Anda di halaman 1dari 16

ASUPAN MAKANAN DAN KEBUTUHAN ENERGI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah:


ILMU GIZI DAN KESEHATAN
Dosen Pengampu : Sekar Jati Pamungkas, M.Pd

Disusun Oleh :
Ernawati (1810305025)
Ika Febriana Palupi (1810305026)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TIDAR
2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Ilmu Gizi dan
Kesehatan dengan judul “Asupan Makanan dan Kebutuhan Energi” tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dengan didukung bantuan


dari berbagai pihak sehingga penyusunan makalah berjalan dengan lancar. Untuk itu tidak
lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan, gaya bahasa, dan aspek lainnya dalam makalah ini.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para
pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penulis sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Magelang, 15 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. ASUPAN ENERGI : SUMBER MAKANAN...........................................................................5
1. Metode untuk mengukur energi makanan..............................................................................5
2. Energi dari makanan..............................................................................................................5
3. Nilai energy nutrient..............................................................................................................6
4. Kontribusi kelompok-kelompok makanan terhadap asupan energi........................................6
B. ASUPAN MAKANAN : KONTROL........................................................................................6
1. Kontrol Asupan Makanan......................................................................................................6
2. Kontrol fisiologis: mekanisme internal..................................................................................7
3. Pengaruh eksternal.................................................................................................................8
C. KEBUTUHAN ENERGI : PENGUKURAN.............................................................................8
1. Prinsip penggunaan energi.....................................................................................................8
2. Pengukuran pengeluaran energi.............................................................................................9
3. Persamaan untuk laju metabolik..........................................................................................10
D. KEBUTUHAN ENERGI : KOMPONEN................................................................................11
1. Komponen pengeluaran energi............................................................................................11
2. Laju metabolik basal (BMR)................................................................................................11
3. Efek termik makanan (thermic effect of food, TEF).............................................................12
4. Aktivitas fisik......................................................................................................................13
5. Menghitung pengeluaran energi total (total energy expenditure, TEE)................................13
BAB III................................................................................................................................................15
PENUTUP...........................................................................................................................................15
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................15
B. SARAN...................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asupan makanan adalah jumlah makanan tunggal ataupun beragam yang
dimakan seseorang dengan tujuan memenuhi kebutuhan fisiologis, sosiologis dan
psikologis. Pemenuhan Fisiologi berupa pemenuhan rasa lapar atau keinginan makan
makan atau rasa lapar. Pemenuhan sosiologis berupa hubungan manusia dalam
masyarakat maupun keluarga. Pemenuhan psikologi berupa pemenuhan kepuasan
emosional[ CITATION RWU17 \l 1033 ].
Asupan makanan dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan ketersediaan pangan
dalam keluarga. Kebiasaan makan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan apa
yang dipilih, meliputi hal-hal bagaimana pangan diperoleh,makanan menurut tradisi
setempat, bagaimana menyiapkan, siapa yang memakan dan berapa banyak yang
dimakan.
Asupan makanan merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan gizi
dan menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, serta
memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan. Kebutuhan energi merupakan
konsumsi energi dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi
seseorang berdasarkan komposisi dan ukuran tubuh dan aktivitas seseorang [ CITATION
Alm01 \l 1033 ].

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses kontrol asupan makanan secara mekanisme internal dan
pengaruh eksternal?
2. Bagaimana cara mengukur pengeluaran energi dan metode apa yang digunakan?
3. Apa saja komponen yang ada pada pengeluaran energi?
C. Tujuan
1. Mengetahui proses kontrol asupan makanan secara mekanisme internal dan
pengaruh eksternal.
2. Mengetahui cara mengukur pengeluaran energi dan metode yang digunakan.
3. Mengetahui komponen yang ada pada pengeluaran energi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. ASUPAN ENERGI : SUMBER MAKANAN

