18
ibadah baik itu di rumah maupun di rumah sakit. Klien mengatakan
lupa dan sering ketiduran untuk beribadah.
Klien berbicara dengan nada nada lambat dan lebih banyak
mengangguk atau menggeleng. Saat berbicara klien sering diam
sejenak sebelum menjawab pertanyaan maupun melanjutkan
pembicaraan. Klien lebih sering berbaring di kamarnya dan terlihat
lesu tidak bersemangat serta mata klien sayu. Klien sering mondar
mandir. Klien sering tersenyum sendiri tanpa adanya stimulus. Klien
tersenyum ketika perawat memberikan stimulus seperti pujian dan
mengajak klien berbicara.
Klien terdiagnosa Skizofrenia Paranoid. Terapi medik yang klien
dapatkan adalah Chlorpromazin 50 mg/24 jam per oral dan
Trihexypenidil 2 mg/12 jam per oral. Ketika di rumah klien
mengatakan malas untuk sholat, jarang berdoa dan tidak pernah
mengikuti kegiatan keagamaan di lingkungan rumahnya. Klien
mengatakan malas mengikuti kegiatan keagamaan karena malas.
Ketika di rumah sakit klien mengatakan tidak pernah berdzikir, tidak
pernah sholat dan hanya tidur-tidur saja.
19
juga menikah dengan orang lain 2 minggu terakhir. Klien tidak aktif
dalam kegiatan di rumah, masyarakat dan di rumah sakit. Klien
beragama Islam dan klien sering melakukan sholat dan berdoa.
Halusinasinya yang klien rasakan adalah ia sering mendengar
suara-suara yangmembisikinya seperti membisikkan kata “buaya”,
klien juga mengatakan sering melihat wujud wujud aneh seperti hewan
yang mendekatinya dan menangis, klien juga mengatakan sering
mencium bau bau aneh pada saat klien sedang sholat, salah satunya
sering mencium kopi. Halusinasi yang klien rasakan diperparah jika
klien gelisah dan melamun.. Durasi klien mendengar halusinasi
tersebut adalah sekitar satu menit dan dapat terjadi 2-3 kali dalam
sehari, paling sering pada saat pagi dan sore.
20
Klien mengaku karena penyakitnya ini menjadikan ia susah dekat
dengan orang lain. Teman-temannya juga banyak yang
meninggalkannya karena takut dan telah mengetahui kalau dirinya
mempunyai penyakit tersebut.
Kondisi spiritual Tn.Af adalah Tn.AF sering melakukan sholat
tetapi jarang mengikuti keagaaam. Saat di rumah klien hanya duduk-
duduk di depan pintu kamarnya sambil melihat ke arah luar. Klien
terlihat jarang berkomnikasi dengan teman-temannya di RS, klien
mengikuti semua kegiatan yang dilakukan di rumah sakit, klien
kooeperatif saat ditanya. Saat di RS klien mengaku menjadi jarang
sholat dan tidak pernah berdzikir.
Halusinasi yang klien rasakan durasi tidak terlalu sering sekitar 2
bulan sekali tetapi apabila sudah muncul susah untuk dikendalikan dan
selalu semakin parah. Klien akan berfokus pada halusinasinya dan
menuruti perintah halusinasi tersebut dan tidak mempedulikan
lingkungan sekitar. Diagnosa medis dari klien ini adalah Skizofrenia
Paranoid dengan terapi medik yaitu Chlorpromazin 50 mg/24 jam,
Risperidon 2 mg/12 jam dan Trihexypenidil 2 mg/12 jam.
