Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

SEDIAAN STERIL INFUS RINGER

DOSEN PENGAMPU:

LILIS FEBRIYANTI, M.Farm.Apt

KELOMPOK 1 :

ANY SRI HANDAYANI (141550004)

FITRI AZANI AHMAD (141550005)

MANISHA SRI DEVIYANTI (141550025)

RANI RAMADHA AZHARI (141550001)

RETTY KOMALA JENITA (141550022)

RISMA JUWITA OKTAVIA (141550014)

WINDA ANDLIA SARI (141550026)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA PERSADA

JL.SURYA KENCANA NO.1 PAMULANG

TANGERANG SELATAN

2016
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA PERSADA

JL.SURYA KENCANA NO.1 PAMULANG

TANGERANG SELATAN

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman Belanda,
sehingga teknologi steril sebagai salah satu bagian dari ilmu farmasi mengalami
dinamika yang begitu cepat. Teknologi Steril merupakan ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana membuat suatu sediaan (Injeksi volume kecil, Injeksi volume besar, Infus,
Tetes Mata dan Salep Mata) yang steril, mutlak bebas dari jasad renik, patogen, atau non
patogen, vegetatif atau non vegetatif (tidak ada jasad renik yang hidup dalam suatu
sediaan). Teknologi steril berhubungan dengan proses sterilisasi yang berarti proses
mematikan jasad renik (kalor, radiasi, zat kimia) agar diperoleh kondisi steril. Tentunya
di setiap fakultas mendapatkan mata kuliah tersebut, karena teknologi steril berperan
penting dan menjadi mata kuliah pokok farmasi.
Dalam teknologi steril, kita dapat mempelajari tentang bagaimana menghasilkan
atau membuat sediaan yang steril, sediaan steril dapat dibuat secara sterilisasi kalor
basah, kalor kering, penyaringan, sterilisasi gas, radiasi ion dan teknik aseptik. Kemudian
sediaan steril tersebut dilakukan uji sterilitas, uji pirogenitas (ada atau tidaknya pirogen).
Pada saat kuliah teknologi steril akan kita dapatkan sediaan dalam bentuk larutan,
emulsi, suspensi dan semi solid yang steril (bebas dari pirogen).
Infus adalah salah satu bentuk sediaan obat dalam dunia farmasi yang
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan sediaan obat lainnya. Infus adalah sediaan
cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90° selama 15
menit. Selain itu infus dapat digunakan untuk keadaan pengobatan darurat, untuk pasien
yang muntah – muntah atau tidak sadarkan diri, dan tidak bisa menyebabkan iritasi di
dalam lambung dibandingkan dengan sediaan tablet, infus juga merupakan sediaan
dalam farmasi yang wajib bebas dari pirogen dan harus steril dalam pembuatannya.
Sehingga efek obat dapat langsung bekerja karena langsung berhubungan dengan darah.
Laktat dalam ringer laktat sebagian besar dimetabolisme melalui proses
glukoneogenesis. Setiap satu mol laktat akan menghasilkan satu mol bikarbonat. Pasien
dengan kondisi hamil memiliki kadar laktat yang berbeda karena plasenta menghasilkan
laktat yang akan menuju sirkulasi maternal.
Suatu cairan dikatakan sebagai cairan isotonis apabila mereka memiliki
osmolalita sama dengan plasma manusia atau osmolaritas teoritis yang sama sebagai
cairan NaCl fisiologis. Ringer asetat malat, dengan osmolalitas 286 mosm/kgH2O dan
osmolaritas 304 mosm/l adalah isotonis. Tekanan osmotik ditentukan oleh osmolaritas
dan osmolalitas dari cairan. Osmolaritas dan osmolalitas merupakan ukuran dari jumlah
konsentrasi molar dari zat terlarut.
Sehubungan dengan Teori tersebut diatas dan penerapan dari teori yang sudah
didapat. Kami melakukan praktikum teknologi steril dalam hal ini membuat sediaan
infus dengan harapan semoga dalam kegiatan praktikum ini, kami dapat menambah
wawasan, melaksanakan desain dan rancangan serta pembuatan sediaan steril untuk
dalam upaya meningkatkan pengetahuan ilmu farmasi.

