Anda di halaman 1dari 36

AUDITING 1

TUJUAN AUDIT DAN TANGGUNG JAWAB AUDITOR

Disusun Oleh :

Putri Salsa Anjarsari (C1C018053)

Einge Agave Karonina (C1C018057)

Fadia Ardhina (C1C018061)

Kelas R-009

Prodi Akuntansi

Fakultas Ekonomi & Bisnis

Universitas Jambi
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia dan nikmat
bagi umat-Nya. Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Auditing 1 dengan
Judul “Tujuan Audit dan Tanggung Jawab Audit”, karena terbatasnya ilmu yang dimiliki
oleh kami maka Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan.

Tidak lupa kami sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak
yang telah turut membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan bimbingan
yang telah diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha
Esa. Aamiin.

Akhirnya kami berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca.

Jambi, 01 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................3

A. TUJUAN PELAKSANAAN AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN.......................3


B. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN...........................................................................3
C. TANGGUNG JAWAB AUDITOR...................................................................................4
D. SIKLUS LAPORAN KEUANGAN..................................................................................5
E. MENETAPKAN TUJUAN AUDIT...............................................................................7
F. ASERSI MANAJEMEN....................................................................................................7
G. TUJUAN AUDIT YANG BERKAITAN DENGAN TRANSAKSI...............................9
H. TUJUAN AUDIT YANG BERKAITAN DENGAN SALDO........................................9
I. TUJUAN AUDIT YANG BERKAITAN DENGAN PENYAJIAN DAN
PENGUNGKAPAN.........................................................................................................13
J. BAGAIMANA TUJUAN AUDIT TERPENUHI..........................................................13

BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP...............................................................................16

A. KESIMPULAN................................................................................................................16
B. SARAN .............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prosedur audit dalam pekerjaan lapangan disusun berdasarkan tujuan audit yang hendak
dicapai. Dalam hal ini, tujuan audit yang dimaksud dirancang untuk menentukan apakah
tujuan operasi tertentu (yang ditetapkan oleh manajemen) dapat dicapai atau tidak. Tujuan
audit harus bersifat khusus untuk setiap langkah yang dilakukan auditor dan dijabarkan dalam
bentuk prosedur audit untuk mencapainya.

Penetapan tujuan audit dan prosedur audit merupakan unsur utama sebuah program audit,
oleh karena itu keberhasilan pekerjaan lapangan dalam mengumpulkan bukti audit
bergantung kepada baik buruknya sebuah program audit yang digunakan. Hal tersebut dapat
dipahami mengingat suatu program audit pada dasarnya merupakan abstraksi dari
perencanaan audit yang berisi rencana langkah kerja sistematis untuk memperoleh bukti audit
yang diperlukan dalam pencapaian tujuan audit.

Guna mengarahkan pekerjaan audit di lapangan, program audit berperan sebagai pedoman
pelaksanaan audit sekaligus merupakan alat pengendalian agar pekerjaan audit secara
keseluruhan berjalan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Permasalahan
umum yang dihadapi oleh auditor internal adalah bagaimana menyusun dan mengembangkan
program audit yang baik? Kemudian apa saja tanggung jawab auditor?

B. Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai
batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antaralain :

1. Apa tujuan pengauditan atas laporan keuangan?


2. Apa saja tanggung jawab manajemen dan auditor?
3. Bagaimana pendekatan siklus dalam pengauditan?
4. Bagaimana penetapan tujuan audit?
5. Apa saja asersi-asersi manajemen?
6. Apa saja tujuan audit atas golongan transaksi, saldo akun serta penyajian dan
pengungkapan?
7. Bagaimana memenuhi Tujuan Audit?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui apa saja tujuan atas pengauditan serta mengetahui apa saja tanggungjawab atas
auditor.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tujuan Pengauditan Atas Laporan Keuangan

Standar audit 200 (paragraf 3) berbunyi sebagai berikut:

Tujuan suatu audit adalah untuk meningkatkan keyakinan pengguna laporan keuangan yg
dituju. Hal itu dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh auditor tentang apakah laporan
keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku.

Pada umumnya dalam kerangka pelaporan keuangan dengan tujuan umum, opni tersebut
menyatakan apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam segala hal yang material,
atau memberikan gambaran yang benar dan wajar sesuai kerangka pelaporan keuangan. Suatu
audit yang dilaksanakan sesuai dengan standar audit dan persyaratan etika yang relevan,
memungkinkan auditor memberikan pendapat tersebut.

Fokus kita sekarang adalah pada pernyataan suatu pendapat atas laporan keuangan.Auditor
mengumpulkan bukti untuk memperoleh kesimpulan apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar.Apabila auditor yakin bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara
wajar atau tidak mungkin mencapai kesimpulan karena bukti tidak mencukupi, maka auditor
bertanggung jawab untuk menyatakan hal tersebut kepada pengguna laporan keuangan dalam
laporan audit.

Tahapan yg ditempuh auditor dalam mengembangkan tujuan audit adalah sebagai berikut:

1. Memahami tujuan dan tanggung jawab suatu audit


2. Membagi laporan keuangan menjadi siklus-siklus
3. Memahami asersi-asersi manajemen tentang laporan keuangan
4. Memahami tujuan umum audit untuk golongan-golongan transaksi, akun-akun dan
pengungkapannya
5. Memahami tujuan khusus (spesifik) audit untuk kelompok golongan transaksi, akun-
akun, dan pengungkapannya
B. Tanggungjawab Manajemen

Tanggungjawab untuk mengadopsi kebijakan akuntansi yang tepat, menerapkan


pengendalian internal yang memadai dan membuat penyajian yang wajar dalam laporan
keuangan adalah tanggung jawab manajemen bukan tanggung jawab auditor. Karena
manajemen perusahaan mengoperasikan bisnis sehari-hari, mereka mengetahui lebih bnyak
tentang transaksi perusahaan, serta,aset,kewajiban,dan ekuitas terkait, dibandingkan dengan
auditor. Sebaliknya, auditor mengetahui hal-hal tersebut dan pengendalian internal terbatas
pada apa yang diperolehnya selama audit berlangsung.

SA 200 (Para A2) menyatakan bahwa suatu audit berdasarkan SA dilaksanakan dengan
premis bahwa manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola,
mengakui dan memahami bahwa mereka memiliki tanggungjawab :

a) Menyusun laporan keuangan, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang


berlaku, termasuk, jika relevan, penyajian wajar laporan keuangan;
b) Menetapkan dan menjalankan pengendalian internal yang dipandang perlu oleh
manajemen, dan jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, untuk
memungkinkan penyusunan laporan keuangan yang bebas dari kesalahan penyajian
material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan; dan
c) Menyediakan hal-hal bawah ini bagi auditor :
1) Akses ke seluruh informasi yang disadari oleh manajemen, dan jika relevan,
pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, relevan dengan penyusunan
laporan keuangan, seperti catatan akuntansi, dan hal-hal lain;
2) Informasi tambahan yang mungkin diminta oleh auditor dan manajemen dan,
jika relevan, pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, untuk tujuan audit.
3) Akses tidak terbatas ke orang-orang dalam entitas yang dipandang perlu oleh
auditor untuk memperoleh bukti audit.

