Anda di halaman 1dari 25

MANAGING GLOBAL HUMAN RESOURCES (BY GARY DESSLER)

Setelah membahas berbagai area-area fungsional dalam manajemen sumber daya manusia,
sekarang kita masuk ke dalam pembahasan mengenai pengaplikasian ilmu pengetahuan
tentang sumber daya manusia dalam ruang lingkup internasional. Tantangan terbesar dalam
beroperasi secara global mungkin adalah mengadaptasikan diri dengan budaya-budaya yang
bermacam-macam bentuknya, bahkan dalam lingkup manajemen sumber daya manusia, hal
ini sudah cukup kompleks. Sebagai manajer sumber daya manusia untuk organisasi yang
beroperasi pada tingkat global, tantangan untuk bisa mengadaptasikan kebijakan-kebijakan
mengenai sumber daya manusia dengan perbedaan-perbedaan yang ada harus ditaklukkan.

Perbedaan-perbedaan yang muncul antara lain bisa dilihat dari sisi kebudayaan, sistem
ekonomi, maupun dari sisi hukum/legalitas. Sebagai contoh, di Meksiko biasanya para
pegawai tidak memiliki hubungan yang akrab dengan para atasan mereka, hubungan yang
ada semata-mata adalah hubungan formal antara atasan dengan bawahan. Kemudian di
Jerman, pegawai tidak boleh datang terlambat beberapa menit pun juga dan harus menyapa
pegawai yang lebih senior dari mereka disertai dengan titelnya, meski hal ini tidak boleh
digeneralisir begitu saja. Selanjutnya, perbedaan dalam sistem ekonomi yang sebenarnya
berimbas pada perbedaan kebijakan sumber daya manusia.  Sebagai contoh, perbedaan dalam
biaya kompensasi pegawai per jamnya yang bervariasi, mulai dari $2.38 di Meksiko hingga
$25.08 di Jerman. Kemudian juga, dari sisi hukum dan aspek legalitas lainnya, jika di Jerman
dan beberapa negara lainnya ada peraturan codetermination yang memberi hak pada pegawai
untuk memilih perwakilan mereka untuk menyuarakan pendapat mereka saat organisasi akan
menetapkan berbagai kebijakan. Sementara itu di Amerika Serikat, biasanya hal-hal seperti
penentuan upah ditetapkan oleh organisasi , atau oleh organisasi dengan negosiasi bersama
serikat pekerja.

Sekarang, bagaimanakah mengimplementasikan sistem sumber daya manusia global? Dalam


menyikapi sekian banyak perbedaan di berbagai Negara, pertanyaannya adalah apakah
sebaiknya organisasi menetapkan sistem manajemen sumber daya manusia yang
terstandardisasi di kebanyakan atau justru seluruh fasillitas yang dimiliki organisasi di
berbagai belahan dunia? Pada kenyataannya, yang harus menjadi fokus  adalah menetapkan
sistem yang bisa diterima oleh pegawai yang ada di berbagai belahan dunia, atau sistem yang
bisa dikembangkan dan diimplementasikan dengan lebih efektif oleh organisasi dan hal ini
butuh praktik-praktik langsung agar sistem manajemen yang demikian bisa ditemukan. 
Dalam buku Dessler, tiga poin praktik terbaik yang hendaknya dilakukan oleh organisasi
mencakup:

 Ingat bahwa sistem global lebih disetujui pada organisasi yang benar-benar global,
maksudnya adalah organisasi benar-benar menganggap dirinya sebagai unit yang
bekerja dalam lingkup dan perspektif global, untuk itu manajemen akan lebih mudah
menyetujui pandangan global dalam menetapkan sistem manajemen sumber daya
manusia yang global.
 Karena manajer SDM selalu mencari cara untuk melakuka standardisasi ke berbagai
aktivitas manajemen SDM(rekrutmen, seleksi, dan sebagainya), maka terkadang akan
ada penolakan dari manajer lokal dengan alasan suatu sistem tidak akan bisa
diaplikasikan di daerahnya, namun demikian hal yang dipaparkan manajer lokal tidak
akan selalu benar. Untuk itu, penting untuk benar-benar meninvestigasi halangan apa
yang muncul dalam mengimplementasikan sistem baru, apakah budaya lokal, atau
perbedaan-perbedaan lainnya.
 Bekerja dalam konteks budaya organisasi yang kuat. Organisasi dengan dipandang
memilki budaya yang kuat akan lebih melakukan standardisasi di mana saja dan tentu
akan lebih mudah dalam menyampaikan nilai-nilai yang dianut organisasi kepada
semua pegawainya.

Selain tiga macam praktik terbaik di atas, peneliti juga menemukan bahwa organisasi juga
hendaknya melakukan praktik-praktik semacam membentuk jaringan global yang kokoh dan
membentuk tim global yang bisa saling membantu dalam pengembangan sistem manajemen
sumber daya manusia yang berkelanjutan. Patut diingat juga bahwa mungkin standardisasi
harus dilakukan dalam hal-hal yang fungsional dalam manajemen SDM, namun pada detil-
detil pelaksanaannya hendaknya lebih fleksibel.

Kemudian mari sedikit membahas tentang praktik staffing pada organisasi global. Dalam
melakukan staffing, organisasi global akan dihadapkan pada berbagai pilihan. Pilihannya
antara lain adalah apakah akan merekrut pegawai lokal atau para ekspatriat, yakni pegawai
yang bekerja di luar negeri asalnya. Organisasi di zaman sekarang sudah banyak juga yang
memakai para ekspatriat secara fleksibel. Ada juga organisasi yang menggunakan teknologi
video berbasis internet yang memudahkan tim bekerja secara bersama-sama meski setiap
anggotanya berada di tempat yang berjauhan. Semua menjadi mungkin dengan teknologi.
Staffing  dengan offshoring juga merupakan isu internasional yang patut diperhatikan.
Offshoring berarti melakukan aktivitas organisasi di negara yang berbeda dengan negara
tempat organisasi berada untuk aktivitas yang biasanya bisa dilakukan di negara sendiri.
Tujuan dari offshoring antara lain adalah membangun pasar baru atau membuka fasilitas baru
yang bisa melayani pasar lokal.

Dalam menetapkan sistem staffing, organisasi tidak akan terlepas dari nilai-nilai yang
dianutnya. Nilai-nilai dominan yang dianut organisasi perihal staffing ini bisa
diklasifikasikan sebagai berikut:

 Etnosentrik, pemikiran yang mengatakan bahwa sikap, gaya manajemen, ilmu,


kriteria evaluasi, maupun manajer dari Negara asal organisasi akan lebih baik
dibandingkan dengan yang ditawarkan Negara-negara lain.
 Polisentrik, pemikiran yang mengatakan bahwa di Negara mana pun organisasi
menaruh cabangnya, maka akan lebih baik jika cabang organisasi diatur oleh orang-
orang di Negara tersebut, bukan dari negaara asal sebab mereka dianggap lebih
mengerti kebudayaan dan segala hal yang berkaitan dengan Negara tempat cabang itu
berada.
 Geosentrik, pemikiran bahwa manajemen terbaik bukanlah dititikberatkan pada
Negara asal atau Negara apapun, tapi harus dilihat secara objektif berdasarkan
pandangan global.

Berdasarkan data, cukup besar persentase yang menunjukkan kegagalan ekspatriat dalam
melakukan tugasnya, namun hal ini bisa diantisipasi dengan melakukan seleksi dengan hati-
hati. Ada banyak sumber bisa dipakai manajemen SDM untuk mengisi posisi sebagai staf
domestik maupun luar Negara, seringkali posisi manajerial diisi oleh orang local daripada
ekspatriat. Memilih ekspatriat berarti menyaring mereka dengan beberapa kriteria yang bisa
dipakai untuk memprediksi apakah mereka akan bisa beradaptasi dengan lingkungan baru.
Kriteria tersebut antara lain adalah fleksibilitas, kekukuhan budaya yang mereka miliki,
motivasi dan ilmu pengetahuan dalam pekerjaan, keterampilan relasional, keterbukaan
dengan budaya luar, dan situasi keluarga. Proses penilaian(appraisal) untuk para ekspatriat
biasanya akan lebih rumit sebab dalam menilai mereka, dibutuhkan supervisor dari local
maupun dari tempat mereka bekerja untuk melakukan penilaian performa mereka. Beberapa
saran untuk meningkatkan proses situ antara lain membobotkan lebih pendapat dari manajer
yang bekerja di lapangan, dan mengupayakan agar manajer tersebut bisa memperoleh
informasi latar belakang mengenai ekspatriat sebelum menyelesaikan penilaiannya.

Salah satu masalah pelik dalam mengirim pegawai ke luar negeri adalah kemungkinan sekitar
40%-60% bahwa mereka akan berhenti dalam kurun waktu tiga tahun. Studi mengatakan
bahwa organisasi butuh investasi besar untuk mengirim pegawai ke luar negeri, di antaranya
adalah biaya transportasi, akomodasi, pelatihan, serta gaji tentunya akan merugikan
organisasi apabila mereka harus berhenti. Untuk itu dibutuhkan program repatriasi yang
memiliki prinsip begini: Pastikan bahwa para ekspatriat serta keluarganya tidak merasa
bahwa organisasi menelantarkan mereka begitu saja. Solusi untuk hal ini antara lain adalah
menggunakan persetujuan repatriasi, menunjuk sponsor, menggunakan konseling karir,
memastikan para ekspatriat untuk tetap terhubung dengan organisasi, dan menawarkan 
program reorientasi untuk ekpatriat dan keluarganya.

EMPLOYEE SAFETY AND HEALTH (BY GARY DESSLER)

Tujuan dari bab ini adalah menjelaskan kepada kita bagaimana untuk mengatur dan
mengantisipasi segala masalah terkait dengan keamanan dan kesehatan di tempat kerja. Tiap
harinya, kita akan bisa dikejutkan oleh besarnya nomor yang menunjukkan angka kecelakaan
di tempat kerja, serta bisa mengetahui seberapa besar kerugian terprediksi karenanya. Namun
demikian, kita harus tahu bahwa kerugian di balik kecelakaan itu bahkan bisa jauh lebih besar
dibandingkan yang telah dilaporkan. Dalam bukunya, Dessler mengatakan bahwa tiap
manajer harus mempunyai pengetahuan tentang OSHA(Occupational Safety and Health Act),
sebuah UU yang kurang lebih berisi tujuan, standar, dan prosedur inspeksi, serta hak dan
tanggung jawab organisasi dan pegawai terkait keamanan dan kesehatan di tempat kerja.
OSHA mungkin bukan UU yang berlaku di Indonesia, tapi kurang lebih kita bisa mengambil
referensi darinya sebab masalah keamanan dan kesehatan tentu merupakan isu yang berlaku
di mana saja.

