Anda di halaman 1dari 73

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas

berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Tutorial

BMS 2 dengan judul “Darah”.

Laporan ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada

1. Bapak Bremmy Laksono,drg.,M.SiMed., sebagai tutor;

2. Ibu Dr. Drg. Hj. Winny Yohana, Sp.KGA., sebagai koordinator blok BMS 2;

3. Semua pihak yang turut membantu pembuatan makalah ini yang tidak bisa

penyusun sebutkan satu persatu.

Kami yakin dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Penyaji

mengharapkan kritik dan saran dari pembahas untuk kemajuan makalah ini di masa

mendatang.

Akhir kata, diharapkan makalah ini dapat membuka wawasan mengenai darah

khususnya mengenai penyakit kekurangan darah sehingga dapat diaplikasikan pada

pembelajaran yang ada di FKG UNPAD.

Jatinangor, 3 Maret 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I ANALISIS KASUS.........................................................................................................1
1.1 Kasus............................................................................................................................1
1.2 Terminologi..................................................................................................................1
1.3 Masalah........................................................................................................................2
1.4 Hipotesis.......................................................................................................................2
1.5 Mekanisme...................................................................................................................2
1.6 Informasi Tambahan.....................................................................................................3
1.7 Learning Issue..............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................4
2.1 Pendahuluan.................................................................................................................4
2.1.1 Definisi Darah.......................................................................................................4
2.1.2 Karakteristik Darah...............................................................................................4
2.1.3 Fungsi Darah................................................................................................................5
2.2 Komponen Darah..........................................................................................................6
2.2.1 Plasma Darah........................................................................................................6
2.2.2 Eritrosit.................................................................................................................7
2.2.3 Leukosit..............................................................................................................11
2.2.4 Trombosit............................................................................................................17
2.3 Anemia.......................................................................................................................18
2.3.1 Definisi Anemia..................................................................................................18
2.3.2 Tipe-tipe Anemia, Penyebab, Epidemologi, dan Histopatologi...........................19
2.3.3 Prognosis............................................................................................................33
2.3.4 Mekanisme terjadinya anemia berdasarkan gejala..............................................34
2.3.5 Pengobatan anemia.............................................................................................37

ii
2.4 Hematopoiesis sel darah dan eritropoiesis..................................................................43
2.5 Mekanisme pembentukan darah..................................................................................46
2.6 Penggolongan darah....................................................................................................51
2.7 Cairan tubuh...............................................................................................................55
2.8 Dehidrasi dan edema...................................................................................................60
BAB III PEMBAHASAN.........................................................................................................67
BAB IV KESIMPULAN..........................................................................................................70
Daftar Pustaka............................................................................................................................71

iii
BAB I ANALISIS KASUS

1.1 Kasus

Ibu Anne berumur 30 tahun dating ke RSHS dengan keluhan cepat lelah,

wajah pucat, gelisah kadang-kadang mata berkunang-kunang. Gejala ini mulai

terasa sejak 3 bulan yang lalu, dan gejala akan bertambah bila ibu Anne sedang

menstruasi, dan berubah posisi dari posisi jongkok ke posisi berdiri. Pada

awalnya keluhan ini tidak terlalu mengganggu, tetapi akhir-akhir ini gejala

bertambah sering meskipun ibu Anne tidak melakukan aktifitas. Beberapa hari

belakang ini ibu Anne sering mengeluh sakit kepala terus-menerus. Dia menduga

bahwa dirinya menderita kekurangan darah.

1.2 Terminologi

Menstruasi:Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai

sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan

endometrium uterus.

Kurang darah: Kondisi di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein

pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah

merah mengandung hemoglobin yang berperan dalam mengangkut oksigen dari

paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.

1
1.3 Masalah

- Ibu Anne mengeluh cepat lelah, wajah pucat, gelisah kadang-kadang mata

berkunang-kunang.

- Gejala ini mulai terasa sejak 3 bulan yang lalu.

- Gejala akan bertambah bila ibu Anne sedang menstruasi dan perubahan posisi.

- Gejala bertambah sering meskipun ibu Anne tidak melakukan aktifitas.

- Sakit kepala terus-menerus.

1.4 Hipotesis

Ibu Anne mendrita kekurangan darah.

1.5 Mekanisme

Ibu Anne mengeluh cepat lelah, wajah pucat, gelisah kadang-kadang mata

berkunang-kunang.

Gejala mulai terasa sejak 3 bulan yang lalu.

Gejala bertambah saat ibu Anne sedang menstruasi dan perubahan posisi.

Gejala semakin bertambah sering meskipun ibu Anne tidak melakukan aktifitas.

Sakit kepala terus-menerus.

Diduga menderita kekurangan darah.

2
1.6 Informasi Tambahan

1.7 Learning Issue

1. Apa saja ciri dan fungsi sel darah merah?

2. Apa definisi, tipe, penyebab, epidemologi, dan histopatologi anemia?

3. Apa pengobatan yang dilakukan pada penderita anemia?

4. Bagaimana prognosis anemia?

5. Bagaimana mekanisme anemia yang dihubungkan dengan gejala?

6. Apa ciri, fungsi, dan kelainan sel darah putih (leukosit)?

7. Apa ciri, fungsi, dan kelainan keping darah (trombosit)?

8. Bagaimana histogenesis sel darah?

9. Bagaimana mekanisme pembentukan darah?

10. Bagaimana cara penggolongan darah?

11. Apa saja peran dan fungsi cairan tubuh?

12. Apa yang dimaksud dengan dehidrasi dan edema?

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Darah merupakan suatu cairan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah

yang warnanya merah. Darah berfungsi sebagai alat pengangkut yaitu mengambil

oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh, mengangkut

karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru, mengambil zat

makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan

tubuh, mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan

melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit,

menyebarkan panas ke seluruh tubuh (Syaifuddin, 2006)

2.1.1 Definisi Darah

Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya dapat ( elemen

pembentuk ) tertahan dan dibawa dalam matriks cairan ( plasma ).

2.1.2 Karakteristik Darah

Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya ( sebagai elemen

pembentuk ) tertahan dan dibawa dalam matriks cairan ( plasma ). Darah lebih

berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang

khas, serta pH 7,4 ( 7,35 – 7,45 ).Warna darah bervariasi dari merah terang

4
hingga merah tua kebiruan, bergantung pada kadar oksigen yang dibawa oleh

sel darah merah. Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa

berukuran rata-rata dan kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini

bervariasi sesuai ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah

jaringan adipose dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi sesuai perubahan

cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya.

2.1.3 Fungsi Darah

- Transport. Makanan, gas, hormon, mineral,enzim, dan zat-zat vital lainnya

dibawa darah ke seluruh sel tubuh. Zat-zat sisa dibawa darah menuju paru-

paru, ginjal, atau kulit untuk dikeluarkan dari tubuh.

- Mempertahankan suhu tubuh. Pembuluh darah berkontriksi untuk

mempertahankan panas tubuh dan berdilatasi untuk melepaskan panas pada

permukaan kulit.

- Perlindungan. System darah dan system limfatik melindungi tubuh terhadap

cedera dan invasi benda asing melalui sistem imun. Mekanisme pembekuan

darah mencegah kehilangan darah.

- Pendaparan ( buffering ). Protein darah memberikan sistem buffer asam-basa

untuk mempertahankan pH optimum darah

5
2.2 Komponen Darah

2.2.1 Plasma Darah

Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsure pokoknya

sama dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92% air dan mengandung

campuran kompleks zat organic dan anorganik.Protein plasma mencapai 7%

plasma dan merupakan satu-satunya unsure pokok plasma yang tidak dapat

menembus membrane kapilar untuk mencapai sel. Ada tiga jenis protein

plasma yang utama : albumin, globulin, dan fibrinogen.

(1) Albumin adalah protein plasma yang terbanyak sekitar 55% sampai 60%,

tetapi ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis dalam hati dan bertanggung

jawab untuk tekanan osmotic koloid darah.

(a) Koloid adalah zat yang berdiameter 1 nm sampai 100 nm,

sedangkan kristaloid adalah zat yang berdiameter kurang dari 1

nm. Plasma mengandung koloid dan kristaloid.

(b) Tekanan osmotic koloid ( tekanan onkotik ) ditentukan

berdasarkan jumlah partikel koloid dalam larutan. Tekanan ini

merupakan suatu ukura “daya tarik” plasma terhadap difusi air dari

cairan ekstraseluler yang melewati membrane kapilar.

(2) Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma

(a) Alfa dan beta globulin disintesis di hati dengan fungsi utama

sebagai molekul pembawa lipid, beberapa hormor, berbagai

substrat, dan zat penting tubuh lainnya

6
(b) Gamma globulin ( immunoglobulin) adalah antibodi. Ada lima

jenis globulin yang diproduksi jaringan limfoid dan berfungsi

dalam imunitas

(3) Fibrinogen membentuk 4% protein plasma, disintesis di hati dna merupakan

komponen essensial dalam meksanisme pembekuan darah.

Plasma juga mengandung nutrient, gas darah, elektrolit, mineral, hormone,

vitamin, dan zat-zat sisa

(1) Nutrien meliputi asam amino, gula, dan lipid yang diabsorpsikan dari

saluran pencernaan.

(2) Gas darah meliputi oksigen, karbon dioksida, dan nitrogen

(3) Elektrolit plasma meliputi ion natrium, kalium, magnesium, klorida,

kalsium, bikarbonat, fosfat, dan ion sulfat.

2.2.2 Eritrosit

Eritrosit atau sel darah merah terdapat sekitar 5 juta di setiap 1mm³

darah. Oleh sebab itu pada sediaan darah yang paling menonjol adalah

eritrosit.Dalam keadaan normal, eritrosit manusia berbentuk bikonkaf dengan

diameter sekitar 7.2 µm tanpa memiliki inti. Sel-sel eritrosit pada penyakit

darah tertentu memiliki penyimpangan baik dalam bentuk, ukuran, dan warna.

