Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG BIOLOGI LAUT

DI PULAU TABUHAN BANYUWANGI

Oleh :
1. Fikrotul Mufidah (141811535004)
2. Rizki Endah W. (141811535013)
3. Laksa Imtapreta S.M. (141811535016)
4. Sadida Anindya B. (141811535033)
5. Rusdi Abdat (141811535039)

PROGRAM STUDI S1 - AKUAKULTUR


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
PSDKU UNIVERSITAS AIRLANGGA
BANYUWANGI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Dan yang merupakan satu petunjuk yang
paling benar yaitu Syariah Islam yang sempurna, dan yang terbaik bagi seluruh alam semesta.
Makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan beberapa tugas mata kuliah Biologi Laut.
Pada makalah ini membahas tentang Praktikum Lapang Biologi Laut di Pulau Tabuhan
Banyuwangi. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak sekali kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis
mengharapkankritik, dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan apabila makalah ini ada kesalahan penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih.

Banyuwangi, 19 November 2019

Penyusun
ABSTRAK
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki pantai yang panjang kurang lebih 81.000
km, sehingga pesisir merupakan sumber daya besar bagi Indonesia.Wilayah perairan Indonesia
memiliki potensi yang besar terutama sumber daya hayati, namun jika pengelolaan sumber daya
ini tidak dikelola menjadi sumber daya yang berkelanjutan, maka potensi ini akan berkurang dan
akan menjadi masalah pada masa yang akan datang.Wilayah perairan Indonesia memiliki potensi
yang besar teruta masumber daya hayati, namun jika pengelolaan sumber daya ini tidak dikelola
menjadi sumber daya yang berkelanjutan, maka potensi ini akan berkurang dan akan menjadi
masalah pada masa yang akan datang. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan biota
laut khususnya makrozoobenthos, mengetahui keanekaragaman jenis lamun serta mengetahui
kualitas air di Pulau Tabuhan, Banyuwangi. Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, 07
November 2019 di Pulau Tabuhan Banyuwangi. Parameter yang di ukur meliputi parameter
fisika, kimia, dan biologi. Hasil Praktikum menunjukkan bahwa keanekaragaman
makrozoobenthos di perairan Pulau Tabuhan tergolong tidak produktif karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor luar dan faktor dalam, keanekaragaman lamun di perairan Pulau Tabuhan
tergolong produktif karena terdapat berbagai macam lamun yang tumbuh di setiap stasiun
sedangkan untuk kualitas air pada perairan di Pulau Tabuhan tergolong normal dan sesuai untuk
kebutuhan hidup biota di dalamnya.
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..........................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
ABSTRAK.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................4
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................5
1.1 Latar Belakang...................................................................................5
1.2 Tujuan ...............................................................................................6
1.3 Manfaat .............................................................................................6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................7
2.1 Pulau Tabuhan...................................................................................7
2.2 Biodiversitas Lamun dan Makrozoobentos ......................................7
BAB 3. METODE .................................................................................................9
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................10
3.1 Hasil...................................................................................................10
3.2 Pembahasan........................................................................................10
BAB 5. PENUTUP.................................................................................................13
4.1 Kesimpulan........................................................................................13
4.2 Saran..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki pantai yang panjang kurang lebih 81.000
km, sehingga pesisir merupakan sumberdaya besar bagi Indonesia. Indonesia sebagai negara
kepulauan menunjukkan bahwa pulau-pulau tersebut dikelilingi oleh pesisir dan laut. Gelombang
laut dipengaruhi oleh angin, suhu, salinitas dan kedalaman laut. Perbedaan keadaan darat dan
laut, maka gelombang selalu terjadi siang dan malam. Gelombang laut yang bergerak ke darat
akan menumbuk daratan. Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut ke arah darat
meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran (Sugandi, 2011)
Pantai di Indonesia memiliki pesisir yang panjang, laut yang luas, pengaruh gerakan arus,
pengaruh angin, sehingga posisi Indonesia disebut sebagai wilayah laut tenganya. Posisi ini
berpengaruh terhadap potensi sumberdaya pantai di Indonesia karena laut di Indonesia terutama
laut Jawa, Banda, Arafuru memiliki gelombang yang rendah di bandingkan di pesisir pantai yang
langsung berhadapan dengan Samudera. Sedangkan selat Sunda, Bali, Timor, Lombok, Cina
Selatan, Makasar dan Karimata memiliki gelombang rendah dan tempat masuknya biota laut dari
Samudera Pasifik dan Hindia. Wilayah perairan Indonesia memiliki potensi yang besar terutama
sumber daya hayati, namun jika pengelolaan sumber daya ini tidak dikelola menjadi sumber daya
yang berkelanjutan, maka potensi ini akan berkurang dan akan menjadi masalah pada masa yang
akan datang. Karena itu sumber daya hayati di pesisir dan laut harus menjadi sumber daya yang
berkelanjutan (Sugandi, 2011).
Salah satu wilayah Indonesia yang memiliki potensi keanekaragaman sumber daya alam
hayati yaitu Pulau Tabuhan. Pulau Tabuhan adalah salah satu tempat wisata pantai dengan tipe
laut terbuka yang berada di Banyuwangi.Pulau Tabuhan ini memiliki eksotisme alam yang
sangat menakjubkan. Terletak di lokasi 20 kilometer dari pusat Kota Banyuwangi tepatnya di
Desa Bangsring, Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Pulau Tabuhan
memisahkan Pulau Jawa dan Bali. Pulau ini memiliki keindahan tersendiri karena memiliki
kitesurfer dengan kecepatan angin konstan 20-25 knot. Tepatnya pada 2 kilometer dari tepi
pantai terdekat Banyuwangi. Pulau Tabuhan memiliki luas sekitar 5 hektar dan menawarkan
keindahan alam yang tiada duanya dengan ciri khas pasir putih dan air bening di sepanjang
pantainya. Selain dapat menikmati pemandangan berupa gunung di daratan Pulau Jawa, terlihat
pula hijaunya taman nasional Bali Barat(TNBB). Dua daratan ini memberikan pengaruh angin
yang cukup kencang (Khotimah dan Hasanudin, 2016).
1.2 Tujuan
1. Mengetahui kepadatan biota laut khususnya makrozoobenthos di Pulau Tabuhan,
Banyuwangi
2. Mengetahui kualitas air di Pulau Tabuhan, Banyuwangi
3. Mengetahui keanekaragaman jenis lamun di Pulau Tabuhan, Banyuwangi
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui keanekaragaman biota yang hidup diPulau Tabuhan
khususnyamakrozoobenthos sehingga mampu mengidentifikasi biota yang hidup disana dan
mengetahui kualitas air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pulau Tabuhan
Pulau Tabuhan adalah salah satu tempat wisata pantai dengan tipe laut
terbuka yang berada di Banyuwangi.Pulau Tabuhan ini memiliki eksotisme alam
yang sangat menakjubkan. Terletak di lokasi 20 kilometer dari pusat Kota
Banyuwangi tepatnya di Desa Bangsring, Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi,
Jawa Timur, Indonesia. Pulau Tabuhan memisahkan Pulau Jawa dan Bali. Pulau
ini memiliki keindahan tersendiri karena memiliki kitesurfer dengan kecepatan
angin konstan 20-25 knot. Tepatnya pada 2 kilometer dari tepi pantai terdekat
Banyuwangi. Pulau Tabuhan memiliki luas sekitar 5 hektar dan menawarkan
keindahan alam yang tiada duanya dengan ciri khas pasir putih dan air bening di
sepanjang pantainya. Selain dapat menikmati pemandangan berupa gunung di
daratan Pulau Jawa, terlihat pula hijaunya taman nasional Bali Barat(TNBB). Dua
daratan ini memberikan pengaruh angin yang cukup kencang(Khotimah dan
Hasanudin, 2016).

2. Definisi Lamun

Lamun adalah tumbuhan berbunga yang sepenuhnya menyesuaikan diri


dengan hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari rhizoma, daun dan
akar. Rhizoma adalah batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta
berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas,
berdaun dan berbunga, serta tumbuh akar. Rhizoma dan akar inilah yang menahan
hempasan ombak dan arus. Fungsi dan peranan lamun, bergantung pada jumlah
helaian daun, panjang daun, lebar daun, serta biomassa total, kesemua itu sangat
ditentukan kondisi setempat. Hal ini merupakan salah satu parameter yang sangat
penting untuk diketahui dalam usaha pengelolaan lamun disuatu daerah(Rawung
dkk., 2018)

Jenis - jenis Lamun yang ditemukan adalah sebagai berikut


I. Klasifikasi Thalassemia hempricii
Kingdom : Plantae
Filum : Trachiophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Thalassia
Spesies : Thalassia hemprichii (Rawung dkk., 2018).