Mari kita sedikit membahas tentang OSHA. Di bawah pengaturan OSHA, organisasi yang
berisikan sebelas anggota atau lebih harus mencatat laporan dan melaporkan segala bentuk
hal yang tidak normal disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan
linkungan pekerjaan. Hal-hal tersebut termasuk penyakit akut dan kronis yang disebabkan
oleh menghirup, menyerap, atau kontak langsung dengan substansi-substansi berbahaya atau
benda-benda yang bisa mengancam keselamatan(harmful agents). Dalam penegakan standar-
standar OSHA, inspeksi dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Namun, tetap harus ada
surat perintah agar inspeksi bisa dilakukan. Prioritas dari inspeksi OSHA adalah pada hal-hal
yang paling buruk terlebih dahulu, dengan urutan kurang lebih mulai dari hal-hal fatal dan
kecelakaan yang bisa mengirim tiga atau lebih pegawai ke rumah sakit, komplain pegawai,
hingga terakhir adalah mengusahakan inspeksi yang berkelanjutan secara berkala. Inspeksi
ini dilakukan oleh petugas OSHA dan OSHA bisa mengajukan penalti yang biasanya
berjumlah antara $5000-$70.000.

Di salam OSHA, baik organisasi maupun pegawai mempunyai hak dan tanggung jawabnya
masing-masing. Organisasi bertanggung jawab untuk menyediakan tempat kerja yang bebas
dari segala bentuk hal yang berpotensi melukai manusia dan berhak berkonsultasi serta
meminta masukan dari OSHA serta meminta bantuan untuk mempersiapkan diri menghadapi
inspeksi OSHA. Pegawai memiliki tanggung jawab untuk mematuhi dan berpedoman pada
standar-standar OSHA dan melaporkan segala bentuk kondisi ataupun hal-hal yang
berpotensi membahayakan kepada supervisor. Terlepas semua itu, tentu mereka berhak untuk
memperoleh jaminan keamanan dan kesehatan selama melakukan pekerjaan.

Organisasi harus berhati-hati untuk tidak memancing permasalahan dengan OSHA. Berikut
ini adalah sepuluh hal yang harus dicatat setiap orang yang tidak ingin bermasalah dengan
OSHA:

 Mengacuhkan pegawai yang melaporkan hal terkait isu-isu keamanan.


 Berbohong pada OSHA saat diinspeksi.
 Tidak mengorganisir dokumen-dokumen yang berkaitan dengan keamanan dengan
baik.
 Tidak melakukan tindakan meski sudah diperingati OSHA.
 Gagal mengontrol arus informasi selama dan setelah inspeksi.
 Tidak mengadakan audit keamanan, atau mengetahui hal yang membahayakan namun
membiarkannya.
 Tidak melakukan kontrol terhadap mesin dengan baik.
 Tidak memprioritaskan masalah keamanan.
 Tidak menegakkan peraturan-peraturan terkait keamanan.
 Mengacuhkan isu-isu kesehatan.

Apa sajakah sebenarnya peran utama manajemen tingkat atas dalam hal ini? Di antaranya
adalah pihak manajemen harus  menginstitusionalkan komitmen manajemen dengan
membuat kebijakan keamanan, dan mempublikasikannya. Selain itu, juga harus menganalisis
jumlah kecelakaan dan insiden keamanan lalu menetapkan target keamanan yang bisa
dicapai, misalnya menurunkan tingkat kecelakaan hingga setengahnya. Sebenarnya, seperti
apa saja bentuk kondisi yang bisa dianggap sebagai sesuatu yang tidak aman sehingga
menjadi penyebab kecelakaan? Contohnya adalah seperti peralatan-peralatan yang tidak
dijaga, peralatan yang sudah cacat, ruangan yang tidak cukup pencahayaan, kurangnya
ventilasi, dan sebagainya.

Bagaimanakah cara mencegah kecelakaan? Menurut Dessler dalam bukunya, caranya antara
lain harus ada upaya pengurangan kondisi-kondisi di atas sebagaimana yang telah disebutkan
di atas dan haruskan pegawai untuk memakai alat pelindung yang mudah dipakai. Kemudian,
hendaknya kurangi tindakan-tindakan yang bisa membahayakan dengan fokus terhadap
tindakan aman. Caranya antara lain memuji pegawai yang memilih untuk bertindak dengan
cara yang aman, dengarkan saran pegawai menyangkut isu-isu keamanan, mengadakan
komunikasi terbuka tentang keamanan, dan sebagainya. Pengurangan tindakan yang
membahayakan bisa dilakukan melalui ketika melakukan seleksi dan penempatan pegawai
dan melalui pelatihan. Pengurangan tindakan-tindakan berbahaya juga tentu bisa dilakukan
dengan memotivasi semua komponen organisasi untuk itu, misalnya dengan memasang
poster, memberlakukan sistem insentif yang inovatif, dan masih banyak lagi.

Selanjutnya seperti apa sajakah hal-hal yang berpotensi membahayakan kesehatan? Dari
berbagai hal berbahaya yang ada, tentu tidak semua hal tersebut bisa diidentifikasi dengan
mudah, namun di antaranya tidak akan semudah itu. Berdasarkan buku Dessler, hal-hal
tersebut antara lain adalah:

 Bahan-bahan kimia dan material lainnya


 Suara yang terlalu keras.
 Suhu yang ekstrim.
 Biohazard, seperti jamur dan bibit penyakit.
 Ergonomic hazard, seperti peralatan berdesain buruk yang menyebabkan pegawai
harus bekerja dalam posisi yang tidak aman.

Substansi-substansi berbahaya  seperti di atas membutuhkan pengambilan contoh udara dan


berbagai tindakan preventif dan antisipatif lainnya.

Sekarang kita masuk ke bagian seperti apa organisasi bisa membuat program keamanan
korporasi. Idealnya, program yang dibuat dimulai dengan hal-hal berikut ini:

 Filosofi organisasi dan kebijakan menyangkut tindakan-tindakan kejahatan, untuk


mengaskan pada pegawai bahwa organisasi tidak akan mentolerir tindakan kejahatan
seperti apa pun.
 Investigasi terhadap pelamar kerja.
 Pelatihan kesadaran keamanan.
 Manajemen krisis, menetapkan dan mengkomunikasikan prosedur yang harus
dilakukan pegawai dalam menghadapi situasi yang mengancam, seperti ancaman
teroris dan ancaman bom.

Secara sederhana, langkah dalam menetapkan rencana keamanan adalah: menganalisis level
risiko yang tengah dihadapi, kemudian memasang system keamanan mekanis, alami, dan
organisasional. Keamanan alami berarti mengambil keuntungan dari fitur arsiterktural dari
fasilitas yang dimiliki untuk meminimasi masalah-masalah keamanan. Keamanan mekanis
adalah utilisasi sistem keamanan seperti kunci, alarm, dan pengawasan dengan kamera
pengawas. Lalu, keamanan organisasional maksudnya adalah memanfaatkan manajemen
yang baik untuk meningkatkan keamanan. Sebagai contoh, adalah melatih dan memotivasi
staf dan petugas keamanan, serta memastikan mereka sudah mengetahui tugas mereka dengan
baik. Membicarakan keamanan, tentu tidak lengkap tanpa adanya rencana evakuasi. Rencana
evakuasi harus dibuat dan memiliki beberapa elemen, yaitu deteksi masalah secepatnya,
metode untuk mengkomunikasikan masalah darurat secara eksternal, dan rencana komunikasi
untuk memulai evakuasi dan menyediakan informasi kepada siapa saja yang harus segera
berevakuasi.

Mengingat program-program keamanan dilakukan dengan memantau aktivitas pegawai


dengan signifikan, pertanyaannya adalah apakah privasi pegawai diusik karena ini? Oleh
karenanya, penting bagi organisasi untuk tetap memperhatikan isu privasi pegawai. Untuk itu,
berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan organisasi untuk menginvestigasi aktivitas
pegawai demi masalah keamanan:
 Mendistribusikan kebijakan yang kurang lebih (a) mengatakan bahwa organisasi
berhak menginspeksi pegawai termasuk barang-barang pribadi mereka, media
elektronik, dan dokumen, dan (b) menitikberatkan bahwa properti-properti yang
dipakai pegawai tetap merupakan milik organisasi dan oleh karenanya organisasi
berhak mengontrol dan memeriksanya.
 Melatih investigator agar fokus terhadap fakta dan tidak berprasangka yang bukan-
bukan.
 Pastikan investigator tahu bahwa pegawai bisa meminta perwakilan pegawai untuk
hadir saat dibutuhkan.
 Pastikan semua investigasi dijalankan dijalankan secara adil dan nondiskriminatif.

BENEFITS DALAM PERUSAHAAN (BY GARY DESSLER)

Kemanfaatan (benefit) dalam konteks yang kita bicarakan pada bab ini berarti segala sesuatu,
financial ataupun non-finansial yang secara tidak langsung diterima oleh para pegawai
sebagai insentif  bekerja di organisasi. Sebuah studi mendapatkan informasi bahwa dengan
menawarkan kemanfaatan kesehatan, organisasi bisa menawarkan tingkat gaji lebih rendah
daripada organisasi yang yang tidak menawarkan kemanfaatan tersebut. Namun demikian,
studi tersebut juga menunjukkan bahwa kurang dari setengah pegawai yang disurvey merasa
puas dengan keseluruhan performa perencanaan kesehatan organisasi mereka. Untuk itulah,
butuh sebuah dedikasi dan keahlian untuk mendesain paket kemanfaatan bagi pegawai. Paket
kemanfaatan ada yang di antaranya memang diwajibkan penetapan kebijakannya oleh
hukum, sementara sisanya adalah hak organisasi apakah mereka mau menetapkannya atau
tidak.

Kemudian terdapat istilah pembayaran kemanfaatan tambahan, yakni berupa kemanfaatan


yang diberikan atas pegawai saat tidak bekerja. Kemanfaatannya bisa berupa asuransi bagi
pengangguran, bayaran liburan, serta bayaran ketika sakit. Asuransi pengangguran
menyediakan kemanfaatan bagi orang-orang yang tidak bekerja bukan atas kesalahannya
sendiri dan berasal dari pajak yang dikenakan kepada organisasi. Untuk kemanfaatan yang
diberikan ketika pegawai liburan pada pelaksanaanya bervariasi caranya tergantung
organisasi itu sendiri.  Bayaran ketika sakit juga penting untuk direncanakan dengan matang,
mengingat ”sakit” sering dipakai sebagai legitimasi saja oleh pegawai. Selain ketiga hal itu,
organisasi harus peka terhadap isu-isu  menyangkut urusan keluarga pegawai, misalnya
bagaimana untuk memberikan kemanfaatan bagi pegawai wanita yang harus absen karena
hamil. Biaya lainnya misalnya pesangon yang diberikan kepada pegawai saat merasionalisasi
pegawai juga harus masuk ke dalam perencanaan organisasi dalam memberikan kemanfaatan
bagi para pegawainya.

Sekarang mari membahas sedikit mengenai asuransi. Asuransi bermacam-macam bentuknya,


di antaranya adalah kompensasi yang diberikan kepada pegawai yang mengalami kecelakaan
dalam pekerjaan dan berbagai kondisi yang menyebabkan mereka tidak berdaya bukan
disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri. Bentuk kompensasi yang ditawarkan bisa dalam
bentuk pembayaran dengan uang ataupun bantuan medis.

