inteferensi oleh lapisan tipis
Bila terdapat batas medium yang memiliki indeks bias yang berbeda maka saat cahaya
melewatinya akan terjadi pembiasan dan pemantulan. Khusus untuk pemantulan akan terjadi

1
pergeseran fasa (phase shift) dalam jarak sejauh λ apabila cahaya datang dari medium
2
kurang rapat (indeks bias lebih kecil) ke medium yang lebih rapat (indeks bias lebih besar).
Akan tetapi tidak terjadi pergeseran fasa apabila cahaya merambat dari medium lebih rapat ke
medium kurang rapat. Dapat pula pergeseran fasa ini langsung dinyatakan dengan
π
menggunakan nilai apabila cahaya merambat dari medium kurang rapat ke medium lebih
2
rapat. Dan tidak tidak terjadi pergeseran fasa untuk perambatan sebaliknya.
Dengan demikian untuk susunan lapisan tipis yang tersusun atas udara-lapisan

Gambar 2.1: Intensitas interferensi oleh: (a) dua celah dan (b)
tiga celah.

tipis (indeks bias n dan tebal L)-udara akan diperoleh garis terang yang teramati di udara
1 λ
2L = ( m + ) , m = 0,1,2,3
2 n
(2.18)
λ
dan garis terang yang teramati di udara 2L =m , m = 0,1,2,3 (2.19)
n
Untuk kasus khusus di mana ketebalan lapisan tipis kurang dari λ misalnya saja
L < 0.1λ maka pergeseran fasa akan didominasi hanya akibat pemantulan sehingga diperoleh
garis gelap. Dalam hal ini gelap pertama ini berkaitan dengan m = 0.
Garis gelap berikutnya akan terkait dengan m = 1, 2, 3,... Penurunan Persamaan (2.18) dan
(2.19) diperoleh dengan menghitung jumlah pergeseran fasa-pergeseran fasa yang diperoleh,
misalnya akibat perbedaan jarak tempuh ∆x = kx dan pemantulan pada batas medium.
Gambar 2.2: Intensitas interferensi oleh: (a) empat celah dan (b)
lima celah

Bila cahaya datang dari medium berindeks bias n1 ke medium dengan indeks bias n2
yang berfungsi sebagai film tipis maka persamaan yang diperoleh akan berbeda dengan
Persamaan (2.18) dan (2.19). Panjang gelombang dalam medium dapat diperoleh melalui
Persamaan (2.3).
2.9 Lapisan tipis yang lebih umum
Susunan lapisan tipis dengan medium yang mengapitnya secara lebih umum
dapat diilustrasikan seperti tampak dalam Gambar 2.4. Di sini dapat dilihat bahwa secara
umum n1 ҂ n2 ҂ n3 sehingga hasil yang diperoleh dari Persamaan (2.18) dan (2.18) tidak
secara umum berlaku (dalam kasus tersebut n1 = n3 = 1 dan n2 = n). Untuk menurunkan
secara umum kasus dalam dalam Gambar 2.4 diperlukan rumusan dalam Persamaan (2.3)
untuk mencari panjang gelombang dalam medium berindeks bias n, yaitu . λ n.
Dengan demikian apabila diketahui sinar datang yang menyebabkan interferensi
pada lapisan tipis dalam Gambar 2.4 memiliki panjang gelombang dalam vakum
adalah λ maka
λ
λ i. = , i = 1, 2, 3 (2.20)
ni
adalah panjang gelombang pada masing-masing medium. Interferensi pada lapisan
tipis teramati pada sudut pantul yang amat kecil sehingga beda lintasan saat sinar melalui
medium berindeks biasn2 adalah 2L. Bila berkas dipantulkan pada batas medium berindeks
bias ni dan n j maka akan terjadi pergeseran fasa (phase shifting) sebesar π bila n j > ni dan
tidak terjadi pergeseran fasa apabila nj < ni atau dapat dirumuskan sebagai
Δφij = π, nj > ni (2.21)
0, nj < ni

