Anda di halaman 1dari 27

TUGAS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


KRITIS MRSA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis
Pembimbing: Dewi Prasetyani, M.Kep

KELOMPOK 5
Disusun Oleh :
1. Desy Nur Annisa (108116059)
2. Nurul Abibah (108116048)
3. Dita Rizki Baerawati (108116043)
4. Putri Utami (108116058)
5. Sugiarto Arif Budiman (108116038)
6. Arizal Setyawan (108116057)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 4B


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT  yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Laporan Pendahluan dan Asuhan Keperawatan Kritis
MRSA” ini, meskipun masih jauh dari kesempurnaan.

Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk melengkapi salah satu tugas
pada mata kuliah Keperawatan Kritis. Dalam kesempatan ini tak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Atas bantuan dan dorongannya, semoga mendapat balasan dari Allah SWT,
dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya serta bagi
pembaca pada umumnya.
Karena sifat keterbatasan yang dimiliki, maka saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan, dan semoga makalah ini dapat menjadi titik
sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan .

Cilacap, 29 September 2019

Penyusun 

[Type text] Page i


DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................3
A. Pengertian....................................................................................................................3
B. Klasifikasi MRSA........................................................................................................4
C. Manifestasi Klinis........................................................................................................5
D. Penyebaran Infeksi.......................................................................................................6
E. Pemeriksaan penunjang................................................................................................7
F. Komplikasi...................................................................................................................8
G. Penatalaksanaan medis dan Keperawatan...................................................................10
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MRSA........................................................................11
1. Pengkajian Keperawatan............................................................................................11
2. Diagnosa Keperawatan...............................................................................................11
3. INTERVENSI............................................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................................18
SIMPULAN.......................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................20

[Type text] Page ii


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kuman patogen yang sering menjadi penyebab infeksi
adalah Staphylococcus aureus dengan manifestasi infeksi yang ringan hingga
berat. Meskipun mortalitas yang ditimbulkan menurun sejak 50 tahun
terakhir, namun tidak demikian dengan kejadian resistensi terhadap preparat
antimikroba. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu enzim yang dihasilkan
S.aureus terhadap penicillin, yaitu penicillinase -laktamase).

Staphylococcus aureus sebelumnya sensitif terhadap penisilin pada


tahun-tahun awal penggunaan antibiotik beta laktam di klinik. Pada tahun
1940-an, resistensi terhadap penisilin generasi pertama muncul dari strain beta
laktamase kelas A. Menanggapi tantangan tersebut, akhirnya tercipta beta
laktamase generasi kedua dari penisilin, termasuk diantaranya methicillin
yang diperkenalkan pada tahun 1959. Pada tahun 1961, strain Staphylococcus
aureus yang tahan terhadap methicillin dan beta laktam lain muncul pertama
kali di Inggris, strain ini dikenal sebagai methicillin resistant Staphylococcus
aureus (MRSA).

Lebih dari 90.000 norang Amerika mendapatkan infeksi yang


mematikan dari MRSA setiap tahun dan pada tahun 2005, hampir 19.000
orang Amerika meninggal karena infeksi MRSA. Kematian lebih terkait
dengan infeksi MRSA dari AIDS, karena MRSA lebih mematikan daripada
AIDS. Bakteri ini masuk jika ditubuh kita ada luka yang terbuka misalnya,
teriris pisau, tergores, yang menyebabkan bakteri ini akan masuk kedalam
tubuh kita melalui luka tersebut. Bakteri ini tahan terhadap antibiotik. Jika
pemberi antibiotik yang salah maka akan membunuh bakteri yang baik ada di
dalam tubuh kita, dan sebaliknya bakteri ini akan meregenerasi dan menulari
bakteri yang lainnya. Jika sudah fatal bakteri akan memakan daging, otot,

[Type text] Page 1


bahkan jika sudah menjalar lebih parah maka akan menyerang organ vital
seperti menggrogoti jantung, paru dan hati.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Mahasiswa keperawatan mampu memahami MRSA dan asuhan
keperawatan yang berkaitan dengan MRSA dengan baik.
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu menjelasakan pengertian MRSA
b. Mahasiswa mampu menjelasakan klasifikasi MRSA
c. Mahasiswa mampu menjelasakan manifestasi klinis MRSA
d. Mahasiswa mampu menjelasakan penyebaran infeksi MRSA
e. Mahasiswa mampu menjelasakan pemeriksaan penunjang
MRSA
f. Mahasiswa mampu menjelasakan komplikasi MRSA
g. Mahasiswa mampu menjelasakan penatalaksanaan MRSA
h. Mahasiswa mampu menjelasakan pengkajian keperawatan pada
klien dengan MRSA
i. Mahasiswa mampu menjelasakan diagnosa keperawatan pada
klien dengan MRSA
j. Mahasiswa mampu menjelasakan rencana keperawatan pada
klien dengan MRSA

[Type text] Page 2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian.
MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus) adalah jenis
bakteri Staph ditemukan pada kulit dan dalam hidung ataupun pada lipatan
kulit lainnya yang resisten terhadap antibiotik yaitu kemampuan untuk
menolak antibiotik.

Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) adalah bakteri


yang bertanggung jawab untuk beberapa sulit-untuk-mengobati infeksi pada
manusia. Hal ini juga dapat disebut multidrug-resistant Staphylococcus aureus
atau oksasilin-resistant Staphylococcus aureus.Methicillin-Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus


yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA
mengalami resistensi karena perubahan genetik yang disebabkanoleh paparan
terapi antibiotik yang tidak rasional. Transmisi bakteri berpindah dari satu
pasien ke pasien lainnya melalui alat medis yang tidak diperhatikan
sterilitasnya. Transmisinya dapat pula melalui udara maupun fasilitas ruangan,
misalnya selimut atau kain tempat tidur (Nurkusuma, 2009).

Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang


merupakan bakteri Gram positif yang resistan terhadap antibiotik semisintetis
(Kodim,2010).MRSA merupakan bakteri patogen yang menjadi penyebab
berbagai macam infeksi, misalnya infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi
tulang dan sendi, pneumonia, bakteremia, endokarditis, sistem saraf pusat, dan
sindrom sepsis. MRSA banyak ditemukan di rumah sakit dan unit perawatan
kesehatan lainnya. Pada tahuntahun terakhir terjadi peningkatan jumlah
infeksi olah MRSA di luar rumah sakit, dan berkembang menjadi penyebab

[Type text] Page 3


umum dari infeksi tertentu (community acquired MRSA). Laporan-laporan
menunjukkan bahwa telah terjadi S.aureus yang resisten terhadap antibiotik
dan banyak obat lainnya (multi-drug resistant S.aureus-MDRSA) sehingga
pilihan antibiotik untuk mengobati MRSA makin berkurang.

B. Klasifikasi MRSA
a. Healthcare-associated MRSA (HA-MRSA) oleh Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) didefinisikan sebagai infeksi MRSA
yang terdapat pada individu yang pernah dirawat di rumah sakit atau
menjalani tindakan operasi dalam 1 tahun terakhir, memiliki alat bantu
medis permanen dalam tubuhnya, bertempat tinggal di fasilitas
perawatan jangka panjang, atau individu yang menjalani dialisis
(Anderson et al., 2007).
HA-MRSA secara tipikal dihubungkan dengan seseorang yang
memiliki faktor risiko perawatan di rumah sakit atau panti, dialisis,
mendapat terapi antibiotik, atau terpapar oleh alat atau prosedur yang
invasif. HA-MRSA memiliki resistensi yang sangat tinggi dan
merupakan penyakit nosokomial yang penting (Borloug et al., 2005).
Faktor risiko independen untuk memprediksi infeksi HA-MRSA
adalah pada pasien dengan luka operasi, ulkus dekubitus, dan kateter
intravena yang sebelumnya telah terkolonisasi. Pasien yang dirawat di
ICU (intesive care unit) memiliki risiko lebih tinggi untuk timbulnya
MRSA dibanding dengan pasien yang dirawat di ruangan biasa
(Duckworth et al., 1998).
b. Pada awal 1990-an telah muncul MRSA yang didapatkan pada
individu yang sebelumnya tidak memiliki faktor risiko yang
berhubungan dengan MRSA. Keadaan ini disebut sebagai community-
associated MRSA (CA-MRSA) (Borloug et al., 2005; Anderson et al.,
2007).

[Type text] Page 4


Secara genetik dan fenotipe strain HA-MRSA berbeda dengan strain
CA-MRSA. CAMRSA memiliki komposisi yang lebih kecil,
mengalami kejadian virulensi yang lebih tinggi, dan jarang terjadi
multidrug resistant pada antimikroba non β-laktam (misalnya terhadap
tetracyclin, trimetoprim-sulfametoksazol [TMP-SMX], rifampin,
clindamycin, dan fluoroquinolone).

