Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KEPERAWATAN PENYAKIT TROPIS

“Pengantar & Epidemiologi Penyakit Tropis di Indonesia serta Program


Pemberantasan Penyakit Tropis di Indonesia”

OLEH

Muhammad Syahrul C12116515

Tinctoria Citra Amalia C12116016

Arfiani Juhra C12116032

Gresyia Winona S C12116315

Medly Yasuki C12116519

Yunda Yeci C12116002

Ulfa Nurfajeria C12116313

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1

KATA PENGANTAR...............................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

A. Latar Belakang................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4

C. Tujuan.............................................................................................................................5

BAB II........................................................................................................................................6

PEMBAHASAN........................................................................................................................6

A. PENGANTAR EPIDEMIOLOGI...................................................................................6

B. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TROPIS DI INDONESIA............................................9

 Infeksi Bakteri.............................................................................................................9

 Infeksi Virus..............................................................................................................15

 Inveksi Parasit...........................................................................................................20

 Sindrom Penyakit Menular........................................................................................22

C. PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT TROPIS DI INDONESIA...............24

BAB III.....................................................................................................................................44

PENUTUP................................................................................................................................44

A. KESIMPULAN.............................................................................................................44

B. SARAN.........................................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................45

2
KATA PENGANTAR
Marilah kita panjatkan puji syukur kita kepada Allah Yang maha Esa, karena berkat
dan rahmat-Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah untuk mata kuliah Keperawatan
Penyakit Tropis dengan judul “Pengantar & Epidemiologi Penyakit Tropis di Indonesia serta
Program Pemberantasan Penyakit Tropis di Indonesia”. Tak lupa pula kami mengirimkan
shalawat kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah mengantar kan kita dari alam
kegelapan ke alam yang terang benderang seperti sekarang ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Makassar, 03 Februari 2019

Kelompok 1

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara astronomis Indonesia terletak antara 6̊ Lintang Utara sampai 11̊
Lintang Selatan dan juga antara 95̊ Bujur Timur sampai 141̊ Bujur Timur. Oleh
karena letak astronomis Indonesia merupakan daerah yang memiliki iklim tropis.
Kondisi ini menyebabkan Indonesia memiliki dua musim yaitu penghujan dan
kemarau. Masa peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan ataupun
sebaliknya disebut pancaroba. Pada masa ini banyak orang yang jatuh sakit.
Banyak diantara mereka mengaku bahwa penyebabnya adalah dayan tahan tubuh
orang tersebut menurun karena belum siap menghadapi pergantian musim.
Penyakit yang terjadi di daerah tropis dan subtropis yang umumnya berupa
infeksi sering disebut sebagai penyakit tropis (Purnama, 2012). Penyakit tropis
terbagi menjadi 4 macam yaitu : infeksi oleh bakteri seperti demam tifoid, infeksi
yang disebabkan oleh virus seperti DBD, infeksi yang disebabkan oleh parasit
seperti malaria dan sindrom penyakit menular seperti ISPA (Sudiono, 2003).
Gejala dari masing-masing penyakit berbeda satu dan lainnya. Akan tetapi
terdapat beberapa macam penyakit yang memiliki gejala hampir sama, terutama
gejala awal. Banyak orang yang menyepelekan jika sudah terjadi gejala awal,
misalnya saja seseorang mengalami demam, mereka menganggap jika sudah
minum obat demam itu akan segera turun tapi tidak menutup kemungkinan itu
adalah gejala awal dari suatu penyakit serius yang jika tidak ditangani dengan
benar akan mengakibakan kematian.permasalahan yang terjadi di Indonesia
adalah masih belum meratanya penyebaran dokter spesialis sehingga perawatan
dan pengobatan pasien menjadi kurang optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengobatan dini untuk mengurangi resiko kematian akibat penyakit infeksi tropis
ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari epidemiologi?
2. Apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup epidemiologi?

4
3. Penyakit-penyakit apa saja yang ada di iklim tropis khususnya negara
Indonesia?
4. Bagaimana program pengendalian untuk penyakit tropis di Indonesia?

C. Tujuan
Setelah mempelajarinya, mahasiswa mampu :
1. Mengetahui definisi dari epidemiologi.
2. Mengetahui Apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup epidemiologi.
3. Mengidentifikasi Penyakit-penyakit apa saja yang ada di iklim tropis
khususnya negara Indonesia.
4. Mengetahui dan melaksanakan program pengendalian untuk penyakit tropis di
Indonesia.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGANTAR EPIDEMIOLOGI
a. Definisi Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab,
pengendalian dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi
penyakit, kecacatan dan kematian dalam populasi manusia.
b. Ruang Lingkup
Terdiri dari:
1. Endemi, adalah berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang sama atau
keberadaan suatu penyakit yang terus menerus didalam populasi atau wilayah
tertentu.
2. Hiperendemi, aktivitas yang terus menerus melebihi prevalensi yang
diperkirakan, sehingga dihubungkan dengan populasi tertentu, populasi yang
kecil atau populasi yang jarang seperti yang ditemukan di rumah sakit, klinik
bidan atau institusi lain.
3. Holoendemi, menggambarkan suatu penyakit yang kejadiannya dalam
populasi sangat banyak dan menyeluruh.
4. Epidemi, adalah wabah atau munculnya penyakit tertentu yang berasal dari
satu sumber tunggal, dalam satu kelompok, populasi masyarakat atau wilayah
yang melebihi tingkatan kebiasaan yang diperkirakan.
5. Pandemi, adalah epidemi yang menyebar luas melintasi negara, benua atau
populasi yang besar, kemungkinan seluruh dunia. Contoh: penyakit AIDS.
c. Faktor yang mempengaruhi penyakit menular
Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Faktor tersebut meliputi :
1. Lingkungan
Lingkungan terbagi dua yaitu lingkungan fisik dan non fisik.
 Keadaan geografis, seperti ketinggian, mempengaruhi penularan
penyakit. Nyamuk Aedes Aegypti tidak menyukai ketinggian lebih dari
1000 m di atas permukaan laut. Kadar oksigen juga mempengaruhi
daya tahan tubuh seseorang. Semakin tinggi letak permukaan maka

6
akan semakin rendah kadar oksigennya. Daratan tinggi juga
berhubungan dengan temperatur udara. Lingkungan persawahan juga
bisa dihubungkan dengan penyakit yang ditularkan oleh cacing, parasit
dan nyamuk.
 Kelembaban udara, sebagian besar vektor penular penyakit dan agen
penyebab penyakit lebih menyukai lingkungan yang lembab.
 Temperatur, di negara tropis seperti Indonesia, temperatur yang lebih
rendah lebih disukai oleh vektor dan agen penyebab penyakit
dibandingkan temperatur tinggi.
 Lingkungan tempat tinggal, sanitasi lingkungan perumahan sangat
berkaitan dengan penularan penyakit. Rumah dengan pencahayaan
yang kurang memudahkan perkembangan sumber penyakit. Rumah
dengan ventilasi yang baik alan menyulitkan pertumbuhan kuman
penyakit.
Lingkungan non fisik meliputi :
 Sosial (pendidikan, pekerjaan), berpengaruh pada tingkat penegtahuan,
sikap dan praktek masyarakat dalam hal kesehatan.
 Budaya (adat, kebiasaan turun temurun), contoh kebiasaan
memberikan ramuan tradisional pada tali pusat bayi yang baru lahir
tanpa mempertimbangkan strelilitas dapat meningkatkan risiko kasus
tetanus neonatorum.
 Ekonomi (kebijakan mikro dan kebijakan lokal), berhubungan dengan
daya beli masyarakat akan berkaitan secara signifikan dengan penyakit
menular. Contoh pada kasus dalam memenuhi kebutuhan rumah
tangga yang sesuai standar kesehatan
 Politik (sukses kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan
pencegahan dan penaggulangan suatu penyakit). Contoh pemimpin
dengan tingkat kepedulian tinggi terhadap kesehatan masyarakat akan
mendukung dalam bentuk komitmen dan dana untuk penanggulangan
penyakit.
2. Agen penyebab penyakit
Agen penyebab penyakit terdiri dari bahan kimia, mekanik, stress
(psikologis) atau biologis. Kemampuan berkembang biak suatu agen penyakit
memebrikan informasi jumlah mikroba dalam waktu tertentu. Bakteri tertentu