2π 2π
Δφi = ki(2L) = (2L) = nj (2L)
λi λ
(2.22)
Interferensi maksimum akan terpenuhi dengan syarat
Δφ = 2mπ, m = 0, 1, 2, 3, ..,
(2.23)
dan interferensi minimum dengan syarat
Δφ = (2m + 1)π, m = 0, 1, 2, 3, ...
(2.24)
Pada perhitungan pergeseran fasa total untuk mencari interferensi
yang dilihat adalah beda fasa antara berkas s1 dan s4.
2.10 Script
Dengan menggunakan gnuplot script berikut :
# Plot inteference intensity of 2 - 7 source
# (CC 2011) Sparisoma Viridi
# dudung@fi.itb.ac.id
# 2011.04.04.40132

# postscript output is selected


set term post eps enhanced 26 lw 1.5
# size of the output
set size 1.2, 0.9

# some constants
PI = 3.14159
E0 = 1
wt = PI/2

# electric field E1 - E6
E1(dq) = E0 * sin(wt + 0 * dq)
E2(dq) = E0 * sin(wt + 1 * dq)
E3(dq) = E0 * sin(wt + 2 * dq)
E4(dq) = E0 * sin(wt + 3 * dq)
E5(dq) = E0 * sin(wt + 4 * dq)
E6(dq) = E0 * sin(wt + 5 * dq)
E7(dq) = E0 * sin(wt + 6 * dq)

# resultants and intensities


Et2(dq) = E1(dq) + E2(dq)
I2(dq) = Et2(dq) * Et2(dq)
Et3(dq) = E1(dq) + E2(dq) + E3(dq)
I3(dq) = Et3(dq) * Et3(dq)

2.3 Identitas buku II


Judul buku : Fisika
Penulis : suharyanto, karyono, dan dwi satya palupi
Penerbit : CV. Sahabat
Tahun terbit : 2009
Isbn : 978-979-068-802-5
Jumlah halaman :369

2.4 RINGKASAN BUKU II

Pendahuluan
Dalam fisika dikenal berbagai macam gelombang, misalnya: gelombang cahaya,
gelombang bunyi, gelombang tali, gelombang air, dan sebagainya, yang dikelompokkan
berdasarkan sifat-sifat fisisnya.

Gejala gelombang dapat diperlihatkan dengan mudah, apabila kita melemparkan batu
ke dalam kolam yang airnya tenang, maka pada permukaan air kolam itu akan timbul usikan
yang merambat dari tempat batu itu jatuh ke tepi kolam. Usikan yang merambat pada
permukaan air tersebut disebut gelombang.

Apabila di permukaan air itu terdapat benda terapung, misalnya kayu, maka kayu itu
hanya bergerak naik turun tidak ikut bergerak ke tepi. Hal ini menunjukkan bahwa yang
merambat hanya gelombangnya, sedangkan airnya tidak ikut bergerak bersama gelombang.
Air hanya sebagai medium rambatan gelombang. Jadi, pada perambatan gelombang
mediumnya tetap.

A. Jenis Gelombang dan Sifat-sifatnya


Gelombang didefinisikan sebagai getaran yang merambat melalui medium/perantara.
Medium gelombang dapat berupa zat padat, cair, dan gas, misalnya tali, slinki, air, dan udara.
Dalam perambatannya, gelombang membawa energi. Energi gelombang air laut sangat terasa
bila kita berdiri di tepi pantai, berupa dorongan gelombang pada kaki kita.
Gelombang dapat dikelompokkan berdasarkan sifat-sifat fisisnya, yaitu :
1. Berdasarkan arah getarannya, gelombang dapat dibedakan menjadi dua, yakni
gelombang longitudinal dan gelombang transversal.
a. Gelombang longitudinal, yaitu gelombang yang arah getarannya berimpit dengan
arah rambatannya, misalnya gelombang bunyi.
b. Gelombang transversal, yaitu gelombang yang arah getarannya tegak lurus dengan
arah rambatannya, misalnya gelombang pada tali dan gelombang cahaya.

Jenis-jenis gelombang (a) gelombang longitudinal, (b) gelombang transversal.