Bentuk asuransi selanjutnya adalah asuransi perawatan rumah sakit, kesehatan, dan
kecacatan. Dalam hal ini organisasi melindungi pegawai dari biaya yang dikeluarkan oleh
aktivitas-aktivitas di rumah sakit, misalnya biaya opname, operasi, dan sebagainya. Biaya
untuk perawatan kesehatan tentu akan mahal bila tidak diatur dengan baik, untuk ada
beberapa tren dalam mengontrol biaya perawatan kesehatan, pertama adalah ikut melibatkan
pegawai tersebut dalam program perawatan kesehatan, tujuannya adalah agar mereka juga
tahu berapa biaya yang dibutuhkan dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan
perawatan kesehatan mereka. Sebagai contoh, organisasi menyediakan intranet bagi pegawai
agar mereka bisa mengakses informasi dasar mengenai  program kesehatan yang sedang
mereka ikuti. Kedua, organisasi bisa memberlakukan harga premium kepada pegawainya,
namun mungkin yang paling baik adalah membuat program pencegahan mengingat
kebanyakan penyakit bisa dicegah. Beberapa tindakan pencegahan antara lain adalah
memberikan kesempatan kepada pegawai untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara
rutin, dapat juga dengan mengadakan seminar-seminar yang berisikan pentingnya gaya hidup
sehat. Selain itu semua, tentu masih ada banyak pilihan yang bisa diambil organisasi dalam
meminimalisir biaya asuransi tersebut.

Berikutnya ada kemanfaatan untuk isu pemberhentian pegawai, yakni kemanfaatan yang
diberikan setelah pegawai berhenti kerja. Di antaranya adalah jaminan sosial dan rencana
pensiun.  Program jaminan sosial  memiliki tiga tipe kemanfaatan, di antaranya adalah
pendapatan pada umur 62 , pembayaran atas kematian, serta kemanfaatan berupa pembayaran
untuk yang cacat. Rencana pensiun akan memberikan uang sejumlah tetap kepada pegawai
yang sudah mencapai masa di mana ia diprediksikan akan berhenti. Rencana pensiun dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga hal: kontributif dengan non-kontributif, terkualifikasi dengan
tidak terkualifikasi, dan kontribusi yang terdefinisi dan manfaat yang terdefinisi. Dengan
manfaat yang terdefinisi, pegawai akan mengetahui julah manfaat yang akan mereka terima,
sementara untuk jenis kontribusi yang terdefinisi, pegawai maupun organisasi akan
mengetahui seberapa besar kontribusi yang harus mereka sumbangkan terhadap pembuatan
rencana, bukan kemanfaatannya yang mereka ketahui.

Dalam bahasan ini, terdapat juga pelayanan pribadi dan kemanfaatan ramah keluarga. Sudah
banyak organisasi yang menyediakan pelayanan pribadi untuk kebanyakan pegawainya.
Termasuk di dalamnya persatuan kredit, yang biasanya adalah unit bisnis terpisah dari
organisasi namun tetap di bawah pengawasan organisasi. Pegawai bisa menjadi anggota
dengan membeli bagian saham milik persatuan kredit dengan biaya yang kecil, mungkin
hanya sejumlah lima atau sepuluh dollar. Setelah itu, anggota bisa menyimpan tabungan yang
tumbuh seiring bunga yang ditentukan oleh board of director persatuan kredit. Bentuk
pelayanan pribadi lainnay adalah employee assistance program yang menyediakan jasa
konseling dan jasa-jasa nasihat misalnya dalam hal keuangan. Selanjutnya apakah
kemanfaatan ramah keluarga? Kemanfaatan ramah keluarga merupakan bentuk kemanfaatan
yang memudahkan pegawai untuk menyeimbangkan kehidupan mereka antara bekerja
dengan berkeluarga. Contoh bentuk pelayanannya antara lain adalah subsidi organisasi
terhadap pegawai yang punya kesibukan dalam mengurus anak, caranya adalah mensponsori
fasilitas pengurusan anak dan merekomendasikan pegawainya untuk memanfaatkan jasa
fasilitas tersebut. Selain untuk anak-anak, organisasi juga akan turut membantu pegawainya
dalam merawat kerabat mereka yang terbilang sudah tua dan butuh perawatan. Beberapa
kemanfaatan lain yang berhubungan dengan pekerjaan antara lain adalah subsidi pendidikan
bagi para pegawai yang ingin melanjutkan pendidikannya.

Penting bagi organisasi untuk bisa menciptakan program kemanfaatan yang fleksibel. Dalam
hal ini, terdapat pendekatan kemanfaatan fleksibel/pendekatan kafetaria di mana pegawai bisa
menentukan sendiri paket kemanfaatan yang akan mereka pilih. Kendala dalam hal ini ada
dua, yang pertama adalah organisasi harus membatasi total biaya untuk paket kemanfaatan
tiap pegawai. Kedua, paket kemanfaatan tiap pegawai harus memasukkan item-item wajib,
misalnya jaminan sosial dan kompensasi pekerja. Dalam memberikan fleksibilitas, terdapat
juga fleksibilitas dalam hal waktu kerja. Dalam memberikan fleksibilitas waktu kerja,
terdapat dua jenis rencana yang terlibat di dalamnya, antara lain adalah flextime, yakni sebuah
rencana di mana menjadikan jam-jam kerja pegawai berada pada sekitar tengah hari, seperti
jam sebelas pagi hingga jam dua siang, kemudian para pegawai menentukan sendiri jam
berapa mereka mulai bekerja dan selesai bekerja. Terdapat juga rencana compressed
workweek, di mana pegawai bekerja selama kurang dari lima hari dalam seminggu, namun
dengan jumlah jam yang lebih panjang dari lazimnya dalam bekerja per harinya.

PAY FOR PERFORMANCE AND FINANCIAL INCENTIVES (BY GARY


DESSLER)

Tujuan dari bab ini adalah menjelaskan bagaimana memanfaatkan insentif berbasis performa
untuk memotivasi pegawai, dan akan dibicarakan juga insentif baik untuk pegawai, manajer,
dan eksekutif. Pertama-tama, definisi dari insentif keuangan adalah sejumlah bayaran yang
diberikan kepada pegawai yang performanya telah melebihi standar yang ditentukan. Di bab
sebelumnya sudah dikatakan bahwa mengaitkan bayaran yang diberikan denga performa
pegawai itu sendiri sudah merupakan sistem yang populer di dunia bisnis. anmun yang patut
diperhatika di sini adalah kenyataan bahwa pembayaran sebagai insentif didasarkan pada
kondisi psikologis seseorang. Orang-orang tidak akan seluruhnya bereaksi sama terhadap
suatu bentuk penghargaan, pada saat yang sama pula tidak ada bentuk penghargaan yang
cocok untuk segala situasi. Oleh karenanya para ahli masalah kompensasi mengatakan bahwa
manajer harus menyadari akan rencana insentif berdasarkan motivasi.

Mungkin bisa kita katakan bahwa melakukan manajemen motivasi seseorang adalah kegiatan
yang sulit, apalagi pada praktiknya, sebab orang yang berbeda akan bereaksi terhadap insentif
yang berbeda dengan cara yang berbeda satu sama lain. Frederick Herzberg berpandangan
bahwa cara terbaik memotivasi seseorang adalah mengorganisir pekerjaan agar dengan
melakukannya bisa memberikan suatu timbal balik dan/atau tantangan yang bisa
meningkatkan memuasakan kebutuhan seseorang untuk sukses melakukan sesuatu dan untuk
diakui. Pandangan ahli lainnya, Edward Deci yang juga patut diingat adalah bahwa
penghargaan ekstrinsik pada saat tertentu justru bisa mengurangi motivasi dalam diri
seseorang, sebagai ilustrasi bayangkan seorang pemadam kebakaran yang mempertaruhkan
nyawanya untuk menyelamatkan nyawa seseorang kemudian setelahnya seseorang itu
berkata,”Ini segepok uang yang bisa kau pakai”. Pelajaran moralnya adalah manajer harus
berhati-hati dalam menyusun rencana pembayaran sebagai insentif kepada pegawai-pegawai
yang bermotivasi tinggi. Selain itu masih ada beberapa teori motivasi yang patut dipelajari
manajer yang masih agak bingung dalam masalah insentif finansial ini.

Sekarang mari kita masuk ke isu pertama, yakni mengenai insentif terhadap individual yang
terdiri dari beberapa bentuk rencana insentif. Beberapa rencana tersebut antara lain yang
pertama adalah piecework plan. Rencana ini terbagi menjadi dua yaitu straight piecework
yang mengaitkan dengan sangat jelas antara bayaran yang diberikan dengan hasil kerja
pegawai, dan kemudian yaitu standard hours yang pada umumnya tidak begitu berbeda
dengan straight piecework.Rencana yang kedua adalah merit pay yang memungkinkan
penambahan gaji karena performa pegawai. Pada pengembangannya, merit pay diadaptasikan
menjadi dua bentuk yang berbeda. Kemudian manajer juga harus memikirikan rencana
insentif terhadap para pegawai professional seperti pengacara, dokter, ekonom, dan insinyur.
Ada kemungkinan apabila manajer memberikan penghargaan finansial kepada orang-orang
ini, justru malah akan menurunkan motivasi mereka sebagaimana pendapat ahli seperti Deci.
Namun demikian mungkin tidak masuk akal juga bila mengatakan bahwa para programmer
yang bekerja di Google bekerja hanya untuk aktualisasi diri. Pada praktiknya, berdasarkan
survey para professional juga sering ditawarkan berbagai insentif dan bonus, misalnya seperti
opsi saham dan bagi hasil. Metode yang ketiga adalah penghargaan berbasis pengakuan.
Pengakuan di sini biasanya mengacu pada program formal, misalnya program employee-of-
the-month.

Selanjutnya kita membahas isu mengenai insentif terhadap tenaga penjualan. Pada umumnya,
jenis insentif yang untuk tenaga penjualan terdiri gaji dan komisi. Beberapa organisasi
membayar tenaga penjualan dengan gaji yang jumlahnya konstan dan menambahnya dengan 
beragam bonus. Ada juga jenis yang membayar tenaga penjualan degan berbasis hasil, dan
hanya hasil. Namun demikian yang jenis ini tentu jelas kekurangannya, yakni pada
pegawainya sendiri yang tidak akan tahan situasi yang sebenarnya memaksa diri mereka
untuk bekerja, oleh karenanya membayar tenaga penjualan dengan komisi saja menghasilkan
angka turnover yang tinggi menurut sebuah studi.  Kemudian, tentu saja tidak sedikit
organisasi yang mengkombinasikan keduanya. Terdapa pula organisasi yang mengaitkan
rencana stratejik mereka dengan insentif yang mereka berikan pada tenaga penjualan. Sebagai
contoh, sekian persen komisi diberikan apabila jumlah persediaan turun sebesar 20%.

Rencana insentif yang selanjutnya meliputi rencana insentif terhadap tim/kelompok. Biasanya
agar bisa member insentif bagi tim, organisasi memasang sperangkat standar yang dikaitkan
dengan output yang dihasilkan kelompok, sebagai contoh, berapa jumlah roda yang dipasang
per jamnya. Seperti halnya rencana-rencana sebelumnya, rencana ini pun tidak luput dari
kontroversi mengingat belum tentu semua anggota dalam kelompok bekerja pada proporsi
yang seimbang.

