Anda di halaman 1dari 33

1

Landasan Pendidikan dan Pembelajaran Ditinjau dari Landasan Hukum, Filsafat,


Sejarah, Pendidikan dan Pembelajaran
(Landasan dan Kerangka Teoritik Tentang Pendidikan dan Pembelajaran, Jenis-
jenis Asumsi/Landasan Pendidikan dan Pembelajaran)

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Landasan Pendidikan dan
Pembelajaran dengan dosen pengampu Ibu Dr. Murni Sapta Sari, M.Si

Disusun oleh Kelompok II/Offering C/2019:


Hanina Salmah (190341764445)
M. Nidhamul Maulana (190341864426)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEPTEMBER 2019

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun
2003).
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia. Pendidikan selalu mengalami
perubahan seiring dengan perkembangan peradaban manusia, pendidikan
dilaksanakan secara lebih sistematis dan terorganisir dalam bentuk pendidikan
formal di sekolah. Dalam hal ini manusia pada dasarnya bisa sebagai subyek yang
berperan aktif dalam proses dan pelaksanaannya, sekaligus sebagai obyek dari
pendidikan yang berarti menjadi sasaran perubahan dan tujuan pendidikan
(Junaid, 2012).
Perubahan dan perbaikan dalam bidang pendidikan meliputi berbagai
komponen yang terlibat di dalamnya baik itu pelaksana pendidikan di lapangan
(kompetensi guru dan kualitas tenaga pendidik), mutu pendidikan, perangkat
kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan dan mutu menejemen pendidikan
termasuk perubahan dalam metode dan strategi pembelajaran yang lebih inovatif.
Upaya perubahan dan perbaikan tersebut bertujuan membawa kualitas pendidikan
Indonesia lebih baik (Noelaka, 2017).
Proses pendidikan dan pembelajaran yang saat ini berlangsung merupakan
kelanjutan dari cita-cita bangsa Indonesia dan praktek-praktek pendidikan dan
pembelajaran di masa lampau yang telah dituangkan dalam Undang-Undang
Dasar 1945. Menurut Triyanto et al. (2014) pendidikan mampu membentuk
kepribadian melalui pendidikan lingkungan yang bisa dipelajari secara sengaja
maupun tidak sengaja. Meskipun pendidikan saat ini terus berkembang dan
mengalami perubahan, namun hal tersebut tidak terlepas dari landasan pendidikan
dan pembelajaran itu sendiri.

3
Landasan pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan khususnya di
indonesia, agar pendidikan yang sedang berlangsung di negara kita ini memiliki
pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan disetiap negara tidak
sama. Berdasarkan hal tersebut maka disusunlah makalah ini untuk mempelajari
tentang landasan pendidikan berupa landasan hukum, landasan filsafat, landasan
histori, serta pendidikan dan pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana landasan pendidikan ditinjau dari segi hukum ?
2. Bagaimana landasan pendidikan ditinjau dari segi filsafat ?
3. Bagaimana landasan pendidikan ditinjau dari segi sejarah ?
4. Bagaimanakah landasan dan kerangka teoritik pendidikan dan
pembelajaran?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang timbul akibat permasalahan di atas sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami landasan hukum pendidikan
2. Untuk mengetahui dan memahami landasan filsafat pendidikan
3. Untuk mengetahui dan memahami landasan historis pendidikan
4. Untuk mengetahui dan memahami landasan dan kerangka teoritik
pendidikan dan pembelajaran

1.4 Manfaat Penulisan Makalah


Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah sebagai berikut.
1. Untuk Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa yang
membaca makalah ini terkait tentang Landasan Pendidikan dan
Pembelajaran Ditinjau dari Landasan Hukum, Filsafat, Sejarah,
Pendidikan dan Pembelajaran
2. Untuk Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis karena telah berusaha
mengumpulkan berbagai macam referensi mengenai Landasan Pendidikan
dan Pembelajaran Ditinjau dari Landasan Hukum, Filsafat, Sejarah,
Pendidikan dan Pembelajaran.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 LANDASAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI SEGI HUKUM


Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak. Landasan hukum seorang guru boleh mengajar misalnya guru memiliki
surat keputusan tentang pengangkatannya sebagai guru. Begitu pula halnya
mengapa anak-anak sekarang diwajibkan belajar paling sedikit sampai tingkat
SLTP dilandasi atau didasari dari Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan
Dasar dan ketentuan wajib belajar (Pidarta, 2013)
Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan bakku yang
patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan pemerintah apabila dilanggar
akan mendapatkan sanksi. Seorang guru misalnya melanggar aturan tidak
disiplin maka bisa dikenai sanksi dalam bentuk kenaikan pangkat ditunda.
Begitu pula seorangpeserta didik yang kehadirannya kurang dari 75% tidak
diizinkan mengikuti ujian akhir (Pidarta, 2013).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa landasan hukum
pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan yang berlakukan sebagai titik tolak dalam rangka
pengelolaan, penyelenggaraan dan kegiatan pendidikan dalam suatu sistem
pendidikan nasional. Landasan hukum pendidikan bersifat ideal dan normatif,
artinya merupakan sesuatu yang di harapkan dilaksanakan dan mengikat untuk
di laksanakan oleh setiap pengelola, penyelenggara dan pelaksana pendidikan di
dalam sistem pendidikan nasional (Pidarta, 2013).

2.1.1 Pendidikan Menurut Undang-Undang Dasar 1945


Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum tertinggi di Indonesia.
Semua peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk dan tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan UUD 1945 di
dalamnya telah tersirat cita-cita pendidikan nasional, yakni mencerdaskan
kehidupan bangsa. Selanjutnya pasal 31 UUD 1945 ayat 1-5 secara tersurat
menyatakan bahwa :

