Anda di halaman 1dari 16

ALAT DAN APLIKASI PESTISIDA

(Laporan Penyakit Penting Tanaman)

Oleh

Kelompok 5

Ahmad Al Fajar
1714191022

JURUSAN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
I. PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Penyakit tanaman merupakan adanya penurunan dari keadaan normal dari tanaman yang
menyela atau memodifikasi fungsi-fungsi vitalnya. Penyakit tanaman sebagian besar
disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus. Kerugian bagi seseorang ataupun perusahaan
yang melakukan budidaya sudah tidak terhitung lagi akibat terserang penyakit. Melihat
hal ini berbagai lini baik dari pemerintah, peneliti dan akademisi untuk mengkaji solusi
dari permasalahan penyakit yang ada pada tanaman budidaya.

Dalam mengendalikan hama dan penyakit tidak cukup dengan mengetahui ilmu dan
konsep pengendaliannya. Berdasarkan kajian ilmu hama dan penyakit setelah dilihat
dari berbagai aspek kehidupan maka ditemukan berbagai alat yang digunakan untuk
mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman baik sekala kecil ataupun perusahaan.
Oleh karena itu disini kita akan memperkenalkan alat dan aplikasi pestisida.

1.2     Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini adalah:
1. Mengenal beberapa macam alat aplikasi pestisida
2. Mengetahui bagian dan mekanisme kerja alat
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

Pestisida merupakan zat, senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh),
organisme renik, virus dan zat lain lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan
tanaman atau bagian tanaman. Beberapa tahun terakhir penggunaan pestisida oleh
petani cenderung meningkat, karena hal tersebut dianggap cara paling efektif untuk
mengendalikan OPT, sehingga permintaan pestisida di tingkat petani meningkat. Jumlah
merk dagang pestisida yang beredar di Indonesia sangat banyak. Setidaknya pada
tahun2010 terdapat 2.628 merk dagang pestisida dari 196 perusahaan yang terdaftar di
Kementerian Pertanian (Kementerian Pertanian 2010).

2.2 Jenis Pestisida Berdasrkan Sasaran

Berdasarkan organisme sasarannya pestisida digolongkan sebagai berikut (Raini,2007).


a. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga. Bahan aktif yang tergkandung di dalamnyaantara
lain, organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid.
b. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisadigunakan
untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. Bahan aktifyang
terkandung biasanya adalah senyawa merkuri, dikarboksimida, derivatftalimida,
penta-klorofenol (PCP) dan senyawa N-heterosiklik.
c. Bakterisida adalah bahan yang mengandung senyawa yang bisa membunuh bakteri.
d. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
e. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yangmengandung
senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuhtungau, caplak, dan laba-
laba.
f. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yangdigunakan
untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnyatikus. Bahan aktif yang
digunakan antara lain warfarin, ANTU, natriumfluoroasetat, alkaloid striknin dan
fluoroasetamida.
g. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siputtelanjang, siput
setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak
h.  Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untukmembunuh
tumbuhanpengganggu yang disebut gulma

2.3 Jenis pestisida Berdasarkan Mod Of Action

Pestisida dapat juga dikelompokkan berdasarkan cara kerjanya (mode of action).Cara


kerja (mode of action) adalah kemampuan pestisida dalam mematikan hamaatau
penyakit sasaran menurut cara masuknya bahan beracun ke jasad hama atau penyakit
sasaran dan menurut sifat dari bahan kimia tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke
dalam jasad sasaran, insektisida digolongkan ke dalam :
1. Racun perut/lambung merupakan bahan beracun pestisida yang dapatmerusak sistem
pencernaan jika tertelan oleh serangga
2. Racun kontak merupakan bahan beracun pestisida yang dapat membunuh
ataumengganggu perkembangbiakan serangga, jika bahan beracun tersebutmengenai
tubuh serangga.
3.Racun nafas merupakan bahan racun pestisida yang biasanya berbentuk gasatau bahan
lain yang mudah menguap (fumigan) dan dapat membunuhserangga jika terhisap
oleh sistem pernafasan serangga tersebut.
4.Racun saraf :merupakan pestisida yang cara kerjanya mengganggu system saraf jasad
sasaran.
5. Racun protoplasmik merupakan racun yang bekerja dengan cara merusak protein
dalam sel tubuh jasad sasaran.
6. Racun sistemik merupakan bahan racun pestisida yang masuk ke dalam sistem
jaringan tanaman dan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman,sehingga bila dihisap,
dimakan atau mengenai jasad sasarannya bias meracuni. Jenis pestisida tertentu hanya
menembus ke jaringan tanaman (translaminar) dan tidak akan ditranlokasikan ke
seluruh bagian tanaman(Moekasan dan Prabaningrum, 2012).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum adalah Semi automatic sprayer, Automatic
sprayer, Blower sprayer, mist duster, swing fog.