2. Berdasarkan amplitudonya, gelombang dapat dibedakan menjadi dua, yakni
gelombang berjalan dan gelombang diam/berdiri.
a. Gelombang berjalan, yaitu gelombang yang amplitudonya tetap pada setiap titik yang
dilalui gelombang, misalnya gelombang pada tali.
b. Gelombang diam/berdiri, yaitu gelombang yang amplitudonya berubah, misalnya
gelombang pada senar gitar yang dipetik.
3. Berdasarkan zat perantara atau medium rambatannya, gelombang dibedakan menjadi
dua, yakni gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik.
a. Gelombang mekanik, yaitu gelombang yang dalam perambatannya memerlukan
medium, misalnya gelombang air, gelombang pada tali, dan gelombang bunyi.
b. Gelombang elektromagnetik yaitu gelombang yang dalam perambatannya tanpa
memerlukan medium, misalnya gelombang cahaya.
Pada prinsipnya gelombang adalah rambatan dari energi getaran. Semua gelombang
mekanik maupun gelombang elektromagnetik mempunyai sifat-sifat yang sama yaitu dapat
dipantulkan (refleksi), dapat dibiaskan (refraksi), dapat saling berinterferensi (memadukan),
dan mengalami difraksi (pelenturan), dispersi, dan polarisasi.
Sebelum membicarakan sifat gelombang, akan kita bahas mengenai pengertian front
gelombang atau muka gelombang dan sinar gelombang. Apabila kita menggunakan keping
getar, maka pada permukaan air akan kita lihat garis lurus yang bergerak ke tepi dan jika kita
menggunakan bola sebagai penggetarnya, maka pada permukaan timbul lingkaran-lingkaran
yang bergerak ke tepi. Sekumpulan garis-garis atau lingkaranlingkaran itu yang dinamakan
front gelombang atau muka gelombang. Jadi muka gelombang didefinisikan sebagai tempat
sekumpulan titik yang mempunya fase yang sama pada gelombang. Muka gelombang dapat
berbentuk garis lurus atau lingkaran.

Muka gelombang lurus


1. Pemantulan Gelombang
Untuk mengamati pemantulan gelombang dapat dilakukan dengan menempatkan balok
kaca atau logam pada tangki riak sebagai penghalang gelombang yang mempunyai muka
gelombang lurus. Sinar gelombang tersebut akan dipantulkan pada saat mengenai dinding
penghalang tersebut. Dalam pemantulan gelombang tersebut berlaku hukum pemantulan
gelombang yaitu :
a) sudut datang gelombang sama dengan sudut pantul gelombang
b) gelombang datang, gelombang pantul, dan garis normal terletak dalam satu bidang
datar.
2. Pembiasan Gelombang
Dalam pembiasan gelombang berlaku hukum pembiasan yang menyatakan :
Perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias merupakan bilangan tetap.
sin i
=konstan
sin r
Secara umum sering dituliskan :
sin i λ1 c n1
= = = =n 12
sin r λ 2 v 2 n2
dengan :
i = sudut datang gelombang (derajat atau radian)
r = sudut bias gelombang (derajat atau radian)
λ 1= panjang gelombang pada medium 1 (m)
λ 2= panjang gelombang pada medium 2 (m)
v1 = cepat rambat gelombang pada medium 1 (m/s)
v 2= cepat rambat gelombang pada medium 2 (m/s)
n1= indeks bias medium 1
n1= indeks bias medium 2
n12= indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1

2. Interferensi Gelombang
Ada dua sifat hasil interferensi gelombang, yaitu interferensi bersifat konstruktif dan
destruktif. Interferensi bersifat konstruktif artinya saling memperkuat, yaitu saat kedua
gelombang bertemu (berinterferensi) memiliki fase yang sama. Sedang interferensi bersifat
destruktif atau saling melemahkan jika kedua gelombang bertemu dalam fase yang
berlawanan.

3. Difraksi Gelombang
Difraksi gelombang adalah peristiwa pembelokan/penyebaran (lenturan) gelomban jika
gelombang tersebut melalui celah. Gejala difraksi akan semakin tampak jelas apabila lebar
celah semakin sempit. Dengan sifat inilah ruangan dalam rumah kita menjadi terang pada
siang hari dikarenakan ada lubang kecil pada genting. Serta suara alunan musik dari tape
recorder dapat sampai ke ruangan lain, meskipun kamar tempat tape tersebut pintunya
tertutup rapat.