5
1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dengan
undang-undang.
4) Negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.
5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945 ayat 1 dan 2. Ayat 1 bermaksud
memajukan budaya nasional serta memberi kebebasan kepada masyarakat untuk
mengembangkannya dan ayat 2 menyatakan negara menghormati dan memlihara
bahasa daerah sebagai bagian dari budaya nasional. Pasal ini berhubungan
dengan pendidikan dikarenakan pendidikan adalah bagian dari kebudayaan.
Seperti kita ketahui bahwa kebudayaan adalah hasil dari budi daya manusia.
Kebudayaan akan berkembang apabila budi daya manusia ditingkatkan.
Sementara itu sebagian besar budi daya bisa dikembangkan kemampuannya
melalui pendidikan. Jadi apabila pendidikan maju, kebudayaan akan maju juga.
Dengan demikian upaya memajukan kebudayaan berarti juga sebagai upaya
memajukan pendidikan (Pidarta, 2013).
2.1.2 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Akar pendidikan nasional pada dasarnya merupakan usaha kultural dengan
maksud mempertingi kualitas hidup dan kehidupan manusia baik secara
individual, kelompok masyarakat maupun sebagai suatu bangsa. Pendidikan
harus di kembangkan dengan berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan
masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Secara yuridis, pada pasal 1 ayat 2
dan ayat 5 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Ayat

6
2 menegaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap
terhadap tuntunan perubahan zaman. Undang-undang ini mengharuskan
pendidikan berakar pada kebudayaan nasional dan nilai-nilai agama yang
berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Pidarta, 2013).
Selanjutnya Pasal 1 ayat 5 yang berbunyi tenaga kependidikan adalah
anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.
Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga pendidikan adalah setiap anggota
masyarakat yang megabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan tenaga pendidikan tertera dalam pasal 39 ayat
1 yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga administrasi,
pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan
pengembangan pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi (Pidarta, 2013).
Pentingnya undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan nasional
di samping untuk menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagai
penjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia, juga dapat dipedomani bagi
penyelenggaran pendidikan secara utuh yang berlaku untuk seluruh tanah air.
Landasan hukum bukan semata-mata menjadi landasan bagi penyelenggaraan
pendidikan, namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga jika terjadi
penyimpangan dalam penyelenggaraan pendidikan, maka dengan landasan hukum
tersebut dapat dikenakan sanksi bagi para pelanggar. Praktek penyelenggraan
pendidikan tidak sedikit ditemukan penyimpangan, bahkan dalam skala nasional
dapat menimbulkan kerugian bukan hanya secara material tapi juga spiritual.
Penyelenggaraan pendidikan yang sangat komersial dan instan dapat merusak
pendidikan sebagai proses pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga
dalam jangka panjang menjadikan pendidikan bukan sebagai sarana rekonstruksi
sosial tetapi dekonstruksi sosial. Itulah sebabnya di samping dasar regulasi sangat
penting juga harus pula dilandasi dengan dasar hukum untuk sanksi.
2.1.3 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Ada beberapa pasal yang bersangkutan dengan Undang-Undang Guru dan
Dosen. Pasal 8 berbunyi Guru wajib memiliki kualifikasi akademi, kompetensi,

7
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sementara itu pasal 10 menyatakan
kompetensi guru mencakup pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pasal
ini menjelaskan guru diminta tidak hanya sekedar mengajar agar peserta didik
paham dan terampil tentang materi pelajaran yang diajarkan, melainkan materi-
materi pelajaran itu hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Itulah sebabnya setiap guru harus mengembangkan afeksi, kognisi, dan
keterapilan peserta didik secara berimbang dan menilainya yang ketiganya
dimasukkan ke dalam rapor (Pidarta, 2013)..
Pasal 11 berbunyi sertifikasi diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
diteteapkan oleh pemerintah. Pasal ini mejelasakan bahwa sertifikasi tidak boleh
dikeluarkan oleh badan-badan atau lembaga-lembaga lain selain seperti tersebut
diatas. Bagi guru yang berkualitas memenuhi persyaratan tersebut diberi imbalan
seperti tertuang dala pasal 15 yaitu gaji pokok, beserta tunjangan yang melekat
gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus bagi yang
bertugas di daerah khusus, dan maslahat tambahan. Masalahat tambahan yang
dimaksud tertuang dalam pasal 19, berupa kesejahteraan seperti tunjangan
pendidikan, asuransi pendidikan beasiswa, layanan kesehatan, dan penghargaan-
penghargaan tertentu. Guru juga diberi cuti seperti pegawai biasa dan tugas
belajar tertulis dalam pasal 40 (Pidarta, 2013).
Pasal 24 menentukan tentang pengangkatan guru. Guru pendidikan
menengah dan pendidikan khusu tingkat, ditempatkan, dipindahkan, dan
diberhentikan oleh pemerintah provinsi. Sedangkan untuk guru pendidikan dasar
dan usia dini dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota. Pasal 42 menguraikan
tentang organisasi profesi guru, yang memiliki wewenang sebagai berikut:
1) Menetapkan dan menegakkan kode etik guru
2) Memberikan bantuan hukum kepada guru
3) Memberikan perlindugan profesi guru
4) Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru
5) Memajukan pendidikan nasional

8
Selain guru, dosen juga memiliki pasal yang melandasi. Pasal 46
menyatakan dosen minimal lulusan magister untuk mengajar di program diploma
dan sarjana, dan lulusan program doktor untuk mengajar di pascasarjana. Pasal 48
disebutkan untuk menduduki jabatan guru besar harus memiliki ijazah doktor.
Pasal 49 menyebutkan guru besar yang memiliki karya ilmiah atau karya
monumental sangat istimewa dalam bidangnya dan diakui secara internasional
dapat diangkat menjadi profesor paripurna (Pidarta, 2013).
Sama dengan guru, dosen juga dapat imbalan bagi yang memenuhi semua
persyaratan. Imbalah yang dimaksud adalah gaji pokok berserta tunjangan yang
melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
tunjangan kehormatan, dan maslahat tambahan. Tunjangan kehormatan yang
dimaksud adalah tunjangan yang hanya diberikan kepada dosen yang menjabat
guru besar setelah berdinas dua tahun. Disamping imbalan tersebut dosen juga
diberikan hak cuti seperti pegawai pada umumnya dan cuti studi untuk melakukan
penelitian dengan mendapat gaji penuh (Pidarta, 2013).

