Oleh :
1. Anita Siahaya
2. Alfilex B Angkotamony
3. Ansell Ratulohain
4. Fransiska Lesnussa
5. Syeannet F Pattisina
6. Jansen R Werinusa
7. Dian Lopulalan
8. Alindri Palijama
TAHUN 2019
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami ucapakan buat Tuhan Yesus pencurah kasih sayang tiada
batas kepada kami. Tuhan Yesus telah mencurahkan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul GAMBARAN KONDISI KESEHATAN
MASYARAKAT BALITA KELURAHAN TALAKE KECAMATAN NUSANIWE KOTA
AMBON ini.
. Kami menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang bersangkutan dalam
menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini kami ajukan untuk memenuhi tugas yang
ditetapkan oleh dosen Keperawatan Komunitas II UKIM AMBON. Kami telah berusaha
sangat maksimal untuk memberikan yang terbaik, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Dalam usaha menyelesaikan penulisan makalah ini tentu telah melibatkan banyak pihak
secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan konstitusi yang positif demi
terwujudnya sebuah karya yang baik. Semoga semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini mendapatkan sebaik-baik pahala dari Tuhan Yesus. Dengan
segala keterbatasan yang dimiliki, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
tambahan wawasan bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya sehingga
diharapkan dapat dijadikan pedoman dan dapat dijadikan referensi.
Penyusun
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I 1 LATAR BELAKANG
I.3 TUJUAN
I.4 MANFAAT
3.1 PENGKAJIAN
3.4 INTERVENSI
3.5 IMPLEMENTASI
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
4
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan balita di Indonesia masih menjadi perhatian serius, karena masih
tingginya angka kematian balita di Indonesia bila dibandingkan dengan target RPJM 2005-
2009 dan RPJM 2010-2014 dimana targetnya adalah menurunkan Angka Kematian Bayi
(AKB) menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup, menurunkan Angka Kematian Balita (AKBal)
menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Masalah utama yang menyebabkan tingginya angka
kematian balita di Indonesia adalah gizi buruk. Hampir lebih dari 2 juta anak anak balita
mengalami gizi buruk (Atmaria, 2005). Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2007 ke 2010 untuk gizi kurang tetap 13,0 dan
untuk gizi buruk dari 5,4 menjadi 4,9. Pada saat ini masalah terbesar yang disebabkan oleh
gizi buruk yang banyak dijumpai di kalangan anak-anak Indonesia adalah penghambatan
pertumbuhan intra-uterin, malnutrisi protein energi, defisiensi yodium, defisiensi vitamin A,
anemia defisiensi zat besi dan obesitas (Atmaria, 2005).
Diare dan pneumonia merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi dan balita,
disamping penyakit lainnya serta dikontribusi oleh masalah gizi. Untuk mengatasi masalah
yang sering menimbulkan kematian pada balita, pemerintah telah membuat program dan
kebijakan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian pada bayi dan balita,
diantaranya adalah kegiatan Posyandu, BKB (Bina Keluarga Balita), dan program PAUD.
Sementara sebagai perawat, yang dapat dilakukan di komunitas adalah memberi penyuluhan
atau pendidikan kesehatan baik untuk topik sehat atau pun sakit seperti nutrisi, latihan,
penyakit dan pengelolaan penyakit pada balita, serta member informasi kepada ibu tentang
pentingnya pemberian ASI dan tahap perkembangan yang terjadi pada masa balita.
5
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dan asuhan keperawatan komunitas pada kelompok balita
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai asuhan keperawatan pada
kelompok khusus balita
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep komunitas
2. Mengetahui konsep balita dan tumbuh kembang yang terjadi pada masa balita
3. Mengetahui masalah kesehatan yang terjadi pada kelompok balita
4. Mengetahui indikator kesehatan kelompok balita
5. Mengetahui program dan kebijakan Pemerintah untuk kesehatan balita
6. Mengetahui ruang lingkup keperawatan dan peran perawat komunitas pada
kelompok balita
7. Menyusun asuhan keperawatan komunitas pada kelompok balita
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami konsep dan proses asuhan keperawatan komunitas pada
agregat balita sehingga dapat menjadi bekal saat melakukan proses asuhan keperawatan
komunitas pada masyarakat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling
berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat yang sama. Komunitas
adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah
pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial
yang mempunyai minat yang sama (Riyadi, 2007).
Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima
tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini.
Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan
anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam
golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai
disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan
badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan
7
sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya.
Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif.
Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004).
Pada masa toddler (1 s.d. 3 tahun), pertumbuhan fisik anak lebih lambat dibandingkan
dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat. Anak sering
mengalami penurunan nafsu makan sehingga tampak langsing dan berotot, dan anak mulai
berjalan jalan. Anak perlu diawasi dalam beraktivitas karena anak tidak memperhatikan
bahaya (Nursalam, 2005).
Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan
sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan
periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di
masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan
tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
8
ini, tiga fase awal yaitu fase oral, anal dan laten dilalui saat masa balita. (Wong,
2009)
1. Fase Oral
Fase oral dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada
fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi
kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu. Beberapa
mengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan pada fase ini
akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti
maag atau gastritis.
2. Fase Anal
Fase anal berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan
sampai dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan
aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai
periode "toilet training". Kegagalan pada fase ini akan menciptakan orang
dengan kepribadian agresif dan kompulsif, beberapa mengatakan kelainan sado-
masokis disebabkan oleh kegagalan pada fase ini.
3. Fase Phallic
Fase phallic disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada
anak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki
dimana anak ini suka memegangi penisnya, dan ini seringkali membuat marah
orangtuanya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang
imoral dan tidak tahu aturan.
9
Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust.
Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai
orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi
orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Bayi akan
menangis sebagai respon ketidakpercayaannya dengan hal-hal yang dianggap
asing.
2. Otonomi vs rasa malu dan ragu ragu, 1-3 tahun.
Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya
kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai-batas-batas
tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan,
bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di
pihak lain dia juga mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat,
sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya
Bayi dan anak-anak di bawah lima tahun (balita) adalah kelompok yang rentan terhadap
berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka belum terbangun sempurna. Pada
usia ini, anak rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani.
1. Gizi kurang dan Gizi buruk
Hampir lebih dari 2 juta anak anak balita mengalami gizi buruk (Atmaria,
2005). Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) dari tahun 2007 ke 2010 untuk gizi kurang tetap 13,0 dan untuk gizi buruk
dari 5,4 menjadi 4,9.
Pada saat ini masalah terbesar yang disebabkan oleh gizi buruk yang banyak
dijumpai di kalangan anak-anak Indonesia adalah penghambatan pertumbuhan intra-
10
uterin, malnutrisi protein energi, defisiensi yodium, defisiensi vitamin A, anemia
defisiensi zat besi dan obesitas (Atmaria, 2005). Anak-anak yang mengalami
defisiensi gizi, berat badan lahir rendah dan penghambatan pertumbuhan akan tumbuh
menjadi remaja dan juga orang dewasa yang mengalami malnutrisi (Atmaria, 2005).
Masalah malnutrisi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada
anak anak dan remaja. Penyebab gizi kurang dan gizi buruk dapat dipilah menjadi tiga
hal, yaitu: pengetahuan dan perilaku serta kebiasaan makan, penyakit infeksi,
ketersediaan pangan.
Tingginya AKB dan masalah gizi pada bayi dapat ditangani sejak awal dengan
cara pemberian Air Susu Ibu (ASI). Menurut penelitian yang dilakukan oleh UNICEF,
risiko kematian bayi bisa berkurang sebanyak 22% dengan pemberian ASI ekslusif
dan menyusui sampai 2 tahun. Melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat
menjamin kecukupan gizi bayi serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit infeksi. Manfaat lain yang diperoleh dari pemberian ASI adalah hemat dan
mudah dalam pemberiannya serta manfaat jangka panjang adalah meningkatkan
kualitas generasi penerus karena ASI dapat meningkatkan kecerdasan intelektual dan
emosional anak.