B. Tujuan 
1. Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan praktikum teknologi steril.
2. Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi untuk
sediaan.
3. Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan injeksi infuse.
4. Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan injeksi infuse .
5. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat–alat untuk pelaksanaan
praktikum.
6. Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan steril untuk sediaan injeksi
infus.
BAB II

DASAR TEORI

A. Teori singkat
Sediaan steril adalah sediaanterapeutis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Sterilisasi adalah proses yang dirancanguntuk menciptakan
keadaan steril. Secara tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta
sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semuamikroorganisme hidup.Adapun
syarat-syarat sediaan parenteral volume besar yaitu steril, bebas pirogen, isotonis,
isohidris, bebas partikelasing, aman, jernih, stabil baik secarafisika, kimia, maupun
mikrobiologi, tidak terjadi reaksi antar bahan dalam formula,dikemas dalam wadah dosis
tunggal, tidak mengadung bahan baktersid karenavolume cairan terlalu besar,
penggunaanwadah yang sesuai, sehingga mencegahterjadinya interaksi dengan bahan
obat,dan sesuai antara bahan obat yang adadalam wadah dengan etiket, dan tidak terjadi
pengurangan kualitas selama penyimpanan. Salah satu sediaan yang termasuk sediaan
steril parenteral volume besar adalah sediaan infus.
Infus adalah suatusediaan steril berupa larutan atau emulsi bebas pirogen sedapat
mungkin dibuat isotonis terhadap darah yang disuntikkan langsung kedalam vena dalam
volume relatif banyak yang dikemas dalam wadah kapasitas 100-1000 ml yang
digunakan untuk memperbaiki gangguan elektrolitcairan tubuh yang serius yang
menyediakan nutrisi dasar dan digunakan sebagai pembawa untuk bahan-bahan
obat.Salah satu contoh infus yangdigunakan untuk mencukupi kebutuhan elektrolit tubuh
adalah infus ringer. Infus ringer adalah larutan steril yangmengandung kalsium klorida,
kaliumklorida, dan natrium klorida dalam aqua pro injeksi.
Sediaan steril adalah sediaanterapeutis dalam bentuk terbagi bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan
keadaan steril. Secara tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta
sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Adapun
syarat-syarat sediaan parenteral volume besar yaitu steril, bebas pirogen, isotonis,
isohidris, bebas partikelasing, aman, jernih, stabil baik secarafisika, kimia, maupun
mikrobiologi, tidak terjadi reaksi antar bahan dalam formula,dikemas dalam wadah dosis
tunggal, tidak mengadung bahan baktersid karenavolume cairan terlalu besar,
penggunaan wadah yang sesuai, sehingga mencegah terjadinya interaksi dengan bahan
obat, dan sesuai antara bahan obat yang adadalam wadah dengan etiket, dan tidak terjadi
pengurangan kualitas selama penyimpanan. Salah satu sediaan yang termasuk sediaan
steril parenteral volume besar
Menurut Farmakope Indonesia edisi III, Infus adalah sediaan cair yang dibuat
dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90° selama 15 menit. Menurut
Farmakope Indonesia edisi IV Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari
simplisia nabati dengan air pada suhu 90° selama 15 menit.
Infus adalah proses mengekstraksi unsur-unsur substansi terlarutkan (khususnya
obat) atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh. Infus adalah tindakan
memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian
makanan.
Infus adalah teknik penusukan vena melalui transkutan dengan stilet tajam yang
kaku, seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan pada spuit. Infus
memasukkan cairan (cairan obat atau makanan) dalam jumlah yang banyak dan waktu
yang lama ke dalam vena dengan menggunakan perangkat infus (infus set) secara
tetesan.
Infus adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke
dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-
zat makanan dari tubuh.
Cairan infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik
atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena
volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena
untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu
sendiri. Cairan infus intravena.
Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang
isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan hipotonis
maupun hipertonis dapat digunakan. Untuk meminimalisasi iritasi pembuluh darah,
larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat. Persyaratan infus
intravena menurut FI III antara lain :
1. Sediaan steril berupa larutan
2. Bebas pirogen
3. Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah
4. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak
lebih dari 5 µm
5. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
6. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
7. Emulsi untuk infus intravena setelah dikocok harus homogen dan tidak
menunjukkan pemisahan fase, diameter globul fase terdispersi untuk infus
intravena harus dinyatakan
8. Volume netto atau volume terukur tidak kurang dari nominal
9. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
10. Memenuhi syarat injeksi
Keuntungan pemberian infus intravena adalah menghasilkan kerja obat yang
cepat dibandingkan cara-cara pemberian lain dan tidak menyebabkan masalah
terhadap absorbsi obat. Sedangkan kerugiannya yaitu obat yang diberikan sekali
lewat intravena maka obat tidak dapat dikeluarkan dari sirkulasi seperti dapat
dilakukan untuk obat bila diberikan per oral, misalnya dengan cara dimuntahkan.
Pembuatan infus ini mengacu pada penggunaannya sebagai cairan infus yang dapat
menstabilkan jumlah elektrolit-elektrolit yang sama kadarnya dalam cairan
fisiologis normal, sehingga diharapkan pasien dapat mempertahankan kondisi
elektrolitnya agar sesuai dengan batas-batas atau jumlah elektrolit yang normal
pada plasma. Selain itu, digunakan pengisotonis dekstrosa yang diharapkan mampu
menambah kalori bagi pasien serta meningkatkan stamina karena biasanya kondisi
pasien yang kekurangan elektrolit dalam keadaan lemas (sehingga perlu diinfus).
Infus ringer digunakan untuk untuk mengatasi kondisi kekurangan
volume darah, larutan natrium klorida 0,9% - 1,0% menjadi kehilangan maka secara
terapeutik sebaiknya digunakan larutan ringer, larutan ini mengandung KCl dan
CaCl2 disamping NaCl
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, suntikkan dengan cara menembus atau merobek jaringan kedalam
atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsi
atau mensuspensikan sejumlah obat dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan
cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena.
Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang
banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang
aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta
asam basa. Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai
cairan ke dalam kompartemen intravaskuler.
Terapi intravena dilakukan berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung
jawab dalam pemeliharaan terapi yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi
intravena didasarkan pada beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa
pasien, usia, riwayat kesehatan dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi
intravena dibutuhkan dan diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus
mengidentifikasi larutan yang benar, peralatan dan prosedur yang dibutuhkan serta
mengatur dan mempertahankan sistem.
Infus Ringer adalah larutan steril Natrium klorida, Kalium klorida, dan Kalsium
klorida dalam air. Kadar ketiga zat tersebut sama dengan kadar zat-zat tersebut dalam
larutan fisiologis. Larutan ini digunakan sebagai penambah cairan elektrolit yang
diperlukan tubuh.
Air beserta unsur-unsur didalamnya yang diperlukan untuk kesehatan sel disebut
cairan tubuh. Cairan tubuh dibagi menjadi dua yaitu :
1. Cairan Intraseluler, cairan ini mengandung sejumlah ion Na dan klorida serta hampir
tidak mengandung ion kalsium, tetapi cairan ini mengandung ion kalium dan fosfat
dalam jumlah besar serta ion Magnesium dan Sulfat dalam jumlah cukup besar.
2. Cairan Ekstraseluler, cairan ini mengandung ion Natrium dan Klorida dalam jumlah
besar, ion bikarbonat dalam jumlah besar, tetapi hanya sejumlah kecil ion Kalium,
Kalsium, Magnesium, Posfat, Sulfat, dan asam-asam organic.