Eritrosit yang berukuran kurang dari 6 µm dinamakan mikrosit dan yang

berukuran lebih dari normal (9 – 12 µm) dinamakan makrosit.

7
Komposisi molekuler eritrosit menunjukan bahwa lebih dari

separuhnya merupakan air dan sisanya berbentuk substansi padat. Isi eritrosit

merupakan substansi koloidal yang homogen, sehingga bersifat elastis dan

lunak. Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin.

Hemoglobin tersusun dari protein globin yang dikonjugasikan dengan pigmen

hem (mengandung zat besi) yang berperan dalam pewarnaan darah.

Eritrosit dibatasi oleh membran plasma yang bersifat semipermeabel

dengan permukaan luar glikoprotein dan permukaan dalam fosfolipid, yang

berfungsi untuk mencegah agar koloid yang dikandungnya tetap di dalam.

Agar terdapat keseimbangan tekanan di luar dan di dalam sel haruslah

sama. Plasma darah bersifat isotonis terhadap tekanan dalam eritrosit. Apabila

eritrosit dimasukkan dalam larutan hipertonis, maka air dari dalam eritrosit

akan mengalir ke luar dan akan mengakibatkan eritrosit jadi berkerut.

Sebaliknya, apabila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis, air akan masuk

ke dalam sel sehingga eritrosit menggembung sampai dapat pecah. Peristiwa

ini dinamakan hemolisis yang ditandai dengan merahnya larutan akibat

keluarnya hemoglobin.

Hemolisis juga dapat disebabkan oleh hal-hal seperti detergen, bisa

ular, atau plasma yang berbeda spesies. Setiap eritrosit memiliki kepekaan

8
yang berbeda-beda untuk menjadi hemolisis, karena eritrosit memiliki sifat

fragilitas tertentu. Sifat fragilitas dapat berubah karena penakit tertentu.

Hubungan Strutur dengan Fungsi

 Bentuk bikonkaf pada eritrosit menguntungkan karena bertambahnya luas

permukaan 20 – 30% akan mempercepat proses absorbsi dan pelepasan O₂.

 Bentuk yang pipih akan memperpendek jarak antara pusat sel dan

lingkungannya sehingga dapat mempercepat pertukaran O₂.

 Tidak adanya inti sel akan memberika tempat yang lebih banyak bagi

kandungan Hb, sehingga oksigen lebih banyak yang diikat.

 Pinggir-pinggir eritrosit berbentuk melengkung sehingga terlindungi dari

kerusakan karena benturan-benturan.

Terkadang pada sediaan apus darah terdapat berbagai bentuk yang

abnormal yang dinamakan poikilosit. Apabila sel-sel berbentuk cukup banyak,

maka keadaan tersebut dinamakan poikilositosis.

Warna eritrosit di bagian tengah lebih pucat daripada di bagian

pinggir, karena bagian tengahnya lebih tipis. Pada keadaan normal bagian

tengah tidak melebihi 1/3 dari diameternya sehingga selnya dinamakan

eritrosit normokhromik. Apabila bagian tengah yang pucat melebar disertai

bagian pinggir yang kurang terwarna, maka eritrosit dinamakan eritrosit

9
hipokhromik. Apabila bagian tengah yang memucat menyempit selnya

dinamakan eritrosit hiperkhromik.

Komposisi eritrosit terdiri dari lipoprotein, hemoglobin (mengandung

pigmen metaloporforin/ hem), garam-garam, elektrolit, dan vitamin B₁₂.

Sel darah merah memiliki beberapa fungsi bagi tubuh:

 Mengantarkan Oksigen ke Seluruh Tubuh : setelah dibentuk oleh tumbuh

sumsum merah tulang, sel darah merah akan menyebar ke seluruh jaringan-

jaringan tubuh dengan membawa oksigen dari paru-paru lalu mengedarkannya

ke jaringan dan membawa karbon dioksida dari jaringan kembali ke paru-paru

untuk dikeluarkan. 

 Penentuan Golongan Darah : Penentuan golongan darah ini dapat terjadi

karena ditentukan oleh ada tidaknya antigen aglutinogen dalam sel darah

merah. Golongan sel darah adalah A, B, AB, dan O 

 Menjaga Sistem Kekebalan Tubuh (Antibodi) : Menjaga sistem kekebalan

tubuh ini dapat terjadi karena adanya peran serta hemoglobin yang menangkal

patogen atau bakteri melalui proses lisis dengan mengeluarkan radikal bebas

yang dapat menghancurkan dinding dan membran sel patogen dan membunuh

bakteri 

 Pelebaran Pembuluh Darah : Pelebaran pembuluh darah dapat terjadi karena

eritrosit melepaskan senyawa dinamakan S-Nithrosothiol yang dilepaskan saat

10
hemoglobain mengalami terdeogsigenerasi sehingga akan melebarkan

pembuluh darah dan melancarkan darah menuju ke seluruh tubuh khususnya

pada daerah yang kekurangan darah. 

2.2.3 Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel

darah putih. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan

humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Didalam darah manusia, normal

didapati jumlah leukosit rata-rata 6000-10000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih

dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut

leukopenia.

Sebenarnya leukosit merupakan kelompok sel dari beberapa jenis.

Untuk klasifikasinya didasarkan pada morfologi inti adanya struktur khusus

dalam sitoplasmanya. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih

dibedakan:

1. Granulosit

Yang mempunyai granula spesifik, yang dalam keadaan hidup berupa

tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang

bervariasi. Kadar 75% dalam darah.Terdapat tiga jenis leukosit granuler :

 Neutrofil

 Eosinofil

 Basofil

11
NEUTROFIL

Di antara granulosit, netrofil merupakan merupakan jenis sel yang

terbanyak yaitu sebanyak 60 – 70% dari jumlah seluruh leukosit atau 3000-

6000 per mm3 darah normal.Pada perkembangan sel netrofil dalam sumsum

tulang, terjadi perubahan bentuk intinya, sehingga dalam darah perifer selalu

terdapat bentuk-bentuk yang masih dalam perkembangan. Dalam keadaan

normal perbandingan tahap-tahap mempunyai harga tertentu sehingga

perubahan perbandingan tersebut dapat mencerminkan kelainan.

EOSINOFIL

Jumlah sel eosinofil sebesar 1-3% dari seluruh lekosit atau 150-450

buah per mm3 darah. Ukurannya berdiameter 10-15 μm, sedikit lebih besar

dari netrofil. Intinya biasanya hanya terdiri atas 2 lobi yang dipisahkan oleh

bahan inti yang sebagai benang. Butir-butir khromatinnya erwarna merah dan

tidak begitu padat kalau dibandingkan dengan inti netrofil. Eosinofil berkaitan

erat dengan peristiwa alergi, karena sel-sel ini ditemukan dalam jaringan

yaang mengalami reaksi alergi. Eosinofil mempunyai kemampuan melakukan

fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrofil. Eosinofil

memfagositosis komplek antigen dan antibodi, ini merupakan fungsi eosinofil

untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibodi.

Eosinofil mengandung banyak protein seperti, profibrinolisin, diduga

12
berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan

cairnya diubah oleh proses-proses Patologi.

BASOFIL

Jenis sel ini terdapat paling sedikit diantara sel granulosit yaitu sekitar

0.5%, sehingga sangat sulit diketemukan pada sediaan apus. Ukurannya

sekitar 10-12 μm sama besar dengan netrofil. Kurang lebih separuh dari sel

dipenuhi oleh inti yang bersegmen-segmen ata kadang-kadang tidak teratur.

Inti satu, besar bentuk pilihan irreguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma

basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti,

sehingga tidak mudah untuk mempelajari intinya.

Granul spesifik bentuknya ireguler berwarna biru tua dan kasar tampak

memenuhi sitoplasma.Granula basofil mensekresi histamin yang berperan

dalam dalam proses alergi basofil merupakan sel utama pada tempat

peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Memiliki sifat seperti

sel mast.

2.Agranulosit

Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen dengan inti

bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler yaitu :

 Limfosit

 Monosit

13
LIMFOSIT

Jumlah limfosit menduduki nomer 2 setelah netrofil yaitu sekitar 1000-

3000 per mm3 darah atau 20-30% dari seluruh leukosit. Limfosit mempunyai

kedudukan yang penting dalam sistem imunitas tubuh, sehingga sel-sel

tersebut tidak saja terdapat dalam darah, melainkan dalam jaringan khusus

yang dinamakan jaringan limfoid. Berbeda dengan sel-sel leukosit yang lain,

limfosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang belum dapat berfungsi secara

penuh oleh karena harus mengalami differensiasi lebih lanjut. Apabila sudah

masak sehingga mampu berperan dalam respon immunologik, maka sel-sel

tersebut dinamakan sebagai sel imunokompeten. Sel limfosit imunokompeten

dibedakan menjadi limfosit B dan limfosit T, walaupun dalam sediaan apus

kita tidak dapat membedakannya. Limfosit T sebelumnya mengalami

diferensiasi di dalam kelenjar thymus, sedangkan limfosit B dalam jaringan

yang dinamakan Bursa ekivalen yang diduga keras jaringan sumsum tulang

sendiri. Kedua jenis limfosit ini berbeda dalam fngsi immunologiknya.

Sel-sel limfosit T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler

dan mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen

asing. Sel limfosit B bertugas untuk memproduksi antibody humoral antibody

response yang beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus

dengan antigen asing yang menyebabkan antigen asing tersalut antibody,

kompleks ini mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel

14
atau sel K) dari organisme yang menyerang. Sel T dan sel B secara marfologis

hanya dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh antigen.

MONOSIT

Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit.

Sel ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit karena diameternya

sekitar 12-15 μm. Bentuk inti dapat berbentuk oval, sebagai tapal kuda atau

tampak seakan-akan terlipat-lipat. Butir-butir khromatinnya lebih halus dan

tersebar rata dari pada butir khromatin limfosit.

Sitoplasma monosit terdapat relatif lebih banyak tampak berwarna biru

abu-abu. Berbeda dengan limfosit, sitoplasma monosit mengandung butir-

butir yang mengandung perioksidase seperti yang diketemukan dalam netrofil.

