Anda di halaman 1dari 30

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HALUSINASI

A. Gambaran Hasil Pengkajian


1. Gambaran Hasil Pengkajian Pada Tn. E
Klien bernama Tn.E berusia 37 tahun. Klien masuk ke rumah sakit
karena ia berkelahi dengan tetangganya. Klien mengamuk dan selalu
membawa pisau. Klien sering dilarang keluar rumah oleh
keluarganya.. Klien pertama kali masuk ke RS pada tahun 203,
kemudian pada tahun 2015 masuk ke RS karena putus obat, pada tahun
2019 klien kembali masuk ke rumah sakit. Klien memiliki riwayat
putus obat 3 kali, yaitu pada tahun 2015 putus obat selama satu tahun,
tahun 2019 putus obat selama 8 bulan dan 2019 putus obat selama 8
bulan. Klien mengatakan tidak mengkonsumsi obat karena tidak ada
yang mengantar klien untuk kontrol ulang ke rumah sakit jika obat
klien habis, sedangkan keluarga klien melarang klien untuk pergi
sendiri. Klien pernah berkelahi dengan sepupunya dan mengalami luka
pada kepala dekat dengan alis.
Klien sering dilarang keluar rumah oleh keluarganya hal itu
menyebabkan klien tidak aktif dalam kegiatan di masyarakat. Istri
klien melarang klien keluar rumah karena takut jika klien dapat
menyebabkan masalah. Klien lebih sering tidur-tiduran di rumah. Jika
terjadi pemasalahan di rumah klien sering mendiamkan masalah
tersebut hingga masalah tersebut selesai dengan sendirinya.
Klien mengatakan sering mendengar suara orang yang
mengajaknya untuk berbicara dan isi pembicaraan tersebuttidak jelas
dan membuat pasien bingung. Ketika terjadi halusinasi klien akan
mendengarkan halusinasinya dan tidak mempedulikan lingkungan
sekelilinya. Klien dapat mendengar halusinasi tersebut di siang hari
maupun dimalam hari dan disegala kondisi baik itu kondisi sepi dan
ramai. Waktu terjadi halusinasi yaitu selama 5 menit dan dalam sehari
dapat terjadi selama 2-3 kali dalam sehari. Klien jarang melakukan

18
ibadah baik itu di rumah maupun di rumah sakit. Klien mengatakan
lupa dan sering ketiduran untuk beribadah.
Klien berbicara dengan nada nada lambat dan lebih banyak
mengangguk atau menggeleng. Saat berbicara klien sering diam
sejenak sebelum menjawab pertanyaan maupun melanjutkan
pembicaraan. Klien lebih sering berbaring di kamarnya dan terlihat
lesu tidak bersemangat serta mata klien sayu. Klien sering mondar
mandir. Klien sering tersenyum sendiri tanpa adanya stimulus. Klien
tersenyum ketika perawat memberikan stimulus seperti pujian dan
mengajak klien berbicara.
Klien terdiagnosa Skizofrenia Paranoid. Terapi medik yang klien
dapatkan adalah Chlorpromazin 50 mg/24 jam per oral dan
Trihexypenidil 2 mg/12 jam per oral. Ketika di rumah klien
mengatakan malas untuk sholat, jarang berdoa dan tidak pernah
mengikuti kegiatan keagamaan di lingkungan rumahnya. Klien
mengatakan malas mengikuti kegiatan keagamaan karena malas.
Ketika di rumah sakit klien mengatakan tidak pernah berdzikir, tidak
pernah sholat dan hanya tidur-tidur saja.

2. Gambaran Hasil Pengkajian Tn.AS


Klien bernama Tn. A berusia 31 tahun. Klien masuk ke rumah
sakit karena sebelumnya murung dan tidak terbuka dengan
keleuarganya, pasien sering terlihat melamun dan keluarga khawatir.
Klien Pertama kali ini masuk rumah sakit karena klien sering melamun
dan tidak mau berbicara dengan keluarganya, klien juga sering terlihat
sedih sehingga keluarga memutuskan untuk membawa Tn.A ke rumah
sakit. Klien mengaku sering mendengar suara tanpa wujud. Klien
menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang biasa saja dan tidak
mengetahui ia harus menjadi seperti apa, klien adalah seorang perawat
gigi yang sudah bekerja namun klien mengatakan pernah seperti ditipu
oleh tunagannya dan ditinggal menikah dengan orang lain. Klien juga
mengatakan pernah suka dengan sepupunya namun sepupunya tersebut

19
juga menikah dengan orang lain 2 minggu terakhir. Klien tidak aktif
dalam kegiatan di rumah, masyarakat dan di rumah sakit. Klien
beragama Islam dan klien sering melakukan sholat dan berdoa.
Halusinasinya yang klien rasakan adalah ia sering mendengar
suara-suara yangmembisikinya seperti membisikkan kata “buaya”,
klien juga mengatakan sering melihat wujud wujud aneh seperti hewan
yang mendekatinya dan menangis, klien juga mengatakan sering
mencium bau bau aneh pada saat klien sedang sholat, salah satunya
sering mencium kopi. Halusinasi yang klien rasakan diperparah jika
klien gelisah dan melamun.. Durasi klien mendengar halusinasi
tersebut adalah sekitar satu menit dan dapat terjadi 2-3 kali dalam
sehari, paling sering pada saat pagi dan sore.

3. Gambaran Hasil Pengkajian Pada Tn.AF


Klien bernama Tn. AF berusia 24 tahun masuk ke rumah sakit pada
tanggal karena ia merasakan ketidaknyamanan pada dirinya, ia
meraasa bahwa dirinya sering melihat yang aneh-aneh dan setelahnya
membuat ia mempunyai rasa curiga yang berlebih pada setiap orang, ia
pernah sempat ingin menganiaya ayahnya sendiri karena ada
penglihatan dan rasa curiga itu muncul kembali. Halusinasi klien ialah
melihat dunia seakan mau kiamat, klien melihat bahwa keadaan
disekitarnya menjadi berantakan dan semua orang terlihat seperti ada
niatan buruk terhadapnya, jika halusinasi penglihatan telah memuncak
barulah halusinasi penciuman juga muncul. Klien juga mengaku
mengalami halusinasi penciuman, klien mengaku mencium bau-bau
yang tidak enak seperti mau kemenyan dan bau orang yang meninggal
menurut klien. Halusinasi yang Tn. AF rasakan semakin parah jika
Tn.AF sedang melamun dan ketika sendirian. Pada tahun 2018 klien
pernah sempat ingin memukul ayahnya sendiri karena halusinasi
memuncak dan kecurigaan itu datang, tapi klien mengaku jika ingin
menganiaya sesorang klien dapat menahannya dan tau apabila apa
yang telah dikukannya salah.