C. Tanggungjawab Auditor

Standar Auditing (SA 200 Para 11) menyatakan tujuan keseluruhan auditor sebagai berikut :
Dalam melaksanakan suatu audit atas laporan keuangan, tujuan keseluruhan auditor adalah :

a) Memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan secara


keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh
kecurangan maupun kesalahan, dan oleh karena itu memungkinkan auditor untuk
menyatakan suatu opini tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal
yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku; dan
b) Melaporkan atas laporan keuangan dan mengomunikasikannya sebagaimana
ditentukan oleh SA berdasarkan temuan auditor

Paragraf berikut ini akan membahas tanggungjawab auditor untuk mendeteksi kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan.Dalam standar auditing, tanggungjawab auditor
untuk mendeteksi kesalahan penyajian material mencakup sejumlah istilah dan frasa penting.

Kesalahan Penyajian Material

Segala basis untuk opini auditor, SA mengharuskan auditor untuk memperoleh keyakinan
memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan
penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan.Meskipun tidak
mudah untuk mengkuantifikasi ukuran materialitas, auditor bertanggungjawab untuk
mendapat keyakinan memadai bahwa persyaratan materialitas ini telah terpenuhi.Akan
menjadi sangat mahal (atau bahkan barangkali tidak mungkin) bagi auditor seandainya
auditor bertanggungjawab untuk menemukan semua kesalahan dan kecurangan yang tidak
material.

Konsep materialitas diterapkan oleh auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit, serta
dalam pengevaluasian dampak kesalahan penyajian dalam audit dan kesalahan penyajian
yang tidak dikoreksi (jika ada), yang teridentifikasi terhadap laporan keuangan. Pada
umumnya, kesalahan penyajian, termasuk penghilangan penyajian, dipandang material jika
baik secara individual maupun kolektif, kesalahan penyajian tersebut diperkirakan secara
wajar akan dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang dituju yang diambil
berdasarkan laporan keuangan.

Keyakinan Memadai

Keyakinan memadai merupakan suatu tingkat keyakinan tinggi. Keyakinan tersebut diperoleh
ketika auditor telah mendapatkan bukti audit yang cukup dan tepat untuk menurunkan risiko
audit (risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini yang tidak tepat ketika laporan keuangan
mengandung kesalahan penyajian material) ke suatu tingkat rendah yang bisa diterima.
Namu, keyakinan memadai bukan merupakan suatu tingkat keyakinan absolut.Keyakinan ini
menunjukkan bahwa auditor bukanlah penjamin atau pemberi garansi tentang kebenaran
laporan keuangan. Jadi suatu audit yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing, bisa
gagal untuk mendeteksi kesalahan penyajian material.

Auditor bertanggungjawab untuk keyakinan memadai, bukan keyakinan absolut, karena


alasan-alasan berikut :

1. Kebanyakan bukti audit diperoleh dari pengujian atas suatu sampel dari suatu
populasi, seperti misalnya piutang usaha atau persediaan. Sampling tak terelakkan
mengandung sejumlah risiko akan tidak ditemukannya suatu kesalahan penyajian
material. Selain itu, wilayah yang diuji, jenis, luas, dan saat pengujian, serta evaluasi
atas hasil pengujian membutuhkan pertimbangan auditor yang signifikan. Meskipun
dengan kejujuran dan integritas, auditor bisa melakukan kesalahan dan kekeliruan
dalam membuat pertimbangan.
2. Akuntansi berisi estimasi yang kompleks, yang secara inheren mengandung
ketidakpastian dan bisa dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di masa yang akan datang.
Akibatnya auditor hanya bisa mengandalkan pada bukti yang persuasif, tetapi tidak
meyakinkan.
3. Penyajian laporan keuangan yang mengandung kecuarangan sangat sulit (atau bahkan
hampir tidak mungkin) untuk dideteksi, terutama bila terdapat kolusi dikalangan
manajemen.

Apabila auditor bertanggung jawab untuk mendapat kepastian tentang kebenaran seluruh
asersi dalam laporan keuangan, maka jenis dan jumlah bukti yang diperlukan dan biaya untuk
menyelenggarakan audit akan menjadi sedemikian tinggi sehingga audit menjadi tidak
praktis. Oleh karena itu, audit tidak mungkin menemukan seluruh kesalahan penyajian
material dalam setiap audit. Namun demikian, audit bisa diterima masyarakat sepanjang audit
itu dilaksanakan sesuai dengan standar auditing.

Skeptisisme Profesional

Standar auditing mensyaratkan agar suatu audit dirancang untuk mendapatkan keyakinan
memadai untuk mendeteksi kesalahan dan kecurangan material yang terdapat dalam laporan
keuangan.Untuk mencapai hal tersebut, audit harus dirancang dan dilaksanakan dengan sikap
skeptisisme profesional dalam semua aspek pengauditan.
Skeptisisme profesional adalah suatu sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu
mempertanyakan, waspada terhadap kondisi yang dapat mngindikasikan kemungkinan
kesalahan penyajian, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan penilaian
penting atas suatu bukti audit.

Aspek Skeptisisme Profesional

Skeptisisme profesional terdiri dari dua komponen utama, yaitu: (1) suatu pikiran yang selalu
mempertanyakan dan, (2) sikap waspada atau kritis dalam menilai bukti audit. Walaupun
auditor bersikap percaya bahwa organisasi yang telah diterimanya sebagai klien memiliki
integritas dan jujur, namun dengan selalu berpikiran mempertanyakan akan membantu
auditor dalam menghilangkan bias alami untuk percaya pada klien. Sikap selalu
mempertanyakan adalah pendekatan audit auditor dengan pandangan mental “percaya tapi
tetap memeriksa” (trust but verify).Demikian pula ketika mendapatkan dan mengevaluasi
bukti pendukung tentang jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan,
skeptisisme profesional juga meliputi penilaian kritis atas bukti-bukti yang mecakup
pertanyaan yang menyelidik dan perhatian terhadap kemungkinan inkonsistensi. Apabila
auditor melaksanakan tanggungjawabnya dengan menjaga sikap berpikiran mempertanyakan
dan secara kritis mengevaluasi bukti, auditor akan dapat mengurangi secara signifikan
kemungkinan kegagalan audit selama audit berlangsung.

Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan terhadap antara lain hal-hal sebagai berikut :

 Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang diperoleh.
 Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan dokumen dan tanggapan
terhadap permintaan keterangan yang digunakan sebagai bukti audit.
 Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan kecurangan.
 Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur audit tambahan selain prosedur yang
diisyaratkan oleh SA.

Mempertahankan skeptisisme profesional selama audit diperlukan jika auditor berusaha


untuk mengurangi risiko seperti misalnya :

 Kegagalan dalam melihat kondisi-kondisi tidak lazim.


 Terlalu menyamaratakan kesimpulan ketika menarik kesimpulan tersebut dari
observasi audit.
 Menggunakan asumsi yang tidak tepat dalam menetapkan sifat, saat, dan luas
prosedur audit serta penilaian atas hasilnya.

Pertimbangan Profesional

Paragraf 16 SA200 menetapkan sebagai berikut :Auditor harus menggunakan pertimbangan


profesional dalam merencanakan dan melaksanakan audit atas laporan keuangan.