Morfologi : Thallassemia hemprichii memiliki ciri khusus rhizoma yang


beruas-ruas. Ujung daun berbentuk setengah lingkaran dengan tepi daun
mulus tidak bergerigi. Panjang daun pada subsrat pasir berlumpur memiliki
rata-rata 79,80 mm dan rata-rata panjang daun pada substrat pasir pecahan
karang yaitu 77,57 mm. Thalassemia hemprichii di daerah ini tumbuh pada
substrat pasir berlumpur dan subsrat pasir pecahan karang(Rawung dkk.,
2018).

II. Klasifikasi Halophila minor


Kingdom : Plantae
Filum : Trachophyta
Kelas : Mangnoliopsida
Ordo : Alidmatales
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Spesies : Halophila minor (Rawung dkk., 2018).

Morfologi : memilki bentuk daun oval seperti telur, berukuran kecil dengan
tangkai daun berpasangan pada setiap nodus.tulang daun kurang dari
delapan dan meiliki rhizoma berwarna putih dan berukuran kecil. Halophile
minor di daerah ini tumbuh pada substrat pasir pecahan karang(Rawung
dkk., 2018).
III. Klasifikasi Cymodocea rotunda
Kingdom : Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Cymodoceaceae
Genus : Cymodocea
Spesies : Cymodecea rotunda (Rawung dkk., 2018).

Morfologi : Cymodocea rotundata memiliki daun lurus, panjang dan


memiliki 1 tulang tengah daun yang tidak menonjol serta seludang daun
tertutup sempurna. Ujung daun Cymodocea rotundata berbentuk huruf m,
tepi daun halus tidak bergerigi. Rata-rata panjang daun 94,27mm, rata-rata
lebar daun 5,00 mm dan jarak antar nodus 28,36 mm. Akar tumbuh pada
rhizoma yang menjalar mendatar dan memanjang. Pada daerah ini
Cymodocea rotundata tumbuh pada substrat pasir pecahan karang (Rawung
dkk., 2018)
3. Definisi Makrozoobenthos
Makrozoobentos merupakan salah satu organisme akuatik yang menetap di
dasar perairan, yang memiliki pergerakan relatif lambat serta dapat hidup relatif
lama sehingga memiliki kemampuan untuk merespon kondisi kualitas perairan
sungai. Penurunan kualitas air sungai akan diikuti dengan perubahan kondisi fisik,
kimia dan biologis sungai. Perubahan yang terjadi akan berdampak pada kerusakan
habitat dan mengakibatkan penurunan keanekaragaman organisme yang hidup
pada perairan sungai termasuk di dalamnya komunitas makrozoobentos.
Keanekaragaman, kelimpahan dan kekayaan makrozoobentos pada setiap stasiun
erat kaitannya dengan faktor lingkungan yang terdapat pada masing-masing
stasiun. Makrozoobentos yang ditemukan di setiap stasiun penelitian
keberadaannya berasal dari penyesuaian terhadap kondisi lingkungan (Nangin,
dkk.2015).
Jenis jenis Makrozoobenthos yang ditemukan sebagai berikut :
Klasifikasi Asterias sp.
Kingdom : Animalia 
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Forcipulatida 
Famili : Asteriidae
Genus : Asterias
Spesies : Asterias sp. (Mah,2019)
Morfologi : Hewan ini ditemukan hidup membentuk kelompok kecil dengan
jumlah lengan masing-masing individu berkisar antara 4, 5 sampai 6. Pada
umumnya Asterias sp. yang ditemukan mempunyai 5 lengan. Hewan ini
mempunyai kaki tabung (ambulakral) yang tersusun di sepanjang lengan
bagian ventral. Organ ini dapat dengan sangat mudah diamati jika bintang
laut diangkat ke atas permukaan air dan terlihat berwarna putih pucat sampai
bening Bagian dorsal Asterias sp. berwarna putih kekuningan dengan bercak
berwarna coklat sedangkan bagian ventral berwarna putih pucat. Duri halus
pada dorsal tubuhnya berfungsi untuk membersihkan diri dari material
organik dan butiran pasir menempelpada permukaan tubuhnya. Duri lain
dengan tekstur lebih kasar, berwarna putih seperti kapur terdapat pada sisi
lateral kelima lengannya. Hewan ini bergerak lambat menggunakan kaki
tabung (kaki ambulakral) yang tersusun memanjang pada setiap lengannya
( Fitriana,2010).

Klasifikasi Holothuria fuscocinerea


Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria fuscocinerea (Elfidasari dkk., 2012).
Morfologi :Holothuria fuscocinerea secara morfologi memiliki penampang
tubuh bulat, sisi ventral yang cenderung datar, dan lubang anus yang bulat.
Warna tubuh bagian dorsal coklat dan bercorak, sedangkan bagian ventral
berwarna coklat pucat tanpa corak.Tubuh teripang umumnya berbentuk bulat
panjang atau silindris sekitar 10-30 cm, dengan mulut pada salah satu
ujungnya dan anus pada ujung lainnya. Mulut teripang dikelilingi oleh
tentakel atau lengan peraba yang kadang bercabang-cabang. Tubuhnya
berotot, sedangkan kulitnya dapat halus atau berbintil (Elfidasari dkk.,
2012).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu Dan Tempat


Waktu : Hari Kamis, 07 November 2019
Pukul : 08:00 – 11:00 WIB
Tempat : Pulau Tabuhan Stasiun 5 (Lima)

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat :
1. Meteran
2. Sechidisk
3. Kuadran
4. Ember
5. Termometer
6. Refraktometer
7. Botol air
8. Plastik sampel air
3.2.2 Bahan :
1. pH paper
2. Testkit (DO, NO3, NH3/NH4, NO2, PO4)
3. Air sampel
4. Aquades

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Sampling benthos
1. Menghitung jarak dari bibir pantai 50 meter dengan jarak antar stasiun
10 meter menggunakan meteran
2. Menghitung dengan menggunakan metode transek pada masing-masing
stasiun yang sudah dibagi ( tiap 10 meter )
3. Mengamati semua organisme didalam transek, kemudian dihitung dan
dilakukan analisis data dan identifikasi.
3.3.2 Parameter Kualitas Air Kimia

a. DO

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Tuangkan sampel air kolam sebanyak 10ml kedalam botol sampel uji
3. Teteskan reagen 1 sebanyak 6 tetes kedalam botol sampel dan kocok
hingga tercampur rata
4. Teteskan reagen 2 sebanyak 6 tetes kedalam botol sampel dan kocok
hingga tercampur rata
5. Tunggu 5 menit dan amatiamati warna air dengan warna kertas uji
DO

b. NO2
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Tuangkan sampel air kolam sebanyak 5ml kedalam botol sampel uji
3. Teteskan reagen 1 sebanyak 5 tetes dan kocok hingga tercampur rata
4. Teteskan reagen 2 sebanyak 5 tetes dan kocok hingga tercampur rata
5. Tunggu 5 menit dan amati warna air dengan warna kertas uji NO2
c. NO3
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Tuangkan sampel air kolam sebanyak 10ml kedalam botol sampel uji
3. Teteskan reagen 1 sebanyak 6 tetes kedalam botol sampel dan kocok
hingga tercampur rata
4. Teteskan reagen 2 sebanyak 6 tetes kedalam botol sampel dan kocok
hingga tercampur rata
5. Tambahkan bubuk reagen 3 sebanyak 1 sendok takar, kocok hingga
tercampur rata dan tunggu selama 15detik
6. Teteskan reagen 4 sebanyak 6 tetes dan kocok hingga tercampur rata
7. Tunggu hingga 5 menit dan amati warna air dengan warna kertas uji
NO3

d. NH3
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Tuangkan sampel air kolam sebanyak 10ml kedalam botol sampel uji
3. Teteskan reagen 1 sebanyak 6 tetes kedalam botol sampel dan kocok
hingga tercampur rata
4. Teteskan reagen 2 sebanyak 6 tetes kedalam botol sampel dan kocok
hingga tercampur rata
5. Teteskan reagen 3 sebanyak 6 tetes dan kocok hingga tercampur rata
6. Tunggu hingga 5 menit dan amati warna air dengan warna kertas uji
NH3

3.3.3 Parameter Kualitas Air Fisika


Suhu
1. Siapkan thermometer yang akan digunakan
2. Masukkan atau celupkan thermometer kedalam kolam
3. Amati skala pada thermometer yang menunjukkan suhu perairan.