20
Klien mengaku karena penyakitnya ini menjadikan ia susah dekat
dengan orang lain. Teman-temannya juga banyak yang
meninggalkannya karena takut dan telah mengetahui kalau dirinya
mempunyai penyakit tersebut.
Kondisi spiritual Tn.Af adalah Tn.AF sering melakukan sholat
tetapi jarang mengikuti keagaaam. Saat di rumah klien hanya duduk-
duduk di depan pintu kamarnya sambil melihat ke arah luar. Klien
terlihat jarang berkomnikasi dengan teman-temannya di RS, klien
mengikuti semua kegiatan yang dilakukan di rumah sakit, klien
kooeperatif saat ditanya. Saat di RS klien mengaku menjadi jarang
sholat dan tidak pernah berdzikir.
Halusinasi yang klien rasakan durasi tidak terlalu sering sekitar 2
bulan sekali tetapi apabila sudah muncul susah untuk dikendalikan dan
selalu semakin parah. Klien akan berfokus pada halusinasinya dan
menuruti perintah halusinasi tersebut dan tidak mempedulikan
lingkungan sekitar. Diagnosa medis dari klien ini adalah Skizofrenia
Paranoid dengan terapi medik yaitu Chlorpromazin 50 mg/24 jam,
Risperidon 2 mg/12 jam dan Trihexypenidil 2 mg/12 jam.

B. Gambaran Hasil Diagnosa Keperawatan


1. Gambaran Hasil Diagnosa Keperawatan Pada Tn.TW
Berdasarkan hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa klien
mengalami skizofrenia. Diagnosa keperawatan pada Tn. E adalah
gangguan persepsi sensori dengan data subjetif yaitu klien mengatakan
mendengar suara tak jelas yang membisikinya dan membuat klien
bingung terdengar saat malam, siang dan sore hari. Klien mengatakan
mendengar suara tersebut sekitar 5 menit dan dapat terjadi 2-3 kali per
hari. Klien mengatakan saat mendengar suara tersebut akan sangat
berfokus pada suara tersebut.
Data objektif yang mendukung diagnosa ini adalah klien sering
terlihat mondar-mandir seperti mencari sesuatu dan halusinasi tersebut
sering terjadi sekitar 20 menit.

21
2. Gambaran Hasil Diagnosa Keperawatan Tn.A
Berdasarkan hasil pengkajian diagnosa keperawatan pada Tn.A
adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Data
subjektif yang mendukung diagnosa ini adalah klien mengatakan
mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya yang membisikinya
kata “buaya”, melihat sesuatu berwujud hewan dan mendcium bau-
bauan aneh. Halusinasi yang klien rasakan dapat terjadi di pagi dan
sore hari saat klien sendiri. Klien mengatakan dapat mendengar suara
tersebut selama satu menit, halusinasi yang klien rasakan membuat
klien gelisah dan takut. Halusinasi yang klien rasakan semakin parah
jika ia sedang melamun.
Data objektif yang mendukung diagnosa ini adalah klien sering
terlihat diam dan sering menunduk. Klien sering terlihat melamun dan
menyindiri di kamarnya.

3. Gambaran Diagnosa Keperawatan Pada Tn.AF


Berdasarkan hasil pengkajian diagnosa keperawatan pada Tn.S
adalah gangguan persepsi sensori: Halusinasi penglihatan dan
penciuman. Data subjektif yang mendukung diagnosa ini adalah klien
mengatakan melihat sekeliling menjadi gelap dan seperti berantakan da
hancur. Klien mengatakan sering mencium bau-bau yang tidak klien
sukai. Halusinasi yang klien rasakan dapat terjadi di siang, sore dan
malam hari baik dalam kondisi sepi maupun ramai, klien mengalami
halusinasi 2-3 kali per bulan dan tidak bisa di hentikan selalu
bertambah parah sampai mau menganiaya orang lain. Klien
mengatakan melihat dan mencium sesuatu yang tidak semestinya itu
pada saat sendirian dan berdiam diri dikamar.
Data objektif yang mendukung diagnosa ini adalah klien sering
terlihat mencium cium sesuatu, tampak lemas serta sering terlihat
duduk di depan pintu rumah sakit sambil melihat ke arah luar.

22
C. Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi Keperawatan
1. Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi Keperawatan Pada
Tn.TW
Intervensi dan implementasi keperawatan pada Tn.E dengan
diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran adalah melalui 4 strategi pelaksanaan dan melalui terapi
psikoreligi (sholat dan zikir) yang dilakukan pada strategi pelaksanaan
ke tiga. Hari pertama yaitu identifikasi permasalahan, selanjutnya hari
kedua adalah SP1 pasien halusinasi. Sebelum memulai SP1 halusinasi
dilakukan kontrak topik, waktu dan tempat. Waktu untuk melakukan
SP1 yaitu sekitar 30 menit.
SP1 pasien halusinasi adalah menanyakan kepada klien apakah ada
suara yang didengar klien tanpa ada wujudnya, apa yang dikatakan
suara tersebut, mendiskusikan situasi apa yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi dan apa yang dirasakan ketika terjadi
halusinasi serta mendiskusikan dengan klien frekuensi terjadinya
halusinasi tersebut. Selanjutnya adalah melatih klien cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik.
Hari ketiga dilanjutkan dengan SP2 halusinasi. SP2 halusinasi ini
adalah mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, setelah klien dapat mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dilanjutkan dengan SP2 halusinasi yaitu
memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat secara
teratur mengenai obat yang dikonsumsi oleh klien, jumlah obat, nama
obat, dan jadwal minum obat. SP2 halusinasi yaitu memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien mengenai pentingnya minum obat
secara teratur dan memasukkan ke dalam jadwal harian pasien.
Hari keempat yaitu SP3 halusinasi. Sebelum memulai SP3
halusinasi dilakukan evaluasi kemampuan klien dalam mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik halusinasi dan meminum obat
secara teratur. Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan
menghardik dan meminum obat secara teratur klien dilatih untuk

