Anda di halaman 1dari 2

Etika 1: Menjaga Konsistensi Materi

Banyak pembicara gagal menyampaikan materi kepada pendengar karena ketidakkonsistenannya.


Maksudnya, pembicara suka berbicara secara serampangan atau tidak terpola. Jadi, pembicara sekadar
berbicara. Maka, keasyikan berbicara itu berakibat kepada terjadinya penyimpangan materi. Etika ini
terlalu sering terjadi. Dari mana kita mengetahuinya? Cukup dari reaksi peserta atau pendengar.

Jika para pendengar itu kurang bergairah mengikuti pembicaraannya, pembicara harus cepat bersikap.
Pembicara harus berintrospeksi secara spontan: mengapa pendengar mengantuk dan tidak
memperhatikanku? Jika pembicara tidak menanggapi kondisi ini, pendengar pun akan mengasyikkan diri
seraya melakukan aktivitas menyimpang dari materi.

Etika 2: Bersikap Jujur

Dalam sebuah kegiatan seminar atau diskusi, tentu akan diadakan forum atau session tanya jawab. Pada
kesempatan seperti ini, pembicara sering gagap atau kurang siap menerima pertanyaan dari peserta.
Bagaimana kita mengetahui bahwa pembicara bersikap demikian? Tentu dari cara menjawab
pertanyaan yang sering mbulet atau berbelit-belit. Ini adalah sikap yang tidak baik. Pembicara harus
bersikap jujur.

Jika memang pertanyaan itu dirasa berat dan mungkin kurang pas, pembicara sebaiknya menyiasatinya
dengan menunda jawaban. Pembicara dapat meminta nomor HP atau email penanya. Itu tentu lebih
diapresiasi atau dihargai pendengar daripada jawaban yang berbelit-belit tadi. Pendengar itu berasal
dari tataran setting yang berbeda-beda: akademisi, pengusaha, atau mungkin masyarakat awam. Jadi,
pembicara tidak boleh menyamaratakan kondisi jika peserta memang bertanya.

Etika 3: Menjaga Kesantunan

Pembicara itu dapat diibaratkan sebagai penjual suara. Kalau suaranya berkualitas, tentu pendengar pun
akan membelinya. Pengertian kualitas tentu berdasarkan isi, teknik, dan kesan pendengar. Namun,
kesan pendengar harus mendapat prioritas pembicara. Mengapa? Karena pendengar memperhatikan
semua tingkah dan sikap serta kesantunan pembicara tersebut.

Agar dapat meninggalkan kesan positif dan mendalam, sebaiknya pembicara bersikap santun.
Kesantunan dapat dimulai dari sikap ramah ketika berbicara. Dapat pula dilakukan ketika berpakaian.
Dan dapat pula dilakukan ketika menjawab pertanyaan. Banyak pembicara kurang memperhatikan etika.
Maka, wajar-wajar saja pendengar bersikap acuh dan tidak memperhatikannya.

Ketika mengawali pembicaraan, sebaiknya pembicara menyapa dengan salam, memperkenalkan diri,
dan hantarkan isi secara sistematis. Ketika berpakaian, hendaknya pembicara mengenakan baju yang
pantas dan santun. Ketika menjawab pertanyaan, pembicara perlu menyampaikan ucapan terima kasih.
Setelah itu, pembicara menjawab pertanyaan itu secara logis dan proporsional.

Jika pembicara sudah mampu menjaga ketiga etika di atas, tunggulah keajaibannya. Pendengar akan
memberikan beragam reaksi apresiasi: tepuk tangan, tertawa ramah, dan bertukar alamat. Ini adalah
awal dari terbukanya pintu rezeki lainnya. Jadi, pembicara perlu memperhatikan ketiga di atas jika
memang berkeinginan agar rezeki terus mengalir kepada dirinya.

Anda mungkin juga menyukai