7
pada kondisi yang ideal dapat membelah diri menjadi dua setiap 20 menit,
dengan kemampuan demikian, suatu bakteri dapat tumbuh dalam waktu 7 jam
menjadi 2.000.000 lebih.
Salah satu sifat agen penyakit adalah virulensi. Virulensi adalah
kemampuan atau kegunaan suatu agen penyebab penyakit untuk menimbulkan
kerusakan pada sasaran.
3. Pejamu
Karakteristik pejamu dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Umur, seorang bayi masih memiliki kekebalan pasif dari ibunya namun
dengan bertambahnya usia, kekebalan itu semakin berkurang. Asupan gizi
yang akan menggantikan fungsi kekebalan dalam menghadapi penyakit.
2. Jenis kelamin, penyakit menular akan menyerang semua jenis kelamin.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan hanya terletak pada gaya hidup.
Contoh penyakit HIV/AIDS lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada
perempuan.
3. Pekerjaan, seseorang yang pekerjaannya terpapar oleh lingkungan alam
lebih rentan terkena penyakit menular. Contoh seorang petani mudah
terserang penyakit cacing yang penularannya melalui tanah atau daerah
persawahan.
4. Keturunan, daya tahan tubuh seseorang, kepekaan terhadap benda asing
yang masuk ke dalam tubuh serta agen penyebab penyakit sangat
berhubungan dengan genetik. Contoh seorang ibu yang terkena penyakit
menular tidak menutup kemungkinan akan tertular ke anaknya.
5. Gaya hidup, kebiasaan hidup yang tidak sehat akan mudah terserang
penyakit.
d. Metode Penularan Penyakit
Mekanisme penularan penyakit akan masuk melalui bagian-bagian tubuh manusia.
1. Kontak langsung, melalui hubungan seks. Penyakit yang ditimbulkan
HIV/AIDS, kontak kulit misalnya Varisela.
2. Udara, penularan seperti ini berasal dari percikan atau partikel ludah, dahak
atau bersin. Jenis penyakitnya TBC, ISPA, difteri.
3. Makanan dan minuman, penyakit diare adalah penyakit yang peling sering
ditularkan melalui makanan dan minuman.

8
4. Vektor, vektor penyakit yang tersering adalah nyamuk yang menularkan
penyakit DBD, Chikungunya. Anjing, kucing atau kera menularkan penyakit
rabies.

B. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TROPIS DI INDONESIA

 Infeksi Bakteri
1. TBC (Tuberkulosis)
Penyakit TBC merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang
berbagai organ atau jaringan tubuh. Penyakit ini sudah ada sejak ribuan
tahun sebelum masehi. Menurut hasil, penelitian penyakit TBC sudah ada
sejak zaman mesir kuno yang dibuktikan dengan penemuan pada mumi
dan penyakit ini juga sudah ada pada kitab pengobatan Cina “Pen Tsao”
sekitar 5000 tahun yang lalu.
 Epidemiologi
Di negara industri di seluruh dunia, angka kesakitan dan
kematian penyakit TBC menunjukkan penurunan. Tetapi sejak tahun
1980an, grafik menetap dan meningkat di daerah dnegan prevalensi
HIV tinggi. Morbiditas tinggi biasanya terdapat pada kelompok
masyarakat dengan sosial ekonomi rendah dan prevalensinya lebih
tinggi pada daerah perkotaan daripada pedesaan.
Menurut hasil SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) tahun
1986, penyakit tuberkulosis di Indonesia merupakan penyebab
kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak di
masyarakat. Dapat dilihat pada grafik, dimana pada tahun 2017
penderita TBC lebih banyak dibandingkan 4 tahun sebelumnya.

Sumber: Stoptbindonesia.org
 Penularan
9
Penyakit TBC yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis dirularkan melalui udara saat seorang pasien TBC batuk
dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh
orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin atau berbicara
saat berhadapan dengan orang lain. Masa inkubasinya selama 3-6
bulan.
Resiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak
berusia di bawah 3 tahun, resiko rendah pada masa kanak-kanak dan
meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda dan usia lanjut.
Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dan bisa
menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh
limfe atau langsung ke organ terdekatnya.
2. Difteria
Difteri merupakan penyakit endemik di banyak negara di dunia. Pada
awal tahun 1980an terjadi peningkatan insidensi kasus difteri pada negara
bekas Uni Soviet karena kekacauan program imunisasi dan pada tahun
2000an epidemi difteri masih terjadi dan menjalar ke negara-negara
tetangga.
 Epidemiologi
Sebelum era vaksinasi, difteri merupakan penyakit yang sering
menyebabkan kematian. Namun sejak mulai diadakannya program
imuniasi DPT di Indonesia pada tahun 1974, maka kasus dan kematian
akibat difteri berkurang sangat banyak. Angka kematian di Indonesia
menurut laporan Parwati S.Basuki yang didapatkan dari Rumah Sakit
di kota Jakarta (RSCM), Bandung (RSHS), Makassar (RSWS),
Semarang (RSK) dan palembang (RSMH) rata-rata sebesar 15%. Dari
data 5 rumah sakit tersebut dilaporkan angka yang berbeda. Selama
tahun 1991-1996 dari 473 pasien difteri terdapat 45% usia balita, 27%
usia <1 tahun, 24% usia 5-9 tahun dan 4% usia diatas 10 tahun. Difteri
dengan kasus terbanyak terjadi pada tahun 2012.

10
 Penularan
Penularan penyakit terjadi melalui droplet saat penderita batuk,
bersin dan berbicara. Akan tetapi, debu atau muntahan juga bisa
menjadi media penularan. Masa inkubasinya adalah 2-5 hari. Kuman
difteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa atau selaput
lendir. Kuman akan menempel dan berkembang biak pada mukosa
saluran napas atas. Selanjutnya kuman akan memproduksi toksin yang
merembes dan menyebar ke daerah sekitar dan ke seluruh tubuh
dengan melalui pembuluh darah dan limfe.
3. Pertusis
Pertusis adalah penyakit infeksi saluran napas akut yang terutama
menyerang anak. Arti kata pertusis adalah batuk yang intensif, sehingga
penyakit ini sering disebut batuk rejan atau batuk 100 hari karena sifat
batuknya yang lama dan khas. Penyakit ini sudah ditemukan sejak tahun
1578, meskipun kuman penyebabnya sendiri baru diketahui tahun 1908
oleh Bordet dan Gengou.
 Epidemiologi
Pada populasi yang tidak diimunisasi, terutama mereka yang
disertai dengan malnutrisi dan infeksi saluran pernapasan dan
pencernaan, pertusis merupakan penyebab utama kematian pada bayi

