Anda di halaman 1dari 10

ANALISA JURNAL PICO DI RUANG ICCU

RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI

Oleh :
KELOMPOK D

1. Yahya Afisena
2. Weni Desiana
3. Ni Kadek Heni
4. Fredha Adi Wardhana
5. Dhino Kharisma Putra
6. Bayu Tri Utami
7. Ika Setyarini

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2019
PRESENTASI JURNAL

Penggunaan Jelly Dan Air Pada Pemeriksaan EKG Di Ruang ICCU RSUD
Blambangan

P (Problem) Dalam hal ini, Problem atau masalah yang ditemukan adalah
efektifitas penggunaan jelly dan air pada pemeriksaan EKG

I (Intervensi) Intervensi yang diberikan pada pasien yaitu penggunaan jelly dan air
pada saat pemeriksaan EKG

C
1. Efektifitas hasil perekaman ekg dengan menggunakan konduktor jeli dan
(comparator air pada pasien penyakit jantung koroner (pjk) di ruang intensive cardio
) vascular care unit (icvcu) rsud dr. Moewardi
2. Pengaruh penggunaan jelly dan air ledeng Terhadap potensial
aksi elektrokardiogram

Tidak ada perbedaan Intervensi pada jurnal ini dengan intervensi


yang kami lakukan di Ruang ICCU RSUD Blambangan
Banyuwangi. Berdasarkan hasil intervensi tersebut terdapat
perbedaan efektifitas penggunaan jelly dan air pada saat pemeriksaan
EKG, dimana lebih tinggi potensial aksi EKG ketika menggunakan
air sebagai media perekam EKGdibandingkan menggunakan jelly.
Dan penggunaan air saat EKG berpengaruh dalam meningkatkan
kejadian artefak pada hasil perekaman EKG.

O (outcome) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lebih efektif penggunaan
jelly sebagi konduktor dalam pemeriksaan EKG karena dapat
mencegah peningkatan potensial aksi pada EKG dan meminimalisir
kejadian artefak pada hasil perekaman EKG

Data Pasien

1. Pada kasus di dapatkan bahwa Tn. A berusia 61 tahun dengan Stemi


Anterosepal, mengeluh nyeri dada yang menjalar ke punggung sebelah kiri.
Data Objektif:
a. TTV
TD : 90/60 mmHg
S : 36°C
N : 63 x/menit
RR : 22 x/menit
SpO2: 100%
Skala nyeri: 8
b. Ekspresi wajah meringis
2. Pada kasus di dapatkan bahwa Tn.S berusia 61 tahun dengan Dyspnea+CHF,
mengeluh nyeri dada yang menjalar ke punggung sebelah kiri.
Data Objektif:
c. TTV
TD : 82/64 mmHg
S : 36°C
N : 92 x/menit
RR : 23 x/menit
SpO2: 100%
Skala nyeri: 4
d. Ekspresi wajah meringis
e. N’yeri saat menarik nafas
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN EKG
Pengertian       : Elektrokardiogram merupakan alat diagnostik yang di gunakan untuk
merekam aktifitas listrik jantung.

Tujuan : Pemasangan EKG

Pemsangan EKG di lakukan untuk mengetahui :


1. Mengetahui kelainan irama jantung pasien
2. Mengetahui kelainan Miokardium
3. Mengetahui Efek penggunaan obat jantung
4. Mengetahui terjadinya gangguan elektrolitpada pasien
5. Mengetahui infeksi lapisan jantung