23
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan ditambahkan
dengan shalat tepat waktu dan berzikir pada saat waktu senggang.
Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dan terapi psikoreligi klien dianjurkan untuk menggunakan cara
bercakap-cakap dan terapi psikoreligi ketika terjadi halusinasi dan
menganjurkan klien untuk memasukkan kedalam jadwal harian klien.
Hari kelima yaitu SP4 halusinasi. SP4 halusinasi adalah melakukan
aktivitas terjadwal. Sebelumnya dilakukan evaluasi mengenai
kemampuan klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir. Selanjutnya klien dianjurkan untuk mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang sudah diajarkan tersebut dan
melakukan aktivitas terjadwal dan tahap selanjutnya adalah
mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinya meliputi
4 strategi pelaksaan yang sudah diajarkan.

24
2. Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi Pada Tn.AS
Intervensi dan implementasi keperawatan pada Tn.AS dengan
diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran adalah melalui 4 strategi pelaksanaan dan melalui terapi
zikir yang dilakukan pada strategi pelaksanaan ke tiga. Hari pertama
yaitu identifikasi permasalahan, selanjutnya hari kedua adalah SP1
pasien halusinasi. Sebelum memulai SP1 halusinasi dilakukan kontrak
topik, waktu dan tempat. Waktu untuk melakukan SP1 yaitu sekitar 30
menit.
SP1 pasien halusinasi adalah menanyakan kepada klien apakah ada
suara yang didengar klien tanpa ada wujudnya, apa yang dikatakan
suara tersebut, mendiskusikan situasi apa yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi dan apa yang dirasakan ketika terjadi
halusinasi serta mendiskusikan dengan klien frekuensi terjadinya
halusinasi tersebut. Selanjutnya adalah melatih klien cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik.
Hari ketiga dilanjutkan dengan SP2 halusinasi. SP2 halusinasi ini
adalah mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, setelah klien dapat mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dilanjutkan dengan SP2 halusinasi yaitu
memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat secara
teratur mengenai obat yang dikonsumsi oleh klien, jumlah obat, nama
obat, dan jadwal minum obat. SP2 halusinasi yaitu memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien mengenai pentingnya minum obat
secara teratur dan memasukkan ke dalam jadwal harian pasien.
Hari keempat yaitu SP3 halusinasi. Sebelum memulai SP3
halusinasi dilakukan evaluasi kemampuan klien dalam mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik halusinasi dan meminum obat
secara teratur. Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan
menghardik dan meminum obat secara teratur klien dilatih untuk
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan ditambahkan

25
dengan terapi psikoreligi (Shalat dan Dzikir). Setelah klien dapat
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan terapi
psikoreligi klien dianjurkan untuk menggunakan cara bercakap-cakap
dan terapi psikoreligi ketika terjadi halusinasi dan menganjurkan klien
untuk memasukkan kedalam jadwal harian klien.
Hari kelima yaitu SP4 halusinasi. SP4 halusinasi adalah melakukan
aktivitas terjadwal. Sebelumnya dilakukan evaluasi mengenai
kemampuan klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir. Selanjutnya klien dianjurkan untuk mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang sudah diajarkan tersebut dan
melakukan aktivitas terjadwal dan tahap selanjutnya adalah
mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinya meliputi
4 strategi pelaksaan yang sudah diajarkan.

3. Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi Pada Tn.S


Intervensi dan implementasi keperawatan pada Tn.S dengan
diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi
penglihatan dan penciuman adalah melalui 4 strategi pelaksanaan dan
melalui terapi zikir yang dilakukan pada strategi pelaksanaan ke tiga.
Hari pertama yaitu identifikasi permasalahan, selanjutnya hari kedua
adalah SP1 pasien halusinasi. Sebelum memulai SP1 halusinasi
dilakukan kontrak topik, waktu dan tempat. Waktu untuk melakukan
SP1 yaitu sekitar 30 menit.
SP1 pasien halusinasi adalah menanyakan kepada klien apakah ada
suara yang didengar klien tanpa ada wujudnya, apa yang dikatakan
suara tersebut, mendiskusikan situasi apa yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi dan apa yang dirasakan ketika terjadi
halusinasi serta mendiskusikan dengan klien frekuensi terjadinya
halusinasi tersebut. Selanjutnya adalah melatih klien cara mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik.

26
Hari ketiga dilanjutkan dengan SP2 halusinasi. SP2 halusinasi ini
adalah mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, setelah klien dapat mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dilanjutkan dengan SP2 halusinasi yaitu
memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat secara
teratur mengenai obat yang dikonsumsi oleh klien, jumlah obat, nama
obat, dan jadwal minum obat. SP2 halusinasi yaitu memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien mengenai pentingnya minum obat
secara teratur dan memasukkan ke dalam jadwal harian pasien.
Hari keempat yaitu SP3 halusinasi. Sebelum memulai SP3
halusinasi dilakukan evaluasi kemampuan klien dalam mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik halusinasi dan meminum obat
secara teratur. Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan
menghardik dan meminum obat secara teratur klien dilatih untuk
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dan ditambahkan
dengan berzikir. Zikir yang klien lakukan dengan melafalkan
Laiilahaillah anta subhanaka inni kuntuminadzalimin. Perawat
meminta klien untuk melakukan dzikir setelah sholat magrib, isya dan
subuh dan juga meminta klien untuk shalat lima waktu. Klien dapat
mengucapkan lafal dzikir dengan baik dan benar setelah perawat
mengajarkan. Setelah klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap, klien dianjurkan untuk menggunakan cara bercakap-
cakap, berdzikir dan shalat ketika terjadi halusinasi dan menganjurkan
klien untuk memasukkan kedalam jadwal harian klien.
Hari kelima yaitu SP4 halusinasi. SP4 halusinasi adalah melakukan
aktivitas terjadwal. Sebelumnya dilakukan evaluasi mengenai
kemampuan klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir. Selanjutnya klien dianjurkan untuk mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang sudah diajarkan tersebut dan
melakukan aktivitas terjadwal dan tahap selanjutnya adalah

27
mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinya meliputi
4 strategi pelaksaan yang sudah diajarkan.