11
dan anak. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian karena
pertusis.
Di Indonesia sejak tahun 1991 kasus pertusis muncul sebagai
kasus yang sering dilaporkan di antara penyakit yang dapat dicegah
dnegan imunisasi (PD3I) pada balita. Pada tahun 1996 tercatat kasus
pertusis dan itu merupakan kasus terbesar sejak tahun 1976. Sekitar
40% kasus pertusis menyerang balita. Akhir-akhir ini dilaporkan
bahwa kasus pertusis pada orang dewasa dan KLB pada anak dan
remaja semakin meningkat. Estimasi WHO menyebutkan bahwa
sekitar 600.000 kematian terjadi karena pertusis. Prov. Jawa Barat
melaporkan 4970 kasus pada tahun 1990 dengan kematian 0,2%.
 Penularan
Pertusis ditularkan melalui droplet. Sebagian besar bayi tertular
oleh saudaranya dan kadang-kadang oleh orangtuanya. Penyakit ini
sangat menular dan dapat menyerang dengan rata-rata serangan
mencapai 80-100% pada kelompok yang rentan. Masa inkubasinya 6-
20 hari dengan rata-rata 7 hari. Manusia merupakan satu-satunya
pejamu organisme ini.
4. Tetanus
Tetanus adalah penyakit kekuatan otot (spasme) yang disebabkan oleh
eksotoksin (tetanospamin) dari organisme penyebab penyakit tetanus dan
bukan oleh organismenya sendiri. Tetanus neonatorum merupakan
masalah kesehatan di berbagai negara berkembang. Terutama negara
dengan pelayanan ibu hamil dan imunisasi yang masih terbatas. Akibat
penyakit ini, WHO memperkirakan terjadi 500.000 kematian setiap
tahunnya di negara berkembang. Sebagian besar kasus bayi dengan tetanus
neonatorum terjadi karena persalinan di luar rumah sakit atau oleh dukun
bayi tradisional.
 Epidemiologi
Di Indonesia, angka insidensi tetanus di daerah perkotaan
sekitar 6-7/1000 kelahiran hidup, sedangkan didaerah pedesaan
angkanya lebih tinggi sekitar 2-3 kalinya yaitu 11-23/1000 kelahiran
hidup dengan jumlah kematian kira-kira 60.000 bayi setiap tahunnya.

12
 Penularan
Tetanus masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka
yang dalam dengan suasana anaerob (tanpa oksigen) sebagai berikut :
a. Kecelakaan
b. Luka tusuk
c. Luka operasi
d. Karies gigi
e. Radang telinga tengah
f. Pemotongan tali pusat

Kebiasaan beberapa daerah untuk memebri ramuan atau daun-daun


tertentu pada tali pusat setelah pemotongan, selain karena
pemotongannya sendiri yang tidak steril, merupakan penyebab
tersering masuknya spora yang menyebabkan tetanus neonatorum.
Diperkirakan sekitar 90% kasus tetanus neonatorum disebabkan karena
persalinan oleh tenaga nonmedis. Pada lingkungan yang kurang
oksigen, spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dan
mengeluarkan eksotoksin. Menurut survey di empat rumah sakit
Jakarta, Bandung, Semarang dan pelembang kecuali Makassar. Pintu
masuk bakteri diduga sebagian besar melalui radang telinga tengah
(39%), luka (38%) dan karies gigi (10%). Spora sudah memasuki
tubuh dan bertahan berbulan-bulan sebelum berubah menjadi bentuk
yang menginfeksi. Masa inkubasinya antara 5-14 hari (rata-rata 6 hari).
Semakin cepat inkubasi semakin parah gejala yang timbul.

5. Demam tifoid
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh Salmonella thypi. Thypod atau thypus berasal dari bahasa
Yunani Thypos yang berarti penderita demam dengan gangguan kesadaran.
Kemudian Gaffky menyatakan bahwa penularan penyakit ini melalui air
dan bukan udara.
 Epidemiologi
Tifoid banyak ditemukan di negara berkembang yang hygene
pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi di Asia

13
jauh lebih banyak yaitu sekitar 900/10.000 penduduk pertahun.
Meskipun demam tifoid menyerang semua umur, namun golongan
terbesar tetap pada usia kurang dari 20 tahun.
 Penularan
Penularan penyakit ini adalah melalui air dan makanan. Kuman
Salmonella dapat bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air
minum secara massal yang tercemar bakteri sering menyebabkan
terjadinya KLB. Vektor berupa serangga juga berperan dalam
penularan penyakit.
6. Kusta
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih
merupakan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang ada bukan saja
dari segi medisnya, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya serta
keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta apabila tidak ditangani
dengan cermat dapat menyebabkan cacat dan keadaan ini menjadi
penghalang bagi pasien kusta dalam menjalani kehidupan bermasyarakat
untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonominya.nama lain kusta adalah
“the great imitator” (pemalsu yang ulung karena menifestasi penyakitnya
menyerupai penyakit kulit atau penyakit saraf lain, misalnya penyakit
jamur.
 Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dengan konsentrasi
terutama di negara-negara berkembang yang hygene dan sanitasinya
kurang baik. Kusta dengan kasus tertinggi terjadi pada tahun 2014.

14
7. Pes
Pes merupakan salah satu penyakit zoonosis pada rodensia yang bisa
ditularkan kepada manusia dan merupakan penyakit menular yang dapat
menyebabkan terjadinya wabah. Pes juga termasuk penyakit karantina
internasional karena penyebarannya yang sangat cepat dan luas.
 Epidemiologi
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dengan kasus endemik
terjadi di Eropa dan Asia. Penyakit ini masuk pertama kali ke
Indonesia pada tahun 1910 melalui pelabuhan Tanjung Perak
(Surabaya) dari pelabuhan Rangoon dan pada tahun 1915 melalui
Tanjung Emas (Semarang). Pes terjadi pada tahun 1923 di Cirebon,
dan pada tahun 1927 di Tegal. Morbiditas pada tahun 1910-1960
adalah 245.375 orang (17,6%) di Jawa Timur, 51,5% di Jawa Tengah
dan 30,9% di Jawa Barat.
 Penularan
Masa inkubasi penyakit pes sekitar 2-6 hari. Penyakit pes dapat
ditularkan melalui cara-cara berikut ini :
1. Tikus liar (wild rodent) yang terinfeksi di gigit oleh pinjal,
selanjutnya pinjal menggigit manusia yang sedang berada dihutan.
2. Tikus liar menggigit langsung manusia (pekerja di hutan).
3. Tikus rumah yang darahnya infektif digigit oleh pinjal yang
kemudian menggigit manusia (metode ini adalah penularan yang
paling sering).

15
4. Tikus liar yang infektif digigit oleh pinjal. Pinjat kemudian
menggigit tikus rumah yang selanjutnya pinjal ditularkan kepada
manusia.
5. Manusia yang terinfeksi digigit oleh pinjal yang ada pada manusia,
selanjutnya pinjal tersebut menggigit manusia lain.
6. Penularan dari manusia ke manusia terjadi melalui droplet dari pes
paru.

 Infeksi Virus
1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung
meningkat dan penyebarannya semakin luas.
 Epidemiologi
Di banyak Negara tropis, virus dengue sangat endemic. Di
Asia penyakit ini sering menyerang di Cina Selatan, Pakistan,
India, dan semua Negara di Asia Tenggara. Di Indonesia kasus
DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Pada tahun
2017 kasus DBD berjumlah 68.407 kasus, dengan jumlah kematian
sebanyak 493 orang. Jumlah tersebut menurun cukup drastis dari
tahun sebelumnya, yaitu 204.171 kasus dan jumlah kematian
sebanyak 1.598 orang.
 Penularan
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
Arbovirus B, yaitu arthropod-borne virus yang disebarkan oleh
artropoda. Vektor utama penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti
(diperkotaan) dan Aedes albopictus di daerah pedesaan. Nyamuk
yang menjadi vector penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi
terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia
( terdapat virus dalam darahnya).menurut laporan terakhir, virus
dapat pula ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur-
telurnya. virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari
terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit

16
orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur
nyamuk.
2. Campak
Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang
disebabkan oleh virus. Penyakit campak, dikenal juga sebagai Morbili
atau Measles, disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh
droplet (ludah) orang yang telah terinfeksi. Sebagian besar kasus campak
menyerang anak-anak usia pra sekolah dan usia SD.
 Epidemiologi
Pada tahun 2017 suspek campak tersebar hampir di seluruh
provinsi Indonesia, dilaporkan terdapat 15.104 kasus suspek
campak, lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 yaitu sebesar 12.681
kasus. Kasus suspek campak terbanyak (lebih dari 1.000 kasus)
dilaporkan dari Provinsi Jawa Timur (3.547 kasus), Provinsi DI
Yogyakarta (2.186 kasus), provinsi DKI Jakarta (1.196 kasus), dan
Jawa Barat (1.067 kasus). Campak dinyatakan sebagai KLB
apabila di suatu daerah terdapat 5 atau lebih kasus suspek campak
dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi secara
mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis.
Pada tahun 2017, jumlah suspek KLB campak yang terjadi
sebanyak 349 KLB dengan jumlah kasus sebanyak 3.056 kasus.
Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2016
dengan 129 KLB dan jumlah kasus sebanyak 1.511 kasus.
Frekuensi suspek KLB campak tertinggi terjadi di Provinsi Jawa
Timur sebanyak 71 KLB dengan 406 kasus namun tidak ada
laporan kematian di provinsi tersebut. Frekuensi suspek KLB
campak tertinggi selanjutnya terjadi di Provinsi Papua sebanyak 42
KLB dengan 441 kasus dan Sulawesi Selatan sebanyak 31 KLB
dengan 232 kasus. Tercatat tidak ada laporan kematian dari suspek
KLB campak yang terjadi di ketiga provinsi tersebut .
3. Hepatitis

17
Hepatitis adalah peradangan hati yang bisa berkembang menjadi
fibrosis (jaringan parut), sirosis atau kanker hati. Hepatitis disebabkan oleh
berbagai faktor seperti infeksi virus, zat beracun (misalnya alkohol, obat-
obatan tertentu), dan penyakit autoimun. Adapun Hepatitis A berupa
infeksi hati akut, karena sifat menularnya maka penyakit ini disebut juga
hepatitis infeksiosa. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia karena sering menyebabkan KLB.
 Epidemiologi
Pada KLB di suatu SMA di Semarang, penularan melalui
kantin sekolah diperburuk dengan sanitasi kantin dan WC yang
kurang bersih. Penyebab paling umum Hepatitis adalah yang
disebabkan oleh Virus Hepatitis B dan C. Hasil RISKESDAS tahun
2013 memperlihatkan proporsi pengidap Hepatitis B sebesar 7,1%,
menurut jenis kelamin (laki-laki 8,0% dan perempuan 6,4%),
menurut lokasi tempat tinggal (perkotaan 6,3% dan pedesaan
7,8%).
 Penularan
Penyakit ini termasuk common source yang penularan
utamanya melalui makanan dan sumber air, namun bisa juga
ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini ditularkan secara
fekal-oral dari makanan dan minuman yang terinfeksi, dapat juga
mealui hubungan seksual. Penyakit ini terutama menyerang
golongan social ekonomi rendah yang sanitasi dan higinenya
kurang baik. Penularan berlangsung cepat.
4. HIV-AIDS
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem
kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami
penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi
berbagai macam penyakit lain.
 Epidemiologi
Di Indonesia HIV pertamakali dilaporkan di Bali pada
bulan April 1987 (terjadi pada orang Belanda). Pada tahun 2017

18
jumlah orang dengan HIV/AIDS pada umur ≥15 tahun di Indonesia
adalah sebanyak 628.492 orang dengan jumlah infeksi baru
sebanyak 46.357 orang dan kematian sebanyak 40.468 orang
(Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2015-2020,
Kemenkes RI). Penemuan Kasus HIV dan AIDS pada usia di
bawah 4 tahun menandakan masih ada penularan HIV dari ibu ke
anak. Proporsi terbesar kasus HIV dan AIDS masih pada penduduk
usia produktif (15-49 tahun), dimana kemungkinan penularan
terjadi pada usia remaja. Dibandingkan dengan Negara-negara Asia
Tenggara lainnya,angka kasus HIV/AIDS di Indonesia termasuk
rendah karena lemahnya system pencatatan dan pelaporan,
terbatasnya peralatan laboratorium penunjang.
 Penularan
HIV dapat ditularkan melalui cairan tubuh seperti darah,
cairan genitalia dan ASI. hubungan seks, tranfusi darah,
penggunaan jarum suntik bergantian dan penularan dari ibu ke
anak (perinatal).
5. Flu Burung
Flu burung atau biasa juga disebut Avian Influenza (AI) mulanya
menyerang unggas mulai dari ayam, merpati sampai burung-burung liar.
 Epidemiologi
Pada tahun 1997 wabah virus ini menyerang manusia pertama
kali di Hongkong dengan 18 korban dan 6 di antaranya meninggal.
Kasus Flu burung ini pertama kali di temukan diIndonesia yaitu
pada kasus ungags di Pekalongan, Jawa Tengan pada bulan agustus
2003,lu burung ini sendiri merupakan penyakit zoonosis yang
masih menjadi perhatian di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus
terkonfirmasi flu burung sejak Juni 2005 sampai Desember 2017
sebanyak 200 kasus konfirmasi, dengan kasus meninggal sebanyak
168 kasus.
 Penularan
Penularan penyakit terjadi melalui udara,kotoran,urin, dan
ingus unggas yang terinfeksi.

19
6. Polio
Polio adalah penyakit akut yang menyerang sistem syaraf perifer
karena virus polio (enterovirus). Ditularkan antar manusia melalui rute
oro-fekal, sekret faring. Polio utamanya menyerang anak balita. Polio
ditandai dengan gejala awal demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di
leher, serta sakit di tungkai dan lengan. Pada 1 dari 200 infeksi
menyebabkan kelumpuhan permanen (biasanya pada tungkai), dan 5-10%
dari yang menderita kelumpuhan meninggal karena kelumpuhan pada otot-
otot pernafasan.
 Epidemiologi
Indonesia telah berhasil mendapatkan sertifikasi bebas polio
bersama negara-negara South East Asia Region (SEARO) pada
tanggal 27 Maret 2014. Saat ini tinggal 2 negara, yaitu Afghanistan
dan Pakistan yang masih endemik polio. Setelah Indonesia
dinyatakan bebas polio, bukan berarti Indonesia menurunkan upaya
imunisasi dan surveilens AFP, upaya pencegahan harus terus
ditingkatkan hingga seluruh dunia benar-benar terbebas dari polio.

 Inveksi Parasit
1. Malaria
 Epidemiologi
Di Indonesia malaria ditemukan hampir diseluru wilayah. Pada
tahun 1999 ditemukan kasus Malaria di Jawa dan Bali dengan jumlah
penderita sebanyak 2.341.401 orang Menurut laporan, di provinsi Jawa
Tengah tahun 1999, sebagian disebabkan oleh plasmodium falciparu,
dan p. Vivax dan terus menerus menurun dari tahun ke tahun mulai
dari 0,51 pada tahun 2003, menurun menjadi 0,15 dan berkurang
menjadi 0,07 pada tahun 2005. Plasmodium Malariae banyak
ditemukan di indonesiaTimur, sedangkan plasmodium avole di Papua
dan NTT.