Pertimbangan profesional merupakan hal penting untuk melakukan audit secara tepat. Hal ini
karena interpretasi ketentuan etika dan SA yang relevan, serta keputusan yang telah
diinformasikan yang diharuskan selama audit tidak dapat dibuat tanpa penerapan
pengetahuan dan pengalaman yang relevan pada fakta dan kondisi terkait. Pertimbangan
profesional terutama diperlukan untuk membuat keputusan tentang :

 Materialitas dan risiko audit.


 Sifat, saat, dan luas prosedur audit yang digunakan untuk memenuhi keperluan SA
dan mengumpulkan bukti audit.
 Pengevaluasian tentang apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh, dan
apakah pengevaluasian lebih lanjut dibutuhkan untuk mencapai tujuan SA dan tujuan
keseluruhan auditor.
 Pengevaluasian tentang pertimbangan manajemen dalam menerapkan kerangka
laporan keuangan yang berlaku bagi entitas.
 Penarikan kesimpulan berdasarkan bukti yang diperoleh, sebagai contoh, penilaian
atas kewajaran estimasi yang dibuat oleh manajemen dalam menyusun laporan
keuangan.

Karakteristik pertimbangan profesional yang diharapkan dari seorang auditor adalah


pertimbangan yang dibuat oleh seorang auditor yang pelatihan, pengetahuan, dan
pengalamannya telah membantu pengembangan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai
pertimbangan-pertimbangan wajar yang dibuatnya.

Pertimbangan profesional perlu dilakukan sepanjang audit.Pertimbangan profesional juga


perlu didokumentasikan dengan tepat. Dalam hal ini, auditor diharuskan untuk membuat
dokumentasi audit yang cukup untuk memungkinkan seorang auditor lain yang
berpengalaman, yang sebelumnya tidak mempunyai hubungan dengan audit tersebut,
memahami pertimbangan profesional yang signifikan yang dibuat dalam menarik kesimpulan
atas hal-hal signifikan yang timbul selama audit. Pertimbangan profesional tidak untuk
digunakan sebagai justifikasi untuk keputusan yang tidak didukung oleh fakta dan kondisi
perikatan atau bukti audit yang tidak cukup dan tidak tepat.

D. Pendekatan Siklus Dalam Pengauditan

Audit atas laporan keuangan biasanya dilakukan dengan cara “memecah” laporan keuangan
menjadi segmen-segmen atau komponen yang lebih kecil. Dengan pemecahan semacam ini
audit menjadi lebih mudah dilaksanakan, dan mempermudah pembagian tugas diantara para
anggota tim audit. Tiap segmen di audit secara terpisah, tetapi bukan berarti masing-masing
segmen berdiri sendiri.Setelah setiap segmen selesai di audit, termasuk audit hubungan antar-
segmen dengan segmen lainnya, maka hasilnya digabungkan.Selanjutnya ditarik kesimpulan
tentang laporan keuangan sebagai keseluruhan.

Terdapat berbagai cara untuk melakukan segmentasi audit. Salah satu cara adalah dengan
memperlakukan setiap akun dalam laporan keuangan sebagai suatu segmen tersendiri.
Segmentasi dengan cara semacam itu sudah dianggap kuno dan dipandang tidak efisien.
Dengan cara ini, akun yang berkaitan sangat erat seperti persediaan dan harga pokok
penjualan akan di audit secara terpisah.

Segmentasi Audit Dengan Pendekatan Siklus

Dewasa ini cara yang lazim untuk memecah suatu audit adalah dengan menempatkan jenis
(atau kelompok) transaksi dan saldo akun yang berkaitan erat dalam segmen yang sama. Cara
semacam ini disebut pendekatan siklus.Sebagai contoh, penjualan, retur penjualan,
penerimaan kas dan penghapusan piutang tak tertagih adalah empat golongan transaksi yang
menyebabkan akun piutang usaha bertambah atau berkurang.Oleh karena itu keempat
transaksi tersebut ditempatkan dalam siklus penjualan dan pendapatan.Demikian pula,
transaksi penggajian dan utang gaji merupakan bagian dari siklus penggajian dan personalia.

Dengan menggunakan pendekatan siklus, proses pengauditan bisa berjalan lebih efisien,
karena pendekatan ini mengikuti aliran pencatatan dalam jurnal dan peringkasannya di buku
besar serta laporan keuangan. Gambar 4-2 berikut ini menggambarkan aliran tersebut.

Sepanjang dimungkinkan, pendekatan siklus menggabungkan transaksi-transaksi yang dicatat


dalam jurnal yang berbeda-beda dengan saldo akun buku besar yang dihasilkan dari
transaksi-transaksi tersebut.Auditor bisa memecah aktivitas entitas yang diauditnya menjadi
siklus-siklus. Salah satu contoh siklus yang ditetapkan auditor dalam pengauditan laporan
keuangan adalah :

 Siklus penjualan dan pengumpulan piutang


 Siklus pembelian dan pembayaran
 Siklus penggajian dan personalia
 Siklus persediaan dan penggudangan
 Siklus perolehan modal dan pengembaliannya

Gambar 4-2 Aliran Transaksi dari Jurnal ke Laporan Keuangan


Gambar 4-3 Neraca Saldo Setelah Disesuaikan PT ABC
Gambar 4-3 melukiskan penerapan siklus-siklus atas audit dengan menggunakan neraca saldo
PT ABC tanggal 31 Desember 2013. Neraca saldo digunakan untuk mempersiapkan
pembuatan laporan keuangan dan digunakan pula sebagai fokus utama pada setiap
audit.Saldo tahun yang lalu biasanya dimasukkan pula untuk tujuan perbandingan, tetapi
dalam Gambar 4-3 sengaja dihilangkan agar kita fokus pada siklus-siklus transaksi. Kode
singkatan yang menunjukkan suatu siklus dicantumkan untuk setiap akun pada kolom paling
kiri di samping nama akun. Cobalah perhatikan bahwa setiap akun paling sedikit
berhubungan dengan satu siklus, kecuali kas dan persediaan yang berkaitan dengan lebih dari
satu siklus.

Tabel 4-1 Siklus-siklus yang Digunakan oleh PT ABC


Akun-akun yang terdapat dalam buku besar PT ABC diringkas dalam Tabel 4-1 menurut
siklusnya, beserta jurnal yang bersangkutan, dan dicantumkan dalam laporan keuangan mana
akun tersebut dilaporkan.