Energi dibutuhkan untuk semua fungsi yang dijalankan oleh tubuh, yang meliputi:
 Aktivitas metabolic pada tingkat seluler, jaringan, dan organ, yang sebagian besar
berlangsung di luar keadaran kita dan terus berlangsung sepanjang hidup;
 Aktivitas sadar yang dilakukan sebagai bagian dari aktivitas fisik dan
memerlukan energy dalam jumlah yang berbeda-beda, tergantung dari usaha yang
diperlukan;
 Pertumbuhan, dalam tahun-tahun awal kehidupan, pada masa remaja, dan selama
kehamilan.
Satuan yang digunakan untuk mengukur energy dalam nutrisi
Secara tradisional satuan pengukuran energy dalam nutrisi dinyatakan dalam kilokalori
(kkal atau kalori), yang mencerminkan hasil pembentukan panas yang teramati dalam
reaksi metabolik.
Belakangan, kilojoule (kJ), satuan pengukuran energy, lebih dipilih oleh ahli nutrisi.
Kedua satuan ini sama-sama digunakan, dan umumnya masyarakat lebih mengenal
kilokalori daripada kilojoule.
Oleh karena itu, faktor konversi, antar kedua satuan tersebut penting untuk diketahui:
1 kilokalori = 4,18 kilojoule.
Jumlah energy yang lebih besar dapat dinyatakan dalam megajoule (MJ); adapun 1 MJ =
1000 kJ.
1. Metode untuk mengukur energi makanan
Energy potensial yang terkandung dalam makanan dapat diukur menggunakan
calorimeter bom, yang membakar makanan dengan bantuan oksigen untuk
menghasilkan energy. Nilai yang diperoleh adalah energy kotor. Akan tetapi,
pemecahan makanan di dalam tubuh, selama proses pencernaan, absorpsi, dan
metabolism, tidak begitu efisien, sehingga jumlah energy yang tersedia pada tingkat
biokimiawi kurang dari jumlah yang didapat melalui pembakaran. Energy biokimiawi
disebut energy yang dapat dimetabolisme, yang menyatakan jumlah energy dalam
setiap makanan yang benar-benar tersedia bagi jaringan.
Jumlah energy yang dapat dimetabolisme dari setiap makronutrien diketahui dari
penelitian secara cermat, dan nilai yang didapat (dikenal sebagai prinsip proksimat
atau faktor konversi energi) digunakan dalam perhitungan kandungan energy dalam
makanan, seperti yang dijumpi dalam daftar komposisi bahan makanan.
2. Energi dari makanan
Semua energy yang diperlukan tubuh harus disuplai melalui asupan makanan.
Makronutrien dalam makanan dan minuman (karbohidrat, lemak, dan protein),
bersama alkohol, menghasilkan energy ketika dipecah. Mineral dan vitamin dalam
makanan tidak menghasilkan energy meskipun beberapa diantaranya bersifat esensial
dalam proses biokimiawi yang menghasilkan energy.

5
Dalam perhitungan nilai energy, dibuat berbagai asumsi tentang efisiensi
pencernaan dan absorpsi, yang mungkin tidak berlaku untuk penyakit yang meliputi
diare atau sindrom malabsorpsi, atau jika diet mengandung banyak bahan yang tidak
terabsorpsi, seperti polisakarida non pati, atau jika laksatif digunakan.
3. Nilai energy nutrient
Nilai energi yang digunakan di Inggris ialah:
Karbohidrat(sebagai monosakarida): 3,75kkal/g (=16kJ/g)
Lemak : 9 kkal/g (=37 kJ/g)
Protein: 4 kkal/g (=17 kJ/g)
Alkohol : 7 kkal/g (=29 kJ/g)

Perhitungan kontribusi berbagai makronutrien terhadap asupan energy total


Berdasarkan perhitungan yang diilustrasikan dalam table 20.1

Persentase energy yang terkandung dalam makanan yang disuplai oleh suatu
makronutrien juga dapat dihitung. Jadi, dengan mengambil roti putih sebagai contoh :
172,9
× 100 = 79% energy berasal dari CHO
219
31,6
× 100 = 14,4% energy berasal dari protein, dan
219
14,4
× 100 = 6,6% energy berasal dari lemak.
219
Perhitungan serupa dapat dilakukan untuk makanan lain yang tercantum dalam table
20.1; cara ini juga dapat diterapkan untuk satu hidangan makanan lengkap, atau asupan
makanan selama sehari.
4. Kontribusi kelompok-kelompok makanan terhadap asupan energi
Informasi yang diperoleh dari survei pangan rumah tangga di Inggris memberikan
gambaran umum tentang kontribusi utama terhadap asupan energi dalam suatu populasi;
hal ini terlihat dalam gambar 20.1.