Rencana insentif juga meliputi untuk organisasi secara keseluruhan. Rencana tersebut
meliputi rencana bagi hasil di mana semua pegawai memperoleh bagian  dari laba yang
diterima organisasi per tahunnya. Kemudian, ada ESOP(Employee Stock Ownership Plan)
dan Scanlon plan. Scanlon plan terbilang tua namun demikian hingga sekarang masih
dipakai, inti dari Scanlon plan terletak pada lima fitur dasarnya. Pada versi lanjut dari
Scanlon plan, ada gainsharing plan yang merupakan rencana insentif yang mengarahkan
pegawai pada usaha bersama untuk memperoleh tujuan produktivitas dan membagi gain yang
diperoleh dari situ di antara mereka. Terakhir, ada at-risk variable pay plan yang member
insentif kepada pegawai sejumlah biaya yang ditanggung pegawai untuk mengantisipasi
risiko tahunan, bulanan, atau mingguan tentunya dengan tambahan jika pegawai mampu
mencapai atau melebihi tujuan-tujuan mereka.

Lalu mari sedikit kita bicarakan mengenai insentif terhadap para manajer dan eksekutif. Di
antaranya ada yang berupa insentif jangka pendek, seperti bonus tahunan dan insentif jangka
panjang. Insentif jangka panjang  juga bisa dimanfaatkan agar para manajer dan eksekutif
mau terus bertahan di organisasi. Beberapa contoh dari insentif jangka panjang meliputi opsi
saham. Dengan memperoleh opsi saham, manajer/eksekutif memperoleh hak untuk membeli
sejumlah saham dengan harga tertentu untuk periode tertentu, semuanya ketentuan tertulis
secara spesifik.

Terakhir, mari membahas tentang bagaimana mendesain program insentif yang efektif.
Sebelumnya, tentu kita harus mengetahui terlebih mengapa rencana insentif bisa gagal.
Beberapa penyebabnya adalah
 Tidak terbentuknya manajemen yang bagus, bagaimanapun rencana insentif kita tidak
bisa menggantikan manajemen yang bagus.
 Terkadang dengan rencana insentif yang mendasarkan pada kuantitas yang dihasilkan
malah menyebabkan turunnya kualitas produk yang dihasilkan.
 Terlalu bergantung kepada insentif finansial untuk memotivasi pegawai, padahal itu
bukan satu-satunya sumber motivasi.
 Penghargaan yang diiming-imingkan bisa mendorong pegawai untuk mengejar
kepuasan sendiri meski sedang bekerja dalam tim.
 Penghargaan terkadang justru menurunkan motivasi internal seseorang.

Sekarang bagaimanakah mengimplementasikan rencana insentif yang efektif? Caranya antara


lain :

 Bertanyalah: Apakah performa kurang mencukupi dikarenakan masalah motivasi?


Masuk akal untuk menetapkan rencana insentif apabila motivasi adalah masalahnya.
 Hubungkan insentif dengan strategi.
 Pastikan program yang ditetapkan bisa mendorong motivasi.
 Buat agar rencana mudah dimengerti pegawai.
 Tetapkan standar-standar efektif.
 Dapatkan dukungan pegawai untuk rencana tersebut.
 Gunakan sistem pengukuran yang bagus.
 Gunakan sekumpulan standar yang komplit.
 Jadikan rencana insentif sebagai bagian pendekatan yang komprehensif dan
berorientasi pada komitmen.

MANAGING CAREER (BY GARY DESSLER)

Bab ini memfokuskan pada bagaimana organisasi selaku yang mempekerjakan pegawai
mengatur segala hal mengenai karir para pegawainya beserta pengembangannya. Termasuk
di dalamnya mengatur bagaimana mengatur masalah mengenai promosi maupun transfer
pegawai. Untuk itu kita perlu mengetahui definisi manajemen karir itu sendiri. Menurut Gary
Dessler dalam bukunya, manajemen karir merupakan proses yang bisa membuat pegawai
lebih mengerti dan mengembangkan  kemampuan dan ketertarikan/hobinya, dan bagaimana
memanfaatkan kemampuan dan hobinya itu dengan efektif di dalam organisasi atau bahkan
ketika mereka telah keluar dari organisasi.

Bagaimana pandangan orang-orang terhadap karir mereka berbeda dengan pandangan


beberapa tahun lalu. Jika dulu karir dipandang layaknya sebuah tangga yang cukup dinaiki
satu persatu, kini semakin kompleksnya perubahan yang bisa terjadi dunia pekerjaan akan
memaksa seseorang untuk bisa menemukan mata pencaharian yang benar-benar baru. Selain
itu, kini orang-orang juga mulai mementingkan kehidupan yang seimbang antara dunia
pekerjaan dengan dunia mereka sendiri. Pergeseran filosofi ini bisa menjadi tantangan bagi
organisasi untuk bisa memenuhi kebutuhan para pegawai mereka. Jika organisasi tidak
mampu, tentu akan menyebabkan ketidakpuasan para pegawai, yang paling parah adalah
sampai menyebabkan pegawai yang tidak terpuaskan mundur dari organisasi.

Idealnya, baik organisasi, manajer, dan pegawai turut berperan dalam perencanaan,
pemanduan, serta pengembangan karir pegawai. Berikut ini merupakan peranan-peranan
ketiga pihak tersebut yang saya ambil dari buku Gary:
 Pegawai
o Bertanggung jawab untuk karirnya sendiri.
o Memahami kemampuan, nilai-nilai, serta hobi diri sendiri.
o Membuat rencana dan tujuan karir.
o Bicara dengan manajer mengenai karir mereka.
o Menjalani perencanaan karir yang sudah dibuat.

 Manajer
o Memberi timbal balik atas performa pegawai dengan akurat dan tepat waktu.
o Berpartisipasi dalam pembicaraan mengenai pengembangan karir dengan
bawahan mereka.
o Mendukung rencana pengembangan pegawai.
 Organisasi
o Mengkomunikasikan misi, kebijakan, dan prosedur.
o Menyediakan pelatihan pengembangan karir, termasuk
o Menawarkan jalur karir yang bervariasi.
o Menyediakan bentuk timbal balik terhadap performa yang berorientasi pada
karir.
o Menyediakan program asistensi pembelajaran akademik.

Selain yang tertulis di atas, organisasi juga bisa membuat program-program inovatif yang
mendukung pengembangan karir para pegawainya sebagaimana tercantum di bawah ini:

 Menyediakan anggaran individu untuk setiap pegawai yang dimaksudkan untuk


menunjang pengembangan karir mereka.
 Menyediakan careers center yang bersifat offline ataupun online(website).
 Mengadakan rotasi posisi apabila memungkinkan, dengan begitu pegawai akan lebih
memahami kelebihan dan kekurangan mereka dalam menjalani pekerjaan.
 Membantu mengorganisir “tim sukses berkarir”, yakni sejenis tim-tim kecil dari
departemen yang berbeda dan saling membantu satu sama lain dalam upaya
pencapaian tujuan-tujuan dalam karir mereka.
 Menyediakan pelatih-pelatih karir.
 Mengadakan berbagai workshop yang bertajuk bagaimana merencanakan karir dengan
baik.
 Membuat program yang terkomputerisasi secara online maupun offline untuk
meningkatkan proses perencanaan karir bagi keseluruhan organisasi.

Sekarang mari kita membicarakan mengenai bagaimana organisasi mengatur masalah


promosi dan transfer para pegawai. Promosi maupun transfer merupakan bagian yang penting
dalam perjalanan karir kebanyakan orang dan patut kita bahas. Pertama, mengenai promosi.
Kebanyakan orang memiliki keinginan untuk dipromosikan, yang berarti bayaran, tanggung
jawab, dan terkadang kepuasan kerja yang lebih besar. Namun demikian, dalam kehidupan
nyata proses promosi tidak selalu berjalan mulus. Ketidakadilan, kesewenangan, serta rahasia
selalu bisa menjadi penghambat keefektifan proses promosi. Untuk itulah, perlu panduan
yang jelas bagi organisasi sebelum melakukan promosi. Pertanyaan pertama, apakah yang
menjadi titik tolak promosi? Apakah senioritas atau kompetensi? Kedua, bagaimana caranya
mengukur kompetensi? Ketiga, apakah proses promosinya formal atau informal? Keempat,
promosi seperti apa? Apakah vertikal, horizontal, atau yang lainnya? Semua pertanyaan harus
dijawab agar promosi bisa dilakukan dengan efektif, dalam arti tidak diberikan ke sembarang
orang.

Kemudian mengenai transfer, secara definisi transfer adalah perpindahan posisi seseorang
tanpa mengubah besaran upah atau tingkatnya. Organisasi memanfaatkan transfer untuk
mengosongkan posisi yang tidak dibutuhkan lagi dan mengisi posisi yang kosong. Upaya
transfer juga akan berguna untuk meningkatkan produktivitas organisasi jika pelaksanaannya
berjalan efektif.

Dalam manajemen karir, organisasi juga turut ditantang untuk menghadapi keberagaman.
Sebagai contoh, organisasi harus bisa menghapus atau setidaknya mengurangi diskriminasi
terhadap wanita. Dalam keputusan promosi, biasanya disengaja atau tidak, diskriminasi
terhadap wanita dan kaum minoritas terjadi. Untuk itu, organisasi mungkin harus fokus dalam
menyikapi career interest wanita dan kaum minoritas. Selain itu, organisasi juga bisa
berupaya menghilangkan penghalang-penghalang yang sifatnya institusional. Misalnya tidak
mengadakan rapat pada jam-jam malam sebab hal ini akan lebih memberatkan kaum wanita,
apalagi kaum ibu. Lalu, mendukung perluasan jaringan untuk kaum wanita dan minoritas dan
terakhir, jika memungkinkan maka organisasi hendaknya membuat jadwal yang lebih
fleksibel. Jadwal yang kaku akan memberatkan wanita yang mayoritas harus mengurus anak-
anaknya dan melakukan berbagai pekerjaan rumah.

Tantangan yang selanjutnya harus dihadapi organisasi mungkin adalah menjaga loyalitas
pegawai. Pegawai pada masa kini, khususnya yang visioner akan berpikir bahwa dirinya
adalah agen bebas yang sewaktu-waktu bisa saja diberhentikan dari pekerjaannya. Untuk
itulah, organisasi harus bisa meyakinkan pegawainya bahwa mereka karir mereka terjamin
dengan bekerja di organisasi. Caranya bisa bermacam-macam, antara lain contohnya adalah
menggalakkan program pengembangan karir serta sistem penilaian(appraisal) yang
berorientasi kepada karir.

Isu pemberhentian pegawai merupakan isu yang juga patut diperhatikan. Perencanaan
pemberhentian(retirement planning) yang bertujuan memudahkan seseorang mengambil
keputusan untuk berhenti/pensiun harus disiasati organisasi yang tidak ingin kehilangan
pegawainya. Siasat yang bisa dipakai antara lain adalah mengubah budaya organisasi menjadi
budaya yang lebih menghargai pengalaman, menjadikan tempat kerja lebih menarik bahkan
bagi mereka yang mulai memasuki usia pensiun. Selain itu, pekerjaan hendaknya dijadikan
lebih fleksibel sehingga orang-orang akan berpikir bahwa bekerja justru lebih menyenangkan
daripada harus berhenti.