C. Manifestasi Klinis.
Infeksi kulit Staphylococcus menyebabkan area merah, bengkak, dan nyeri
pada kulit. Mungkin ada drainase nanah atau cairan lain dari situs. Gejala
lebih mungkin terjadi di mana kulit telah dipotong atau digosok, atau di
daerah di mana ada rambut tubuh lebih. Ketika pasien mendapatkan MRSA di
fasilitas perawatan kesehatan, infeksi cenderung menjadi parah. Infeksi ini
dapat Staph dalam aliran darah, jantung atau paru-paru, urin, atau di lokasi
operasi terakhir.
Gejala infeksi ini parah termasuk :
1. Nyeri dada
2. Demam atau menggigil
3. Batuk
4. Kelelahan
5. Malaise
6. Sakit kepala
7. Nyeri otot
8. Ruam
9. Sesak nafas.
Faktor resiko yang meningkatkan kecurigaan seseorang atau pasien
terinfeksi MRSA :
1. Tingginya prevalensi MRSA dalam institusi atau asal komunitas
2. Adanya riwayat infeksi MRSA sebelumnya

[Type text] Page 5


3. Kontak dekat dengan seseorang yang diketahui terinfeksi MRSA
4. Dalam atau penggunaan antibiotic sering
5. Infeksi kulit berulang
6. Lingkungan hidup yang padat
7. Infeksi dalam lingkungan dengan kulit ke kulit kontak atau berbagi
(missal: handuk, alat olahraga)
8. Infeksi kulit dengan kegagalan terapi beta lactam
9. Riwayat dalam beberapa tahun terakhir : Perawatan rumah sakit,
perawatan lama, pembedahan, diabetes mellitus, penggunaan obat
injeksi

D. Penyebaran Infeksi.
Ada dua cara utama orang menjadi terinfeksi dengan MRSA. Yang
pertama adalah kontak fisik dengan seseorang yang baik terinfeksi atau
pembawa (orang-orang yang tidak terinfeksi tetapi terjajah dengan bakteri di
tubuh mereka) dari MRSA. Cara kedua adalah bagi orang untuk fisik
menghubungi MRSA pada setiap benda-benda seperti pegangan pintu, lantai,
sink, atau handuk yang telah disentuh oleh orang yang terinfeksi atau carrier
MRSA. Jaringan kulit normal pada orang biasanya tidak memungkinkan
berkembangnya infeksi MRSA , namun, jika ada luka, lecet, atau cacat kulit
lainnya seperti psoriasis(penyakit kulit inflamasi kronis dengan tambalan
kering, kemerahan, dan bersisik kulit), MRSA dapat berkembang biak
.Banyak orang sehat, terutama anak-anak dan dewasa muda, tidak melihat
adanya luka kecil pada kulit atau goresan dan mungkin lengah dalam
mengambil tindakan pencegahan tentang kontak kulit. . Ini adalah alasan
kemungkinan wabah MRSA terjadi dalam beragam jenis orang-orang seperti
pemain tim sekolah (seperti pemain sepak bola atau pegulat), warga asrama,
dan tentara dalam kontak dekat yang konstan.

[Type text] Page 6


Orang-orang dengan risiko tinggi infeksi MRSA adalah mereka
dengan luka kulit yang jelas (misalnya, pasien dengan atau trauma luka bedah
atau pasien rumah sakit dengan infus, luka bakar , atau borok kulit) dan orang
dengan sistem kekebalan tertekan (bayi, orang tua, atau HIV terinfeksi
individu) atau mereka dengan penyakit kronis ( diabetes atau kanker ). Orang
dengan pneumonia (infeksi paru-paru) akibat MRSA. MRSA dapat
mengirimkan melalui tetesan udara.(2)
Kebanyakan penyebaran MRSA dari satu pasien ke pasien yang
lainnya dimediasi oleh petugas kesehatan kesehatan yang menangani seperti
dokter dan perawat.
Dalam penelitian di suatu rumah sakit di Georgia, Amerika Serikat,
didapatkan adanya 48% residen yang dinyatakan positif MRSA.
Petugas kesehatan khususnya perawat sebagai suatu kelompok yang berulang
kali terpajan pasien MRSA-positif dan dapat memiliki tingkat tinggi infeksi
jika tindakan pencegahan tidak diambil. Konsekuensinya, pekerja sektor
kesehatan pasien dan pengunjung harus menggunakan masker sekali pakai,
gaun, dan sarung tangan ketika mereka memasuki ruangan pasien terinfeksi
MRSA.

E. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan mikrobiologi adalah satu pemeriksaan yang sangat
penting dalam menunjang penegakkan diagnosis serta terapi penyakit infeksi
terutama dalam penanganan infeksi nosokomial. Salah satu penyebab infeksi
nosokomial adalah MethicillinResistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Prosedur yang tepat pada pengambilan spesimen yang aseptis, penanganan
pemeriksaan laboratorium mikrobiologi untuk menegakkan diagnosis infeksi
MRSA dan prosedur standar uji bioaktivitas obat antimikroba berguna dalam
diagnosis dan terapi infeksi MRSA.