2.2 Prosedur Percobaan

1. Menggambar bagian-bagian aplikasi pestisida dan memberi nama pada bagian-


bagianya
2. Menjelaskan mekanisme kerja, kegunaan, kelebihan dan kelemahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hasil Pengamatan

Gambar
No Gambar Foto Keterangan
Tangan
1. Semi Automatic Sprayer Semi 1.Tempat pestisida
Automatic 2. Tali
Sprayer 3. Pemompa
4. Laras
5. Selang penyalur
6. Kran
7. Nozzle
8. Penutup Tangki

2. Automatic sprayer Automatic 1. Manometer


sprayer 2. Tangki pestisida
3. Pipa saluran
4. Tuas Pompa
5. Tangkai nozzle
6. Nozzle

3. Mist Duster Mist Duster


Motor penggerak
2.   Kipas
3.  Stang
4. Tangki bahan bakar
5. Tempat pestisida
6. Selang penyalur
larutan pestisida
7. Selang penyalur
udara
8. Nozzle
4. Swing fog Swing fog 1. Tangki pestisida
2. Pipa saluran
3. Tangki bahan bakar
4. Tabung pendingin
5. Pompa
6. Mesin
7. Pipa
saluran    pestisida

3.2. Pembahasan

Setelah melakukan pengamatan pada peralatan pengendalian pestisida maka akan ada
penjelasan bagaimana mekanisme kerja, kegunaan, kelebihan dan kekurangan pada
setiap alat. Adapun alat pestisda tersebut yaitu; semi automatic sprayer, automatic
sprayer, Mist Duster, Swing fog, Soil Injector, Oplosan dan Micron Ulva.
Semi automatic sprayer Prinsip kerja alat ini adalah memecah cairan menjadi butiran
partikel halus yang menyerupai kabut. Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini maka
pemakaian pestisida akan efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau tajuk
tanaman. Untuk memperoleh butiran halus, biasanya dilakukan dengan menggunakan
proses pembentukan partikel dengan menggunakan tekanan (hydraulic atomization),
yakni tekanan dalam tabung khusus dipompa sehingga mempunyai tekanan yang tinggi,
dan akhirnya mengalir melalui selang karet menuju ke alat pengabut bersama dengan
cairan. Cairan dengan tekanan tinggi dan mengalir melalui celah yang sempit dari alat
pengabut, sehingga cairan akan pecah menjadi partikel-partikel yang sangat halus.
Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis sprayer yang banyak
digunakan petani di lapangan adalah jenis ini, namun hasilnya kurang efektif, tidak
efisien dan mudah rusak. Hasil studi yang dilakukan oleh Departemen Pertanian pada
tahun 1977 di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa sprayer tipe gendong
sering mengalami kerusakan. Komponen-komponen sprayer yang sering mengalami
kerusakan tersebut antara lain : tabung pompa bocor, batang torak mudah patah, katup
bocor, paking karet sering sobek, ulir aus, selang penyalur pecah, nozzle dan kran
sprayer mudah rusak, tali gendong putus, sambungan las korosi, dsb.
Di samping masalah pada perangkat alatnya, masalah lain adalah kebanyakan pest yang
direkomendasikan dan ini salah satunya disebabkan oleh disain sprayer yang kurang
menunjang aplikasi. Bagian-bagian alat semprot semi otomatis antara lain tuas
penyemprot, noozle, batang semprot, mult tangki, memiliki satu tabung untuk
menampung cairan pestisida sekaligus menampung tekanan udara serta tali untuk
menggendong alat. Kapasitas atau daya tampung alat 17 liter dan terbuat dari logam
besi.
Automatic Sprayer prinsip kerja alat penyemprot ini adalah memecah cairan menjadi
butiran partikel halus yang menyerupai kabut. Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini
maka pemakaian pestisida akan efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau
tajuk tanaman. Untuk memperoleh butiran halus, biasanya dilakukan dengan
menggunakan proses pembentukan partikel dengan menggunakan tekanan (hydraulic