2.2 LANDASAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI FILSAFAT


Landasan pendidikan ditinjau dari filsafat berhubungan dengan makna dari
pendidikan. Perumusan citra tentang manusia dan masyarakat terangkum dalam
ilmu filsafat sedangkan perwujudan dari citra itu sendiri terangkum dalam ilmu
pendidikan. Oleh karena pendidikan berkaitan dengan ilmu filsafat.
2.2.1 Hakikat Pendidikan
Sasaran pendidikan adalah manusia yang mengadung banyak
aspek dan sifatnya sangat kompleks. Oleh karena itu hakikat
pendidikan tidak memiliki batasan yang bisa menjelaskan hakikat
pendidikan secara lengkap. Batasan yang diberikan para ahli beraneka
ragam, karena orientasi, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi
tekanan atau falsafah yang mendasarinya juga berbeda.
Pendidikan secara etimologi berasal dari bahasa Yunani “paedagogie” yang
akar katanya “pais” yang berarti anak dan “again” yang artinya membimbing jadi
“paedagogie” artinya bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa
inggris pendidikan diterjemahkan menjadi “Education“ yang berasal dari bahasa
yunani “Educare“ yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak,

9
untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang. Pengertian pendidikan banyak
dikemukakan para ahli pendidikan dan filsafat dari berbagai aliran. Di samping itu
pengertian pendidikan juga dapat dilihat dalam UU. No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional sebagai acuan melaksanakan pendidikan di Indonesia. Untuk
melaksanakan pendidikan secara baik perlu dipahami pendidikan sebagai sistem
dengan unsur-unsurnya yang harus diperhatikan yang mempengaruhi pelaksanaan
pendidikan tersebut. Unsur-unsur dimaksud di antaranya tujuan, peserta didik, isi
dan materi pendidikan, metode dan alat pendidikan serta lingkungan yang
mempengaruhi suasana pendidikan. Di antara unsur-unsur pendidikan tersebut
tujuan pendidikan memiliki posisi yang penting.

2.2.2 Filsafat Pendidikan


Sadullo (2011) menjelaskan bahwa filsafat pendidikan adalah memahami
pendidikan dalam keseluruhan,menafsirkannya dengan konsep umum dan
sistematis,dengan tujuan membimbing manusia dalam tujuan dan kebijakan
pendidikan. Filsafat pendidikan yaitu hasil pemikiran secara mendalam untuk
mengenal pendidikan. Menurut Zanti (1988) maksud dari filsafat pendidikan yaitu
menginspirasikan, menganalisis, memperspektifkan dan menginvestigasi.
Menginspirasikan, menganalisis, memperspektifkan dan menginvestigasi yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Menginspirasikan: memberi inspirasi bagi para pendidik dalam melaksanakan
ide tertentu dalam pendidikan. Contohnya: Rousseau menulis buku Emile
sebagai karya yang menginspirasi. Dalam buku ini menceritakan bahwa anak-
anak tidsk perlu diarahkan dengan metode terntu. Cukup hanya menjauhkan
mereka dari bencana berat selebihnya mereka belajar sendiri.
2) Menganalisis: memeriksa secara teliti bagian pendidikan agar memiliki
validitas yang jelas. Hal ini perlu dilakukan agar dalam menyusun konsep
pendidikan secara utuh agar tidak simpang siur. Contohnya Bacon
menggunakan logika induktif sebagai analisis dalam menemukan konsep-
konsep pendidikan. Melalui logika induktif dapat ditemukan konsep
pendidikan yang mutakhir.
3) Memprespektifkan: upaya menjelaskan atau memberi pengarahan kepada
pendidik melalui filsafat pendidikan. Hal-hal yang dijelaskan adalah cara

10
mengaplikasikan pendidikan seperti arah pendidikan dan batas keterlibatan
pendidikan dalam peminata, bakat dan kemampuan siswa. contohnya Johan
Herbart dalam bukunya Scence of Education menginginkan agar guru
memiliki informasi yang dapat diandalkan mengenai tujuan pendudukan yang
ingin dicaapai dan proses belajar sebelum guru memasuki kelas.
4) Menginvestigasi: menganalisis kebenaran suatu teori. Pendidik tidak
dianjurkan mengambil teori tanpa mengetahui kebenarannya. Pendidik
seharusnya mencari konsep pendidikan di lapangan atau penelitian
sebelumnya. Contohnya John Dewey dalam buku Democfracy and Education
menyatan bahwa pengalaman adalah tes terakhir dari segala hal.

2.2.3 Aliran Filsafat Pendididkan


Filsafat pendidikan terdiri dari berbagai macam aliran. Beberapa aliran
filsafat yang terkenal adalah:

1) Eksistensialisme
Eksistensialisme tidak begitu dikenal dalam dunia pendidikan, sebab mereka
menilai bahwa tidak ada yang disebut pendidikan, tetapi bentuk propaganda untuk
memikat orang lain. Mereka juga menunjukkan bahwa bagaimana pendidikan
memunculkan bahaya yang nyata, sejak penyiapan murid sebagai konsumen atau
menjadikan mereka penggerak mesin pada teknologi industri dan birokrasi
modern. Menurut paham eksistensialisme pendidikan tidak membantu membentuk
kepribadian dan kreativitas, sehingga para eksistensialis mengatakan sebagian
besar sekolah melemahkan dan mengganggu atribut-atribut esensi kemanusiaan.
2) Progresivis
Dalam pandangan progresivisme pendidikan merupakan suatu sarana atau
alat yang dipersiapkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik supaya
tetap survive terhadap semua tantangan kehidupannya yang secra praktis akan
senantiasa mengalami kemajuan. Selain itu, proses pendidikan dilaksanakan
berdasarkan pada asas pragmatis. Artinya, pendidikan harus dapat memberikan
kebermanfaatan bagi peserta didik, terutama dalam menghadapi persoalan yang
ada di lingkungan masyarakat.

11
3) Esensialisme
Pandangan esensialisme mengenai pendidikan yaitu pendidikan didasarkan
pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia,
yang muncul pada zaman renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan
progresifisme. Perbedaannya yang utama adalah memberikan dasar berpijak pada
pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serta terbuka untuk perubahan,
toleran, dan tidak ada keterkaitan denga doktrin tertentu. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki
kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
mempunya tata yang jelas.
4) Perenialis
Pendidikan menurut kaum perenialisme yaitu “education as cultur
regression”: pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan
keadaaan manusia sekarang seperti dalam masa lampau yang dianggap sebagai
kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang
nilai-nilai kebenaran yang pasti ,absolut, dan abadi yang terdapat dalam
kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut.
Sejalan dengan hal diatas, penganut perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip
pendidikan juga bersifat universal dan abadi.
5) Idealisme
Konsep paham idealisme dalam pendidikan adalah Siapa yang harus dididik
dan bagaimana? Para pendidik (penganut idealisme) menjawab semua anak harus
mendapatkan pendidikan yang sama paling tidak sampai usia 20 tahun.
Pendidikan yang ditawarkan oleh idealisme adalah “Functionalist” yaitu model
yang dirancang untuk menghasilkan manusia dewasa yang berkompeten untuk
memenuhi kebutuhan bangsanya. Idealisme mengembangka pemikirannya tentang
konteks pendidikan disesuaikan dengan deskripsi negara yang ideal. Oleh
karenanya pendidik harus mendidik siswa agar dapat mengaktualisasikan dirinya
agar berguna bagi bangsa dan Negara.