Monosit mampu mengadakan gerakan dengan jalan membentuk

pseudopodia sehingga dapat bermigrasi menembus kapiler untuk masuk ke

dalam jaringan pengikat. Dalam jaringan pengikat monosit berbah menjadi sel

makrofag atau sel-sel lain yang diklasifikasikan sebagai sel fagositik. Didalam

jaringan mereka masih mempunyai membelah diri. Selain berfungsi

fagositosis makrofag dapat berperan menyampaikan antigen kepada limfosit

untuk bekerjasama dalam sistem imun.

15
Kelainan :

1. Leukopenia

Jika sumsum tulang memproduksi sangat sedikit leukosit, sehingga tubuh

tidak terlindung terhadap banyak bakteri dan agen lain yang mungkin masuk ke

jaringan.

2. Leukimia

Produksi leukosit yang tidak terkontrol disebabkan mutasi yang bersifat

kanker.

3. Mononukleosis Infeksius

Disebabkan oleh virus Epstein –Barr, terjadi peningkatan jumlah limfosit dan

ketidakseimbangan jumlah sel yang abnormal dan tidak matang.

4. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), merusak sistem

kekebalan tubuh dengan cara menyerang rangkaian limfosit tertentu yang disebut

limfosit sel T.

16
2.2.4 Trombosit

Walaupun namanya menunjukan bahwa merupakan sebuah sel, namun

sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai sebuah sel yang utuh karena tidak

memiliki inti. Oleh karena itu dinamakan keping darah. Berbentuk sebagai

keping-keping sitoplasma berukuran 2-5 μm lengkap dengan membran plasma

yang mengelilinginya. Trombosit ini khusus terdapat dalam darah mamalia.

Untuk menentkan jumlahnya, tidak begit mudah karena trombosit mempunyai

kecenderungan untuk bergumpal. Diperkirakan jumlahnya sekitar 150-450ribu

setiap μl, sedang umurnya sekitar 8 hari.

Pada sediaan apus darah, trombosit sering terdapat bergumpal . Setiap

keping tampak bagian tepi yang berwarna biru muda yang dinamakan

Hialomer dan bagian tengah yang berbutir-butir berwarna ungu dinamakan

granulomer atau khromomer. Hialomer mempunyai tonjolan-tonjolan

sehingga bentknya tidak teratur.

Kelainan :

1. Hemofilia

Merupakan penyakit yang menyebabkan sukarnya dalam pembekuan

darah. Penyakit perdarahan yang seluruhnya timbul pada pria. Penyakit ini

disebabkan oleh kelainan atau defisiensi faktor VIII (faktor antihemofilik,

globulin antihemofilik, A antihemofilik) atau defisiensi faktor IX (komponen

17
tromboplastin plasma, faktor Christmas, faktor B). Kedua faktor tersebut

diturunkan secara genetik melalui kromosom wanita.

2. Purpura

Pendarahan yang terjadi di dalam kulit/membran mukosa yang

merupakan abnormalitas keping darah.

3. Hipotrombinemia

Merupakan penyakit akibar depresi protrombin di dalam darah yang

menyebabkan kerusakan hati dan malabsorpsi vit.K.

4. Trombositopenia

Trombosit dalam darah yang bersirkulasi dalam darah jumlahnya

sangat sedikit. Sehingga adanya perdarahan seperti hemofilia. Namun,

trombositopenia ini terjadi perdarahan di kapiler-kapiler kecil, venula,

sedangkan hemofilia terjadi perdarahan pada pembuluh besar. Penderita

trombositopenia di seluruh jaringan tubuhnya timbul bintik-bintik perdarahan.

2.3 Anemia

2.3.1 Definisi Anemia

Anemia adalah defisiensi Fe apabila kadar Hb < 11 g/dl disertai 1 atau

2 kriteria ini terpenuhi, yaitu RDW = 15 % atau index Mentzer >13. Bila nilai

index Mentzer <13 maka pasien diduga menderita thalassemia; sedangkan

bila nilai index Mentzer >13 maka pasien diduga menderita anemia defisiensi

Fe.

18
Batas normal kadar hemoglobin

Kelompok Umur Hemoglobin (g/dl)


6 bulan – 6 tahun 11
Anak
6 tahun – 14 tahun 12
Laki-laki 13
Dewasa Wanita 12
Wanita hamil 11

Rasa lemah, letih, hilang nafsu makan, menurunya daya konsentras dan sakit

kepala atau pening adalah gejala awal anemia. Pada kasus yang lebih parah, sesak

nafas disertai gejala lemah jantung dapat terjadi. Untuk memastikan, diagnosa perlu

dilakukan pemeriksaan laboratorium, diantaranya dilakukan penentuan kadar

hemoglobin atau hematokrit dalam darah (Kardjati Sakit, 1985).

2.3.2 Tipe-tipe Anemia, Penyebab, Epidemologi, dan Histopatologi

1. Anemia Hemoragi

Anemia hemoragi adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau

jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh

perdarahan hebat.

Penyebab:

Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia. Jika

kehilangan darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari jaringan diluar

pembuluh darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap

terisi. Akibatnya darah menjadi lebih encer dan persentase sel darah

merah berkurang.

19
Pada akhirnya, peningkatan pembentukan sel darah merah akan

memperbaiki anemia. Tetapi pada awalnya anemia bisa sangat berat,

terutama jika timbul dengan segera karena kehilangan darah yang tiba-

tiba, seperti yang terjadi pada:

-Kecelakaan

-Pembedahan

-Persalinan

-Pecahnya pembuluh darah.

Yang lebih sering terjadi adalah perdarahan menahun (terus

menerus atau berulang-ulang), yang bisa terjadi pada berbagai bagian

tubuh:

1. Perdarahan hidung dan wasir : jelas terlihat

2. Perdarahan pada tukak lambung dan usus kecil atau polip dan

kanker usus besar) : mungkin tidak terlihat dengan jelas karena

jumlah darahnya sedikit dan tidak tampak sebagai darah yang

merah di dalam tinja; jenis perdarahan ini disebut perdarahan

tersembunyi

3. Perdarahan karena tumor ginjal atau kandung kemih ; bisa

menyebabkan ditemukannya darah dalam air kemih

4. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak.

2. Anemia Defisiensi Zat Besi

20
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan

besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

Penyebab:

1. Kehilangan zat besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat

berasal dari :

• Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker

kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

• Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.

• Saluran kemih : hematuria

• Saluran napas : hemoptoe.

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau

kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,

rendah vitamin C, dan rendah daging).

3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa

pertumbuhan dan kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau

dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),

polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

Epidemologi

Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling umum terdapat

di dunia. Hampir seperlima dari populasi di dunia menderita anemia

defisiensi besi. Di Amerika  Serikat, wanita lebih banyak menderita anemia

21
defisiensi besi dibanding pria, dimana tingkat insidensinya tertinggi pada

usia reproduktif dan menurun setelah menopause. Di negara berkembang,

penyebab anemia defisiensi besi terbanyak adalah kehamilan dan

perdarahan kronik. Kehilangan darah 2-4 ml/ hari cukup untuk dapat

menyebabkan defisiensi besi. Pada wanita, penyebab terbanyak anemia

defisiensi besi adalah menoragi.

Histopatologi

Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram

berat badan. Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan

protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion

dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi

mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang

terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 %

merupakan Fe yang nonesensial.

Fe esensial ini terdapat pada :

1.      Hemoglobin 66 %

2.      Mioglobin 3 %

3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya

sitokrom oksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase

sebanyak 0,5% 

4.    Pada transferin 0,1 %.

22
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan

hemosiderin sebanyak 25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%.

Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah

hati, jantung dan kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada

daging, ayam dan ikan. Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada

kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal. Susu dan produk

susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya

1-2 mg zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan  nonheme-

iron merupakan sumber utama zat besi.

Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk ferri ( Fe 3+ ).

Kemudian akan direduksi oleh HCl lambung dan vitamin C dalam

makanan menjadi ferro    (Fe2+ ), dan masuk ke usus halus. Zat besi berupa

ferro diabsorbsi terutama didalam duedunum makin ke distal absorbsinya

makin berkurang.

Besi diserap oleh epitel usus dengan bantuan protein transpor yang

dikenal dengan DMT 1 ( Divalen Metal Transporter ). DMT 1 juga

memfasilitasi absorbsi logam lain seperti Mg, Co, Zn dan Cd. Besi akan

dibawa dari luminal ke bagian mukosa epitel usus.

Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1.      Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron

2.      Ferro lebih mudah diserap daripada ferri

3.      Asam lambung akan membantu penyerapan besi

23
4.      absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat

5.      Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa

karena proses pertumbuhan

6.      Absorbsi akan diperbesar oleh protein

7.      Asam askorbat dan asam organik tertentu

Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara

mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga

seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi,

maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi sangat

menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi,

maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.

Besi di dalam tubuh penting untuk pembentukan hemoglobin.

Hemoglobin adalah suatu protein konjugasi dengan berat molekul 64.500

dalton. Molekul hemoglobin terdiri dari 4 subunit heme dan satu protein

yang dinamakan globin. Satu heme mampu mengangkut empat molekul

oksigen ( delapan atom oksigen). Pembentukan heme terjadi secara

bertahap dimulai dari pembentukan kerangka porfirin yang berasal dari

ikatan suksinil-koA dengan glisin membentuk molekul pirol. Empat pirol

bergabung membentuk protoporfirin IX, yang kemudian akan berikatan

dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya setiap molekul

heme akan bergabung dengan rantai polipeptida yang panjang yang disebut

globin, yang disintesis ribosom membentuk hemoglobin. 

24
Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam seluruh sel tubuh,

terutama di hepatosit hati dan sedikit di sel-sel retikuloendotelial sumsum

tulang. Dalam sitoplasma sel, sebagian besar besi bergabung dengan suatu

protein, yakni apoferitin, untuk membentuk feritin. Besi yang disimpan

sebagai feritin disebut besi cadangan.