 Semua akun besar dan jurnal yang digunakan oleh PT ABC tercakup paling tidak oleh
satu siklus. Pada perusahaan yang lain, jumlah dan judul jurnal dan buku besar
mungkin berbeda tetapi semuanya akan tercakup.
 Beberapa jurnal dan akun buku besar tercakup dalam lebih dari satu siklus. Apabila
terjadi demikian, hal itu berarti bahwa jurnal tersebut digunakan untuk mencatat
transaksi yang berasal lebih dari satu siklus, dan menunjukkan keterkaitan antar
siklus. Akun buku besar paling penting yang tercakup dan mempengaruhi berbagai
akun siklus adalah kas (kas di bank). Kas menghubungkan berbagai siklus.
 Siklus penjualan dan penerimaan piutang adalah siklus pertama yang tercantum dalam
tabel dan dalam kebanyakan audit merupakan siklus yang utama. Penerimaan kas dari
piutang dalam jurnal penerimaan kas merupakan aliran kas masuk yang utama dari
operasi ke akun kas di bank.
 Siklus permodalan dan pengembaliannya berhubungan erat dengan siklus pembelian
dan pembayaran. Transaksi-transaksi dalam siklus pembelian dan pembayaran
meliputi pembelian persediaan, supplies, serta barang dan jasa lain untuk keperluan
operasi. Transaksi-transaksi dalam siklus permodalan dan pengembaliannya berkaitan
dengan pendanaan perusahaan, seperti misalnya penerbitan saham atau penarikan
utang, pembayaran dividen, pengembalian (pembayaran kembali) utang.
 Meskipun jurnal yang sama bisa digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi dalam
siklus pembelian dan pembayaran dan permodalan dan pengembaliannya, namun akan
lebih baik apabila digunakan siklus transaksi yang terpisah. Alasannya, pertama
karena permodalan dan pengembaliannya berkaitan dengan pendanaan perusahaan,
bukan untuk operasi. Kedua, kebanyakan akun-akun dalam siklus permodalan dan
pengembaliannya hanya digunakan mencatat transaksi yang tidak begitu banyak,
tetapi masing-masing menyangkut jumlah yang sangat material dan oleh karenanya
harus diaudit dengan ekstensif. Dengan kedua alasan tersebut, maka akan lebih baik
apabila transaksi-transaksi tersebut dipisahkan menjadi dua siklus yang terpisah,
 Siklus persediaan dan penggudangan berkaitan erat dengan semua siklus lainnya,
terutama dalam perusahaan manufaktur. Harga pokok persediaan meliputi bahan baku
(siklus pembelian dan pembayaran), biaya tenaga kerja langsung (siklus penggajian
dan personalia). Penjualan barang jadi meliputi siklus penjualan dan penerimaan
piutang. Karena persediaan biasanya material pada sebagian besar perusahaan
manufaktur, maka lazim meminjam uang dengan menggunakan persediaan sebagai
sekuritas. Dalam situasi demikian, siklus permodalan dan pengembaliannya juga
berkaitan dengan persediaan dan penggudangan. Persediaan dijadikan satu siklus
tersendiri karena bersangkutan dengan siklus-siklus lainnya dan karena kebanyakan
persediaan pada perusahaan manufaktur dan perusahaan pengecer biasanya sangat
material, serta ada sistem dan pengendalian yang unik untuk persediaan, dan audit
atas persediaan sering kali sangat kompleks.
Hubungan Antar Siklus Transaksi

Gambar 4-4 dibawah ini melukiskan hubungan antara kelima siklus di atas dalam
menghasilkan kas.Perhatikan bahwa siklus-siklus tidak memiliki awal dan akhir, kecuali pada
saat awal perusahaan didirikan dan ketika perusahaan dibubarkan.Perusahaan mulai
aktivitasnya dengan mencari modal, biasanya dalam bentuk kas. Dalam perusahaan
manufaktur, kas digunakan untuk membeli bahan baku, aset tetap (misalnya, tanah, gedung,
mesin-mesin, peralatan, dan sebagainya), dan barang serta jasa lainnya untuk menghasilkan
barang (siklus pembelian dan pembayaran). Kas juga digunakan untuk mendapatkan tenaga
kerja dengan tujuan yang sama (siklus penggajian dan personalia). Pembelian dan
pengeluaran kas dan penggajian dan personalia mempunyai kesamaan, tetapi fungsinya
cukup berbeda, sehingga penggajian dan personalia beralasan untuk dijadikan siklus
tersendiri.Hasil penggabungan kedua siklus ini adalah persediaan (siklus persediaan dan
penggudangan).Tahap selanjutnya adalah penjualan persediaan yang menimbulkan tagihan
serta penerimaan kas (siklus penjualan dan pengumpulan piutang).Kas yang dihasilkan
selanjutnya digunakan untuk membayar dividen dan bunga, atau ekspansi modal, dan untuk
memulai kembali siklus. Dalam perusahaan jasa, siklus-siklus juga berhubungan satu sama
lain seperti halnya dalam perusahaan manufaktur, walaupun tidak memiliki siklus persediaan.

Siklus transaksi merupakan hal yang sangat penting dalam mengorganisasi suatu audit.Dalam
banyak hal, auditor memperlakukan setiap siklus terpisah selama audit berlangsung.
Meskipun auditor harus memperhatikan hubungan antar-siklus, namun biasanya auditor
memperlakukan setiap siklus secara independen sejauh dimungkinkan agar audit berjalan
efektif.
Gambar 4-4 Hubungan Antar Siklus Transaksi

E. Penetapan Tujuan Audit

Dalam pengauditan laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan siklus, auditor


melakukan hal-hal berikut :

1. Pengujian atas transaksi-transaksi yang membentuk saldo-salso akhir akun.


2. Pengujian audit atas saldo akhir akun
3. Pengujian atas pengungkapan saldo akhir dalam laporan keuangan
Gambar 4-5 di bawah ini melukiskan konsep di atas, dengan menunjukan 4 golongan
transaksi yang membentuk saldo akhir akun piutang usaha pada PT Nusantara dengan saldo
awal sebesar Rp. 17.521.000,00 telah diaudit pada tahun yang lalu, dan dengan demikian
saldo awal dianggap sudah ditetapkan secara wajar. Apabila kemudian auditor mendapat
keyakinan bahwa keempat siklus yang mempengaruhi akun piutang usaha ditetapkan secara
benar, maka auditor menjadi yakin pula bahwa saldo akhir akun ini sebesar Rp 20.197.000,00
ditetapkan dengan benar. Namun demikian, dalam praktik auditor jarang mendapat keyakinan
penuh tentang kebenaran setiap golongan transaksi, sehingga akibatnya auditor tidak
mendapat keyakinan penuh pula rasa saldo akhir yang ditimbulkan oleh golongan-golongan
transaksi tersebut.

Pada hampir semua audit, keyakinan dapat ditingkatkan dengan juga mengaudit saldo akun
piutang usaha (tidak hanya mengaudit golongan-golongan transaksi yang membentuk saldo
akhir piutang usaha). Auditor berkesimpulan bahwa cara paling efisien dan efektif untuk
melaksanakan audit adalah dengan memadukan keyakinan untuk setiap golongan transaksi
dengan keyakinan untuk saldo akhir akun yang bersangkutan.

Gambar 4-5 saldo awal dan transaksi-transaksi yang mempengaruhi saldo akhir

(Piutang Usaha)

Saldo awal Rp 17.521.000


Penerimaan kas
Rp 144.328.000 Rp 137.087.000
penjualan
Retur penjualan
Rp 1.242.000

Penghapusan piutang
Rp 3.323.000

Saldo akhir Rp 20.197.000

Untuk setiap golongan transaksi tertentu, perlu dipenuhi sejumlah tujuan audit sebelum
auditor dapat menarik kesimpulan bahwa transaksi tealah dicatat dengan tepat. Hal tersebut
dinamakan tujuan spesifik audit untuk golongan transaksi. Sebagai contoh, ada sejumlah
tujuan spesifik audit untuk transaksi penjualan, dan ada sejumlah tujuan spesifik audit untuk
transaksi retur penjualan.
Demikian pula, sejumlah tujuan audit tertentuperlu dipenuhi untuk setiap saldo akun. Hal
tersebut dinamakan tujuan spesifik audit untuk saldo. Sebagai contoh, ada sejumlah tujuan
spesifik untuk audit saldo utang usaha.