2.2.4 Filsafat Pendidikan Di Indonesia


Indonesia memiliki cita-cita yang harus dikejar dan diwujudkan yaitu
manusia Indonesia seutuhnya yang dijiwai oleh sila pancasila. Pendidikan di

12
Indonesia diwujudkan dengan ilmu pendidikan yang digali dari bumi Indonesia.
Pancasila tidak secara langsung ditetapkan sebagai filsafat pendidikan di
Indonesia akan tetapi melalui penetapan pancasila sebagai landasan berpikir baik
dalam bentuk undang-undang maupun dalam penyelenggaraan di lapangan.
Pancasila ditetapkan sebagai paradigma pembangunan di Indonesia. Model dan
kerangka berpikir perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Indonesia
mengacu pada hakikat Pancasila, baik sebagai filsafat bangsa maupun sebagai
dasar Negara. Salah satu bidang pembangunan yang menggunakan paradigma
pembangunan adalah pembangunan bangsa dan pembentukan karakter bangsa.
Akan tetapi perkembangan filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan di Indonesia
belum berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan karena filsafat pendidikan
tidak lagi dijadikan dasar oleh guru dalam kegiatannya mengajar. Kurikulum pada
beberapa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) seperti FKIP
kurang memperhatikan mata kuliah pada ilmu pendidikan dan filsafat pendidikan,
sehingga produk guru yang dihasilkan belum mampu memahami pentingnya
penerapan ilmu dan filsafat pendidikan dalam kegiatan pembelajaran (Soelaiman,
2013).
Ilmu pendidikan merupakan ilmu yang bersifat empiris dan normatif. Ilmu
pendidikan bersifa empiris sebab kajian dalam ilmu pendidikan diperoleh dari
observasi atau percobaan. Ilmu pendidikan bersifat normatif sebab dalam dalam
pelaksanaan pendidikan perlu menyisipkan norma-norma tertentu agar peserta
didik mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu
pendidkan mengandung fakta dan upaya. Fakta didapatkan dari hasil penelitian
atau obsevasi, sedangkan upaya akan membentuk peserta didik yang patuh
terhadap norma-norma dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu
pendidikan penting untuk dipelajari oleh calon guru. Soedomo (1990)
mengemukakan tiga metode pembelajaran dalam ilmu pendidikan sebagai berikut:
1) Metode Normatif
Metode normatif berkaitan mengenai rumusan manusia yang diidealkan
yang ingin dicapai oleh pendidikan. Metode normatif menjawab pertanyaan yang
berkenaan dengan masalah nilai baik dan nilai buruk. Contihnya menjabarkan
nilai pancasila sehingga mudah diterapkan dalam pendidikan.

13
2) Metode Eksplanatori
Metode eksplanatori berkaitan mengenai rumusan hal-hal apa saja yang
membuat suatu proses pendidikan berhasil. Dalam hal ilmu pendidikan
mendapatkan bantuan dari berbagai teori tentang pendidikan yang berasal dari
penelitian di lapangan seperti kondisi dan kekuatan yang dimiliki oleh peserta
didik. Pada metode eksplanatori membutuhkan bidang ilmu lain seperti psikologi,
ekonomi, politik dan sosiologi.
3) Metode Teknologis
Metode teknologis berkaitan dengan cara mendidik siswa. Metode
teknologis mencakup media belakar, metode pembelajaran, lingkungan belajar,
bentuk bimbingan belajar, dan sebagainya.

2.2.5 Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan Di Indonesia


Pidarta (2014) menjelaskan bahwa upaya dalam mewujudkan filsafat
pendidikan di Indonesia masih dalam tahap perhatian. Soelaiman (2013)
mengembangkan model filsafat ilmu pendidikan untuk Indoensia dengan salah
satu model filsafat yang dikembangkan yaitu Model Filosophis (Filsafat
Pendidikan Barat, Islam, dan Pancasila). Model filosofis berusaha
menggabungkan antara filsafat pendidikan Barat yang berakar pada alam pikiran
masyarakat Barat, filsafat pendidikan Islam, yang berakar pada ajaran agama
Islam, dan filsafat pendidikan Pancasila, yang berakar pada masyarakat dan
budaya Indonesia. Filsafat Pancasila merupakan dasar bagi negara Indonesia,
sehingga menjadi dasar bagi sistim pendidikan nasional. Filsafat Islam yang
dirumuskan menjadi pedoman hidup muslim (mayoritas masyarakat Indonesia),
yang menjadi dasar bagi sistim pendidikan Islam. Filsafay islam dimasukkan
karena sudah menjadi budaya luhur bangsa Indonesia. Filsafat Barat yang
dirumuskan berupa pengaruh dari Barat dalam zaman modern, terutama dalam
bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diterima dan diterapkan dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, dalam rangka menghadapi kehidupan modern
yang dengan cepat berubah. Model filsafat yang dikemgkan oleh Soelaiman
(2013) ditunjukkan pada Gambar 1.

14
Gambar 1. Bagan Model Filsafat Pendidikan yang diajukan oleh Soelaiman
(Sumber: Soelaiman, 2013).

2.3 LANDASAN PENDIDIKAN DITINJAUDARI SEJARAH

2.3.1 SEJARAH PENDIDIKAN DUNIA


Sejarah pendidikan dunia telah berlangsung lama sekitar 150 tahun Sebelum
Masehi, akan tetapi pendidikan pada zaman ini belum memberikan kontribusi
pada pendidikan pada saat ini (Pidarta, 2007). Yang akan kita bahas pada sejarah
pendidikan dunia antara lain: (1) Realisme, (2) Rasionalisme, (3) Naturalisme, (4)
Developmentalisme, (5) Nasioanalisme, (6) Liberalisme, positivisme, dan
individualisme, (7) Sosialisme (Pidarta, 2009).
A. Zaman Realisme
Realisme menghendaki pikiran yang praktis, menurut aliran ini pengetahuan
diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi
penginderaan. Tokoh-tokoh pendidikan pada masa ini diantaranya adalah Francis
Bacon dan Johann Amos Cornelius. Prinsip-prinsip pendidikan yang
dikembangkan antara lain:
a) Pendidikan lebih dihargai dari pengajaran
b) Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri
c) Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan
d) Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak, diawali dengan bahasa ibu.
e) Pelajaran harus diberikan satu per satu, mulai dari yang mudah, bisa dibantu
dengan gambar-gambar
f) Pendidikan diperoleh dari metode induktif, yaitu mulai dari menemukan fakta-
fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan suatu kesimpulan