Feritin tersimpan terutama didalam sel-sel retikuloendotelial seperti

hati, limpa dan sumsum tulang. Cadangan ini tersedia untuk digunakan

oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis. Selain disimpan dalam

bentuk feritin, ada sedikit besi yang disimpan dalam bentuk yang sama

sekali tidak larut disebut hemosiderin. Hal ini terjadi bila jumlah total besi

dalam tubuh melebihi yang ditampung oleh tempat penyimpanan

apoferitin. Hemosiderin membentuk kelompok besar dalam sel. Akibatnya

dapat diwarnai dan dilihat secara mikroskopis sebagai partikel besar dalam

irisan jaringan dengan teknik histologis.

Jumlah besi yang dieksresikan setiap hari adalah minimal, karena itu

absorbsi besi harus diatur sedemikian rupa untuk meghindari penumpukan

besi yang berlebihan dalam tubuh. Jumlah ekskresi besi dalam sehari

adalah sebesar 0,5-1 mg/hari. Ekskresi berlangsung melalui epitel kulit dan

saluran cerna yang terkelupas. Selain itu eksresi juga melalui keringat, urin,

feses, serta rambut yang dipotong. Bila sampai terjadi perdarahan jumlah

besi yang hilang lebih banyak lagi.

25
3. Anemia Sel Sabit

Anemia Sel Sabit adalah penyakit keturunan dimana molekul

hemoglobin yang berbeda dari hemoglobin normalnya karena penggantian

salah satu asam amino pada rantai polipeptida beta.

Penyebab terjadinya anemia sel sabit adalah karena penyakit ini

merupakan penyakit keturunan (thalasemia) dan akan berlangsung selama

hidup. Penderita akan terlahir dengan sel darah merah dengan bentuk sabit

karena memperoleh gen sabit dari orang tuanya.Seseorang yang memiliki gen

sabit dari salah satu orang tuanya, maka hanya sebagai pembawa gen saja.

Seorang pembawa tidak menderita penyakit tersebut, namun memiliki gen

yang menyebabkan penyakit sel sabit.Apabila pembawa menikah dengan

orang yang menderita anemia sel sabit, maka 100% keturunannya akan

menderita anemia sel sabit.

4. Anemia Pernicious / Megaloblastik

Anemia pernisiosa adalah penurunan sel darah merah yang terjadi

ketika tubuh tidak dapat dengan baik menyerap vitamin B12 dari saluran

pencernaan. Vitamin B12 diperlukan untuk pengembangan yang tepat dari sel

darah merah. (Price &Sylvia, 1995). Anemia pernisiosa umumnya disebabkan

oleh defisiensi vitamin B12, merupakan kondisi yang berhubungan dengan

atrofi lambung kronik. Penyakit ini tidak dapat langsung dirasakan dalam

jangka waktu yang pendek, tetapi lesi pada lambung sudah dapat diprediksi

26
beberapa tahun sebelum anemia berkembang (Epstein 1997). Anemia

pernisiosa juga dapat dihubungkan dengan diabetes tipe 1, gangguan tiroid,

dan riwayat penyakit keluarga.

Terdapat beberapa gejala umum yang biasanya dialami oleh penderita

anemia megaloblastik (pernisiosa). Namun demikian, setiap individu mungkin

dapat mengalami gejala yang berbeda satu sama lain. Gejala-gejala tersebut

yaitu antara lain: otot lemas, kaki dan tangan terasa kaku dan atau kesemutan,

sulit berjalan, mual, selera makan menurun, kehilangan berat badan, mudah

tersinggung, mudah lelah atau kekurangan energi, diare, glossitis, dan

tachycardia atau detak jantung meningkat. Tanda-tanda dan gejala-gejala lain

pada anemia pernisiosa adalah pucat atau kulit kekuning-kuningan, demam

tinggi, dan merasa pusing ketika akan berdiri. Bayi dengan kondisi anemia

pernisiosa dapat menunujukkan pergerakan yang tidak biasa atau terhambat

pertumbuhannya dan kegagalan untuk tumbuh subur (para dokter di

MedicineNet.com 2007).

Epidemologi

Di USA, karena etiologi dari anemia megaloblastik beragam, maka

menentukan perkiraan frekuensi anemia megaloblastik menjadi sulit.

Frekuensi anemia pernisiosa dikatakan tinggi di Swedia, Denmark, dan United

Kingdom (100 – 130 kasus per 100.000 populasi). Frekuensi anemia

27
megaloblastik lebih tinggi pada negara-negara yang mengalami malnutrisi dan

suplementasi vitamin untuk orang-orang tua dan wanita hamil tidak tersedia.  

Literatur lama menyebutkan bahwa anemia pernisiosa terutama

mengenai orang kulit putih dan keturunan Skandinavia dan Eropa Utara.

Anemia pernisiosa biasanya mengenai individu yang berumur lebih dari 40

tahun.

Histopatologi

Anemia megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh sintesis

DNA yang terganggu. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara

relatif mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal

hematopoietik dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi

perkembangan sitioplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik cenderung

menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-sel

awal / pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan di dalam

sumsum tulang. Selularitas sumsum tulang sering meningkat, tetapi produksi

sel darah merah berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut sebagai

eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective erythropoiesis).   

Kebanyakan anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi asam

folat (pteroylmonoglutamic acid) dan vitamin B12. Keduanya berperan dalam

metabolisme intraselular.

Asam folat

28
Penyakit pada usus halus dapat mengganggu absorpsi asam folat dari

makanan dan resirkulasi folat lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme

akut atau kronik, asupan harian folat dalam makanan akan terhambat, dan

siklus enterohepatik akan terganggu oleh efek toksik dari alkohol pada sel

parenkim hati. Ini yang menjadi penyebab utama defisiensi folat yang

menimbulkan eritropoiesis megaloblastik.

Folat dalam plasma ditemukan dalam bentuk dari N5-

metiltetrahidrofolat, suatu monoglutamat, yang ditranspor ke dalam sel-sel

oleh zat pengangkut khusus, yaitu dalam bentuk tetrahidro dari vitamin.

Setelah di dalam sel, gugus N5-metil dilepas ke dalam reaksi kobalamin yang

diperlukan, dan folat diubah menjadi bentuk poliglutamat. Konjugasi pada

poliglutamat mungkin bermanfaat untuk penyimpanan folat di dalam sel.

Fungsi utama senyawa folat adalah memindahkan “1-karbon moieties”

seperti gugus-gugus metil dan formil ke berbagai senyawa organik. Sumber

dari “1-karbon moieties” biasanya adalah serin, yang bereaksi dengan

tetrahidrofolat menghasilkan glisin dan N5-10-metilentetrahidrofolat. Sumber

pilihan lain adalah asam formiminoglutamat, suatu lanjutan dalam

metabolisme histidin, yang menyampaikan gugus formiminotetrahidrofolat

dan asam glutamat. Senyawa-senyawa penerima yang sesuai, membentuk

lanjutan metabolik dengan mengubah pembentukan blok-blok yang digunakan

untuk sintesis makromolekul. Bentuk aktif folat adalah tetrahidrofolat (THF).

Vitamin B12

29
Kobalamin adalah vitamin yang memiliki susunan komponen

organometalik yang kompleks, dimana atom cobalt terletak dalam inti cincin,

struktur yang mirip porfirin darimana heme terbentuk. Tidak seperti heme,

kobalamin tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus dipenuhi dari

makanan. Sumber utama hanya dari daging dan susu. Kebutuhan sehari

minimal untuk kobalamin ±2,5mg.

Pada defisiensi kobalamin, maka N5-metiltetrahidrofolat yang tak

terkonjugasi, yang baru diambil dari aliran darah, tidak dapat diubah menjadi

bentuk lain dari tetrahidrofolat oleh transfer metil. Ini yang disebut hipotesis

folat trap. Karena N5-metiltetrahidrofolat adalah substrat yang tak baik untuk

enzim konjugasi, ia akan tetap dalam bentuk tak terkonjugasi dan dengan

perlahan keluar dari sel, sehingga defisiensi folat di jaringan terjadi, dan

menimbulkan hematopoiesis megaloblastik. Hipotesis ini menerangkan

mengapa dengan pemberian folat yang besar dapat menghasilkan remisi

hematologik parsial pada pasien dengan defisiensi kobalamin. 

5. Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah anemia kegagalan sumsum tulang

ditandai adanya pansitopenia dengan sebagian besar kasus terjadi

kelainan sumsum tulang hypoplasia. Menurut bentuk eritrositnya

anemia aplastik merupakan anemia normokromik normositer dan

berdasarkan etiopatogenesisnya anemia aplastik termasuk anemia

30
karena kerusakan jaringan sumsum tulang yang terjadi pengantian oleh

jaringan lemak.

Penyebab:

 Infeksi Seperti virus hepatitis, epstein barr virus, HIV, parovirus,

dan mycobacteria.

 Terpaparnya radiasi, bahan kimia seperti Benzene, insektisida,

Chlorinated hycrocarbons, dan organophospates

 Pemakaian obat-obatan seperti chloramphenicol, phenylbutazone

 Penyakit jaringan ikat seperti rheumatoid arthritis dan systemic

lupus erythematosus (SLE)

 Kehamilan

Gejala klinis yang timbul akibat anemia aplastik adalah

kelelahan, sesak napas, denyut jantung cepat atau tidak teratur, kulit

pucat, sering infeksi atau infeksi berkepanjangan, mudah memar,

mimisan dan gusi berdarah, luka yang mengalami perdarahan

berkepanjangan, ruam kulit, pusing, dan sakit kepala. Pengobatan

untuk anemia aplastik akan meliputi pemberian obat, transfusi darah,

atau transplantasi sel induk.

Epidemologi

31
Insidensi anemia aplastik didapat berkisar antara 2 – 6 kasus per

1 juta penduduk per tahun. Penyakit ini lebih banyak ditemukan di

belahan Timur dunia daripada belahan Barat.

Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 – 25

tahun, puncak insidensi yang lebih jarang muncul setelah usia 60

tahun. Insidensi sesuai jenis kelamin bervariasi secara geografis.