[Type text] Page 7


Diagnosis Kultur. Infeksi MRSA yang didiagnosis oleh kulturbakteri
aerobik rutin. Oksasilin-resistensi, yang dideteksi oleh uji resistensi
laboratorium, juga menunjukkan methicillin-resisten. Positif MRSA kultur
dari cairan tubuh darah dan steril (misalnya, cairan sendi, cairan pleura, cairan
cerebrospinal) dianggap diagnostik. Kultur positif dari situs non-steril
(misalnya, luka) dapat menunjukkan baik kolonisasi bakteri atau infeksi.
Kultur luka yang diperoleh dari nanah (dengan menghindari kontaminasi
kulit) atau abses disedot adalah diagnosa yang bermakna, sedangkan, kultur
positif yang diperoleh langsung dari permukaan luka adalah nilai terbatas
dalam mendeteksi infeksi yang sebenarnya.
Sampel kulit , contoh nanah dari luka, atau darah, urine, atau bahan
biopsi (sampel jaringan) akan dikirim ke laboratorium mikrobiologi dan
dikultur untuk S.aureus .Staphylococcus.Jika.S.aureus yang terisolasi (tumbuh
di cawan Petri), bakteri tersebut kemudian dipajankan dengan antibiotik yang
berbeda termasuk methicillin..S. aureus yang tumbuh baik pada methicillin
dalam kultur ini disebut MRSA, dan pasien didiagnosis terinfeksi MRSA.
Prosedur yang sama dilakukan untuk menentukan apakah seseorang
merupakan pembawa MRSA (skrining untuk carrier), tetapi sampel kulit atau
situs selaput lendir hanya diswab, tidak dibiopsi. Tes ini membantu
membedakan infeksi MRSA dari perubahan kulit lainnya yang sering muncul
pada awalnya mirip dengan MRSA.

F. Komplikasi.
Komplikasi yang bisa terjadi pada MRSA yaitu :
1. Impetigo
Impetigo merupakan infeksi kulit yang paling menular yang
kebanyakan menyerang bayi dan anak-anak. Impetigo biasanya
ditandai dengan munculnya luka borok warna merah pada wajah,
terutama di sekitar hidung, mulut anak-anak. Meski infeksi ini

[Type text] Page 8


umumnya terjadi akibat masuknya bakteri ke dalam kulit melalui luka
atau gigitan serangga, tapi impetigo  bisa juga tumbuh dalam kulit
yang benar-benar sehat. Pada orang dewasa, impetigo biasanya
mengakibatkan luka pada kulit.
2. Infeksi luka pasca-operasi Infeksi luka pasca-operasi merupakan
komplikasi yang sering ditemukan pada tindakan operasi superfisial,
profunda, dan organ. Salah satu agen biologis penyebab penting adalah
MRSA yang merupakan bakteri gram positif yang resisten terhadap
antibiotik semisintesis.
3. Pneumonia
Pneumonia karena Stafilokokus aureus dapat merupakan infeksi
primer (Hematogen) atau sekunder sesudah infeksi virus seperti
influensa.pneumonia inhalasi disebabkan oleh perubahan pembersihan
mukosiliare, disfungsi leukosit, atau perlekatan bakteri yang dimulai
oleh infeksi virus. Pada anak yang lebih muda dari usia lebih dari 1
tahun, mulainya dapat ditunjukan oleh mengi ekspiratoir, dengan cepat
menyerupai bronkitis. Lebih lazim adalah demam tinggi, nyeri perut,
takipnea, dispneadan bronkopneumania setempat atau penyakit lobar.
4. Abses
Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
(biasanya oleh bakteri dan parasit) atau karena adanya benda asing
(misalnya, serpihan, luka peluru, atau
Jarum suntik)

[Type text] Page 9


G. Penatalaksanaan medis dan Keperawatan.
Penanganan infeksi MRSA dapat dengan preventif dengan
pengendalian infeksi dan kuratif. Pengendalian infeksi dilakukan dengan
higiene tangan, penapisan dan isolasi pasien, eradikasi kolonisasi, kebersihan
lingkungan.
Sedangkan terapi medikamentosa menggunakan preparat vancomisin,
teicoplanin, linezolid, quinupristin/dalfopristin dan beberapa preparat lain
yang masih dapat digunakan seperti kotrimoksazol.
Higiene tangan berperan pada transmisi infeksi nosokomial pada
pekerja kesehatan, namun kesadaran akan hal tersebut masih rendah, bahkan
pada suatu rumah sakit pendidikan saja hanya 48% yang mematuhi hal
tersebut. Cara mencuci tangan merupakan hal yang harus diketahui dengan
baik, penggunaan sabun yang mengandung alkohol akan mengurangi waktu
yang diperlukan untuk mencuci tangan. Hal ini berguna pada instalasi intensif
yang mobilisasinya lebih cepat dibandingkan instalasi rawat biasa.
Reservoir MRSA dapat berasal dari kolonisasi dan proses infeksi.
Dilaporkan kolonisasi dan infeksi MRSA pada seseorang berkaitan erat
dengan jumlah pasien yang mempunyai MRSA saat perawatan. Hal ini
menyebabkan pentingnya identifikasi dini guna melakukan isolasi dan
pengendalian infeksi. Penapisan dilakukan minimal setiap minggu dengan
pengambilan sampel dari hidung dan perineum. Jika didapatkan hasil positif
maka sebaiknya dilakukan isolasi pasien namun hal ini dianggap sama
efektifnya dengan pengaturan penggunaan antibiotik. Eradikasi kolonisasi
MRSA tidak banyak diyakini efektifitasnya, namun mupirosin topikal dapat
mengurangi jumlah kolonisasi. Penularan melalui faktor lingkungan perlu
menjadi perhatian tersendiri dan kemampuan S.aureus hidup saat berada
dilingkungan menentukan transmisi cara ini. Beberapa penelitian melaporkan
kemampuan hidup mikroorganisme ini pada lingkungan rumah sakit dapat
bertahan dalam 24 jam bahkan jika berada pada material poliester dan
polietilen akan bertahan 56 hari dan 90 hari.