Kecerahan
1. Siapkan secchi disk yang akan digunakan
2. Masukkan secchi disk kedalam perairan hingga secchi disk tidak
tampak, beri tanda batas pada tali secchi disk tersebut dan ukur
panjang tali yang telah diberi tanda menggunakan penggaris atau
meteran

3.3.4 Analisis Data


Indeks dominansi

Indeks dominansi adalah menggambarrkan komposisi jenis


didalam komunitas. Dalam menghitung Indeks Dominansi
menggunakan rumus:
Keterangan:
1. Di = Indeks Dominansi
2. N = jumlah total individu seluruh jenis
3. Ni = jumlah jenis ke-1
Kelimpahan Relatif
Kelimpahan relatif menurut Odum (1993) adalah presentase dari
jumlah individu suatu jenis terhadap jumlah seluruh individu yang
terdapat di area tertentu dalam suatu komunitas dan dirumuskan
sebagai berikut:
Keterangan :
1. KR = kelimpahan relatif
2. Ni = jumlah individu spesies ke-1
3. N = jumlah seluruh individu
Indeks Keseragaman ( Evennes Ideks )

Semakin kecil nilai indeks keanekaragaman (H’) maka indeks


keseragaman (e) juga semakin kecil, yang mengisyaratkan adanya
dominansi suatu spesies terhadap spesies lain. Dalam menentukan
Indeks keseragaman dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
1. H’ = indeks keanekaragaman
2. E = indeks keseragaman
3. T = jumlah individu
Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman adalah nilai yang digunakan untuk


mengetahui jumlah spesies (keanekaragaman/keseragaman) yang
ada pada setiap lokasi sampling. Indeks keanekaragamaan dapat
ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
1. H’= Indeks keanekaragaman
2. Ni = jumlah spesies pada jenis ke-1
3. N = jumlah individu seluruh jenis
3.3.5 Rumus Produktivitas Perairan
Rumus produktivitas perairan dapat dilihat dari hasil perhitungan
indeks keanekaragaman. Suatu daerah memiliki nilai produktivitas
yang didasarkan atas indeks keanekaragaman sebagai berikut :
1. < 0,25 tidak produktif

2. 0,25 – 0,5 kurang produktif

3. 0,5 – 0,75 cukup produktif

4. 0,75 – 1 produktif

5. > 1 sangat produktif


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
a. Tabel pengukuran parameter dan identifikasi Pulau Tabuhan stasiun 1
a. Tabel Keanekaragaman Spesies

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V


(10 m) (20 m) (30 m) (40 m) (50 m)
Spesies Holothuria sp. Holothuria sp. Holothuria sp. Holothuria sp.(1) Holothuria sp.
(Jumlah) (1) (1) (1) (2)
Diadema sp. (1)
Thalassia Diadema sp. Diadema sp.
hemprichi(276) (1) Holothuriascabra(1). (1)

Thalassia
hemprichi(45)

b. 4.2 Tabel Parameter Kualitas Air

Stasiun Jarak Suhu Keceraha Ph Salinita PO4 NH3 DO NO2 NO3


antar n s (O2)
stasiu
n
I 10m 30oc 100% 8 36 0.1 0.25 4.0 0.3 12.5
II 10m 31oc 100% 8 35 0.1 0.25 4.0 0.3 12.5
III 10m 30 oc 100% 8 34 0.1 0.25 6.0 0.3 12.5
IV 10m 30 oc 100% 8 35 0.1 0.25 4.0 0.3 12.5
V 10m 30 oc 100% 8 35 0.1 0.25 4.0 0.3 12.5

c. 4.3 Tabel Indeks Penting Fauna

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Holothuria sp. 1 0.25 1 0.12
Dominansi (D) Diadema sp.
Holothuriascabr 0.25 0.12
a
0.12
Kelimpahan Holothuria sp. 100% 50% 100% 33.3% 66.6%
Relatif (Kr) Diadema sp.
- 50% - 33.3% -
Indeks Holothuria sp. 0.3 0.07 0.3 0.77 0.34
Keanekaragaman Diadema sp.
(H’) - 0.07 - 0.77 0.77
Indeks Holothuria sp. 0.99 0.23 0.99 0.98 0.56
Keseragaman (E) Diadema sp.
- 0.23 - 0.98 0.98

d. 4.4 Tabel Indeks Penting Flora

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Dominansi Thalassia 1 1 - - -
(D) hemprich
i
Kelimpahan Thalassia 100% 100% - - -
Relatif (Kr) hemprich
i
Indeks Thalassia 0.3 0.3 - - -
Keanekaragaman hemprich
(H’) i
Indeks Thalassia 0.99 0.99 - - -
Keseragaman (E) hemprich
i

b. Tabel pengukuran parameter dan identifikasi Pulau Tabuhan stasiun 2


a. 1 Tabel Keanekaragaman Spesies

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V


(10 m) (20 m) (30 m) (40 m) (50 m)
Spesies Thalassia Thalassia Thalassia Thalassia Syringodium
(Jumlah) hemprichi 40 hemprichi 70 hemprichi 38 hemprichi 40 isoetikolium
115
Syringodium Syringodium Syringodium Syringodium Halophila
isoetikolium isoetikolium isoetikolium isoetikolium ovalis 30
235 20 22 150
Teripang 1 Teripang 1 Bulu babi 1 Halophila Halophila
ovalis 19 tricostata 19

b. 4.2 Tabel Parameter Kualitas Air

Stasiun Jarak Suhu Keceraha pH Salinita PO4 NH3 DO NO2 NO3


antar n s (O2)
stasiu
n
I 10 m 27 100% 8 37 0,1 0 4,0 0,3 12,5
II 10 m 27 100% 8 36 0,1 0 4,0 0,3 12,5
III 10 m 27 100% 8 37 0,1 0 4,0 0,3 12,5
IV 10 m 27 100% 8 37 0,1 0,25 4,0 0,3 12,5
V 10 m 25 100% 8 37 0,1 0,25 4,0 0,3 12,5

c. 4.3 Tabel Indeks Penting Fauna

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V

Indeks Dominansi Teripang 0,000013 0,0001 0 0 0


(D) 2
Bulu 0 0,00019 0 0
babi 0
Kelimpahan Teripang 0.36% 1,098% 0 0 0
Relatif (Kr)
Bulu 0 0 1,40% 0 0
babi
Indeks Teripang 0,000004 0,003 0 0 0
Keanekaragaman
(H’) Bulu 0 0 0,000067 0 0
babi
Indeks Teripang 0,000005 0,0038 0 0 0
Keseragaman (E)
Bulu 0 0 0,000086 0 0
babi

d. 4.4 Tabel Indeks Penting Flora

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V

Indeks Dominansi Thalassia 0,021 0,592 0,286 0,037 0


(D) hemprichi

Syringodium 0,725 0,048 0,096 0,515 0,492


isoetikolium

Halophila 0 0 0 0,0083 0,033


ovalis

Halophila 0 0 0 0 0,0134
tricostata
Kelimpahan Thalassia 14,49% 76,92% 53,52% 19,14% 0
Relatif (Kr) hemprichi

Syringodium 85,14% 21,97% 30,98% 71,77% 70,12%


isoetikolium

Halophila 0 0 0 9,09% 18,29%


ovalis

Halophila 0 0 0 0 11,58%
tricostata
Indeks Thalassia 0,195 0,183 0,075 0,0108 0
Keanekaragaman hemprichi
(H’)
Syringodium 0,0063 0,015 0,027 0,147 0,147
isoetikolium

Halophila 0 0 0 0,0024 0,0097


ovalis

Halophila 0 0 0 0 0,0039
tricostata
Indeks Thalassia 0,25 0,235 0,096 0,188 0
Keseragaman (E) hemprichi

Syringodium 0,008 0,019 0,034 0,0138 0,188


isoetikolium

Halophila 0 0 0 0,03 0,0124


ovalis

Halophila 0 0 0 0 0,05
tricostata

c. Tabel Pengukuran parameter dan identifikasi Pulau Tabuhan stasiun 3


a. 1 Tabel Keanekaragaman Spesies

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V


(10 m) (20 m) (30 m) (40 m) (50 m)
Spesies Lamun Lamun Lamun Lamun Lamun
(Jumlah) Thallasia Thallasia Thallasia Thallasia Thallasia
hemprichii (1) hemprichii (1) hemprichii (1) hemprichii (1) hemprichii (1)
Teripang (1) Teripang (3) Timun Laut (1) Bulu Babi (1) Bulu Babi (3)

b. 4.2 Tabel Parameter Kualitas Air

Stasiun Jarak Suhu Keceraha pH Salinita PO4 NH3 DO NO2 NO3


antar n s (O2)
stasiu
n
I 10 m 30 100 % 8 39 ppt 0,1 0 4 0 mg/l 12,5 mg/l
II 20 m 31 100 % 8 35 ppt 0,25 0 4 0 mg/l 12,5 mg/l
III 30 m 30 100 % 8 35 ppt 0,25 0 4 0 mg/l 12,5 mg/l
IV 40 m 30 100 % 8 31 ppt 0,1 0 4 0 mg/l 12,5 mg/l
V 50 m 29 100 % 8 35 ppt 0,1 0 4 0 mg/l 12,5 mg/l