Papua merupakan provinsi dengan API tertinggi, yaitu 59,00


per 1.000 penduduk. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan
provinsi lainnya. Tiga provinsi dengan API per 1.000 penduduk

20
tertinggi lainnya, yaitu Papua Barat (14,97), Nusa Tenggara Timur
(5,76), dan Maluku (2,30). Sebanyak 90% kasus berasal dari Papua,
Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Angka kesakitan malaria
menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 6.50. sumber Profil
Kesehatan RI 2017

 Penularan
Malaria disebabkan oleh parasit protozoa Plasmodium yang
ditularan melalui gigitan nyamuk anopheles betina infektif. Yang
sebagian kecil nyamuk ini akan menggigit pada watu senja atau malam
hari.
Manusia yang tergigit nyamuk infektif akan mengalami gejala
sesuai dengan jumlah sporozoit, kulitas plasmodium dan daya tahan
tubuhnya. Masa inkibasi malaria sekitar 7-30 hari tergantung
spesiesnya. P.Falciparum I memerlukan waktu 7-14 hari, p.vivax dan
p. Ovale 8-14 hari sedangkan P. Malariae memerlukan waktu 7-30
hari. Masa inkubasi ini dapat memanjang karena seperti faktor
pengobatan dan pemberian provilaksis dengan dosis yang tidak
adekuat.
Selain ditularkan melalui gigitan nyamuk, malaria dapat
menjangkit orang lain melalui bawaan lahir dari ibu ke anak, yang
disebabkan karena kelainan pada sawar plasenta yang menghalangi
penularan infeksi vertikal. Metode penularan lainnya adalah melalui
jarum suntik, yang banyak terjadi pada pengguna narkoba suntik yang
sering bertukar jarum secara tidak steril.
2. Filariasis

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit


nemotoda yang tersebar di indonesia. Walaupun penyakit ini jarang
menyebabkan kematian, tetapi dapat menyebabkan penurunan
produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik. Gejala
pembengkakan kaki muncul karena sumbatan mikrofilaria pada pembuluh
limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun setelah terpapar
parasit selama bertahun-tahun. Filariasis sering juga disebut penyakit kaki

21
gajah. Yang paling fatal bagi penderita adalah kecacatan permanen yang
akan mengganggu produktivitas.

 Epidemiologi
Di daerah edemik, 80 % penduduk bisa mengalami infeksi, tetapi
hanya sekitar 10-20% populasi yang menunjukkan gejala klinis. infeksi
parasit ini tersebar di daerah tropis dan sub tropis sepert Afrika, Asia, dan
Amerika Selatan.dari 200 spesies filaria hanya sedikit yang menyerang
manusia. Masyarakat yang beresiko terserang adalah mereka yang bekerja
pada daerah yang terkena paparan menahun. Diseluruh dunia, angka
perkiraan infeksi filaria mencapai 250 juta orang.
Lima provinsi dengan kasus kronis filariasis tertinggi pada tahun
2017 adalah Papua sebanyak 3.047 kasus, Nusa Tenggara Timur sebanyak
2.864 kasus, Papua Barat sebanyak 1.244 kasus, Jawa Barat sebanyak 907
kasus dan Aceh sebanyak 591 kasus. Sedangkan, provinsi dengan jumlah
kasus kronis filariasis terendah adalah Kalimantan Utara sebanyak 11
kasus sumber Profil Kesehatan RI 2017
 Penularan
Beberapa spesies yang meyerang manusia diantaranya adalah W.
Bancofni, Brugia malayani, Brugia Timori, dan Onchocercavulvolus. B.
Timori banyak ditemukan di Asia Selatan, Asia Tengah, dan Afrika,
sedangkan O.volvulus banyak terdapat di Afrika. Siklus hidup W.
Bancofni, Brugia malayani dimulai saat filari betina deasa dalam
pembuluh limfe manusia memproduksi sekitar 50000 mikrofilaria per hari
ke dalam darah. Nyamuk kemudian menghisap mikrofilaria pada saat
menggigit manusia, larfa infektif akan masuk kedalam tubuh manusia.
Larva akan bermigasi keseluruh limfe dan berkembang menjadai bentuk
dewasa. Mikro filaria dapat ditemukan didalam darah tepi setelah 6 bulan-1
tahun setelah terinfeksi dan bisa bertahan 5-10 tahun. Vektor utama filaria
adalah nyamuk Anopheles, Culex, Mansonia, dan Aedes.

 Sindrom Penyakit Menular


1. Diare

22
Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting karena merupakan penyumbang utama ke tiga angka kesakitan dan
kematian anak di berbagai Negara termasuk Indonesia. Penyebab utama kematian
akibat penyakit diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit
melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan infeksi.
Diare merupakan penyebab kurang gizi yang penting terutama pada anak. Diare
menyebabkan anoreksia (kurang nafsu makan) sehingga mengurangi asupan gizi
dan diare dapat mengurangi daya serap usus terhadap ari makanan. Diare
dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain:
1. Keadaan lngkungan
2. Perilaku masyarakat
3. Pelayanan masyarakat
4. Gizi
5. Penduduk
6. Pendidikan
7. Keadaan sosial ekonomi.

Penyakit diare dapat ditanggulangi dangan penanganan yang tepat


sehingga tidak sampai menimbulkan kematian terutama pada balita.

 Epidemiologi
Kejadian Luar Biasa (KLB)

Tahun 2017 terjadi 21 kali KLB Diare yang tersebar di 12 provinsi,


17 kabupaten/kota. Kabupaten Polewali Mandar, Pohuwato, Lampung
Tengah dan Merauke masing-masing terjadi 2 kali KLB. Jumlah penderita
1.725 orang dan kematian 34 orang (CFR 1,97%).

 Penularan
Penyakit diare sebagian besar (75 %) dipengaruhi oleh kuman seperti
virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan
mekanisme :
- Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat
terjadi apabila seseorang menggunakan air minum yang sudah
tercemar, baik tersebar dari sumbernya, tercemar dari perjalanan

23
sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran dirumah terjadi apabila tempat penyimpanan tidak tertutup
atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengamil
air dari tempat penyimpana.
- Melalui tinja infeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus
atau bekteri dalam jumlah besar. Bils tinjs tersebut dihinggapi oleh
bintang dan kemudian binatang tersebut hinggap ke makanan, maka
makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya.
2. Infeksi saluran pernafasan akut ( ISPA)

Infeksi saluran pernafasan akut ISPA merupakan penyakit utama kematian


bayi dan sering menempati urutan pertama angka kesakitan balita. Penangaan dini
terhadap penyakit ISPA terbukti dapat menurunkan kematian.

ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut dengan perhatian khusus


radang paru (PNEUMONIA) dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan.

 Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk
pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali
per tahun ) artinya rata-rata balita mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak
3-6 kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa
angka kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini
mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran
lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa.
3. Penyakit menular seksual (PMS)
Nama lain (PMS) penyakit menular seksual adalah IMS (Infeksi menular
seksual) STD (Sexually transmitted disease). STI (Sexually transmitted infection)
dan veneral diseases ( venus = dewi cinta). PMS adalah penyakit-penyakit yang
timbul atau ditularkan melalui hubungan seksual dengan manifestasi klinik
timbulnya kelainan-kelainan terutama pada alat kelamin. Penyakit ini menjadi
lebih penting dengan meningkatnya kasus HIV 5-10 kali pada seseorang dengan
PMS.
 Epidemiologi

24
WHO pada tahun 2001 memperkirakan penderita PMS di seluruh dunia
sebanyak 340 juta orang. Ebagian besar berasal dari asia selatan dan asia
tenggara yaitu sebanyak 151 juta, diikuti afrika sebesar 70 juta, dan yag
terendah adalah Australia dan selandia baru sebanyak 1 juta.
Di Indonesia, angka prevalensi PMS bervariasi menurut daerah. Hasil
survey ISR (infeksi saluran reproduksi) tahun 2005 melaporkan angka PMS di
kalangan WTS di Bitung 35% , Jakarta 49%, Bandung 50%. Hasil laporan
Periodic presumptive treatment (PPT) periode 1 bulan januari 2017
menunjukkan hasil yang hampir sama. Yaitu angka PMS di Banyuwangi
74,5%, Denpasar 36,6%, Surabaya 6,21% dan Semarang 79,7%.

C. PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT TROPIS DI INDONESIA


Berkaitan dengan penanggulangan penyakit menular, maka pemerintah
bertugas mengembangkan segala potensi yang ada untuk menjalin kemitraan dan
kerja sama semua pihak yang terkait serta memfasilitasi masyarakat dalam
pelaksanaan program pemberantasan penyakit tropis di Indonesia.
 Infeksi Bakteri
1. TBC
1. Program Pemberantasan
Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi
DOTS yang direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai
penularan TBC. Terdapat lima komponen utama strategis DOTS:
 Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan
dana.
 Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam
dahak.
 Terjaminnya persediaan obat anti tuberkulosis (OAT).
 Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawas
langsung oleh pengawas minum obat (POM).
 Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi
program penganggulangan TBC
1) Tujuan
Tujuan umum:

25
Memutus rantai penularan sehingga penyakit tuberkolosis
diharapkan bukan lagi menjadi masalah kesehatan.
Tujuan khusus:
a. Cakupan penemuan kasus BTA (+) sebesar 70%
b. Kesembuhan minimal 85%
c. Mencegah multidrug resistance (MDR)
2) Sasaran : Masyarakat tersangka TBC berusia >15 tahun
3) Kebijaksanaan dan strategis
a. Pengobatan untuk semua penderita baru
b. Petugas pengelola TBC harus mengikuti pelatihan strategi DOTS.
c. Monitoring pengobatan
Kategori I > akhir bulan ke 2, 5, 6
Kategori II > akhir bulan ke 3, 7, 8
Kategori III > akhir bulan ke 2
4) Kegiatan dan langkah-langkah
a. Penemuan penderita (case finding) secara lintas program dan lintas
sector; secara aktif (misalkan kontak survei) dan pasif
b. Pengobatan penderita (Case holding)
 Pengawasan minum obat , terutama pada tahap intensif oleh
puskesmas.
 Perencanaan termasuk jadwal minum obat, kunjungan rumah,
pencegahan DO (drop out), dan sebagainya.
 Pengamatan efek samping:
 Tubuh melemah
 Nafsu makan menurun
 Gatal-gatal
 Sesak napas
 Mual dan muntah
 Bekeringat dingin dan mengigil
 Gangguan pendengaran dan penglihatan (biru dan merah)

Kriteria kesembuhan:

1. Pemeriksaan dahak (3x dalam seminggu) dengan hasil negative.

26
2. Jumlah obat yang diminum minimal 90% dari paket
pengobatan.
3. Masa pengobatan intensif dan intermiten maksimal 9 bulan.
5) Indikator dan monitoring evaluasi
a. Cakupan penemuan kasus baru BTA (+) = (130/100.000) x jumlah
penduduk
b. Cakupan penemuan kasus baru tersangka TBC di antara
pengunjung puskesmas = 10% penderita baru.
c. Angka konversi >80%
d. Tingkat kesalahan uji silang<5%
e. Angka kesembuhan >85%.
2. Difteri
1. Program Pemberantasan
A. Tujuan
Menurunkan morbilitas dan mortalitas penderita difteri, terutama
untuk memutus rantai penularan penyakit.
B. Kebijakan
 Pengamatan ketat kasus difteria
 Setiap satu kasus saja dianggap sebagai kejadian luar biasa (KLB)
 Penanggulangandimaksudkan untuk mencegah penyebaran penyakit.
C. Kegiatan
 Surveilans, suatu pengamatan yang terus-menerus terhadap kasus ini
melalui laporan harian atau mingguan dari unit pelayanan kesehatan
(puskesmas rumah sakit, praktik dokter, dan klinik)
 Penyelidikan epidemiologis, kegiatan pelcakan untuk mencari sumber
penularan dan mencari adanya kasus baru yang mungkin terjadi serta
penanggulangan sementara. Pelacakan dilakukan pada orang yang
kontak dengan penderita yaitu tetangga sekitar rumah penderita, teman
bermain, dan teman sekelas di sekolah.
 Pemeriksaan swab tenggorok, specimen setiap orang yang kontak
dengan penderita perlu diambil dan diperiksa dilaboratorium untuk
mencari kemungkinan tertular.

27
 Pemberian obat profilaksis. Semua orang yang kontak dengan penderita
perlu diberi antibiotic (eritromisin 250 mg 3 kali sehari selama 5 hari)
termasuk guru yang mengajar di kelas penderita.
D. Pencatatan dan pelaporan
 Laporan W1 (wabah 1)yang berasal dari puskesmasdalam waktu 24 jam
sejak ditemukan atau dicurigai menderita sakit difteria, atau
 Kewaspadaan dini rumah sakit (KDRS), yaitu rumah sakit harus
melaporkan setiap kasus difteria kepada pihak dinas kesehatan kota/
kabupaten setempat secara lengkap, disertai identitas penderita, nama
orangtua, dan alamat lengkap untuk memudahkan pelacakan.
3. Pertusis
A. Tujuan
Sesuai dengan kesepakatan global, departemen kesehatan menetapkan
tujuan umum yaitu tercapainya target maternal neonatal tetanus elimination
(MNTE). Disetiap kabupaten/kota pada akhir 2003 (Kemudian ditunda
menjadi tahun 2005), sedankan tujuan khusunya yaitu:
a. Semua WUS pada kabupaten berisiko tinggi mendapat TT 5 dosis
b. Semua WUS di SMA dan tempat kerja mendapat TT 5 dosis
B. Kebijakan
a. Imunisasi TT pada WUS dimaksudkan untuk memberi perlindungan seumur
hidup terhadap tetanus.
b. Imunisasi TT pada WUS dilaksanakan terpadu lintas program.
c. Kegiatan akselerasi imunisasi dikabupaten/kota dihentikan bila status TT 5
dosis pada WUS SUDAH MENCAPAI 80%
d. Pemberian TT dilakukan menurut hasil skrining status TT
C. Strategi
a. Prioritas imunisasi WUS pada daerah berisiko tinggi.
b. Diarahkan pada WUS yang terkelompok (misalnya pada industry,
perdagangan, atau perkebunan).
c. Imunisasi TT pada anak SMA
d. Imunisasi pada calon pengantin dan ibu hamil tetap diteruskan.
e. Promosi kesehatan
D. Kegiatan

28
a. Pertemuan lintas sector
b. Pendataan semua WUS berusia 15-39 tahun.
c. Pemetaan dengan system skorsing
d. Pembuatan jadwal pelaksanaan imunisasi
e. Pelaksanaan imunisasi.
4. Kusta
A. Tujuan dan sasaran
 EKT 2000 : Prevalensi kurang dari 1 per 10.000 penduduk.
 Sasaran : semua penderita; orang yang kontak dengan penderita yang
belum.
B. Kebijakan dan strategis
 Pengobatan (MDT, multidrug therapy) secara intensif dan eksternal
 Kerjasama lintas program dan lintas sector
 Meningkatkan keterampilan petugas
 Penemuan, pengobatan, dan pencegahan cacat.
C. Kegiatan
 Rencana penyediaan jumlah obat dihitung dari jumlah penderita tahun
lalu + perkiraan kasus baru + buffer stock 10%
 Pengobatan MDT
 Rujukan; jika ulkus tidak sembuh setelah diobati di puskesmas selama 3
bulan maka ia dirujuk kerumah sakit kusta.
 Pasien yang mengalami neuritis dan tidak sembuh setelah diobati
dipuskesmas selama 3 bulan maka ia kaan dirujuk ke rumah sakit kusta.
 Pasien yang mengalami komplikasi dan efek samping obat (ESO) atau
reaksi obat dirujuk kerumah sakit umum.
 Survei.
D. Monitoring dan evaluasi
 Puskesmas dengan penderita <5, kunjungan laporan 1 kali/bulan.
 Puskesmas denga penderita 5-10, kunjungan laporan 2 kali/bulan.
 Jumlah penderita yang diobati dengan MDT per jumlah penderita.
 Jumlah pemeriksaan orang yang kontak dengan penderita per jumlah
terdaftar
 Jumlah pemeriksaan anak sekolah per jumlah murid yang terdaftar.