[Type text] Page 10


ASUHAN KEPERAWATAN PADA MRSA

1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat kesehatan dahulu.
a) Kaji riwayat pribadi atau kelurga tentang penyakit MRSA
sebelumnya
b) Kaji riwayat pekerjaan pasien.
b. Kaji pernafasan klien
Gejala : sesak napas dan batuk.
c. Aktivitas atau istirahat
Gejala : merasa sakit umum (Malaise) dan kelelahan
d. Keamanan
Gejala : Demam, sakit kepala, ruam dan kedinginan
e. Nyeri atau kenyamanan.
Gejala : nyeri otot, nyeri

2. Diagnosa Keperawatan.
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan medikasi

[Type text] Page 11


3. INTERVENSI

Data Diagnosis Keperawatan NOC NIC


1. Penurunan tekanan Ketidakefektifan Pola Nafas Setelah dilakukannya tindakan keperawatan NIC : Airway Management
inspirasi/ekspirasi diharapkan pola nafas pasien menjadi teratur 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
2. Penurunan pertukaran udara NOC : Respiratory status : Ventilation chin lift atau jaw thrust bila perlu
per menit 2. Posisikan pasien untuk
Hasil IR ER
3. Menggunakan otot memaksimalkan ventilasi
1. Frekuensi pernafasan
pernafasan tambahan 3. Identifikasi pasien perlunya
2. Irama pernafasan
4. Nasal flaring pemasangan alat jalan nafas buatan
3. Suara perkusi nafas
5. Dyspnea 4. Pasang mayo bila perlu
4. Volume tidal
6. Orthopnea 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. Dyspnea
7. Perubahan penyimpangan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
6. Atelektasis
dada suction
7. Gangguan inspirasi
8. Nafas pendek 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
8. Gangguan ekspirasi
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan

[Type text] Page 12


mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
1. Perubahan tekanan darah Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukannya tindakan keperawatan NIC : Manajemen Nyeri
2. Perubahan frekwensi fisik diharapkan pasien dapat mengontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
jantung NOC : Tingkat Nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
3. Perubahan frekwensi karakteristik, durasi, kualitas,
Hasil IR ER
pernapasan intensitas atau beratnya nyeri dan
9. Nyeri yang dilaporkan
4. Masker wajah (mis, mata faktor pencetus
10. Panjangnya episode nyeri
kurang bercahaya, tampak 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
11. Menggosok area yang
kacau, gerakan mata mengenai ketidaknyamanan terutama
terkena dampak
berpencar atau tetap pada pada mereka yang tidak dapat
12. Mengerang dan menangis
satu fokus meringis) berkomunikasi secara efektif
13. Mengeluarkan keringat
5. Fokus menyempit (mis, 3. Pastikan perawatan analgesik bagi
gangguan persepsi nyeri, pasien dilakukan dengan pemantauan
Kontrol Nyeri
hambatan proses berfikir, yang ketat
penurunan interaksi dengan Hasil IR ER 4. Gunakan startegi komunikasi
orang dan lingkungan) 1. Mengenali kapan nyeri terapeutik untuk mengetahui
6. Indikasi nyeri yang dapat terjadi pengalaman nyeri dan sampaikan
diamati 2. Menggambarkan faktor penerimaan pasien terhadap nyeri
penyebab 5. Gali pengetahuan dan kepercayaan
3. Menggunakan tindakan pasien mengenai nyeri
6. Pertimbangkan pengaruh budaya
[Type text] Page 13
pencegahan terhadap respon nyeri
4. Menggunakan tindakan 7. Gali bersama pasien faktor-faktor
pengurangan nyeri tanpa yang dapat atau memperberat nyeri
analgesik 8. Bantu keluarga dalam mencari dan
5. Menggunakan analgesik menyediakan dukungan
yang direkomendasikan 9. Pertimbangkan keinginan pasien
6. Melaporkan nyeri yang untuk berpartisipasi, kemampuan
terkontrol berpartisipasi, kecenderungan,
dukungan dari orang terdekat
terhadap metode dan kontradiks
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
10. Pilih dan implementasikan tindakan
yang beragam (misalnya;
farmakologi, nonfarmakologi,
interpersonal) untuk memfasilitasi
penurunan nyeri, sesuai dengan
kebutuhan