6
Grafik ini menyatakan bahwa:
 Serealia dan produk olahannya merpakan penyedia energy utama, seperti halnya
pada hampir semua Negara di dunia.
 Sejumlah kelompok makanan lain menyediakan jumlah energi yang hampir sama,
relative terhadap asupan keseluruhan.
 Sebagian besar energy yang dikonsumsi (sekitar 80%) disuplai oleh makanan
yang mengandung berbagai macam nutrient; namun demikian, 10% berasal dari
makanan yang hanya mengandung lemak dan 10% berasal dari makanan yang
hanya mengandung karbohidrat. Kedua jenis makanan ini harus dikurangi jika
pedoman pola makanan sehat benar-benar diikuti.

B. ASUPAN MAKANAN : KONTROL

1. Kontrol Asupan Makanan


Asupan makanan penting untuk memenuhi kebutuhan energi dalam tubuh,
meskipun cadangan energi menyediakan cadangan penyangga pada kondisi kelaparan.
Rasa lapar dan kenyang adalah sensasi yang menunjukkan perlunya mulai atau
berhenti makan. keduanya merupakan kontrol fisiologis terhadap 'tindakan' makan.
Pengaruh eksternal dapat mempengaruhi asupan makanan, yang dapat memodifikasi
atau mengalahkan mekanisme internal.

2. Kontrol fisiologis: mekanisme internal


Studi awal menyatakan bahwa asupan makanan diregulasi oleh kebutuhan
untuk mengendalikan kadar glukosa, asam amino, atau suhu di dalam darah, ataupun
untuk mempertahankan cadangan lemak pada kadar yang tetap. Mekanisme tersebut
tidak dianggap sepenuhnya salah, dan mungkin berperan dalam kontrol makan jangka
pendek. Akan tetapi, penelitian terbaru yang menggunakan hewan percobaan dapat
mengontrol perilaku pemberian makannya, telah memperluas pengetahuan tentang
proses kontrol ini. Beberapa faktor tampaknya mendorong orang untuk makan, dan
faktor lainnya menghentikan makan. Semua faktor ini dirangkum dalam Gambar 21.1

7
3. Pengaruh eksternal
Pada manusia, sukar dipastikan seberapa pentingnya mekanisme fisiologis
dasar tersebut, karena tampaknya mekanisme ini mudah dikalahkan oleh faktor
lingkungan makanan dan faktor psikososial. Orang dapat memilih makanan
berdasarkan:

a. Palatabilitas (keterterimaan cita rasa)


Sebagian besar konsumen, terutama yang berusia muda, cenderung
mengonsumsi makanan tinggi lemak, tinggi gula, dan tinggi garam. Makanan-
makanan ini memiliki densitas energi yang tinggi. Hanya dengan bertambahnya
usia, maka akan tampak perubahan menuju diet berdensitas energi rendah.
b. Harga makanan
Makanan yang lebih tinggi kadar lemak dan gulanya seringkali lebih murah
daripada makanan berdensitas gizi lebih tinggi. selain itu, penjualan makanan
dengan porsi besar tampaknya lebih ekonomis.
c. Kenyamanan
Gaya hidup yang penuh kesibukan pada banyak orang telah memunculkan
keinginan akan makanan yang mudah didapat dan mudah dikonsumsi, dengan
waktu pengolahan seminimal mungkin seperti makanan cepat saji (fast food).

8
d. Konsumsi kudapan
Kebanyakan kudapan mungkin tidak bergizi tinggi, tetapi semuanya
mungkin berdensitas energi tinggi. Selain itu, minuman ringan yang berdensitas
energi tinggi dipercaya menghasilkan energi, tetapi tidak menimbulkan rasa
kenyang.
e. Tekanan sosial dan sesama anggota kelompok
Makan adalah aktivitas sosial. yang dipelihara dan dibatasi oleh faktor
budaya. Hal ini dapat memodifikasi kontrol fisiologis proses makan individu,
dengan adanya kebutuhan untuk mengikuti tekanan sesama anggota kelompok,
tekanan ini sangat mempersulit seseorang untuk berespons terhadap kebutuhan
makannya sendiri ketika mendapat sinyal dari mekanisme kontrol fisiologisnya.

