Tujuan dari praktikum uji koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu desinfektan
dengan memperkirakan potensi dan efektifitas desinfektan berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak
terhadap kuman dan membandingkannya terhadap fenol standard yang disebut koefisien fenol.
Teori Dasar
Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah menjadi pemikiran para ahli semenjak penyakit-
penyakit mulai dikenal. Berbagai macam substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna
menghilangkan pencemaran oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun mati.
Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang bermacam-macam, dan pengunaannya pun
ditujukan terhadap hal-hal yang berbeda-beda pula. Salah satu jenis anti mikroba dikenal sebagai disinfektan,
merupakan suatu zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk maksud disinfeksi pada bahan-bahan tak bernyawa.
Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam membunuh kuman. Pada konsentrasi rendah, daya
bunuhnya disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran
sel dengan menurunkan tegangan permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol dijadikan
standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu disinfektan.
Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus diuji keefektifannua. Cara menentukan daya
sterilisasi zat-zat tersebut adalah dengan melakukan tes koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan
aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama. Berbagai
pengenceran fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu volume tertentu biakan Salmonella thyphosa
atau Staphylococcus aureus.
Prinsip Kerja
Pertumbuhan bakteri uji pada media yang sesuai setelah bakteri tersebut kontak dengan disinfektan dalam waktu
5, 10, dan 15 menit.
Alat dan Bahan
Alat:
* Tabung reaksi
* Ose/sengkelit
* Pencatat waktu (stopwatch)
* Mc Farland III (109 kuman/ml)
* Vortex
* Stiker label
* Spiritus
Bahan:
1. Pembuatan media
Media kaldu nutrisi (Nutrient Broth) dimasukkan dalam 12 tabung reaksi ukuran 20 x 150 mm, volume masing-
masing dibuat 5 ml. Komposisi perliter terdiri dari pepton 10 g, ekstrak daging 5 g, dan NaCl 5 g; pH akhir 6,8.
Pembuatan Inokulum
Bakteri Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus sebelumnya telah ditanam pada agar nutrisi (Nutrient
Agar) miring dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-48 jam.
Tahap pengenceran bakteri uji adalah sebagai berikut:
Pengenceran larutan desinfektan dilakukan pada tabung steril berukuran 25 x 150 mm. Tahapannya adalah
sebagai berikut:
1. Siapkan 4 buah tabung steril berisi aquades dengan volume yang berbeda-beda di dalamnya yaitu 9 ml, 7 ml,
4,5 ml, dan 7 ml, secara berurutan
2. Lakukan pengenceran pertama dengan mempipet 1 ml larutan desinfektan ke dalam 9 ml air suling sehingga
konsentrasi menjadi 1:10
3. Pengenceran selanjutnya adalah dengan memindahkan 1 ml desinfektan 1:10 ke dalam tabung berisi 7 ml air
suling. Konsentrasi desinfektan pada tabung ini adalah 1:80
4. Pindahkan 0,5 ml desinfektan 1:80 ke dalam 4,5 ml aquades sehingga konsentrasi kini 1:100
5. Pipet 0,5 ml desinfektan 1:100 ke dalam tabung berisi 7 ml air suling sehingga konsentrasi pada tabung ini
adalah 1:150
6. Desinfektan yang akan dipakai selanjutnya adalah yang konsentrasinya 1:80, 1:100, dan 1:150. Oleh karena
itu, samakan volumenya masing-masing menjadi 5 ml
Tabung-tabung reaksi uji kemudian dieramkan di dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24-48 jam.
Diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri pada setiap tabung
Setelah tabung reaksi diinkubasi padsa suhu 37°C selama 24 - 48 jam, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Perhitungan
Koefisien fenol adalah hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi desinfektan dengan faktor pengenceran
tertinggi baku fenol yang masing-masing dapat membunuh bakteri uji dalam jangka waktu 10 menit, tetapi tidak
membunuh dalam jangka waktu 5 menit.
Pembahasan
Dari pengamatan praktikum kali ini didapatkan hasil tes fenol 1:80, suatu desinfektan dengan konsentrasi 1:80,
1:100, dan 1:150. Tes fenol dengan pengenceran 1:80 pada tabel di atas menunjukkan bahwa kuman masih
hidup sampai menit ke-10 namun setelah 15 menit, kuman tersebut mati. Hal ini cukup rasional oleh karena
semakin lama fenol tersebut bekerja, semakin efektif pula daya disinfeksinya.
Pada pengenceran suatu desinfektan 1:80, tidak terdapat kuman sama sekali dari menit ke-5 sampai menit ke-15.
Dengan hasil tersebut, asumsi kami adalah desinfektan ini memiliki kefektifitasan yang cukup bagus sehingga
dapat langsung membunuh kuman dengan cepat.