21
2. Gambaran Hasil Diagnosa Keperawatan Tn.A
Berdasarkan hasil pengkajian diagnosa keperawatan pada Tn.A
adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Data
subjektif yang mendukung diagnosa ini adalah klien mengatakan
mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya yang membisikinya
kata “buaya”, melihat sesuatu berwujud hewan dan mendcium bau-
bauan aneh. Halusinasi yang klien rasakan dapat terjadi di pagi dan
sore hari saat klien sendiri. Klien mengatakan dapat mendengar suara
tersebut selama satu menit, halusinasi yang klien rasakan membuat
klien gelisah dan takut. Halusinasi yang klien rasakan semakin parah
jika ia sedang melamun.
Data objektif yang mendukung diagnosa ini adalah klien sering
terlihat diam dan sering menunduk. Klien sering terlihat melamun dan
menyindiri di kamarnya.
22
C. Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi Keperawatan
1. Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi Keperawatan Pada
Tn.TW
Intervensi dan implementasi keperawatan pada Tn.E dengan
diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran adalah melalui 4 strategi pelaksanaan dan melalui terapi
psikoreligi (sholat dan zikir) yang dilakukan pada strategi pelaksanaan
ke tiga. Hari pertama yaitu identifikasi permasalahan, selanjutnya hari
kedua adalah SP1 pasien halusinasi. Sebelum memulai SP1 halusinasi
dilakukan kontrak topik, waktu dan tempat. Waktu untuk melakukan
SP1 yaitu sekitar 30 menit.
SP1 pasien halusinasi adalah menanyakan kepada klien apakah ada
suara yang didengar klien tanpa ada wujudnya, apa yang dikatakan
suara tersebut, mendiskusikan situasi apa yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi dan apa yang dirasakan ketika terjadi
halusinasi serta mendiskusikan dengan klien frekuensi terjadinya
halusinasi tersebut. Selanjutnya adalah melatih klien cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik.
Hari ketiga dilanjutkan dengan SP2 halusinasi. SP2 halusinasi ini
adalah mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, setelah klien dapat mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dilanjutkan dengan SP2 halusinasi yaitu
memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat secara
teratur mengenai obat yang dikonsumsi oleh klien, jumlah obat, nama
obat, dan jadwal minum obat. SP2 halusinasi yaitu memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien mengenai pentingnya minum obat
secara teratur dan memasukkan ke dalam jadwal harian pasien.
Hari keempat yaitu SP3 halusinasi. Sebelum memulai SP3
halusinasi dilakukan evaluasi kemampuan klien dalam mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik halusinasi dan meminum obat
secara teratur. Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan
menghardik dan meminum obat secara teratur klien dilatih untuk
23
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan ditambahkan
dengan shalat tepat waktu dan berzikir pada saat waktu senggang.
Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dan terapi psikoreligi klien dianjurkan untuk menggunakan cara
bercakap-cakap dan terapi psikoreligi ketika terjadi halusinasi dan
menganjurkan klien untuk memasukkan kedalam jadwal harian klien.
Hari kelima yaitu SP4 halusinasi. SP4 halusinasi adalah melakukan
aktivitas terjadwal. Sebelumnya dilakukan evaluasi mengenai
kemampuan klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir. Selanjutnya klien dianjurkan untuk mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang sudah diajarkan tersebut dan
melakukan aktivitas terjadwal dan tahap selanjutnya adalah
mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinya meliputi
4 strategi pelaksaan yang sudah diajarkan.
24
2. Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi Pada Tn.AS
Intervensi dan implementasi keperawatan pada Tn.AS dengan
diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran adalah melalui 4 strategi pelaksanaan dan melalui terapi
zikir yang dilakukan pada strategi pelaksanaan ke tiga. Hari pertama
yaitu identifikasi permasalahan, selanjutnya hari kedua adalah SP1
pasien halusinasi. Sebelum memulai SP1 halusinasi dilakukan kontrak
topik, waktu dan tempat. Waktu untuk melakukan SP1 yaitu sekitar 30
menit.