PERFORMANCE MANAGEMENT AND APPRAISAL (BY GARY


DESSLER)
Bab ini merupakan kelanjutan bab-bab sebelumnya yang membicarakan bagaimana memilih,
menyeleksi, melatih, dan mengembangkan kemampuan pegawai. Pada bab ini, akan
difokuskan bagaimana organisasi melakukan penilaian(appraisal) terhadap para pegawainya.
Definisi dari penilaian performa(performance appraisal) itu sendiri adalah prosedur apapun
yang mencakup pembuatan standar-standar dalam kerja kemudian menilai performa actual
para pegawai untuk dicocokkan dengan standar-standar yang sudah ditentukan. Selain
penilaian performa, kita juga harus mengenal konsep manajemen performa, yang berdefinisi
sebagai sebuah proses yang menyatukan penentuan tujuan, penilaian dan pengembangan
performa menjadi satu sistem untuk memastikan bahwa performa pegawai bisa mendukung
pencapaian tujuan organisasi.

Manajemen performa menjadi sebuah isu penting karena selain bisa digunakan untuk menilai
kinerja pegawai, juga bisa sebagai saran untuk melatih, memotivasi, serta sebagai pengawas
bagi para pegawai itu sendiri. Selain itu, tentu untuk mengejar penerapan salah satu filosofi
dalam manajemen, yaitu “peningkatan yang berkelanjutan”. Untuk itu pula, organisasi harus
mempunya tujuan-tujuan yang efektif dan jelas maksudnya. Beberapa panduan untuk
membuat tujuan-tujuan yang efektif antara lain: memberikan tujuan yang spesifik dan bisa
diukur, tujuan yang menantang namun tetap bisa dicapai, serta hendaknya organisasi
memberi kesempatan bagi pegawainya untuk turut berpartisipasi dalam penentuan tujuan
organisasi.

Kembali lagi ke penilaian performa, sebenarnya ada beberapa alasan untuk menilai performa
pegawai, antara lain: penilaian performa bisa dijadikan dasar dalam menentukan promosi
jabatan dan bayaran yang diberikan untuk pegawai, kemudain penilaian performa merupakan
hal yang vital dalam pelaksanaan manajemen performa, selain itu penilaian membantu
organisasi membangun rencana untuk mengurangi kecacatan performa, dan terakhir penilaian
bisa memberikan kesempatan untuk melihat kembali rencana karir pegawai dengan
membandingkannya dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Langkah dalam
penilaian performa antara lain adalah melakukan persetujuan dalam penentuan standar-
standar yang  dijadikan dasar penilaian dengan pegawai yang akan dinilai, membandingkan
standar-standar tersebut dengan performa actual, dan terakhir memberikan timbal balik untuk
semua itu. Kemudian, metode-metode yang dapat dipakai untuk melakukan penilaian
performa adalah:

 Graphic rating scale method, merupakan metode yang paling sederhana dan populer.
Skala rating grafik dilakukan dengan menuliskan kriteria-kriteria yang akan dinilai,
kemudian mencantumkan range penilaian yag digunakan untuk menilai setiap kriteria
yang ada. Manajer hanya perlu memberikan centang pada skor untuk setiap kriteria.
 Alternation ranking method, yakni dilakukan dengan memberi peringkat performa
untuk setiap pegawai yang dinilai berdasarkan kriteria tertentu.
 Paired comparison method, dengan metode ini untuk kriteria tertentu, setiap pegawai
dipasangkan dengan pegawai lainnya untuk dibandingkan, kemudian diberi peringkat
mulai dari yang paling banyak mendapatkan tanda “+” yang bermakna lebih baik dari
pasangannya. Merupakan konsep peringkat yang lebih mendetail dibandingkan
metode sebelumnya.
 Forced distribution method, yakni menentukan pembagian persentase ke dalam
beberapa kategori performa. Pembagian persentase tidak perlu seimbang, misalnya
20% untuk performa luar biasa, 50% untuk performa bagus, 20% untuk performa
biasa saja, dan 10% untuk performa yang harus ditingkatkan. Kemudian, menulis
nama-nama pegawai yang dinilai pada kartu dan mengurutkan kartu-kartu tersebut
untuk setiap kriteria penilaian.
 Critical Incident, metode dilakukan dengan sebelumnya menentukan keadaan positif
dan negatif(insiden kritis) menyangkut kinerja pegawai. Metode ini bagus untuk
menjaga performa pegawai, namun karena tidak menggunakan angka, mungkin akan
sulit dipakai untuk menentukan gaji pegawai.
 Narrative forms, bentuknya adalah beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh para
supervisor secara uraian. Dengan metode ini, pegawai bisa mengetahui di mana
performanya butuh perbaikan dana bagaimana caranya untuk melakukannya.
 Behaviorally anchored rating scales(BARS), merupakan alat penilaian yang
menggunakan skala rating numerik dengan contoh spesifik perilaku yang
mencerminkan performa yang baik atau buruk. Metode ini menggabungkan manfaat
metode naratif, insiden kritis, serta metode rating itu sendiri
 Management by Objectives(MBO), pada metode ini manajer dan pihak-pihak yang
terkait menentukan beberapa tujuan spesifik yang harus dicapai, kemudian
mendiskusikannya secara berkala untuk mengetahui sudah seberapa banyak kemajuan
yang diperoleh dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut.
 Computerized and web-based performance appraisal, menggunakan program aplikasi
yang memungkinkan manajer menyimpan catatan-catatan tentang para pegawai yang
terkomputerisasi selama setahun penuh, kemudian mengkombinasikannya dengan
rating yang diberikan untuk tiap pegawai untuk beberapa kriteria.

Penilaian performa tidak akan selamanya berjala mulus, akan ada beberapa masalah yang
akan muncul terkait dengan penilain performa, di antaranya adalah halo effect, tendensi
sentral, kecenderungan menilai terlalu tinggi atau rendah, dan bias. Untuk
menghindari/mengatasi masalah-masalah tersebut, maka perlu bagi manajer untuk
mengetahui di mana letak masalahnya, menggunakan alat penilaian yang sesuai dengan
organisasi, melatih para supervisor, mengontrol pengaruh dari luar, dan juga apabila
memungkinkan hendaknya mencatat performa pegawai-pegawai selama setahun penuh agar
bisa digunakan sebagai referensi dalam menilai pegawai yang bersangkutan. Terakhir, harus
kita camkan bahwa penilaian tidak hanya dilakukan oleh supervisor, tapi bisa juga dilakukan
oleh rekan sejawat, komite perating, pegawai itu sendiri, dan bahkan oleh bawahan.

Masih ada satu lagi sistem penilaian yang unik dan patut kita ketahui, yaitu wawancara
penilaian. Wawancara penilaian dilakukan dengan mewawancarai pegawai dengan maksud
untuk memberikan respon atas performanya secara langsung. Wawancara langsung mungkin
akan lebih sulit dilakukan, mengingat bahwa wawancara butuh keterampilan khusus dari si
pewawancara. Untuk itu, persiapan yang matang harus dilakukan agar wawancara penilaian
bisa memberi hasil yang diharapkan terhadap kinerja pegawai yang diwawancarai. Sebagai
penutup, pada praktiknya, manajemen performa dahulu memang bukan isu yang ditanggapi
secara serius, namun seiring berjalannya waktu, semakin disadari bahwa pelaksanaan
manajemen performa harus dilaksanakan secara total, sebab sudah terbukti bahwa
pelaksanaan manajemen performa yang baik akan bisa menyatukan orientasi setiap pegawai
kepada pelaksanaan tujuan-tujuan organisasi, khususnya apa yang harus mereka lakukan
untuk berkontribusi dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

TRAINING and DEVELOPING EMPLOYEES (BY GARY DESSLER)

Setelah membahas berbagai hal mengenai perekrutan, seleksi, maupun wawancara terhadap
calon pegawai di bab-bab sebelumnya, sekarang kita akan masuk ke pembahasan mengenai
bagaimana organisasi akan melatih dan mengembangkan para pegawai yang baru menjadi
bagian dari organisasi. Hal ini penting sebab meskipun organisasi telah melakukan proses
perekrutan yang baik, belum tentu para pegawai baru yang berhasil melewati semua itu akan
memiliki performa baik ketika mereka benar-benar telah dihadapkan pada pekerjaan yang
sesungguhnya.

Pertama, kita masuk ke pembahasan mengenai orientasi. Orientasi di sini bermakna sebagai
sebuah proses penyampaian informasi berupa latar belakang organisasi dan sebagainya
kepada para pegawai baru. Minimalnya, orientasi harus bisa mencapai empat hal: Pegawai
baru merasa disambut hangat oleh organisasi dan merasa senang menjadi bagian organisasi,
mereka harus mengerti organisasi secara garis besarnya, mereka harus mengerti apa saja yang
diharapkan dalam hal performa maupun perilaku, serta mereka harus tersosialisasi akan
bagaimana seorang yang merupakan bagian organisasi bertindak dan melakukan sesuatu.
Proses orientasi bermacam-macam, secara ekstrim ada yang prosesnya hanya sebuah diskusi
selama 10 menit saja hingga program panjang yang berlangsung hingga hitungan mingguan.
Dalam proses orientasi, sudah hal yang biasa jika pegawai baru diberikan buku panduan yang
berisikan informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku dan berbagai informasi
lainnya.

Setelah orientasi, kita mengenal ada yang namanya pelatihan. Pelatihan bermakna proses
untuk memberikan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja terhadap pegawai. Pelatihan
memiliki peran kunci dalam manajemen performa, yakni pendekatan terintegrasi dalam
mengelola pegawai, termasuk di dalamnya dalam hal melatih dan memberikan penghargaan
kepada pegawai. Membawa pendekatan manajemen performa ke dalam pelatihan berarti
memberikan pelatihan yang bisa membuat tiap pegawainya mencapai sasaran organisasi.
Mengenai pelatihan, manajer terlebih dahulu harus menganalisis apa saja pelatihan yang
dibutuhkan. Tugas utama di sini adalah menjabarkan sebuah pekerjaan ke dalam bentuk
tugas-tugas apa saja yang harus dilakukan dalam pekerjaan itu, kemudian bagian pentingnya
adalah memutuskan bentuk pelatihan seperti apa yang sesuai dengan semua itu. Setelah
organisasi sudah memutuskan untuk melatih pegawai dan sudah mengidentifikasi pelatihan
apa yang mereka butuhkan, langkah selanjutnya adalah menyusun program pelatihan.
Berbagai metode pelatihan yang sudah sering dipakai adalah: pelatihan on-the-job, yang
bermakna membiarkan pegawai belajar dengan melakukan langsung pekerjaannya, pelatihan
macam ini juga biasanya dilakukan dengan menaruh seorang ahli yang akan memberikan
contoh maupun instruksi kepada pegawai baru. Metode lainnya adalah pelatihan
apprenticeship yang merupakan proses terstruktur yang menjadikan seseorang terampil
melalui kombinasi pembelajaran dan pelatihan on-the-job. Metode pelatihan lainnya
mencakup pembelajaran informal, pelatihan instruksi pekerjaan, kuliah, pembelajaran
terprogram, pelatihan berbasis audiovisual, pelatihan simulasi, pelatihan berbasis komputer,
pelatihan dengan Electronic Performance Support System(EPSS), yakni perangkat
terkomputerisasi yang mampu mengotomasi pelatihan, dokumentasi, dan dukungan penerima
panggilan otomatis. Masih mengenai metode pelatihan, ada juga pelatihan berbasis internet,
serta e-learning. Tentu pada praktiknya, masih ada banyak metode pelatihan yang tidak bisa
disebutkan satu persatu di sini.