Sementara pada pengenceran 1:100, tabung reaksi juga tidak menampakkan kekeruhan dan disimpulkan bahwa
tidak ada bakteri yang hidup.
Namun pada pengenceran desinfektan yang terakhir, yaitu 1:150, terdapat kekeruhan di menit ke-5 tetapi tidak
pada menit ke-10 dan ke-15. Kekeruhan pada pengenceran terakhir ini menimbulkan keraguan pada hasil dari
pengenceran 1:100, atau pada pengenceran 1:150 ini.
Oleh karena kesalahan yang kami lakukan pada praktikum ini, kita tidak dapat melakukan perhitungan koefisien
fenol.Terjadinya hal ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor kemungkinan. Faktor-faktor kemungkinan
penyebab terjadinya kesalahan kami antara lain adalah:
Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga disebabkan oleh pengerjaan tabung Uji Disinfektan
secara paralel yang saat itu dimaksudkan untuk mempersingkat waktu pengerjaan. Pengerjaan secara paralel
tersebut telah mengakibatkan ketidakakuratan dan ketidaktelitian perhitungan waktu yang diperlukan.
* Ketidakakuratan dalam pengambilan kuman menggunakan ose
Dalam menginokulasi kuman uji terhadap desinfektan, kami memindahkan kuman tersebut hanya dengan 1 ose.
Dengan penggunaan ose, terdapat kemungkinan kuman tidak terangkat sesuai dengan konsentrasi yang
diinginkan. Sebab pada percobaan kami, banyak kuman yang mati. Pengambilan kuman dengan 2 ose mungkin
dapat lebih akurat.
Banyaknya kuman yang mati juga dapat disebabkan terlalu seringnya dilakukan flambir pada pembuatan
inokulum dan pada penginokulasian kuman uji terhadap desinfektan. Kuman S. aureus dan S. thyphosa tumbuh
optimum pada suhu 37°C, oleh karena itu tidak diperlukan suhu panas yang berlebihan.
Pada percobaan kali ini, kami mungkin juga melakukan kesalahan ketika melakukan pengenceran desinfektan
ke dalam 1:80, 1:100, 1:150. Pengenceran yang dilakukan tidak akurat, yaitu terlalu banyak desinfektan yang
terkandung dalam 1:80 atau 1:100, sehingga desinfektan terlalu pekat dan tidak sebanding dengan jumlah
kuman yang dibiakkan.
Kesimpulan
Dari percobaan yang kami lakukan tidak dapat diambil kesimpulan karena tidak ditemukan hasil yang sesuai.
Koefisien fenol
Koefisien fenol merupakan sebuah nilai aktivitas germisidal suatu antiseptik dibandingkan dengan efektivitas
germisidal fenol. Koefisien fenol dihitung menggunakan rumus Rideal-Walker.
Koefisien Fenol =
(dilusi tertinggi antiseptik, dimana bakteri tidak tumbuh pada 10' tapi tumbuh pada 5')
(dilusi tertinggi fenol, dimana bakteri tidak tumbuh pada 10', tapi tumbuh pada 5')
Perhitungan
Koefisien fenol = 75/100 = 0,75
Pembahasan
Aktivitas germisidal adalah kemampuan suatu senyawa antiseptik untuk membunuh mikroorganisme dalam
jangka waktu tertentu. Fenol merupakan salah satu germisidal kuat yang telah digunakan dalam jangka waktu
panjang. fenol biasanya digunakan sebagai pembersih tangan sebelum tindakan operatif/ sebagai bedak tabur
antiseptik untuk bayi. Contoh senyawa dengan fenol adalah triclosan dan dibromol.
Efektivitas senyawa antiseptik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan lama paparannya. Semakin tinggi
konsentrasi dan semakin lama paparan akan meningkatkan efektivitas senyawa antiseptik. Dari hasil praktikum
diatas, bisa dilihat adanya ketidaksesuaian dengan pernyataan sebelumnya, dimana pada efek fenol, pada dilusi
1:150 (konsentrasi kurang pekat) ternyata lebih efektif dibanding dilusi 1:50 dan 1:100 (konsentrasi lebih pekat
dari 1:150). Selain itu, untuk wipol 1:25, pada menit ke 5 tidak ada koloni namun pada menit ke 10 timbul
koloni bakteri. Hal ini juga tidak sesuai dengan pernyataan semakin lama paparan akan relatif semakin efektif
aktivitas antiseptiknya. Perbedaan-perbedaan berikut bisa diakibatkan kesalahan dalam prosedur praktikum
ataupun ada kontaminasi saat masa inkubasi.
Kesimpulan
Wipol memiliki angka koefisien fenol sebesar 0,75. Artinya wipol memiliki aktivitas germisidal 0,75 kali dari
aktivitas germisidal fenol. Wipol kurang poten sebagai agen bakterisidal dibandingkan dengan fenol.