SP1 pasien halusinasi adalah menanyakan kepada klien apakah ada
suara yang didengar klien tanpa ada wujudnya, apa yang dikatakan
suara tersebut, mendiskusikan situasi apa yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi dan apa yang dirasakan ketika terjadi
halusinasi serta mendiskusikan dengan klien frekuensi terjadinya
halusinasi tersebut. Selanjutnya adalah melatih klien cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik.
Hari ketiga dilanjutkan dengan SP2 halusinasi. SP2 halusinasi ini
adalah mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, setelah klien dapat mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dilanjutkan dengan SP2 halusinasi yaitu
memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat secara
teratur mengenai obat yang dikonsumsi oleh klien, jumlah obat, nama
obat, dan jadwal minum obat. SP2 halusinasi yaitu memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien mengenai pentingnya minum obat
secara teratur dan memasukkan ke dalam jadwal harian pasien.
Hari keempat yaitu SP3 halusinasi. Sebelum memulai SP3
halusinasi dilakukan evaluasi kemampuan klien dalam mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik halusinasi dan meminum obat
secara teratur. Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan
menghardik dan meminum obat secara teratur klien dilatih untuk
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan ditambahkan
25
dengan terapi psikoreligi (Shalat dan Dzikir). Setelah klien dapat
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan terapi
psikoreligi klien dianjurkan untuk menggunakan cara bercakap-cakap
dan terapi psikoreligi ketika terjadi halusinasi dan menganjurkan klien
untuk memasukkan kedalam jadwal harian klien.
Hari kelima yaitu SP4 halusinasi. SP4 halusinasi adalah melakukan
aktivitas terjadwal. Sebelumnya dilakukan evaluasi mengenai
kemampuan klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir. Selanjutnya klien dianjurkan untuk mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang sudah diajarkan tersebut dan
melakukan aktivitas terjadwal dan tahap selanjutnya adalah
mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinya meliputi
4 strategi pelaksaan yang sudah diajarkan.
26
Hari ketiga dilanjutkan dengan SP2 halusinasi. SP2 halusinasi ini
adalah mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, setelah klien dapat mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dilanjutkan dengan SP2 halusinasi yaitu
memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat secara
teratur mengenai obat yang dikonsumsi oleh klien, jumlah obat, nama
obat, dan jadwal minum obat. SP2 halusinasi yaitu memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien mengenai pentingnya minum obat
secara teratur dan memasukkan ke dalam jadwal harian pasien.
Hari keempat yaitu SP3 halusinasi. Sebelum memulai SP3
halusinasi dilakukan evaluasi kemampuan klien dalam mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik halusinasi dan meminum obat
secara teratur. Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan
menghardik dan meminum obat secara teratur klien dilatih untuk
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan ditambahkan
dengan berzikir. Zikir yang klien lakukan dengan melafalkan
Laiilahaillah anta subhanaka inni kuntuminadzalimin. Perawat
meminta klien untuk melakukan dzikir setelah sholat magrib, isya dan
subuh dan juga meminta klien untuk shalat lima waktu. Klien dapat
mengucapkan lafal dzikir dengan baik dan benar setelah perawat
mengajarkan. Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap, klien dianjurkan untuk menggunakan cara bercakap-
cakap, berdzikir dan shalat ketika terjadi halusinasi dan menganjurkan
klien untuk memasukkan kedalam jadwal harian klien.
Hari kelima yaitu SP4 halusinasi. SP4 halusinasi adalah melakukan
aktivitas terjadwal. Sebelumnya dilakukan evaluasi mengenai
kemampuan klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir. Selanjutnya klien dianjurkan untuk mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang sudah diajarkan tersebut dan
melakukan aktivitas terjadwal dan tahap selanjutnya adalah
27
mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinya meliputi
4 strategi pelaksaan yang sudah diajarkan.
28
Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi Pada 3 Pasien
29
mengardik halusinasi. mengardik halusinasi. mengardik halusinasi.