Berikutnya kita membahas mengenai pembangunan manajemen. Pembangunan manajemen


merupakan segala upaya yang ditujukan untuk meningkatkan performa manajerial dengan
menanamkan pengetahuan, mengubah sikap, atau meningkatkan keterampilan. Dalam hal ini
kita mengenal pelatihan manajerial on-the-job. Pelatihan macam ini memasukkan metode
rotasi pekerjaan, yang berarti memindahkan para pegawai yang dilatih ke departemen yang
berbeda untuk memperluas pemahaman mereka akan segala komponen bisnis. Kemudian ada
metode coaching, di mana pegawai bekerja langsung bersama manajer senior atau dengan
orang yang posisinya akan digantikan dengan dia. Metode yang selanjutnya adalah action
learning, di mana para manajer yang dilatih diberikan waktu untuk bekerja dan menganalisis
masalah dan menyelesaikan masalah departemen selain departemen mereka sendiri. Bentuk
pelatihan manajerial off-the-job juga menarik untuk dibahas, adapun metodenya atara lain
adalah studi kasus, permainan manajemen yang biasanya terkomputerisasi di mana tim-tim
manajer saling berkompetisi dalam menentukan keputusan dalam situasi yang disimulasikan
dalam permainan. Metode lainnya antara lain adalah mengikuti seminar-seminar, program-
program dari universitas, metode role-playing yang memberikan peran kepada peserta
pelatihan dan memberikan mereka keleluasaan untuk menjalankan peran tersebut dan terakhir
adalah model tingkah laku yang pada intinya adalah memperlihatkan kepada para pegawai
yang dilatih sebuah model yang dijadikan contoh dalam melakukan sesuatu.

Terahir, setelah melaksanakan pelatihan, tentu kita juga ingin mengukur apakah pelatihan
yang kita selenggarakan sudah terbilang sukses atau belum. Untuk itu, ada empat kategori
dasar yang bisa digunakan untuk mengukur hasil dari pelatihan, yakni:

 Reaksi, mengevaluasi pandangan pegawai terhadap program pelatihan, apakah


mereka menyukainya atau tidak.
 Pembelajaran, berikan tes kepada pegawai untuk mengetahui apakah mereka telah
menangkap dan memperoleh segala sesuatu yang telah diberikan dalam pelatihan.
 Tingkah laku, tanyakan apakah tingkah laku pegawai dalam melakukan pekerjaan
berubah setelah program pelatihan.
 Hasil, dan mungkin yang paling penting, tanyakan apakah performa organisasi secara
keseluruhan meningkat setelah para pegawai menjalani program pelatihan? Misalnya,
apakah complain pelanggan menurun? Atau apakah persentase panggilan yang yang
dijawab dengan bentuk salam yang dibutuhkan meningkat? Jika program pelatihan
tidak menghasilkan hasil yang bisa diukur, kemungkinan program pelatihan belum
mencapai hasilnya. Tetapi patut diingat pula, mungkin saja hasilnya tidak baik karena
sejak awal masalah yang dihadapi organisasi tidak dapat dipecahkan dengan
mengadakan sebuah pelatihan.

INTERVIEWING CANDIDATES

Interview is a procedure designed to obtain information from a person through oral responses
to oral inquiries.
Types of interview
 Selection Interview
Selection procedure designed to predict future job performance based on applicants oral
responses quality
 Appraisal Interview
Discussion about their performance, following their performance appraisal and also rating
 Exit Interview
Interview to elicit information about the job or related matters to the employee some insight
into what’s right or wrong about the firm
 Formats of Interviews
 Unstructured (nondirective interview)
Unstructured conversational style interview in which the interviewer pursues points of
applicants interest as they come up in response to questions
 Structured (directive interview)
Interview following a set sequence of rule and questions
 Interview Content : Types of questions
 Situational interview
A series of job-related questions that focus on how the candidate would behave in a given
situation.
 Behavioral interview
A series of job-related questions that focus on how they reacted to actual situations in the
past.
 Job-related interview
A series of job-related questions that focus on relevant past job-related behaviors.
 Interview Content  : Types of questions
 Stress interview
An interview in which the interviewer seeks to make the applicant uncomfortable with
occasionally rude questions that supposedly to spot sensitive applicants and those with low or
high stress tolerance.
 Puzzle questions
Recruiters for technical, finance, and other types of jobs use questions to pose problems
requiring unique (“out-of-the-box”) solutions to see how candidates think under pressure.
Personal or Individual Interviews
 Unstructured sequential interview
An interview in which each interviewer forms an independent opinion after asking different
questions.
 Structured sequential interview
An interview in which the applicant is interviewed sequentially by several persons; each rates
the applicant on a standard form.
 Panel interview
An interview in which a group of interviewers questions the applicant.
 Panel (broad) interview
An interview in which a group of interviewers questions the applicant.
 Mass interview
A panel interviews several candidates simultaneously.
 
Computerized Interviews
Computerized selection interview is an interview in which a job candidate’s oral and/or
computerized replies are obtained in response to computerized oral, visual, or written
questions and/or situations.
Characteristics
 Reduces amount of time managers devote to interviewing unacceptable candidates.
 Applicants are more honest with computers
 Avoids problems of interpersonal interviews
 Mechanical nature of computer-aided interview can leave an applicant dissatisfied.
 Factors affecting interviews
 First impressions
The tendency for interviewers to jump to conclusions—make snap judgments—about
candidates during the first few minutes of the interview.
Negative bias: unfavorable information about an applicant influences interviewers more than
does positive information.
 Misunderstanding the job
Not knowing precisely what the job entails and what sort of candidate is best suited causes
interviewers to make decisions based on incorrect stereotypes of what a good applicant is.
 Candidate-order error
An error of judgment on the part of the interviewer due to interviewing one or more very
good or very bad candidates just before the interview in question.
 Nonverbal behavior and impression management
Interviewers’ inferences of the interviewee’s personality from the way he or she acts in the
interview have a large impact on the interviewer’s  rating of the interviewee.
Clever interviewees attempt to manage the impression they present to persuade interviewers
to view them more favorably.
 Effect of personal characteristics: attractiveness, gender, race
Interviewers tend have a less favorable view of candidates who are:
 Physically unattractive
 Female
 Of a different racial background
 Interviewer behaviors affecting interview outcomes
o Inadvertently telegraphing expected answers.
o Talking so much that applicants have no time to answer questions.
o Letting the applicant dominate the interview.
o Acting more positively toward a favored (or similar to the interviewer)
applicant.
 
Designing and conducting the Interview
The structured situational interview
 Use either situational questions (preferred) or behavioral questions that yield high
criteria-related validities.
 Step 1: Job Analysis
 Step 2: Rate the Job’s Main Duties
 Step 3: Create Interview Questions
 Step 4: Create Benchmark Answers
 Step 5: Appoint the Interview Panel and Conduct Interviews
How to conduct effective interview
 Structure your interview:
1. Base questions on actual job duties.
2. Use job knowledge, situational, or behaviorally oriented questions and
objective criteria to evaluate the interviewee’s responses.
3. Train interviewers.
4. Use the same questions with all candidates.
5. Use descriptive rating scales (excellent, fair, poor) to rate answers.
6. Use multiple interviewers or panel interviews.
7. If possible, use a standardized interview form.
8. Control the interview.
9. Take brief, unobtrusive notes during the interview.
 Prepare for the interview
1. Secure a private room to minimize interruptions.
2. Review the candidate’s application and résumé.
3. Review the job specifications
 Establish rapport
 Ask questions
1. Follow your list of questions.
2. Don’t ask questions that can be answered yes or no.

PERSONNEL PLANNING AND RECRUITING

Proses perekrutan dan seleksi pegawai merupakan hal vital dalam menjaga daya saing
organisasi. Aktivitas vital ini utamanya adalah tugas departemen Sumber Daya Manusia,
namun pada praktiknya pelaksanaan proses tersebut melibatkan berbagai komponen lainnya
dalam organisasi, mulai dari CEO hingga pegawai biasa dalam suatu perusahaan.

Dalam bukunya, Gary Dessler menulis bahwa proses perekrutan dan seleksi pegawai ini
dapat dirumuskan ke dalam tahap-tahap. Tahap pertama ialah perencanaan
personil/pegawai. Pada tahap ini manajer harus memutuskan posisi-posisi apa saja yang
akan diisi oleh para pegawai baru. Perencanaan personil hendaknya berangkat dari rencana
strategis perusahaan. Sebagai contoh, sebuah organisasi berencana untuk membuka pabrik
baru, berdasarkan itu, organisasi harus bisa memprediksi seberapa besar penambahan
pegawai yang dibutuhkan untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka agar pabrik baru bisa
beroperasi sesuai dengan yang diharapkan.

Perencanaan personil tentunya tidak bisa dibuat begitu saja, melainkan harus didasarkan pada
prediksi yang akurat. Dalam hal ini, prediksi yag akan dibahas akan mencakup tiga hal:
kebutuhan personil, pasokan kandidat dari dalam, dan pasokan kandidat dari luar. Pertama,
untuk mengetahui seberapa banyak personil yang kita butuhkan, kita mengenal di antaranya
empat teknik, mencakup analisis tren, analisis rasio, plot sebaran, dan dengan program
computer. Tiga teknik pertama yang saya tulis tersebut relatif mudah diaplikasikan, namun
demikian tentunya memiliki beberapa kekurangan. Teknik analisis dengan program computer
cenderung memberikan informasi yang lebih akurat sebab dapat dengan mudah
memperbanyak variabel keputusan serta skenario proyeksi yang berbeda-beda. Pada zaman
sekarang, rata-rata perusahaan menggunakan teknik ini.

Tugas manajer dalam proses perekrutan pegawai tidak berhenti sebatas mengetahui seberapa
banyak pegawai yang mereka butuhkan, tugas selanjutnya adalah mengestimasi pasokan
kandidat dari dalam dan luar perusahaan. Lazimnya yang diestimasi terlebih dahulu adalah
pasokan kandidat dari dalam. Hal utama yag dicari si sini adalah siapa dari sekian banyak
pegawai perusahaan yang bisa dipercayakan mengisi posisi yang baru dibentuk. Teknik
dalam upaya pengambilan keputusannya dapat dengan manual maupun terkomputerisasi.
Untuk itu, jelas bahwa organisasi harus bisa mengatur database semua pegawainya dengan
tetap memperhatikan isu-isu privasi dalam hal tersebut.