B. Gelombang Berjalan
1. Persamaan Gelombang Berjalan
Seutas tali AB yang kita bentangkan mendatar. Ujung B diikatkan pada tiang,
sedangkan ujung A kita pegang. Apabila ujung A kita getarkan naik turun terusmenerus,
maka pada tali tersebut akan terjadi rambatan gelombang dari ujung A ke ujung B. Misalkan
amplitudo getarannya A dan gelombang merambat dengan kecepatan v dan periode
getarannya T.

gelombang berjalan pada tali


Misalkan titik P terletak pada tali AB berjarak x dari ujung A dan apabila titik A telah

( xv ) , di mana vx adalah
bergetar selama t sekon, maka titik P telah bergetar selama t p= t−

waktu yang diperlukan gelombang merambat dari A ke P.



Jika =k , di mana k didefinisikan sebagai bilangan gelombang maka persamaan
λ
simpangan dapat dituliskan menjadi :
Y p= A sin(ωt−kx)
Persamaan tersebut yang disebut sebagai persamaan gelombang berjalan yang secara
umum dapat dituliskan :
Y p= A sin ( ωt ± kx )
Dalam persamaan di atas dipakai nilai negatif (-) jika gelombang berasal dari sebelah
kiri titik P atau gelombang merambat ke kanan dan dipakai positif (+) jika gelombang berasal
dari sebelah kanan titik P atau gelombang merambat ke kiri

2. Sudut Fase, Fase, dan Beda Fase pada Gelombang


Seperti halnya pada getaran, pada gelombang pun dikenal pengertian sudut fase, fase,
dan beda fase.

Y p= A sin(ωt−kx)= A sin ( 2Tπt − 2 πxλ )=A sin 2 π ( Tt − xλ )


Dimana θ disebut sudut fase sehingga:

θ p =( ωt−kx ) =2 π ( Tt − xλ )
Mengingat hubungan antara sudut fase (θ) dengan fase (φ) adalah θ = 2πφ maka fase
titik P adalah:

φ p= ( Tt − xλ )
∆ φ= ( x −xλ )
2 1

C. Gelombang Stasioner
Gelombang stasioner terjadi jika dua gelombang yang mempunyai frekuensi dan
amplitudo sama bertemu dalam arah yang berlawanan. Gelombang stasioner memiliki ciri-
ciri, yaitu terdiri atas simpul dan perut. Simpul yaitu tempat kedudukan titik yang mempunyai
amplitudo minimal (nol), sedangkan perut yaitu tempat kedudukan titik-titik yang
mempunyai amplitudo maksimum pada gelombang tersebut. Gelombang stasioner dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu Gelombang stasioner yang terjadi pada ujung pemantul bebas
dan gelombang stasioner yang terjadi pada ujung pemantul tetap.

1. Gelombang Stasioner pada Ujung Bebas

Persamaan gelombang stasioner dapat diperoleh dengan menjumlahkan persamaan


gelombang datang dan gelombang pantul yang sampai di titik C
Y C =2 Acos kx sin wt
Di mana A’ = amplitudo gelombang stasioner pada dawai ujung bebas, yang berarti
bahwa amplitudo gelombang stasioner tergantung pada jarak suatu titik terhadap ujung
pemantul (x).
Gelombang stasioner ujung bebas
Letak simpul-simpul gelombang stasioner pada ujung bebas dapat dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut :
1
x=(2 n−1) λ
4
Dari data tersebut letak kedudukan perut-perut gelombang stasioner dari ujung bebas
dapat dinyatakan dalam persamaan :
1
x=(n−1) λ
2

2. Gelombang Stasioner pada Ujung Terikat

Y C =2 A sin kx cos wt

Gelombang stasioner ujung terikat


Letak simpul-simpul gelombang stasioner pada ujung terikat dapat dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut.
1
x=( n−1 ) λ
2
Letak kedudukan perut-perut gelombang stasioner dari ujung terikat dinyatakan dalam
persamaan :
1
x=(2 n−1) λ
4