[Type text] Page 14


1. Kulit kemerahan Hipertemi b.d Peyakit Setelah dilakukannya tindakan keperawatan NIC : Perawatan Demam
2. Peningkatan suhu tubuh diharapkan masalah keperawatan teratasi 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital
diatas kisaran normal NOC : Termoregulasi lainnya
3. Kejang 2. Monitor warna kulit dan suhu
Hasil IR ER
4. Takikardi 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari
1. Peningkatan suhu kulit
5. Takipnea perubahan kehilangan cairan yang tak
2. Hipertermia
6. Kulit terasa hangat dirasakan
3. Sakit kepla
4. Beri obat atau cairan IV (misalnya;
4. Sakit otot
antipiretik, agen antibakteri, dan agen
anti menggigil)
5. Dorong konsumsi cairan
6. Fasilitasi istirahat, terapkan
pembatasan aktivitas; jika diperluka
7. Mandikan [pasien] dengan spons
hangat dengan hati-hati (yaitu:
berikan untuk pasien dengan suhu
yang sangat tinggi, tidak
memberikannya selama fase dingin,
dan hindari agar pasien tidak
menggigil)

[Type text] Page 15


8. Tingkatkan sirkulasi udara
9. Pantau komplikasi-komplikasi yang
berhubungan dengan demam serta
tanda dan gejala kondisi penyebab
demam
10. Pastikan langkah keamanan pasien
yang gelisah atau mengalami delirium

1. Kerusakan lapisan kulit Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawtan Pressure Management
(dermis) berhubungan dengan diharapkan masalah keperawatan teratasi
1. Anjurkan pasien untuk
2. Gangguan permukaan kulit medikasi NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous
menggunakan pakaian yang
(epidermis) Membranes
longgar
3. Invasi struktur tubuh
Hasil IR ER 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
4. Ruam kuklit
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
1. Suhu kulit
bersih dan kering
2. Sensasi
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
3. Elastis
pasien) setiap dua jam sekali
4. Jaringan parut
5. Monitor kulit akan adanya
5. Lesi pada kulit
kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby
oil pada daerah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi

[Type text] Page 16


pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat

1.

[Type text] Page 17


BAB III

PENUTUP

SIMPULAN
Infeksi MRSA telah menjadi problem dalam dunia kesehatan di seluruh dunia
selama beberapa dekade. Beberapa faktor dapat menyebabkan timbulnya resistensi ini,
diantaranya adalah salah pemilihan dan penggunaan dari agen antibiotik.
Ada 2 macam infeksi MRSA, yaitu HA-MRSA dan CA-MRSA. HA-MRSA
didefinisikan sebagai infeksi MRSA yang terdapat pada individu yang pernah dirawat di
rumah sakit atau menjalani tindakan operasi dalam 1 tahun terakhir, memiliki alat bantu
medis permanen dalam tubuhnya, bertempat tinggal di fasilitas perawatan jangka
panjang, atau individu yang menjalani dialisis. Sedangkan infeksi MRSA yang terdapat
pada individu yang sebelumnya tidak ada hubungan dengan infeksi rumah sakit dikenal
sebagai CA-MRSA.
Berbagai institusi kesehatan di luar negeri telah banyak yang menerbitkan
pedoman dalam pencegahan, kontrol, dan penanganan MRSA yang disesuaikan dengan
keadaan dan strain MRSA yang ada.
Penularan utama MRSA adalah melalui kontak langsung antar orang per orang, biasanya
dari tangan orang yang terinfeksi atau terkolonisasi. MRSA juga dapat menyebar melalui
pemakaian handuk bersama-sama, alat-alat mandi, alat-alat olahraga, baju, alat-alat
pengobatan, olahraga dengan kontak langsung, atau ketika adanya wabah yang berasal
dari makanan.
Setiap dokter atau penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan infeksi
MRSA pada diagnosis bandingnya pada semua pasien dengan adanya gambaran infeksi
kulit dan jaringan lunak atau manifestasi gejala lainnya dari infeksi staphylococcus
disertai adanya faktor risiko untuk terjadinya MRSA.
Manajemen penanganan infeksi MRSA harus menyeluruh dan melibatkan pihak pasien
sebagai orang yang terinfeksi atau terkolonisasi, petugas kesehatan dan staf rumah sakit

[Type text] Page 18


yang bisa saja terkolonisasi, dokter yang merawat, dan pemerintah sebagai pengambil
kebijakan dalam bidang kesehatan.
Prinsip pemberian antibiotik pada infeksi MRSA adalah sesuai dengan hasil kultur
bakteri dan pola sensitivitas antibiotik yang ada. Antibiotik empirik dapat diberikan pada
keadaan dimana hasil kultur dan sensitivitas tidak ada. Antibiotik yang digunakan bisa
dalam bentuk kombinasi maupun tunggal.