28
Gambaran Hasil Intervensi dan Implementasi Pada 3 Pasien

Kasus Tn.TW Kasus Tn.AS Kasus Tn.AS


Berdasarkan masalah keperawatan jiwa Berdasarkan masalah keperawatan jiwa Berdasarkan masalah keperawatan jiwa
didapatkan core problemnya adalah didapatkan core problemnya adalah didapatkan core problemnya adalah
gangguan persepsi sensori: halusinasi gangguan persepsi sensori: halusinasi gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran. pendengaran. pendengaran.
Tindakan keperawatan yang dilakukan Tindakan keperawatan yang dilakukan Tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk mengatasi masalah gangguang untuk mengatasi masalah gangguang untuk mengatasi masalah gangguang
persepsi sensori: halusinasi pendengaran persepsi sensori: halusinasi pendengaran persepsi sensori: halusinasi pendengaran
adalah sebagai berikut: adalah sebagai berikut: adalah sebagai berikut:
1. Strategi pelaksanaan (SP) 1 : 1. Strategi pelaksanaan (SP) 1 : 1. Strategi pelaksanaan (SP) 1 :
Menanyakan klien apakah ada Menanyakan klien apakah ada Menanyakan klien apakah ada
suara-suara yang didengar tanpa suara-suara yang didengar tanpa suara-suara yang didengar tanpa
ada wujudnya, menanyakan apa ada wujudnya, menanyakan apa ada wujudnya, menanyakan apa
yang dikatakan oleh suara yang dikatakan oleh suara yang dikatakan oleh suara
tersebut, mendiskusikan situasi tersebut, mendiskusikan situasi tersebut, mendiskusikan situasi
yang menimbulkan atau tidak yang menimbulkan atau tidak yang menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi, menimbulkan halusinasi, menimbulkan halusinasi,
mendiskusikan apa yang mendiskusikan apa yang mendiskusikan apa yang
dirasakan klien jika terjadi dirasakan klien jika terjadi dirasakan klien jika terjadi
halusinasi, mendisikusikan halusinasi, mendisikusikan halusinasi, mendisikusikan
dengan klien waktu dan frekuensi dengan klien waktu dan frekuensi dengan klien waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi, melatih terjadinya halusinasi, melatih terjadinya halusinasi, melatih
klien untuk mengontrol klien untuk mengontrol klien untuk mengontrol
halusinasi dengan cara 1 yaitu halusinasi dengan cara 1 yaitu halusinasi dengan cara 1 yaitu

29
mengardik halusinasi. mengardik halusinasi. mengardik halusinasi.
2. Strategi pelaksaan (SP) 2 : 2. Strategi pelaksaan (SP) 2 : 2. Strategi pelaksaan (SP) 2 :
Mengevaluasi kemampuan klien Mengevaluasi kemampuan klien Mengevaluasi kemampuan klien
dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dengan cara menghardik dengan cara menghardik
halusinasi, memberikan halusinasi, memberikan halusinasi, memberikan
pendidikan kesehatan tentang pendidikan kesehatan tentang pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur, penggunaan obat secara teratur, penggunaan obat secara teratur,
menganjurkan klien untuk menganjurkan klien untuk menganjurkan klien untuk
memasukkan penggunaan obat memasukkan penggunaan obat memasukkan penggunaan obat
secara teratur kedalam jadwal secara teratur kedalam jadwal secara teratur kedalam jadwal
harian pasien harian pasien harian pasien
3. Strategi pelaksanaan (SP) 3 yaitu: 3. Strategi pelaksanaan (SP) 3 yaitu: 3. Strategi pelaksanaan (SP) 3 yaitu:
Mengevaluasi kemampuan klien Mengevaluasi kemampuan klien Mengevaluasi kemampuan klien
dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dengan cara menghardik dengan cara menghardik
halusinasi dan meminum obat halusinasi dan meminum obat halusinasi dan meminum obat
secara teratur, melatih klien cara secara teratur, melatih klien cara secara teratur, melatih klien cara
mengontrol halusinasi dengan mengontrol halusinasi dengan mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan cara bercakap-cakap dengan cara bercakap-cakap dengan
teman, menganjurkan klien teman, menganjurkan klien teman, menganjurkan klien
memprakttekan cara mengontrol memprakttekan cara mengontrol memprakttekan cara mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap- halusinasi dengan cara bercakap- halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dan mengajarkan metode cakap dan mengajarkan metode cakap dan mengajarkan metode
dzikir, menganjurkan klien untuk dzikir, menganjurkan klien untuk dzikir, menganjurkan klien untuk
memasukkan ke dalam jadwal memasukkan ke dalam jadwal memasukkan ke dalam jadwal
harian harian harian
4. Strategi pelaksanaan (SP) 4 yaitu: 4. Strategi pelaksanaan (SP) 4 yaitu: 4. Strategi pelaksanaan (SP) 4 yaitu:

30
mengevaluasi kemampuan klien mengevaluasi kemampuan klien mengevaluasi kemampuan klien
dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dengan cara menghardik dengan cara menghardik
halusinasi dan meminum obat halusinasi dan meminum obat halusinasi dan meminum obat
secara teratur dan bercakap- secara teratur dan bercakap- secara teratur dan bercakap-
cakap dan melakukan aktivitas cakap dan melakukan aktivitas cakap dan melakukan aktivitas
terjadwal, menganjurkan klien terjadwal, menganjurkan klien terjadwal, menganjurkan klien
mempraktekan cara mengontrol mempraktekan cara mengontrol mempraktekan cara mengontrol
halusinasi dengan cara halusinasi dengan cara halusinasi dengan cara
menghardik halusinasi dan menghardik halusinasi dan menghardik halusinasi dan
meminum obat secara teratur dan meminum obat secara teratur dan meminum obat secara teratur dan
bercakap-cakap serta dengan bercakap-cakap serta dengan bercakap-cakap serta dengan
terapi dzikir dan melakukan terapi dzikir dan melakukan terapi dzikir dan melakukan
aktivitas terjadwal, mengevaluasi aktivitas terjadwal, mengevaluasi aktivitas terjadwal, mengevaluasi
kemampuan klien latihan kemampuan klien latihan kemampuan klien latihan
mengontrol halusinasi sesuai mengontrol halusinasi sesuai mengontrol halusinasi sesuai
jadwal harian jadwal harian jadwal harian

31
D. Gambaran Hasil Evaluasi
Evaluasi yang didapatkan dari implementasi yang telah dilakukan adalah:
1. Gambaran Hasil Evaluasi Pada Tn.E
Subjektif:
a) Klien mengatakan sudah tidak mendengar suara-suara tanpa wujud
lagi
b) Klien mengatakan akan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
terapi psikoreligi dan melakukan aktivitas terjadwal.
c) Klien mengatakan akan melakukan aktivitas terjadwal

Objektif :

a) Terdapat kontak mata


b) Klien kooperatif
c) Klien tampak tenang
d) Klien dapat mempraktekan cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
psikoreligi.
e) Klien dapat menunjukan dafatr harian miliknya

Assesment :

Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,


meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan berdzikir serta
membuat daftar aktivitas harian.

Planning:

Perawat : Mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol


halusinasi

Klien : Menganjurkan klien untuk menggunakan SP1-SP4 untuk


mengontrol halusinasi.

2. Gambaran Hasil Evaluasi Pada Tn.AS

32
Subjektif:
a) Klien mengatakan sudah tidak mendengar suara-suara tanpa wujud
lagi
b) Klien mengatakan akan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir dan melakukan aktivitas terjadwal.
c) Klien mengatakan akan melakukan aktivitas terjadwal

Objektif :

a) Terdapat kontak mata


b) Klien kooperatif
c) Klien tampak tenang
d) Klien dapat mempraktekan cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir.
e) Klien dapat menunjukan dafatr harian miliknya

Assesment :

Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,


meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan berdzikir serta
membuat daftar aktivitas harian.

Planning:

Perawat : Mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol


halusinasi

Klien : Menganjurkan klien untuk menggunakan SP1-SP4 untuk


mengontrol halusinasi.

3. Gambaran Hasil Evaluasi Pada Tn.S


Subjektif:
a) Klien mengatakan sudah tidak mendengar suara-suara tanpa wujud
lagi

33
b) Klien mengatakan akan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir dan melakukan aktivitas terjadwal.
c) Klien mengatakan akan melakukan aktivitas terjadwal

Objektif :

a) Terdapat kontak mata


b) Klien kooperatif
c) Klien tampak tenang
d) Klien dapat mempraktekan cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
berdzikir.
e) Klien dapat menunjukan dafatr harian miliknya

Assesment :

Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,


meminum obat secara teratur, bercakap-cakap dan berdzikir serta
membuat daftar aktivitas harian.

Planning:

Perawat : Mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol


halusinasi

Klien : Menganjurkan klien untuk menggunakan SP1-SP4 untuk


mengontrol halusinasi

34
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus, Teori dan Jurnal


Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar)[CITATION FKu10 \l 1057 ]. Halusinasi merupakan uatu
kejadian melihat, mendengar, menyentuh, mencium, ataupun merasakan
sesuatu tanpa adanya rangsangan eksternal terhadap organ sensori
[ CITATION Suh14 \l 1057 ]. Halusinasi menurut Varcarolis dalam
Wibowo (2016) adalah terganggunya persepsi seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus.
Pada studi kasus yang telah dideskripsikan pada bab sebelumnya,
diketahui bahwa terdapat 3 klien yang berbeda. Ketiga klien tersebut
mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Klien
pertama Tn.TW mengalami halusinasi pendengaran sejak 2013. Memiliki
riwayat putus obat 3 kali. Klien mendengar suara seorang laki-lakinya
yang mengajaknya bercerita tentang hal yang lucu, klien akan fokus pada
halusinasi yang dirasakannya dan tidak mempedulikan lingkungan sekitar.
Klien dibawa ke rumah sakit karena sebelumnya ia memukul istrinya
setelah mendengar halusinasi tersebut. Klien dapat mendengar halusinasi
tersebut saat siang, sore dan malam hari dengan frekuensi 2-3 kali per hari
dan durasinya sekitar 5 menit. Klien sering terlihat mondar mandir,
senyum-senyum sendiri tanpa adanya stimulus dan komat kamit seperti
ada yang mengajaknya berbicara.
Klien kedua bernama Tn.AS klien sering mendengar suara-suara
yang tidak ada wujudnya yang menyuruhnya untuk marah, halusinasi yang
klien rasakan dapat terjadi di malam hari saat klien sendiri. Klien
mengatakan dapat mendengar suara tersebut selama satu menit, halusinasi
yang klien rasakan membuat klien gelisah dan takut. Halusinasi yang klien
rasakan semakin parah jika ada yang membuat jengkel, klien sering
terlihat tertawa sendiri dan sering menunduk. Klien sering terlihat senyum-