Langkah selanjutnya adalah mengestimasi pasokan kandidat dari luar, yang mana hal ini
biasanya dilakukan jika pasokan kandidat dari dalam organisasi tidak cukup untuk mengisi
kekosongan/lowongan posisi yang akan muncul. Informasi mengenai orang-orang yang
berpotensi tentu mudah ditemukan pada zaman sekarang ini, entah dalam bentuk soft
copy(website, dan sebagainya) ataupun hard copy(majalah, surat kabar, dan sebagainya).

Berikutnya kita bertolak ke isu tentang betapa pentingnya perekrutan yang efektif bagi
perusahaan. Pertama, kita harus mengetahui bahwa dalam situasi ekonomi apapun, selalu ada
kemungkinan bagi organisasi untuk sulit mendapatkan pegawai yang dicari, misalnya meski
angka pengangguran sedang tinggi. Hal ini dikarenakan meski jumlah pengangguran
meningkat, tidak selalu meningkatkan pula jumlah orang-orang yang berpotensi untuk
memenuhi harapan organisasi. Kemudian harus diakui bahwa perekrutan merupakan kegiatan
yang kompleks dikarenakan beberapa hal. Misalnya, kesuksesan perekrutan justru seringkali
dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak ada sangkut-pautnya dengan proses perekrutan,
kemudian tentu saja perekruta yang baik mensyaratkan adanya proses seleksi yang baik pula,
di mana mendesain proses seleksi pegawai tidaklah mudah. Selain itu, masih ada pula hal-hal
yang membuat perekrutan menjadi hal yang kompleks sebagaimana yang ditulis Gary Dessler
di bukunya.

Salah satu hal yang tidak boleh luput dari perhatian organisasi dalam hal perekrutan adalah
masalah sentralisasi/desentralisasi upaya perekrutan. Maksudnya adalah apakah perekrutan
akan dilakukan oleh kantor sentral, atau boleh dilakukan melalui berbagai kantor cabang
yang dimilikinya. Keduanya tentu memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Setelah itu, akan lebih baik apabila dalam prosesnya, pihak-pihak yang terkait dalam
manajemen SDM bisa bekerjasama dengan para pengawas/supervisor yang mengawasi para
pegawai yang akan mengisi posisi yang pengisinya sedang dicari oleh pihak manajemen
SDM. Hal ini kurang lebih bisa meningkatkan pengetahuan pihak manajemen SDM dalam
menentukan persyaratan untuk mengisi posisi tersebut.

Agar perekrutan dalam organisasi bisa berjalan degan efektif, tentu harus ada indikator
ukuran-ukuran penilaian efektivitas proses perekrutan organisasi. Metode yag dipakai bisa
bermacam-macam, tergantung kebijakan organisasi.  Salah satu metode yang cukup
sederhana adalah dengan alat seleksi pra-penyaringan. Selain itu, metode recruiting yield
pyramid juga merupakan salah satu pilihan.

Menuju isu selanjutnya masih mengenai perekrutan, mungkin dalam mencari calom pegawai
potensial, kita bisa melakukannya dengan mudah mengingat media di luar sana begitu
lengkap, namun mungkin upaya perekrutan internal merupakan yang terbaik bagi organisasi
dikarenakan berbagai faktor, misalnya tidak perlu repot-repot lagi untuk mengadakan
orientasi pegawai, upaya pelatihan pegawai juga bisa diminimalisir, dan lain sebagainya.
Dikarenakan organisasi tidak selalu bisa merekrut pegawainya untuk mengisi suatu posisi,
tentu perihal perekrutan eksternal patut dipertimbangkan oleh organisasi. Dalam upaya
perekrutan eksternal, organisasi bisa merekrut pegawai via internet, yakni utamanya dengan
memasang iklan di website organisasi atau di website-website yang memang disediakan
untuk memasang iklan lowongan pekerjaan.

Di zaman sekarang, setiap organisasi ditantang untuk mampu menampung tenaga kerja yang
lebih bervariasi. Sebut saja para single-parent, penyandang cacat, atau bahkan orang-orang
yang berusia tua. Organisasi yang mampu memanfaatkan peluang semakin meningkatnya
jumlah kaum minoritas di kalangan masyarakat jelas memiliki competitive advantage
dibandingkan organisasi lain, khususnya dalam hal mengantisipasi semakin kerasnya
persaingan dalam merekrut tenaga kerja yang potensial.

JOB ANALYSIS

Tujuan dari bab ini adalah untuk membantu memberi pemahaman bagaimana menganalisis
pekerjaan serta menulis deskripsi-deskripsi pekerjaan. Untuk itu pertama-tama kita harus
mengetahui definisi dari analisis pekerjaan itu sendiri. Analisis pekerjaan merupakan
prosedur menentukan tugas serta kemampuan yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan serta
menentukan siapa yang berhak mengisi pekerjaan yang bersangkutan. Analisis pekerjaan
akan menghasilkan informasi yang akan digunakan untuk menulis deskripsi pekerjaan dan
spesifikasi pekerjaan. Bentuk informasi yang biasanya akan didapatkan melalui analisis
pekerjaan meliputi aktivitas kerja, perilaku manusia di dalamnya, peralatan yang digunakan,
standar performa yang dibutuhkan, konteks pekerjaan, dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk
mengisinya. Analisis pekerjaan juga dimanfaatkan untuk mendukung pengambilan keputusan
manajemen SDM organisasi, seperti perekrutan, seleksi, kompensasi, pelatihan, penilaian
performa, dan sebagainya.

Selanjutnya, tahap-tahap dalam melakukan analisis pekerjaan antara lain adalah:

 Putuskan bagaimana cara mendapatkan informasi mengenai pekerjaan yang dianalisis.


 Melihat kembali informasi latar belakang yang relevan, misalnya seperti bagan
organisasi dan deskripsi pekerjaan.
 Tentukan posisi-posisi yang bisa merepresentasikan. Tak perlu menganalisis
pekerjaan 200 orang jika 10 orang saja sudah cukup.
 Menganalisis pekerjaan dengan aktual.
 Memverifikasi informasi analisis pekerjaan dengan pegawai yang mengerjakan
pekerjaan yang bersangkutan.
 Kembangkan deskripsi dan spesifikasi pekerjaan.

Berikutnya mari kita bicara tentang metode dalam mengumpulkan informasi analisis
pekerjaan. Metode yang pertama adalah wawancara. Jenis wawancara bisa beragam mulai
dari yang tidak terstrukturisasi dan dilakukan dengan sekedar bertanya,”Beritahu aku tentang
pekerjaanmu” hingga yang sangat terstrukturisasi dan berisi pertanyaan-pertanyaan mendetil.
Objek wawancara juga bisa beragam, mulai dari pegawai yang melakukan pekerjaan secara
individu, sekelompok pegawai, atau mungkin pengawas/supervisor pekerjaan yang dianalisis.
Metode ini memiliki kelebihan dalam hal kecepatan pengumpulan informasi, selain itu ada
kemungkinan untuk menggali informasi yang tidak pernah muncul secara tertulis. Namun
juga memiliki kekurangan berupa kerancuan, distorsi yang menyebabkan kerancuan
informasi. Selain itu, ada pula kemungkinan objek yang diwawancara salah memahami
pertanyaan yang diberikan sehingga melontarkan jawaban yang tidak akurat.

Metode selanjutnya adalah menyebarkan kuesioner/angket untuk diisi oleh para pegawai. Di
sini kita bisa menentukan seberapa terstrukturnya pertanyaan yang ada. Mulai dari jenis
pertanyaan detil seperti berapa jam sehari yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan
yang dianalisis, atau jenis pertanyaan terbuka seperti “deskripsikan kewajiban-kewajiban
menyangkut pekerjaan anda”.

Selanjutnya adalah metode observasi. Jenis metode ini lebih baik digunakan dalam
menganalisis pekerjaan yang aktivitasnya memang mudah diobservasi. Sebagai contoh,
adalah pekerja perakitan dan akuntan. Di sisi llain, metode ini tidak cocok apabila pekerjaan
lebih membutuhkan pikiran/mental dalam pelaksanaannya, misalnya pengacara. Pada
praktiknya, metode observasi sering dilakukan bersamaan dengan metode wawancara,
berobservasi sambil bertanya.

Selain ketiga metode di atas, ada pula metode buku catatan(diary/log). Pada metode ini,
pegawai mencatat setiap aktivitas yang dijalaninya dalam sebuah buku catatan. Metode ini
akan bisa memberikan gambaran mendetail mengenai sebuah pekerjaan, apalagi bila
dikompilasikan dengan wawancara yang dilakukan pada saat yang tepat. Ada kemungkinan
pegawai akan menonjolkan suatu aktivitas dan agak menyembunyikan aktivitas lainnya,
namun demikia kiranya catatan kronologis yang diberikan bisa menjadi kompensasi atas hal
ini.

Metode kelima adalah teknik analisis pekerjaan kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan
apabila metode kualitatif seperti yang tertera di atas tidak cukup mampu untuk menarik
informasi untuk pekerjaan yang dianalisis. Metode kuantitatif yang populer di antaranya
adalah kuesioner analisis posisi/Position Analysis Questionnaire(PAQ). Metode PAQ berisi
194 item, yang tiap-tiapnya merepresentasikan elemen dasar yang berperan besar ataupun
tidak dalam pekerjaan. Keuntungan menggunakan PAQ adalah kita bisa mendapatkan skor
kuantitatif atau profil sebuah pekerjaan berdasarkan rating pekerjaan tersebut untuk lima
aktivitas dasar: melibatkan pengambilan keputusan/komunikasi/tanggung jawab social,
melibatkan aktivitas yang membutuhkan keterampilan, aktif secara fisik, mengoperasikan
kendaraan/mesin, dan memproses informasi. Selain PAQ, metode selanjutnya adalah
Department of Labor(DOL). Metode DOL menggunakan sebuah pedoman aktivitas bernama
fungsi-fungsi pekerja(worker functions) untuk mendeskripsikan apa yang bisa dilakukan oleh
pegawai dihubungkan dengan data, manusia, dan barang.  Output dari metode ini adalah
pengkodean pekerjaan misalnya menjadi 3, 5,2. Angka-angka ini menggambarkan aktivitas
pekerjaan yang dianalisis dan hubungannya dengan ketiga hal yang tertulis di atas.