atomization), yakni cairan di dalam tangki dipompa sehingga mempunyai tekanan yang
tinggi, dan akhirnya mengalir melalui selang karet menuju ke alat pengabut. Cairan
dengan tekanan tinggi dan mengalir melalui celah yang sempit dari alat pengabut,
sehingga cairan akan pecah menjadi partikel-partikel yang sangat halus.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaannya adalah isi tangki cairan
pestisida harus disisakan kurang lebih 1/5 bagian ruangan tangki untuk udara. Setelah
diisi cairan, tangki dipompa kurang lebih sebanyak 50 – 80 kali pemompaan. Untuk
mengetahui intensitas tekanan udara di dalam tangki dapat diamati melalui manometer.
Beberapa persyaratan lainnya adalah bahan konstruksi terbuat dari plat tahan karat,
bagian konstruksi pompa mudah dilepas untuk dibersihkan, selang terbuat dari karet
atau plastik, nosel dapat dilepas dan dapat diganti baik tipe maupun ukuran lubangnya.
Persyaratan lain yang berkaitan efektivitas aplikasi pestisida dalam pengoperasian alat
penyemprot adalah kondisi kecepatan angin tidak melebihi 10 km/jam.
Perbedaan antara sprayer otomatis dan sprayer semi otomatis adalah pada komponen
dalam kedua alat tersebut. Pada alat sprayer otomatis tidak ada tabung khusus yang
digunakan sebagai tempat cadangan tekanan karena seluruh tekanan memenuhi tangki
sprayer. Oleh karena itu tangki sprayer otomatis harus terbuat dari bahan yang kuat
dengan tekanan. Dengan perbedaan tersebut maka cara aplikasinya pun sedikit berbeda.
Jika sprayer otomatis harus dipompa hingga penuh sebelum aplikasi, sprayer semi
otomatis harus dipompa selama aplikasi hingga volume pestisida habis. Oleh karena
itulah ada perbedaan ukuran droplet pada keduanya. Ukuran droplet sprayer otomatis
lebih kecil dari sprayer semi otomatis akibat adanya perbedaan tekanan yang diberikan.
Ada beberapa keuntungan dan kerugian dengan penggunaan tekanan atau energi
hidrolik antara lain keuntunganya seperti Komponen yang digunakan relatif sederhana
untuk dioperasikan. Peralatan fleksibel dan dengan perubahan sedikit dapat digunakan
untuk sasaran yang berbeda. Untuk kerugiannya seperti Droplet dihasilkan dalam
kisaran diameter yang luas mengakibatkan banyak pestisida yang terbuang (droplet
dengan optimum diameter tidak mengenai sasaran). Penggunaan yang bervariasi dan
komponen dapat mengakibatkan variasi penutupan. Penggunaan komponen khususnya
noozle yang mengharuskan seringnya penggantian alat yang bersangkutan.
Mist Duster Alat ini digunakan untuk aplikasi pestisida padat atau serbuk. pestisida
dalam bentuk debu terdiri dari bahan pembawa yang kering dan halus, yang
mengandung bahan aktif 1 -10 persen, ukuran partikelnya berkisar lebih kecil dari 75
mikron. Aplikasinya tanpa dicampur dengan bahan lain dan dimanfaatkan untuk
mengatasi pertanaman yang berdaun rimbun/lebat, karena partikel debu dapat masuk
keseluruh bagian pohon.
Penggunaan sprayer didasarkan pada tujuan. Kemudian dalam pengaplikasian pestisida,
diperlukan pengetahuan yang baik agar penggunaan pestisida tidak menyebabkan
kerugian atau dalam kata lain boros. Pengetahuan ini lebih tergantung kepada jenis
pestisida dan dosis yang digunakan. Dalam hal ini, dosis yang digunakan baiknya tepat
atau mendekati tepat dalam pengaplikasiannya. Dengan demikian efek atau keampuhan
pestisida yang digunakan dapat dibuat seoptimal mungkin.
Pestisida berwujud cairan (EC) atau bentuk tepung yang dilarutkan (WP atau SP)
memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkannya. Sedangkan pestisida yang
berbentuk tepung hembus bisa digunakan alat penghembus. Pestisida berbentuk