2. Diare
Diare masih merupakan problema kesehatan utama pada anak terutama di
negara berkembang seperti Indonesia. Menurut data World Health Organization
(WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5
tahun. Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut
akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Sekitar lima juta anak di
seluruh dunia meninggal karena diare akut. Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an,
prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000 penduduk per tahun. Dari angka
prevalensi tersebut, 70-80% menyerang anak dibawah lima tahun.
Data nasional Depkes menyebutkan setiap tahunnya di Indonesia 100.000
balita meninggal dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang
meninggal dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya atau 1
jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare (Depkes RI, 2011).
Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi
buang air besar lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan bentuk dan
konsistensi tinja penderita (Sutanto, 1984; Winardi, 1981). Dikenal diare akut yang
timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari dan diare kronis yang
11
berlangsung lebih dari tiga minggu bervariasi dari hari ke hari yang disebabkan oleh
makanan tercemar atau penyebab lainnya (Winardi, 1981).
Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan
ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang
menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan interaksi
perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak tinggal. Faktor
perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan resiko terjadinya
diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan pertama
kehidupan, tidak menjaga hygiene alat makan dan minum anak. (Assiddiqi, 2009).
3. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks
dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan dapat mengenai setiap
lokasi de sepanjang saluran nafas (WHO, 1986). ISPA merupakan salah satu penyebab
utama dari tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi di
Indonesia.
Berbagai laporan menyatakan ISPA anak merupakan penyakit yang paling
sering terjadi pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua penyakit balita dan 30%
pada anak usia 5-12 tahun. Umumnya infeksi biasanya mengenai saluran nafas bagian
atas, hanya kurang dari 5% yang mengenai saluran pernapasan bawah. Kejadian ISPA
pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada balita di daerah
pedesaan. Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami ISPA
sebanyak 5-8 periode setahun, sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode
(WHO, 1992)
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang
terjadi di setiap bagian saluran pernapasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkitis
akut, brokhiolitis dan pneumonia. Angka kematian yang tinggi karena ISPA
khususnya adalah pneumonia. Menurut beberapa faktor yang telah mempengaruhi
pneumonia dan kematian akibat ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang
cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan
hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi
udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain (WHO, 1992)
2.4 Indikator Kesehatan Kelompok Balita
12
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan
yang saat ini terjadi di Negara Indonesia (Kompas, 2006). Derajat kesehatan anak
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa
memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa,
sehingga masalah kesehatan anak menjadi salah satu prioritas dalam perencanaan
pembangunan bangsa.
Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat
digunakan, antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka
harapan hidup waktu lahir.
1. Faktor Kesehatan
2. Faktor Kebudayaan
Sebagai contoh, anak yang badannya panas akan dibawa ke dukun dengan
keyakinan terjadi kesurupan/kemasukan barang ghaib. Contoh lain, anak yang
pasca operasi dilarang makan telur dan daging ayam atau sapi karena dianggap
dapat menambah nyeri dan jumlah nanah atau pus pada luka operasi dan
menghambat proses penyembuhan luka operasi. Berbagai contoh budaya yang ada
di masyarakat tersebut sangat besar mempengaruhi derajat kesehatan anak,
mengingat anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang tentunya
membutuhkan perbaikan gizi atau nutrisi yang cukup.
14
3. Faktor Keluarga
Peningkatan status kesehatan anak juga terkait langsung dengan peran dan
fungsi keluarga terhadap anaknya, seperti membesarkan anak, memberikan dan
menyediakan makanan, melindungi kesehatan, memberikan perlindungan secara
psikologis, menanamkan nilai budaya yang baik, memepersiapkan pendidikan anak,
dan lain-lain (Behrman, 2000).
Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan kesehatan anak,
khususnya untuk menurunkan angka kematian anak, di antaranya sebagai berikut:
15
yang rawna memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan. Kelompok
beresiko tinggi terdiri atas anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia yang
golongan ekonominya rendah.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat
Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu perbaikan status kesehatan ini
penting, sebab upaya pemerintahan dalam rangka menurunkan kematian bayi dan anak
tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat
dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Melalui peran serta masyarakat
diharapkan mampu pula bersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Upaya
atau program pelayanan kesehatan yang membutuhkan peran serta masyarakat antara
lain pelaksanaan imunisasi, penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, pebaikan gizi,
dan lain-lain.
4. Meningktakan manajemen kesehatan
Upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan dan berhasil
dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolahan pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini adalah peningkatan manajemen pelayanan kesehatan melalui
pendayagunaan tenaga kesehatan professional yang mampu secara langsung mengatasi
masalah kesehatan anak.
16
b. mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)
agar masyarakat dapat mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang
menunjang sesuai kebutuhan dan kemampuan,
c. meningkatkan kemandirian masyarakat,
d. meningkatkan cakupan Puskesmas,
e. mempercepat tercapainya NKKBS (Sudarono, 1989). Sasaran penyelenggaraan
Posyandu dalam hal ini adalah pada bayi usia kurang dari 1 tahun, anak Baita
()Usia 1-4 tahun, ibuhamil, melahirkan, dan menyusui, serta wanita Pasangan Usia
Subur (PUS).
Kegiatan POSYANDU bermacam-macam diantaranya
a. penyuluhan nutrisi di Posyandu sebagai bagian dari UPGK dalam langkah-langkah
kebijaksananaan perbaikan gizi merupakan kegiatan upaya langsung yang
meliputi, pemantauan tumbuh kembang anak balita dengan Kartu Menuju Sehat
KMS) melalui penimbangan oleh kader, Pemberian Makananan Tambahan (PMT),
pemeriksaan kesehatan anak penyuluhan gizi ditekankan pada pentingya
penggunaan Air Susu Ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI (MP-ASI),
pemeberian kapsul vitamin A dan pemberian oralit.
b. Selain itu juga pemberian pelayanan anak usia balita yang meliputi pelayanan
keluarga untuk ibu dan anak dengan memberikan pelayanan imunisasi,
penanggulangan diare, dan penyuluhan kesehatan.
Dua peran perawat kesehatan komunitas, yaitu sebagai pendidik dan penyuluh
kesehatan serta pelaksana konseling keperawatan kepada kelompok khusus balita
merupakan bagian dari ruang lingkup promosi kesehatan. Berdasarkan peran
tersebut, perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mendukung kelompok
khusus balita mencapai derajat kesehatan yang optimal. Peran perawat komunitas
pada kelompok khusus balita:
21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Soal kasus
Dikelurahan talake posyandu UKIM terdapat 80 KK , dengan jumlah warga sebanyak 212
jiwa, 55 balita yang terdiri dari usia 0-12 bulan = 5 balita , usia 13-36 bulan = 15 balita, usia
37-60 bulan = 20 balita, dan berdasarkan informasi dari kader posyandu balita , balita yang
diare karena kurangnya kebersihan makanan yang di konsumsi 12 balita, balita yang berat
badannya tidak sesuai dengan umur ( gizi kurang ) ada 23 orang. Kondisi lingkungan yang
kurang dari kata sehat setiap rumah kurang memiliki ventilasi dan tingkat kelembapan setiap
rumah juga tinggi karena mengingat jarak antar rumah saling berdekatan. Banyak balita yang
berumur 36-60 bulan sering mengkonsumsi makanan ringan yang dijual di warung, es lilin,
jajanan pentol, dan mie instan tiap harinya. Sebagian besar ibu menjadi ibu rumah tangga dan
kepala keluarga sebagian bekerja menjadi pedagang dan pekerja bangunan. Rata-rata
pendapatan di setiap KK dalam 1 bulan yaitu Rp. 800.000- Rp.1.200.000 . tingkat pendidikan
warga 30% lulusan SD, 40% lulusan SMP, selebihnya lulusan SMA/SMK. Terdapat sungai di
sekitar rumah warga, kedalaman sungai dangkal sehingga jika terjadi hujan mengakibatkan
banjir, selokan di depan rumah warga banyak yang tersumbat, jalan di depan rumah kotor,
banyak sisah sampah banjir yang berserakan dan banyak lahan yang kosong yang
bertumpukan sampah. Keamanan di wilayah ini cukup aman karena hampir tidak ada kasus
penculikan balita ataupun pencurian barang berharga. Mayoritas warga beragama Kristen. Di
wilayah ini memiliki satu gereja, satu paud, satu TK, satu SDN, satu posyandu dan satu
puskesmas, untuk beraktifitas masyarakat menggunakan sepeda motor dan sepeda angina
untuk alat transportasi. Kegiatan posyandu balita dilakukan setiap 4 minggu sekalih, diadakan
di masing-masing RT yang di bantu oleh beberapa kader binaan puskesmas. Kegiatan yang
dilakukan biasanya pengukuran antropometri dan kebutuhan gizi anak, pemberian nutrisi yang
tepat untuk balita serta penjelasan tentang penyakit yang sering menyerang balita, tetapi setiap
dilakukan kegiatan posyandu partisipasi warga sekitar masih sangat kurang karena
kepercayaan warga di sekitar apabila anaknya sakit lebih memili berobat ke dukun pijat
dibandingkan ke puskesmas karena mereka masih menganggap penyakit yang di derita
menandakan proses pertumbuhan yang mereka anggap masi wajar. Biasanya ibu-ibu
mengajak anaknya naik mobil aneka warna yang diputarkan lagu-lagu anak untuk berkeliling
di sekitar kampung dengan biaya Rp 1.000, untuk satu kali putaran, serta setiap minggu pagi
ibu yang memiliki balita sering membawah balitanya jalan-jalan di pantai wainitu belakang
kampus UKIM.
22
3.1 PENGKAJIAN
Di kelurahan TALAKE posyandu UKIM
1. DATA INTI
Di kelurahan TALAKE posyandu UKIM terdapat 80 KK , dengan jumlah
warga sebanyak 212 jiwa, 55 balita yang terdiri dari
Umur : 0-12 bulan = 5 balita
: 13- 36 bulan = 15 balita
: 37- 60 bulan = 20 balita
Pekerjaan : sebagian besar ibu yang memiliki balita bekerja sebagai ibu
rumah tangga sedangkan kepala keluarganya sebagian bekerja sebagai
pedagang dan pekerja bangunan
Agama : mayoritas Kristen
Data statistik: Berdasarkan informasi dari kader setempat
- Balita yang gizi buruk 23 orang,
- Balita yang diare karena kurangnya kebersihan makanan yang dikonsumsi
12 orang
2. DATA SUBSISTEM
a. Lingkungan Fisik
1. Kondisi lingkungan yang kurang dari kata sehat setiap rumah
kurang memiliki ventilasi dan tingkat kelembapan setiap rumah
juga tinggi karena mengingat jarak antar rumah saling
berdekatan
2. Lingkungan terbuka : Terdapat sungai di sekitar rumah warga,
kedalaman sungai dangkal sehingga jika terjadi hujan
mengakibatkan banjir, selokan di depan rumah warga banyak
yang tersumbat, jalan di depan rumah kotor, banyak sisah
sampah banjir yang berserakan dan banyak lahan yang kosong
yang bertumpukan sampah
3. Kebiasaan: Banyak balita yang berumur 36-60 bulan sering
mengkonsumsi makanan ringan yang dijual di warung, es lilin,
jajanan pentol, dan mie instan tiap harinya.
23
4. Transportasi: untuk beraktifitas masyarakat menggunakan
sepeda motor dan sepeda angina untuk alat transportasi.
5. Pusat pelayanan: satu posyandu dan satu puskesmas
6. Tempat belanja: dipasar tradisional
7. Tempat ibadah: 1 gereja
8. Pelayanan Kesehatan Dan Sosial
Pelayanan kesehatan terdapat 1 posyandu dan 1 puskesmas.
b. Ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara, penghasilan rata- rata kepala keluarga
dalam 1 bulan yaitu Rp. 800.000- Rp.1.200.000 .
24
dengan biaya Rp 1.000, untuk satu kali putaran, serta setiap minggu
pagi ibu yang memiliki balita sering membawah balitanya jalan-jalan
di pantai wainitu belakang kampus UKIM.
25
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko terjadinya peningkatan penyakit akibat lingkungan yang kurang bersih
(Diare) di Kelurahan Talake berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
terhadap sanitasi lingkungan yang kurang baik.
26
4.4 INTERVENSI
Intervensi Rasional
1. Kaji dan koordinasi kesiapan 1. Efektivitas pembelajaran
keluarga klien mengikuti dipengaruhi oleh kesiapan fisik
pembelajaran,termasuk pengetahuan dan mental serta latar belakang
tentang penyakit dan perawatan pengetahuan sebelumnya.
anaknya.
2. Koordinasi dan jelaskan tentang 2. Pemahaman tentang masalah ini
proses penyakit anaknya, penyebab penting untuk meningkatkan
dan akibatnya terhadap gangguan partisipasi keluarga klien dan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari keluarga dalam proses perawatan
aktivitas sehari-hari. klien
3. Koordinasi dan jelaskan tentang 3. Meningkatkan pemahaman dan
tujuan pemberian obat, dosis, partisipasi keluarga klien dalam
frekuensi dan cara pemberian serta pengobatan.
efek samping yang mungkin timbul
4. Jelaskan, koordinasi dan tunjukkan 4. Meningkatkan kemandirian dan
cara perawatan perineal setelah kontrol keluarga klien terhadap
defekasi kebutuhan perawatan diri anaknya
5. Anjurkan dan koordinasi pada ibu- 5. Untuk menghindari terjadinya
ibu untuk melakukan pemilihan penyebaran kuman/bakteri pada
makanan dari segi kesehatan makanan yang tidak sehat
6. Berikan dan koordinasi penyuluhan 6. Supaya lingkungan bersih dan
pada warga untuk melakukan kerja sanitasi lingkungan menjadi lebih
bakti pada lingkungan rumah dan baik
desa
27
Diagnosa Tujuan Rencana tindakan Sasaran Metode Waktu Tempat PJ Sumber
keperawatan dana
28
dengan Data pada balita Pemberian info Ibu-ibu yang langsung 11 Balai Ansel
dari kader mengenai alergi memiliki Agustus Posyandu
terdapat 12 susu sapi pada balita 2014 UKIM
balita yang diare balita dan
akibat hygiene yang
kurangnya harus dipenuhi
kebersihan
makanan yang
dikonsumsi dan 4. Koordinasi Ibu-ibu yang Rumah
Terdapat sungai penganjuran memiliki Komunikasi masing- Fransisk
11
di sekitar rumah kepada ibu-ibu balita yang dan masing a
Agustus
warga, untuk membawa mengalami observasi
2014
kedalaman balitanya jika diare
sungai dangkal terjadi gejala
sehingga jika diare
terjadi hujan
mengakibatkan
banjir, selokan
di depan rumah 5. Koordinasi Ibu-ibu yang
Ceramah,
warga banyak pengevalwasian memiliki 11 Posyandu
tanya
yang tersumbat, keluarga/rujuka Agustus UKIM
Balita jawab, Dian
jalan di depan n ibu mengenai
29
rumah kotor, penanggulangan Keluarga/ib diskusi 2014
banyak sisah diare u kelompok
sampah banjir balita yang
yang berserakan terkena diare
dan banyak
lahan yang 1. Lakukan
kosong yang - Masyarakat pendekatan Warga Ceramah, 13 Balai
bertumpukan dapat tokoh masyarakat tanya Agustus Kelurahan
Alindri
sampah. mengaplikasi masyarakat Kelurahan jawab, 2014 Talake
kan sanitasi kelurahan Talake diskusi
yang baik di Talake
lingkungan
2. Kerja
Kantor
bakti bersama
Semua Siaran Kelurahan
warga 15
warga lewat Talake
Kelurahan Agustus Syanet
masyarakat masjid, atau
Talake 2014 Gereja, papan
kelurahan pamflet
pengumuman
Talake
, rumah
30
masing-
masing warga
Lingkungan
3. Penyuluhan Semua 18
Kelurahan
tentang warga Agustus
Praktik Talake Alfilex
pemilihan masyarakat 2014
langsung
makanan dari Kelurahan
segi kesehatan Talake
dan segi
ekonomi
31
4. Evaluasi Kerja 20 Lingkungan
Bakti Agustus kelurahan
2014 Talake
Observasi
4.5 IMPLEMENTASI
32
Diagnosa Tujuan Tindakan Sasaran Metode Waktu Tempat
keperawatan
33
dengan Data pada balita mengenai alergi susu Praktik
dari kader sapi pada balita dan langsung
Ibu-ibu yang 11 Balai
terdapat 12 hygiene yang harus
memiliki Agustus Posyandu
balita yang diare dipenuhi
balita 2014 UKIM
akibat
kurangnya
kebersihan
4.Mengkordinasi
makanan yang
penganjuran kepada ibu-
dikonsumsi dan
ibu untuk membawa
Terdapat sungai
balitanya jika terjadi Ibu-ibu yang Rumah
di sekitar rumah Komunikas
gejala diare memiliki masing-
warga, i dan 11
balita yang masing
kedalaman observasi Agustus
mengalami
sungai dangkal 2014
diare
sehingga jika 5.Mengkordinasi
terjadi hujan pengevalwasian Ceramah,
mengakibatkan keluarga/rujukan ibu tanya Posyandu
Ibu-ibu yang
banjir, selokan mengenai jawab, UKIM
memiliki 11
di depan rumah penanggulangan diare diskusi
Agustus
warga banyak Balita
2014
yang tersumbat, Keluarga/ibu
jalan di depan kelompok
34
rumah kotor, balita yang
banyak sisah terkena diare
sampah banjir 1.Melakukan pendekatan
yang berserakan tokoh masyarakat
dan banyak kelurahan Talake
Ceramah, Balai
lahan yang
Warga tanya Kelurahan
kosong yang - Masyarakat 13
masyarakat jawab, Talake
bertumpukan dapat Agustus
Kelurahan diskusi
sampah. mengaplikasi 2014
Talake
kan sanitasi
2.Melakukan kerja bakti
yang baik di
bersama warga
lingkungan
Kelurahan Talake
Siaran
Kantor
Semua lewat
Kelurahan
warga masjid, atau 15
Talake
masyarakat pamflet Agustus
2014 Gereja, papan
kelurahan
pengumuman,
Talake
rumah
masing-
masing warga
35
3.Melakukan
penyuluhan tentang
pemilihan makanan dari
segi kesehatan dan segi Semua Praktik 18
ekonomi warga langsung Agustus
Lingkungan
masyarakat 2014
Kelurahan
Kelurahan
Talake
Talake
4.Mengevaluasi hasil
Kerja Bakti
20 Lingkungan
Observasi
Agustus kelurahan
2014 Talake
36
37
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular
dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).Balita termasuk salah
satu agregat / kelompok risiko tinggi. Hal ini dikarenakan pada balita juga berpotensi
muncul masalah yang kompleks, terlebih yang berhubungan dengan konsep tumbuh
kembang. Oleh karena itu, konsep keperawatan yang diberikan pada agregat ini
diaplikasikan dalam bentuk pelayanan-pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang
memberikan layanan dalam upaya menjaga kesehatan balita adalah Posyandu (Pos
Pelayanan Terpadu), imunisasi, BKB (Bina Keluarga Balita), PAUD (Pendidikan Anak
Usia Dini), SDIDTK (Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang).
4.2 Saran
Bagi Perawat
Perawat sebagai care giver diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan
kepada balita dan keluarga dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative.
Bagi Keluarga
Keluarga terutama ibu merupakan pemegang peran penting dalam menentukan
kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan balita. Oleh karena itu keluarga
diharapkan mampu memahami konsep tumbuh kembang pada balita dan mampu
mendampingi pertumbuhan dan perkembangan balita dengan baik sehingga bisa
mengoptimalkan tumbuh kembang balita.
38
DAFTAR PUSTAKA
Elisabeth T. Anderson dan RN. Judith Mc. Farlane. 2012. Community as a Partner, 6th Ed
+Introduction to Community Based Nursing, 5th Ed: Theory and Practic in Nursing.
Lippincot Williams and Wilkins, 2012
Efendi, Ferry & Makhfudi. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik
Keperawatan. Jakarta : Salemba medika
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
39