Perjalanan penyakit pada pria lebih berat daripada wanita. Perbedaan

umur dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan,

sedangkan perbedaan geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh

lingkungan.

Histopatologi

Kegagalan produksi eritrosit, lekosit, dan trombosit merupakan

kelainan dasar pada anemia aplastik yang dapat disebabkan oleh:

1. Defek kualitatif populasi stem cell

2. Defek microenvironment sumsum tulang

3. Gangguan produksi/efektivitas hematopoietik growth factors atau

supresi imun

2.3.3 Prognosis

Prognosis adalah peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu

penyakit, sebuah perkiraan kemungkinan hasil akhir gangguan atau penyakit,

baik dengan atau tanpa pengobatan.

32
1. Anemia Defisiensi Besi

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan

diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang

adekuat.

2. Anemia Aplastik

Prognosis pada penderita anemia aplastik tergantung pada tingkat

hipoplasia sumsum tulang, makin berat hipoplasia makin buruk prognosis.

Perjalanan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan hidup selama 4

bulan, 25% selama 4-12 bulan, 35% selama >1 tahun, 10-20% penderita

mengalami perbaikan spontan (pardial/komplit). Dengan transplantasi

sumsum tulang, kelangsungan hidup 6 tahun mencapai 72%, sedangkan

dengan terapi imunosupresif mencapai 45%.

3. Anemia Hemoragi

Tergantung penyakit dasar, dapat mengalami krisis aplastik dan krisis

hemolitik yang ditandai penurunan kadar hemoglobin secara cepat dan

dramatis.

1. Krisis aplastik:

Merupakan krisis yang paling sering terjadi, disebabkan kegagalan

sementara produksi eritrosit. Pada sebagian besar kasus hal ini disebabkan

infeksi B19 human parvovirus (HPV). Terjadi penurunan kadar

hemoglobin disertai penurunan retikulosit (biasnya<1%)

2. Krisis hemolitik:

33
Terjadi penurunan kadar hemoglobin kerana peningkatan destruksi eritrosit

yang kemungkinan disebabkan peningkatan aktivitas limpa. Pada keadaan

ini terdapat peningkatan retikulosit, ikterik bertambah dan lien membesar.

2.3.4 Mekanisme terjadinya anemia berdasarkan gejala

Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah

atau hemoglobin dalam eritrosit berada di bawah normal. Eritrosit mengandung

hemoglobin yang berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan

mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Akibat dari anemia adalah transportasi

sel darah merah akan terganggu dan jaringan tubuh si penderita anemia akan

mengalami kekurangan oksigen guna menghasilkan energi. Maka tidak

mengeherankan jika gejala anemia ditunjukan dengan merasa cepat lelah, pucat,

gelisah, dan terkadang sesak. Serta ditandai dengan warna pucat di beberapa

bagian tubuh seperti lidah dan kelopak mata.

Pertama-tama anemia ditandai penurunan eritrosit dan hemoglobin yang

mengakibatkan penurunan pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh. Oleh karena

itu apabila seseorang kurang darah (anemia) maka akan mengeluh lemah (fatique)

karena oksigen yang ke jaringan dan organ tubuh berkurang. Penurunan

pengangkutan oksigen menyebabkan penurunan sel metabolisme sehingga energi

juga ikut menurun, akibatnya tubuh terasa lemah. Penurunan pengangkutan

oksigen mempengaruhi anaerobic metabolism, yang dimana akan terjadi

34
kekurangan ATP atau energi sehingga mengakibatkan tubuh menjadi lemah juga.

Disini juga akan terjadi penimbunan asam laktat di otot yang mengakibatkan kita

merasa cepat lelah. Ketika tubuh Anda memiliki energi yang sangat sedikit,

kekebalan atau kemampuan tubuh untuk melawan penyakit ikut menurun. Anda

akan mudah jatuh sakit atau kelelahan.

Penurunan pengangkutan oksigen oleh hemoglobin ke otak dapat juga

mengakibatkan hipoksia otak atau berkurangnya pengangkutan oksigen ke otak

sehingga terjadi rasa pusing kepala atau sakit kepala pada penderita anemia. Otak

manusia memanfaatkan sekitar 20% dari oksigen yang digunakan oleh tubuh kita.

Karena otak selalu membutuhkan oksigen untuk menjalankan fungsinya,

kurangnya ketersediaan oksigen dapat memiliki dampak negatif pada fungsi otak.

Sel-sel otak sangat rentan terhadap perubahan pasokan oksigen sehingga para

penderita anemia sudah dapat dipastikan akan mengalami pusing atau sakit kepala

meskipun tidak melakukan aktifitas.

Palpitasi adalah istilah medis untuk denyut jantung tidak teratur, terlalu

kuat atau memiliki kecepatan abnormal. Ketika tubuh mengalami kekurangan

oksigen, denyut jantung meningkat. Hal ini menyebabkan jantung berdebar tidak

teratur dan cepat. Ketika hemoglobin ini berkurang maka kadar oksigen dalam

tubuh juga akan berkurang dan mengakibatkan pola napas yang tidak stabil

sebagai kompensasi adanya gangguan gas dalam tubuh. Gangguan yang

35
menyebabkan jantung berdebar dan pola napas yang tidak teratur ini membuat

penderita anemia menjadi merasa gelisah.

Jika Anda mengalami anemia, wajah Anda akan terlihat pucat. Kulit juga

akan menjadi putih kekuningan. Hal tersebut karena kulit juga membutuhkan

pasokan oksigen yang tetap untuk bereproduksi dan membentuk lapisan baru.

Ketika kulit mengalami kekurangan oksigen, akan berdampak seperti menurunnya

aktivitas sel, hilangnya kelembutan, dan kulit terlihat pucat.

Penyebab paling umum anemia adalah kekurangan zat besi. Zat besi

sendiri berperan penting dalam membentuk hemoglobin dan memberikan warna

merah tua pada sel darah serta membantu membawa oksigen ke sel-sel tubuh.

Kebanyakan dari wanita tidak menyadari bahwa dirinya mengalami anemia

sampai ia menjalani tes darah seperti pada waktu donor darah atau tes darah

lengkap. Wanita lebih beresiko mengalami anemia daripada pria. Hal ini

dikarenakan wanita setiap bulannya kehilangan darah pada saat menstruasi dan

harus memproduksi banyak darah. Volume darah haid yang keluar rata-rata

mencapai 35-50 ml atau sekitar tujuh hingga 10 sendok teh per hari. Sementara,

per 30 ml volume darah yang hilang pada periode itu, wanita kehilangan 30 mg

zat besi. Jumlah zat besi di dalam tubuh orang normal berkisar antara 3 – 5 gr ,

yang berada di dalam hemoglobin sebanyak 1,5 – 3,0 gr dan sisa lainnya terdapat

di dalam plasma dan jaringan. Karena banyaknya darah yang hilang, tidak heran

jika setiap perempuan yang tengah  haid mengalami lemas.

36
2.3.5 Pengobatan anemia

Anemia Defisiensi Zat Besi

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.

Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan

dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi. Dengan

pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas

ferosus 3 x 10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5

gr %.

a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero

glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan

kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan

kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia

(Saifuddin, 2002).

b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat

besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan

atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat

parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2

x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr%

(Manuaba, 2001).

37
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan

dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering

pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda.

Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan

alat sachli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai

berikut:

1)     Hb 11 gr% : Tidak anemia

2)      Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

3)      Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang

4)      Hb < 7 gr% : Anemia berat

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800

mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan

plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin

maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan

kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10

mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan

sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288

hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga

kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).

38
Anemia Pernicious:

Dihasilkan dari kobalamin dalam makanan terutama makanan yang

mengandung sumber hewani seperti daging dan telur. Vitamin B12 merupakan

bahan esensial untuk produksi sel darah merah dan fungsi sistem saraf secara

normal. Anemia jenis ini biasanya disebabkan karena kurangnya masukan,

panderita alkoholik kronik, pembedahan lambung dan ileum terminale,

malabsorpsi dan lain-lain. Adapun gejala dari penyakit ini berupa penurunan

nafsu makan, diare, sesak napas, lemah, dan cepat lelah. Untuk

pengobatannya dapat diberikan suplementasi vitamin B12.Defisiensi vitamin

B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh

defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin

B12 dengan injeksi IM.Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin

B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa

atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.

Anemia aplastic:

Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi

immunosupresif dengan antithimocyte globulin ( ATG ) yang

diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika

transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat

39
diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet ( Phipps,

Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995 ).

Terapi

 Prednison/kortikosteroid 2-5 mg/KgBB/hari secara oral

 Androgen/testosteron 1-2 mg /KgBB/ hari secara parenteral

 Transfusi darah bila perlu

 Pengobatan terhadap infeksi sekunder

 Makanan lunak

 Istirahat

 Transplantasi sumsum tulang pada pasien muda, Antithymocyte

Globulin (ATG) untuk pasien tua.

Anemia Sel Sabit (Sickle cell anemia)

Saat diagnosis (baru)

- Atasi anemia dengan transfusi Packed Red Cell (PRC) bila Hb <6g/dL dan

dipertahankan >12 g/dL

40
- Atasi komplikasi karena penyakit : gagal jantung karena anemia beri oksigen,

transfusi, diuretik, digitalisasi hanya bila Hb >8 g/dL. Jika ada infeksi beri antibiotik.

- Lengkapi antropometri

- Lengkapi penunjang : kadar besi dan feritin, foto tulang, analisa Hb, rontgen thorak

dan EKG, pemeriksaan DNA

- Imunisasi hepatitis B

 Tindak lanjut (pasien lama)

- Kontrol Hb 2- 4 minggu, darah lengkap setiap 4 minggu

- Pemberian kelasi besi (deferoxamin /DFO): jika kadar feritin ³2000 mg/L diberikan

5 hari dalam 1 minggu, jika kadar feritin <2000 mg/L diberikan tiap kali transfusi

- Pemantauan fungsi organ : setiap 3 bulan

- Splenektomi

- Atasi komplikasi: untuk dekomp kordis jika Hb>8 g/dL dan ada kardiomiopati beri

dosteral IM, transfusi. Jika Hb < 8 g/dL oleh karena anemi dapat dilakukan transfusi,

dosteral biasa.