fumigant dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik, misalnya alat penyuntik tanah
untuk nematisida atau penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan
memberantas penggerek batang (Djojosumarto, 2000).
Keberhasilan penyemprotan sangat ditentukan oleh tingkat peliputan (coverage), yakni
banyaknya droplet yang menutupi bidang sasaran. Makin banyak jumlah droplet pada
tiap bidang sasaran, makin besar kemungkinan OPT terkena pestisida sehingga semakin
besar kemungkinan penyemprotan berhasil.
Tingkat penutupan dinyatakan dengan angka kepadatan droplet (droplet density), yakni
jumlah droplet yang terdapat pada setiap satuan luas bidang sasaran. Tingkat peliputan
(coverage) atau kepadatan droplet dipengaruhi oleh faktor butiran semprot dan volume
aplikasi. Makin halus ukuran butiran semprot, semakin baik tingkat penutupannya.
Volume aplikasi yang terlampau sedikit dapat menyebabkan tingkat penutupan yang
buruk dan volume aplikasi yang terlampau banyak menyebabkan run off.
Curah (flow rate, output) adalah banyaknya cairan semprot yang dikeluarkan oleh
nozzle per satuan waktu, yang umumnya dihitung dalam liter per menit. Angka flow
rate dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut ukuran lubang nozzle, jumlah
nozzle, jumlah lubang pada nozzle dan kecepatan aliran cairan yang melewati nozzle.
Setiap nozzel mempunyai angka flow ratenya sendiri.
Syarat agar penyemprotan merata lainnya adalah mempertahankan kecepatan berjalan
pada saat menyemprot (disebut kecepatan aplikasi). Bila kecepatan berjalan saat
menyemprot berubah-ubah, maka coverage juga akan berubah, sehingga distribusi
secara keseluruhan tidak sama.
Kalibrasi merupakan kunci untuk menyeragamkan setiap perlakuan pestisida. Jika dosis
rekomendasi tidak diaplikasikan secara merata, karena cara aplikasi yang tidak benar,
maka akan terjadi dua hal yang tidak diinginkan, yaitu: OPT tidak akan mampu
dikendalikan di areal yang teralikasi dengan dosis yang lebih sedikit dari dosis
rekomendasi dan OPT dan tanaman budidaya akan mati di areal yang teraplikasi dengan
dosis lebih tinggi dari dosis rekomendasi. Ada tiga faktor yang menentukan
keberhasilan kalibrasi, yaitu ukuran lubang nozel (nozel curah), tekanan dalam tangki
alat semprot, dan kecepatan berjalan ( ke depan) aplikator. Berikut adalah rumus
kalibrasi:
Keterangan :
A = kecepatan curah (L/menit)
B = lebar gawang (m)
C = kecepatan jalan (m/menit)
D = jumlah volume (L)
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, jumlah volume pada alat semprot otomatis
adalah 67,4 L/ha dan ulangan kedua adalah 54,75 L/ha. Sedangkan alat semprot semi
otomatis didapat 21,69 L/ha dan 47,33 L/ha.
Micron Ulva merupakan alat semprot pestisida yang sangat efektif dan efisien dalam
mengendalikan Organisme pengganggu Tanaman. Alat tersebut di beri
nama ULVA+. Dengan teknologi CDA (controller Droplet Applicator) maka alat ini
mampu menyemprot pestisida dengan volume semprot berkisar antara 20 s.d 40 ltr/ha.
ULVA+ yang bertenaga baterei juga sangat ringan dengan bobot kosong hanya 1.6 kg
sehingga akan memudahkan petani dalam mengaplikasikan pestisida. Karena hanya
membutuhkan volume larutan yang sedikit maka penggunaan ULVA+ juga akan
mempercepat proses penyemprotan menjadi hanya 2 s.d 3 jam/ha di bandingkan dengan
alat semprot biasa yang mencapai 5 s.d 6 jam/ha. Beberapa keunggulan yang di
tawarkan oleh alat semprot ULVA+ ini antara lain ; Hemat air sampai dengan
80%, Hemat pestisida (bahan) sampai dengan 40%, Hemat waktu dan biaya tenaga kerja
sampai dengan 50%, dan Ringan bahkan mudah digunakan oleh wanita.