15
g) Semua anak harus mendapatkan kesemapatan yang sama untuk belajar
(Pidarta, 2013).
B. Zaman Rasionalisme
Aliran ini memberi kekuasaan pada manusia untuk berpikir sendiri dan
bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya
sendiri dan bertindak untuk dirinya. Aliran ini mulai muncul disaat masyarakat
mampu menumbangkan kekuasaan absolut Raja Perancis dengan menggunakan
kekuatan akal pikirnya.
Tokoh pendidikan pada masa ini adalah John Locke pada abad ke 18 yang
terkenal dengan teori Leon Tabularasa atau a blank sheet of paper, yakni
mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan
akal yang dimiliknya manusia digunakan untuk membentuk penetahuannya
sendiri. Proses belajar menurut John Locke yaitu:
a) Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
b) Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
c) Berpikir, yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-
timbang untuk dirinya sendiri (Pidarta, 2013).
C. Zaman Naturalisme
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-
kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri. Aliran
ini muncul pada abad 18 dan merupakan reaksi atas aliran rasionalisme dan
menentang kehidupan yang tidak wajar akibat dari rasionalisme seperti korupsi,
gaya hidup yang dibuat-buat dan sebagainya. Tokoh aliran Naturalisme adalah J.J
Rousseau yang menyatakan ada tiga asas mengajar, yaitu:
a) Asas pertumbuhan, bahwa pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-
anak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai
kebutuhan-kebutuhannya
b) Asas aktivitas, bahwa dengan bekerja anak-anak menjadi aktif yang akan
memberikan pengalaman yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka
c) Asas individualitas, maksudnya dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai
dengan individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang
menurut alamnya sendiri (Pidarta, 2013).

16
D. Zaman Developmentalisme
Developmentalisme mulai berkembang pada abad ke 19. Aliran ini
beranggapan bahwa pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa,
sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-
tokoh aliran ini adalah: Petalozzi, Johann Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm
Frobel di Jerman dan Stanley Hall di Amerika Serikat. Intisari konsep pendidikan
yang dikemangkan oleh aliran ini adalah:
a) Mengaktualisasikan semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak
susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial
manusia
b) Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan
anak yang melalui observasi dan eksperimen
c) Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan
pengembangan pendidikan universal (Pidarta, 2013).
E. Zaman Nasionalisme
Aliran ini muncul pada abad 19 dan merupakan upaya dalam membentuk
patriot-patriot bangsa dan mempertahankan kaum imperialis. Tokohnya adalah La
Chatolais (Perancis) Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat). Tujuan
pendidikan mereka adalah untuk menjaga, memperkuat, dan mempertinggi
kedudukan negara dengan mengutamakan pendidikan sekuler, pendidikan
jasmani, dan pendidikan kejuruan. Materi pelajaran untuk menyukseskan
pendidikan tersebut meliputi mata pelajaran bahasa dan kesusastraan nasional,
pendidikan kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi negara
dan pendidikan jasmani.
Dampak negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme di
Jerman, yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebihan
dibeberapa negara seperti Jerman, sehingga timbul Perang Dunia I (Pidarta,
2013).
F. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
Zaman ini lahir pada abad ke 19. Liberalisme berpendapat bahwa
pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintah yang
dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith. Pada masa ini siapa yang

17
banyak pengetahuanlah yang paling berkuasa sehingga kemudian mengarah pada
individualisme. Pemerintah yang mayoritas tidak menghiraukan yang minoritas.
Sedangkan positivisme di bawah tokohnya August Conte hanya percaya pada
kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap
agama semakin lemah (Pidarta, 2013).
G. Zaman Sosialisme
Aliran ini muncul pada abad ke 20 sebagai reaksi terhadap dampak aliran
liberalisme, positivisme dan individualsme. Tokoh-tokohnya adalah Paul Nartrop,
George Kerchensteiner, dan John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa
masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Paul Natrop
mengatakan individu itu ibarat atom, individu tidak ada artinya bila tidak
berwujud benda. Begitu pula individu sebenarnya tidak ada, sebab individu adalah
suatu abstraksi sajadari masyarakat. Oleh karena itu, sekolah harus diabdikan
untuk tujuan-tujuan sosial (Pidarta, 2013).
Berdasarkan ketiga tokoh diatas, mereka berpendapat bahwa pendidikan
dapat disarikan sebagai berikut:
a) Masyarakat lebih penting daripada individu
b) Hal yang dicari dan dipelajari adalah kebenaran pragmatis, yaitu yang dapat
meningkatkan kehidupan manusia pada umumnya
c) Perlu didirikan sekolah kerja dengan perlengkapan bekerja
d) Metode belajar dengan mengaktifkan anak
e) Anak-anak belajar sambil bergaul dan bekerja
f) Tujuan pendidikan adalah membentuk watak susila, paham akan teori-teori,
dan dapat bekerja di masyarakat.
Ahli pendidikan lain pada abad ke-20 adalah Maria Montessori, Ovide
Declory, dan Hellen Parkhurst. Pandangan ketiga tokoh pendidikan terakhir ini
dapat disarikan sebagai berikut:
a) Pendidikan bersifat individual mengikuti masa peka anak masing-masing
dengan berbagai alat peraga
b) Metode global dalam membaca dan menulis
c) Pelajaran bersumber dari pusat-ppusat minat di sekitar kehidupan manusia
d) Pelajaran dalam bentuk tugas-tugas,sebagai cikal bakal pelajaran modul