- Obat-obatan seperti vitamin C dan asam folat 2-5 mg/hari.

41
- Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan, transfusi darah

diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g/dL) atau bila anak mengeluh

tidak mau makan dan lemah

- Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent yaitu

desferal secata intramuskular atau intavena.

- Splenektomi dilakukan pada anak 2 tahun sebelum didapatkan tanda hipersplenisme

atau hemosiderosis.

- Pemberian vitamin.

Anemia Hemoragi

Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan beratnya anemia yang

terjadi.Satu-satunya pengobatan untuk kehilangan darah dalam waktu yang singkat

atau anemia yang berat adalah transfusi sel darah merah. Selain itu, sumber

perdarahan harus ditemukan dan perdarahan harus dihentikan.

Jika darah hilang dalam waktu yang lebih lama atau anemia tidak terlalu berat, tubuh

bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah yang cukup untuk memperbaiki anemia

tanpa harus menjalani transfusi. Pada anemia pasca perdarahan, diberikan transfusi

darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan

infus apa saja yang tersedia.

42
2.4 Hematopoiesis sel darah dan eritropoiesis

Hematopoiesis merupakan proses pembentukan komponen sel darah,

dimana terjadi proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara

serentak.

Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipatgandaan jumlah

sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah.

Maturasi merupakan proses pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi

menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang

berbeda-beda.

Hematopoiesis pada manusia terdiri atas beberapa periode :

1. Mesoblastik

Dari embrio umur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk sac.

Yang dihasilkan adalah HbG1, HbG2, dan Hb Portland.

2. Hepatik

Dimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati Sedangkan pada

limpa terjadi pada umur 12 minggu dengan produksi yang lebih sedikit dari

hati. Disini menghasilkan Hb.

3. Mieloid

Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum

tulang, kelenjar limfonodi, dan timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis

43
berlangsung seumur hidup terutama menghasilkan HbA, granulosit, dan

trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama sel-sel limfosit, sedangkan pada

timus yaitu limfosit, terutama limfosit T.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah di

antaranya adalah asam amino, vitamin, mineral, hormone, ketersediaan

oksigen, transfusi darah, dan faktor- faktor perangsang hematopoietik.

Eritropoiesis

Eritrosit (sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong kuning telah

saat embrio pada minggu-minggu pertama. Proses pembentukan eritrosit disebut

eritropoisis. Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit terbentuk di dalam hati, limfa,

dan kelenjar sumsum tulang. Produksi eritrosit ini dirangsang oleh hormon

eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang membranosa.

Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum tulang semakin

turun.

Sel pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang

terdapat di sumsum tulang. Sel ini akan membentuk berbagai jenis leukosit, eritrosit,

megakariosit (pembentuk keping darah). Rata-rata umur sel darah merah kurang lebih

120 hari. Sel-sel darah merah menjadi rusak dan dihancurkan dalam sistem retikulum

endotelium terutama dalam limfa dan hati.

44
Eritrosit paling awal adalah proeritroblas. Sel ini relatif besar dengan garis tengah

12µm sampai 15 µm. Kromatin dalam intinya yang bulat besar tampak berupa

granula halus dan biasanya terdapat dua nukleolus nyata. Sitoplasmanya jelas

basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom dan polisom yang

tersebar merata makin bertambah dan lebih menonjolkan basofilianya.

Turunan proeritroblas disebut eritroblas basofilik. Sel ini agak lebih kecil

daripada proeritroblas. Intinya yang bulat lebih kecil dan kromatinnya lebih padat.

Sitoplasmanya bersifat basofilik merata karena banyak polisom, tempat pembuatan

rantai globin untuk hemoglobin.

Sel pada tahap perkembangan eritroid disebut eritroblas polikromatofilik. Warna

polikromatofilik yang tampak terjadi akibat polisom menangkap zat warna basa pada

pulasan darah, sementara hemoglobin yang dihasilkan mengambil eosin. Inti

eritroblas polikromatofilik agak lebih kecil daripada inti eritroblas basofilik, dan

granula kromatinnya yang kasar berkumpul sehingga mengakibatkan inti tampak

sangat basofilik. Pada tahap ini tidak tampak anak inti. Eritroblas polikromatofilik

merupakan sel paling akhir pada seri eritroid yang akan membelah.

Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan normoblas, inti yang terpulas

gelap mengecil dan piknotik. Inti ini secara aktif dikeluarkan sewaktu sitoplasmanya

masih agak polikromatofilik, dan terbentuklah eritrosit polikromatofilik. Eritrosit

45
polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai retikulosit dengan polisom yang masih

terdapat dalam sitoplasma berupa retikulum.

2.5 Mekanisme pembentukan darah

Proses pembekuan darah merupakan rangkaian dari reaksi enzimatik

yang melibatkan protein plasma yang disebut sebagai faktor-faktor

pembekuan, fosfolipid, dan ion kalsium. Faktor pembekuan darah pada

umumnya dibentuk di hati. Dalam keadaan normal faktor pembekuan dalam

bentuk inaktif, serupa dengan fibrinogen dan protrombin. Faktor pembekuan

setelah diaktifkan maka akan mengaktifkan faktor lainnya. Trombin

merupakan enzim proteolitik yang mempunyai beberapa proteolitik dengan

fungsi yaitu mengubah fibrinogen menjadi fibrin (Setiabudi, 2007; Sherwood,

2001; Sudoyo, 2006).

Pembekuan dimulai ketika keping-keping darah dan faktor–faktor lain

dalam plasma darah kontak dengan permukaan yang tidak biasa, seperti

pembuluh darah yang rusak atau terluka.Pada saat terjadi luka pada

permukaan tubuh, komponen darah, yaitu trombosit akan segera berkumpul

mengerumuni bagian yang terluka dan akan menggumpal sehingga dapat

menyumbat dan menutupi luka.

Pembekuan darah dapat dilakukan dengan dua jalur yang berbeda:

46
1. Mekanisme ekstrinsik, yaitu pembekuan darah dimulai dari faktor eksternal

pembuluh darah itu sendiri.

a. Tromboplastin (membran lipoprotein) yang dilepas oleh sel – sel jaringan yang

rusak mengaktivasi protrombin (protein plasma) dengan bantuan ion kalsium

untuk membentuk trombin.

b. Trombin mengubah fibrinogen yang dapat larut, menjadi fibri yang tidak dapat

larut. Benang – benang fibrin membentuk bekuan, atau jaring – jaring fibrin,

yang menangkap sel darah merah dan trombosit serta menutup aliran darah.

2. Mekanisme intrinsik, pembekuan terjadi dengan lebih sederhana. Melibatkan 13

faktor pembekuan yang hanya ada di plasma darah. Setiap faktor protein

(dinomori

dengan angka Romawi) berada dalam keadaan inaktif; jika salah satu diaktivasi,

maka aktivitas enzimatiknya akan mengaktivasi faktor selanjutnya

dalamrangkaian, yang menghasilkan rangkaian reaksi (cascade of reaction) untuk

membuat bekuan.

Mekanisme pembekuan darah:

1. Kulit terluka menyebabkan darah keluar dari pembuluh. Trombosit ikut keluar

juga bersama darah kemudian menyentuh permukaan–permukaan kasar dan

menyebabkan trombosit pecah. Trombosit akan mengeluarkan zat (enzim)

yang disebut trombokinase.

47
2. Trombokinase akan masuk ke dalam plasma darah dan akan mengubah

protrombin menjadi enzim aktif yang disebut trombin. Perubahan tersebut

dipengaruhi ion kalsium (Ca²+) di dalam plasma darah. Protrombin adalah

senyawa protein yang larut dalam darah yang mengandung globulin. Zat ini

merupakan enzim yang belum aktif yang dibentuk oleh hati. Pembentukannya

dibantu oleh vitamin K.

3. Trombin yang terbentuk akan mengubah firbrinogen menjadi benang –

benang fibrin. Terbentuknya benang–benang fibrin menyebabkan luka akan

tertutup sehingga darah tidak mengalir keluar lagi. Fibrinogen adalah sejenis

protein yang larut dalam darah.

Faktor proses pembekuan darah:

1. Faktor I  Fibrinogen

48
2. Faktor II  Protrombin

3. Faktor III  Thromboplastin

4. Faktor IV  Kalsium

5. Faktor V  Proaselerin

6. Faktor VI  -

7. Faktor VII  Prokonvertin

8. Faktor VIII  Faktor antihemofilik/AHF

9. Faktor IX  Komponen plasma Tromboplastin (PTC)

10. Faktor X  Faktor stuart – prower

11. Faktor XI  Plasma Thromboplastin Antecendent (PTA)

12. Faktor XII  Faktor Hageman

13. Faktor XIII  Faktor stabilisasi Fibrin

Sumber faktor pembekuan:

1. Hati: mensintesis sebagian besar faktor pembekuan.

2. Vitamin K: mensintesis protrombin dan faktor pembekuan lainnya dalam hati.

Kelainan proses pembekuan:

1. Hemoifilia: waktu pembekuan sangat lama.

2. Afibrinogenemia: kekurangan fibrinogen karena destruksi plasma fibrinogen oleh

fibrinosilin.

3. Hipotrombinemia: depresi protrombin dalam darah karena kerusakan

hati/malabsorpsi vitamin K.

4. Disfibrinogenemia: kekurangan faktor VII tapi jarang terjadi.

49
5. Embolus: thrombus (bekuan yang abnormal) yang terlepas dan ikut dalam aliran

darah

dapat menyumbat aliran darah.

6. Trombositopenia: terdapat sejumlah kecil trombosit abnormal dalam darah (di

bawah

100.000 per mmᶟ). Ini akan memperlambat koagulasi dan memperbesar risiko

perdarahan pembuluh darah kecil dalam tubuh.

2.6 Penggolongan darah

Penggolongan darah adalah pengklasifikasian darah dari suatu individu

berdasarkan ada atau tidak adanya zat antigenwarisan pada permukaan membran

sel darah merah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis karbohidrat

dan protein pada permukaan membran sel darah merah tersebut.

Aglutinin disebut juga antibodi yaitu senyawa kimia yang berperan dalam

menjalankan fungsi sistem kekebalan tubuh. Di dalam darah, aglutinin dijumpai

dalam plasma darah. Ada dua macam aglutinin, yaitu aglutinin-a (zat anti-A) dan

aglutinin-b (zat anti-B).Aglutinogen disebut juga antigen. antigen sendiri

diartikan sebagai senyawa kimia yang dapat merangsang aktifnya sistem

50
kekebalan tubuh. Antigen bisa dijumpai di dalam darah tepatnya berada pada sel

darah merah. Ada dua jenis antigen yaitu tipe-A dan tipe-B.

Ahli imunologi (ilmu tentang kekebalan tubuh) kebangsaan Austria bernama

Karl Landsteiner (1868-1943) mengelompokkan golongan darah manusia.

Berdasarkan ADA ATAU TIDAK ADANYA AGLUTINOGEN maka golongan

darah dikelompokkan menjadi golongan darah A, B, AB, dan O.

Golongan darah A, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan aglutinin-b

dalam plasma darah.

Golongan darah B, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-B dan aglutinin-a

dalam plasa darah.

Golongan darah AB, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan B, dan

plasma darah tidak meiliki aglutinin.

Golongan darah O, yaitu jika eritrosit tidak memiliki agutinogen-A dan B, dan

plasma darah memiliki aglutinin-a dan b.

Tabel Golongan Darah Berdasarkan Aglutinin dan Aglutinogen

Golongan Darah Aglutinogen Aglutinin


A A b
B B a
AB A dan B Tidak Ada
O Tidak Ada a dan b
Uji Golongan Darah

Uji golongan darah atau tes darah dilakukan untuk mengetahui golongan

darah seseorang. Cara melakukan tes darah adalah dengan mengambil sampel

darah orang yang akan di tes golongan darahnya, kemudian sampel darah tersebut

51
,masing- masing akan ditetesi oleh serum anti A, anti B dan anti AB. Serum

tersebut identik dengan aglutinin sehingga serum tersebut dapat menggumpalkan

darah apabila bercampur dengan darah yang memiliki aglutinogen yang sesuai.

Contohnya seseorang dengan golongan darah A jika ditetesi dengan

serum anti A maka darahnya akan menggumpal, karena aglutinogen pada darah

orang tersebut bercampur dengan serum anti A yang identik dengan aglutinin a.

Sedangkan ketika ditetesi serum anti B darahnya tidak menggumpal karena orang

tersebut tidak memiliki aglutinogen B sehingga serum anti B tidak

menggumpalkan darah.

Tabel aglutinasi golongan darah dengan serum anti A, Anti B dan anti AB

Golongan Serum Anti A/ Serum anti B/ Serum anti AB/ Aglutinogen

Darah Aglutinin a Aglutinin b Aglutinin ab


A Menggumpal Tidak Menggumpal A

Menggumpal
B Tidak Menggumpal Menggumpal B

Menggumpal
AB Menggumpal Menggumpal Menggumpal AB
O Tidak Tidak Tidak Tidak Ada

Menggumpal Menggumpal Menggumpal

52
Metode Rhesus

Cara lain dalam mengelompokan golongan darah adalah dengan

menggunakan metode Rhesus.Tipe Rhesus ini pertama kali ditemukan pada

eritrosit kera spesies Maccacus rhesus. Rhesus positif (+) maka di dalam

eritrositnya terdapat aglutinogen/ antigen rhesus (Disebut juga aglutinogen D).

Rhesus negative (-) maka di dalam eritrositnya tidak terdapat aglutinogen/ antigen

rhesus (Aglutinogen D).

53
Rhesus positif (+) bersifat dominan, sedangkan rhesus negative (-) bersifat resesif

sehingga tipe rhesus positif (+) tidak bisa mendonorkan darahnya ke tipe rhesus

negative (-).

Kira-kira 85% dari seluruh bangsa berkulit putih adalah Rh negatif, sedangkan

pada bangsa Afrika yang berkulit hitam 100% adalah Rh positif.

Golongan darah rhesus ini dapat mempengaruhi keturunan dan jika terjadi

ketidakcocokan maka dapat menyebabkan kelainan eritroblastosis fetalis.

Tabel Fenotip dan Genotip

               Macam Rhesus                      Fenotip                       Genotip


      Rhesus (+)         Rhesus Positif       Rh+Rh+ / Rh+Rh-
      Rhesus (-)         Rhesus Negatif       Rh-Rh-

2.7 Cairan tubuh

Tubuh manusia sebagian besar terdiri atas cairan, persentasenya dapat

berubahtergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada

bayi usia <1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia

> 1 tahunmengandung air sebanyak 70-75%. Seiring dengan pertumbuhan seseorang

persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada

laki-lakidewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat

badan

Faktor – faktor yang menentukan jumlah air dalam tubuh:

54
1. Massa tubuh

Pada orang yang memiliki berat badan yang cenderung besar memiliki kandungan

air yang lebih sedikit dibandingkan yang memiliki berat badan yang cenderung kecil.

Berfungsi untuk menjaga metabolisme tubuh yang stabil.

2. Suhu

Jika kita berada di tempat yang bersuhu tinggi, tubuh kita akan mengeluarkan

keringat agar suhu tubuh kita tetap stabil (tidak ikut panas). Jika berada di tempat

dingin, tubuh akan segera memproduksi panas. Salah satu hasil dari pembuatan panas

tubuh ini adalah air yang harus dibuang melalui prosesi pengeluaran urin

3. Gender (sex)

Kandungan air dalam tubuh lebih banyak pada pria daripada wanita

4. Usia

Semakin tua memiliki kandungan air yang semakin sedikit.

Pembagian Cairan Tubuh:

1. Kompartmen intrasel

Sekitar 25 dari 40 liter cairan di dalam tubuh terdapat di dalam kira-kira

75 triliun sel tubuh dan secara besama-sama disebut cairan intrasel. Cairan tiap sel

mengandung campuran berbagai unsurnya sendiri, tetapi konsentrasi unsure-unsur

55
ini agak sama dari satu sel dengan sel lain. Oleh karena itu, cairan intrasel dari

semua sel yang berbeda-beda dianggap sebagai satu kompartemen cairan besar,

meskipun sebenarnya ia merupakan kumpulan triliunan kompartemen kecil.

2. Kompartmen extrasel

Semua cairan di luar sel disebut cairan ekstrasel, dan cairan ini terus-menerus

bercampur. Jumlah total cairan di dalam kompartemen ekstrasel kira-kira 15 liter

pada orang dewasa dengan berat 70 kg.

Cairan ekstrasel dapat dibagi menjadi:

1. Cairan interstisial

Cairan interstisial terletak di dalam ruang antarsel. Sebagian kecil darinya

bebas dalam bentuk cairan yang benar-benar mengalir, sedangkan mungkin lebih

daripada 99% terdapat di dalam gel ruang interstisial. Gel tersebut menghalangi

semua kecuali sangat sedikit aliran cairan melalui ruang jaringan. Namun, zat-zat

terlarut masih dapat bergerak melalui ruang-ruang tersebut dalam jumlah besar

dengan proses difusi.

2. Plasma

Plasma merupakan bagian darah bukan-sel. Plasma merupakan bagian cairan

ekstrasel dan terus-menerus berhubungan dengan cairan interstisial melalui pori-

pori kapiler. Hilangnya plasma dari system sirkulasi melalui pori-pori kapiler

56
diperkecil oleh tekanan osmotik koloid yang ditimbulkan oleh protein plasma.

Namun, kapiler cukup berpori-pori bagi kebanyakan zat terlarut dan molekul air

untuk berdifusi melalui kapiler dengan bebas, yang memungkinkan pencampuran

hampir semua zat, kecuali protein secara terus-menerus di antara plasma dan

cairan interstisial.

3. Cairan cerebrospinal

Cairan serebrospinal terdiri dari semua cairan di dalam ventrikel otak dan di

dalam ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Cairan ini

mempunyai unsure yang sedikit berbeda dari cairan interstisial dan plasma karena

difusi bolak-balik di antaranya dan plasma agak terbatas dank arena sekresi aktif

bebrapa zat oleh pleksus koroideus. Meskipun demikian, cairan serebrospinal

sedemikian menyerupai cairan interstisial sehingga ia dianggap benar-benar

merupakan bagian dari cairan interstisial

4. Cairan intraokuler

Cairan intraokuler merupakan cairan di dalam mata, yang mempunyai sifat-

sifat serupa dengan cairan serebrospinal, dan ini kembali merupakan hasil difusi

dan sekresi.

5. Cairan ruang-ruang potensial.

57
Di dalam tubuh ada banyak ruang yang biasanya mengandung sedikit cairan

tetapi dalam keadaan khusus dapat terisi dengan cairan dalam jumlah banyak. Ini

disebut ruang potensial. Contoh suatu ruang potensial adalah ruang di antara

pleura visreal dan parietal paru-paru. Biasanya hanya ada 10-15 ml cairan sangat

kental dalam ruang ini, tetapi dalam keadaan abnormal jumlah rata-rata sekitar 40

liter, atau 57% dari massa tubuh total.

Konsep dasar pengaturan cairan:

1. Mekanisme homeostasis yg memantau dan mengatur komposisi cairan tubuh peka

terhadap perubahan dlm cairan ekstraseluler.

2. Tidak ada reseptor secara langsung memantau keseimbangan cairan,reseptor dapat

memantau volume dan konsentrasi osmotik plasma.

3. Perbedaan tekanan osmotik dpt menyebabkan transpor aktif garam dan diikuti

transpor pasif air.

4. Air dan elektrolit dlm tubuh meningkat bila yg masuk lebih besar daripada yg

keluar.

