ASIDI-ALKALIMETRI
PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT
DISUSUN OLEH :
GOLONGAN II
KELOMPOK 8
I. TUJUAN
1.1 Mampu memahami metode titrasi asidi-alkalimetri
1.2 Mampu melakukan standarisasi NaOH
1.3 Mampu menetapkan normalitas rata-rata NaOH
1.4 Mampu menetapkan kadar asam salisilat dengan metode titrasi asidi-
alkalimetri
1
natrium hidroksida 0,1 N LV. Tiap ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan
13,81 mg C7H6O3 (Depkes RI, 2014).
2.2 Penetapan Kadar Asam Salisilat
Timbang saksama lebih kurang 500 mg, larutkan dalam 25 ml etanol encer P
yang sudah dinetralkan dengan natrium hidroksida 0,1 N, tambahkan fenolftalein
LP dan titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 NLV. 1 ml larutan hidroksida 0,1 N
setara dengan 13,81 mg C7H6O3 (Depkes RI, 1995).
2.3 Asam Oksalat
Asam oksalat memiliki rumus molekul (CO2H)2.2H2O. Mengandung tidak
kurang dari 99,5% C2H2O4.2H2O. Pemeriannya hablur; tidak berwarna. Kelarutan
larut dalam air dan dalam etanol (95%) P. Asam oksalat, larutan asam oksalat P
6,3% b/v (Depkes RI, 1979).
Asam oksalat dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan zat
pewarna, keperluan analisa laboratorium, industri lilin, tinta, fotografi dan juga di
bidang obat-obatan. (Iriany dkk., 2015).
2.4 Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida atau natrii hydroxydum memiliki rumus molekul
NaOH dan berat molekul 40,00 g/mol, mengandung tidak kurang dari 95,0% dan
tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung
Na2CO3 tidak lebih dari 3,0%. Pemeriannya putih atau praktis putih, massa
melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara, akan cepat menyerap
karbondioksida dan lembab. Kelarutannya mudah larut dalam air dan dalam
etanol. Wadah dan penyimpanan dalam wadah yang tertutup rapat (Depkes RI,
1995).
2.4 Phenolphtalein
Phenolphtalein atau phenolphtaleinum memiliki rumus molekul C 20H14O4
dan berat molekul 318,33 g/mol. Phenolphtalein mengandung tidak kurang dari
98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C20H14O4, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Pemeriannya serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah;
tidak berbau; stabil di udara. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air; larut
2
dalam etanol; agak sukar larut dalam eter. Memiliki suhu lebur tidak kurang dari
258°. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
3
perhitungan titrimetri. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan normalitas,
molaritas, atau bobot per volume. Larutan baku dapat dibuat dengan cara
melarutkan sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut
ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Larutan
baku dibedakan menjadi dua yaitu, larutan baku primer dan larutan baku
sekunder. Larutan baku primer adalah larutan yang memiliki kemurnian yang
tinggi, sedangkan larutan baku sekunder adalah larutan yang harus dibakukan
dengan larutan baku primer, proses pembakuan ini disebut dengan standarisasi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Standarisasi natrium hidroksida dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan baku primer seperti asam sulfat (H2SO4) atau asam oksalat (H2C2O4).
Untuk standarisasi natrium oksida digunakan asam oksalat, karena asam oksalat
memiliki berat ekivalen tinggi dan kemurnian yang tinggi, dibandingkan dengan
asam sulfat yang memiliki sifat toksik (Stone et al., 1998).
2.6 Asidi-Alkalimetri
Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan
larutan baku asam, sedangkan alkalimetri adalah pengukuran konsentrasi asam
dengan menggunakan larutan baku basa (Sukarti, 2008).
Analisis asidimetri dan alkalimetri ini merupakan salah satu jenis metode
titrimetri yang masuk kedalam reaksi netralisasi. Menurut Bassett et al (1994)
reaksi netralisasi pada asidimetri dan alkalimetri ini melibatkan bersenyawanya
ion hidrogen dari asam dan ion hidroksida dari basa membentuk air. Selain itu
reaksi netralisasi ini juga disebut reaksi antara pemberi proton yaitu asam dengan
penerima proton yaitu basa. Analisis asidimetri dan alkalimetri menyangkut titrasi
antara asam kuat dengan basa kuat, titrasi antara asam lemah dan basa kuat dan
titrasi antara basa lemah dengan asam kuat. Dalam proses titrasi, untuk
menghasilkan data yang tepat titik akhir titrasi harus sama atau sedekat mungkin
dengan titik ekivalen dan untuk mengetahui telah tercapainya titik ekivalen saat
titrasi berlangsung perlu pengamatan dengan adanya perubahan yang jelas pada
larutan misalnya terjadinya perubahan warna pada larutan, larutan berubah
4
menjadi keruh atau terbentuknya endapan pada larutan (Gandjar dan Rohman,
2007).
