Cedera Kepala Berat - Sundaryani Situmorang
Cedera Kepala Berat - Sundaryani Situmorang
I. KONSEP KLINIS
A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis
terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena
hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara penyakit
neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya
(Smeltzer & Bare 2001).
B. Anatomi Fisiologi
Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak,tetapi meskipun
memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa
terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak. berbagai cedera
bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya
benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur
objek yang tidak bergerak. Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada
sisi yang berlawanan.
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf,
pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi
kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat.
Meninges
Meninges adalah selubung jaringan ikat non sarafi yang membungkus otak dan
medulla spinalis yang barisi liquor cerebrospinal dan berfungsi sebagai schock
absorber. Meninges terdiri dari tiga lapisan dari luar kedalam yaitu : duramater,
arachnoidea dan piamater.
a. Duramater
Durameter merupakan selaput padat, keras dan tidak elastis. Duramater
pembungkus medulla spinalis terdiri atas satu lembar, sedangkan duramater
otak terdiri atas dua lembar yaitu lamina endostealis yang merupakan jaringan
ikat fibrosa cranium, dan lamina meningealis. Membentuk lipatan / duplikatur
dibeberapa tempat, yaitu dilinea mediana diantara kedua hehemispherium
cerebri disebut falx cerebri , berbentuk segitiga yang merupakan lanjutan
kekaudal dari falx cerebri disebut Falx cerebelli, berbentuk tenda yang
merupakan atap dari fossa cranii posterior memisahkan cerebrum dengan
cerebellum disebut tentorium cerebelli, dan lembaran yang menutupi sella
tursica merupakan pembungkus hipophysis disebut diafragma sellae. Diantara
dua lembar duramater, dibeberapa tempat membentuk ruangan disebut sinus
( venosus ) duramatris.
Sinus duramatis menerima aliran dari vv. Cerebri, vv. Diploicae, dan vv.
Emissari. Ada dua macam sinus duramatis yang tunggal dan yang berpasangan.
Sinus duramater yang tunggal adalah : sinus sagitalis superior, sinus sagitalis
inferior, sinus rectus, dan sinus occipitalis. Sinus sagitalis superior menerima
darah dari vv. Cerebri,vv. Diploicae, dan vv. Emissari.Sinus sagitalis inferior
menerima darah dari facies medialis otak. Sinus rectus terletak diantara falx
cerebri dan tentorium cerebelli, merupakan lanjutan dari v. cerebri magna,
dengan sinus sagitalis superior membentuk confluens sinuum. Sinus occipitalis
mulai dari foramen magnum, bergabung dengan confluens sinuum.
2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-
kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat
robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus
venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi
pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya
menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya
lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan
epidural.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma
kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada
fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi
atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
H. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera
kepala.
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang
dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti :
a. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang
disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah
seringkali proyektil
b. Penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa.
c. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal,
irreguler,
d. Penurunan nadi, peningkatan suhu.
e. Kebingungan
f. Pucat
g. Mual dan muntah
h. Pusing kepala
i. Terdapat hematoma
j. Kecemasan
k. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
1. Kekuatan benturan
Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu diteruskan
pada substansi otak, maka akan terjadi kerusakan sepanjang jalan yang
dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.
4. Perdarahan intracranial
Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di
dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial
bisa terjadi karena cedera atau stroke. Hematoma yang luas akan menekan
otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan
otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau
batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi
penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi
tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian.
Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak
telah merobek arteri. darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi
sehingga lebih cepat memancar.
Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru
muncul beberapa jam kemudian. sakit kepala kadang menghilang, tetapi
beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya.
Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan,
pingsan dan koma.
Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada
sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan
hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini
disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan.
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Indikasi CT Scan adalah :
a. Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat – obatan analgesia/anti muntah.
b. Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
c. Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi
shock, febris, dll).
d. Adanya lateralisasi.
e. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur
depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
f. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
g. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari
GCS.Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).
2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan
kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan.
Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam),
Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri
kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran (Bajamal
A.H ,1999). Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose
foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan
adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan
oblique.
4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial.
6. Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical
7. Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami
gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera, adanya tanda fisik
eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis, atau
tanda neurologis fokal lainnya. Fraktur kranium pada regio temporoparietal
pada pasien yang tidak sadar menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural,
yang disebabkan oleh robekan arteri meningea media (Ginsberg, 2007).
8. CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau
jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda
neurologis fokal (Ginsberg, 2007). CT scan dapat digunakan untuk melihat
letak lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom
epidural dan hematom subdural (Pierce & Neil, 2014).
K. Penatalaksanaan
Secara umum :
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a. Pemantauan TIK dengan ketat
b. Oksigenasi adekuat
c. Pemberian mannitol
d. Penggunaan steroid
e. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f. Bedah neuro
2. Tindakan pendukung lain
a. Dukung ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d. Terapi antikonvulsan
e. CPZ untuk menenangkan pasien
f. NGT
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala
miring, buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing.
Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah gerakan hiperekstensi,
Hiperfleksi ataupun rotasi.
Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat dirumah sakit
tidak ada yang mengawasi di rumah jika di pulangkan,Tempat tinggal jauh
dengan rumah sakit oleh karena jika terjadi masalah akan menyulitkan
penderita. Pada saat penderita di pulangkan harus di beri advice (lembaran
penjelasan) apabila terdapat gejala seperti ini harus segera ke rumah sakit
misalnya : mual – muntah, sakit kepala yang menetap, terjadi penurunan
kesadaran, Penderita mengalami kejang – kejang, Gelisah. Pengawasan
dirumah harus dilakukan terus menerus selama kerang lebih 2 x 24 jam dengan
cara membangunkan tiap 2 jam (Bajamal AH ,1999).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada
pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline”
untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi
pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan
nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
tekanan pada vena leher.
pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat
menyebabkan kompresi pada vena leher).
Bila akan memiringkan pasien, harus menghindari adanya tekukan
pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan
intrakranial sesuai program.
Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan
karena dapat meningkatkan edema serebral.
Monitor intake dan out put.
Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi
dan pemenuhan nutrisi.
d. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan
tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan
pernafasan dalam batas normal.
Intervensi:
Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
Kaji, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari
memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi
bila ada cedera vertebra.
Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada
sekret segera lakukan pengisapan lendir.
Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit
ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
Pemberian oksigen sesuai program
Intervensi:
Jelaskan klien tentang prosedur yang akan dilakukan, dan
tujuannya.
Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
Gunakan komunikasi terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC;
2000.
2. Doenges, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC
3. Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika
4. Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8.
Jakarta : EGC
5. Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV
Sagung Seto
6. Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.
7. Syafudin,AMK. 2003. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawtan, Edisi
3.Jakarta: EGC.
8. http://dentingberdetak.blogspot.com/2011/07/askep-klien-dengan-trauma-
kepala.html
9. http://ppni-klaten.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=68:cedera-kepala&catid=38:ppni-ak-
category&Itemid=66
10. http://kosmo.vivanews.com/news/read/293055-riset-obat-flu-percepat-pemulihan-
cedera-otak
11. http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-
kmb/askep-cedera-kepala/
12. http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala
13. http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cedera-
kepala.html
B
e
n
t
u
r
a
n
K
e
p
a
l
a
Trauma Robekan
H
NYERI AKUT
e
m
a
t
o
m
a
O enurun
Va
si T
Perfusi jaringan cerebral
me
tidak Efektif
A
lir
a
n
d
ar
a
h
k
e
ot
a
k
m
Resiko Infeksi