c. 4.3 Tabel Laut


Indeks Penting Fauna

Bulu
Babi 1,16 0,26

d. 4.4 Tabel Indeks Penting Flora

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Dominansi Lamun 0,25 0,56 0,25 0,25 0,56
(D) Thallasia
hemprichi
i
Kelimpahan Lamun 50% 25% 50% 50% 25%
Relatif (Kr) Thallasia
hemprichi
i
Indeks Lamun 0,07 0,01 0,07 0,07 0,01
Keanekaragaman Thallasia
(H’) hemprichi
i
Indeks Lamun 1,16 0,01 1,16 1,16 0,01
Keseragaman (E) Thallasia
hemprichi
i

d. Tabel pengukuran parameter dan identifikasi Pulau Tabuhan stasiun 4


a. Tabel Keanekaragaman Spesies

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V


(10 m) (20 m) (30 m) (40 m) (50 m)
Spesies Tidak Cymadecea Cymadecea Cymadecea Linckia
(Jumlah) ditemukan ratondata (6) ratondata (7) ratondata (31) laevigata (1)
Luria lurida 2 Cymadecea
ratondata (6)

b. 4.2 Tabel Parameter Kualitas Air

Stasiun Jarak Suhu Keceraha pH Salinita PO4 NH3 DO NO2 NO3


antar n s (O2)
stasiu
n
I 10 31 0 cm 7 35 0,1 0 0,5 <0,13 12,5
II 20 30 0 cm 7 35 0,1 0 0,5 <0,13 12,5
III 30 30 0 cm 7 35 0,1 0 0,5 <0,13 12,5
IV 40 30 0 cm 7 35 0,1 0 0,5 <0,13 12,5
V 50 29 0 cm 7 36 0,1 0 0,5 <0,13 12,5

c. 4.3 Tabel Indeks Penting Fauna dan flora

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Dominansi Luria 0 0 0,082 0 0
(D) lurida
Cymadece 0 1 0,51 1 0,73
a
ratondata
Linckia 0 0 0 0 0,02
laevigata
Kelimpahan 0 0 100 0 100
Relatif (Kr)
makrobenthos
Kelimpahan 0 100% 100 100 100
Relatif (Kr)
lamun
Indeks Luria 0 0 0,064 0 0
Keanekaragaman lurida
(H’)
Cymadece 0 -0,30 0,004 -0.301 -0,118
a
ratondata
Linckia 0 0 0 0 1,4
laevigata

Indeks 1,079 1 1,13 1 2,35


Keseragaman (E)

d. 4.4 Tabel Indeks Penting Flora

Indeks Penting spesies Stasiun


II III IV V
Indeks Dominansi Cymadecea 0 1 0,51 1 0,73
(D) ratondata
Linckia laevigata0 0 0 0 0,02

Kelimpahan Relatif 0 0 100 0 100


(Kr)
Indeks Cymadecea 0 -0,30 0,004 -0.301 -0,118
Keanekaragama ratondata
n (H’)
Linckia laevigata0 0 0 0 1,4

Indeks Keseragaman 1,079 1 1,13 1 2,35


(E)

e. Tabel pengukuran parameter dan identifikasi Pulau Tabuhan stasiun 5


a. Tabel Keanekaragaman Spesies

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V


(10 m) (20 m) (30 m) (40 m) (50 m)
Spesies -Thalassia -Thalassia -Halophila -Halophila -Cymodecea
(Jumlah) hemprichii hemprichii minor(23) minor(30) rotunda(21)
(47) (70)
- Asterias sp.
(1)
- Holothuria
fuscocinerea
(1)

b. 4.2 Tabel Parameter Kualitas Air

Stasiun Jarak Suhu Kecerahan p Salinita PO4 NH4 DO NO2 NO3


antar H s (O2)
stasiu
n
I 10 30oC 100% 7 30 0,1mg/l 0 mg/l 4 0,3 12,5
mg/l mg/l mg/l
II 10 30oC 100% 7 30 0,1 mg/l 0 mg/l 4 0,3 12,5
mg/l mg/l mg/l
III 10 30oC 100% 7 30 0,1 mg/l 0 mg/l 4 0,3 12,5
mg/l mg/l mg/l
IV 10 30oC 100% 8 30 0 mg/l 0 mg/l 4 0,3 12,5
mg/l mg/l mg/l
V 10 30oC 100% 7 30 0 mg/l 0 mg/l 4 0,3 0
mg/l mg/l mg/l

c. 4.3 Tabel Indeks Penting Fauna

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks - Asterias 0,0002
Dominansi (D) sp. (1) 0

-
Holothuria 0,0002
fuscocinere 0
a (1)
Kelimpahan - Asterias 0,014%
Relatif (Kr) sp. (1)
- 0,014%
Holothuria
fuscocinere
a (1)
Indeks - Asterias 0,0000
Keanekaragaman sp. (1) 6
(H’)
-
Holothuria 0,0000
fuscocinere 6
a (1)
Indeks - Asterias 0,0000
Keseragaman (E) sp. (1) 3

-
Holothuria 0,0000
fuscocinere 3
a (1)

d. 4.4 Tabel Indeks Penting Flora

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Dominansi Thalassia 1 0,943
(D) hemprichii

Halophila 1 1
minor

Cymodece 1
a rotunda
Kelimpahan Thalassia 100% 0,971%
Relatif (Kr) hemprichii

Halophila 100% 100%


minor

Cymodece 100%
a rotunda
Indeks Thalassia 0,30 0,28
Keanekaragaman hemprichii
(H’)
Halophila 0,30 0,30
minor
0,30
Cymodece
a rotunda
Indeks Thalassia 0,16 0,15
Keseragaman (E) hemprichii

Halophila 0,16 0,16


minor
0,16
Cymodece
a rotunda
f. Tabel pengukuran parameter dan identifikasi Pulau Tabuhan stasiun 6
a. Tabel Keanekaragaman Spesies

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V


(10 m) (20 m) (30 m) (40 m) (50 m)
Spesies Cymodocea Cymodocea Cymodocea Cymodocea Cymodocea
(Jumlah) rotundata (23) rotundata(7) rotundata(15) rotundata(9) rotundata(15)
Cymodocea Cymodocea Cymodocea Cymodocea
serrulata (9) serrulata(3) serrulata(18) serrulata(7)
Protoreaster Actinopyga - Actinopyga Diadema
nodosus (1) echinites(2) echinites(3) setosum(4)
Protoreaster
nodosus (1)

b. 4.2 Tabel Parameter Kualitas Air

Stasiun Jarak Suhu Keceraha pH Salinita PO4 NH4 DO NO2 NO3


antar n s (O2)
stasiu
n
I 10 m 29˚C 100% 7 35 0,1 0 4,0 < 0,3 12,5
Mg/l
II 20m 29˚C 100% 8 35 0,1 0 4,0 < 0,3 12,5
Mg/
III 30m 29˚C 100% 8 35 0,1 0 4,0 < 0,3 12,5
Mg/
IV 40m 29˚C 100% 8 35 0,25 0 4,0 < 0,3 12,5
Mg/
V 50m 29˚C 100% 8 35 0,1 0 4,0 < 0,3 12,5
Mg/

c. 4.3 Tabel Indeks Penting Fauna

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Dominansi Protoreaster nodosus 1 0,108 0 0 0
(D)
Actinopyga echinites 0 0,435 0 1 0

Diadema setosum 0 0 0 0 1
Kelimpahan 1% 67% 0% 0% 0%
Relatif (Kr) Protoreaster nodosus
0% 67 0% 100% 0%
Actinopyga echinites
0% 0% 0% 0% 100
Diadema setosum
Indeks 0,3 0,13 0 0 0
Keanekaragaman Protoreaster nodosus
(H’)
0 0,13 0 0,3 0
Actinopyga echinites
0 0 0 0 0,3
Diadema setosum
Indeks Protoreaster nodosus 0,99 0,86 0 0 0
Keseragaman (E)
Actinopyga echinites 0 0,86 0 0 2,98

Diadema setosum 0 0 0 0 3,98

d. 4.4 Tabel Indeks Penting Flora

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Dominansi Cymodocea rotundata 1 0,184 0,688 0,688 0,168
(D) Cymodocea serrulata 0 0,313 0,025 0,435 0,336
Kelimpahan Cymodocea rotundata 100% 43% 83% 33% 41%
Relatif (Kr) Cymodocea serrulata 0% 56% 16% 67% 58%
Indeks Cymodocea rotundata 0,3 0,05 0,20 0,03 0,05
Keanekaragaman Cymodocea serrulata 0 0,09 0,24 0,13 0,1

Indeks Cymodocea rotundata 0,99 1,16 9,96 0,89 0,83


Keseragaman (E) Cymodocea serrulata 0 2,69 0,06 0,70 2,32

g. Tabel pengukuran parameter dan identifikasi Pulau Tabuhan stasiun 7

a. 4.1 Tabel Keanekaragaman Spesies


Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V
(10 m) (20 m) (30 m) (40 m) (50 m)
Spesies Lamun Lamun Lamun Lamun
(Jumlah) Halodule Halodule Halodule Halodule
uninevis (21) uninevis (11) uninevis (9) uninevis (23)