2. Strategi pelaksaan (SP) 2 : 2. Strategi pelaksaan (SP) 2 : 2. Strategi pelaksaan (SP) 2 :
Mengevaluasi kemampuan klien Mengevaluasi kemampuan klien Mengevaluasi kemampuan klien
dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dengan cara menghardik dengan cara menghardik
halusinasi, memberikan halusinasi, memberikan halusinasi, memberikan
pendidikan kesehatan tentang pendidikan kesehatan tentang pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur, penggunaan obat secara teratur, penggunaan obat secara teratur,
menganjurkan klien untuk menganjurkan klien untuk menganjurkan klien untuk
memasukkan penggunaan obat memasukkan penggunaan obat memasukkan penggunaan obat
secara teratur kedalam jadwal secara teratur kedalam jadwal secara teratur kedalam jadwal
harian pasien harian pasien harian pasien
3. Strategi pelaksanaan (SP) 3 yaitu: 3. Strategi pelaksanaan (SP) 3 yaitu: 3. Strategi pelaksanaan (SP) 3 yaitu:
Mengevaluasi kemampuan klien Mengevaluasi kemampuan klien Mengevaluasi kemampuan klien
dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dengan cara menghardik dengan cara menghardik
halusinasi dan meminum obat halusinasi dan meminum obat halusinasi dan meminum obat
secara teratur, melatih klien cara secara teratur, melatih klien cara secara teratur, melatih klien cara
mengontrol halusinasi dengan mengontrol halusinasi dengan mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan cara bercakap-cakap dengan cara bercakap-cakap dengan
teman, menganjurkan klien teman, menganjurkan klien teman, menganjurkan klien
memprakttekan cara mengontrol memprakttekan cara mengontrol memprakttekan cara mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap- halusinasi dengan cara bercakap- halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dan mengajarkan metode cakap dan mengajarkan metode cakap dan mengajarkan metode
dzikir, menganjurkan klien untuk dzikir, menganjurkan klien untuk dzikir, menganjurkan klien untuk
memasukkan ke dalam jadwal memasukkan ke dalam jadwal memasukkan ke dalam jadwal
harian harian harian
4. Strategi pelaksanaan (SP) 4 yaitu: 4. Strategi pelaksanaan (SP) 4 yaitu: 4. Strategi pelaksanaan (SP) 4 yaitu:
30
mengevaluasi kemampuan klien mengevaluasi kemampuan klien mengevaluasi kemampuan klien
dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dengan cara menghardik dengan cara menghardik
halusinasi dan meminum obat halusinasi dan meminum obat halusinasi dan meminum obat
secara teratur dan bercakap- secara teratur dan bercakap- secara teratur dan bercakap-
cakap dan melakukan aktivitas cakap dan melakukan aktivitas cakap dan melakukan aktivitas
terjadwal, menganjurkan klien terjadwal, menganjurkan klien terjadwal, menganjurkan klien
mempraktekan cara mengontrol mempraktekan cara mengontrol mempraktekan cara mengontrol
halusinasi dengan cara halusinasi dengan cara halusinasi dengan cara
menghardik halusinasi dan menghardik halusinasi dan menghardik halusinasi dan
meminum obat secara teratur dan meminum obat secara teratur dan meminum obat secara teratur dan
bercakap-cakap serta dengan bercakap-cakap serta dengan bercakap-cakap serta dengan
terapi dzikir dan melakukan terapi dzikir dan melakukan terapi dzikir dan melakukan
aktivitas terjadwal, mengevaluasi aktivitas terjadwal, mengevaluasi aktivitas terjadwal, mengevaluasi
kemampuan klien latihan kemampuan klien latihan kemampuan klien latihan
mengontrol halusinasi sesuai mengontrol halusinasi sesuai mengontrol halusinasi sesuai
jadwal harian jadwal harian jadwal harian
31
D. Gambaran Hasil Evaluasi
Evaluasi yang didapatkan dari implementasi yang telah dilakukan adalah:
1. Gambaran Hasil Evaluasi Pada Tn.E
Subjektif:
a) Klien mengatakan sudah tidak mendengar suara-suara tanpa wujud
lagi
b) Klien mengatakan akan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
terapi psikoreligi dan melakukan aktivitas terjadwal.