5
Pembuatan indikator phenolphtalein dinyatakan sebagai 1 g
penolphtalein dalam 100 ml etanol P (konsentrasi 1% g/ml) (Depkes RI,
1979). Bobot phenolphtalein yang diperlukan untuk larutan
phenolphtalein sebanyak 25 ml yaitu :
1 gr 𝑥
= 25 𝑚𝑙
100 ml
1 gr x 25 ml
x = 100 ml
x = 0,25 g ~ 25 mg
2. Prosedur Kerja
Ditimbang phenolphthalein sebanyak 0,25 g menggunakan kertas
perkamen lalu dilarutkan dengan etanol 96% hingga larut pada gelas
beker 50 ml. Kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 25 ml.
Ditambahkan etanol 96% hingga tanda batas, digojog hingga homogen.
4.1.2 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,1 N
1. Perhitungan
Diketahui :
NNaOH : 0,1 N
VNaOH : 500 ml
EkNaOH : 1 grek/mol
BMNaOH : 40 g/mol
Ditanya : MassaNaOH ?
Jawab :
Molaritas NaOH
NNaOH = MNaOH x EkNaOH
N NaOH
MNaOH = Ek NaOH
0,1 𝑁
MNaOH =
1 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙
MNaOH = 0,1 M
Massa NaOH
𝑚 10000
MNaOH = x
𝐵𝑀 𝑉
𝑚 1000
0,1 M = x
40 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 500 𝑚𝑙
6
0,1 𝑀 𝑥 40 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 𝑥 500 𝑚𝑙
Massa NaOH = 1000
M H2C2O4 = 0,05 M
Volume H2C2O4
𝑚 1000
M H2C2O4 = x
𝐵𝑀 𝑉
3,15 𝑔𝑟 1000
0,05 M = x
126,07 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 𝑉
3,15 𝑔𝑟 𝑥 1000
V H2C2O4 = 𝑔𝑟
126,07 𝑥 0,05 𝑀
𝑚𝑜𝑙
7
V H2C2O4 = 499,722 ml ~ 500 ml
Volume asam oksalat yang diperlukan yaitu 500 ml.
2. Pembuatan Larutan Asam Oksalat
Ditimbang seksama 3,15 g asam oksalat pada perkamen pindahkan
ke gelas beker 50 ml larutkan dengan sedikit akuades pindahkan ke
dalam labu takar 500 ml tambahkan dengan akuades hingga tanda
batas, digojog hingga homogen.
Untuk standrisasi, larutan asam oksalat dipipet 10 ml larutan asam
oksalat, ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein kemudian
dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N. Titik akhir titrasi
ditandai dengan terbentuknya warna merah yang stabil pada larutan
diulangi titrasi sebanyak 2 kali dan dicatat volume NaOH yang
digunakan.
4.1.4 Pembuatan Larutan Etanol Netral
Pada 25 ml etanol 96%, di dalam erlenmeyer 25 ml ditambahkan 3
tetes indikator phenolphtalein LP dan dititrasi dengan natrium
hidroksida 0,1 N sampai terjadi warna merah muda yang stabil selama
30 detik. Diulangi prosedur di atas 2 kali pada erlenmeyer berbeda.
4.2 Penetapan Kadar Asam Salisilat
Asam salisilat ditimbang 3 kali masing-masing sebanyak 500 mg pada
kertas perkamen menggunakan neraca analitik kemudian dipindahkan ke
dalam gelas beker 50 ml. Dilarutkan masing-masing sampel dengan 25 ml
etanol netral diaduk dengan batang pengaduk hingga homogen. Diambil 10
ml larutan dari masing-masing sampel kemudian ditambahkan 3 tetes
indikator phenolphtalein kemudian masing-masing larutan dititrasi dengan
NaOH 0,1 N. Titik akhir titrasi ditetapkan pada saat larutan mengalami
perubahan warna yang stabil menjadi merah muda. Dicatat volume NaOH
yang digunakan untuk titrasi.