18
2.3.2 SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
A. Landasan Historis Pendidikan Nasional Indonesia
Landasan Historis Pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah
bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses
sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit
sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia.
Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk
menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta
memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat
hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di
dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan
bangsa lain. Para pendiri negara kita merumuskan negara kita dalam suatu
rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip (lima sila)
yang kemudian diberi nama Pancasila (Maunah, 2009).
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif
historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri.
Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar filsafat negara serta
ideologi bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideologi yang menguasai bangsa,
namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa
Indonesia itu sendiri. Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis
Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau
pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang
proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu
di masa yang lampau (Darma dan Astuti, 2017).
Setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang
lampau. Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan
merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi manusia dan

19
diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini
dan masa yang akan datang (Maunah, 2009).
B. Sejarah Pendidikan Di Indonesia
Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sangat panjang bahkan semenjak
jauh sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945 sampai akhirnya sekarang
setelah 69 Indonesia merdeka yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional
seperti sekarang. Dengan demikian setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai
manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang
tersebut pada masa lampau. Begitu juga dengan bidang pendidikan, sejarah
pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan pembanding untuk memajukan
pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai dari zaman kuno/
tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh Hindu dan Budha, zaman
pengaruh Islam, zaman penjajahanan, sampai saat ini (Pidarta, 2009). Berikut ini
adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Purba)
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme
dan Budhaisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan
Budhaisme merupakan dua agama yang berbeda. Agama Hindu di India terbagi
menjadidua golongan besar, yaitu Brahmanisme dan Syiwaisme. Hinduisme yang
datang di Indonesia adalah Syiwaisme yang pertama kali dibawa oleh seorang
Brahmana yang bernama Agastya Syiwaisme, yang berpandangan bahwa Syiwa
adalah dewa yang paling berkuasa, pencipta dan perusak alam, segala sesuatu
bersumber dari Syiwa akan kembali kepada Syiwa, dan tujuan hidup manusia
ialah mencapai “moksa”, suatu keadaan dimana manusia hidup dalam keabadian
yang menyatu dengan Syiwa. Sedangkan agama Budha terpecah menjadi dua
aliran yaitu Mahayana dan Hinayana. Yang berkembang di Indonesia adalah
Budha Hinayana. Manusia dalam hidup ini berusaha untuk mengusir penderitaan,
mencari kebahagiaan yang abadi yaitu nirwana. Faktor-faktor yang
memungkinkan berkembangnya peradaban hindu budha adalah karena adanya
faktor politis, faktor ekonomi, faktor geografis, dan faktor kultural. Pendidikan
pada zaman Hindu lebih tepat dikatakan sebagai “Perguruan” dan lembaga
pendidikannya dikenal dengan nama “Pesantren” dan sebutan pesantren itu

20
berkembang terus sampai pada pengaruh Budha, dan sampai zaman Islam hingga
sekarang. Selain pesantren, lembaga pendidikan Hindu Budha juga dilaksanakan
di Pura, pertapaan dan keluarga. Tujuan pendidikan Hindu Budha adalah untuk
mencapai moksa atau nirwana. Beberapa sifat dan ciri pendidikan yang menonjol
pada waktu itu adalah:
a) Informal, karena pendidikan masih bersatu dengan proses kehidupan
b) Berpusat pada religi, karena kehidupan atas dasar kepercayaan
c) Penghormatan yang tinggi terhadap guru, karena gurunya adalah kaum
Brahmana (kasta tertinggi dalam Hindu)
d) Aristokratis, artinya pendidikan hanya diikuti oleh segolongan masyaakat
saja, yaitu golongan Brahmana, pendeta dan golongan Ksatria. Beberapa
jenis pendidikan pada zaman Hindu Budha diantaranya adalah pendidikan
intelektual, pendidikan kesatriaan, dan pendidikan keterampilan. Pada
zaman ini ilmu (Kurniasih dan Witarsa, 2011).
2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke
Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan
kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling
mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik rakyat
jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam menyiarkan
Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat dekat dengan
rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa.
Dalam penyebaran agama dan pendidikan Islam para ulama Islam, yang
pada waktu itu di Jawa lebih dikenal dengan Wali, telah banyak menentukan
bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Para wali tersebut dikenal
dengan Wali Songo, karena jumlahnya sembilan orang, mereka adalah Maulana
Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan
Kudus, Sunan Kalijogo, Sunan Maria, dan Sunan Gunung Jati. Pendidikan Islam
lebih teratur setelah Raden Patah mendirikan Pesantren di hutan Glagah Arum
tahun 1475, di bawah kekuasaan Majapahit. Kemudian Raden Patah
mengorganisir para wali untuk mengembangkan pendidikan Islam di daerah
tertentu, misalnya Sunan Giri bertugas mengembangkan pendidikan dan ajaran

21
Islam di Surabaya dan Madura, Sunan Gunung Jati di Cirebon dan Banten. Pada
saat itu dasar pendidikan Islam ialah keyakinan terhadap Allah termasuk rukun
iman, melaksanakan syariat Islam, dan beramal saleh. Sedangkan tujuan
pendidikan zaman Islam adalah:
a) Memiliki pengetahuan praktis yang berguna untuk hidup di dunia
b) Memiliki pengetahuan keagamaan yang bersumber dari Al-qur’an dan
Sunnah
c) Menjadi manusia yang menjalakan ajaran Islam dan mengabdi pada Allah
Lembaga pendidikan Islam yaitu di Langgar dan Pesantren. Lembaga itulah
sebenarnya awal terbentuknya pembelajaran klasikal maupun individual di
Indonesia.
1) Langgar, merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang
dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran
berlangsung secara secara Individual, artinya seorang guru mengajar
seorang anak.
2) Pendidikan di pesantren, merupakan tempat pengajaran Agama Islam yang
lebih lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang
diberikan ada 3 bidang yaitu: agama; ilmu pengetahuan; keterampilan
(Maunah, 2009).
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan
perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur
serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata
rantai perdagaan dan perniagaan. Di samping mencari kejayaan (glorious) dan
kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia)
bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat
rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat
peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda
pada tahun 1605. Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para
paderi misionaris, Paderi yang terkenal di Maluku yaitu Franciscus Xaverius dari
orde Jesuit sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya. Orde

22
ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala
sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan yang dicapai dengan tiga
cara yaitu memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga
mempunyai organisasi pendidikan yang seragam sama di mana pun dan bebas
untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk
penyebaran agama (Pidarta, 2009).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang
pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan
untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka,
pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC
(vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda
tahun 1602 (Pidarta, 2009).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya
Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-
sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang
dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana
Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial.
Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama
Kristen Protestan, Calvinisme(Pidarta, 2009).
4. Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan
Portugis. Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengajarkan
agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak
didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Bahasa pengantar yang
dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga
mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di Ambon
dan Jakarta (Pidarta, 2009).
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia digambarkan sebagai berikut.
(1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda
untuk anak Belanda , Indonesia dan Cina. Sekolah dengan pengantar bahasa
daerah, dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan
umum dan pendidikan kejuruan.