D. Percobaan Melde
Gambar di atas menunjukkan peralatan yang digunakan untuk mengukur cepat rambat
gelombang transversal pada sebuah dawai (senar). Apabila vibrator dihidupkan maka tali
akan bergetar sehingga pada tali akan merambat gelombang transversal. Kemudian vibrator
digeser menjauhi atau mendekati katrol secara perlahan-lahan sehingga pada tali timbul
gelombang stasioner. Setelah terbentuk gelombang stasioner, kita dapat mengukur panjang
gelombang yang terjadi (􀁏) dan jika frekuensi vibrator sama dengan f maka cepat rambat
gelombang dapat dicari dengan v = f.􀁏. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
cepat rambat gelombang dapat dilakukan dengan mengubah-ubah panjang tali, massa tali,
dan tegangan tali (berat beban yang digantungkan). Orang yang pertama kali melakukan
percobaan mengukur cepat rambat gelombang adalah Melde, sehingga percobaan seperti di
atas dikenal dengan sebutan Percobaan Melde.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa kecepatan merambat gelombang transversal
pada dawai :
a. berbanding lurus dengan akar panjang dawai,
b. berbanding terbalik dengan akar massa dawai,
c. berbanding lurus dengan akar gaya tegangan dawai,
d. berbanding terbalik dengan akar massa per satuan
panjang dawai,
e. berbanding terbalik dengan akar massa jenis dawai,
f. berbanding terbalik dengan akar luas penampang dawai.
Pernyataan tersebut jika dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut.

Fl F F
v=
√ √ √
m
=
μ
=
ρA
dengan
v = cepat rambat gelombang (m/s, cm/s)
F = gaya tegangan dawai (N, dyne)
l = panjang dawai (m, cm)
m = massa dawai (kg, gr)
µ = massa persatuan panjang dawai ( kg/m, gr/cm)
ρ = massa jenis dawai (kg/m3 , gr/cm3)
A = luas penampang dawai (m2 , cm2)

E. Gelombang Bunyi

Setiap garputala dipukul, garputala bergetar, menimbulkan pemampatan dan perenggangan


berganti-ganti yang konsentris sebagai sumber bunyi.

Gelombang bunyi merupakan salah satu contoh dari gelombang mekanik, yaitu
gelombang merambat memerlukan zat perantara (medium perantara). Gelombang bunyi
adalah gelombang mekanik yang berbentuk gelombang longitudinal, yaitu gelombang yang
arah rambatannya sejajar dengan arah getarannya. Gelombang bunyi dihasilkan oleh benda
yang bergetar, benda yang bergetar disebut sumber bunyi. Karena bunyi dihasilkan oleh
benda yang bergetar, maka kuat kerasnya bunyi tergantung pada amplitudo getarannya.
Makin besar amplitudo getarannya, makin keras bunyi terdengar dan sebaliknya makin kecil
amplitudonya, makin lemah bunyi yang terdengar.
Di samping itu, keras lemahnya bunyi juga tergantung pada jarak terhadap sumber
bunyi, makin dekat dengan sumber bunyi, bunyi terdengar makin keras dan sebaliknya makin
jauh dari sumber bunyi, makin lemah bunyi yang kita dengar. Gelombang bunyi berdasarkan
daya pendengaran manusia dibedakan menjadi menjadi tiga, yaitu audio/bunyi, infrasonik
dan ultrasonik. Audio yaitu daerah gelombang bunyi yang dapat didengar oleh telinga
manusia yang memiliki frekuensi berkisar antara 20 hingga 20.000 Hz. Infrasonik yaitu
gelombang bunyi yang memiliki frekuensi di bawah 20 Hz. Sedangkan ultrasonik yaitu
gelombang bunyi yang memiliki frekuensi di atas 20.000 Hz. Baik gelombang infrasonik
maupun ultrasonik tidak dapat didengar oleh telinga manusia.
1. Sumber Bunyi
Sumber bunyi adalah sesuatu yang bergetar. Untuk meyakinkan hal ini tempelkan jari
pada tenggorokan selama kalian berbicara, maka terasalah suatu getaran. Bunyi termasuk
gelombang longitudinal. Alat-alat musik seperti gitar, biola, harmonika, seruling termasuk
sumber bunyi. Pada dasarnya sumber getaran semua alat-alat musik itu adalah dawai dan
kolom udara.
a. Sumber Bunyi Dawai
Sebuah gitar merupakan suatu alat musik yang menggunakan dawai/senar sebagai
sumber bunyinya. Gitar dapat menghasilkan nada-nada yang berbeda dengan jalan menekan
bagian tertentu pada senar itu, saat dipetik. Getaran pada senar gitar yang dipetik itu akan
menghasilkan gelombang stasioner pada ujung terikat. Satu senar pada gitar akan
menghasilkan berbagai frekuensi resonansi dari pola gelombang paling sederhana sampai
majemuk. Nada yang dihasilkan dengan pola paling sederhana disebut nada dasar, kemudian
secara berturut-turut pola gelombang yang terbentuk menghasilkan nada atas ke-1, nada atas
ke-2, nada atas ke-3 ... dan seterusnya.

