Teori Keperawatan Madeleine Leininger Cu
Teori Keperawatan Madeleine Leininger Cu
CARE"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak model konseptual dan teori yang telah dikembangkan para ahli keperawatan, dimana teori
dan model konseptual merupakan suatu cara untuk memandang, menilai situasi kerja yang menjadi
petunjuk bagi perawat dalam mendapatkan informasi untuk menjadikan perawat peka terhadap apa
yang terjadi dan apa yang harus dia lakukan.
Teori-teori keperawatan juga digunakan dalam praktik, penelitian dan proses belajar-mengajar
dalam bidang keperawatan sehingga perlu diperkenalkan, dikaji dan dikembangkan untuk
memperkuat profesi keperawatan.
Perawat perlu memiliki latar belakang pengetahuan baik secara teoritis maupun empiris terhadap
teori-teori keperawatan yang ada sehingga perawat dapat memahami dan mengaplikasikan teori-
teori tersebut dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien sesuai keadaannya.
Salah satu teori keperawatan yang ada adalah teori keperawatan yang dikembangkan oleh
Madeleine Leininger yang lebih dikenal dengan teori “Trans Cultural”.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah : menyajikan teori model keperawatan “Trans Cultural” dan
analisis model keperawatan dari Madeleine Leininger
C. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan, Bab II
Konsep Model Madeleine Leininger , Bab III Analisis Teori Leininger, BAB IV Penutup meliputi
kesimpulan dan saran.
BAB II
TEORI KEPERAWATAN MADELEINE LEININGER
”CULTURE CARE : DIVERSITY AND UNIVERSALITY THEORY”
B. Paradigma Keperawatan
1. Manusia
Manusia adalah individu atau kelompok yamg memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini
dan berguna untuk menentukan pilihan serta melakukan tindakan. Menurut Leininger, manusia
memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun ia berada.
2. Kesehatan
Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan secara kultural memiliki nilai
dan praktek serta merefleksikan kemampuan individu maupun kelompok untuk menampilkan
kegiatan budaya mereka sehari-hari, keuntungan dan pola hidup.
3. Lingkungan
Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau pengalaman-pengalaman yang
memberikan arti bagi perilaku manusia, interpretasi, dan interaksi sosial dalam lingkungan fisik,
ekologi, sosial politik, dan atau susunan kebudayaan.
4. Keperawatan
Keperawatan mengacu kepada suatu pembelajaran humanistik dan profesi keilmuan serta disiplin
yang difokuskan pada aktivitas dan fenomena perawatan manusia yang bertujuan untuk membantu,
memberikan dukungan, menfasilitasi, atau memampukan individu maupun kelompok untuk
memperoleh kesehatan mereka dalam cara yang menguntungkan yang berdasarkan pada
kebudayaan atau untuk menolong orang-orang agar mampu menghadapi rintangan dan kematian.
2. Asumsi Mayor
Asumsi mayor untuk mendukung teory cultural care : diversity and universality yang dikemakan ole
Leininger :
a. “Care” adalah esensi keperawatan serta focus yang mempersatukan perbedaan sentral dan
dominant dalam suatu pelayanan.
b. Perawatan (Caring) yang didasarkan pada kebudayaan adalah sutau aspek esensial unuk
memperoleh kesejahteraan, kesehatan, pertumbuhan dan ketahanan, serta kemampuan untuk
enghadapi rinangan maupun kematian.
c. Perawatan yang berdasarkan budaya adalah bagian yang paling komprehensif dan holistic untuk
mengetahui, menjelaskan, menginterprestasikan dan memprediksikan fenomena asuhan
keperawatan serta memberikan panduan dalam pengambilan keputusan dan tindakan perawatan.
d. Keperawatan traskultural adalah disiplin ilmu perawatan humanistic dan profesi yang memiliki
tujuan utama untuk melayani individu, dan kelompok.
e. “Caring” yang berdasarkan kebudayaan adalah suatu aspek esensial untuk mengobati dan
menyembuhkan dimana pengobatan tidak akan mungkin dilakukan tanpa perawatan, sebaliknya
perawatan dapat tetap eksis tanpa pengobatan.
f. Konsep keperawatan cultural, arti, ekspresi, pola-pola, proses dan struktur dari bentuk
perawatan transkultural yang beragam dengan perbedaan dan persamaan yang ada.
g. Setiap kebudayaan manusia memiliki pengetahuan dan praktek perawatan tradisional serta
praktik professional yang bersifat budaya dan individual.
h. Praktek perawatan keyakinan dan nilai budaya dipengaruhi oleh dan cenderung tertanam dalam
pandangan dunia, bahasa, filosofi, agama, kekeluargaan, sosial, politik, pendidikan, ekonomi,
teknologi, etnohistory, dan lingkungan kebudayaan.
i. Keuntungan, kesehatan dan kepuasan terhadap budaya perawatan mempengaruhi kesehatan dan
kesejahteraan individu, keluarga, kelompok, komunitas di dalam lingkungannya.
j. Kebudayaan dan keperawatan yang konggruen dapat terwujud apabila pola-pola, ekspresi dan
nilai-nilai perawatan digunakan secara tepat, aman dan bermakna.
k. Perbedaan dan persamaan perawatan cultural tetap berada diantara masyarakat tradisioal dan
professional pada setiap kebudayaan manusia.
l. Konflik cultural, beban praktek kebudayaan, stress kultural merefleksikan kurangnya
pengetahuan perawatan kultural untuk memberikan perawatan, rasa aman, tangung jawab yang
koggruen dengan kebudayaan.
m. Metode penelitian kualitatif ethnonursing memberikan intepretasi dan temuan yang penting
mengenai pemberian asuhan keperawatan dengan kebudayaan komplek yang berbeda.