[Type text] Page 19


DAFTAR PUSTAKA
Alangaden, G.J. 1997 [cited: December 14, 2007]. Overview of Antimicrobial Resistance.

National Foundation for Infectious Diseases: [9 screens].

http://www.nfid.org/publications/id_archive/antimicrobial.html.

Alston, W.K., Elliott, D.A., Epstein, M.E., Hatcher, V.B., Tang, M., Lowy, F.D. 1997.

Extracellular matrix heparan sulfate modulates endothelial cell susceptibility to


Staphylococcusaureus. J Cell Physiol, 173:102-109.

Anderson, J., Mehlhorn, A., MacGregor, V. 2007. Community-Associated Methicillin-resistant

Staphylococcus aureus. What's in Your Neighborhood? Jobson Medical Information LLC. US


Pharm, 32(8):HS3-HS12.

Anonim. 2005 [cited: December 15, 2007]. Staphylococcus. Kenneth Todar University of

Wisconsin-Madison Department of Bacteriology [19 screens].

http://www.visualunlimited.com/.

Banerjee, S.N., Emori, T.G., Culver, D.H. 1991. Secular trends in nosocomial primary

bloodstream infections in the United States, 1980-1989. Am J Med, 91:Suppl 3B:3B-86S 3B

89S.

BC Centre for Disease Control. 2001. British Columbia Guidelines for Control of Antibiotic

Resistant Organisms (AROs) [Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) and

Vancomycin-resistant Enterococci (VRE)].

Borlaug, G., Davis, J.P., Fox, B.C. 2005. Community Associated Methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (CA-MRSA) Guidelines for Clinical Management and Control of

Transmission. http://www.unc.edu/depts/spice/WisconsinCAMRSAGuide.pdf/.

Brown, D.F.J., Edwards, D.I., Hawkey, P.M., Morrison, D., Ridgway, G.L., Towner, K.J., Wren,

[Type text] Page 20


M.W.D. 2005. Guidelines for the laboratory diagnosis and susceptibility testing of methicillin

resistant Staphylococcus aureus (MRSA). J Antimicrob Chemother, 56:1000– 1018.

Carter, A., Heffernan, H., Holand, D., Ikram R., Morris A., et al. 2002. Guidelines for the

Control of Methicillin-resistant Staphylococcus aureus in New Zealand.

http://www.moh.govt.nz/cd/mrsa.

Casewell, M.W., Hill, R.L.R. 1986. The carrier state: Methicillin-resistant Staphylococcus

aureus. J Antimicrob Chemother, 18:Suppl A:1-12.

Cheung, A.L., Eberhardt, K.J., Chung, E. 1994. Diminished virulence of a sar-agr- mutant of

Staphylococcus aureus in the rabbit model of endocarditis. J Clin Invest, 94:1815-22.

Dellit, T., Duchin, J., Hofmann, J., Olson, E.G. 2004. Interim Guidelines for Evaluation &

Management of Community Associated Methicillin-resistant Staphylococcus aureus Skin dan

Soft Tissue Infection in Outpatient Settings.

http://www.metrokc.gov/health/providers/epidemiology/MRSA-guidelines.pdf.

Drake, T.A., Pang, M. 1988. Staphylococcus aureus induces tissue factor expression in cultured

human cardiac valve endothelium. J Infect Dis, 157:749-56.

Drugs. 2007 [cited December 17, 2007]. Drug Information Online [44 screens].

http://www.drugs.com/pro.

Duckworth, G., Cookson, B., Humphreys, H., Heathcock, R. 1998. Revised Methicillin-resistan

Staphylococcus aureus Infection Control Guideline for Hospitals, Report of a combined working

party of the British Society for Antimicrobial Chemotherapy, the Hospital Infection Society and

the Infection Control Nurses Association. Brit Soc Antimicrob Chemother.

Dwiprahasto, I. 2005. Kebijakan untuk Meminimalkan Risiko Terjadinya Resistensi Bakteri di

Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit. JMPK, 8(4):177-181.

[Type text] Page 21


Elixhauser, A., Steiner, C. 2007. Statistical Brief #35: Infection with Methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) in U.S. Hospitals, 1993-2005.

http://www.hcupus.ahrq.gov/reports/statbriefs/sb35.pdf.