b. Sumber Bunyi Kolom Udara


Seruling dan terompet merupakan contoh sumber bunyi berupa kolom udara. Sumber
bunyi yang menggunakan kolom udara sebagai sumber getarnya disebut juga pipa organa.
Pipa organa dibedakan menjadi dua, yaitu pipa organa terbuka dan pipa organa tertutup.
1) Pipa Organa Terbuka
Sebuah pipa organa jika ditiup juga akan menghasilkan frekuensi nada dengan pola-pola
gelombang.
2) Pipa Organa Tertutup
Sebuah pipa organa tertutup jika ditiup juga akan menghasilkan frekuensi nada dengan pola-
pola gelombang.

2. Intensitas dan Taraf Intensitas Bunyi


Pada dasarnya gelombang bunyi adalah rambatan energy yang berasal dari sumber
bunyi yang merambat ke segala arah, sehingga muka gelombangnya berbentuk bola. Energi
gelombang bunyi yang menembus permukaan bidang tiap satu satuan luas tiap detiknya
disebut intensitas bunyi. Apabila suatu sumber bunyi mempunyai daya sebesar P watt, maka
besarnya intensitas bunyi di suatu tempat yang berjarak r dari sumber bunyi dapat dinyatakan
:

P P
I= =
A 4 π r2
dengan :
I = intensitas bunyi (watt/m2)
P = daya sumber bunyi (watt, joule/s)
A = luas permukaan yang ditembus gelombang bunyi (m2)
r = jarak tempat dari sumber bunyi (m)

3. Layangan Bunyi
Bunyi termasuk sebagai gelombang dan sebagai salah satu sifat gelombang yaitu
dapat berinterferensi, demikian juga pada bunyi juga mengalami interferensi. Peristiwa
interferensi dapat terjadi bila dua buah gelombang bunyi memiliki frekuensi yang sama atau
berbeda sedikit dan berada dalam satu ruang dengan arah yang berlawanan. Interferensi
semacam ini sering disebut interferensi ruang. juga terjadi jika dua gelombang bunyi yang
mempunyai frekuensi sama atau berbeda sedikit yang merambat dalam arah yang sama,
interferensi yang terjadi disebut interferensi waktu. Dalam peristiwa interferensi gelombang
bunyi yang berasal dari dua sumber bunyi yang memiliki frekuensi yang berbeda sedikit,
misalnya frekuensinya f1 dan f2, maka akibat dari interferensi gelombang bunyi tersebut akan
kita dengar bunyi keras dan lemah yang berulang secara periodik.
Terjadinya pengerasan bunyi dan pelemahan bunyi tersebut adalah efek dari
interferensi gelombang bunyi yang disebut dengan istilah layangan bunyi atau pelayangan
bunyi. Kuat dan lemahnya bunyi yang terdengar tergantung pada besar kecil amplitudo
gelombang bunyi. Demikian juga kuat dan lemahnya pelayangan bunyi bergantung pada
amplitude gelombang bunyi yang berinterferensi.