Holoturia Lamun Lamun


impatiens (1) Cymodocea Cymodocea
rotundata (14) rotundata (14)

Opiotrix sp. (3) Opiotrix sp. (4)

Protoreaster Deadema sp.


nodusus(1) (9)

b. 4.2 Tabel Parameter Kualitas Air

Stasiun Jarak Suhu Keceraha pH Salinita PO4 NH4 DO NO2 NO3


antar n s (O2)
stasiu
n
I 10m 30°C 100% 8 30 2,0 0 4,0 0,3 12,5
II 10m 30°C 100% 8 31 2,0 0 4,0 0,3 12,5
III 10m 31°C 100% 8 30 2,0 0 4,0 0,3 12,5
IV 10m 30°C 100% 8 34 2,0 0 4,0 0,3 12,5
V 10m 31°C 100% 8 34 2,0 0 4,0 0,3 12,5

c. 4.3 Tabel Indeks Penting Fauna

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Dominansi Holoturia 1
(D) impatiens

Opiotrix sp. 0,562 0,023

Deadema sp. 0,053

Protoreaster
nodusus 0,625
Kelimpahan Holoturia 100%
Relatif (Kr) impatiens

Opiotrix sp. 0,75% 31%

Deadema sp. 69%

Protoreaster 0,25%
nodusus
Indeks Holoturia 0,031
Keanekaragaman impatiens
(H’)
Opiotrix sp. 0,226 0,028

Deadema sp. 0,143

Protoreaster 0,075
nodusus
Indeks Holoturia 0 0,1
Keseragaman (E) impatiens

Opiotrix sp. 0,29 0

Deadema sp. 0,031

Protoreaster 0,249
nodusus

d. 4.4 Tabel Indeks Penting Flora

Indeks Penting spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Dominansi Halodule 1 0,0176 0,017
(D) uninevis

Cymodoce 0,227 0,026 1


a
rotundata
Kelimpahan Halodule 100% 44% 40%
Relatif (Kr) uninevis

Cymodoce 56% 60% 100%


a
rotundata
Indeks Halodule 0,301 0,56 0,045
Keanekaragaman uninevis
(H’)
Cymodoce 0,094 0,112 0,301
a
rotundata
Indeks Halodule 0,185 0,58 0,45 0,301
Keseragaman (E) uninevis

Cymodoce 0,094 0,112


a
rotundata
h. Tabel pengukuran parameter dan identifikasi Pulau Tabuhan stasiun 8
Tabel Keanekaragaman Spesies

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V


(10 m) (20 m) (30 m) (40 m) (50 m)
Spesies - - Thalassia Thalassia Thalassia
(Jumlah) hemprichii hemprichii hemprichii
(52) (39) (23)
- - Linckia Thelenota Thelenota
laevigata (1) ananas (1) ananas (1)
- - - Holothuria -
atra (1)

4.2 Tabel Parameter Kualitas Air

Stasiun Jarak Suhu Kecerahan pH Salinita PO4 NH4 DO NO2 NO3


antar s (O2)
stasiu
n
I 10 m 29 100 8 30 0,25 0 4,0 <0,3 12,5 mg/l
mg/l mg/l mg/l
II 10 m 29 100 8 31 0,25 0 4,0 <0,3 12,5 mg/l
mg/l mg/l mg/l
III 10 m 29 100 8 35 0,25 0 4,0 <0,3 12,5 mg/l
mg/l mg/l mg/l
IV 10 m 29 100 8 36 0,25 0 6,0 <0,3 12,5 mg/l
mg/l mg/l mg/l
V 10 m 29 100 8 36 0,25 0 6,0 <0,3 12,5 mg/l
mg/l mg/l mg/l

4.3 Tabel Indeks Penting Fauna

Indeks Penting Spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks 1. Linckia 0 0 1 0 0
Dominansi (D) laevigata
2. Thelenota 0 0 0 0,25 1
ananas
0 0 0 0,25 0
3. Holothuria
atra
Kelimpahan 1. Linckia 0 0 100% 0 0
Relatif (Kr) laevigata
2. Thelenota 0 0 0 50% 100%
ananas
0 0 0 50% 0
3. Holothuria
atra
Indeks 1. Linckia 0 0 0,3 0 0
Keanekaragaman laevigata
(H’) 2. Thelenota 0 0 0 0,07 0,3
ananas
0 0 0 0,07 0
3. Holothuria
atra
Indeks 1. Linckia 0 0 1 0 0
Keseragaman (E) laevigata
2. Thelenota 0 0 0 0,23 1
ananas
0 0 0 0,23 0
3. Holothuria
atra

4.4 Tabel Indeks Penting Flora

Indeks Penting Spesies Stasiun


I II III IV V
Indeks Dominansi Thalassia 0 0 1 1 1
(D) hemprichi
i
Kelimpahan Thalassia 0 0 100% 100% 100%
Relatif (Kr) hemprichi
i
Indeks Thalassia 0 0 0,3 0,3 0,3
Keanekaragaman hemprichi
(H’) i
Indeks Thalassia 0 0 0,019 0,025 0,043
Keseragaman (E) hemprichi
i
4.2 PEMBAHASAN

Parameter Fisika
Suhu
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan suhu perairan di pulau tabuhan
memiliki kisaran antara 29-31oC. hal ini dikarenakan suhu didaerah tersebut
dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain kedalaman dan arus sehingga pada
setiap stasiun memiliki kisaran suhu yang berbeda. suhu perairan juga dipengaruhi
oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu
dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan air.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi air. Pola
arus yang berubah secara mendadak dapat menurunkan nilai suhu pada air. Kisaran
suhu diperairan dangkal lebih besar daripada perairan laut dalam, karena
mengalami banyak pergolakan yang disebabkan oleh angin dan dinamika
oseanografi fisika lainnya (Salim,dkk.2017).

Kecerahan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan kecerahan di perairan Pulau
Tabuhan yaitu 100%. Hal tersebut terjadi karena kondisi lingkungan perairan yang
masih tergolong baik belum tercemar oleh faktor luar. Selain itu keadaan topografi
perairan di Pulau Tabuhan yang dangkal sehingga intensitas cahaya dapat
menembus hingga dasar perairan. Menurut Mainassy (2017) mengatakan bahwa
kecerahan suatu perairan adalah kondisi yang menunjukkan kemampuan intensitas
cahaya matahari untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada
perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas
fotosintesa dan produksi primer dalam suatu perairan. Faktor yang mempengaruhi
kecerahan adalah kejernihan yang sangat ditentukan partikel-partikel terlarut dalam
lumpur. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan
meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan
menurunkan efisiensi makan dari organisme.
Parameter Kimia
Salinitas
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan salinitas di pulau tabuhan
memiliki kisaran antara 30-36 ppm. hal ini dikarenakan pada saat pengamatan
suhunya cukup tinggi sehingga terjadi penguapan dan menyebabkan salinitasnya
tinggi. Tingginya nilai salinitas juga disebabkan tingginya temperatur, hal ini
dikarenakan dipengaruhi oleh penguapan dan daerah penelitian juga berada di
daerah sekitar ekuator ( Juniarti,dkk.2017 ).