29
 Jumlah chase survey per jumlah penduduk yang terdaftar.
 Jumlah penderita yang menjalani pengobatan MDT secara teratur
 Jumlah penderita RFT/RFC/MDT.
 Jumlah penderita yang cacat perjumlah penderita baru.
E. Pelaporan dan pencacatan ( reporting and recording)
 Setiap penderita harus memiliki katrtu penderita
 Pencacatan dalam buku monitoring MDT
 Menyediakan formulir kasus baru
 Pencacatan dalam buku kunjungan penderita.
5. PES
A. Kebijakan dan tujuan
 Pengamatan terhadap manusia, hewan pengerat (tikus), dan ginjal
 Pengobatan terhadap penderita
 Pemberantasan vector melalui penilaian sasaran setiap 10 tahun sekali
 Perbaikan lingkangan.

Tujuan program:

 Mempertahankan kasus kematian tetap nol


 Mencegah penularan tes antar daerah
 Mencegah dan menangkal masuknya penyakit dari negara lain.
 Memantau bekas lokasi pers (kekambuhan)
B. Sasaran
 Daerah fokus yang ditemukan terdapat Y. pestis pada pinjal, tikus,
nanah, bahan organik, dan manusia.
 Daerah terancam yaitu daerah perbatasan atau daerah yang berhubungan
dengan focus (darat, laut, dan udara) dan serologi (+) pada tikus dan
manusia.
 Daerah bekas focus yang pernah ada riwayat pes atau yang merupakan
daerah potensial
C. Kegiatan
 Pengamatan (surveilans) tikus dan pinjal
a. Daerah focus: 1x/bulan selama 5 hari berurutan.

30
b. Daerah terancam: 1x/3bulan selama 5 hari berurutan.
c. Daerah bekas focus: 1x/tahun (1x/2 tahun)selama 5 hari berurutan.
 Survei kewaspadaan dini (SKD)
 Daerah paceklik atau panen raya
 Daerah yang habitat tikusnya tergganggu seperti daerah yang
terkena bencana alam.
 Daerah yang terdapat tikus mati tanpa sebab yang jelas (rate fall)
 Daerah dengan tangkapan tikus rumah lebih banyak dibandingkan
tikus ladang.
 Pengendalian pinjal, dilakukan dengan cara:
 Pembasmian hama (dusting) dengan insektisida (malation,
diazinon, fenitrotion) atau tepung pencampur (kaolin, gaplek)
 Flea catching, yaitu menempatkan lampu diatas baskom putih
berisi air selama 5 hari terutama dirumah penderita.
 Tindakan dalam menghadapi KLB
 Penemuan aktif penderita, door to door, setiap penderita diambil
spesimennya kemudian diperiksa dilaboratorium.
 Setiap ditemukan tikus mati, tikus ini dimasukkan ke dalam plastic
dan dibawa ke labolatorium.
 Pengelolaan manusia, bila ditemukan kasus (bubo/paru)maka
rumah/desa.daerah tersebut diisolasi selama 1 minggu setelah
kasus pes terakhir sembuh atau mati dan tidak ada kasus baru lagi.
Semua penduduk dalam area isolasi tersebut diobati dengan
tetrasiklin 500 mg/hari selama 10 hari.
 Infeksi Virus
1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Program Pemberantasan
a) Tujuan
- Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD
- Mencegah dan menanggulangi KLB
- Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan
sarang nyamuk (PSN)
b) Sasaran

31
Sasaran nasional (2000):
- Morbiditas di kecamatan endemik DBD <2 per 10.000 penduduk
- CFR <2,5%
c) Strategi
- Kewaspadaan diri
- Penanggulangan KLB
- Peningkatan keterampilan petugas
- Penyuluhan
d) Kegiatan
- Pelacakan penderita (peneylidikan epidemiologi, PE), yaitu kegiatan
mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus)
untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius
± 100 m dari rumah indeks.
- Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita
lain. Jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan
penanganan kasus termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehaatan
(UPK) terdekat.
- Abatisasi selektif (AS) atau larvasidasi ke dalam penampungan air
yang positif terdapat jentik aedes.
- Fogging focus (FF), yaitu kegiatan penyemprtan dengan insektisida
(malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1
RW per 400 rumah per 1 dukuh.
- Pemeriksaan jentik berkala (PJB),yaitu kegiatan reguler tiga bulan
sekali, dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan.
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara random atau metode
spiral (dengan rumah di tengah sebagai pusatnya) atau metode zig-zag.
Dengan kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau HI
(house index).
- Pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD di semua level
administrasi, mulai dari desa, kecamatan, sampai tingkat pusat.
- Penggerakan PSN (Pemberantasan sarang nyamuk ) dengan 3M
(menutup dan menguras tempat penampungan air bersih, mengubur
barang bekas, dan membersihkan tempat yang berpotensi bagi
perkembangbiakan nyamuk) di daerah endemik dan sporadik.

32
- Penyuluhan tentang gejala awal penyakit, pencegahan, dan rujukan
penderita.
e) Pencegahan
Kegiatan ini meliputi:
1) Pembersihan jentik
- Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
- Larvasidasi
- Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
2) Pencegahan gigitan nyamuk
- Menggunakan kelambu
- Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
- Tidak melakukan kebiasaan berisiko tidur siang , menggantung
baju)
- Penyemprotan
f) Monitoring dan evaluasi
2. Campak
 Pencegahan
Imunisasi campak yang diberikan pada bayi berusia 9 bulan merupakan
pencegahan yang paling efektif. Vaksin campak berasal dari virus hidup yang
dilemahkan. Pemberian vaksin dengan cara intrakutan atau intramuskular
dengan dosis 0,5 cc.
Pemebrian imunisasi campak satu kali akan memberikan kekebalan
selama 14 tahun, sedangkan untuk mengendalikan penyakit diperlukan
cakupan imunisasi paling sedikit 80% per wilayah secara merata selama
bertahun-tahun.
Keberhasilan program imunisasi dapat diukur dari menurunnya jumlah
kasus campak dari waktu ke waktu. Kegagalan imunisasi dapat disebabkan
oleh:
1) Terdapatnya kekebalan yang dibawa sejak lahir yang berasal dari antibodi ibu.
Antibodi itu akan menetralisasi vaksin yang diberikan.
2) Terjadi kerusakan vaksin akibat penyimpanan, pengangkutan, atau
penggunaan di luar pedoman.
 Program Pemberantasan

33
The World Summit for Children telah menyepakati program reduksi
campak pada tahun 2000. Reduksi campak adalah hilangnya wilayah kantung
campak. Secara epidemiologi, daerah rawan campak dikelompokkan menjadi:
1) Daerah reservoir, yaitu desa yang selama tiga tahun berturut-turut terdapat
kasus campak.
2) Daerah kantung, yaitu desa dengan cakupan imunisasi campak < 80% selama
tiga tahun terakhir.
Kegiatan yang dilakukan adalah akselerasi reduksi campak yang berupa
munisasi campak pada balita berusia 9-59 bulan. Sesuai laporan Profil
Departemen Kesehatab 2000, sampai saat ini masih terdapat banyak daerah
rawan campak di Indonesia.
3. Hepatitis
 Pemberantasan
Pemberantasan penyakit dimaksudkan untuk mengendalikan morbiditas
dan mortalitas penyakit.
1) Surveilans epidemiologi
Surveilans adalah kegiatan pemantauan terus-menerus pada
perkembangan kasus penyakit. Sumber datanya berasal dari laporan
puskesmas, rumah sakit, dan masyarakat. Data diolah dan dianalisis
secara epidemiologis berdasarkan umur, jenis kelamin, tempat tinggal,
waktu, gejala, dan lainnya. Perlu diperhatikan apakah ada hubungan
epidemiologis antara pasien yang satu dengan lainnya. Perlu dibuat
pemetaan (mapping) untuk mempermudah analisis.
2) Penyelidikan epidemiologi
Laporan yang masuk perlu dilacak dilapangan untuk
mengkonfirmasi dan mendapatkan informasi lebih jauh tentang penyebaran
penyakit. Selain data penderita, diperlukan pula data sumber makanan dan
minuman selama satu ulan terakhir untuk menemukan sumber dan cara
penularan.
3) Penanggulangan
Kegiatan untuk menghentikan penularan dilakukan dengan cara:
- Menemukan dan mengobati (merujuk) penderita ke rumah sakit.
- Menstrerilisasi sumber air bila diperlukan.