Tujuan audit kategori ketiga berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan informasi dalam
laporan keuangan. Hal ini disebut tujuan spesifik audit penyajian dan pengungkapan.
Sebagai contoh, ada tujuan spesifik audit untuk penyajian dan pengungkapan piutang usaha,
dan ada tujuan spesifik audit untuk penyajian dan persediaan.

F. Asersi-Asersi Manajemen

SA 315 (para.25) menyatakan sbb : Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko
kesalahan penyajian, material pada :

a. Tingkat laporan keuangan


b. Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan pengungkapan, untuk
menyediakan suatu basis bagi perancangan, dan pelaksanaan prosedur audit
lanjutan.

Asersi manajemen adalah pernyatan yang tersirat atau tertulis oleh manajemen mengenai
kelompok-kelompok transaksi dan akun-akun terkait serta pengungkapan dalam laporan
keuangan.Asersi manajemen secara langsung terkait dengan standar akuntansi (PABU),
karena asersi ini merupakan bagian dari kriteria bahwa manajemen telah mencatat dan
mengungkapkan informasi akuntansi dalam laporan keuangan.

SA 315 (para. A111) mengelompokkan asersi-asersi menjadi tiga kategori :

1. Asersi-asersi tentang golongan transaksi dan kejadian umtuk periode yang diaudi.
2. Asersi-asersi tentang saldo akun pada akhir periode
3. Asersi-asersi tentang penyajian dan pengungkapan
Tabel Asersi-Asersi Manajemen Untuk Setiap Kategori Asersi

ASERSI KELOMPOK
ASERSI SALDO ASERSI PENYAJIAN DAN
TRANSAKSI DAN
AKUN PENGUNGKAPAN
KEJADIAN
Keterjadian Transaksi & kejadian yang Aset, liabilitas dan Transaksi & kejadian yang
dicatat benar terjadi dan ekuitas benar-benar dicatat benar terjadi dan
terkait dengan entitas baru ada terkait dengan entitas baru
Kelengkapan Seluruh pengungkapan
Semua Aset,
Semua transaksi dan yang seharusnya
liabilitas dan ekuitas
kejadian yang harusnya di dimasukkan dalam lap
yang harusnya di
catat telah di catat keuangan telah di
catat telah di catat
masukkan
Akurasi Aset, liabilitas dan
Informasi keuangan dan
Jumlah dan data lain terkait ekuitas telah
lainnya telah di ungkapkan
dengan transaksi telah dimasukkan dalam
dengan tepat dan jumlah
dicatat dengan tepat lap keuangan dengan
yang tepat
jumlah yg teat
Klasifikasi Informasi keuangan dan
Transaksi telah di catat di lainnya telah disajikan
akun yang tepat dengan tepat dan dijelaskan
dengan tepat dan jelas
Pisah Batas Transaksi telah di catat di
periode pembukuan yang
benar
Hak & Kewajiban Entitas memiliki
atau mengendalikan
hak atas aset, dan
memiliki kewajiban
atas lialibilitas

ASERSI-ASERSI TENTANG GOLONGAN TRANSAKSI DAN KEJADIAN


Manajemen membuat berbagai asersi tentang transaksi. Asersi-asersi tersebut juga diterapkan
pada kejadian lain yang tercermin dalam catatan akuntansi, seperti misalnya pencatatan
depresiasi atau pengakuan kewajiban pensiun.

 Keterjadian (occurence). 

Asersi atas keterjadian menekankan apakah transaksi yang telah tercatat dan telah dilaporkan
dalam laporan keuangan benar-benar telah terjadi selama periode pembukuan.

 Kelengkapan (completeness).

Asersi ini menekankan apakah semua transaksi yang seharusnya dimasukkan dalam laporan
keuangan sudah dicatat dengan lengkap.Asersi kelengkapan menekankan pada kemungkinan
hilangnya transaksi-transaksi yang seharusnya dicatat dalam laporan keuangan.Pelanggaran
terhadap asersi kelengkapan terkait dengan kurang saji akun.

 Akurasi (accuracy). 

Asersi akurasi membahas apakah transaksi telah dicatat dengan jumlah yang
benar.Menggunakan harga yang salah untuk mencatat transaksi pembelian dan kesalahan
dalam perhitungan harga dikalikan dengan kuantitas merupakan contoh pelanggara akurasi.

 Klasifikasi (classification) 

Asersi klasifikasi menekankan apakah transaksi telah dicatat dengan nama akun yang tepat.

 Pisah Batas (cut off).

 Asersi pisah batas membahas apakah transaksi telah dicatat pada periode pembukuan yang
tepat.

ASERSI-ASERSI TENTANG SALDO AKHIR AKUN

Asersi-asersi tentang saldo akun akhir tahun berhubungan dengan keberadaan, ketangkapan,
penilaian dan pengalokasian, hak dan kewajiban.

 Keberadaan (existence).
Asersi keberadaan terkait dengan apakah aset,liabilitas dan ekuitas yang dimasukkan dalam
neraca memang benar-benar ada di tanggal neraca tersebut.

 Kelengkapan (completeness)

Asersi kelengkapan terkait dengan apakah semua akun yang seharusnya disajikan dalam
laporan keuangan benar-benar telah dimasukkan dalam laporan keuangan.Tidak mencatat
piutang dari pelanggan merupakan pelanggaran asersi kelengkapan.

 Penilaian dan Alokasi ( valuation and allocation).

Asersi penilaian dan alokasi terkait dengan apakah aset, liabilita, dan ekuitas telah
dimasukkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang tepat, termasuk setiap penyesuaian
yang menggambarkan nilai aset pada nilai realisasi bersihnya.

 Hak dan Kewajiban (Rights and obligations).

Asersi ini menekankan pada apakah aset merupakan hak entitas tersebut dan apakah liabilitas
merupakan kewajiban dari entitas tersebut pada suatu tanggal tertentu.

ASERSI-ASERSI TENTANG PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN

Dengan semakin meningkatnya kompleksitas transaksi dan semakin bertambahnya kebutuhan


akan pengungkapan atas transaksi-transaksi tersebut, maka asersi penyajian dan
pengungkapan menjadi bertambah penting. Asersi-asersi tersebut meliputi keterjadian, hak
dan kewajiban, kelengkapan, keakurasian dan penilaian, damn klasifikasi dan keterpahaman.

 Keterjadian dan Hak dan Kewajiban (occurence and Rights and obligation).

Asersi ini membahas apakah kejadian-kejadian yang diungkapkan telah benar-benar terjadi
dan merupakan hak dan kewajiban dari entitas tersebut.

 Kelengkapan (completeness).

Asersi ini terkait dengan apakah semua pengungkapan yang diharuskan telah dimasukkan
dalam laporan keuangan.

 Akurasi dan Penilaian (Accuracy and Valuation).


Asersi akurasi dan penilaian dan alokasi terkait dengan apakah informasi keuangan telah
diungkapkan dengan wajar dan dengan jumlah yang tepat.

 Klasifikasi dan Pemahaman (Classification and Understandability).

Asersi ini terkait dengan apakah jumlah-jumlah telah diklasifikasikan dengan tepat dalam
laporan keuangan dan catatan-catatan kaki, dan apakah penjelasan saldo dan pengungkapan
terkait dapat dipahami.Setiap kelompok transaksi, saldo akun, dan penyajian dan
pengungkapan yang penting.Asersi yang relevan memiliki pengaruh yang berarti terhadap
apakah akun-akun telah disajikan secara wajar dan digunakan untuk menilai resiko salah saji
material serta didesain dan kinerja prosedur audit.