8
V. SKEMA KERJA
5.1 Skema Kerja Pembuatan Larutan Indikator Phenolphtalein
.
Diulangi skema kerja di atas sehingga didapatkan volume total NaOH
1000 ml
.
9
Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml, ditambahkan akuades hingga
tanda batas 500 ml, digojog hingga homogen
.
5.4 Skema Kerja Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,1 N
Larutan Asam Oksalat dipipet sebanyak 10 ml menggunakan pipet volume
lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
10
5.6 Skema Kerja Penetapan Kadar Asam Salisilat
Ditimbang asam salisilat sebanyak 500 mg pada kertas perkamen
menggunakan neraca analitik
11
9,5 mL Merah muda stabil Tercapai titik akhir
Ulangi titrasi 3x
Indikator : Phenolphtalein
Ulangi titrasi 3x
12
Serbuk PP ad 25 mL
Etanol 96%
Aquades ad 500 mL
Etanol 96% I 10 mL
Etanol 96% II
10 mL
Etanol 96% III
10 mL
Aquades ad 500 mL
13
6.2 Perhitungan
6.2.1 Penentuan Normalitas Rata-rata Larutan Standar NaOH
Diketahui : Normalitas Asam Oksalat = 0,1 N
Volume Asam Oksalat = 10 mL
Volume NaOH Titrasi I = 9,6 mL
Volume NaOH Titrasi II = 9,8 mL
Volume NaOH Titrasi III = 9,5 mL
Ditanya : N NaOH rata - rata = ….?
Jawab :
𝑁
M C2H2O4.2H2O = 𝑒𝑘
0,1 𝑁
=
2 𝑔𝑟𝑒𝑘/𝑚𝑜𝑙
= 0,05 M
mol C2H2O4.2H2O = M C2H2O4.2H2O x V C2H2O4.2H2O
= 0,05 M x 10 ml
= 0,5 mmol
Stoikiometri Titrasi :
C2H2O4.2H2O + 2NaOH Na2C2O4 + 4H2O
Awal : 0,5 mmol 1 mmol - -
Reaksi : 0,5 mmol 1 mmol 0,5 mmol 2 mmol
Sisa : - - 0,5 mmol 2 mmol
Berdasarkan stoikiometri diatas, 0,5 mmol C 2H2O4.2H2O tepat bereaksi
dengan 1 mmol NaOH sehingga dapat ditentukan normalitas NaOH tiap
titrasi :
a. Titrasi I
mol NaOH
M NaOH = V NaOH titrasi I
1 mmol
=
9,6 mL
= 0,104 M
N NaOH = MNaOH x EkNaOH
grek⁄
= 0,104 M x 1 mol
14
= 0,104 N
Jadi, Normalitas NaOH pada titrasi I adalah 0,104 N
b. Titrasi II
mol NaOH
M NaOH = V NaOH titrasi II
1 mmol
= 9,8 mL
= 0,102 M
N NaOH = M NaOH x Ek NaOH
grek⁄
= 0,102 M x 1 mol
= 0,102 N
Jadi, Normalitas NaOH pada titrasi II adalah 0,102 N
c. Titrasi III
mol NaOH
M NaOH = V NaOH titrasi II
1 mmol
= 9,5 mL
= 0,105 M
N NaOH = M NaOH x Ek NaOH
grek⁄
= 0,105 M x 1 mol
= 0,105 N
Jadi, Normalitas NaOH pada titrasi III adalah 0,105 N
Berdasarkan nilai normalitas NaOH pada tiap titrasi, dapat ditentukan normalitas
rata-rata NaOH sebagai berikut :
NI + NII + NIII
Normalitas Rata − Rata NaOH =
3
0,104 N + 0,102 N + 0,105 N
=
3
= 0,103 N
15
Volume NaOH titrasi I = 14,8 mL
Volume NaOH titrasi I = 14,6 mL
Massa Asam Salisilat I = 0,509 g
Massa Asam Salisilat II = 0,503 g
Massa Asam Salisilat III = 0,505 g
g
BM Asam Salisilat = 138,12 ⁄mol
Ditanya : Kadar Asam Salisilat =….?