4. Efek Doppler
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai bunyi yang kita dengar akan
terdengar berbeda apabila antara sumber bunyi dan pendengar terjadi gerakan relatif.
Misalnya pada saat kita menaiki sepeda motor di jalan raya berpapasan dengan mobil
ambulan atau mobil patroli yang membunyikan sirine. Bunyi sirine yang terdengar akan
makin keras saat kita bergerak saling mendekati dan akan semakin lemah pada saat kita
bergerak saling menjauhinya. Peristiwa ini disebut efek Doppler yaitu peristiwa terjadinya
perubahan frekuensi bunyi yang diterima oleh pendengar akan berubah jika terjadi gerakan
relatif antara sumber bunyi dan pendengar. Keras dan lemahnya bunyi yang terdengar
bergantung pada frekuensi yang diterima pendengar. Besar kecil perubahan frekuensi yang
terjadi bergantung pada cepat rambat gelombang bunyi dan perubahan kecepatan relatif
antara pendengar dan sumber bunyi. Peristiwa ini pertama kali dikemukakan oleh Christian
Johann Doppler pada tahun 1942 dan secara eksperimen dilakukan oleh Buys Ballot pada
tahun 1945.

Sebagai contoh sumber bunyi mengeluarkan bunyi dengan frekuensi fs dan bergerak
dengan kecepatan vs dan pendengar bergerak dengan kecepatan vp dan kecepatan rambat
gelombang bunyi adalah v maka frekuensi bunyi yang diterima oleh pendengar apabila terjadi
gerakan relatif antara sumber bunyi dengan pendengar dapat dirumuskan :
Aturan penulisan kecepatan :
􀁺 vp berharga positif jika pendengar bergerak mendekati sumber bunyi dan sebaliknya vp
berharga negatif jika pendengar bergerak menjauhi sumber bunyi.
􀁺 vs berharga positif jika sumber bunyi menjauhi pendengar dan sebaliknya berharga negatif
jika sumber bunyi bergerak mendekati pendengar.

5. Mengukur Cepat Rambat Bunyi


Bagaimana cara mengukur cepat rambat gelombang bunyi di udara? Mengukur cepat
rambat gelombang bunyi dapat dilakukan dengan metode resonansi pada tabung resonator
(kolom udara). Pengukuran menggunakan peralatan yang terdiri atas tabung kaca yang
panjangnya 1 meter, sebuah slang karet/plastik, jerigen (tempat air) dan garputala.
Bagaimana prinsip kerja alat ini? Mula-mula diatur sedemikian, permukaan air tepat
memenuhi pipa dengan jalan menurunkan jerigen. Sebuah garputala digetarkan dengan cara
dipukul menggunakan pemukul dari karet dan diletakkan di atas bibir tabung kaca, tetapi
tidak menyentuh bibir tabung dan secara perlahan-lahan tempat air kita turunkan.
Lamakelamaan akan terdengar bunyi yang makin lama makin keras dan akhirnya terdengar
paling keras yang pertama.
Gelombang yang dihasilkan garputala tersebut merambat pada kolom udara dalam
tabung dan mengenai permukaan air dalam tabung, kemudian dipantulkan kembali ke atas.
Kedua gelombang ini akan saling berinterferensi. Apabila kedua gelombang bertemu pada
fase yang sama akan terjadi interferensi yang saling memperkuat, sehingga pada saat itu pada
kolom udara timbul gelombang stasioner dan frekuensi getaran udara sama dengan frekuensi
garputala. Peristiwa inilah yang disebut resonansi. Sebagai akibat resonansi inilah terdengar
bunyi yang keras. Resonansi pertama terjadi jika panjang kolom udara sebesar 􀁏, peristiwa
resonansi kedua terjadi jika panjang kolom udara 􀁏, ketiga jika 􀁏 dan seterusnya. Dengan
mengukur panjang kolom udara saat terjadi resonansi, maka panjang gelombang bunyi dapat
dihitung.