NO2
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil pengukuran nitrit
di perairan Pulau Tabuhan pada stasiun 1 hingga stasiun 5 yaitu sebesar 0,3
mg/L. Putri dkk., (2019) menyebutkan bahwa perairan alami umumnya
mengandung nitrit sebesar 0,001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,06
mg/L. Dibandingkan dengan konsentrasi nitrat, konsentrasi nitrit yang
terukur jauh lebih kecil hal ini dikarenakan pada perairan alami, nitrit
umumnya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit karena sifatnya yang
tidak stabil akibat keberadaan oksigen. Sebagaimana kita ketahui bahwa
nitrit umumnya merupakan bentuk transisi antara amoniak dan nitrat dan
segera berubah menjadi bentuk yang lebih stabil yakni nitrat. Meskipun
demikian nitrit merupakan salah satu parameter kunci dalam penentuan
kualitas air karena bersifat racun ketika bereaksi dengan hemoglobin dalam
darah yang menyebabkan darah tidak dapat mengangkut oksigen (Putri dkk.,
2019).
pH
Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa nilai pH pada
perairan Pulau Tabuhan memiliki kisaran antara 7 – 8. pH tersebut termasuk
dalam kategori optimal dan sesuai dengan pH air laut. Menurut Hamuna
dkk., (2018) PH air laut yang relatif stabil biasanya berada pada kisaran 7,5
– 8,4 kecuali di dekat pantai. PH pada suatu perairan merupakan salah satu
parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kestabilan perairan.
Variasi nilai pH perairan sangat mempengaruhi biota di suatu perairan.
Selain itu tingginya nilai pH sangat menentukan dominasi fitoplankton yang
mempengaruhi tingkat produktivitas primer suatu perairan dimana
keberadaan fitoplankton didukung oleh ketersediaan nutrien dalam suatu
perairan.
DO
Berdasarkan hasil praktikum perairan Pulau Tabuhan memiliki
kisaran oksigen terlarut antara 4,0 mg/l –0,6 mg/l. Hal tersebut menunjukkan
bahwa nilai DO pada perairan tersebut tergolong tinggi karena perairan
tersebut di kelilingi oleh laut sehingga tidak ada bahan organik yang dapat
masuk ke dalam perairan dan keadaan topografi pantai yang dangkal
sehingga proses fotosintesis dapat berjalan optimal. Menurut Patty dkk.,
(2015) nilai oksigen terlarut yang rendah disebabkan oleh tingginya
kekeruhan suatu perairan dan juga mungkin disebabkan oleh meningkatnya
aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan zat organik yang
menggunakan oksigen terlarut. Kecenderungan menurunnya oksigen terlarut
di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh meningkatnya bahan-bahan
organik yang masuk kedalam perairan disamping faktor-faktor lainnya
diantaranya adalah kenaikan suhu, salinitas, respirasi, adanya lapisan diatas
permukaan air, senyawa yang mudah teroksidasi dan tekanan atmosfir.
Kandungan oksigen dalam air yang ideal dan sesuai dengan
kehidupan biota yaitu antara 3 – 7 mg/l. Tingginya konsentrasi oksigen
terlarut dalam air dapat disebabkan karena terdapat biota vegetasi laut
(lamun) yang cukup banyak. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan
berasal dari hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut,
selain dari proses difusi dan udara bebas. Umumnya oksigen terlarut
dijumpai pada lapisan permukaan karena oksigen dari udara di dekatnya
dapat secara langsung larut berdifusi ke dalam air laut(Hamuna dkk., 2018).
Fosfat
Tingginya kadar fosfat pada suatu perairan dapat digunakan sebagai
parameter tingkat kesuburan perairan. Kadar fosfat pada perairan 0-0.002
mg/l termasuk pada kategori kesuburan yang kurang subur. Kadar 0.0021-
0.05 menandakan cukup subur. 0.051-.0.1 termasuk subur. 0.1-0.2 sangat
subur. Dan jika melebihi 0.201 menandakan sangat subur sekali suatu
perairan tersebut (Patty dkk., 2015). Fosfat digunakan oleh mikroorganisme
untuk terus berkembang, namun bila terjadi peningkatan fosfat yang
berlebihan dalam air laut dapat memicu terjadinya peledakan populasi alga
atau fitoplankton di perairan yang mampu bersifat toksik (Risamasu dan
Hanif, 2011).
NH3
Limbah merupakan salah satu masalah yang harus ditangani dengan
baik karena limbah dapat mengandung bahan kimia yang berbahaya dan
beracun. Salah satu bahan kimia yang umum terkandung dalam limbah
adalah ammonia (NH3). Kadar ammonia dalam air laut sangat bervariasi dan
dapat berubah secara cepat. Kandungan amonia pada pulau Tabuhan yaitu
12,5 mg/l. Ammonia dapat bersifat toksik bagi biota jika kadarnya melebihi
ambang batas maksimum (Hamuna, dkk., 2018).
NO3
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, kadar nitrat perairan di
pulau tabuhan memiliki kisaran antara 0 – 12,5 mg/l. Kadar nitrat yang
rendah menandakan proses penguraian di perairan pulau tabuhan masih
berjalan dengan baik dan letaknya tidak berdekatan dengan muara sungai.
Rendahnya konsentrasi nitrat diduga karena letaknya yang berada jauh dari
sumber nitrat itu sendiri. Nilai konsentrasi nitrat akan semakin berkurang
apabila semakin menjauhi muara sungai sehingga suplai nitrat sedikit (Rigita
dkk.2015)
PO4
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum lapang di pulau
tabuhan banyuwangi menunjukkan bahwa distribusi fosfat di perairan pantai
tersebut tidak merata antara 0-2 mg/l. Perbedaan kandungan fosfat di
perairan dapat dilihat dari variasi nilai fosfat antar stasiun pengambilan
sampel. Kandungan fosfat dalam perairan pulau tabuhan rata-rata terendah
terdapat pada stasiun 5 dan rata-rata tertinggi pada stasiun 7. Perbedaan
kandungan fosfat antar stasiun disebabkan oleh beberapa hal salah satunya
ialah karena arus air di perairan yang termasuk kategori lambat sehingga
menyebabkan pencampuran air tidak berjalan dengan sempurna dan
menyebabkan terjadinya stratifikasi horizontal(Nugroho dkk., 2014).
Dalam keputusan MENLH No. 51 Tahun 2004, bahwa baku mutu
konsentrasi maksimum fosfat yang layak untuk kehidupan biota laut adalah
0.015 mg/l. Tingginya kandungan fosfat di perairan disebabkan oleh
beberapa hal seperti tingginya fosfat yang berasal dari proses biogeokimia di
dalam perairan. Sedimen merupakan tempat penyimpanan dan pelepasan
material ke kolom air di perairan muara dan pantai. Senyawa fosfor yang
terikat di sedimen mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri melalui
proses abiotik menghasilkan senyawa fosfat terlarut dapat menghasilkan
difusi kembai ke dalam air. Tingginya konsentrasi fosfat juga berkaitan
dengan adanya gerakan arus yang menjauhi daratan. Air laut memiliki peran
pada proses penyebaran zat hara diantarnya nitrat dan fosfat. Arus laut
membawa partikel massa air dari suatu tempat ke tempat lain (Utami dkk.,
2016).
Tingginya kadar fosfat pada suatu perairan dapat digunakan sebagai
parameter tingkat kesuburan perairan. Kadar fosfat pada perairan 0-0.002
mg/l termasuk pada kategori kesuburan yang kurang subur. Kadar 0.0021-
0.05 menandakan cukup subur. 0.051-.0.1 termasuk subur. 0.1-0.2 sangat
subur. Dan jika melebihi 0.201 menandakan sangat subur sekali suatu
perairan tersebut (Patty dkk., 2015). Fosfat digunakan oleh mikroorganisme
untuk terus berkembang, namun bila terjadi peningkatan fosfat yang
berlebihan dalam air laut dapat memicu terjadinya peledakan populasi alga
atau fitoplankton di perairan yang mampu bersifat toksik (Risamasu dan
Hanif, 2011).
Keanekaragaman Lamun dan Makrozoobenthos

Thalassia hemprichii

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan di Pulau Tabuhan pada


Sub stasiun 1 dan 2 ditemukan spesies lamun berupa Thalassia
hemprichii. Spesies ditemukan paling banyak pada Sub stasiun 1 yaitu
sebesar 47 lamun dengan nilai kelimpahan relatif Thalassia hemprichii
pada Sub stasiun 1 yaitu 100%, indeks dominasi 1, indeks
keanekaragaman 0,30 dan nilai Indeks keseragaman 0,16. Sedangkan
pada Sub stasiun 2 nilai kelimpahan relatifnya 0,971%, indeks dominasi
0,943, indeks keanekaragaman 0,28, dan indeks keseragaman 0,15.
Lamun ini dapat ditemukan pada sub stasiun 1 dan 2 karena sesuai
dengan habitat lamun yang memiliki dasar berpasir, selain itu tingginya
tingkat kecerahan dan oksigen terlarut yang terdapat pada perairan sangat
mendukung keberadaan lamun tersebut. Thalassia hemprichii memiliki
distribusi terluas diakarenakan adanya kesesuaian dengan kondisi
lingkungan terutama substrat.Thalassia hemprichii ditemukan tumbuh
pada substrat pasir dan pasir berkarang. Thalassia hemprichii tumbuh
pada pasir dan patahan karang(Hidayatullah dkk., 2018).
Thalassia hemprichii memiliki ciri khusus rhizoma yang beruas-
ruas. Ujung daun berbentuk setengah lingkaran dengan tepi daun mulus
tidak bergerigi. Panjang daun pada substrat pasir berkumpul memiliki
rata-rata 79,80mm dan rata-rata panjang daun pada substrat pasir pecahan
karang yaitu 77,57mm. Thalassia hemprichii ditemukan daerah ini
tumbuh pada substrat pasir berkumpul dan substrat pasir pecahan
karang(Rawung dkk., 2018). Tingginya konsentrasi oksigen terlarut
dalam air dapat disebabkan karena terdapat biota vegetasi laut (lamun)
yang cukup banyak. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal
dari hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut,
selain dari proses difusi dan udara bebas(Hamuna dkk., 2018).
Halophila minor