35
senyum sendiri tetapi bisa berubah menjadi marah tanpa sebab dan sering
terlihat berbicara sendiri.
Klien ketiga bernama Tn.S klien memukul istrinya karena istrinya
meminta uang kepada klien sedangkan klien tidak memiliki uang. Klien
mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya untuk memukul istrinya.
Klien sering merasa rendah diri dan merasa bahwa dirinya berbeda dengan
orang pada umumnya. Klien pernah mengalami kekerasan sebelumnya dan
penolakan.
Halusinasi yang klien rasakan sering terjadi ketika ia kurang tidur,
merasa jengkel dan tidak minum obat. Klien sering tampak komat kamit,
mondar mandir dan tersenyum-senyum sendiri. Klien mendengar suara
laki-laki yang menyuruhnya untuk membuang barang di rumahnya,
memecahkan barang disekitarnya dan marah-marah. Halusinasi yang klien
rasakan bisa terjadi saat siang maupun malam hari baik dalam kondisi sepi
maupun ramai dengan durasi sekitar 7 menit, dalam sehari dapat terjadi
halusinasi sebanyak 2-3 kali. Klien akan berfokus pada halusinasinya dan
menuruti perintah halusinasi tersebut dan tidak mempedulikan lingkungan
sekitar.
Hasil pengkajian pada ketiga klien diatas sejalan dengan teori yang
dikemukan oleh Stuart dan Laraia (2005) dalam Muhith (2015) dalam
Tambunan (2017) bahwa karakteristik klien yang mengalami halusinasi
adalah klien mengalami gelish, takut, ansietas, menarik diri dari orang
lain. Perilaku klien sering tersenyum sendiri, tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, diam, asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita serta lebih
cenderung mengikuti petunjuk halusinasinya. Klien yang mengalami
halusinasi juga sulit untuk berhubungan dengan orang lain serta perilaku
fisik merefleksikan isi halusinasinya seperti kekerasan[ CITATION Erm17
\l 1057 ] .
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dermawan (2017) bahwa tanda dan gejala halusinasi adalah gelisah,
marah tanpa sebab, tidak berdaya dan sering berbicara dan tertawa sendiri,

36
mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap dan menyuruhnya
melakukan sesuatu.
Intervensi yang telah dilakukan oleh mahasiswa untuk
meningkatkan kemampuan pasien mengontrol halusinasi adalah dengan
terapi dzikir. Zikir yang klien lakukan dengan melafalkan Subhanallah,
Alhamdulillah, Allahuakbar, Lailahaillah, bismillahirohmanirohim. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2014) bahwa
apabila dzikir dilakukan secara baik dan benar dapat membuat hati
menjadi tenang dan rileks serta pasien dapat memusatkan perhatian yang
sempurna ketika halusinasi tersebut dan bisa menghilangkan suara-suara
yang tidak nyata dan lebih dapat menyibukkan diri dengan melakukan
terapi dzikir. Perawat meminta klien untuk melakukan dzikir setelah sholat
magrib. Menurut pendapat Fatihuddin (2010) dalam Darmawan (2017)
bahwa waktu subuh adalah waktu yang mulia untuk urusan rizki, waktu
pagi sampai dzuhur adalah waktu yang baik untuk berkah rizki, waktu
magrib baik dilakukan dzikir karena mampu melepaskan gelombang
rohaniah sangat tajam sehingga gelora di hati semakin cepat menghadirkan
keesaan Allah.
Fatihuddin (2010) juga berpendapat bahwa terapi zikir menjaga
dalam ingatan agar selalu ingat kepada Allah SWT. Pendapat ini diperkuat
oleh penelitian Sulahyuningsih (2016) bahwa terapi dzikir efektif
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran karena
dapat menurunkan gejala psikiatrik. Terapi dzikir meningkatkan proses
adaptasi mengontrol suara-suara yang tidak ada wujudnya seperti
halusinasi pendengaran [ CITATION ESu16 \l 1057 ]. Studi kasus ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Massuhartono & Mulyanti
(2018) yang berjudul terapi religi melalui dzikir pada penderita gangguan
jiwa bahwa terapi dzikir efektif bagi penderita gangguan jiwa.
Berdasarkan implementasi yang sudah dilakukan selama 5 hari
terapi dzikir dapat meningkatkan kemampuan klien mengontrol halusinasi.
Berdasarkan hasil kuisioner yang diisi sebelum dilakukan terapi zikir 3
responden tidak mampu menjelaskan manfaat zikir, tidak mampu

37
melafalkan bacaan zikir dengan baik, tidak mampu berdzikir saat terjadi
halusinasi, tidak merasa nyaman ketika terjadi halusinasi, tidak mampu
menyampaikan perasaaannya setelah berdzikir dan tidak mampu
menurunkan frekuensi halusinasi. Tetapi, setelah diadakan terapi dzikir 3
responden mampu menurunkan frekuensi halusinasi dengan menyibukkan
diri dengan melakukan halusinasi. 3 responden mampu menjelaskan
manfaat berdzikir, mampu berdzikir saat muncul halusinasi, merasa
nyaman saat berdzikir, mampu melafalkan bacaan dzikir dan mampu
menyampaikan perasaannya setelah berdzikir.
Studi kasus ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dermawan (2017) bahwa 5 dari 8 responden mengatakan halusinasi
berkurang setelah melakukan terapi dzikir. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian Hidayati (2014) bahwa terapi zikir berpengaruh terhadap
peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi dengan nilai p value p<α
(0,05). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Firman; Saswati &
Sutinah (2018) bahwa terapi dzikir efektif untuk meningkatkan
kemampuan pasien mengontrol halusinasi sebanyak 98,7%, dengan
persentase sebelum dilakukan terapi dzikir sebesar 6,7%.
Studi kasus ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Uti (2017) bahwa terapi dzikir dapat menurunkan tingkat kekambuhan
pada pasien halusinasi dengan nilai p value = 0,000 karena terapi dzikir
mengandung unsur psikoterapeutik yang mendalam karena ia memiliki
kekuatan spiritual kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan
rasa optimisme. Terapi dzikir menyebabkan otak lebih banyak
menghasilkan gelombang alpha yang berhubungan dengan kondisi rileks
atau tenang. Selain itu terapi dzikir dapat membuat klien lebih dekat
dengan sang Pencipta sehingga akan memperoleh kenyamanan dalam
mengatasi gangguan jiwa seperti stres [ CITATION Ade17 \l 1057 ].
Menurut Wibowo (2016) dalam penelitiannya yang berjudul
perbedaan efektifitas cara kontrol halusinasi menggunakan teknik
menghardik dengan teknik berdzikir terhadap intensitas tanda dan gejala
halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran di RSJ Prof.dr. Soerojo