F. Penerapan Gelombang Bunyi dalam Teknologi


Dalam perkembangan dunia pengetahuan sekarang ini, gelombang bunyi dapat
dimanfaatkan dalam berbagai keperluan penelitian. Di bidang kelautan misalnya untuk
mengukur kedalaman laut, di bidang industry misalnya untuk mengetahui cacat yang terjadi
pada benda-benda hasil produksinya, di bidang pertanian untuk meningkatkan kualitas hasil
pertanian, dan di bidang kedokteran dapat digunakan untuk terapi adanya penyakit dalam
organ tubuh. Untuk keperluan tersebut digunakan suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip
pemantulan gelombang bunyi yang disebut SONAR (Sound Navigation Ranging).
Prinsip kerja SONAR berdasarkan prinsip pemantulan gelombang ultrasonik. Alat ini
diperkenalkan pertama kali oleh Paul Langenvin, seorang ilmuwan dari Prancis pada tahun
1914. Pada saat itu Paul dan pembantunya membuat alat yang dapat mengirim pancaran kuat
gelombang bunyi berfrekuensi tinggi (ultrasonik) melalui air. Pada dasarnya SONAR
memiliki dua bagian alat yang memancarkan gelombang ultrasonik yang disebut transmiter
(emiter) dan alat yang dapat mendeteksi datangnya gelombang pantul (gema) yang disebut
sensor (reciver).
Gelombang ultrasonik dipancarkan oleh transmitter (pemancar) yang diarahkan ke
sasaran, kemudian akan dipantulkan kembali dan ditangkap oleh pesawat penerima (reciver).
Dengan mengukur waktu yang diperlukan dari gelombang dipancarkan sampai gelombang
diterima lagi, maka dapat diketahui jarak yang ditentukan. Untuk mengukur kedalaman laut,
SONAR diletakkan di bawah kapal. Dengan pancaran ultrasonik diarahkan lurus ke dasar
laut, dalamnya air dapat dihitung dari panjang waktu antara pancaran yang turun dan naik
setelah digemakan. Apabila cepat rambat gelombang bunyi di udara v, selang waktu antara
gelombang dipancarkan dengan gelombang pantul datang adalah 􀀧t, indeks bias air n, dan
kedalaman laut adalah d maka kedalaman laut tersebut dapat dicari dengan persamaan :
BAB III
ANALISIS BUKU

3.1 BUKU I
Kelebihan

1. Penulisan Bahasa pada materi ini sudah tergolong baik sesuai dengan EYD dan
KBBI
2. Penjelasan yang terdapat pada buku dipaparkan dengan jelas dan mudah
dipahami.
Contohnya : pada pengertian interferensi penjelasan dari pengertian interferensi
dibuku ini dipaparkan mulai dari Bahasa-bahasa latinnya, sansekerta , KBBI , dan
samapi pada pendapat para ahli.
3. Dalam bab ini terdapat juga pendapat-pendapat para ahli /tokoh – tokoh mengenai
materi yang dibahas misalnya pada Prinsip Huygens
4. Rumus yang dijabarkan luas,terdapat gambar grafik dan soal-sola yang akan
melatih kemampuan
Kelemahan
1. Di bab ini tidak terdapat rangkuman tiap bab , sehingga penulis yang harus
berpikir lagi untuk merangkum isi dari tiap baba tau materi.
2. Buku ini memang bagus namun penjelasannya kurang baik karena penjelasannya
masih kurang mendeteil sehingga kurang menarik perhatian si pembaca untuk
membaca buku ini.
3. Dalam hal penulisan buku ini kurang rapi.

3.2 BUKU II

Kelebihan
Beberapa hal yang menjadi kelebihan buku kedua adalah sebagai berikut

1 Pada buku kedua menjelaskan dengan baik persamaan yang ada pada materi serta
penurunan rumus nya.
2 Pada buku kedua juga terdapat beberapa contoh soal serta pembahasan yang dapat
menambah pemahaman pembaca terkait materi tersebut

Kekurangan isi buku:


1. Pada setiap materinya tidak dijelaskan penurunan rumusnya
2. Beberapa bahasa pada buku kurang mudah dipahami
3. Contoh- contoh penerapan dalam kehidupan sehari hari hanya sedikit.
4. Gambar pada setiap materi kurang menarik, karena warnanya cumin hitam putih.
5. Pada setiap materi dijelaskan singkat dan padat.
BAB IV
PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Dari hasil riview buku pertama lebih bagus digunakan sebagai referensi, karena buku pertama
lebih lengkap dan penjelasan yang mudah di pahami dibandingkan buku satu. walaupun
dalam buku pertama tidak ada rangkuman namun bahasa yang bagus dalam buku pertama
cukup untuk memudahkan pembaca memahami isi bacaan.
2.2 Saran

Saran saya kita harus cermat dalam memilih buku sebagai referensi dalam belajar. Supaya
kita dapat paham isi dari buku yang akan kita pelajari.

DAFTAR PUSTAKA

Viridi, Sparisoma.2011. FISIKA DASAR.e-book : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai