Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

The leadership paradigm is something dynamic and


always up to date to talk from one generation to
generation. Lately, the leadership under SBY and JK,
has planned a leadership headed toward Good
Governance. All the “United Cabinet” were headed
toward three main agenda. They promised to build
peacefull situation, justice and democracy and
prosperity for all. This policy, of course needs a good
basic moral and ethic. Paradigma kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat dinamis.
Masalahnya selalu hidup dan aktual untuk dikaji dari generasi ke generasi. Akhir – akhir ini
Indonesia misalnya di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono mencanangkan pola
kepemimpinan yang mengarah kepada kepemerintahan yang baik yang dikenal dengan istilah
Good Governance. Mereka bertekad mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil dan
demokrasi, serta mewujudkan kesejahteraan yang melimpah dan merata (peace, justice,
democracy and prosperity). Kebijakan yang mulia ini tentu saja membutuhkan landasan moral
dan etik kepemimpinan yang baik.
Pepatah Arab yang cukup terkenal di Indonesia mengatakan “Innamal umamu akhlaqu maa
baqiat fain humu jahabat akhlaquhum jahabu” Artinya suatu umat akan kuat karena
berpegang teguh pada moralitas yang ada, namun apabila moral diabaikan maka tunggulah
kehancuran umat tersebut. Untuk itulah kita perlu menyadari bahwa krisis yang melanda
Bangsa Indonesia saat ini (krisis keuangan, krisis pangan, krisis minyak, dan krisis lainnya)
tidak terlepas dengan kemerosotan moral dan etika kepemimpinan di Negara kita.
Kasus penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan di Lembaga Yudikatif telah
menghancurkan harapan Bangsa Indonesia untuk menegakkan supremasi hukum dan keadilan.
Demikian pula kasus penyelewengan dan suap di lembaga legislative telah memusnahkan
impian rakyat Indonesia yang telah menunjuk wakilnya dalam memperjuangkan kesejahteraan
bersama. Dalam bidang pendidikan, penyelewengan dana pendidikan, perselingkuhan,
Pemaksaan kelulusan dalam UAN/UNAS dan masih banyak lagi fenomena yang menunjukkan
bahwa rapuhnya moral dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi penyebab
terbesar dari krisis multidimensional di Indonesia saat ini.
Sekarang pertanyaannya adalah apa yang menjadi penyebab moral dan etika itu tidak
fungsional. Jawabannya adalah selama ini pembangunan yang digalakkan lebih banyak
ditekankan dan terfokus pada upaya mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang maksimal.
Sementara aspek moralitas dan etika yang berdasarkan nilai – nilai keagamaan seolah – olah
terabaikan oleh penentu kebijakan untuk dimasukkan dalam proses dan implementasi
pembangunan. Perlu diingat bahwa pembangunan tanpa dilandasi moral dan etika sudah
barang tentu akan berdampak munculnya individu dan kelompok yang tidak sehat secara
psikologis dan sosial.
Seorang pemimpin yang baik dalam kepemerintahan seyogyanya menumbuhkan semangat
yang kuat untuk memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin bangsanya. Seorang pemimpin
harus memiliki sikap takut akan Tuhan agar dapat tampil sebagai pemimpin sejati. Pemimpin
yang dapat dipercaya, jujur, patuh, disiplin, taat azas, mampu berkomunikasi secara efektif,
tegas dan tekun menegakkan kebenaran sehingga mampu mengalahkan musuh bangsa.
Moral melahirkan seorang pemimpin yang mampu menghargai pekerjaan orang lain,
mengakui kemampuan orang yang dipimpin dan menghormati mereka sebagai abdi Negara.
Moral mampu mendorong seoran pemimpin bersikap transparan, keterbukaan dalam
melaksanakan amanah yang diembannya.
Demikian pula halnya dengan etika yang merupakan refleksi dari moral yang bersumber
dari Pancasila. Etika yang berhimpitan dengan “moral” mampu melahirkan pemimpin yang
sadar akan keterbatasan kekuasaannya. Mengakui dan mendukung adanya keterbatasan
penggunaan kekuasaan pasti akan mencetak pimpinan yang mampu menghindari
penyalahgunaan kewenangan. Pemimpin yang secara sadar menghindari terjadinya
pemerintahan otoriteristik dan kekuasaan absolute .
Prinsip Kepemimpinan menurut pandangan Alkitab bahwa, Pemimpin Sebagai Pelayan, Di
dalam tugas Kepemimpinannya. Yesus telah mengutarakan prinsip kepemimpinan Kristen di
dalam, Markus 9:35 yaitu, “… Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia
menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” Dan pada Markus 10: 43-
44, “Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata : “kamu tahu, bahwa mereka yang disebut
pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-
pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara
kamu, barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan
barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk
semuanya. Karena Anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Yang
menjadi pertanyaan sekarang masih adakah moral dan etika pemimpin kita yang mau menjadi
seorang “Pelayan” Semoga.
Oleh karena itu untuk mewujudkan hal tersebut, maka pada kesempatan ini penulis ini
melakukan suatu kajian teoritis dalam bentuk makalah yang berjudul : MORAL DAN
ETIKA KEPEMIMPIN PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN ALKITAB
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN


A. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan memiliki pandangan yang berbeda – beda oleh para ahli, sehingga
merekapun memberikan definisi tentang kepemimpinan berbeda pula, adapun pendapat
para ahli mengenai definisi pendidikan yaitu :
1. Overton (2002) menjelaskan: kepemimpinan adalah kemampuan untuk memperoleh
tindakan dengan dan melalui orang lain dengan kepercayaan dan kerjasama.
2. Manz dan Sims,Jr (2001) berpendapat bahwa, pemimpin adalah orang yang memiliki
kekuasaan, kewenangan atau karisma yang cukup untuk mempengaruhi orang lain.
3. James M. Black (1961), Leadership is capable persuading others to work together
under directions as a team to accomplish certain designated objectives,
(Kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup menyakinkan orang lain supaya
bekerjasama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan tertentu)
4. Ordway Tead (1935), Leadership is the activity of influencing people to cooperate
toward some goal which come to find desirable, (Kepemimpinan adalah aktivitas
mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai beberapa tujuan
yang mereka inginkan).
5. G.L. Freeman & E.K. Taylor (1950), Leadership is an ability to create group action
toward an organizational objective with maximum effectiveness and cooperation from
each individual (Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan
kelompok mencapai tujuan organisasi dengan efectivitas maksimum dan kerjasama dari
tiap-tiap individu).
6. George R. Terry (1972), Leadership is the relationship in which one person, or the
leader, influences others to work together willingly on related tasks to attain that which
the leader desires, (Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang
atau pemimpin, mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerjasama secara sadar
dalam hubungan tugas untuk mencapai yang diinginkan pemimpin).
7. Menurut Shelton (1997) ada beberapa prinsip kepemimpinan yang perlu dipahami
yaitu:
a. Kepemimpinan adalah tidak ekslusif bagi kedudukan eksekutif
b. Organisasi akan hancur tanpa kepemimpinan
c. Hal yang benar untuk memimpin harus dimunculkan
d. Fokus kepemimpinan terhadap hubungan timbal balik
e. Kepemimpinan bersifat kontekstual
f. Pemimpin memberikan inspirasi kepada orang lain untuk memimpin
g. Keterampilan manajemen adalah suatu komponen penting dalam kepemimpinan
h. Kepemimpinan dapat dipelajari
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan kepemimpinan adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain baik individu maupun kelompok yang dengan sukarela
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Unsur - unsur Kepemimpinan
Menurut Hersey dan Blandchart (1988) berpendapat bahwa unsur kepemimpinan itu
yaitu pemimpin (Leader), pengikut (Follower), dan situasi (Situation) tempat di mana
berlangsungnya proses kepemimpinan. Sedangkan yang membedakan pemimpin
dengan yang dipimpin dapat dilihat dari bakat-bakatnya. Ada enam bakat menurut
Kilpatrik dan Locke (Overton, 2002), yaitu:
1. Keberanian 4. Rasa percaya diri
2. Keinginan/ dorongan untuk memimpin 5. Kecerdasan
3. Kejujuran dan integritas 6. Pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan
Pemimpin tidak akan eksis tanpa anggota atau pengikut. Menurut Owens (1995:122)
bahwa ada beberapa hal pemimpin berhubungan dengan anggotanya:
1. Mendorong menyatukan anggota dalam mewujudkan visi
2. Membangkitkan komitmen pribadi untuk berusaha membawa visi memasuki masa
depan yang lebih baik
3. Mengatur lingkungan kerjasama yang menjadikan tujuan sebagai nilai terpusat
dalam organisasi
4. Memudahkan pekerjaan yang mereka butuhkan melakukannya untuk mencapai
visi.
C. Kekuasaan dan Kepemimpinan
Disini kepemimpinan sesorang memiliki hubungan yang sangat erat dengan
kekuasaan. Ada lima jenis kekuasaan menurut French dan Reven yang dikutip Owens
(1995), yaitu:
1. Reward Power, suatu kekuasaan yang diperoleh atas dasar pemberian hadiah atau
reward kepada anggota sehingga mereka melakukan kegiatan kegiatan yang
diinginkan.
2. Coercive Power, kekuasaan yang bersifat paksaan melibatkan kemampuan
mengawasi dan memberi hukuman sehingga oranglain mematuhinya.
3. Expert Power, kekuasaan yang didasarkan atas penguasaan pengetahuan tertentu
sehingga mampu mendorong orang melakukan sesuatu karena pengaruhnya yang
berdasar pengetahuannya.
4. Legitimate Power, kekuasaan yang dimiliki karena kewenangannya dalam posisi
tertentu pada organisasi sehingga diakui oleh orang lain memiliki hak yang wajib
untuk dipatuhi.
5. Referent Power, kekuasaan datang dari keinginan bawahan untuk mengidentifikasi
atau menyenangkan atasannya.
D. Keterampilan dan Sifat Kepemimpinan
1. Keterampilan memimpin
Hersey dan Blanchard (1988:5) mendefinisikan kepemimpinan adalah setiap
tindakan yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain melakukan sesuatu sesuai
dengan harapan yang mempengaruhi didalamnya telah terjadi proses
kepemimpinan.
2. Sifat-Sifat Kepemimpinan
Beberapa bakat dari pemimpin yang baik menurut Overton  (2002) mencakup : 1)
Kejujuran dan integritas, 2) Keberanian/semangat, 3) Keinginan/dorongan
memimpiun, 4. Percaya diri, 5) Kecerdasan, 6. Pengetahuan yang relevan dengan
pekerjaan.
E. Perilaku dan Gaya Kepemimpinan
1. Prilaku kepemimpinan
Ada empat perilaku kepemimpinan hasil penelitian Ohio State Leadership
sebagaimana dikemukakan oleh Robins (1991) dan Hersey & Blanchard (1988):
a. Memerintah (Directiv), Yaitu pemimpin memberitahu apa dan kapan sesuatu
dikerjakan, tidak ada partisipasi dalam pengambilan keputusan.
b. Mendukung (supportive), yaitu manajer menjadi sahabat bagi pegawai dan
menunjukkan minat kepada mereka.
c. Memudahkan (fasilitatif), yaitu pimpinan memberitahu saran dan melibatkan
pegawai dalam pengambilan keputusan.
d. Orientasi Prestasi (Achievement-Orientet), yaitu pimpinan membagi kontribusi
tentang tujuan dan menunjukkan kepercayaan bahwa pegawai mampu
mencapainya.

2. Gaya Kepemimpinan
a. Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang berorientasi
kepada tugas akan tetapi kurang perhatian pada kebutuhan para pekerjanya.
b. Gaya kepemimpinan demokratis adalah mengikutsertakan anggota bawahan
dalam pengambilan keputusan dalam rangka menumbuhkan komitmen kerja
untuk mencapai tujuan.
c. Gaya kepemimpinan kendali bebas (laissezfaire) menekankan bahwa pemimpin
tidak hanya berusaha untuk menjalankan kontrol atau pengaruh terhadap para
anggota kelompok. Dalam gaya kepemimpinan ini cenderung pemimpin sering
memberi kekuasaan pada bawahan.

II. Kepemimpinan pendidikan


A. Konsep dasar kepemimpinan pendidikan
Secara umum definisi kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai berikut.
“Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk
dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan
kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan
selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang
telah ditetapkan”. Pendidikan” yang mengandung arti dalam lapangan apa dan dimana
kepemimpinan itu berlangsung, dan sekaligus menjelaskan pula sifat atau ciri-ciri yang
harus dimiliki oleh kepemimpinan itu.
Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan
pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif
dan efisien.
1. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan
a. Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama, dengan penuh
rasa kebebasan.
b. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir dari yaitu ikut serta dalam
memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan
menjelaskan ujian
c. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu
kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana
yang paling praktis dan efektif
d. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan
kelompok. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari
pengalaman
e. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan
eksistensi organisasi.
2. Tipe-Tipe Kepemimpinan Pendidikan
a. Tipe Otoriter c. Tipe demokratis
b. Tipe “Laissez-faire” d. Tipe Pseudo Demokratis.
3. Syarat-Syarat Pemimpin Pendidikan
a. Rendah hati dan sederhana
b. Bersifat suka menolong
c. Sabar dan memiliki kestabilan emosi
d. Percaya kepada diri sendiri
e. Jujur, adil dan dapat dipercaya
f. Keahlian dalam jabatan
4. Ketrampilan Yang Harus Dimiliki Pemimpin
a. Ketrampilan dalam memimpin
b. Ketrampilan dalam hubungan insani
c. Ketrampilan dalam proses kelompok
d. Ketrampilan dalam administrasi personil
e. Ketrampilan dalam menilai
5. Pendekatan Tentang Teori Munculnya Pemimpin
Munculnya pemimpin dikemukakan dalam beberapa teori, yaitu :
a. Teori Pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia
memang dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Maka munculah istilah ‘Leaders are
borned not bulid”. Teori ini disebut teori Genetis.
b. Teori Kedua, mengatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin kalau
lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Maka
munculah istilah “Leaders are built not born”. Teori ini disebut teori Sosial.
c. Teori Ketiga, adalah gabungan teori pertama dengan teori kedua, ialah untuk
menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya
berkembang. Teori ini disebut teori Ekologis.
d. Teori Keempat, disebut teori Situasi / Kontingensi. Menurut teori ini setiap orang
bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia memiliki
kelebihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu.
6. Pendekatan Dalam Mempelajari Kepemimpinan Pendidikan
a. Pendekatan Kontingensi / Situasi
Model Kepemimpinan Kontingensi
Model Kepemimpinan Tiga Dimensi
Teori Kepemimpinan Situasional
b. Pendekatan Sifat (Traits Approch)
c. Pendekatan Keperilakuan (Behavioral Approch)
d. Studi Kepemimpinan Ohio State University
e. Teori Kepemimpinan Managerial Grid
f. Model Getzels dan Guba
g. Kazt mengemukakan tiga ketrampilan yang harus dikuasai oleh seorang pemimpin,
ialah human relation skill, technical skill, dan conceptual skill. Kazt juga
mengemukakan ranah ketrampilan pemimpin yaitu : Top Manager, Middle  Level
Manager dan First Supervisior (Lower Manager).
B. MODEL – MODEL KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN
1. Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan visioner adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam bagaimana
mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan / mensosialisasikan dan
mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau
sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholder yang diyakini
sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui
komitmen semua personil.
Sebelum seorang pemimpin yang visioner menetapkan visi, maka maka pemimpin
tersebut perlu mempunyai pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman profesional,
interaksi dan komunikasi dalam kegiatan intelektual yang membentuk pola pikirnya.
Sehingga dengan demikian, terciptanya visi terbentuk dari perpaduan antara
INSPIRASI, IMAJINASI INSIGHT, INFORMASI, PENGETAHUAN dan
PENILAIAN (JUDGMENT). Seorang pemimpin yang visioner mempunyai konsep
tentang :
a. Bagaimana merekayasa masa depan untuk menciptakan pendidikan yang produktif.
b. Menjadikan dirinya sebagai agen perubahan
c. Memposisikan sebagai penentu arah organisasi
d. Pelatih atau pembimbing yang profesional
e. Mampu menampilkan kekuatan pengetahuan berdasarkan pengalaman profesional
dan pendidikannya.
Pendidikan dapat dikatakan produktif apabila seorang pemimpin dalam mengelola
pendidikannya dapat melakukan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaannya
menerapkan 5 konsep tersebut diatas.
Sifat - sifat seorang visioner, selain dia mampu melihat dan memanfaatkan peluang-
peluang di masa depan ia juga memiliki prinsip kepemimpinan seperti yang
dikemukakan Stephen R. Covey (1997) tentang pemimpin yang berprinsip dengan ciri-
ciri sebagai berikut :
a. Selalu belajar (terus menerus) f. Hidup seimbang
b. Berorientasi pada pelayanan g. Melihat hidup sebagai petualangan
c. Memancarkan energi positif h. Sinergistik
d. Mempercayai orang lain
e. Selalu berlatih untuk memperbaharui diri agar mampu mencapai prestasi yang tingi
2. Kepemimpinan Transformasional
Bass (1985) mengemukakan sebuah teori kepemimpinan transformasional
(transformational leadership) yang dibangun atas gagasan – gagasan yang lebih awal
dari Burns (1978). Tingkatan sejauh mana seorang pemimpin disebut transformasional
terutama diukur dalam hubungannya dengan efek kepemimpinannya tersebut terhadap
para pengikutnya. Di mana para pengikut dari seseorang pemimpin transformasional
merasa adanya KEPERCAYAAN (TRUST), KEKAGUMAN, KESETIAAN
(LOYALITY), dan HORMAT TERHADAP PEMIMPIN tersebut, serta mereka
termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan terhadap mereka
/ terdorong untuk lebih sukses dari pemimpinnya.
Saat ini para tokoh – tokoh motivator di Indonesia menggunakan model
kepemimpinan transformasional sebagai salah satu konsep pengembangan diri yang
sering diajarkan untuk memotivasi dan menciptakan pemimpin yang ideal, antara lain
Tung Desem Waringin, Mario Teguh, Andrie Wongso dll. Formulasi asli dari teori
tersebut di atas mencakup tiga komponen kepemimpinan transformasional, yaitu :
a. Kharisma
b. Stimulasi intelektual
c. Perhatian yang diindividualisasikan
Dengan demikian seorang kepala sekolah dapat dikatakan menerapkan
kepemimpinan transformasional jika dia mampu mengubah energi sumber-sumber daya
baik manusia maupun non-manusia untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah.
Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam bidang pendidikan
memang perlu diterapkan, seperti kepala sekolah, kepala dinas, kepala departemen, dll.
Model kepemimpinan ini memang perlu diterapkan sebagai salah satu solusi krisis
kepemimpinan terutama dalam bidang kependidikan. Adapun alasan – alasan mengapa
diterapkannya model kepemimpinan transformasional didasarkan pendapat Olga
Epitropika (2001) bahwa ada enam hal mengapa kepemimpinan transformasional
penting bagi suatu organisasi :
a. Secara signifikan meningkatkan kinerja organisasi
b. Secara positif dihubungkan dengan orientasi pemasaran jangka panjang dan
kepuasan pelanggan
c. Membangun komitmen yang lebih tinggi para anggotanya terhadap organisasi
d. Meningkatkan kepercayaan pekerja dalam manajemen dan perilaku keseharian
organisasi
e. Meningkatkan kepuasan pekerja melalui pekerjaan dan pemimpin
f. Mengurai stress para pekerja dan meningkatkan kesejahteraan
Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam organisasi / instansi
pendidikan perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
a. Mengacu pada nilai-nilai agama yang ada dalam oragnisasi / instansi bahkan suatu
negara.
b. Disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sistem organisasi / instansi
tersebut.
c. Menggali budaya yang ada dalam oragnisasi tersebut
d. Karena sistem pendidikan merupakan sub sistem, maka harus memperhatikan
sistem yang lebih besar yang ada di atasnya seperti sistem negara.

III. Kepemimpinan dalam Pandangan Kristen


A. Dasar Kepemimpinan Kristen
1. Dipilih dan ditetapkan Allah, Seorang bisa dilahirkan dengan bakat kepemimpinan,
namun akan efektif bila dia dibentuk dengan adanya kesempatan, latihan dan
pengalaman.  Dalam kepemimpinan rohani, selain bakat dan pembentukan, ada faktor
panggilan dan penetapan Allah untuk memimpin.  Contoh : Musa.
2. Adanya kerinduan/beban untuk memimpin, Seorang pemimpin rohani adalah orang
yang menyadari adanya beban tugas dan tanggung jawab terhadap terhadap umat
Tuhan, sehingga mereka bersedia berkorban, bahkan menderita demi menjalankan
kehendak Allah dalam pelayanan.  Contoh: Nehemia, Martin Luther.
3. Mengutamakan fungsi, bukan jabatan, Seorang pemimpin rohani harus berfungsi:
menjalankan tugas pelayanannya dengan rajin dan setia, bukan mengutamakan pangkat
atau jabatan.  Fokus dan prioritas utamanya adalah mengutamakan kerja dan bukan
imbalan (Luk. 17:10).
B. Pola Kepemimpin Kristen
Pola kepemimpinan Kristen yang Alkitabiah adalah pelayanan yang penuh kerendahan
hati, seperti yang ditunjukkan Yesus ketika Ia membasuh kaki para muridNya.  Yesus
memberi teladan tentang pelayanan sejati, kerendahan hati dan kebesaran sejati (Yoh.
13:12-15, Luk. 22:24-26).  Paling tidak ini mencakup tiga konsekuensi, yakni:
1. Melayani dengan kasih dan bukan memerintah dengan otoriter, Pelayanan yang
tidak didasari peninggian tapi perendahan diri (Fil. 2:5-11).  Yesus adalah teladan
kepemimpinan yang melayani, karena Dia datang untuk melayani dan memberi diri
bagi pelayanan (Mrk. 10:42-45).  Karena itu kita tidak boleh terpengaruh oleh pola
kepemimpinan dunia dengan menolak: kepemimpinan tangan besi yang menjalankan
kuasa dengan keras dan memiliki motivasi ingin menjadi yang paling besar dan
terkemuka.
2. Bergantung total kepada Allah, bukan kepada manusia, Pemimpin rohani tidak
mengandalkan manusia (mis: yang kaya, berpangkat) tapi mengandalkan Allah.
3. Mempermuliakan Allah dan bukan diri sendiri, Ia berusaha menyukakan Allah
lebih dari pada menyukakan manusia (I Tes. 2:4).  Penghormatan kepada Allah harus
melebihi penghormatan kepada manusia.
C. Dasar Teologis Kepemimpinan Kristen
Dasar teologis yang harus dipahami dan harus ada pada seorang pemimpinan Kristen
ialah :
1. Pemimpin Kristen harus memahami dasar kepemimpinan Kristen bahwa ia terpanggil
sebagai “pelayan – hamba” (Makus 10 : 42 – 45). Sebagai pelayan, pemimpin
terpanggil kepada tugas yang olehnya ia menjadi pemimpin. Sebagai hamba, ia
terpanggil dengan status menghamba kepada TUHAN, yang harus diwujudkan dalam
sikap, sifat, kata, dan perbuatan.
2. Pemimpin Kristen harus memiliki motif dasar kepemimpinan Kristen yaitu; Satu:
“membina hubungan” dengan orang yang dipimpinnya dan orang lain pada umumnya
(Markus 3:13-19; Matius 10:1-4; Lukas 6:12-16). Dalam kaitan ini, perlulah disadari
bahwa kadar hubungan-hubunganlah yang menentukan keberhasilan seseorang sebagai
pemimpin. Dua: “mengutamakan pengabdian” (Lukas 17:7-10). Mengutamakan
pengabdian menekankan bahwa “kerja” adalah fokus, prioritas, sikap serta tekanan
utama, sehingga ia akan mengabdikan diri untuk melakonkan tugas kepemimpinan
dengan sungguh-sungguh.
3. Pemimpin Kristen harus memahami PROSES KEPEMIMPINAN serta ketrampilan
memimpin, antara lain :
a. Ia harus mengetahui tujuan (tujuan Allah, tujuan organisasi, tujuan operasi kerja)
dari institusi/organisasi yang dipimpinnya.
b. Ia perlu mengenal tanggung jawab serta tugas yang dipercayakan kepadanya.
c. Ia harus memahami dan mengenal fungsi pengelolaan kerja (manajemen) – (Lukas
14:28-30).
d. Ia harus berupaya mengenal setiap orang yang dipimpinnya untuk mempermudah
penggalangan serta pembinaan hubungan antara pemimpin-bawahan, sebagai dasar
untuk melaksanakan kinerja kepemimpinan yang berkualitas. Kondisi hubungan
baik antara pemimpin dengan para bawahan sangat menentukan pelaksanaan kerja
yang dapat dilakukan dengan baik pula.
e. Ia harus mengerti dengan baik bagaimana caranya mencipta hubungan, kondisi
yang kondusif, serta pemenuhan kebutuhan dari bawahannya dalam upaya
memperlancar uapaya dan kinerja kepemimpinan.
D. Karakteristik Kepemimpinan Kristen
Faktor utama yang harus dimiliki seorang pemimpin Kristen adalah: Integritas.  Paulus
pernah menasehati Timotius, “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu.” (I Tim.
4:16).  Bila kita memiliki karakter yang indah maka akan timbul wibawa rohani, yang
membuat orang akan rela mengikuti kita.   Alkitab menuntut persyaratan ketat untuk
seorang pemimpin rohani.
Dalam Keluaran 18:21, disebutkan bahwa orang yang harus dipilih untuk menjadi
pemimpin umat Israel adalah orang yang memiliki:
1. Integritas Diri (hubungan dengan diri, dan bagaimana memandang diri) – cakap, yaitu
menyangkut keberadaan/kemampuan/kematangan individu.  
2. Integritas Rohani (hubungan pribadi dengan Allah) – takut akan Allah, komitmen
kepada Allah.  
3. Integritas Sosial (integritas etika/moral/sosial dalam hubungan dengan orang lain)
– dapat dipercaya  
4. Integritas Ekonomi (hubungan dengan benda/uang, kebutuhan vs tanggung jawab)
– benci pengejaran suap.  
5. Integritas Kerja (hubungan dengan pekerjaan yang dipercayakan kepada pemimpin)
– memimpin orang 1000, 100, 50, 10 – sikap terhadap kerja dan orang yang dipimpin. 
Dalam I Timotius 3:1-13, Paulus memberikan kriteria bagi seorang pemimpin rohani,
meliputi klasifikasi :  
1. Sosial: tak bercacat, mempunyai nama baik di luar jemaat, orang terhormat.  
2. Moral : suami dari satu istri, dapat menahan diri, bukan peminum/penggemar anggur.  
3. Mental: bijaksana, sopan, cakap mengajar.  
4. Kepribadian: Bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, suka memberi
tumpangan, bukan hamba uang/serakah, jangan bercabang lidah dan suka memfitnah,
hati nuraninya murni, dapat dipercaya.  
5. Rumah Tangga: kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-
anaknya.  
6. Kedewasaan: bukan orang yang baru bertobat, harus diuji dulu. 
Karena itu seorang pemimpin Kristen, disamping harus sudah lahir baru, ia haruslah
memiliki kepribadian yang matang/dewasa, antara lain : 
1. JUJUR, Seorang pemimpin harus memiliki kejujuran baik terhadap orang lain maupun
diri sendiri.  Jujur berarti tidak bercabang lidah, bertindak sportif, terbuka dan berani
mengakui kesalahan serta tidak mencari “kambing hitam”.  Hal ini tidak akan
menurunkan wibawa kita, malah membuat orang lain makin respek/menghargai kita. 
2. MENJAGA KESUCIAN, Kesucian memberikan wibawa rohani dan urapan Allah
kepada seorang pemimpin.  Namun kesucian bukan berarti kita tidak pernah gagal atau
salah, tapi sikap dimana kita senantiasa rela diperbaiki dan cepat menyelesaikan
kegagalan, dosa dan kesalahan. Makin tinggi kerohanian seseorang, makin mudah ia
mengaku dosa dan membereskannya.  Orang yang mudah mengaku dosa, mudah
menerima pengampunan. 
3. MEMILIKI PENDIRIAN ROHANI YANG TEGUH, Pemimpin harus memiliki
landasan rohani yang kokoh, tidak berkompromi dalam mengambil keputusan karena
mendengar pendapat orang atau membaca buku saja.  Pemimpin juga harus tegas,
artinya konsekwen dengan apa yang sudah digariskan.  Tegas berarti berani mengoreksi
anak buah yang salah, namun dengan kasih (Ams. 28:23). 
4. DISIPLIN, Sifat ini sangat penting karena tanpa disiplin maka karunia-karunia yang
lain, betapa pun besarnya, tidak akan berkembang dengan sepenuhnya. Seorang
pemimpin dapat memimpin orang lain, karena ia telah mengalahkan dirinya sendiri.
Seorang pemimpin adalah orang yang pertama-tama telah menyerahkan dengan
sukarela dan belajar untuk mentaati disiplin yang berasal dari luar dirinya, tetapi yang
kemudian menaklukkan dirinya sendiri pada disiplin yang lebih keras dari dalam. 
Mereka yang memberontak terhadap penguasa dan meremehkan disiplin pribadi, jarang
yang cakap menjadi pemimpin pada tingkat atas.  Orang yang berkaliber pemimpin
akan bekerja sementara orang lain membuang-buang waktu, belajar pada waktu orang
lain tidur, dan berdoa pada waktu orang lain bermain.  
5. KEBERANIAN, Keberanian adalah sifat pikiran yang memungkinkan orang untuk
menghadapi bahaya atau kesukaran dengan keteguhan, tanpa rasa takut atau kecil hati.
Martin Luther memiliki sifat yang penting ini dalam ukuran yang luar biasa. Dia
berkata, “Saya tidak merasa takut sedikitpun; Allah dapat membuat orang begitu
berani.  Tingkat keberanian yang paling tinggi dapat dilihat dalam pribadi yang paling
penakut, tetapi yang tidak mau menyerah kepada ketakutan.” Keberanian seorang
pemimpin dinyatakan dalam hal ia rela menghadapi kenyataan yang tidak enak dengan
ketenangan hati yang teguh. 
6. KERENDAHAN HATI, Di bidang politik, kerendahan hati bukanlah suatu sifat yang
diinginkan atau diperlukan. Tetapi menurut ukuran Allah, kerendahan hati mendapat
tempat yang sangat tinggi.  Tidak menonjolkan diri, tidak mengiklankan diri, adalah
definisi yang diberikan Kristus untuk kepemimpinan.  Seorang pemimpin rohani akan
memilih pelayanan yang penuh pengorbanan  yang tidak digembar-gemborkan, bukan
tugas yang megah dan pujian yang berlebihan dari orang-orang yang tidak rohani. 
Rendah hati beda dengan rendah diri/minder, tapi terbuka untuk menerima kritik dan
memperbaiki kekurangan diri. Contoh: Paulus merendahkan hati agar tujuan Injil
tercapai ( I Kor 9:22-23). 
7. RAJIN, MAU BEKERJA KERAS, Tak ada hal besar yang bisa dicapai bila
pemimpin malas dan tidak mau bekerja keras.  Kerajinan, kerja keras disertai keuletan,
itulah yang membuat kepemimpinan seseorang menjadi efektif.  Pemimpin dituntut
bekerja lebih daripada orang yang dipimpinnya.  Terutama bekerja dengan pikiran,
strategi, pengertian dan kasih.  Keberhasilan tidak diraih dalam sekejap.  Mereka
bekerja keras di malam yang gelap ketika orang lain tertidur lelap.  Untuk itu
dibutuhkan disiplin diri yang teguh.  Seorang pemimpin dapat memimpin orang lain
karena ia telah mengalahkan dirinya sendiri. 
8. RELA BERKORBAN/MENDERITA, Pemimpin yang tidak rela berkorban
(termasuk mengorbankan harta milik) tidak akan berhasil.  Perhatikan teladan Yesus
yang bahkan rela mengorbankan hidup-Nya bagi umat manusia.  Pemimpin rohani juga
harus sungguh-sungguh berjuang dan bergumul dalam pelayanan.  Kemajuan pekerjaan
Tuhan seringkali menuntut kerelaan menderita dari si pengerjanya.  Lihat: Mazmur
126:5-6. 
9. KESABARAN,Kesabaran adalah keteguhan hati untuk tahan menderita demi
kemenangan, menerima dengan gagah dan berani segala sesuatu yang dapat menimpa
kita di dalam hidup ini, dan mengubah keadaan yang paling buruk sekalipun menjadi
satu langkah ke arah yang lebih tinggi.  Kesabaran adalah kesanggupan yang
memungkinkan orang melampaui keadaan krisis dengan tabah, dan dengan gembira
selalu menyambut yang tidak terlihat. 
10. MEMPERHATIKAN, Pemimpin harus peduli kepada pengikutnya, seperti ibu yang
mengasuh dan merawat anaknya, dan seperti bapa yang menasehati dan menguatkan
hati anaknya (I Tes. 2:7-8, 11).  Orang tidak peduli berapa banyak yang anda tahu,
sampai orang tahu berapa banyak anda peduli. Seorang pemimpin sejati sanggup
memperkaya kehidupan orang yang dipimpinnya.  Ia senang melihat mereka maju dan
tidak menganggapnya sebagai saingan.  Ini terjadi karena ia memiliki “hati Bapa”. 
11. HIKMAT, Hikmat adalah pengetahuan dengan pengertian sedalam-dalamnya terhadap
inti persoalan, dan mengenalnya sebagaimana adanya.  Di dalam hikmat termasuk
pengetahuan akan Allah dan segala seluk beluk tentang hati manusia.  Hikmat jauh
lebih luas daripada pengetahuan; hikmat merupakan penerapan yang benar daripada
pengetahuan di dalam persoalan-persoalan moral dan rohani, dalam menghadapi
keadaan yang membingungkan dan kerumitan hubungan manusia. Hikmat lebih
daripada kecerdasan manusia, hikmat adalah ketajaman sorgawi. Menurut Theodore
Roosevelt, hikmat sembilan persepuluhnya adalah sikap bijaksana pada
waktunya.Pengetahuan diperoleh melalui belajar, tetapi pada waktu Roh Kudus masuk,
Ia memberikan hikmat untuk memakai dan menerapkan pengetahuan itu dengan tepat.  
12. PENUH DENGAN ROH KUDUS, Kepemimpinan rohani hanya dapat dilakukan oleh
orang yang penuh Roh.  Ini adalah syarat mutlak. Tanpa perlengkapan penting ini,
seseorang tidak akan dapat menjadi seorang pemimpin rohani yang sejati (Kisah 1:8;
6:3,5). 

IV. Moral dan Etika Kepemimpinan Pendidikan


A. Konsep Etika Kepemimpinan
1. Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan,
sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak
inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai
untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika
mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan (K.Bertens, 2000). Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami
arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata
tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut
dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata
‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa
Indonesia yang baru.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip
dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000),
mempunyai arti :
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak);
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan
Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang
membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus”
maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam
kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap. K. Bertens berpendapat bahwa arti kata
‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan
susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar
daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
a. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang
jawa, etika agama budha, etika protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan
etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem
nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
b. Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh :
kode etik jurnalistik
c. Ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-
kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk)
yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari
menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini
sama artinya dengan filsafat moral.
Wiramihardja memberikan dua pengertian tentang etika, yaitu Etika adalah wacana
yg memperbincangkan landasan - landasan moralitas. Etika adalah landasan falsafah
norma dan nilai dalam kehidupan bermasyarakat. 

2. Sistematika Etika
Secara umum, menurut A. Sonny keraf (1993) dalam Rismawaty (2008 : 64), bahwa
etika dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Pertama, Etika Umum membahas kondisi dasar bagaimana manusia bertindak etis,
dalam mengambil keputusan etis, dan teori etika serta mengacu pada prinsip moral
dasar yang menjadi pegangan dalam bertindak dan tolak ukur atau pedoman untuk
menilai “baik atau buruknya” suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok orang.
Kedua, Etika khusus adalah penerapan prinsip – prinsip moral dasar dalam bidang
khusus, yaitu bagaimana mengambil keputusan dan bertindak dalam kehidupan sehari –
hari pada proses dan fungsional dari suatu organisasi, atau juga sebagai seorang
profesional untuk bertindak etis yang berlandaskan teori – teori etika dan prinsip –
prinsip moral dasar.
Etika khusus ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Etika individiual menyangkut kewajiban dan perilaku manusia terhadap dirinya
sendiri untuk mencapai kesucian kehidupan pribadinya, kebersihan hati nurani dan
berakhlak luhur.
b. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan perilaku sebagai anggota
masyarakat yang berkaitan dengan nilai – nilai sopan santun, tata krama dan saling
menghormati, yaitu bagaimana saling berinteraksi yang menyangkut hubungan
manusia dengan manusia, baik secara perorangan dan langsung, maupun secara
bersama – sama atau kelompok dalam bentuk kelembagaan masyarakat dan
organisasi formal lainnya.

3. Macam – macam Etika


Etika menurut Rismawaty (2008 : 65) dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Etika sebagai ilmu, merupakan kumpulan tentang kebajikan, tentang penilaian dari
perbuatan seseorang.
b. Etika dalam arti perbuatan, merupakan perbuatan kebajikan. Misalnya seseorang
dikatakan etis apabila orang itu telah berbuat kebajikan.
c. Etika sebagai filsafat, merupakan sessuatu yang mempelajari pandangan –
pandangan, persoalan – persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan.

B. Etika Kepemimpinan Kristen


1. Etika Kepemimpinan
Etika kepemimpinan mengandung kriteria: Pemimpin berkelebihan pengetahuan,
keterampilan sosial, kemahiran teknis, pengalaman; kompeten melakukan kewajiban
dan tugas-tugas kepemimpinannya; mampu bersikap susila, dewasa, bertanggungjawab
secara etis, susila. mampu membedakan hal-hal baik dan buruk, bertanggung jawab
sosial tinggi; mampu mengontrol diri: pikiran, emosi, keinginan, dan segenap
perbuatannya disesuaikan dengan norma-norma kcbaikan, sehingga munculah sikap
kebaikan moral dan bertanggung jawab. melandaskan diri pada nilai-nilai etis.
menciptakan nilai-nilai tinggi. patuh rada norma. perintah, larangan demi efisiensi dan
kesejahteraan hidup bersama. mampu membetulkan kesalahan, pelanggarandan
bertindak tegas (Kartini Kartono. 2003:&4-86). Etika kepemimpinan melandasi
pemimpin untuk selalu bersikap kritis, rasional, Berani mengemukakan pendapat
sendiri, bersikap tegas sesuai dengan rasa tanggung jawab etis pada diri sendiri. Etika
kepemimpinan menggugah pemimpin bersikap rasional dan kritis terhadap semua
peristiwa dan norma : termasuk norma tradisi, hukum, Etik kerja. dan norma-nomla
sosial lainnya: Bersikap otonom: Bebas, tanpa dipaksa atau "dibeli", mempunyai
"pemerintahan - diri", berhak membuat norma dan hukum sendiri sesuai dengan
ketulusan, kebersihan suara hati nurani. Dengan otonomi ini bukan berarti sang
pemimpin dapat berbuat semau diri. bertingkah laku sewenang-wenang; melainkan dia
bebas memeluk norma-nonna kebaikan dan wajib dilaksanakan, untuk membawa anak
buah pada pencapaian tujuan tertentu: Memberikan keadilan perintah dan larangan
harus ditaati oleh setiap lembaga dan individu.
2. Etika Kristen
Etika kristen adalah salah satu tools untuk membantu para pemimpin dalam proses
kepemimpinannya. Etika kristen sendiri dibentuk para pemimpin gereja dalam suatu
organisasi, untuk mengatur (memanajemenkan) urusan perilaku antar anggota,
termasuk perilaku para pemimpin. Etika kristen diambil dari alkitab. Namun etika
kristen tidak dapat disejajarkan dengan alkitab. Etika kristen itu berdasarkan ayat-ayat
alkitab yg ditafsirkan oleh bapa gereja menjadi pedoman untuk menjalankan hidup.
Seringkali orang menyebutnya dengan “alkitabiah”.
Jadi etika kristen itu akan menjadi pagar bagi prinsip-prinsip kehidupan kita. Jika
etika kristen termasuk dogmatika, maka dogma yg kita percayai itu atau yg kita anut itu
akan menjadi pagar dalam kita melakukan segala sesuatu, dalam kita memutuskan
segala sesuatu.
Jika kita melihat fungsi kita sebagai orang kristen adalah sebagai garam dan terang
dunia, maka etika kristen adalah fungsi sebagai garam dunia. Kata “dunia” di sini
menunjukkan suatu region, bagian kecil dari keseluruhan, berarti komunitas tertentu
saja. Artinya etika kristen adalah aturan untuk ke dalam saja, bukan untuk orang di luar
‘komunitas’. Hanya menjadi hakim utk ‘komunitas’ saja, bkn org yg di luar
‘komunitas’. Berarti di sini pemimpin membangun komunitasnya sendiri,
memanajemenkannya agar setiap anggota dapat berfungsi dengan baik. Setiap orang
seharusnya dapat membuktikan ‘rasa’nya, atau ‘keasinannya’.
3. Etika Kepemimpinan Kristen
Kepemimpinan Kristen memiliki dasar etika yang Alkitabiah. Dalam kepemimpinan
Kristen, presuposisi dasar etika-moral dilandaskan atas fakta dan dinamika “inkarnasi”
Yesus Kristus (Yohanes 1:1-14, 18; Filipi 2:1-11).
Konsep inkarnasi dalam kepemimpinan Kristen yang dibangun di atas fakta “inkarnasi
Yesus Kristus” yang memiliki kisi kebenaran sesuai perilaku kepemimpinan kristen
berikut :
1. Dasar perilaku etika-moral kepemimpinan Kristen adalah pribadi Yesus Kristus,
termasuk: kehidupan, karya, ajaran dan perilaku-Nya, di mana seluruh kerangka
kepemimpinan Kristen dibangun di atas dasar ini (I Yohanes 2:6).
2. Orientasi dan pendekatan etika-moral kepemimpinan Kristen bersifat partisipatif
yang berlaku dalam penerapan kepemimpinan Kristen pada segala bidang hidup
(Lukas 4:18-19).
3. Dinamika etika-moral kepemimpinan Kristen terwujud oleh adanya transformasi
hidup (individu/masyarakat) yang dibuktikan dengan pertobatan/ pembaharuan/
pemulihan hidup dan semangat kerja (individu/korporasi; banding: Roma 12:1-2, 8,
9-21).
4. Perwujudan dasar etik-moral kepemimpinan Kristen di atas haruslah dinyatakan
dalam sikap hati, kata dan perbuatan serta bakti setiap pemimpin Kristen secara
nyata dalam bidang hidup berikut :
a. Pemimpin Kristen harus membuktikan diri sebagai pemimpin bertanggung
jawab (Ibrani 13:17).
b. Pemimpin Kristen harus menemukan diri sebagai pemimpin yang bertumbuh
(Kolose 2:6-7; 3:5-17).
c. Pemimpin Kristen harus menjadi pemimpin model dalam keteladanan hidup
dan kinerja (Ibrani 13:7-8).
d. Pemimpin Kristen harus memiliki: motivasi dasar Pelayan-Hamba (Markus
10:42-45), yang senantiasa menyadari akan status dan perannya sebagai
pemimpin.
Motivasi dasar seseorang pemimpin seperti ini akan sangat menentukan sikap,
perilaku, kata ddan tindakan dari orang tersebut, baik terhadap diri, orang lain maupun
pekerjaan. Karena itu, seorang pemimpin Kristen perlu memastikan apakah ia memiliki
dasar etika-moral, orientasi dan motivasi yang sesuai dengan Firman Allah.

4. Perilaku Kepemimpinan kristen yang etik


Kepemimpinan yang etik menggabungkan antara pengambilan keputusan etik dan
perilaku etik; dan ini tampak dalam konteks individu dan organisasi. Tanggung jawab
utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan etik dan berperilaku secara
etik pula, serta mengupayakan agar organisasi memahami dan menerapkannya dalam
kode-kode etik.
Bila pemimpin etik memiliki nilai – nilai etika pribadi yang jelas dan nilai-nilai etika
organisasi, maka perilaku etik adalah apa yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai
tersebut. Ada beberapa saran yang diadaptasi dari Blanchard dan Peale (1998)untuk
Pemimpin Kristen yang etik yaitu :
a. Berperilakulah sedemikian rupa sehingga sejalan dengan tujuan anda (Blanchard
dan Peale mendefinisikannya sebagai jalan yang ingin anda lalui dalam hidup ini;
jalan yang memberikan makna dan arti hidup anda.) Sebuah tujuan pribadi yang
jelas merupakan dasar bagi perilaku etik. Sebuah tujuan organisasi yang jelas juga
akan memperkuat perilaku organisasi yang etik.
b. Berperilakulah sedemikian rupa sehingga anda secara pribadi merasa bangga akan
perilaku anda. Kepercayaan diri merupakan seperangkat peralatan yang kuat bagi
perilaku etik. Bukankah kepercayaan diri merupakan rasa bangga (pride) yang
diramu dengan kerendahan hati secara seimbang yang akan menumbuhkan
keyakinan kuat saat anda harus menghadapi sebuah dilema dalam menentukan sikap
yang etik.
c. Berperilakulah dengan sabar dan penuh keyakinan akan keputusan anda dan diri
anda sendiri. Kesabaran, kata Blanchard dan Peale, menolong kita untuk bisa tetap
memilih perilaku yang terbaik dalam jangka panjang, serta menghindarkan kita dari
jebakan hal-hal yang terjadi secara tiba-tiba.
d. Berperilakulah dengan teguh. Ini berarti berperilaku secara etik sepanjang waktu,
bukan hanya bila kita merasa nyaman untuk melakukannya. Seorang pemimpin etik,
menurut Blanchard dan Peale, memiliki ketangguhan untuk tetap pada tujuan dan
mencapai apa yang dicita-citakannya.
e. Berperilakulah secara konsisten dengan apa yang benar-benar penting. Ini berarti
anda harus menjaga perspektif. Perspektif mengajak kita untuk melakukan refleksi
dan melihat hal-hal lebh jernih sehingga kita bisa melihat apa yang benar-benar
penting untuk menuntun perilaku kita sendiri.

C. Konsep Moral
1. PENGERTIAN MORAL
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang
sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka
secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut
sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata
’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja
yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita
mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita
menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang
berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral
bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak
baik. ‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya
sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu
perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan
baik dan buruk.

2. Persyaratan moral seorang pemimpin


Beberapa persyaratan moral kepemimpinan, tidak peduli apakah Ia pemimpin formal
atau non formal, yaitu : Pertama, memiliki karakter dan jati diri. Kedua hal Ini adalah
kunci untuk suksesnya memimpin, baik untuk sendiri, lingkungan, organisasi atau
bahkan tingkat negara seusai dengan kepemimpinan yang menjadi tanggung jawabnya.
Pemahaman tentang karakter dan Jati diri tersebut, mencerminkan apa yang harus
dilaksanakan, membuat pilihan terbaik tentang apa. siapa dan bagaimana seseorang
berfikir, berprilaku dan bertindak, mengambil tanggung Jawab, memahami dimana ego
akan muncul dan mereda, serta cerminan integritas kepribadian (terhadap keahliannya,
Intelektual dan emosional serta splritualnya dapal berjalan bersama-sama menjadi
satu). Integritas kepribadian tersebut akan membentuk ketinggian diri manusia. Dengan
komitmen seperti Itu minimal orang tidak berbuat semena-mena dalam menjalankan
amanah kepemimpinannya. Dengan kesadaran seperti Itu diharapkan pemimpin yang
bersangkutan tidak akan menabrak rambu-rambu moral, misalnya melakukan KKN,
sekecil apapun hanya untuk memenuhi ambisi dan kepentingannya. Kedua, memiliki
kemampuan menangani perubahan, ketidakpastian, keka-lutan, dan
kemenduaan/dualisme (double standart) dalam berbagai bidang kehidupan. Bagi
kepemimpinan nasional termasuk menjawab tantangan bahwa Indonesia. Ketiga,
mempunyai visi kemana suatu organisasi bergerak. Visi adalah pelita penuntun, karena
membantu dalam membuat alur keputusan. Seorang pemimpin harus memiliki
kemampuan mengambil keputusan, cepat, tepat, benar, dengan harga yang terbaik bagi
bangsa dan negara. Dengan visi, pemimpin memberikan semua Jawaban yang penting
dari masa sekarang ke masa depan. Karena Itu, pemimpin tidak sekedar mengikuti
perubahan, tetapi mewarnai perubahan (dlr-rection setter). berarti menentukan siapa
yang berkata apa, kepada siapa, tentang apa dan tentang bagaimana rencana dan
kegiatan diselesaikan. Keempat, memiliki seperangkat nilai moral yangjelas.
Kepemimpinan tumbuh dari nilai-nilai yang dipegang oleh para pemimpin. Diantara
para pemimpin Itu, yang terpenting adalah karakter dan integritas moral kepribadian.
Bila seseorang kehilangan karakter dan integritas moral kepribadiannya, maka
kepemimpinannya akan hilang (hancur). Kelima, mampu melayani yang dipimpin.
Lazimnya untuk memulai suatu pekerjaan, terlalu banyak apa yang diinginkan oleh
pemimpin, serta apa yang Ingin dikerjakan. Tetapi begitu memulai untuk
memberdayakan banyak orang yang juga memiliki kepedulian, terasa ada suatu
tanggung Jawab besar untuk menggerakan organisasi terus maju. Karena Itu, pemimpin
identik dengan tanggung jawab, untuk melayani secara adil, bukan untuk minta
dilayani. Keenam, keterbukaan. Keterbukaan adalah kedewasaan berfikir, bertindak
dari berpribadian. Keterbukaan merupakan saduan dari kecerdasan emosi dan
kecerdasan spiritual dan kecerdasan pikirannya sekaligus. Ketujuh, kepercayaan.
Kepercayaan ada-lah lem emosional yang mengikat anggota dan pemimpin secara
bersama-sama. Akumulasi kepercayaan adalah suatu ukuran legitimasi kepemimpinan,
yang tidak dapat dlmandatkan atau diperjual belikan. Kepercayaan adalah rumusan
dasar dari semua kebutuhan untuk mempertahankan eksistensi intltusi. Kedelapan,
mampu menggunakan kekuasaan dengan bijak. Pemimpin Itu penatalayanan dan
pengguna kekuasaan (power) secara bijaksana (wisdom). Ia beroperasi pada lingkup
keadilan kecerdasan akal, emotional, spiritual, dan moral, komitmen, dan aspirasi.
Naluri seorang pemimpin seharusnya adalah menyukai perubahan (change). Agar
berhasil menjadi agent of change. seorang pemimpin harus memiliki konsep
kepemimpinan yang menonjol dalam hal keterarahan. membangun tim, ketaula-danan.
Sebab Ia adalah panutan dan bukan menggunakan kekuasaannya semena-mena dan
kepemihakan atau melacurkan diri untuk kepentingan yang bertolak dengan kebutuhan
kebersamaan. Inti dari pouierdan wisdom Ini adalah membangun kemajuan secara
berkeadilan dansejahtera. Mengantisipasi masa depan yang unpredictable tersebut,
mengisyaratkan bahwa visi dan misi kepemimpinan akan terkait erat dengan waktu dan
lingkungan. Pemimpin dituntut memiliki keahlian dan mampu bertindak sebagai
spokesman, mampu berperan sebagai agent of change, serta mampu berperan sebagai
direction seller.Apa yang diuraikan diatas, adalah sebagian dari moral kepemimpinan
yang harus ada pada diri seorang pemimpin. Tanpa moral kepemimpinan seperti itu,
suatu organisasi sekecil RT. RW sekalipun apalagi suatu negara bangsa, akan selalu
meninggalkan residu masalah dari waktu ke waktu
BAB III
KESIMPULAN

1. Kepemimpinan dapat didefinisikan berdasarkan penerapannya pada bidang militer, olahraga,


bisnis, pendidikan, industri dan bidang-bidang lainnya. Ordway Tead memberikan rumusan
"Leadership is the activity influencing people to cooperate some good which they come to find
desirable". Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain untuk bekerja
sama guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. ( Wursanto, 2003: 196). Slamet santosa (
2004: 44 ) mendefinisikan kepemimpinan sebagai "usaha untuk mempengaruhi anggota
kelompok agar mereka bersedia menyumbangkan kemampuannya lebih banyak dalam
mencapai tujuan kelompok yang telah disepakati". Menurut Ngalim Purwanto (1993: 26).
"Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi, suatu seni pembinaan kelompok orang-orang
tertentu, biasanya melalui 'human relations' dan motivasi yang tepat, sehingga tanpa adanya
rasa takut mereka mau bekerja sama dan membanting tulang memahami dan mencapai segala
apa yang menjadi tujuan-tujuan organisasi". Menurut Goestch dan Davis (1994: 192 )
"kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar
bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan
organisasi".
2. Kepemimpinan visioner adalah kemampuan seseorang pemimpin dalam bagaimana mencipta,
merumuskan, mengkomunikasikan/mensosialisasikan dan mengimplementasikan pemikiran-
pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota
organisasi dan stakeholder yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus
diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil.
3. Bass (1985) mengemukakan sebuah teori kepemimpinan transformasional (transformational
leadership) yang dibangun atas gagasan – gagasan yang lebih awal dari Burns (1978).
Tingkatan sejauh mana seorang pemimpin disebut transformasional terutama diukur dalam
hubungannya dengan efek kepemimpinannya tersebut terhadap para pengikutnya.
4. Model kepemimpinan transformasional memang perlu diterapkan sebagai salah satu solusi
krisis kepemimpinan terutama dalam bidang kependidikan. Adapun alasan – alasan mengapa
diterapkannya model kepemimpinan transformasional didasarkan pendapat Olga Epitropika
(2001) bahwa ada enam hal mengapa kepemimpinan transformasional penting bagi suatu
organisasi :
a. Secara signifikan meningkatkan kinerja organisasi
b. Secara positif dihubungkan dengan orientasi pemasaran jangka panjang dan kepuasan
pelanggan
c. Membangun komitmen yang lebih tinggi para anggotanya terhadap organisasi
d. Meningkatkan kepercayaan pekerja dalam manajemen dan perilaku keseharian organisasi
e. Meningkatkan kepuasan pekerja melalui pekerjaan dan pemimpin
f. Mengurai stress para pekerja dan meningkatkan kesejahteraan
5. Kepemimpinan menurut pandangan Kristen memiliki faktor-faktor dasar kepemimpinan yang
sama dengan kepemimpinan umum lainnya. Pada sisi lain kenyataan yang membedakan antara
Kepemimpinan menurut pandangan Kristen dan kepemimpinan lainnya ialah hakikat,
dinamika, serta falsafah yang didasarkan pada Alkitab. Sebagai contoh, premis utama
kepemimpinan Kristen ialah bahwa Allah yang berdaulat oleh kehendak-Nya yang kekal, telah
menetapkan serta memilih setiap pemimpin Kristen kepada pelayanan memimpin. J. Robert
Clinton mengatakan, “Allah memilih bagi dirinya seorang pemimpin, dan Allah
mengembangkan pemimpin tersebut sepanjang kehidupannya.” Itulah sebabnya tatkala
mendefinisikan tentang siapa pemimpin Kristen itu, Clinton menjelaskan: “Pemimpin Kristen
adalah seseorang yang telah dipanggil Allah sebagai PEMIMPIN.
6. Lao-Tzu, filsafat dari Cina yang hidup pada abad ke enam sebelum masehi menyatakan
seorang pemimpin dalam tingkatannya yang paling baik, ialah ketika orang-orang nyaris tidak
ada tahta . Sebab, orang-orang yang selaluberusaha maju, berani menghadapi perubahan dan
mengembangkan kemampuan kepemimpinannya, adalah bagian yang sangat penting dari masa
depan dan merupakan sebagian dari moral kepemimpinan. siapa dan bagaimana seseorang
berfikir, berprilaku dan bertindak, mengambil tanggung Jawab, memahami dimana ego akan
muncul dan mereda, serta cerminan integritas kepribadian (terhadap keahliannya, Intelektual
dan emosional serta splritualnya dapal berjalan bersama-sama menjadi satu). Dengan
kesadaran seperti Itu diharapkan pemimpin yang bersangkutan tidak akan menabrak rambu-
rambu moral, misalnya melakukan KKN, sekecil apapun hanya untuk memenuhi ambisi dan
kepentingannya. Lazimnya untuk memulai suatu pekerjaan, terlalu banyak apa yang
diinginkan oleh pemimpin, serta apa yang Ingin dikerjakan. Sebab Ia adalah panutan dan
bukan menggunakan kekuasaannya semena-mena dan kepemihakan atau melacurkan diri
untuk kepentingan yang bertolak dengan kebutuhan kebersamaan. Pemimpin dituntut memiliki
keahlian dan mampu bertindak sebagai spokesman, mampu berperan sebagai agent of change,
serta mampu berperan sebagai direction seller.Apa yang diuraikan diatas, adalah sebagian dari
moral kepemimpinan yang harus ada pada diri seorang pemimpin.

Anda mungkin juga menyukai