38
Magelang terapi dzikir berperan dalam menurunkan intensitas tanda dan
gejala halusinasi terutama pada aspek kognitif dan afektif. Hal ini
dibuktikan dengan uji statistik didapatkan nilai p value = 0,000. Selain itu
berdasarkan hasil uji statistik Mann-Whitney didapatkan kesimpulan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan efektifitas kontrol halusinasi
dengan cara menghardik dan dengan cara berdzikir [ CITATION Adi16 \l
1057 ].
B. Implikasi Keperawatan
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar)[CITATION FKu10 \l 1057 ]. Halusinasi merupakan uatu
kejadian melihat, mendengar, menyentuh, mencium, ataupun merasakan
sesuatu tanpa adanya rangsangan eksternal terhadap organ sensori
[ CITATION Suh14 \l 1057 ]. Halusinasi menurut Varcarolis dalam
Wibowo (2016) adalah terganggunya persepsi seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau kebisingan,
paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas
sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien di suruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. Halusinasi
pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang bekisar dari suara
sesderhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien
berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007) dalam (Azizah,
Zainuri, & Amar, 2016)
Pasien dengan halusinasi pendengaran perlu dikontrol agar klien
mampu kembali pada realita yang sebenarnya. Halusinasi yang tidak
dikontrol dapat berakibat klien mengalami kegagalan dalam mengenali
realitas dan jatuh pada kondisi halusinasi yang semakin parah
[ CITATION Adi16 \l 1057 ]. Halusinasi pendengaran dapat berakibat
buruk seperti pasien dapat mendengar suara-suara yang memanggil untuk

39
menyuruh melakukan sesuatu seperti bunuh diri atau membunuh orang
lain (Yustinus, 2006). Hal ini sesuai dengan fase-fase halusinasi yaitu fase
Controling yaitu klien lebih cenderung mengikuti petunjuk halusinasnya
dan halusinasi yang klien dengan berada dalam kondisi mengendalikan
fase Conquering dimana rasa panik yang klien rasakan menjadi melebur
dalam halusinasinya dan potensi suicide menjadi besar.

Dalam hal ini peran perawat sangat dibutuhkan dalam mengatasi

dan meminimalkan dampak yang akan terjadi dengan melakukan

penerapan yang sesuai standar asuhan keperawatan. Penerapan standar

asuhan keperawatan yang dapat dilakuakan oleh perawat adalah membina

hubungan saling percaya. Setelah bina hubungan hubungan saling percaya

telah tercipta, maka penulis melanjutkan ke strategi pelaksanaan pertama

halusinasi yaitu melatih klien mengontrol halusinanya dengan cara

menghardik. Kemudian dilanjutkna di hari berikutnya, dilakukan evaluasi

kemampuan klien mengontrol halusinasi dengan menghardik dan

dilajutkan dengan strategi pelaksanaan kedua yaitu memberikan

pendidikan kesehatan mengenai minum obat secara teratur dan

menganjurkan klien untuk menggunakan obat secara teraut.

Hari berikutnya yaitu mengevaluasi kemampuan klien untuk

mengontrol halusinasi dengan cara mengardik dan minum obar secara

teratur dan dilanjutkan dengan strategi pelaksanaan ketiga halusinasi

dengan cara bercakap-cakap ditambah dengan intervensi dzikir. Hari

berikutnya dievaluasi kembali dan melakukan strategi pelaksanaan

keempat yaitu melakukan aktivitas terjadwal.

40
Selain menerapkan strategi pelaksanaan kepada pasien dengan

halusinasi pendengaran, menurut penulis keterlibatan keluarga juga

menentukan keberhasilan dari suatu pengobatan. Keluarga memegang

peranan penting sebagai sistem pendukung kesembuhan pasien. Keluarga

harus mengetahui dan terus mengingatkan pasien pentingnya minum obat

secara teratur dan berkelanjutan demi keberhasilan pengobatan pasien.

Selain itu peran yang dapat dilakukan oleh perawat yakni


melakukan terapi aktivitas kelompok dan terapi modalitas. Terapi
modalitas yang dapat dilakukan salah satunya dengan terapi perilaku. Hal
ini bertujuan untuk mengatasi halusinasi yang terjadi. Salah satu jenis
terapi perilaku yang dapat diterapkan pada pasien yakni terapi dzikir yang
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran karena
dapat menurunkan gejala psikiatrik, meningkatkan proses adaptasi
mengontrol suara-suara yang tidak ada wujudnya seperti halusinasi
pendengaran. Zikir yang klien lakukan dengan melafalkan Subhanallah,
Alhamdulillah, Allahuakbar, Lailahaillah, bismillahirohmanirohim
[ CITATION Ded17 \l 1057 ].
Apabila dzikir dilakukan secara baik dan benar dapat membuat hati
menjadi tenang dan rileks serta pasien dapat memusatkan perhatian yang
sempurna ketika halusinasi tersebut dan bisa menghilangkan suara-suara
yang tidak nyata dan lebih dapat menyibukkan diri dengan melakukan
terapi dzikir [ CITATION Wah14 \l 1057 ]. Perawat meminta klien untuk
melakukan dzikir setelah sholat magrib. Waktu magrib baik dilakukan
dzikir karena mampu melepaskan gelombang rohaniah sangat tajam
sehingga gelora di hati semakin cepat menghadirkan keesaan Allah. Terapi
zikir menjaga dalam ingatan agar selalu ingat kepada Allah SWT
[ CITATION Fat101 \l 1057 ].