Perlengkapan Pemasangan Elektrokardiogram


1. Mesin Elektrokardiogram ( EKG )
2. Kertas EKG
3. Jelly
4. Tissu
5. Bengkok
6. Kapas alkohol

Prosedur Tindakan Pemasangan Elektrokardiogram


1. Baca Orderan / instruksi pemasangan
2. Jelaskan kepada pasien/keluarga tentang tindakan yang akan di lakukan
3. Menyiapkan dan mendekatkan alat ke pasien
4. Melonggarkan atau melepaskan pakaian bagian atas klien.
5. Mengoleskan jelly pada elektorde
6. Pasang elektroda pada Ekstermitas atas dan bawah untuk merekam ektermitas lead
a. Merah pada ektermitas kanan atas
b. Kuning pada ekstermitas kiri atas
c. Hitam pada ekstermitas kanan bawah
d. Hijau pada ekstermitas kiri bawah
7. Pasang elektroda parakardial untuk merekam prekardial lead.
a. Pasang V1 pada interkostal ke 4 garis sternum kanan
b. Pasang V2 pada interkostal ke 4 garis sternum kiri
c. Pasang V3 pada pertengahan V2 dan V4
d. Pasang V4 pada pada interkostal ke5 pada midklavikula kiri
e. Pasang V5 pada garis axila anterior
f. Pasang V6 pada pertengahan axila sejajar V4
8. Hidupkan mesin Elektrokardiograam
9. Lakukan pencatatan indentitas klien pada EKG
10. Lakukan kalibrasi dengan kecepatan ml/detik
11. Lauakn perekaman sesuai order
12. Matian EKG dan lepaskan elektoda pada tubuh klien
13. Bantu klien memakai pakaian kembali.

D.    Evaluasi

1.      Menanyakan kepada pasien tentang perasaan setelah pemeriksaan EKG

2.      Evaluasi kondisi pasien saat ini

3.      Simpulkan hasil kegiatan

4.      Lakukan kontrak kegiatan selanjutnya

5.      Akhiri kegiatan

6.      Perawat cuci tangan

E.     Dokumentasi

1.      Catat hasil tindakan di catatan perawat (tanggal, jam, paraf, nama terang, kegiatan
dan hasil pengamatan)

DAFTAR PUSTAKA
Mawarti, Retno., Trisetiyaningsih, Yanita., Nazila, Zuzun. 2012. Buku Panduan
Praktek Laboratorium Keperawatan kritis. PSIK STIKES A. Yani Yogyakarta :
Yogyakarta.

PENGARUH PENGGUNAAN JELLY DAN AIR LEDENG


TERHADAP POTENSIAL AKSI ELEKTROKARDIOGRAM
Elektrokardiogram suatu alat yang mengukur aktivitas listrik jantung, dimana
depolarisasi dan repolarisasi otot jantung menyebabkan arus mengalir di dalam
badan, menimbulkan potensial listrik di permukaan kulit. Potensial listrik ini akan
dideteksi oleh elektroda yang dipasang pada ekstremitas dan prekordial dari pasien
kemudian akan diterjemahkan oleh alat EKG dalam bentuk gelombang P,Q, R,S dan
T (Thaler, 2000; Widjaja, 2009) .

Guna mencegah perbedaan potensial aksi antara lempeng elektroda yang


dipasangan pada pasien dengan hasil pengukuran potansial aksi jantung, maka
digunakan jelly sebagai untuk memperkecil hal tersebut. Tetapi pada praktik
dilapangan, sebagian perawat masih menggunakan air ledeng sebagai pengganti jelly
untuk merekatkan lempeng elektroda EKG ke tubuh pasien dan hasil wawancara
peneliti dengan perawat tersebut dimana perawat tersebut meyakini bahwa air ledeng
lebih bagus digunakan sebagai media perekaman EKG dibandingkan dengan jelly.
Tenaga kesehatan lebih cenderung memilih menggunakan air ledeng sehingga
dikhwatirkan terdapat perubahan pada hasil rekam elektrokardiogram tersebut.

Setiap manusia memiliki perbedaan aktivitas sinyal biolistrik yang dikeluarkan


oleh tubuh, yakni sebesar 0,5 – 4 mV dan memiliki frekuensi sekitar 0,05 – 100 Hz
(Nasiqin, 2015). guna mengontrol dampak perbedaan aktivitas sinyal biolistrik pada
responden penelitian ini, maka dilakukan uji homogeneity pada responden yang
menggunakan jelly sebagai media perekaman EKG dengan hasil levene tes p = 0,104
dan responden yang menggunakan air ledeng sebagai media perekaman EKG p = 0,079.
Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan sinyal biolistrik yang dikeluarkan
oleh tubuh responden (kelompok A dan kelompok B) antara menggunakan jelly dan air
ledeng.