c) Klien mengatakan akan melakukan aktivitas terjadwal
Objektif :
Assesment :
Planning:
32
Subjektif:
a) Klien mengatakan sudah tidak mendengar suara-suara tanpa wujud
lagi
b) Klien mengatakan akan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir dan melakukan aktivitas terjadwal.
c) Klien mengatakan akan melakukan aktivitas terjadwal
Objektif :
Assesment :
Planning:
33
b) Klien mengatakan akan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir dan melakukan aktivitas terjadwal.
c) Klien mengatakan akan melakukan aktivitas terjadwal
Objektif :
Assesment :
Planning:
34
BAB IV
PEMBAHASAN
35
senyum sendiri tetapi bisa berubah menjadi marah tanpa sebab dan sering
terlihat berbicara sendiri.
Klien ketiga bernama Tn.S klien memukul istrinya karena istrinya
meminta uang kepada klien sedangkan klien tidak memiliki uang. Klien
mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya untuk memukul istrinya.
Klien sering merasa rendah diri dan merasa bahwa dirinya berbeda dengan
orang pada umumnya. Klien pernah mengalami kekerasan sebelumnya dan
penolakan.
Halusinasi yang klien rasakan sering terjadi ketika ia kurang tidur,
merasa jengkel dan tidak minum obat. Klien sering tampak komat kamit,
mondar mandir dan tersenyum-senyum sendiri. Klien mendengar suara
laki-laki yang menyuruhnya untuk membuang barang di rumahnya,
memecahkan barang disekitarnya dan marah-marah. Halusinasi yang klien
rasakan bisa terjadi saat siang maupun malam hari baik dalam kondisi sepi
maupun ramai dengan durasi sekitar 7 menit, dalam sehari dapat terjadi
halusinasi sebanyak 2-3 kali. Klien akan berfokus pada halusinasinya dan
menuruti perintah halusinasi tersebut dan tidak mempedulikan lingkungan
sekitar.
Hasil pengkajian pada ketiga klien diatas sejalan dengan teori yang
dikemukan oleh Stuart dan Laraia (2005) dalam Muhith (2015) dalam
Tambunan (2017) bahwa karakteristik klien yang mengalami halusinasi
adalah klien mengalami gelish, takut, ansietas, menarik diri dari orang
lain. Perilaku klien sering tersenyum sendiri, tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, diam, asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita serta lebih
cenderung mengikuti petunjuk halusinasinya. Klien yang mengalami
halusinasi juga sulit untuk berhubungan dengan orang lain serta perilaku
fisik merefleksikan isi halusinasinya seperti kekerasan[ CITATION Erm17
\l 1057 ] .
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dermawan (2017) bahwa tanda dan gejala halusinasi adalah gelisah,
marah tanpa sebab, tidak berdaya dan sering berbicara dan tertawa sendiri,
36
mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap dan menyuruhnya
melakukan sesuatu.
Intervensi yang telah dilakukan oleh mahasiswa untuk
meningkatkan kemampuan pasien mengontrol halusinasi adalah dengan
terapi dzikir. Zikir yang klien lakukan dengan melafalkan Subhanallah,
Alhamdulillah, Allahuakbar, Lailahaillah, bismillahirohmanirohim. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2014) bahwa
apabila dzikir dilakukan secara baik dan benar dapat membuat hati
menjadi tenang dan rileks serta pasien dapat memusatkan perhatian yang
sempurna ketika halusinasi tersebut dan bisa menghilangkan suara-suara
yang tidak nyata dan lebih dapat menyibukkan diri dengan melakukan
terapi dzikir. Perawat meminta klien untuk melakukan dzikir setelah sholat
magrib. Menurut pendapat Fatihuddin (2010) dalam Darmawan (2017)
bahwa waktu subuh adalah waktu yang mulia untuk urusan rizki, waktu
pagi sampai dzuhur adalah waktu yang baik untuk berkah rizki, waktu
magrib baik dilakukan dzikir karena mampu melepaskan gelombang
rohaniah sangat tajam sehingga gelora di hati semakin cepat menghadirkan
keesaan Allah.