C. Dukungan Dan Hambatan Selama Profesi

41
1. Dukungan Selama Profesi

Dukungan selama profesi yaitu :

a) Dukungan dari kedua orang tua yang sangat luar biasa yang telah

memberikan semangat, motivasi dan doa untuk menyelesaikan

profesi ners.

b) Dukungan dari keluarga karena memberikan semangat untuk tetap

semangat.

c) Dukungan dari teman-teman satu angkatan dan gelombang dua

yang telah berbagi suka duka, semangat, keluh kesah dan

dukungan selama profesi.

d) Dukungan dari dosen PSIK FK UNSRI yang sudah memberikan

ilmu, dukungan dan semangat selama profesi

e) Dukungan dari akademik karena sudah menyediakan lahan praktik

dan kemudahan selama profesi

f) Dukungan dari CI selama profesi karena sudah memberikan ilmu

yang bermanfaat di lapangan.

g) Dukungan dari kakak-kakak di lapangan karena telah berbagi ilmu,

pengalaman, dan semangat untuk kami

2. Hambatan Selama Profesi

Hambatan selama profesi Ners PSIK FK UNSRI yaitu:

a) Waktu menyelesaikan profesi yang dipersingkat sehingga kurang

maksimal memperoleh ilmu, pengalaman, dan pembelajaran di

lapangan sehingga ada beberapa capaian tindakan yang tidak dapat

dipenuhi.

42
b) Jarak antara rumah dan rumah sakit jiwa yang sangat jauh

43
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hasil pembahasan masalah berdasarkan studi kasus yang ada maka

dapat disimpulan :

1. Gambaran pengkajian masalah keperawatan yang terjadi pada pasien

dengan gangguan persepsi sensori adalah respon maladaptif berupa

mendengar suara-suara/bisikan-bisikan yang tidak ada wujudnya,

gelisah, takut, tidak memperhatikan lingkungan sekitar, mudah marah

dan cenderung menuruti perintah tersebut, sering tersenyum-senyum

dan tertawa-tawa sendiri, komat-kamit serta mondar mandir.

2. Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran ditandai dengan pasien sering

tersenyum-senyum dan tertawa sendiri, sering marah-marah, komat-

kamit, mondar-mandir, tidak mempedulikan lingkungan orang lain dan

lingkungan sekitar serta mudah marah.

3. Intervensi yang dilakukan untuk pasien dengan gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran adalah dengan menerapkan strategi

perencanaan yaitu sebelumnya penulis mengidentifikasi permasalah

klien kemudian penulis melakukan SP 1 yaitu melatih klien untuk

mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, SP 2 dengan cara

meminum obat secara teratur, SP 3 dengan bercakap-cakap dan

diajarkan terapi modalitas dengan terapi dzikir, dan SP 4 dengan

melakukan aktivitas terjadwal.

44
4. Setelah diberikan intervensi berupa penerapan strategi pelaksanaan

didapatkan bahwa ketiga pasien kelolaan mampu meningkatkan

kemampuan mengontrol halusinanya.

B. SARAN

1. Bagi mahasiswa keperawatan

Diharapkan dapat lebih mengembangkan asuhan keperawatan jiwa

yang dapat digunakan dalam penanganan masalah yang timbul dari

pasien dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori:

halusinasi pendengaran. Selain itu, dapat dijadikan bahan serta

pertimbangan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang

menjalankan perannya sebagai care provider.

2. Bagi Instansi Keperawatan

Diharapkan bimbingan lebih banyak kepada aplikasi teori langsung

kepada pasien dibandingkan dalam bentuk evaluasi laporan,

peningkatan kerjasama antar institusi pendidikan sehingga kehadiran

mahasiswa profesi keperawatan dimanfaatkan sebagai upaya

peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada proses asuhan

keperawatan pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran.

3. Bidang keperawatan jiwa

Dapat menjadikan hasil studi kasus ini sebagai landasan

pengembangan ilmu keperawatan yang aplikatif terhadap

penatalaksanaan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

45
DAFTAR PUSTAKA

Al-Barqi, Abu Yazid. (2015). Implementasi Metode Dzikir Di Panti Rehabilitasi


Nurussalam Sayung Demak Studi Kasus Upaya Penyembuhan Gangguan
Jiwa.

Andari, Soetji. (2017). Pelayanan Sosial Berbasis Panti Agama Dalam


Merehabilitasi Penderita Skizofrenia.

Darmawan, D. (2017). Pengaruh Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien


Halusinasi Pendengaran di RSJD dr. Arif Zainuddin Surakarta. PROFESI
(Profesional Islam). Media Publikasi Penelitian 2017 Volume 15 No 1.

Fatihuddin. (2010). Tentramkan Hati Dengan Dzikir. Delta Prima Press.

Halimah, Nor, & Masnina, Rusni. (2015). Analysis of Nursing Clinical Practice In
The Patient Hallucinations Administering Therapy Psikoreligi Against a
Decrease in Recurrence of Hallucinations in the Enggang RSJD Atma
Husada Mahakam Samarinda.

Hidayati, W. C., & Rochmawati, D. H. (2014). Pengaruh Terapi Religius Dzikir


Terhadap Peningkatan Kemmapuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran
Pada Pasien Halusinasi Di RSJD. Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Massuhartono & Mulayati. (2018). Terapi Religi Melalui Dzikir Pada Penderita
Gangguan Jiwa. JIGC Volume 2 Nomor 2 Desember 2018.

Misbakhudin, Alfian Dhani. (2017). Zikir Sebagai Terapi Penderita Skizofrenia.

Sari, Sri Padma , & Wijayanti, Diyan Yuli. (2014). Keperawatan Spiritualitas
Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ners Vol 9 No.1 April 2014

46
Septiana. (2017). Penerapan Terapi Religius Dzikir Pada Pasien Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Di Wisma Setyowati RSJ Prof.
Dr. Soerojo Magelang

Suheri. (2014). Pengaruh Tindakan Generalis Halusinasi Terhadap Frekuensi


Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia Di RS Jiwa Grhasia Pemda DIY.

Sulahyuningsih, E. (2016). Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan


Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Jurnal Keperawatan Jiwa.

Tambunan, E. Y. (2017). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Di RSJ dr.Radjiman
Wedioniningrat Lawang Malang Tahun 2017.

Uti, A. L., Akbar, F., & Firmawati. (2017). Pengaruh Teknik Berdzikir Terhadap
Tingkat Kekambuhan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran
Di RSUD Tombulilato Kecamatan Bone Raya.

Wibowo, A., Rosalina, & Rosyidi, M. I. (2016). perbedaan efektifitas cara kontrol
halusinasi menggunakan teknik menghardik dengan teknik berdzikir
terhadap intensitas tanda dan gejala halusinasi.

47

Anda mungkin juga menyukai