Potensial aksi (voltase) elektrokardiogram yang menggunakan jelly sebagai media


perekaman EKG terlihat lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan air ledeng.
Saat dilakukan perekaman EKG dengan menggunakan jelly, potensial aksi minimal 0,5
mV dan maksimal 98,7 mV, sedangkan dengan menggunakan air ledeng potensial aksi
EKG minimal adalah 29,9 mV dan maksimal 143,6 mV. Terdapat perbedaan potensial
aksi antara penggunaan jelly dan air ledeng sekitar 24, 9 mV – 44,9 mV.

Potensial offset elektroda merupakan perbedaan potensial kontak sensor


bioelektroda yang digunakan pada alat EKG, yakni sebesar 0,46 V. Perbedaan ini
timbul dikarenakan pencampuran bahan elektroda EKG yang terdiri dari dua bahan,
yakni perak dan tembaga. Untuk meminimalkan pengaruh potensial offset elektroda
terhadap potensial aksi jantung, maka potensial offset harus dibuat sekecil mungkin
mendekati nol. Tetapi tidak mungkin akan tercipta potensial offset dengan nilai nol
karena akan terjadi drift atau penurunan tegangan secara perlahan. Guna mencapai
potensial offset elektroda seminimal mungkin maka elektroda tidak langsung menempel
dikulit klien, tetapi harus dilapisi dengan media perekam yakni jelly (gold standar).
Penggunaan media perekaman EKG dengan air ledeng berdampak pada peningkatan
potensial offset elektroda hingga 143, 6 mV yang seharusnya dibuat seminimal
mungkin. Dampak yang terjadi adalah kualitas perekaman EKG akan terganggu,
dimana akan muncul gambaran artefak lebih banyak (Gabriel, 2010; Kunaryo, BH.
Wahyudi & Santoso. 2011).
Artefak merupakan interferensi yang tampak pada layar atau kertas hasil
perekaman elektrokardiogram. Salah satu artefak yang paling sering ditemukan
diklinik adalah artefak 60 siklus, dimana gambarannya berupa getaran garis dasar
yang dapat menutup gelombang P atau gelombang QRS secara sempurna sehingga
sangat sulit mendeteksi tinggi dan lebar gelombang P dan PR interval. Bila
gelombang P tidak terlihat pada tiap lead, maka tidak akan mungkin menilai adanya
pembesaran ruang atrium. Demikian pula bila PR interval tidak dapat dideteksi, maka
akan sulit menentukan ada tidaknya blok AV pada klien (Atwood. S, Stanton. C &
Storey. J, 1996; poernomo. H, Basuki. M & Widjaja. D, 2003).

Gambaran artefak dapat terjadi karena beberapa hal seperti rambut dada berlebihan,
kulit berkeringat khususnya ditempat elektroda melekat, elektroda kehilangan kontak
dengan kulit klien dan klien menyentuh objek metal atau kawat penghantar menyentuh
objek metal selama perekaman EKG berlangsung. Selain sebab diatas, artefak dapat
juga disebabkan oleh pemberian jeli penghantar yang sangat kurang, atau kering dan
penggunaan media penghantar yang tidak sesuai seperti penggunaan air ledeng
(Atwood. S, Stanton. C & Storey. J, 1996; poernomo. H, Basuki. M & Widjaja. D,
2003).

Guna mengatasi kejadian artefak, ada beberapa cara yang dapat dilakukan yakni ;
saat dilakukan perekaman EKG sebaiknya bersihkan dada klien dari kotoran dengan
menggunakan alkohol, pada klien yang memiliki bulu dada lebat lakukan pencukuran
(bila memungkinkan), bersihkan kulit klien dari keringat terutama tempat meletakkan
elektroda EKG, berikan jelly yang cukup antara kulit dengan elektroda, pasang kabel
ground pada alat EKG (bila ada), jauhkan alat eletronik yang ada didekat klien,
anjurkan klien untuk tidak menyentuh besi tempat tidur selama perekaman.