Fatihuddin (2010) juga berpendapat bahwa terapi zikir menjaga
dalam ingatan agar selalu ingat kepada Allah SWT. Pendapat ini diperkuat
oleh penelitian Sulahyuningsih (2016) bahwa terapi dzikir efektif
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran karena
dapat menurunkan gejala psikiatrik. Terapi dzikir meningkatkan proses
adaptasi mengontrol suara-suara yang tidak ada wujudnya seperti
halusinasi pendengaran [ CITATION ESu16 \l 1057 ]. Studi kasus ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Massuhartono & Mulyanti
(2018) yang berjudul terapi religi melalui dzikir pada penderita gangguan
jiwa bahwa terapi dzikir efektif bagi penderita gangguan jiwa.
Berdasarkan implementasi yang sudah dilakukan selama 5 hari
terapi dzikir dapat meningkatkan kemampuan klien mengontrol halusinasi.
Berdasarkan hasil kuisioner yang diisi sebelum dilakukan terapi zikir 3
responden tidak mampu menjelaskan manfaat zikir, tidak mampu
37
melafalkan bacaan zikir dengan baik, tidak mampu berdzikir saat terjadi
halusinasi, tidak merasa nyaman ketika terjadi halusinasi, tidak mampu
menyampaikan perasaaannya setelah berdzikir dan tidak mampu
menurunkan frekuensi halusinasi. Tetapi, setelah diadakan terapi dzikir 3
responden mampu menurunkan frekuensi halusinasi dengan menyibukkan
diri dengan melakukan halusinasi. 3 responden mampu menjelaskan
manfaat berdzikir, mampu berdzikir saat muncul halusinasi, merasa
nyaman saat berdzikir, mampu melafalkan bacaan dzikir dan mampu
menyampaikan perasaannya setelah berdzikir.
Studi kasus ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dermawan (2017) bahwa 5 dari 8 responden mengatakan halusinasi
berkurang setelah melakukan terapi dzikir. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian Hidayati (2014) bahwa terapi zikir berpengaruh terhadap
peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi dengan nilai p value p<α
(0,05). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Firman; Saswati &
Sutinah (2018) bahwa terapi dzikir efektif untuk meningkatkan
kemampuan pasien mengontrol halusinasi sebanyak 98,7%, dengan
persentase sebelum dilakukan terapi dzikir sebesar 6,7%.
Studi kasus ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Uti (2017) bahwa terapi dzikir dapat menurunkan tingkat kekambuhan
pada pasien halusinasi dengan nilai p value = 0,000 karena terapi dzikir
mengandung unsur psikoterapeutik yang mendalam karena ia memiliki
kekuatan spiritual kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan
rasa optimisme. Terapi dzikir menyebabkan otak lebih banyak
menghasilkan gelombang alpha yang berhubungan dengan kondisi rileks
atau tenang. Selain itu terapi dzikir dapat membuat klien lebih dekat
dengan sang Pencipta sehingga akan memperoleh kenyamanan dalam
mengatasi gangguan jiwa seperti stres [ CITATION Ade17 \l 1057 ].