Swingfog adalah pengasapan insektisida dengan mesin swingfog dilaksanakan dengan


cara menyemprotkan insektisida ke dalam bangunan rumah atau lingkungan sekitar
rumah diharapkan nyamuk yang berada dihalaman maupun didalam rumah terpapar
dengan isektisida dan dapat dibasmi. Upaya untuk menekan laju penularan penyakit
DBD salah satunya ditunjukkan untuk mengurangi kepadatan vektor DBD secara
kimiawi yang dikenal dengan istilah pengasapan (fogging) yaitu menggunakan alat yang
diberi nama swingfog. Fogging adalah untuk membunuh sebagian besar vektor infektife
dengan cepat, sehingga rantai penularan segera dapat diputuskan. Selain itu kegiatan ini
juga bertujuan untuk menekan kepadatan vektor selama waktu yang cukup  sampai
dimana pembawa virus tumbuh sendiri. Alat yang digunakan untuk fogging terdiri dari
portable thermal fog machine  dan ultra low volume ground sprayer mounted.

Dalam kondisi seperti itu, penggunaan insektisida selain kurang efektif dan mahal juga
berbahaya mterhadap kesehatan dan lingkungan. Bahaya Fogging:
1.      Dapat mengganggu saluran pernapasan
2.      Bila dilakukan fogging terus menurun nyamuk dapat kebal terhadap bahan kimia.
3.      Dapat mengakibatkan keracunan terhadap makanan yang  terkena asap fogging.
Cara-cara Pelaksanaan Fogging:
Selama ini masyarakat begitu mengandalkan fogging untuk menekan laju penularan
penyakit DBD. Karena itu ada beberapa hal penting yang perlu kita ketahui mengenai
fogging  antara ain sebagai berikut:
1.      Bahwa fogging efektif untuk membasmi vektor  atau nyamuk Aedes agyepti  dewasa
saja karena itu upaya fogging saja tidaklah terlal efekif untuk menekan laju penularan
DBD  dimasyarakat meski tidak berarti upaya melakuka fogging sia-sia.
2.      efek fogging hanya efektif bertahan selama dua hari.
3.      selain itu, jenis insektisida yang dipergunnakan mesti diganti secara periodik untuk
menghindari kekebalan (resistensi nyamuk Aedes)
V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah:
                                                                                                    
1.      Aplikasi pestisida menggunakan alat seperti semi automatic sprayer, automatic sprayer,
mist duster, swing fog, soil injector, oplosan dan micron ulva
2.      Keuntungan dari alat-alat aplikasi pestisida tersebut adalah mudah dalam aplikasi, lebih
efektif dan efisien terhadap tenaga dan waktu, dan menghemat biaya
3.      Kerugian  dari alat-alat aplikasi pestisida tersebut adalah masih mahal dan jarang untuk
alatnya, memerlukan ketelitian ilmu dalam menggunakan,

DAFTAR PUSTAKA

Agrios,G.N.1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.


Djojosumarto, P., 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta : Kanisius.
Djojosumarto, P., 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta : Kanisius.
Ide Elok. 2011. Handsprayer (Alat Penyemprot) Pertanian. (online) http://www.ideelok.com/alat-
dan-mesin/handsprayer-alat-penyemprot-pertanian. diakses pada 15 April 2011.
Jackson RW (editor). (2009). Plant Pathogenic Bacteria: Genomics and Molecular Biology. Caister
Academic Press..
Junaidi, W. 2009. Menentukan Kalibrasi. Jakarta : Penebar Swadaya.
Mujim, Subli. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan (Buku Ajar). 2009. Bandarlampung.
Universitas lampung.
Sastroutomo Soetikno S., 1992. Pestisida Dasar-Dasar Dan Dampak Penggunaanya. Jakarta :
Gramedia.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sudarmo, RM. 1997. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Jakarta: Kanisius.
Sukma, Y. dan Yakup. 1991. Gulma Dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta : Rajawali Press.
Sumintapura, A.H. dan Iskandar, R.S., 1975. Herbisida dan Pemakaiannya. Bandung : Fakultas
Pertanian Universitas Pajajaran

Anda mungkin juga menyukai