EFEKTIFITAS HASIL PEREKAMAN EKG DENGAN


MENGGUNAKAN KONDUKTOR JELI DAN AIR PADA PASIEN
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DI RUANG
INTENSIVE CARDIO VASCULAR CARE UNIT (ICVCU)
RSUD DR. MOEWARDI

Jeli elektrode merupakan jeli khusus yang biasa digunakan untuk perekaman
EKG. Jeli elektrode berisi hydroxyethylcellulose, keseimbangan pH dan tidak
menyebabkan iritasi pada kulit. Hydroxyethylcellulose adalah jeli yang berasal dari
selulosa. Hydroxyethylcellulose dapat menyebabkan retensi air dan adhesi.Selain itu
jeli elektrode juga mengandung salin untuk meningkatkan konduktivitas listrik. Namun
penggunaan konduktor EKG yg berupa jeli ini juga mempunyai beberapa kekurangan,
diantaranya adalah jeli bersifat lengket, sehingga elektroda menjadi kotor dan pasien
merasa kurang nyaman. Selain itu jeli elektroda harganya juga relatif mahal (James,
2008).

Air murni dalam keadaan normal merupakan konduktor yang buruk. Akan
tetapi bila air ditambahakan elektrolit, maka akan menjadi konduktor yang baik. Oleh
karena itu, larutan salin (natrium klorida dalam air) atau air ledeng yang mengandung
berbagai elektrolit adalah konduktor yang baik (James, 2008). Sifatsifat air diantaranya
adalah air memiliki konduktivitas listrik spesifik (25 ° C) 1x1017 /ohm — cm dan
konduktivitas listrik pada air paling sedikit 1000 kali lebih besar daripada cairan non
metalik pada suhu ruangan (Gabriel, 2002).

Fungsi jeli sebagai konduktor untuk meningkatkan konduksi listrik antara kulit
dan elektrode. Pemberian jeli juga dapat menurunkan resistensi antara elektrode dan
kulit sehingga diperoleh gambaran EKG yang jelas.

Kelemahan dari penggunaan jeli adalah bersifat lengket sehingga menimbulkan


rasa ketidaknyamanan pada pasien. Selain itu penyadapan EKG dengan menggunakan
jeli harus diikuti dengan dibersihkannya elektroda dari sisa-sisa jeli karena sisa jeli yang
mengering dan mengendap pada elektroda dapat mengakibatkan hambatan
impuls listrik sehingga terjadi gangguan pada hasil sadapan (James, 2008)
Sifat-sifat air diantaranya adalah air memiliki konduktivitas listrik spesifik (25 °
C) 1x10-17 /ohm/cm dan konduktivitas listrik pada air paling sedikit 1000x lebih besar
daripada cairan non metalik pada suhu ruangan. Air dapat terurai oleh pengaruh arus
listrik dengan reaksi : H20 t; H++ OH (Gabriel, 2002).

Hasil perekaman EKG dengan menggunakan konduktor jeli


dibandingkan dengan penggunaan konduktor air dilihat dari ada dan tidak adanya
artifak pada pasien penyakit jantung koroner (PJK) di ruang Intensive Cardio Vascular
Care Unit (ICVCU) RSUD Dr. Moewardi

1. Dari 30 responden dengan penyadapan EKG menggunakan konduktor jeli,


sejumlah 6 orang responden (20%) terdapat artifak pada hasil sadapannya, dimana
dapat diartikan bahwa hanya sebagian kecil responden yang terdapat artifak
(rentang 1 – 25%).
2. Dari 30 responden dengan penyadapan EKG menggunakan air, sejumlah 7 orang
responden (23,3%) terdapat artifak pada hasil sadapannya, dimana dapat diartikan
bahwa hanya sebagian kecil responden yang terdapat artifak (rentang 1 – 25%).
3. Dari total 60 responden, dapat diketahui bahwa output nilai Chi Square hitung
kedua variabel adalah sebesar 0,098 lebih kecil dari nilai Chi Square tabel sebesar
79,08 (0,098 < 79,08 dengan df = 60), dimana P hitung sebesar 0,754 lebih besar
dari signifikansi sebesar 0,05 (0,754 > 0,05). Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa hasil perekaman EKG dengan menggunakan konduktor jeli cenderung
tidak lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan konduktor air dilihat dari ada
dan tidak adanya artifak pada pasien penyakit jantung koroner (PJK) di ruang
Intensive Cardio Vascular Care Unit (ICVCU) RSUD Dr. Moewardi. Dengan
demikian Ha ditolak dan Ho diterima. Dengan kata lain tidak ada perbedaan yang
signifikan diantara keduanya.

Anda mungkin juga menyukai