Fungsi Cairan Tubuh:

1. Memperlancar sistem pencernaan

58
Mengonsumsi air cukup dalam sehari akan memperlancar sistem pencernaan

sehingga kita akan terhindari dari masalah-masalah pencernaan seperti maag

ataupun sembelit. Pembakaran kalori akan berjalan efisien.

2. Membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel-sel yang rusak.

3. Melarutkan dan membawa nutrisi, Oksigen dan hormon ke seluruh sel tubuh.

4. Melarutkan dan mengeluarkan zat-zat sampah dari dalam tubuh.

5. Sebagai katalisator dalam tubuh.

6. Sebagai pelumas sendi-sendi.

7. Menstabilkan suhu tubuh.

8. Meredam benturan bagi organ vital didalam tubuh.

2.8 Dehidrasi dan edema

Dehidrasi

 Terjadi saat air dalam tubuh tidak mencukupi untuk melakukan fungsi kerja

tubuh secara normal.

 Pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum).

 Disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh

59
Dehidrasi terbagi menjadi 3, yaitu :

1. Dehidrasi ringan

2. Dehidrasi sedang

3. Dehidrasi berat

1. Dehidrasi Ringan

Jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan. ciri-ciri:

 mulut kering dan lengket

 mengantuk/lelah

 Haus

 urin sedikit

 airmata kurang/kering dan otot lemah

 Sakit kepala/pusing/silau melihat sinar

2. Dehidrasi Sedang

jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan. Ciri-ciri:

 Tekanan darah menurun

 Pingsan

60
 Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung

 Kejang

 Perut kembung

 Gagal jantung

 Ubun-ubun cekung

 Denyut nadi cepat dan lemah

3. Dehidrasi Berat

jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan. Ciri-Ciri:

 haus berat

 sangat mengantuk dan kebingungan

 tidak berkeringat

 urin sedikit berwarna kuning gelap/tidak ada urin

 mata cekung

 Menggigil

 kulit kering dan elastisitas hilang

61
 tekanan darah rendah

 nadi cepat

 panas serta kesadaran menurun

 kematian

Penyebab terjadinya dehidrasi

 Berkeringat terlalu banyak:seperti di tempat panas yg tinggi (oven, lokomotif,

dan padang pasir) tanpa pemasukan cairan tambahan sebagai pengganti

karena keringat mengandung banyak natrium dan klorida.

 Muntah-muntah yang hebat: di mana bersama air juga keluar hidrogen dan

klorida yg bisa mengganggu keseimbangan asam basa menjadi alkalosis

(penimbunan basa).

 Diare yang hebat: di mana bersama air & elektrolit juga keluar HCO3 dan

terjadi asidosis bersama dehidrasi.

 Diuresis (jumlah air kemih berlebihan): misalnya karena obat-obat diuretika

dan beberapa penyakit ginjal. Kompartemen cairan tubuh yg hilang pertama

kali adalah cairan interstisial disusul dgn pergerakan pindah dari cairan

62
intravaskular (plasma). Kedua kompartemen cairan inilah yang paling cepat

berpindahnya.

Odem/Edema

 Terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial atau di dalam berbagai

rongga tubuh lebih dari jumlah yang biasa akibat gangguan pertukaran cairan

dan elektrolit antara plasma dengan jaringan interstisial.

 Edema yang terjadi di seluruh tubuh dinamakan anasarka.

Faktor Penyebab Edema

1. Tekanan darah kapiler

Tekanan darah meningkat sehingga darah seperti diperas ke jaringan. Hal ini

dapat terjadi karena:

a. Bendungan vena cava inferior & vena dalam panggul yg menyebabkan edema

pd kaki misalnya pd ibu hamil

b. Dilatasi / pelebaran arteriola

2. Berkurangnya jumlah protein plasma

63
Hal ini menyebabkan tekanan osmotik koloid plasma berkurang sehingga daya

tarik cairan ke arah lumen pembuluh darah berkurang. Keseimbangan cairan

bergeser ke arah jaringan.

3. Bendungan aliran limfe

 Bila aliran limfe terbendung pada bagian tubuh maka mekanisme

pengembalian molekul-molekul besar (protein) yang lolos ke jaringan dan ke

aliran darah (melalui vena sutklavia) tidak terjadi.

 Akibatnya molekul-molekul protein tersebut makin lama makin banyak

terkumpul di jaringan interstisial, tentu saja akan meningkatkan tekanan

koloid osmotik jaringan, kemudian terjadi penggeseran cairan ke arah jaringan

interstisial lebih banyak dari biasanya disebut udem (edema).

4. Permeabilitas kapiler yang meningkat

Dinding kapiler bisa berubah menjadi sangat permeabel pada keadaan tertentu

seperti:

 pada bagian tubuh yang mengalami luka bakar,

 penderita syok dimana secara tiba-tiba permeabilitas sangat

meningkat, plasma berpindah cepat ke jaringan, volume vaskular menjadi

kurang, darah yang kembali ke jantung berkurang, dan akhirnya organ-organ

vital kekurangan darah;

64
 terkena toksin infeksi kuman sehingga meningkatkan permeabilitas

dinding pembuluh darah.

5. Ginjal gagal membuang air

 Jumlah air yang masuk seperti biasa, tetapi pengeluaran air berkurang

sehingga mengakibatkan air terkumpul dalam badan. Ginjal terlalu banyak

mengabsorpsi natrium dan air karena tingginya hormon aldosteron yang

dikeluarkan oleh korteks adrenal.

65
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Analisis Kasus

Melihat dari kasus tersebut, Ibu Anne mengalami cepat lelah, wajah pucat

dengan mata yang berkunang-kunang. Gejala seperti itu dimulai 3 bulan yang lalu

dan semakin bertambah parah ketika sedang menstruasi dan ketika mengubah posisi.

Belakangan ini Ibu Anne juga mengalami sakit kepala yang terus menerus.

Ibu Anne melakukan pemeriksaan, ternyata kadar hemoglobinnya hanya 6

gr/dL. Dokter pun mendiagnosa bahwa Ibu Anne mengidap anemia defisiensi zat

besi. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang dan penentuan penanganan yang tepat

untuk anemia ini, seperti pemberian vitamin dan mineral agar kadar hemoglobin

kembali normal.

3.2 Sintesis Pembahasan

Definisi dari anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang disebabkan oleh

rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan

menahun. Penyebab anemia ini yaitu kehilangan zat besi sebagai akibat perdarahan

menahun, faktor nutrisi akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau

kualitas besi (bioavaibilitas) yang tidak baik, kebutuhan besi yang meningkat, dan

juga gangguan absorbsi besi.

66
Zat besi diperlukan tubuh untuk menghasilkan komponen sel darah merah yang

dikenal sebagai hemoglobin. Sel darah merah dibutuhkan oleh tubuh untuk

menyimpan dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh organ. Selain itu, sel

darah merah juga berperan dalam pembuangan karbondioksida dari sel-sel tubuh di

paru-paru. Jika tubuh manusia kekurangan sel darah merah, penyebaran oksigen akan

terganggu.

Seseorang dikatakan mengalami anemia bila memiliki hemoglobin di bawah 12

g/dL untuk wanita dan di bawah 13 g/dL untuk laki-laki . Terbukti bahwa Ibu Anne

menderita anemia karena kadar hemoglobinnya hanya 6 gr/dL. Diagnosa Anemia

defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan

keluhan cepat lelah, sering pusing, dan mata berkunang-kunang.

3.3 Pemecahan Masalah

Tindakan yang dilakukan pada penderita anemia defisiensi zat besi adalah

pemberian zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan

adalah pemberian tablet besi. Mengonsumsi suplemen penambah zat besi dilakukan

untuk meningkatkan kadar zat besi dalam tubuh sebagai salah satu pengobatan

anemia. Asupan zat besi melalui konsumsi makanan juga perlu ditingkatkan demi

menjaga cadangan dan tingkat zat besi yang normal. Pada defisiensi besi diberikan

sulfas ferosus 3 x 10 mg/hari. Penderita anemia defisiensi zat besi dapat melakukan

terapi, seperti terapi oral dan terapi parenteral. Terapi oral adalah dengan memberikan

67
preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat, sedangkan terapi

parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan

adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya

tua (Wiknjosastro, 2002).

68
BAB IV KESIMPULAN

Dari kasus yang telah diberikan, telah diketahui bahwa Ibu Anne

berumur 30 tahun memiliki pada darahnya. Setelah kami analisis bersama-

sama ternyata Ibu Anne terkena anemia. Ada beberapa tipe anemia, yaitu

anemia hemoragi, anemia defisiensi zat besi, anemia aplastik, anemia

pernisiosa, dan anemia sel sabit. Anemia ini disebabkan oleh beberapa faktor,

misalnya beberapa tipe anemia disebabkan oleh faktor genetik dan

lingkungan. Hasil diagnosis mengatakan bahwa Ibu Anne mengidap anemia

defisiensi zat besi. Kelainan Anemia defisiensi besi disebabkan oleh

rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat

perdarahan menahun. Penanganan yang tepat dari anemia defisiensi zat besi

ini adalah pemberian zat besi dengan terapi oral dan terapi parental supaya

nilai Hb nya mencapai normal.

69
Daftar Pustaka

Dorland, W. A. Newman. 2014. Kamus Saku Kedokteran Dorland, Ed. 28. Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Eroschenko, Victor P. 2008. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sloane, Ethel.2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Subowo. Histologi Umum. Bumi Aksara

Tortora, Gerard. Principles of anatomy and physiology 12th edition.

Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks Stfr-
F. [Jurnal]. Available at:
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML-12-1-03.pdf [diakses 2 Maret
2015 pkl 22.00]

Anemia Sel Sabit. [Jurnal]. Available at:


http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/6292/4782 [diakses 2 Maret 2015
pkl 22.40]

Proses Mekanisme Pembekuan Darah. [internet]. Available at:


http://prosesmekanismepembekuandarah000.blogspot.com/ [diakses 2 Maret
2015 pkl 20.14]

70

Anda mungkin juga menyukai