Keseimbangan air dalam tubuh harus dipertahankan supaya jumlah yang diterima
sama dengan jumlah yang dikeluarkan. Penyesuaian dibuat dengan penambahan atau
pengurangan jumlah yang dikeluarkan sebagai urin juga keringat. Ini menekankan
pentingnya perhitungan berdasarkan fakta tentang jumlah cairan yang masuk dalam
bentuk minuman maupun makanan dan dalam bentuk pemberian cairan lainnya.
Elektrolit yang penting dalam komposisi cairan tubuh adalah Na, K, Ca, dan Cl.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dibuatlah sediaan infus Ringers
sebagai pengganti cairan tubuh. Infus adalah larutan dalam jumlah besar, terhitung
mulai dari 10 ml yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan peralatan
yang cocok. Infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas
pirogen, dan sedapat mungkin dibuat seperti darah, disuntikan langsung ke dalam vena
dan volume relatif besar. Infus intravena tidak diperbolehkan mengandung bakterisida,
dan zat dapar larutan dalam infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel.
Persyaratan :
1. Infus intravena tidak mengandung bakterisida, zat dapar, zat pengawet, isotonis,
jernih, dan bebas pirogen.
2. Ion natrium (Na+) dalam injeksi berupa natrium klorida dapat digunakan untuk
mengobati hiponatremia, karena kekurangan ion tersebut dapat mencegah retensi air
sehingga dapat menyebabkan dehidrasi.
3. Kalium klorida (KCl), kalium merupakan kation (positif) yang terpenting dalam
cairan intraseluler dan sangat esensial untuk mengatur keseimbangan asam-basa serta
isotonis sel.
4. Ion kalsium (Ca2+), bekerja membentuk tulang dan gigi, berperan dalam proses
penyembuhan luka pada rangsangan neuromuskuler. Jumlah ion kalsium dibawah
konsentrasi normal dapat menyebabkan iritabilitas dan konvulsi.
5. Ion Magnesium (Mg2+) juga diperlukan tubuh untuk aktivitas neuromuskuler sebagai
koenzim pada metabolisme karbohidrat dan protein.
BAB III

METODE KERJA
R/ NaCl 2,15 gram
KCl 75 mg
CaCl 82,5 mg
API ad 250 mL

A. Pra Formulasi
1. NaCl (natrium klorida)
a. Bobot molekul : 58,44
b. Pemerian : Kristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk Kristal putih,
tiap 1g setara dengan 17,1 mmol NaCl.
c. Kelarutan : 1bagian larut dalam3 bagian air, 10 bagian gliserol, sedikit larut
dalam etanol, larut dalam 250 bagian etanol 95%, larut dalam 2,8 air dan dalam
2,6 bagian air pada suu 100˚ C.
d. Sterilisasi : autoklaf atau filtrasi
e. Stabilitas : stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat menyebabkan
pengguratan partikel dari tipe gelas.
f. pH : 4,5-7
g. OTT : logam Ag, Hg, Fe
h. Kosentrasi atau dosis : lebih dari 0.9%. injeksi iv 3-5% dalam 100 ml
selama 1 jam. Injeksi NaCl mengandung 2,5-4 mEq/ml. Na⁺ dalam
plasma = 135-145 mEq/ml.
i. Rute pemberian : Intra Vena
j. Khasiat : pengganti ion Na⁺,Cl⁻ dalam tubuh dan agen tonisitas.
k. Farmakologi : berfungsi untuk mengatur distribusi air, cairan dan
keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotic cairan tubuh
2. KCl (Kalium klorida)
a. Pemerian : Kristal atau serbuk putih atau tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa atau berasa asin.
b. Rumus Molekul : 74,55
c. Kelarutan : larut dalam air, sangat mudah larut dalam air panas, larut
dalam air panas, larut dalam 14 bagian gliswerin, praktis tidak larut
dalam eter, aceton, etanol dan alkohol.
d. pH : 4-8, 7 untuk larutan pada suhu 15˚C.
e. Dosis : konsentrasi kalium pada ryte iv tidk lebih dari 40 mEq/L dengan
kecepatan 20 mEq/jam (untuk hipokalemia). Untuk mempertahankan
konsentrasi kalium pada plasma 4 mEq/L. K⁺ dalam plasma = 3,5-5 mEq/L.
f. Rutre pemberian : Intra Vena
g. Stabilitas : stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat
sejuk dan kering.
h. Kegunaan : biasa digunakan dalam sediaan parenteral sebagai senyawa
pengisotonis, dan juga sebagai sumber ion Kalium.
i. OTT : larutan KCl iv inkompatibel dengan protein hidrosilat, perak dan
garam merkuri.
j. Sterilisasi : dengan autoklaf atau filtrasi.
k. Fungsi / Efek Farmakologi : agen tonisitas l; sumber ion kalium
3. CaCl2 (kalsium diklorida)
a. Pemerian : granul atau serpihan, putih, keras, tidak, berbau Kelarutan :
mudah larut dalam air (1,2 bagian), dalam etanol (4 bagian), dan dalam
etanol mendidih (2 bagian), sangat mudah larut dalam air panas (0,7 bagian).
b. Rumus molekul : 147,02
c. pH : 4,5-9,2
d. OTT : karbonat, fosfat, sulfat, tartrat, sefalotin sodium, CTM dengan
tetrasiklin membentuk kompleks.
e. Rute pemberian : intra vena
f. Stabilitas : injeksi kalsium dilaporkan inkompatibel dengan larutan intra vena
yang mengandung banyak zat aktif. Simpan dalam wadah tertutup rapat.
g. Kegunaan : untuk mempertahankan elektrolit tubuh, untuk hipokalemia,
sebagai elektrolit yang esensial bagi tubuh untuk mencegah kekurangan ion
kalsium yang menyebabkan iritabilitas dan konvulsi.
h. Sterilisasi : autoklaf
i. Farmakologi : penting untuk fungsi integritas dari saraf muscular,
system skeletal, membrane sel dan permeabilitas kapiler.
4. Aqua Pro Injection
a. Nama : Aqua Pro Injeksi
b. Kelarutan : dapat bercampur dengan polar dan elektrolit
c. Stabilitas : air stabil dalam setiap keadaan. Air untuk penggunaan khusus harus
disimpan dalam wadah yang sesuai.
d. OTT : dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan
lainnya yang mudah terhidrolisis
e. Fungsi : zat pembawa dan pelarut

B. Perhitungan
l. Tonisitas
2,15 gram 0,86 gram
a. NaCl : = = 0,86%
250 ml 100 ml
E1% : tidak ada
75 mg 0,03 gram
b. KCl : = = 0,03%
250 ml 100 ml
E0,5% : 0,76
82,5 mg 0,033 gram
c. CaCl2 : = = 0,033%
250 ml 100 ml
E0,5% : 0,70

Note: dikarenakan nilai ekivalensi pada NaCl tidak terdapat di


Farmakope, maka menggunakan cara perhitungan Osmolaritas

2. Osmolaritas
a. NaCl 0,86%
Dik : 1) Larutan 0,86% NaCl
2) BM NaCl : 58,44
3) Jumlah ion NaCl : 2
Dit : M Osmolaritas NaCl ?
0,86 gram 8,6 gram
Jwb : Larutan 0,86% NaCl = =
100 ml Liter
g
zat terlarut x 1000 x jumlah ion
M Osmole/L : Liter
BM zat terlarut
8,6 x 1000 x 2
= 294,31
58,44
b. KCl 0,03%
Dik : 1) Larutan 0,03% KCl
2) BM KCl : 74,55
3) Jumlah ion KCl : 2
Dit : M Osmolaritas KCl ?
0,03 gram 0,3 gram
Jwb : Larutan 0,03% KCl = =
100 ml Liter
g
zat terlarut x 1000 x jumlah ion
M Osmole/L : Liter
BM zat terlarut
0,3 x 1000 x 2
= 8,05
74,55
c. CaCl2 0,033%
Dik : 1) Larutan 0,033% CaCl2
2) BM CaCl2 : 147,02
3) Jumlah ion CaCl2 : 3
Dit : M Osmolaritas CaCl2 ?
0,033 gram 0,33 gram
Jwb : Larutan 0,33% CaCl2 = =
100 ml Liter
g
zat terlarut x 1000 x jumlah ion
M Osmole/L : Liter
BM zat terlarut
0,33 x 1000 x 3
= 6,73
147,02
Total : 294,01 + 8,05 + 6,73 = 308,73 ISOTONIS range : ( 270-328)

C. Perhitungan Bahan
- Volume yang akan dibuat =250 ml
10
- Volume berlebih yang dibuat 10%= x 250 ml = 25 ml + 250 ml = 275 ml
100
D. Penimbangan Bahan
275
a. NaCl = x 2,15 gram = 2,365 gram
250
275
b. KCl = x 75 mg = 82,5 mg = 0,0825 gram
250
275
c. CaCl2 = x 82,5 mg = 90,75 mg = 0,09075 gram
250
0,1
d. Karbon aktif (0,1% dari total volume) = x 275 = 0,275 gram ~ 275 mg
100

E. Alat dan Bahan


a. Alat :
1) Pipit tetes
2) Erlenmeyer
3) Gelas ukur
4) Gelas beker
5) Corong kaca
6) Indikator ph
7) Batang pengaduk kaca
8) Kaca arloji
9) Timbangan analitik
10) Botol infus
11) Tutup karet botol
12) Kertas saring
13) Hot plate
b. Bahan :
1) NaCl (Natrium Klorida)
2) KCl (Kalium Klorida)
3) CaCl (kalsium Klorida)
4) API (Aqua Pro Injection)
5) Karbon Aktif
F. Cara Keja
1. Membuat larutan Aqua Pro Injection (API)
a. Siapkan alat dan bahan
b. Masukan dan ukur Aqua Pro Injection sebanyak 500 ml didalam erlenmeyer
c. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi dengan kasa
d. Panaskan hingga mendidih dan biarkan medidih selama 30 menit
e. Kemudian diangkat dan Aqua Pro Injection siap digunakan untuk sediaan steril
2. Pembuatan infus ringer
a. Siapkan alat dan bahan
b. Timbang semua bahan, NaCl sebanyak 2,365 gram, KCl sebanyak 0,0825 gram,
dan CaCl2 sebanyak 0,0957 gram
c. Satu persatu zat aktif dimasukan kedalam gelas beaker yang telah di kalibrasi
d. Tuang air steril untuk melarutkan setiap zat aktif dan bilas kaca arloji hingga
tanda kalibrasi
e. Ditimbang karbon aktif 275 mg masukan kedalam larutan erlenmeyer, ditutup
dengan kaca arloji, dan disisipi batang pengaduk
f. Hangatkan larutan pada suhu 50-790°C selama 15 menit sambil diaduk sesekali
g. Kertas saring yang sudah di lipat ganda kemudian di basai dengan air bebas
pingen
h. Pindahkan corong dan kertas saring ke erlenmeyer steril
i. Saring larutan hangat-hangat kedalam erlenmeyer
j. Volume larutan diukur dalam gelas ukur tepat 275 ml, dan diisikan kedalam
botol infus 255 ml
k. Pasang tutup karet infus steril dan beri etiket, kemudian ikat dengan simpul
champagne
l. Sterilkan botol infus yang berisi larutan dalam autoclaf dengan suhu 1150-
1160°C selama 10 menit
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil sediaan yang belum diberi etiket Hasil sediaan yang sudah diberi ertiket

Hasil pH sediaan yaitu 4

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, akan dibuat sediaan parenteral volume besar,
yaitu infus ringer. Infus Ringer mengandung berbagai macam elektrolit,
sehingga digunakan untuk memenuhi kebutuhan elektrolit ataupun cairan tubuh
secara fisiologis. Infus Ringer adalah larutan steril Natrium klorida, Kalium
klorida, dan Kalsium klorida dalam air untuk obat suntik yang diberikan
melalui Pembuatan Sediaan Infus Ringer intravena tetes demi tetes dengan bantuan
peralatan yang cocok.
Larutan Ringer sering digunakan untuk mengisi cairan yang hilang
setelah kehilangan darah akibat trauma, operasi, atau cedera kebakaran. Hal
yang pertama dilakukan dalam membuat sediaan ini adalah mengecek apakah
larutan ini isotonis atau tidak. Pada pemberian intravenus dalam volume kecil,
isotonis bukanlah suatu syarat yang mutlak. Hal ini karena jumlah cairan tubuh
jauh lebih besar dibandingkan jumlah cairan yang dimasukkan sehingga terjadi
pengenceran yang cepat. Tetapi tidak demikian jika larutan intravenus
volume besar yang diberikan tidak isotonis. Jika larutan hipertonis (tekanan
osmotiknya lebih besar daripada darah) maka dapat terjadi plasmolisis yaitu
hilangnya air dari sel darah sehingga sel darah akan mengkerut. Jika larutan
hipotonis (tekanan osmotik lebih kecil daripada darah) maka dapat terjadi hemolisis
yaitu eritrosit akan pecah.
Pengecekan isotonis larutan dilakukan dengan perhitungan menggunakan
rumus sebagai berikut : M osmole/liter = Sehingga didapat bahwa larutan infus
ringer yang akan dibuat bersifat isotonis yang bernilai 309,08 M osmole/liter.
Pada sediaan Infus, tidak perlu pengawet karena volume sediaan besar.
Jika ditambahkan pengawet maka jumlah pengawet yang dibutuhkan besar sehingga
dapat memberikan efek toksik yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu
sendiri. Sediaan infus diberikan secara intravena untuk segera dapat memberikan
efek. Pelarut yang digunakan adalah Air Pro Injection bebas pirogen. Sediaan infus
yang kami buat sebanyak 250 ml dengan penambahan volume pada saat pembuatan
sediaan sebanyak 10% sehingga menjadi 275 ml. Sedangkan untuk sediaannya
volume ditambahkan sebanyak 2% sehingga volume yang akan dimasukkan ke
wadah menjadi 255 ml.
Selanjutnya, bahan-bahan yang ada dalam formula dilarutkan didalam
aquadest bebas pirogen. Ion natrium (Na+) dalam infus berupa natrium klorida dapat
digunakan untuk mengobati hiponatremia, karena kekurangan ion tersebut dapat
mencegah retensi air sehingga dapat menyebabkan dehidrasi. NaCl digunakan
sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infus setara dengan 0,9% larutan
NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan
cairan tubuh.
Kalium klorida (KCl), kalium merupakan kation (positif) yang terpenting
dalam cairan intraseluler dan sangat esensial untuk mengatur keseimbangan
asam-basa serta isotonis sel. Ion kalsium (Ca2+), bekerja membentuk tulang dan gigi,
berperan dalam proses penyembuhan luka pada rangsangan neuromuskuler.
Jumlah ion kalsium di bawah konsentrasi normal dapat menyebabkan iritabilitas
dan konvulsi. Kalsium yang dipakai dalam bentuk CaCl 2 yang lebih mudah
larut dalam air.
Setelah masing-masing bahan larut sempurna kemudian dicampurkan di dalam
backer glass yang telah ditara dan ditambahkan dengan aquadest bebas
pirogen di bawah batas tanda tara. Setelah itu dilakukan pengecekan pH. Hal ini
dimaksudkan agar sediaan tidak menyebabkan phlebesetis (inflamasi pada pembuluh
darah) dan throbosis (timbulnya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh
darah). Selain itu, tujuan dari pengaturan pH ini adalah agar sediaan yang dibuat tetap
stabil pada penyimpanan. Namun jika dalam uji ini belum memenuhi persyaratan pH
maka perlu dilakukan penyesuaian pH agar memenuhi syarat. Jika terlalu asam, maka
bisa ditambah larutan NaOH 0,1 N. Dan jika terlalu basa dapat ditambah larutan HCl
0,1 N. Obat suntik sebaiknya mempunyai pH yang mendekati pH fisiologis yang
artinya isohidris dengan darah dan cairan tubuh lainnya. Pada sediaan kami, pH
yang kami dapat yaitu 4, ini berarti pH pada sediaan yang kami buat adalah tidak
memenuhi syarat pH cairan infus dimana pH pada larutan yang kami buat kurang dari
5, ini bisa saja disebabkan kaena degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan
dapat dipercepat atau diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun
dari rentang pH nya. Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur
yang tinggi adalah faktor yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara
signifikan, akibat dari reaksi hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat
dapat stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada
formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan lain yg dapat
mempengaruhi nilai pH nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan garamnya
biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk mempertahankan
pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum. Tujuan utama
pengaturan pH dalam sediaan infus ini adalah untuk mempertinggi stabilitas obat,
misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari kemungkinan
terjadinya reaksi dari obat tersebut, sehingga obat tersebut mempunyai aktivitas dan
potensi. Selain itu, untuk mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit seaktu
disuntikkan. pH yang terlalu tinggi akan menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan
pH yang terlalu rendah menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan. Infus harus bebas
pirogen karena pirogen menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang nyata,
demam, sakit badan, kenaikan tekanan darah arteri, kira-kira 1 jam setelah injeksi.
Untuk menghilangkan pirogen larutan dilakukan dengan penambahan 0,1%
karbon aktif dihitung terhadap volume total larutan, kemudian dihangatkan pada
suhu 60-70°C selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Setelah itu larutan
disaring menggunakan kertas saring ganda, seharusnya penyaringan ini dilakukan
menggunakan penyaring G3 namun tidak dilakukan karena keterbatasan alat.
Setelah disaring sampai diperoleh larutan yang jernih, hasilnya dimasukkan
kedalam wadah berupa botol gelas dengan volume yang sesuai. Sterilisasi yang
dilakukan untuk larutan Ringer laktat adalah termasuk sterilisai akhir dimana
sterilisasi dilakukan setelah larutan dimasukan ke dalam wadah.