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan pada Sub stasiun 3 dan


4 ditemukan spesies lamun berupa Halophila minor dengan tingkat
kerapatan yang tinggi namun dengan jumlah lamun yang sedikit dengan
nilai kelimpahan relatif yaitu 100%, indeks dominasi 1, indeks
keanekaragaman 0,30 dan nilai Indeks keseragaman 0,16. . Hal tersebut
dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang sesuai dengan habitat dan
morfologi lamun tersebut. Menurut Hidayatullah dkk., (2018) Halophila
minor tumbuh pada substrat berpasir dan dapat juga dijumpai di substrat
berlumpur. Halophila minor memiliki akar yang pendek dan halus.Akar
yang pendek dan halus menyebabkan munculnya keterbatasan dalam
penyerapan nutrisi, karena akarnya hanya akan mendapatkan nutrisi
didekat tempat tumbuhnya dan tidak dapat menyerap nutrisi lebih jauh
lagi. Akar inihanya mampu menembus pada substrat yang halus dan
lunak, sehingga Halophila minor tidak ditemui tumbuh di substrat yang
lebih keras. Daun dari Halophila minor juga berukuran kecil. Ukuran
daun yang kecil ini mempengaruhi luas tutupan pada area distribusinya.
Tutupan dan kerapatan lamun dipengaruhi oleh bentuk morfologinya.
Selain itu, Halopila minor juga termasuk lamun pionir, sehingga
memiliki keterbatasan yang sama seperti Halodule pinifolia dalam
memperluas distribusinya. Berdasarkan batasan tersebut menyebabkan
distribusi Halophila minor tidak seluas jenis lamun yang lain.
Cymodocea rotundata

Berdasarkan hasil praktikum di perairan Pulau Tabuhan, pada Sub


stasiun 5 di temukan spesies lamun yakni Cymodecea rotundata dengan
nilai kerapatan rendah dengan nilai kelimpahan relatif Cymodecea
rotundata yaitu 100%, indeks dominasi 1, indeks keanekaragaman 0,30
dan nilai Indeks keseragaman 0,16. Spesies ini dapat tumbuh pada sub
stasiun 5 karena sesuai dengan tempat hidupnya sedangkan untuk
kerapatannya yang rendah disebabkan oleh faktor nutrisi yang terdapat
pada sub stasiun yang mengarah ke laut lepas. Cymodocea rotundata
memiliki daun lurus, panjang dan memiliki 1 tulang tengah daun yang
tidak menonjol serta seludang daun tertutup sempurna. Ujung daun
Cymodocea rotundata berbentuk huruf m, tepi daun halus tidak bergerigi.
Rata-rata panjang daun 94,27 mm, rata-rata lebar daun 5,00 mm dan
jarak antar nodus 28,36 mm. Akar tumbuh pada rhizoma yang menjalar
mendatar dan memanjang. Pada daerah ini Cymodocea rotundata tumbuh
pada substrat pasir pecahan karang(Rawung dkk., 2018)
Menurut Fahruddin dkk., (2017) Semakin ke arah laut, nilai
penutupan lamun semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh mulai
berkurangnya jenis lamun yang ditemukan, selain juga dipengaruhi oleh
nutrien dimana semakin ke arah laut kandungan nutrien pada substrat
semakin kecil. Penutupan lamun berkaitan erat dengan ha-bitat atau
bentuk morfologi dan ukuran suatu jenis lamun. Kerapatan yang tinggi
dan kondisi pasang surut saat pengamatan juga mempengaruhi nilai
estimasi penutupan lamun.
Asterias sp.

Berdasarkan hasil praktikum, pada Sub stasiun 2 ditemukan spesies


berupa bintang laut atau biasa disebut Asterias sp. dengan jumlah spesies
yang rendah. Nilai kelimpahan relatif spesies Asterias sp. yaitu 0,014%,
indeks dominasi 0,000020, indeks keanekaragaman 0,00006 dan nilai
Indeks keseragaman 0,00003. Hal tersebut terjadi karena sub stasiun 2
termasuk wilayah yang bersubstrat dan berpasir sehingga pada sub
stasiun tersebut dapat ditemukan spesies bintang laut, sedangkan untuk
jumlah populasi yang rendah di karenakan tidak adanya terumbu karang
yang digunakan untuk habitat bintang laut serta tidak adanya nutrien
makanan pada Sub stasiun 2 sehingga kelimpahan spesies yang
ditemukan relatif rendah.
Menurut Hartati dkk., (2018) Kondisi Pulau Kecil yang dikelilingi
terumbu karang serta karang yang cukup baik, merupakan tempat hidup
yang baik bagi Echinodermata, khususnya Asteroidea dan Echinoidea.
Bintang laut memerlukan terumbu karang sebagai tempat tinggal dan
sumber makanan. Kelimpahan rendah juga diduga berhubungan dengan
life habit, terutama pada fase juvenil. Juvenil bintang laut biasa
berlindung di bawah batu, karang, serta padang lamun. Jumlah individu
bintang laut yang sedikit ditemukan diduga juga disebabkan oleh
kebiasaan makan dan biota tersebut. Asteroidea merupakan biota yang
aktif di siang hari. Beberapa Asteroidea mengambil makanan pada pagi
dan sore hari.
Holothuria fuscocinerea

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, pada Sub stasiun 2 di


temukan spesies Holothuria fuscosinerea dengan kelimpahan yang
rendah. Nilai kelimpahan relatif yaitu 0,014%, indeks dominasi
0,000020, indeks keanekaragaman 0,00006 dan nilai Indeks keseragaman
0,00003. Teripang tersebut dapat ditemukan pada sub stasiun ini
disebabkan karena sesuai dengan habitatnya yaitu substrat berpasir dan
terdapat lamun namun tingkat kerapatan lamun yang rendah juga dapat
menyebabkan kelimpahan teripang juga rendah
Rendahnya kepadatan teripang di suatu perairan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti, faktor substrat, ekploitasi berlebih, predator dan
hama dari teripang. Faktor substrat sangat berhubungan dengan
ketersediaan pakan pada suatu perairan.Substrat di Pantai meliputi
terumbu karang, pecahan karang, dan sedikit tumbuhan pelindung seperti
alga.Keadaan substrat sangat berpengaruh terhadap kehidupan dari
teripang itu sendiri. Selain itu, eksploitasi biota laut seperti terumbu
karang dan tanaman laut seperti lamun juga dapat menyebabkan
penurunan kualitas perairan dan habitat teripang yang akan mempercepat
penurunan kepadatan teripang(Yanti dkk., 2014).
Nilai Produktifitas
Hasil perhitungan mengenai kelimpahan relatif, indeks dominasi,
indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman didapatkan hasil bahwa
nilai produktifitas pada lamun perairan ini berada di kisaran 0,28 - 0,30
dan dikategorikan kurang produktif. Sedangkan nilai produktifitas pada
makrozoobenthos perairan ini 0,00006 dan dikategorikan tidak produktif.
Hal ini disebabkan kondisi perairan pulau tabuhan yang di kelilingi oleh
lautan sehingga nutrien yang terkandung dalam perairan tersebut kurang
mencukupi yang kemudian berdampak pada kelimpahan lamun maupun
makrozoobenthos di dalamnya.
Menurut Fahruddin dkk., (2017) Kondisi pantai yang mengarah ke
arah laut, memiliki nilai penutupan lamun semakin berkurang. Hal ini
disebabkan oleh mulai berkurangnya jenis lamun yang ditemukan, selain
juga dipengaruhi oleh nutrien dimana semakin ke arah laut kandungan
nutrien pada substrat semakin kecil. Selain itu Kelimpahan suatu jenis
berkaitan erat dengan faktor biotik dan abiotik lingkungan hidupnya.
Pemanfaatan wilayah yang tidak teratur juga akan mengakibatkan penurunan
kualitas maupun kuantitas dari lingkungan tersebut khususnya ekosistem
lamun jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga dalam pemanfaatan yang
berkelanjutan sangat pentingnya pengaturan untuk mengurangi dampak yang
akan diterima khususnya ekosistem padang lamun dan sekitarnya(Suherlan
dkk., 2016). Keberadaan lamun juga dapat berpengaruh terhadap biota air
termasuk makrozoobenthos yang ada di dalamnya karena lamun termasuk
salah satu habitat dan pakan bagi biota air.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang di lakukan di perairan Pulau Tabuhan
dapat disimpulkan bahwa kualitas air pada perairan ini termasuk dalam kategori
baik dan optimal untuk pertumbuhan biota air. Hal ini disebabkan oleh letak Pulau
yang dikelilingi oleh laut dan tidak adanya saluran air sungai yang masuk sehingga
masih minimnya kandungan bahan organik atau bahan pencemar di dalamnya.
Pada stasiun 5 ditemukan spesies lamun berupa Thalassia hemprichii, Halophila
minor dan Cymodecea rotundata dengan nilai produktifitas yang rendah hal ini
disebabkan karena letak pantai yang langsung mengarah ke arah laut sehingga
nutrien yang di butuhkan organisme air berkurang dan menyebabkan kerapatan
lamun berkurang. Selain lamun pada stasiun 5 juga ditemukan spesies
makrozoobenthos yaitu teripang dan bintang laut dengan nilai produktifitas
dikategorikan tidak produktif. Hal tersebut terjadi karena nilai kerapatan lamun
yang berada pada stasiun 5 yang rendah sehingga makrozoobenthos yang di
temukan sangat sedikit. Lamun merupakan habitat dan sebagai sumber makanan
makrozoobenthos.