4. Konsep kebudayaan menurut Leininger dalam buku Transcutural Nursing; concepts, theories and
practices (1978 & 1995).
a. Kebudayaan yang mempersepsikan penyakit ke dalam bentuk pengalaman tubuh internal dan
bersifat personal (contohnya yang disebabkan oleh kondisi fisik, genetic,stress dalam tubuh) lebih
cenderung menggunakan teknik dan metode keperawatan diri secara fisik dari pada melakukan
perawatan berdasarkan budaya yang memandang penyakit sebagai suatu keyakinan kultural dan
ekstra personal serta pengalaman budaya secara langsung.
b. Budaya sangat menekankan proses, prilaku dan nilai perawatan (caring), memegang peranan
yang lebih cenderung dilakukan wanita daripada pria.
c. Kebudayaan yang menekankan pada prilaku dan proses pengobatan (caring) cenderung
dilaksanakan oleh pria daripada wanita.
d. Klien (masyarakat umum / tradisional) yang membutuhkan pelayanan keperawatan (caring),
pertama sekali cenderung untuk mencari bantuan dari pihak keluarga maupun relasinya dalam
mengatasi masalahnya, baru kemudian mencari pemberi pelayanan kesehatan professional apabila
orang-orang terdekatnya tidak mampu memeberikan kondisi yang efektif, keadaan klien semakin
memburuk atau jika terjadi kematian.
e. Kegiatan perawatan yang banyak dipraktekkan di masyarakat (ethno caring activities), yang
memiliki keuntungan terapeutik bagi klien dan keluarganya, kurang dipahami oleh kebanyakan
perawat professional di Werstern.
f. Jika terdapat prilaku perawatan yang efektif dalam suatu kebudayaan maka kebutuhan
pengobatan dan pelayanan dari petugas professional akan berkurang.
g. Perbedaan mendasar antara praktek keperawatan tradisional dan professional mengakibatkan
konflik budaya dan membebani praktek keperawatan.
h. Perawatan transkultural akan mempersiapkan perawat untuk dapat menyusun asuhan
keperawatan pada setiap budaya yang berbeda, dan dapat menentukan hasil yang tepat sesuai
dengan kebudayaan klien tersebut.
i. Keberhasilan dalam perawatan kesehatan akan sulit dicapai apabila pemberi pelayanan tersebut
tidak menggunakan pengetahuan dan praktek yang didasarkan atas keyakinan dan nilai budaya
klien.
Leininger Sunrise Model merupakan pengembangan dari konseptual model asuhan keperawatan
transkultural. Terdapat 7 (tujuh) komponen dalam sunrise model tersebut, yaitu :
1. Faktor Teknologi ( Technological Factors )
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan
pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan
mencari kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan.
2. Faktor keagamaan dan falsafah hidup ( Religous and Philosofical Factors)
Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi yang realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberikan motivasi kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya di
atas segalanya bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti
: agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar
untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)
Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama panggilan
dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan
yang dilakukan rutin oleh keluarga.
4. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan
buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah posisi
dan jabatan, bahasa yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan
pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan dan persepsi sakit
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.
BAB III
ANALISA TEORI
A. Kelebihan :
1. Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat memberikan pengetahuan kepada
perawat dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang berbeda.
2. Teori ini sangat berguna pada setiap kondisi perawatan untuk memaksimalkan pelaksanaan
model-model teori lainnya (teori Orem, King, Roy, dll).
3. Penggunakan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang akan berdampak terhadap
pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit.
4. Penggunanan teori trancultural dapat membantu perawat untuk membuat keputusan yang
kompeten dalam memberikan asuhan keperawatan.
5. Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan pengembangan praktek
keperawatan .
B. Kelemahan :
1. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri sendiri dan hanya digunakan
sebagai pendamping dari berbagai macam konseptual model lainnya.
2. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi masalah
keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teori ini dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan mempertimbangkan
aspek budaya, nilai –nilai, norma dan agama.
2. Teori ini dapat digunakan untuk melengkapi teori konseptual yang lain dalam praktik asuhan
keperawatan.
B. Saran
1. Penerapan teori Leinienger diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu antropologi
agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik.
2. Pelaksanaan teori Leinienger memerlukan penggabungan dari teori keperawatan yang lain yang
terkait, seperti teori adaptasi, self care dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Carol Taylor, Carol Lillis. (1997). Fundamentals of Nursing : the art and science of nursing care. Vol
I 3ed , Philadelphia, Lippincott.
Chinn & Jacobs. (1983). Theory and Nursing a systematic approach. St. Louis : Mosby Company.
Folley, Regina & Wurmser, Theresa A (2004). Culture Diversity/A Mobile Worksforce Command
Creative Leadership, New Patterships, and Inovative Approaces to Integration. Diambil pada 9
Oktober 2006 dari http://proquest.umi.com/pqdweb?
did=650824831&sid=3&clientld=45625&RQT=309&VName
Kozier, Barbara et al. (2000). Fundamental of Nursing : The nature of nursing practice in Canada.
1st Canadian Ed. Prentice Hall Health, Toronto.
Leahy, Julia M & Kizilay, Patricia E. (1998). Foundations of Nursing Practice : A Nursing Process
Approach. 1st Ed, WB Saunders Company, Philadelphia
Robinson & Kish. (2001). Edvance Practice Nursing. St. Louis : Mosby Inc.
The Basic concepts of Trancultural Nursing. Diambil pada 10 Oktober 2006 dari
http://www.culturediversity.org/thirdwrld.htm.
Tomey, Ann Marriner & Alligood, Martha Raile, (1998). Nursing Theorists and their work, 4th Ed.
Mosby, St. Louis.
Posted by Gusri Wahyudi at 4:45 PM