C. KEBUTUHAN ENERGI : PENGUKURAN

1. Prinsip penggunaan energi


Energi disuplai melalui proses pembakaran atau oksidasi makronutrien dari makanan,
dalam kondisi terkontrol, melalui sejumlah tahapan proes biokimiawi. Energi yang
dihasilkan terutama digunakan untuk sintesis ATP dari ADP dan fosfat anorganik.
Selama puasa, cadangan energi dimobilisasi oleh kerja hormon (termasuk glukagon,
hormon pertumbuhan, dan kortisol), dan dioksidasi untuk mempertahankan suplai energi.
Baik sintesis maupun penggunaan ATP (dalam proses biosintesis, mempertahankan
gradien listrik selular, dan melakukan aktivitas mekanis) merupakan proses pengeluaran
energi yang tidak efisien, dengan panas (kalor) sebagai hasil samping terbanyak.
2. Pengukuran pengeluaran energi
a. Kalorimetri direk
Pengukuran keluaran panas merupakan indikator transformasi energi yang
berlangsung dalam tubuh, dan merupakan dasar dari kalorimetri direk sebagai alat untuk
memperoleh nilai keluaran energi. Dalam praktik, metode ini dapat dilakukan dalam
bilik metabolik, suatu ruangan tempat subjek penelitian dapat hidup; panas yang
dikeluarkan oleh subjek dideteksi oleh alat sensor pada dinding ruangan. Jumlah ini sama
dengan pengeluaran energi. Keteratasan fisik menyebabkan cara ini kurang praktis, tetapi
pengukuran dengan cara ini telah memungkinkan perkembangan metode lain.
b. Kalorimetri indirek
Pendekatan yang lebih praktis adalah dengan menggunakan informasi tentang
pertukaran gas yang berlangsung selama reaksi metabolik, dengan keluaran panas/energi
yang terkait. Besarnya dapat diprediksikan dari rumus kimia substrat dan persamaan
reaksi metabolik.
Kuosien respiratoti (respiratory quotiemt)
Persamaan stokiometrik menunjukkan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dan
oksigen yang terpakai untuk setiap substrat dalam jumlah yang diketahui. Rasio
(CO2 : O2) ini dikenal sebagai kuosien respiratori (RQ) .
 Jika konsumsi oksigen maupun keluaran karbon dioksida diukur selama
jangka waktu tertentu, RQ dapat ditetapkan dan energi yang ekuivalen pada
nilai RQ tertentu dari konsumsi oksigen dapat dihitung.

9
 RQ berbeda-beda untuk setiap jenis substrat yang dimetabolisme; dalam
praktiknya, selama 24 jam, kita dapat menganggap bahwa campuran
makronutrien yang digunakan mencerminkan keseimbangan makronutrien-
makronutrien dalam diet tertentu. Dengan demikian, untuk diet barat dengan
35% lemak dan 15% protein, RQ nya adalah 0,87. Hasil ini dapat dikonfirmasi
dengan menggunakan catatan makanan pada waktu yang bersamaan.
 Dengan cara yang sama, energy yang dihasilkan per liter oksigen juga
dibulatkan menjadi rata-rata 20,3 kJ/L jika informasi rinci tentang RQ tidak
tersedia.

Persamaan stokiometrik untuk oksidasi glukosa ditampilkan di bawah ini; oksidasi


substrat lainnya juga memiliki persamaan serupa :

C6H12O6 + 6O2= 6H2O + 6CO2 + 15,5 kJ/g energi

(180 g) +(6×22,4L)=(6×18g)+(6×22,4L)+(2,78 MJ)

Dari persamaan reaksi oksidasi glukosa diatas, dapat dihitung bahwa untuk setiap
liter oksigen yang terpakai, panas yang dikeluarkan ialah 20,7 kJ (ini didapat dari
pelepasan energi sebesar 2780 kJ ketika 6×22,4 liter oksigen terpakai). Perhitungan
serupa dapat dilakukan untuk memperoleh keluaran panas per liter oksigen, untuk
oksidasi alkohol, lemak, dan protein.