Jawab :
a. Titrasi I
NNaOH
M NaOH = ⁄Ek
NaOH
= 0,103 N ⁄1 grek/mol
= 0,103 M
Mol NaOH = M NaOH × V NaOH titrasi 1
= 0,103 M × 14,5 mL
= 1,49 mmol
Stoikiometri titrasi I :
C7H6O3 + NaOH C7H5O3Na + H2O
Awal : 1,49 mmol 1,49 mmol - -
Reaksi : 1,49 mmol 1,49 mmol 1,49 mmol 1,49 mmol
Sisa : - - 1,49 mmol 1,49 mmol
Berdasarkan reaksi diatas diperoleh:
Mol C7H6O3 = 1,49 mmol
Massa C7H6O3 = Mol C7H6O3 × BM C7H6O3
mg
= 1,49 mmol × 138,12 ⁄mmol
= 205,79 mg
Massa C7H6O3 dalam 10 mL sampel = 205,79 mg
Massa C7H6O3 dalam 25 mL sampel = 205,79 mg = x
10 mL 25 mL
X = 514, 475 mg
16
Perhitungan % b⁄b
MassaC7H6O3 vol 10mL
% b⁄b titrasi I = × 100%
MassaC7H6O3 vol 25mL
514,475 mg
= × 100%
509 mg
= 101%
b. Titrasi II
NNaOH
M NaOH = ⁄Ek
NaOH
= 0,103 N ⁄1 grek/mol
= 0,103 M
Mol NaOH = M NaOH × V NaOH titrasi II
= 0,103 M × 14,8 mL
= 1,52 mmol
Stoikiometri titrasi II :
C7H6O3 + NaOH C7H5O3Na + H2O
Awal : 1,52 mmol 1,52 mmol - -
Reaksi : 1,52 mmol 1,52 mmol 1,52 mmol 1,52 mmol
Sisa : - - 1,52 mmol 1,52 mmol
Berdasarkan reaksi diatas diperoleh:
Mol C7H6O3 = 1,52 mmol
Massa C7H6O3 = Mol C7H6O3 × BM C7H6O3
mg
= 1,52 mmol × 138,12 ⁄mmol
= 209,94 mg
Massa C7H6O3 dalam 10 mL sampel = 209,94 mg
Massa C7H6O3 dalam 25 mL sampel = 209,94 mg = x
10 mL 25 mL
X = 524,85 mg
Perhitungan % b⁄b
MassaC7H6O3 vol 10mL
% b⁄b titrasi II = × 100%
MassaC7H6O3 vol 25mL
17
524,85 mg
= × 100%
503 mg
= 104,34%
c. Titrasi III
NNaOH
M NaOH = ⁄Ek
NaOH
= 0,103 N ⁄1 grek/mol
= 0,103 M
Mol NaOH = M NaOH × V NaOH titrasi III
= 0,103 M × 14,6 mL
= 1,5 mmol
Stoikiometri titrasi III :
C7H6O3 + NaOH C7H5O3Na + H2O
Awal : 1,5 mmol 1,5 mmol - -
Reaksi : 1,5 mmol 1,5 mmol 1,5 mmol 1,5 mmol
Sisa : - - 1,5 mmol 1,5 mmol
Berdasarkan reaksi diatas diperoleh:
Mol C7H6O3 = 1,5 mmol
Massa C7H6O3 = Mol C7H6O3 × BM C7H6O3
mg
= 1,5 mmol × 138,12 ⁄mmol
= 207,18 mg
Massa C7H6O3 dalam 10 mL sampel = 207,18 mg
Massa C7H6O3 dalam 25 mL sampel = 207,18 mg = x
10 mL 25 mL
X = 517,95 mg
Perhitungan % b⁄b
MassaC7H6O3 vol 10mL
% b⁄b titrasi III = × 100%
MassaC7H6O3 vol 25mL
517,95 mg
= × 100%
505 mg
= 102,56 %
18
Rata-rata persentase b⁄b asam salisilat
= Persentase b⁄b titrasi I + Persentase b⁄b titrasi II + Persentase b⁄b titrasi III
3
= 101% + 104,34% + 102,56%
3
= 307,9%
3
= 102,63%
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar asam salisilat dengan
menggunakan salah satu metode titrimetri yaitu aside-alkalimetri. Tujuan dari
praktikum kali ini yaitu memahami prinsip metode titrasi aside-alkalimetri dan
mampu menentukan kadar asam salisilat dalam sampel. Titrimetri atau analisis
volumetri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang dilakukan dengan
mereaksikan sejumlah zat yang diselidiki dengan larutan baku atau standar yang
kadar atau konsentrasinya telah diketahui secara teliti dimana reaksinya
berlangsung secara kuantitatif. Asidimetri merupakan penetapan kadar secara
kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan
baku asam, sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Metode titrimetri dipilih karena
merupakan metode murah dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang
tinggi. Selain itu metode ini teliti sampai 1 bagian dalam 1000, alat yang
digunakan sederhana, cepat, serta pengerjaannya tidak menjemukan (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Metode titrimetri termasuk ke dalam reaksi netralisasi yakni reaksi antara
ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa)
19
(Gandjar dan Rohman, 2007). Pada praktikum kali ini dilakukan titrasi antara
asam lemah yaitu asam salisilat (titrat) dengan basa kuat yaitu NaOH (titran) yang
akan terhidrolisis membentuk garam bersifat basa. NaOH yang digunakan telah
distandarisasi terlebih dahulu menggunakan larutan baku primer asam oksalat
karena NaOH bersifat higroskopis di udara terbuka.