Auditor bisa menggunakan istilah yang berbeda untuk menyatakan asersi-asersi manajemen
asalkan mencakup semua aspek yang tercantum dalam Tabel asersi manajemen untuk
setiap kategori asersi. Auditor harus mempertimbangkan relevansi setiap asersi untuk setiap
golongan transaksi, saldo akun, dan penyajian dan pengungkapan yang signifikan. Asersi
relevan memiliki makna karena berpengaruh pada apakah suatu akan ditetapkan sacara wajar
dan digunakan dalam menetapkan risiko salahsaji material dan dalam merancang serta
melaksanakan prosedur audit. Sebagai contoh, asersi penilaian besar kemungkinan
merupakan asersi relevan untuk akun piutang usaha, tetapi tidak untuk kas.

Setelah asersi-asersi relevan ditetapkan, selanjutnya auditor dapat merumuskan tujuan audit
untuk setiap kategori asersi. Tujuan audit yang ditetapkan auditor mengikuti dan berkaitan
dengan asersi-asersi manajemen. Hal ini tidak mengherankan karena tanggung jawab utama
auditor adalah menentukan apakah asersi-asersi manajemen tentang laporan keuangan dapat
diterima. Alasan menggunakan tujuan audit, dan bukannya menggunakan asersi adalah untuk
memberikan kerangka kerja bagi auditor dalam mengumpulkan bukti kompeten yang cukup
dan menetapkan bukti yang tepat yang harus dikumpulkan sesuai dengan keadaan penugasan
yang dihadapi. Tujuan audit tidak berbeda antara audiit yang satu dengan audit yang lainnya,
tetapi bukti yang harus dikumpulkan bisa berbeda-beda tergantung keadaan yang dihadapi.

G. Tujuan Audit atas Golongan Transaksi


Ada perbedaan antara tujuan umum audit golongan transaksi dan tujuan spesifik audit
transaksi untuk tiap-tiap golongan transaksi. 6 tujuan umum audit yang akan dibahas dibawah
ini berlaku untk semua golongan transaksi dan dirumuskan secara umum. Tujuan spesifik
audit transaksi juga diterapkan untuk setiap golongan transaksi, tetapi dirumuskan secara
lebih khusus sesuai transaksi yang diaudit. Apabila auditor telah merumuskan tujuan umum
audit transaksi, maka auditor dapat mengembangkannya untuk merumuskan tujuan spesifik
audit transaksi untuk setiap golongan transaksi yang akan diaudit.

TUJUAN UMUM AUDIT TRANSAKSI

 Keberadaan-Jumlah yang Dicatat Memang Benar-Benar Ada.

Tujuan ini terkait dengan apakah jumlah yang dimasukkan dalam laporan keuangan memang
semestinya dimasukkan ke dalam laporan keuangan tersebut.Tujuan ini merupakan pelengkap
dari asersi manajemen terhadap keberadaan untuk saldo akun.

 Kelengkapan-Jumlah yang Ada Telah Dicatat.

Tujuan ini terkait dengan apakah semua jumlah yang semestinya dimasukkan, sudah benar-
benar dimasukkan.Tujuan ini merupakan pelengkap dari asersi manajemen terhadap
kelengkapan untuk saldo akun.

 Posting dan pengikhtisaran – Transaksi yang dicatat telah dimasukkan dengan


benar ke dalam master file dan dibuat ikhtisarnya dengan benar

Tujuan ini berhubungan dengan keakurasian transfer informasi dari catatan transaksi dalam
jurnal ke buku besar dan buku pembantu. Tujuan ini juga merupakan bagian dari asersi
keakurasian untuk golongan transaksi.

 Akurasi-Jumlah yang Dimasukkan Dinyatakan dalam Jumlah yang Benar.

Tujuan akurasi mengacu pada jumlah yang dimasukkan pada perhitungan matematis yang
benar.Akurasi adalah salah satu bagian dari asersi penilaian dan alokasi untuk saldo akun.

 Klasifikasi-Jumlah yang Dimasukkan pada Daftar Milik Klien Telah


Diklasifikasikan dengan Benar.
Klasifikasi melibatkan penentuan apakah yang dimasukkan pada daftar milik klien
dimasukkan dengan benar ke dalam akun buku besar. Klasifikasi juga bagian dari asersi
penilaian dan alokasi klasifikasi tujuan audit terkait saldo terkait era dengan tujuan audit
terkait penyajian dan pengungkapan, tapi berhubungan dengan bagaimana saldo-saldo
diklasifikasikan di dalam buku besar sehingga mereka bisa disajikan dan diungkapkan
dengan benar dalam laporan keuangan.

 Pisah Batas-Transaksi Mendekati Tanggal Neraca Dicatat dalam Periode yang


Benar.

Untuk menguji pisah batas saldo akun, tujuan auditor adalah menentukan apakah transaksi
dicatat dan dimasukkan ke dalam saldo akun pada periode yang benar.Uji pisah batas dapat
dianggap sebagai bagian dari pengujian akun-akun neraca atau transaksi terkait lainnya,
namun untuk tujuan kemudahan, auditor biasanya melakukan hal itu sebagai bagian dari
pengauditan atas akun-akun neraca.Tujuan penetapan waktu untuk transaksi terkait dengan
waktu yang tepat dalam pencatatan transaksi di sepanjang tahun, sedangkan tujuan pisah
batas untuk tujuan audit terkait saldo hanya berhubungan dengan transaksi-transaksi yang
mendekati akhir tahun.

TUJUAN SPESIFIK AUDIT TRANSAKSI

Sekurangnya satu tujuan khusus audit terkait saldo dimasukkan ke dalam setiap tujuan umum
audit terkait saldo, kecuali jika auditor yakin bahwa tujuan umum audit terkait saldo tidak
relevan atau tidak penting untuk saldo akun yang sedang dinilai. Ada lebih dari satu tujuan
khusus terkait saldo untuk sebuah tujuan umum audit terkait saldo.

HUBUNGAN ANTARA ASERSI MANAJEMEN DENGAN TUJUAN AUDIT


TRANSAKSI
Arsesi Management Tujuan Umum Audit
Keberadaan atau keterjadian Aktiva dan kewajiban entitas ada pada
tanggal tertentu, dan transaksi pendapatan
dan biaya terjadi dalam periode tertentu
Kelengkapan Semua transaksi dan semua rekening yang
seharusnya telah disajikan dalam laporan
keuangan
Hak dan kewajiban Aktiva adalah hak entitas dan hutang
adalah kewajiban entitas pada tanggal
tertentu
Penilaian atau alokasi Komponen aktiva, hutang, pendapatan dan
biaya telah disajikan dalam laporan
keuangan pada jumlah yang semestinya
Penyajian dan pengungkapan Komponen tertentu dalam laporan
keuangan telah digolongkan, digambarkan,
dan diungkapkan secara semestinya

H. Tujuan Audit Saldo Akun

Tujuan audit berkaitan dengan saldo serupa dengan tujuan audit yang berkaitan dengan
transaksi yang baru saja dibahas, tujuan tersebut mengikuti asersi manajemen dan
memberikan kerangka kerja guna membantu auditor mengumpulkan bukti kompenten yang
cukup untuk saldo-saldo akun yang bersangkutan. Tujuan audit saldo akun juga terbagi atas
tujuan umum audit saldo akun dan tujuan spesifik audit saldo akun. Ada dua perbedaan
antara tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dengan tujuan audit yang berkaitan dengan
transaksi:

Pertama, seperti tercermin dari namanya, tujuan audit untuk saldo akun diterapkan untuk
saldo-saldo akun tertentu. Seperti misalnya, saldo akun piutang usaha, akun persediaan
barang, bukan pada golongan transaksi, seperti misalnya golongan transaksi penjualan atau
golongan transaksi pembelian barang.