23
Menurut Nasution (1993) ada enam prinsip politik pendidikan kolonial
Belanda di Indonesia, yaitu: Pertama, dualisme dalam pendidikan dengan adanya
sekolah anak belanda dan untuk anak pribumi, untuk anak yang berada dan anak
yang tidak berada. Kedua, gradualisme yang ekstrim dengan mengusahakan
pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak Indonesia. Ketiga, prinsip
konkordansi yang memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti model
sekolah di Netherland dan menghalangi penyesuaian dengan keadaan di
Indonesia. Keempat, kontrol sentral yang ketat. Kelima, tidak adanya
perencanaan pendidikan sistematis. Keenam, pedidikan pegawai sebagai tujuan
utama sekolah.
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal,
sekolah-sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-
orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari
sekolah ini adalah setelah kita mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan
pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar penduduk di Indonesia bagian timur
sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama penduduk Indonesia
bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah (Pidarta, 2009).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat
dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi
Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara
lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda,
telah menimbulkan elite intelektual baru (Pidarta, 2013). Golongan baru inilah
yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan
yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak
berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya
Sumpah Pemuda tahun 1928 (Pidarta, 2013). Setelah itu tokoh-tokoh pendidik
mulai muncul tokoh yang berjuang di bidang pendidikan, antara lain :
a. Mohammad Syafei dengan mendirikan INS (Indonesisch Nederlandse
School) di Sumatera Barat pada tahun 1926. Sekolah ini bertujuan membina
anak-anak ke arah hidup yang merdeka melalui pendidikan hidup mandiri.
Model sekolahnya sendiri berupa asrama.

24
b. Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri Taman Siswa pada 3 Juli
1922. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah Ing
Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani
yang artinya kurang lebih adalah yang di depan memberi contoh, yang
ditengah membangun keinginan dan bekerja sama dan yang dibelakang
memberikan daya semangat dan dorongan.
c. Kyai Haji Ahmad Dahlan yaitu pendiri organisasi Islam bernama
Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912. Pendidikan Muhammadiyah
oleh KHA Dahlan mempunyai tujuan yaitu lahirnya manusia-manusia baru
yang mampu tampil sebagai “ulama-ulama intelek” yaitu seorang muslim
yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas serta sehat jasmani dan
rohani.
5. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut
sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras
habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang
menyerah dan terus mengobarkan semangat di hati mereka (Rohmawati, 2008).
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di
Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan
dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan
oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan
dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk
merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa
Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan
kepada dunia (Pidarta, 2009).
Sistem pendidikan pada masa penjajahan Jepang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pendidikan/ Sekolah Rakyat, lama studi 6 tahun termasuk SR adalah
Sekolah Pertama yang merupakan konversi dari Sekolah Dasar 3 atau 5
tahun bagi pribumi pada masa Belanda.

25
b. Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun
c. Sekolah guru, ada tiga macam sekolah guru :
a) Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
b) Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
c) Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
6. Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti
sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali
menguasai Indonesia datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saat
itu bukanlah prioritas utama. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa
Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih
dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang
mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan
oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum
tercapai sesuai dengan yang diharapkan bahkan banyak pendidikan di daerah-
daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di
samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan
kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah (Pidarta, 2009).
7. Zaman Orde Lama
Saat gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi
kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai
bidang, baik spiritual maupun material. Setelah diadakan konsolidasi yang
intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah,
Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan harus
membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap
penduduk negara (Kurniasih dan Witarsa, 2011).
Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang
diharapkan dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan

26
revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual
membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan
ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu :
a. Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang
sampai Merauke
b. Menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur
lahir-batin, melenyapkan kolonialisme,
c. Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan,
ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi.
8. Zaman Orde Baru
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai
oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan
penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi
mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Di samping
itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep
keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan
relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-
inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang
diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada
pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki
beberapa kesenjangan. Beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional
(antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang
diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3)
kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan
klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi),
dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan
wawasan dunia terkini). Namun demikian keberhasilan pembangunan yang
menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kebangsaan

27
meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali,
pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2009).
9. Zaman Reformasi
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa
melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan
pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat
kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada
kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk
berbicara dan menyampaikan pendapatnya. Begitu Orde Baru jatuh pada tahun
1998 masyarakat merasa bebas. Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat
mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran
bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Namun
demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya
Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan
sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga
kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas
profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi
pendidikan juga diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi),
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup),
TQM (Total Quality Management), KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).
Undang-undang yang mengatur tentang sistem pendidikan di Indonesia
yaitu UU RI Nomor 20 Tahun 2003. Secara undang-undang pemerintah telah
berusaha menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan
setiap ada pergantian pimpinan selalu berupaya untuk menyempurnakan
kurikulum, pola dan strategi pembelajaran, penyempurnaan terarah pada
pembinaan pola dan strategi pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan
(Pidarta, 2013).

2.4 Landasan Pendidikan dan Pembelajaran


A. Pengertian dan Fungsi Landasan Pendidikan
Pengertian Landasan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat

28
bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Landasan pendidikan dan pembejaran
adalah asumsi, atau gagasan, keyakinan, prinsip yang dijadikan titik tolak atau
pijakan dalam rangka berpikr atau melakukan praktik pendidikan dan
pembelajaran. Fungsi landasan pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik
tolak praktek pendidikan dan atau studi pendidikan (Robandi, 2005).
B. Jenis-Jenis Landasan Pendidikan
1) Landasan religius pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
ajaran agama yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
2) Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
filsafat yang menjadi titik tolak dalam pendidikan.
3) Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
disiplin ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Dengan
berbagai disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, ekonomi, hukum, politik,
biologis, antropologi, dan sejarah (Robandi, 2005).