Pengerjaan praktikum ini dimulai dengan menyiapkan berbagai larutan
untuk menentukan kadar asam salisilat, yaitu pembuatan 3 larutan asam oksalat
0,1 N, pembuatan indikator fenolftalein (PP), larutan natrium hidroksida (NaOH)
0,1 N, 3 larutan etanol netral, dan pembuatan 3 larutan sampel asam salisilat
dengan masing-masing mengandung 500 mg serbuk asam salisilat.
Tahap pertama yang dilakukan adalah pembuatan indikator fenolftalein
(PP). Indikator digunakan untuk melihat titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah
titik yang menunjukkan reaksi titrasi telah selesai dengan adanya perubahan yang
dapat diamati. Keadaan ini terjadi karena adanya kelebihan satu mol titran yang
digunakan. Pemilihan indikator didasarkan pada garam hasil titrasi yang akan
dihasilkan yaitu cenderung bersifat basa. Fenolftalein dipilih menjadi indikator
pada titrasi ini karena fenolftalein memiliki nilai pKa 9,4 yang akan memberikan
perubahan pada 1 unit Ph sehingga perubahan warna akan terjadi antara pH 8,4–
10,4. Perubahan warna pada fenolftalein dapat terjadi karena seiring
meningkatnya pH akan terjadi proses penataan ulang pada struktur fenolftalein
dimana terjadi perpindahan proton dari struktur fenol dari fenolftalein sehingga
menyebabkan perubahan warna (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 7.1 Penataan Ulang Struktur pada Fenolftalein (Gandjar dan Rohman,
2007).
Tahapan kedua yaitu standarisasi larutan baku sekunder NaOH
menggunakan baku primer asam oksalat. Proses standarisasi NaOH meliputi
20
pembuatan larutan asam oksalat 0,1 N, pembuatan larutan NaOH 0,1 N dan
pembakuan NaOH yang dilakukan sebanyak 3 kali. Larutan standar ada dua
macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Baku primer
merupakan larutan dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Larutan baku sekunder
harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu senyawa dapat digunakan
sebagai baku primer jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : mudah didapat,
mudah disimpan, kemurniannya tinggi, serta tidak berubah dalam penimbangan
(Gandjar dan Rohman, 2007). Penimbangan NaOH menggunakan beaker glass
karena NaOH bersifat higroskopis menyerap CO2 di udara bebas sehingga dapat
meleleh dan menyebabkan kadar dari NaOH menjadi tidak pasti (Depkes RI,
1995). Sifat higroskopis ini dapat mengganggu proses titrasi yang mana reaksi
antara CO2 dengan NaOH akan menghasilkan Na2CO3 (garam karbonat) yang
dapat menyumbat aliran titran pada proses titrasi, maka dari itu proses pembuatan
larutan NaOH 0.1 N seharusnya menggunakan air bebas CO2, tetapi dalam
praktikum ini digunakan aquades karena keterbatasan waktu praktikum.