Metode terakhir adalah metode analisis pekerjaan berbasis internet. Metode ini menjadi solusi
permasalahan kebanyakan metode yang menghabiskan banyak waktu. Metode internet
kurang lebih adalah pemanfaatan metodologi online untuk survey, tentunya termasuk survey
analisis pekerjaan. Namun demikian, tentu saja metode ini tidak akan luput dari kekurangan. 
Survey yang tidak dilakukan langsung oleh analis pekerjaan akan menciptakan peluang
munculnya kesalahpahaman yang bisa mengurangi akurasi hasil survey. Terakhir, yang
paling penting utnuk dicamkan memang adalah dalam praktik, akan baik apabila
menggunakan metode lebih dari satu untuk menganalisis pekerjaan agar setiap metode bisa
saling menutupi kekurangan metode lainnya.
Berikutnya mari beralih ke masalah deskripsi pekerjaan. Seperti yang tertulis di atas bahwa
penulisan deskripsi pekerjaan adalah kelanjutan proses analisis pekerjaan. Tidak ada standar
dalam penulisan deskripsi pekerjaan, namun kebanyakan berisi: identifikasi pekerjaan,
inti/summary pekerjaan, tanggung jawab dan tugas, otoritas, standardisasi performa, kondisi
kerja, dan spesifikasi pekerjaan. Bagian yang paling penting dalam deskripsi pekerjaan
adalah tanggung jawab dan tugas suatu pekerjaan. Setelah deskripsi, selanjutnya dalah
spesifikasi pekerjaan. Spesifikasi pekerjaan akan menjawab pertanyaa,”Orang seperti apa dan
seberapa besar pengalaman yang dibutuhkannya agar bisa melakukan pekerjaan ini dengan
baik?”  Untuk itu, perlu untuk membuat spesifikasi pekerjaan yang baik. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menentukan spesifikasi pekerjaan antara lain mencakup apakah pegawai
yang kita butuhkan merupakan pegawai terlatih atau tak terlatih. Selain itu, spesifikasi juga
bisa dilakukan berdasarkan penilaian subjektif dengan menggunakan akal sehat atau
berdasarkan statistik.

Isu selanjutnya yang akan kita bicarakan adalah masalah “dejobbing”. Dejobbing merupakan
produk dari begitu cepatnya perubahan dalam dunia bisnis hari ini. Karena organisasi ingin
mempercepat proses pengambilan keputusan, pekerjaan seseorang menjadi lebih luas dari
yang seharusnya dan mengurangi spesialisasi pekerjaan. Di sisi lain, organisasi juga tidak
ingin pegawainya merasa dibatasi oleh daftar tanggung jawab yang ada di deskripsi
pekerjaan. Terakhir, mengenai isu analisis pekerjaan berbasis kompetensi. Jenis ini tidak
seperti analisis pekerjaan tradisional yang mendeskripsikan pekerjaan dengan mendaftar
tugas-tugas dan tanggung jawab, melainkan mendeskripsikannya dengan perilaku kompeten
yang bisa diukur dan diamati dan perilaku kompeten ini harus bisa dilakukan oleh orang yang
melakukan pekerjaan tersebut dengan baik.

PAY FOR PERFORMANCE AND FINANCIAL INCENTIVES

Tujuan dari bab ini adalah menjelaskan bagaimana memanfaatkan insentif berbasis performa
untuk memotivasi pegawai, dan akan dibicarakan juga insentif baik untuk pegawai, manajer,
dan eksekutif. Pertama-tama, definisi dari insentif keuangan adalah sejumlah bayaran yang
diberikan kepada pegawai yang performanya telah melebihi standar yang ditentukan. Di bab
sebelumnya sudah dikatakan bahwa mengaitkan bayaran yang diberikan denga performa
pegawai itu sendiri sudah merupakan sistem yang populer di dunia bisnis. anmun yang patut
diperhatika di sini adalah kenyataan bahwa pembayaran sebagai insentif didasarkan pada
kondisi psikologis seseorang. Orang-orang tidak akan seluruhnya bereaksi sama terhadap
suatu bentuk penghargaan, pada saat yang sama pula tidak ada bentuk penghargaan yang
cocok untuk segala situasi. Oleh karenanya para ahli masalah kompensasi mengatakan bahwa
manajer harus menyadari akan rencana insentif berdasarkan motivasi.

Mungkin bisa kita katakan bahwa melakukan manajemen motivasi seseorang adalah kegiatan
yang sulit, apalagi pada praktiknya, sebab orang yang berbeda akan bereaksi terhadap insentif
yang berbeda dengan cara yang berbeda satu sama lain. Frederick Herzberg berpandangan
bahwa cara terbaik memotivasi seseorang adalah mengorganisir pekerjaan agar dengan
melakukannya bisa memberikan suatu timbal balik dan/atau tantangan yang bisa
meningkatkan memuasakan kebutuhan seseorang untuk sukses melakukan sesuatu dan untuk
diakui. Pandangan ahli lainnya, Edward Deci yang juga patut diingat adalah bahwa
penghargaan ekstrinsik pada saat tertentu justru bisa mengurangi motivasi dalam diri
seseorang, sebagai ilustrasi bayangkan seorang pemadam kebakaran yang mempertaruhkan
nyawanya untuk menyelamatkan nyawa seseorang kemudian setelahnya seseorang itu
berkata,”Ini segepok uang yang bisa kau pakai”. Pelajaran moralnya adalah manajer harus
berhati-hati dalam menyusun rencana pembayaran sebagai insentif kepada pegawai-pegawai
yang bermotivasi tinggi. Selain itu masih ada beberapa teori motivasi yang patut dipelajari
manajer yang masih agak bingung dalam masalah insentif finansial ini.

Sekarang mari kita masuk ke isu pertama, yakni mengenai insentif terhadap individual yang
terdiri dari beberapa bentuk rencana insentif. Beberapa rencana tersebut antara lain yang
pertama adalah piecework plan. Rencana ini terbagi menjadi dua yaitu straight piecework
yang mengaitkan dengan sangat jelas antara bayaran yang diberikan dengan hasil kerja
pegawai, dan kemudian yaitu standard hours yang pada umumnya tidak begitu berbeda
dengan straight piecework.Rencana yang kedua adalah merit pay yang memungkinkan
penambahan gaji karena performa pegawai. Pada pengembangannya, merit pay diadaptasikan
menjadi dua bentuk yang berbeda. Kemudian manajer juga harus memikirikan rencana
insentif terhadap para pegawai professional seperti pengacara, dokter, ekonom, dan insinyur.
Ada kemungkinan apabila manajer memberikan penghargaan finansial kepada orang-orang
ini, justru malah akan menurunkan motivasi mereka sebagaimana pendapat ahli seperti Deci.
Namun demikian mungkin tidak masuk akal juga bila mengatakan bahwa para programmer
yang bekerja di Google bekerja hanya untuk aktualisasi diri. Pada praktiknya, berdasarkan
survey para professional juga sering ditawarkan berbagai insentif dan bonus, misalnya seperti
opsi saham dan bagi hasil. Metode yang ketiga adalah penghargaan berbasis pengakuan.
Pengakuan di sini biasanya mengacu pada program formal, misalnya program employee-of-
the-month.

Selanjutnya kita membahas isu mengenai insentif terhadap tenaga penjualan. Pada umumnya,
jenis insentif yang untuk tenaga penjualan terdiri gaji dan komisi. Beberapa organisasi
membayar tenaga penjualan dengan gaji yang jumlahnya konstan dan menambahnya dengan 
beragam bonus. Ada juga jenis yang membayar tenaga penjualan degan berbasis hasil, dan
hanya hasil. Namun demikian yang jenis ini tentu jelas kekurangannya, yakni pada
pegawainya sendiri yang tidak akan tahan situasi yang sebenarnya memaksa diri mereka
untuk bekerja, oleh karenanya membayar tenaga penjualan dengan komisi saja menghasilkan
angka turnover yang tinggi menurut sebuah studi.  Kemudian, tentu saja tidak sedikit
organisasi yang mengkombinasikan keduanya. Terdapa pula organisasi yang mengaitkan
rencana stratejik mereka dengan insentif yang mereka berikan pada tenaga penjualan. Sebagai
contoh, sekian persen komisi diberikan apabila jumlah persediaan turun sebesar 20%.

Rencana insentif yang selanjutnya meliputi rencana insentif terhadap tim/kelompok. Biasanya
agar bisa member insentif bagi tim, organisasi memasang sperangkat standar yang dikaitkan
dengan output yang dihasilkan kelompok, sebagai contoh, berapa jumlah roda yang dipasang
per jamnya. Seperti halnya rencana-rencana sebelumnya, rencana ini pun tidak luput dari
kontroversi mengingat belum tentu semua anggota dalam kelompok bekerja pada proporsi
yang seimbang.

Rencana insentif juga meliputi untuk organisasi secara keseluruhan. Rencana tersebut
meliputi rencana bagi hasil di mana semua pegawai memperoleh bagian  dari laba yang
diterima organisasi per tahunnya. Kemudian, ada ESOP(Employee Stock Ownership Plan)
dan Scanlon plan. Scanlon plan terbilang tua namun demikian hingga sekarang masih
dipakai, inti dari Scanlon plan terletak pada lima fitur dasarnya. Pada versi lanjut dari
Scanlon plan, ada gainsharing plan yang merupakan rencana insentif yang mengarahkan
pegawai pada usaha bersama untuk memperoleh tujuan produktivitas dan membagi gain yang
diperoleh dari situ di antara mereka. Terakhir, ada at-risk variable pay plan yang member
insentif kepada pegawai sejumlah biaya yang ditanggung pegawai untuk mengantisipasi
risiko tahunan, bulanan, atau mingguan tentunya dengan tambahan jika pegawai mampu
mencapai atau melebihi tujuan-tujuan mereka.

Lalu mari sedikit kita bicarakan mengenai insentif terhadap para manajer dan eksekutif. Di
antaranya ada yang berupa insentif jangka pendek, seperti bonus tahunan dan insentif jangka
panjang. Insentif jangka panjang  juga bisa dimanfaatkan agar para manajer dan eksekutif
mau terus bertahan di organisasi. Beberapa contoh dari insentif jangka panjang meliputi opsi
saham. Dengan memperoleh opsi saham, manajer/eksekutif memperoleh hak untuk membeli
sejumlah saham dengan harga tertentu untuk periode tertentu, semuanya ketentuan tertulis
secara spesifik.

Terakhir, mari membahas tentang bagaimana mendesain program insentif yang efektif.
Sebelumnya, tentu kita harus mengetahui terlebih mengapa rencana insentif bisa gagal.
Beberapa penyebabnya adalah

 Tidak terbentuknya manajemen yang bagus, bagaimanapun rencana insentif kita tidak
bisa menggantikan manajemen yang bagus.
 Terkadang dengan rencana insentif yang mendasarkan pada kuantitas yang dihasilkan
malah menyebabkan turunnya kualitas produk yang dihasilkan.
 Terlalu bergantung kepada insentif finansial untuk memotivasi pegawai, padahal itu
bukan satu-satunya sumber motivasi.
 Penghargaan yang diiming-imingkan bisa mendorong pegawai untuk mengejar
kepuasan sendiri meski sedang bekerja dalam tim.
 Penghargaan terkadang justru menurunkan motivasi internal seseorang.

Sekarang bagaimanakah mengimplementasikan rencana insentif yang efektif? Caranya antara


lain :

 Bertanyalah: Apakah performa kurang mencukupi dikarenakan masalah motivasi?


Masuk akal untuk menetapkan rencana insentif apabila motivasi adalah masalahnya.
 Hubungkan insentif dengan strategi.
 Pastikan program yang ditetapkan bisa mendorong motivasi.
 Buat agar rencana mudah dimengerti pegawai.
 Tetapkan standar-standar efektif.
 Dapatkan dukungan pegawai untuk rencana tersebut.
 Gunakan sistem pengukuran yang bagus.
 Gunakan sekumpulan standar yang komplit.
 Jadikan rencana insentif sebagai bagian pendekatan yang komprehensif dan
berorientasi pada komitmen.

Anda mungkin juga menyukai