Oleh karena itu, jika jumlah oksigen yang terpakai dapat diukur, jumlah panas
yang dihasilkan atau energi yang dikeluarkan dapat dihitung.
Akurasi perhitungan keluaran energi dapat ditingkatkan dengan mengukur nitrogen
dalam urin, sehingga metabolisme asam amino yang tidak sempurna dapat ikut
diperhitungkan.
Gangguan pada pola pernapasan normal merupakan hambatan utama bagi metode
ini, dan periode ekuilibrasi (proses menuju keseimbangan) perlu diperhatikan. Peralatan
yang tidak bergerak membatasi cakupan aktivitas yang dapat diteliti.
Diperkenalkannya teknik air berlabel ganda (doubly-labelled water, DLW) telah
memberikan cara baru untuk memperoleh data keluaran energi dari subjek penelitian
yang hidup bebas dengan cara yang tidak invasif (tidak melukai) dan tidak intrusif (tidak
mengganggu). Hasil pengukuran dapat dikumpulkan selama 7-14 hari, dalam berbagai
situasi dan pada subjek dari segala usia. Metode ini telah menjadi ‘baku emas’ untuk

10
membandingkan metode lain. Sayangnya, masalah biaya dan ketersediaan air berlabel
menyebabkan metode ini tidak cocok untuk penelitian berskala besar.
Teknik air berlabel ganda (DLW)
(1) Subjek penelitian meminum sedikit air ‘berat’ yang dilabel dengan deuterium
dan oksigen-18 (2H2O dan H218O). Keduanya adalah isotope non radioaktif
alami dari air.
(2) Hydrogen mencapai keseimbangan dengan air dalam tubuh, dan ikut dibuang
dalam proses pertukaran air dalam tubuh.
(3) Oksigen-18 juga hilang bersama cairan tubuh, tetapi selain itu juga tergabung
sebagai karbon dioksida dan hilang dalam bentuk ini. Dengan demikian,
oksigen-18 lebih cepat hilang dari pada deuterium
(4) Sampel urin dikumpulkan sampai dengan 14 hari, dan laju kehilangan kedua
isotope dimonitor. Selisih dari keduanya menunjukkan pertukaran karbon
dioksida.
c. Metode nonkalorimetrik
Penggunaan monitor denyut jantung atau sensor gerak dapat memberi informasi
tentang aktivitas fisik. Akan tetapi, validitas kedua teknik ini dalam mengestimasi
kebutuhan energi secara akurat belum ditetapkan.
3. Persamaan untuk laju metabolik
Dalam praktik, metode eksperimental untuk mengukur laju metabolik basal (basal
metabolic rate, BMR; atau laju metabolik istirahat, resting metabolic rate, RMR) tidak
selalu dapat dilakukan. Sejumlah persamaan telah dikembangkan berdasarkan hasil
pengukuran pada sejumlah besar subjek, sehingga BMR dapat dihitung berdasarkan
indikator kunci dari subjek bersangkutan, termasuk usia, jenis kelamin, dan berat badan.
Rumus yang paling sering digunakan ialah persamaan Schofield dan Haris-Benedict.
Meskipun persamaan Haris-Benedict berasal dari data yang jumlahnya terbatas dan
dikumpulkan pada awal tahun 1900-an, namun persamaan tersebut masih banyak
digunakan terutama di AS. Persamaan Schofield untuk menghitung BMR.

11
D. KEBUTUHAN ENERGI : KOMPONEN
1. Komponen pengeluaran energi
Secara umum terdapat tiga komponen utama :
 Laju metabolik basal (atau istirahat);
 Efek termik dari makanan;
 Aktivitas fisik.
Selain itu, pertumbuhan selama awal masa kehidupan meningkatkan
pengeluaran energi.

2. Laju metabolik basal (BMR)


Komponen ini merupakan jumlah energi yang dikeluarkan oleh tubuh untuk;
 Mempertahankan proses transport aktif melintasi membran sel;
 Kontraksi serabut otot dalam kerja mekanis (seperti respirasi dan denyut jantung);
 Sintesis molekul baru.
Konsep BMR tidak mencakup pengolahan makanan di dalam tubuh atau usaha
yang dilakukan oleh otot. Dengan demikian, pengukuran BMR dilakukan di bawah
kontrol ketat:
 Puasa
 Relaksasi mental dan fisik;
 Pada suhu lingkungan yang nyaman.
Untuk keperluan praktis, digunakan laju metabolik istirahat (RMR), yang
memungkinkan pengukuran baseline secara lebih realistis. RMR diperkirakan sekitar
3% lebih tinggi dalam 24 jam ketimbang BMR. Akan tetapi, penggunaan kedua istilah
ini sering dipertukarkan.
Nilai rata-rata untuk pria dewasa kurang lebih 4,2 kJ (1kkal)/menit; angka ini
relatif konstan. Akan tetapi, terdapat variasi antar individu yang berhubungan dengan
faktor-faktor seperti berat badan, jenis kelamin, dan usia.