Proses pembakuan dilakukan dengan menitrasi NaOH 0.1N dengan asam
oksalat sebanyak 3 kali hingga titik akhir titrasi yang ditandai dengan
terbentuknya warna merah muda pada titrat. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali
agar hasilnya lebih akurat, titrasi pertama sebagai kontrol, titrasi kedua sebagai
pembanding, dan titrasi ketiga sebagai pengoreksi.
21
Tahapan ketiga yaitu pembuatan etanol netral, tujuan pembuatan etanol
netral yaitu untuk melarutkan asam salisilat, karena asam salisilat mudah larut
dalam etanol dan dalam eter (Depkes RI, 2014). Digunakan larutan etanol netral
karena etanol netral tidak mengandung ion H+ (bersifat asam), dimana ion H+ dari
etanol dapat bereaksi dengan NaOH sehingga mengganggu proses titrasi asam
salisilat dengan NaOH dan kadar asam salisilat yang didapatkan tidak akurat.
Pembuatan etanol netral dilakukan dengan mentitrasi etanol 96% sebanyak 25
mL, ditambahkan 3 tetes PP, dan dititrasi dengan larutan standar NaOH hingga
berwarna merah muda. Diperoleh volume NaOH yang digunakan untuk
menetralkan 3 larutan etanol masing-masing 25 mL yakni 0,2;0,1;0,1 mL.
Tahapan keempat yaitu dilakukan penetapan kadar asam salisilat dengan
metode titrasi menggunakan larutan baku NaOH. Dilakukan penimbangan untuk
tiga sampel asam salisilat yang masing-masing 0,509;0,503;0,505 gram. Ketiga
sampel dilarutkan dengan etanol netral 25 mL dan diaduk hingga homogen.
Masing-masing sampel kemudian diambil sebanyak 10 mL. Pengambilan sampel
sebanyak 10 mL bertujuan untuk mengurangi kepekatan sampel. Ditambahkan
indikator PP untuk mengetahui saat mencapai titik akhir titrasi telah tercapai.
Setelah dilakukan titrasi didapatkan volume NaOH untuk masing-masing sampel
yaitu 14,5;14,8;14,6 mL. Berdasarkan data tersebut didapatkan kadar untuk
masing-masing sampel yaitu 101%; 104,34%; 102,56%, sehingga didapatkan rata-
rata kadar asam salisilat dalam sampel 102,63%.
Gambar 7.3 Reaksi antara asam asetil salisilat dengan NaOH (Himawan, 2013)
Berdasarkan Farmakope Indonesia V, asam salisilat ini mengandung tidak
kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101% C7H6O3 dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan, sedangkan dalam percobaan diperoleh kadar sebesar 102,63%
22
b/b. Hasil yang diperoleh melebihi dari rentang kadar yang terdapat pada
Farmakope, hal ini dapat terjadi karena NaOH 0.1N yang digunakan saat
pembakuan berbeda dengan yang digunakan pada saat penetapan kadar asam
salisilat, NaOH yang digunakan pada saat penetapan kadar asam salisilat tidak
distandarisasi sehingga kadarnya mungkin saja berbeda dengan hasil yang
diperoleh dari perhitungan.
VIII. PENUTUP
8.1 Kesimpulan
8.1.1. Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan
larutan baku asam, sedangkan alkalimetri adalah pengukuran konsentrasi
asam dengan menggunakan larutan baku basa. Jadi, Analisis asidimetri
dan alkalimetri menyangkut titrasi antara asam kuat dengan basa kuat,
titrasi antara asam lemah dan basa kuat dan titrasi antara basa lemah
dengan asam kuat.
8.1.2. Standarisasi NaOH dilakukan dengan menggunakan metode titrasi dengan
larutan asam oksalat dan indikator pp pada 3 buah erlenmeyer, dan
dihitung volume larutan standar NaOH yang digunakan.
8.1.3. Normalitas rata-rata NaOH didapatkan dari hasil rata-rata antara normalitas
titrasi I yaitu 0,104 N, normalitas titrasi II yaitu 0,102 N dan normalitas
titrasi III yaitu 0,105 N yang dihitung setelah diketahui volume dari
masing-masing titrasi dan didapatkan normalitas rata-rata adalah 0,103 N.
8.1.4. Penetapan kadar asam salisilat yang didapatkan pada titrasi I adalah 101%,
pada titrasi II adalah 104,34% dan pada titrasi III adalah 102,56%
sehingga didapatkan rata-rata kadar asam salisilat adalah 102,63%.
23
DAFTAR PUSTAKA