Kedua, tujuan audit untuk saldo akun terdiri dari delapan tujuan, sedangkan tujuan audit
golongan transaksi hanya enam tujuan.
Tujuan audit saldo akun hampir selalu diterapkan pada saldo akhir akun-akun yang tercanum
di neraca, seperti misalnya piutang usaha, persediaan atau utang wesel. Namun demikian,
beberapa tujuan audit saldo akun juga diterapkan pada akun-akun tertentu yang tercantum
dalam laporan laba rugi. Hal ini biasanya bersangkutan dengan akun-akun yang timbul dari
transaksi tidak rutin dan beban tak terduga, seperti misalnya beban penasehat hukum atau
beban reparasi & beban pemeliharaan. Akun-akun rugi laba lainnya berkaitan erat dengan
akun neraca tertentu dan biasanya diperiksa secara serentak, seperti misalnya beban
depresiasi bersamaan dengan akumulasi depresiasi dan beban bunga wesel bersamaan dengan
utang wesel.

Tujuan Umum Audit Saldo Akun

1. Keberadaan
Tujuan ini berhubungan dengan apakah jumlah yang dicantumkan dalam laporan
keuangan memang seharusnya dimasukkan. Sebagai contoh, dimasukkannya suatu
piutang kepada pelanggan dalam daftar piutang usaha, padahal tidak ada piutang
kepada pelanggan tersebut merupakan pelanggaran terhadap tujuan keberadaan.
Tujuan audit ini sejalan dengan asersi manajemen tentang keberadaan untuk saldo
akun.
2. Kelengkapan
Tujuan ini berhubungan dengan apakah semua jurnal yang seharusnya dimasukkan
telah diikutsertakan dengan jumlah yang benar. Tidak memasukkan suatu piutang
usaha kepada seorang pelanggan dalam daftar piutang ushaa, padahal piutang kepada
pelanggan tersebut sungguh-sungguh ada, merupakan pelanggaran atas tujuan
kelengkapan. Tujuan audit ini sejalan dengan asersi manajemen tentang kelengkapan
saldo akun.
Tujuan keberadaan dan kelengkapan masing-masing menekankan pada hal yang
berkebalikan. Keberadaan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya lebih saji,
sedangkan kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan kurang saji.

3. Keakurasian
Tujuan ini berkaitang dengan jumlah yang dicantumkan telah dinyatakan dalam
jumlah yang benar. Sejenis barang dalam daftar persediaan klien bisa salah karena
jumlah unit barang yang ada dalam persediaan telah salah hitung, atau harga per
unitnya salah, atau penjumlahannya keliru. Semua kesalahan tersebut bisa menjadi
pelanggaran atas tujuan kerakurasian. Keakurasian merupakan satu bagian dari asersi
penilaian dan pengalokasian untuk saldo akun.
4. Penggolongan
Tujuan ini menyangkut penentuan apakah hal-hal yang dimasukkan dalam daftar oleh
klien telah dimasukkan dalam akun yang benar di buku besar. Sebagai contoh, dalam
daftar piutang usaha, piutang harus dipisahkan menjadi piutang jangka pendek dan
piutang jangka panjang. Penggolongan juga merupakan bagian dari asersi penilaian
dan pengalokasian. Tujuan audit penggolongan saldo akun berkaitan erat dengan
tujuan audit penyajian dan pengungkapan, tetapi menyangkut tentang bagaimana
saldo-saldo digolongkan di buku besar sehingga saldo-saldo tersebut disajikan dan
diungkapkan dengan tepat dalam laporan keuangan.
5. Pisah Batas
Dalam melakukan pengujian tentang pisah batas saldo-saldo akun, tujuan auditor
adalah menentukan apakah transaksi telah dibukukan dan dimasukkan ke dalam saldo
akun dalam periode yang tepat. Saldo salah akun sering menjadi salah saji disebabkan
oleh transaksi-transaksi yang terjadi menjelang akhir periode akuntansi. Pengujian
pisah batas dapat dipandang sebagai bagian dari pemeriksaan atas saldo akun-akun di
neraca atau transaksi-transaksi yang berkaitan, tetapi auditor biasanya melakukan
pengujian tersebut sebagai bagian dari pengauditan atas saldo akun. Dengan alasan
tersebut, pisah batas dimasukkan sebagai tujuan audit saldo akun berkaitan dengan
asersi penilaian dan pengalokasian. Tujuan ketepatan waktu dalam audit atas transaksi
bersangkutan dengan ketepatan waktu pembukuan transaksi sepanjang tahun,
sedangkan tujuan pisah batas untuk tujuan audit saldo akun hanya untuk transaksi yag
terjadi mendekati akhir periode.
Sebagai contoh, dalam suatu audit untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember,
sebuah transaksi penjualan yang pengirimannya dilakukan pada bulan Februari tetapi
baru dicatat pada bulan Maret, merupakan suatu kesalahan ditinjau dari tujuan audit
transaksi, tetapi tidak demikian ditinjau dari sudut tujuan audit saldo akun.

6. Kecocokan
Saldo-saldo akun yang tercantum dalam laporan keuangan didukung oleh catatan rinci
didalam master filedan daftar yang dibuat klien. Tujuan kecocokan berkaitan dengan
apakah daftar saldo yang rinci telah dibuat dengan tepat dan teliti, dijumlah dengan
benar serta cocok dengan saldo dibuku besar.
Sebagai contoh, akun piutang individual dalam daftar piutang harus sama dengan
akun-akun piutang usaha dalam master file, dan totalnya harus sama dengan saldo
akun kontrol piutang usaha di buku besar. Kecocokan juga merupakan bagian dari
penilaian dan pengalokasian untuk saldo akun.
7. Nilai Bersih Bisa Direalisasi
Tujuan ini berkaitan dengan apakah suatu saldo akun telah diturunkan dari biaya
perolehan historis (cost) menjadi nilai bersih bisa direalisasi atau bila standar
akuntansi mengharuskan menjadi nilai pasar. Contoh penerapan tujuan ini adalah
pada waktu auditor memeriksa kecukupan cadangan kerugian piutang atau
menurunkan nilai persediaan untuk persediaan yang sudah kuno. Tujuan ini hanya
diterapkan pada akun aset dan juga merupakan suatu bagian dari asersi penilaian dan
pengalokasian untuk saldo akun.
8. Hak dan Kewajiban
Selain harus ada sebagian besar aset harus dimiliki sebelum bisa dimasukkan ke
dalam laporan keuangan. Demikian pula, kewajiban harus benar-benar merupakan
utang perusahaan. Hak milik selalu dikaitkan dengan aset, sedangkan kewajiban
selalu berkaitan dengan utang. Tujuan ini sejalan dengan asersi manajemen tentang
hak dan kewajiban untuk saldo akun.