3. Efek termik makanan (thermic effect of food, TEF)


Hal ini juga dikenal sebagai termogenesis terinduksi-diet atau termogenesis
obligatori, dan menyatakan besarnya stimulasi metabolisme sebagai hasil pengolahan
makanan dan penyimpanan makronutrien. Efek termik berlangsung selama 3-6 jam,
dan diperkirakan setara dengan 10% dari kandungan energi hidangan (atau 10%
keluaran energi total dalam 24 jam). TEF dari hidangan yang mengandung protein
dan karbohidrat lebih besar daripada TEF dari hidangan yang mengandung lemak.
Determinan utama BMR
 Berat badan: keluaran energy ditentukan oleh massa sel, maka berat badan
adalah determinan kunci dari BMR. Dengan demikian, individu yang lebih
berat akan memiliki BMR yang lebih tinggi.
 Jenis kelamin: BMR terkait dengan massa otot, yang lebih besar pada pria
dari pada wanita, sehingga pria memiliki BMR yang lebih tinggi pada berat
badan yang sama. Wanita memiliki proporsi lemak lemak yang lebih besar,
sedangkan lemak memiliki BMR perkilogram yang lebih rendah dari pada
otot.

12
 Usia: BMR, yang dinyatakan per kg berat badan, akan menurun dari masa
bayi sampai usia lanjut, karena masa sel aktif juga berkurang. Pertambahan
BMR untuk pertumbuhan relative kecil, rata-rata sebesar 21kJ (5kkal)/g
jaringan yang diperoleh.

Thermogenesis adaptif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu tertentu memiliki kapasitas untuk


thermogenesis adaptif, yang memungkinkan tubuh membuang kelebihan asupan
energy sebagai panas, menggunakan siklus yang ‘tidak efisien’, yang tidak
menghasilkan ATP.

Proses ini telah terbukti berhubungan dengan uncopling protein (UCP); beberapa
gen yang terlibat dalam UCP telah diidentifikasi. Berbagai tingkat aktivitas UCP
dalam jaringan adipose coklat (brown adipose tissue, BAT) tampak pada hewan
yang dapat mempertahankan berat badannya meskipun diberi makan secara berlebih.

Arti penting mekanisme ini pada manusia belum jelas. Diduga bahwa hal ini
merupakan mekanisme evolusi yang menguntungkan ketika diet bernilai gizi rendah
harus dikonsumsi dalam jumlah besar, sehingga tersedia energy dalam jumlah besar
dengan sedikit kandungan gizi. Kemampuan membuang kelebihan energy ini
memungkinkan individu untuk memperoleh nutrient tanapa menjadi gemuk.
Prevalensi kecakupan suplai makanan menyebabkan mekanisme tersebut tidak lagi
penting.

4. Aktivitas fisik
Faktor ini merupakan komponen yang paling mudah berubah dari pengeluaran
energi harian, tetapi faktor ini pulalah yang paling dapat dikontrol oleh individu.
Jumlah energi yang terpakai dalam suatu jenis aktivitas fisik berkaitan dengan ukuran
tubuh, dan demikian juga terkait dengan BMR.
Oleh karena itu, jumlah energi yang dilepaskan dalam aktivitas dinyatakan
dalam faktor-faktor, yang dikenal sebagai rasio aktivitas fisik (physical activity ratio,
PAR), yang menunjukkan rasio kenaikan keluaran energi terhadap nilai “istirahat”
(atau BMR). Nilai PAR telah dipublikasikan oleh Departemen Kesehatan Inggris
(1991).
Berbagai rasio ini berasal dari banyak hasill pengukuran pada berbagai jenis
aktivitas, dan dapat digunakan untuk menghitung peningkatan jumlah energi yang
digunakan selama jangkan waktu tertentu berdasarkan catatan tentang aktivitas yang
dilakukan. Angka-angka ini merupakan angka rata-rata, dan tidak menghitung
intensitas atau besar usaha yang dikeluarkan dengan akurat. Oleh karena itu, hasil
perhitungan tersebut harus digunakan secara berhati-hati dalam menilai keluaran
energi.
Ketika dilakukan aktivitas fisik berat, akan dihasilkan efek residual pada
BMR, yang menetap selama beberapa jam, bahkan mencapai 24 jam setelah olahraga