Menurut Wibowo (2016) dalam penelitiannya yang berjudul
perbedaan efektifitas cara kontrol halusinasi menggunakan teknik
menghardik dengan teknik berdzikir terhadap intensitas tanda dan gejala
halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran di RSJ Prof.dr. Soerojo
38
Magelang terapi dzikir berperan dalam menurunkan intensitas tanda dan
gejala halusinasi terutama pada aspek kognitif dan afektif. Hal ini
dibuktikan dengan uji statistik didapatkan nilai p value = 0,000. Selain itu
berdasarkan hasil uji statistik Mann-Whitney didapatkan kesimpulan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan efektifitas kontrol halusinasi
dengan cara menghardik dan dengan cara berdzikir [ CITATION Adi16 \l
1057 ].
B. Implikasi Keperawatan
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar)[CITATION FKu10 \l 1057 ]. Halusinasi merupakan uatu
kejadian melihat, mendengar, menyentuh, mencium, ataupun merasakan
sesuatu tanpa adanya rangsangan eksternal terhadap organ sensori
[ CITATION Suh14 \l 1057 ]. Halusinasi menurut Varcarolis dalam
Wibowo (2016) adalah terganggunya persepsi seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau kebisingan,
paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas
sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien di suruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. Halusinasi
pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang bekisar dari suara
sesderhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien
berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007) dalam (Azizah,
Zainuri, & Amar, 2016)
Pasien dengan halusinasi pendengaran perlu dikontrol agar klien
mampu kembali pada realita yang sebenarnya. Halusinasi yang tidak
dikontrol dapat berakibat klien mengalami kegagalan dalam mengenali
realitas dan jatuh pada kondisi halusinasi yang semakin parah
[ CITATION Adi16 \l 1057 ]. Halusinasi pendengaran dapat berakibat
buruk seperti pasien dapat mendengar suara-suara yang memanggil untuk
39
menyuruh melakukan sesuatu seperti bunuh diri atau membunuh orang
lain (Yustinus, 2006). Hal ini sesuai dengan fase-fase halusinasi yaitu fase
Controling yaitu klien lebih cenderung mengikuti petunjuk halusinasnya
dan halusinasi yang klien dengan berada dalam kondisi mengendalikan
fase Conquering dimana rasa panik yang klien rasakan menjadi melebur
dalam halusinasinya dan potensi suicide menjadi besar.
40
Selain menerapkan strategi pelaksanaan kepada pasien dengan
41
1. Dukungan Selama Profesi
a) Dukungan dari kedua orang tua yang sangat luar biasa yang telah
profesi ners.
semangat.
dipenuhi.
42
b) Jarak antara rumah dan rumah sakit jiwa yang sangat jauh
43
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
dapat disimpulan :
44
4. Setelah diberikan intervensi berupa penerapan strategi pelaksanaan
B. SARAN
pendengaran.
45
DAFTAR PUSTAKA
Halimah, Nor, & Masnina, Rusni. (2015). Analysis of Nursing Clinical Practice In
The Patient Hallucinations Administering Therapy Psikoreligi Against a
Decrease in Recurrence of Hallucinations in the Enggang RSJD Atma
Husada Mahakam Samarinda.
Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Massuhartono & Mulayati. (2018). Terapi Religi Melalui Dzikir Pada Penderita
Gangguan Jiwa. JIGC Volume 2 Nomor 2 Desember 2018.
Sari, Sri Padma , & Wijayanti, Diyan Yuli. (2014). Keperawatan Spiritualitas
Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ners Vol 9 No.1 April 2014
46
Septiana. (2017). Penerapan Terapi Religius Dzikir Pada Pasien Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Di Wisma Setyowati RSJ Prof.
Dr. Soerojo Magelang
Uti, A. L., Akbar, F., & Firmawati. (2017). Pengaruh Teknik Berdzikir Terhadap
Tingkat Kekambuhan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran
Di RSUD Tombulilato Kecamatan Bone Raya.
Wibowo, A., Rosalina, & Rosyidi, M. I. (2016). perbedaan efektifitas cara kontrol
halusinasi menggunakan teknik menghardik dengan teknik berdzikir
terhadap intensitas tanda dan gejala halusinasi.
47