2.5 Teori Pendidikan


A. Behaviorisme
Paham behaviorisme berpendapat bahwa pengetahuan didapatkan dari suatu
pengalaman. Penganut behaviorisme mengamati perubahan yang terjadi pada anak
yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba menerangkan
dalam pembelajaran bagaimanah lingkungan berpengaruh terhadap perubahan
tingkah laku. Toeri behaviorisme memandang bahwa belajar akan terjadi pada diri
anak, jika anak mempunyai ketertarikan terhadap masalah yang dihadapi. Siswa
dalam konteks ini dihadapkan pada sikap untuk dapat memilih respons yang tepat
dari berbagai respons yang mungkin bisa dilakukan. Toeri ini menggambarkan
bahwa tingkah laku siswa dikontrol oleh kemungkinan mendapat hadiah external
atau reinforcement yang ada hubungannya antara respons tingkah laku dengan
pengaruh hadiah (Muflihin, 2010).
B. Kognitisme
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Menurut teori kognitif, ilmu
pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang

29
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan secara terpisah-
pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung dan
menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan alat musik, orang tidak akan bisa
alat memainkan musik tanpa memahami terlebih not-not balok yang terpampang
pada portitur sebagai informasi yang saling lepas dan berdiri sendiri, tetapi
sebagai satu kesatuan yang secara utuh masuk pikiran dan perasaannya (Sutarti,
2017).
C. Konstruktivisme
Individu-individu mengkonstruksikan struktur kognitifnya sendiri pada saat
mereka menginterpretasikan pengalamannya dalam situasi tertentu. Berdasarkan
pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu
siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri (Supardan,
2016).
Tujuan dilaksanakannya pembelajaran konstruktivisme yaitu (1)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi langsung kepada benda-
benda konkrit ataupun model artifisial, (2) memperhatikan konsepsi awal siswa
guna menanamkan konsep yang benar, dan (3) sebagai proses mengubah
konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan mungkin salah (Karfi, dkk, 2002).
D. Humanistik
Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari
proses belajar. Dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam yang paling ideal (Solichin, 2018).
Karakteristik teori belajar humanisme erat kaitannya dengan eksistensialisme,
dimana cirinya adalah sebagai berikut:
4) Keberadaan manusia terdapat dua macam diantaranya ada dalam diri dan
berada untuk diri.

30
5) Kebebasan, dalam hal ini kebebasan memilih yang akan dipelajari, kebebasan
mengembangkan potensi, dan kebebasan menciptakan sesuatu yang baru.
6) Kesadaran, kesadaran membuat manusia mampu membayangkan kemungkinan
yang akan terjadi dan apa yang bisa ia lakukan.

4)

31
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1) Pendidikan diatur pada Pembukaan UUD 1945 di dalamnya telah tersirat
cita-cita pendidikan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selanjutnya pasal 31 UUD 1945 ayat 1-5. Sistem pendidikan diatur dalam
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Guru dan dosen diatur dalam UU RI nomor 14 tahun 2005.
2) Filsafat pendidikan adalah memahami pendidikan dalam keseluruhan,
menafsirkannya dengan konsep umum dan sistematis, dengan tujuan
membimbing manusia dalam tujuan dan kebijakan pendidikan. Aliran
filsafat pendidikan yang terkenal yaitu eksistensialisme, prgresivis,
esensialisme, parenialisme, dan idealisme. Pendidikan di Indonesia
diwujudkan dengan ilmu pendidikan yang digali dari bumi Indonesia,
sehingga filsafat pendidikan di Indonesia adalah pancasila. Upaya dalam
mewujudkan filsafat pendidikan di Indonesia masih dalam tahap perhatian,
akan tetapi telah ada peneliti yang mengembangkan filsafat Indonesia.
3) Pendidikan dunia dimulai pada zaman realisme, zaman resionalisme, zaman
nasionalisme, zaman developmentalisme, zaman nasionalisme, zaman
liberalisme, positivisme, dan individualisme, dan zaman sosialisme. Sejarah
pendidikan di Indonesia dimulai pada zaman Pengaruh Hindu dan Budha
(Purba), Zaman Pengaruh Islam (Tradisional), Zaman Pengaruh Nasrani
(Katholik dan Kristen), Zaman Kolonial Belanda, Zaman Kolonial Jepang,
Zaman Kemerdekaan (Awal), Zaman Orde Baru, dan Zaman Reformasi.
4) Landasan pendidikan dan pembejaran adalah asumsi, atau gagasan,
keyakinan, prinsip yang dijadikan titik tolak atau pijakan dalam rangka
berpikr atau melakukan praktik pendidikan dan pembelajaran
5) Pendidikan memiliki beberapa teori, yaitu behaviorisme, kognitivisme,
konstruktivisme, dan humanistik.

32
DAFTAR PUSTAKA

Muflihin Hizbul M. 2010. Plikasi Dan Implikasi Teori Behaviorisme Dalam


Pembelajaran. Jurnal Pendidikan. 1-11
Supardan Dadang. H. 2016. Teori Dan Praktik Pendekatan Konstruktivisme
Dalam Pembelajaran: Edunomic. 4(1): 1-12
Solichin Muchlis Mohammad. 2018. Teori Belajar Humanistik Dan Aplikasinya
Dalam Pendidikan Agama Islam: Telaah Materi Dan Metode Pembelajaran:
Jurnal Studi Islam. 5(1):1-12.
Soelaiman A Darwis. 2013. Filsafat Ilmu Pendidikan Untuk Indonesia:
Jurnal Pencerahan. 7(2):89.
Darma, Y., dan Astuti, S. 2017. Landasan Ilmu Pendidikan. Kota Bandung: Rafa
Productions
Junaid, Hamzah. 2012. Sumber, Azas dan Landasan Pendidikan. Sulesana. Vol 7
No 2
Kurniasih dan Witarsa. 2011. Landasan Historis Pendidikan. Prodi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu Pendidikan. UPI
Maunah, Binti. 2009. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: Teras
Noelaka, A. , dan Amilia, G. 2017. Landasan Pendidikan. Depok: Kencana
Pidarta. 2009. Landasan kependidikan. Jakarta: Rineka cipta
Pidarta. 2013. Landasan kependidikan. Jakarta: Rineka cipta
Robandi, Babang. 2005. Hand Out Landasan Pendidikan.Fakultas Ilmu
Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia
Triyanto, B., dkk. 2014. Filsafat Ilmu. Sleman: Deepublish
Uno, H., dan Lamatenggo, N. 2016. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: Bumi
Aksara

33

Anda mungkin juga menyukai