13
berat. Diyakini bahwa peningkatan BMR setelah beraktivitas ini disebabkan oleh
proses perbaikan dan pemulihan yang berlangsung di otot.
Termogenesis yang terkait dengan aktivitas di luar olahraga (non-exercise
activity related thermogenesis, NEAT) merupakan komponen tambahan pada
keluaran energi yang menjelaskan sekelompok gerakan skala kecil yang dapat disebut
sebagai ‘fidgetting’ (perubahan posisi badan beserta gerakan tangan dan kaki karena
gelisah atau bosan). Meskipun NEAT tampaknya berperan kecil, jika gerakan tersebut
dilakukan dalam jangka waktu lama, jumlah energi yang dikeluarkan mungkin
menjadi signifikan. Hal ini dapat menjelaskan kemampuan beberapa individu dalam
mempertahankan berat badan normal.

5. Menghitung pengeluaran energi total (total energy expenditure, TEE)


Perhitungan ini biasanya menggunakan catatan aktivitas dalam jangkan waktu
24 jam, dan menggunakan rumus untuk nilai BMR dan PAR.

TEF biasanya tidak dimasukkan secara terpisah dalam perhitungan ini, karena
dianggap termasuk dalam PAR untuk kegiatan makan.
Dengan demikian Joe menggunakan energi sebesar 11,07 MJ selama sehari.
Karena BMR-nya adalah 7,01 MJ, tingkat aktivitas fisik (physical activity level, PAL)
keseluruhan dapat dihitung. PAL merupakan rasio besarnya peningkatan keluaran
energi diatas BMR untuk satu hari penuh. PAL untuk Joe adalah (11,07/7,01)= 1,58.
Jadi, secara keseluruhan ia menggunakan hampir 60% lebih banyak energi
dibandingkan BMR-nya.
Dibandingkan anggota populasi pada umumnya, dengan rata-rata PAL sebesar
1,4, Joe dapat dianggap aktif. Penyebabnya mungkin adalah aktivitas sedang yang
dilakukannya pada saat bekerja, dan kegiatan mengayuh sepeda setelah pulang kerja.

14
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asupan makanan sangat penting bagi kelangsungan hidup.dan terdapat
mekanisme fisiologis yang meregulasinya. Faktor lingkungan yang dialami oleh
banyak konsumen berdampak pada buruknya regulasi terhadap asupan makanan dan
sebagai akibatnya terjadi konsumsi energi yang melebihi kebutuhan. Semua faktor
tersebut merupakan tantangan berat bagi penyusun kebijakan kesehatan masyarakat
untuk mengatasi peningkatan insidensi kegemukan pada sebagian besar kelompok
masyarakat.
Secara keseluruhan, jumlah energi yang dikeluarkan sangat tergantung pada
ukuran tubuh, yang menentukan laju metabolik basal, dan jumlah energi yang terpakai
saat melakukan aktivitas fisik. Aka tetapi, aktivitas fisiklah yang berdampak paling
besar terhadap keluaran energi dalam sehari. Bahkan penambahan aktivitas yang
relatif sedikit pun dapat memberikan perbedaan berarti dalam keluaran energi harian,
maka masyarakat dianjurkan melakukan aktivitas ringan tersebut sebagai bagian dari
rutinitas sehari-hari, untuk mempertahankan keseimbangan energi.
B. SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier,S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Barasi, M. E. (2009). At a Glance ILMU GIZI. Jakarta: Penerbit Erlangga.

RW Utami, S. N. (2017). Hubungan Antara Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar
Bayi di Klinik Baby Smile Kabupaten Karanganyar. Jurnal Kesehatan Kusuma
Husada.

16

Anda mungkin juga menyukai