Emori, T.G., Gaynes, R.P. 1993. An overview of nosocomial infections, including the role of the

microbiology laboratory. Clin Microbiol Rev, 6:428-442.

Enright, M.C., Robinson, D.A., Randle, G., Feil, E.J., Grundmann, H., Spratt, B.G. 2002. The

evolutionary history of methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). PNAS,

99(11):7687–7692.

EPIC. 2006. Apakah organisme multi-resistan itu dan bagaimana timbulnya? in Essential

Practices in Infection Control. Ansell Cares, 2:1-6.

Gemmell, C.G., Edwards, D.I., Fraise, A.P., Gould, F.K., Ridgway, G.L., Warren, R.E. 2006.

Guidelines for the Prophylaxis and Treatment of Methicillin-resistant Staphylococcus aureus

(MRSA) infections in the UK. J Antimicrob Chemother, 57:589-608.

Gorwitz, R.J., Jernigan, D.B., Powers, J.H., Jernigan, J.A. 2006. Strategies for Clinical

Management of MRSA in the Community: Summary of an Experts’ Meeting Convened by the

Centers for Disease Control and Prevention.

http://www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/ar/CAMRSA_ExpMtgStrategies.pdf.

Grathwaite, T.L., Fielding, J.E. 2003 [cited December 17, 2007]. FACT SHEET FOR HEALTH

CARE PROVIDERS: Community-Associated Methicillin-resistant Staphylococcus aureus Skin

Infections. [7 screens]. http://lapublichealth.org/acd/.

Holden, M.T.G., Feil, E.J., Lindsay, J.A., Peacock, S.J., Day, N.J.P., Enright, M.C. 2004.

Complete genomes of two clinical Staphylococcus aureus strains: Evidence for the rapid

evolution of virulence and drug resistance. PNAS, 101(26):9786-9791.

[Type text] Page 22


Kowalski, T.J., Berbari, E.F., Osmon D.R. 2005. Epidemiology, Treatment, and Prevention of

Community-Acquired Methicillin-resistant Staphylococcus aureus Infections. Mayo Clin Proc,

80(9):1201-1208.

Lowy, F.D. 1998. Staphylococcus Aureus Infections. NEJM, 339(8):520-532.

Naimi, T.S, LeDell, K.H, Boxrud, D.J. 2001. Epidemiology and clonality of communityacquired

methicillin-resistant Staphylococcus aureus in Minnesota, 1996-1998. Clin Infect Dis, 33:990.

Navy Environmental Health Center. 2005. Guidelines for the Management of Community

Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (CA-MRSA) Infections in the US Navy

and Marine Corps.

http://www-nehc.med.navy.mil/Downloads/prevmed/CPG_MRSA_20050516_final.pdf.

Noble, W.C., Valkenburg, H.A., Wolters, C.H.L. 1967. Carriage of Staphylococcus aureus in

random samples of a normal population. J Hyg (Lond); 65:567-573.

Royal College of Nursing (RCN). 2005. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Guidance for Nursing Staff. http:/www.rcn.org.uk/mrsa.

Sampathkumar, P. 2007. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus: The Latest Health Scare.

Mayo Clin Proc, 82(12):1463-1467.

Schramm, G.E, Johnson, J.A, Doherty, J.A. 2006. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus

sterile-site infection: The importance of appropriate initial antimicrobial treatment. Crit Care

Med, 34:20-69.

Steinberg, J.P., Clark, C.C., Hackman, B.O. 1996. Nosocomial and community acquired

Staphylococcus aureus bacteremias from 1980 to 1993: impact of intravascular devices and

methicillin resistance. Clin Infect Dis, 23:255-259.

The Federal Bureau of Prisons (BOP). 2005 [cited: December 17, 2007]. Management of

[Type text] Page 23


Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Infections. [43 screens].

http://www.bop.gov/news/PDFs/mrsa.pdf.

Vavra, S.B., Daum, R.S. 2007. Community-acquired methicillin-resistant Staphylococcus

aureus: the role of Panton–Valentine leukocidin. Lab Investig; 87:3–9.

Wijisaksono, D.P. 2007. Terapi optional “baru” untuk infeksi gram (+): peran vancomycin.

Dalam: M. Sja’bani, S. Nurdjanah, K. Widayati, M.R. Ikhsan, A. Widiatmoko (eds.). Naskah

lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan IX Ilmu Penyakit Dalam FK UGM. Hal. 1324. Yogyakarta.

PGTKI Press.

Wikipedia. 2007 [cited: December 17, 2007]. Antibiotic Resistance. Wikipedia Organization:

[3screens]. http://en.wikipedia.org/wiki/Antibiotic_resistance.

Yim, G. 2007 [cited: December 17, 2007]. Attack of the Superbug: Antibiotik Resistance.

[8screens]. http://www.scq.ubc.ca.

[Type text] Page 24

Anda mungkin juga menyukai