5.2 Saran
Dengan keterbatasan hasil yang diperoleh, maka hasil praktikum ini belum
bisa dijadikan referensi akhir mengenai biota pantai yang dapat ditemukan
dipantai-pantai Banyuwangi. Karenanya untuk memperkaya sampel biota laut ini
diperlukan kegiatan serupa yang dilakukan dipantai lain didaerah Banyuwangi
agar dapat membandingkan biota laut yang ada antara perairan satu dengan yang
lainnya. Selain itu, sebaiknya indentifikasi biota laut yang didapatkan tidak hanya
diidentifikasi langsung dilapangan oleh setiap kelompok praktikum akan tetapi
juga dilakukan identifikasi ulang agar hasil yang didapatkan lebih sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Elfidasari, D., N.Noriko, N.Wulandari, dan A.T.Perdana. 2012. Identifikasi Jenis


Teripang Genus Holothuria Asal Perairan Sekitar Kepulauan Seribu
Berdasarkan Perbedaan Morfologi. Jurnal Al-Azhar Idonesia Seri Sains Dan
Teknologi. 1(3): 141-144
Fahruddin, M., F, Yulinda dan I, Setyobudiandi. 2017. Kerapatan dan Penutupan
Ekosistem Lamun di Pesisir Desa Bagi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. 9(1): 381
Fitriana, N. (2015). Inventarisasi Bintang Laut (Echinodermata: Asteroidea) di
Pantai
Hamuna, B., R.H.R. Tanjung., Suwito., H.K. Maury dan Alianto. 2018. Kajian
Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-
Kimia Di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16
(1) : 35-43
Hartati, R., E, Meirawati. S, Redjeki., I, Riniatsih dan R.T, Mahendrajat. 2018.
Jenis-Jenis Bintang Laut dan Bulu Babi (Asteroidea, Echinoidea:
Echinodermata) di Perairan Pulau Cilik, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal
Kelautan Tropis. 21(1): 44 - 46
Hidayatullah, A., Sumardji., F.B,Ulum., H, Sulistiyowati., dan R, Setiawan. 2018.
Distribusi Lamun di Zona Intertidal Tanjung Bilik Taman Nasional Baluran
Menggunakan Metode GIS (Geographic Information System). Jurnal
Berkala Saintek. 6(1): 24-25
Juniarti,L.,M.I, Jumarang.,Apriansyah.2017. Analisa Kondisi Suhu dan Salinitas
Perairan Barat Sumatera Menggunakan Data Argo Float. Journal Physics
Communication. Vol. 1(1).
Khotimah, K. dan Hasanudin. 2016. Desain Kapal untuk Wisata Rute Bangsring-
Pulau Menjangan-Pulau Tabuhan. Jurnal Teknik ITS. 5(2): 243
Mah, C.L. 2019. Word Asteroidea Database. Asterias rubens Linnaeus,
1758.World Register of Marine Spesies.
Mainassy, M.C. 2017. Pengaruh Parameter Fisika dan Kimia terhadap Kehadiran
Ikan Lompa(Thryssabaelama Forsskal) di Perairan Pantai Apui Kabupaten
Maluku Tengah. Jurnal Perikanan Universitas Mada. 19(2): 63
Nangin, S. R., Langoy, M. L., & Katili, D. Y. (2015). Makrozoobentos Sebagai
Indikator Biologis dalam Menentukan Kualitas Air Sungai Suhuyon
Sulawesi Utara. Jurnal MIPA, 4(2), 165-168.
Nugroho,a.s., shalihuddin d.t., dan b. hendrarto. 2014. Distribusi serta kandungan
nitrat dan fosfat di perairan danau rawa oening. Jurnal Bioma. 3(1):27-41
Nugroho,a.s., shalihuddin d.t., dan b. hendrarto. 2014. Distribusi serta kandungan
nitrat dan fosfat di perairan danau rawa oening. Jurnal Bioma. 3(1):27-41
Nugroho,a.s., shalihuddin d.t., dan b. hendrarto. 2014. Distribusi serta kandungan
nitrat dan fosfat di perairan danau rawa oening. Jurnal Bioma. 3(1):27-41
Patty, S.I., H, Arah dan M.S, Abdul. 2015. Zat Hara(Fosfat,Nitrat), Oksigen
Terlarut dan pH Kaitannya dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau
Buru. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1(1): 43 - 50
Patty, s.i., hairati a., dan m.s.abdul. 2015. Zat hara (fosfat,nitrat), oksigen terlaryt
dan ph kaitannya dengan kesuburan di perairan jikumerasa, pulau buru.
Jurnal pesisir dan laut tropis. 1(1):43-50
Patty, s.i., hairati a., dan m.s.abdul. 2015. Zat hara (fosfat,nitrat), oksigen terlaryt
dan ph kaitannya dengan kesuburan di perairan jikumerasa, pulau buru.
Jurnal pesisir dan laut tropis. 1(1):43-50
Putri, W.A.E., A.I.S. Purwiyanto., Fauziyah., F. Agustriani dan Y. Suteja. 2019.
Kondisi Nitrat, Nitrit, Amonia, Fosfat dan Bod di Muara Sungai Banyuasin,
Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 11 (1) : 65-
74
Rawung, S., F.F,Tilaar., dan A.B, Rondonuwu. 2018. Inventarisasi Lamun di
Perairan Marine field Station Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat
Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah
Platax. 6(2): 39 – 44
Rigitta, T. M. A., Maslukah, L., & Yusuf, M. (2015). Sebaran Fosfat dan Nitrat di
Perairan Morodemak, Kabupaten Demak. Journal of Oceanography, 4(2),
415-422.
Risamasu, f.j.l dan hanif b.p. 2011. Kajian zat hara fosfat, nitrit, nitrat dan silikat di
perairan kepulauan matasiri, Kalimantan selatan. Jurnal ilmu kelautan.
16(3):135-142
Risamasu, f.j.l dan hanif b.p. 2011. Kajian zat hara fosfat, nitrit, nitrat dan silikat di
perairan kepulauan matasiri, Kalimantan selatan. Jurnal ilmu kelautan.
16(3):135-142
Risamasu, f.j.l dan hanif b.p. 2011. Kajian zat hara fosfat, nitrit, nitrat dan silikat di
perairan kepulauan matasiri, Kalimantan selatan. Jurnal ilmu kelautan.
16(3):135-142
Rudianto. 2014. Analisis Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis
Co-Management: Studi Kasus di Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan
Bungah, Kabupaten Gresik. Journal of Life Science. 1(1): 54
Salim, D., Yuliyanto, Y., & Baharuddin, B. (2017). KARAKTERISTIK
PARAMETER OSEANOGRAFI FISIKA-KIMIA PERAIRAN PULAU
KERUMPUTAN KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN
SELATAN. JURNAL ENGGANO, 2(2), 218-228.
Sugandi, D. 2011. Pengelolaan Sumberdaya Pantai. Jurnal Gea UPI. 11(1): 50 - 53
Suherlan., D, Oetama dan H, Arami. 2016. Keragaman Jenis Lamun di Perairan
Pantai Waha Kecamatan Tomia Kabupaten Wakatobi. Jurnal Manajemen
Sumber Daya Perairan. 1(3): 319
Utami, t.m.r, lilik m., dan m. Yusuf. 2016. Sebaran nitrat (NO3) dan fosfat (PO4)
di perairan karangsong kabupaten indramayu. Buletin oseanografi marina.
5(1):31-37
Utami, t.m.r, lilik m., dan m. Yusuf. 2016. Sebaran nitrat (NO3) dan fosfat (PO4)
di perairan karangsong kabupaten indramayu. Buletin oseanografi marina.
5(1):31-37
Utami, t.m.r, lilik m., dan m. Yusuf. 2016. Sebaran nitrat (NO3) dan fosfat (PO4)
di perairan karangsong kabupaten indramayu. Buletin oseanografi marina.
5(1):31-37
Yanti, N.P.M., J.N, Subagio dan J, Wiryanto. 2014. Jenis dan Kepadatan Teripang
(Holothuroidea) di Pantai Bali Selatan. Jurnal Simbiosis. 2(1): 165-168
 Lampiran
A. Kualitas air

Salinitas

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Stasiun 4 Stasiun 5
pH

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3


Stasiun 4 Stasiun 5

Ammonia

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Stasiun 4 Stasiun 5

Nitrit
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Stasiun 4 Stasiun 5

Nitrat

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3


Stasiun 4 Stasiun 5

DO

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Stasiun 4 Stasiun 5

B. Flora
Cymodocea rotundata Halophila minor Thalassia hemprichii

C. Fauna

Asterias sp. Holothuria fuscocinerea

Anda mungkin juga menyukai