Tujuan Spesifik Audit Saldo Akun

Setelah ditentukan tujuan umum audit saldo akun, dapatlah dikembangkan tujuan spesifik
audit saldo untuk setiap akun yang tercantum dalam laporan keuangan. Paling sedikit satu
tujuan spesifik audit saldo akun harus dimasukkan untuk setiap tujuan umum audit saldo
akun, kecuali bila auditor berkeyakinan bahwa tujuan umum audit saldo akun tidak relevan
atau tidak penting untuk saldo akun tertentu. Di lain sisi mungkin terdapat lebih dari satu
tujuan spesifik audit saldo akun untuk tujuan umum audit saldo akun. Sebagai contoh, tujuan
spesifik audit saldo akun untuk hak dan kewajiban atas persediaan sebuah perusahaan
manufaktur bisa meliputi (1) perusahaan harus memiliki hak kepemilikan atas semua barang
yang tercantum dalam daftar persediaan, dan (2) persediaan tidak dijadikan jaminan atas
pinjaman, kecuali diungkapkan dalam laporan.

I. Tujuan Audit atas Penyajian dan Pengungkapan


Tujuan audit atas penyajian dan pengungkapan identik dengan asersi manajemen untuk
penyajian dan pengungkapan seperti yang telah diutarakan diatas. Konsep-konsep yang
diterapkan pada tujuan audit saldo akun diterapkan pula untuk tujuan audit atas penyajian
dan pengungkapan. Tabel berikut ini melukiskan asersi manajemen tentang penyajian dan
pengungkapan, tujuan umum audit untuk penyajian dan pengungkapan, dan tujuan spesifik
audit untuk penyajian dan pengungkapan untuk utang wesel.

Tujuan Audit Khusus yang


Tujuan audit umum yang
Asersi Manajemen Tentang Berkaitan dengan penyajian
berkaitan dengan penyajian
penyajian dan pengungkapan dan pengungkapan yang
dan pengungkapan
diterapkan pada wesel bayar

Wesel bayar sebagaimana


Keterjadian serta hak dan Keterjadian serta hak dan diuraikan dalam catatan kaki
kewajiban. kewajiban. benar-benar ada dan
merupakan kewajiban
perusahaan.

Pengungkapan catatan kaki


Penilaian dan alokasi Penilaian dan alokasi yang berkaitan dengan wesel
bayar sudah akurat.

Klasifikasi dan Klasifikasi dan


dapat dipahami dapat dipahami
Wesel bayar secara tepat
diklasifikasikan sebagai
kewajiban jangka pendek dan
jangka panjangdan
pengungkapan laporan
keuangan yang berkaitan
dapat dipahami.

Semua pengungkapan yang

Kelengkapan Kelengkapan diperlukan yang terkait


dengan wesel bayar telah
dicatat dalam catatan atas
laporan keuangan.

J. Bagaimana Tujuan Audit Terpenuhi

Auditor harus memperoleh bukti audit yang mencakupi guna mendukung semua asersi
manajemen dalam laporan keuangan. Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan bukti untuk
mendukung beberapa kombinasi yang tepat dari tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi
dan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Auditor harus memutuskan tujuan audit yang
tepat dan bukti yang harus dikumpulkan untuk memenuhi tujuan tersebut pada setiap audit.
Dengan cara auditor mengikuti suatu proses audit, yaitu metodologi yang telah didefinisikan
dengan baik untuk untuk menata audit guna memastikan bahwa bukti yang telah diperoleh
sudah mencukupi serta tepat, dan bahwa semua tujuan audit yang disyaratkan sudah
ditetapkan dan dipenuhi.

Ada empat fase audit laporan keuangan :

Fase I – Merencanakan dan merancang pendekatan audit

Ada banyak cara yang dapat ditempuh auditor untuk mengumpulkan bukti auditguna
memenuhi tujuan audit secara keseluruhan agar dapat memberikan pendapat atas laporan
keuangan. Ada dua pertimbangan utama yang mempengaruhi pendekatan yang akan
digunakan auditor :

Bukti audit yang mencukupi harus dikumpulkan agar dapat memenuhi tanggung jawab
professional auditor 

Biaya pengumpulan bukti audit ini harus ditekan serendah mungkin. Perhatian atas
pengumpulan bukti audit yang cukup dan pengendalian biaya audit membutuhkan
perencanaan penugasan. Rencana ini harus menghasilkan pendekatan audit yang efektif
dengan biaya yang masuk akal.

Perencanaan dan perancangan pendekatan audit ini menjadi tiga aspek kunci agar terhindar
dari salah saji yaitu sbb:

Memperoleh pemahaman tentang entitas dan lingkungannya, Auditor harus mempunyai


pemahaman yang menyeluruh atas bisnis klien dan lingkungan yangterkait, meliputi
pengetahuan tentang strategi dan proses. Auditor harus mempelajari model bisnis klien,
melakukan prosedur analitis, dan membuat perbandingan dengan pesaing. Auditor juga harus
memahami setiap persyaratan akuntansi yang unik dari industry klien.

Memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengendalian, Menilai


risiko pengendalian adalah proses dimana auditor mengidentifikasi pengendalian internal dan
mengevaluasi keefektifannya. Jika pengendalian internal dianggap efektif, risiko
pengendalian yang ditetapkan dapat dikurangi dan jumlah bukti audit yang harus
dikumpulkan secara signifikan dapat menjadi lebih sedikit ketimbang pengendalian internal
yang tidak memadai.

Menilai risiko salah saji yang material, Auditor menggunakan pemahamannya atas industry
klien dan strategi bisnisnya, serta keefektifan pengendalian internalnya, untuk menilai risiko
salah saji dalam laporan keuangan. Penilaian ini kemudian akan mempengaruhi rencana dan
sifat audit, penetapan waktu, dan tentang prosedur audit.

Fase II – Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi

Sebelum dapat memutuskan untuk mengurangi penilaiannya atas risiko pengendalian yang


direncanakan apabila pengendalian internal dianggap efektif, yang pertama dilakukan dengan
pengujian pengendalian ( test of control ) dimana auditor harus menguji keefektifan
pengendalian tersebut. Dengan memeriksa sampel salinan faktur penjualan yang telah diparaf
oleh klerk tersebut yang menunjukan bahwa harga jual per unit telah diverifikasi. Selanjutnya
proses pengujian substantif atas transaksi ( Substantive tests of transaction ) yaitu auditor
mengevaluasi pencatatan transaksi oleh klien dengan memverifikasi jumlah moneter transaksi
itu.

Fase III – Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian rincian saldo


Auditor harus mampu melaksanakan prosedur analitis akan pengujian rincian saldo dalam
perusahaan dan sangat mengandalkan pada pada pertimbangan professional auditor.

Fase IV – Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan audit

Auditor harus menggabungkan informasi yang diperoleh guna mencapai kesimpulan


menyeluruh tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Proses subjektif
ini sangat mengandalkan pada pertimbangan professional auditor. Apabila audit telah selesai
dilakukan, akuntan public harus menerbitkan laporan audit untuk melengkapi laporan
keuangan yang dipublikasikan oleh klien.

Anda mungkin juga menyukai