Metode sterilisasi untuk larutan ini adalah sterilisasi uap (panas basah). Pada
umumnya, metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-
bahan yang tahan terhadap temperatur yang digunakan dan terhadap penembusan
uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air
tersebut Sterilisasi uap air ini lebih efektif dibandingkan sterilisasi panas
kering. Sterilisasi larutan ringer dilakukan dengan autoclave pada suhu 121° C
selama 15 menit. Namun karna keterbatasan alat kami tidak melakukannya.

Penandaan obat sediaan infus ringer yang digunakan adalah label obat keras,
karena pada umumnya pemberian sediaan infus perlu dilakukan oleh tenaga ahli
medis dan harus dengan resep dokter untuk menghindari penyalahgunaan sediaan.
Pada etiket, selain dituliskan lambang obat keras, juga dicantumkan jumlah
isi atau volume sediaan. Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga
sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, hal ini dilakukan untuk
mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Infus Ringer adalah larutan steril Natrium klorida, Kalium klorida, dan
Kalsium klorida dalam air untuk obat suntik yang diberikan melalui intravena
tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.
2. Sediaan infus ringer yang dibuat bersifat isotonis.
3. Pada sediaan Infus, tidak perlu pengawet karena volume sediaan besar.
4. pH sediaan tidak sesuai pada rentang pH stabilitas obat.
5. Infus harus bebas pirogen karena pirogen menyebabkan kenaikan suhu tubuh
yang nyata, demam, sakit badan, kenaikan tekanan darah arteri, kira-kira 1 jam
setelah injeksi.
6. Untuk menghilangkan pirogen larutan dilakukan dengan penambahan 0,1%
karbon aktif dihitung terhadap volume total larutan.
7. Sterilisasi yang dilakukan untuk larutan Ringer laktat adalah termasuk
sterilisai akhir.

B. Saran
1. Diharapkan mahasiswa/i dapat meningkatkan ketelitian pada saat praktikum.
2. Diharapkan Mahasiswa/i dapat memperbaiki atau mengoreksi kesalahan-kesalahan
dalam praktikum.
3. Alat dan bahan harus distandarkan sesuai dengan prosedur.

1.
DAFTAR PUSTAKA

Departement of pharmaceutical Science. 1982. Martindale the Extra Pharmacoeia


28th edition. London: The Pharmaceutical Press.
Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Formularium Nasional Edisi Kedua. 1978. Departemen Kesehatan Repiblik Indonesia.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi.
Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second
edition. London : The Pharmaceutical Press.
Departemen kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1979.
Departemen kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1995.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ketiga.
Jakarta: UI-press; 1994.

Anda mungkin juga menyukai