34
- Memberikan penyuluhan tentang penyakit, higiene, dan sanitasi.
4. HIV/AIDS
a. Peningkatan upaya pencegahan
 pengurangan dampak buruk (harm reduction) penasun (pengguna
NAPZA suntik)
 peningkatan program pemakaian kondom 100% pada setiap
hubungan seksual yang berisiko
 pencegahan penularan ibu ke bayi (PMTCT, prevention of mother-
to-child transmission)
 transfusi darah yang aman
 kewaspadaan universal (UP, universal precaution)
b. Peningkatan jumlah dan mutu
 pelayanan pengobatan IMS (infeksi menular seksual)
 peningkatan jumlah dan fungsi klinik VCT
 perawatan, dukungan, dan pengobatan (CST, care, support, and
treatment) pada ODHA (orang dengan HIV/AIDS)
c. Penguatan KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) di semua tingkat.
d. Peningkatan peraturan perundang-undangan dan anggaran.
e. Peningkatan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi).
f. Memperkuat monitoring dan evaluasi.
Target
Target yang ditetapkan sesuai dengan delapan target kunci menuju 2010
yaitu :
1. 80% populasi yang paling berisiko, terjangkau oleh program pencegahan
yang komprehensif.
2. Perubahan perilaku pada 60% populasi paling berisiko.
3. 80% dari mereka yang memenuhi syarat, menerima pengobatan dengan
ARV.
4. Sumber daya dan dana (domestic dan internasional) memenuhi estimasi
kebutuhan pada tahun 2008.
5. Lingkungan yang memberdayakan :
 Peran civil society
 Menghilangkan stigma dan diskriminasi

35
6. Persentase ibu hamil dengan HIV dan yang menerima profilaksis ARV.
7. Persentase yatim piatu dan anak yang rawan penularan (OVC) menerima
paket dukungan.
8. Mengurangi infeksi baru (jumlah atau persentase pada tahun) 2010
dibandingkan dengan tahun 2005.
Kegiatan
Kegiatan disesuaikan dengan 8 kegiatan yang tercantum dalam SPM (standar
pelayanan minimal) yang sudah ditetapkan oleh KPAN, meliputi :
1. Behavioral change communication (BCC) atau komunikasi perubahan
perilaku (KPP)
2. Promosi pemakaian kondom (PPK) 100%
3. Klinik IMS
4. VCT
5. Harm reduction
6. CST
7. PMTCT
8. Komunikasi public
5. Flu Burung
Pencegahan
1. Peternak
a. Orang yang kontak dengan ungags (misalnya peternak ayam) harus
menggunakan masker, baju khusus, kaca mata renang.
b. Membatasi lalu lintas orang yang masuk ke peternakan.
c. Mendisinfeksi orang dan kendaraan yag masuk ke peternakan.
d. Mendisinfeksi peralatan peternakan.
e. Mengisolasi kandang dan kotoran dari lokasi peternakan.
2. Masyarakat umum
a. Memilih daging yang baik dan segar.
b. Memasak daging ayam minimal 80℃ selama 1 menit dan telur minimal
64℃ selama 5 menit (atau sampai air atau kuahnya mendidih cukup lama).
c. Menjaga kesehatan dan ketahanan umum tubuh dengan makan, olahraga
dan istirahat yang cukup.
d. Segera ke dokter/puskesmas/rumah sakit bagi masyarakat yang mengalami
gejala-gejala di atas.

36
6. Polio
A. Pencegahan
World Health Assembly (WHA) pada tahun 1988 menetapkan dunia bebas
polio pada tahun 2005, dengan tahapan :
1. Tahun 2010 diharapkan tidak ada transmisi virus polio liar lagi
2. Tahun 2004 diharapkan South Asian Region Organization (SEARO)
terbentuk. SEARO adalah suatu sistem pembagian wilayah WHO yang
meliputi regional Asia Tenggara.

Apabila resolusi ini berjalan sesuai rencana maka WHO beserta negara-
negara di seluruh dunia akan menghentikan imunisasi polio pada tahun 2010
seperti halnya keberhasilan umat manusia membasmi virus cacar.

B. Program Pemberantasan
1. Eradikasi polio (erapo)
Eradikasi polio adalah keadaan di mana suatu negara bebas kasus
polio liar selama 3 tahun berturut-turut dan didukung oleh system
surveilans yang mantap. Sistem surveilans mantap dibuktikan dengan :
a. Zero report, yaitu lapotan mingguan dari unit pelayanan kesehatan
(puskesmas dan rumah sakit) lengkap dan tepat meskipun tidak
ditemukan 1 kasus AFP pun.
b. AFP rate 1 (100%), yaitu harus bisa menemukan kasus AFP dan
membuktikannya melalui pemeriksaan laboratorium bahwa hal
tersebut bukan karena penyakit polio.

Strategi erapo adalah :

a. Mempertahankan imunisasi rutin dengan cakupan yang tinggi.


b. Melaksanakan program imunisasi tambahan seperti :
 PIN 1995, 1996, dan 1997
 Sub PIN (1998-1999), daerah berisiko tinggi (fokus)
 Sub PIN 2000 – peningkatan imunitas
 Mopping up (kegiatan seperti PIN pada suatu daerah untuk
mencegah dan menanggulangi transmisi).
c. SAFP sesuai standar sertifikasi.

37
d. Pengamanan virus polio di laboratorium.
2. SAFP (surveilance acute flaccid paralysis)
SAFP adalah suatu pengamatan ketat pada semua kasus
kelumpuhan yang mirip dengan kelumpuhan pada kasus poliomyelitis,
yaitu akut (<2 minggu ), flaccid (layuh, tidak kaku) yang terjadi pada anak
<15 tahun, dalam rangka menemukan adanya kasus polio.
SAFP dimaksudkan untuk mengidentifikasi daerah yang berisiko
tinggi akan adanya transmisi virus polio liar. SAFP juga dapat digunakan
untuk memantau perkembangan program eradikasi polio, dan yang
terakhir, SAFP bisa digunakan sebagai alat untuk membuktikan bahwa
Indonesia bebas polio. Karena pentingnya SAFP tersebut maka setiap satu
kasus AFP merupakan suatu KLB.
Setiap menemukan satu kasus AFP, petugas diharuskan untuk
mendapatkan spesimen tinja penderita dalam waktu 24-48 jam, paling
lama dua minggu sejak awal kelumpuhan. Tinja harus segera dikirim ke
laboratorium nasional untuk pemeriksaan virus polio. Selanjutnya petugas
mengunjungi ulang setelah 60 hari untuk memeriksa kelumpuhan.
3. Imunisasi
Imunisasi merupakan faktor terpenting untuk memberantas polio.
Terdapat dua jenis vaksin polio di Indonesia, yaitu OPV (oral polio
vaccine) dan IPV (injection polio vaccine). OPV berfungsi untuk
merangsang pembentukan antibody humoral yang akan menghambat
perjalanan virus ke otak, dan OPV akan menstimulasi terbentuknya
antibody lokas di usus (slg A) yang menghambat penempelan virus polio
pada dinding usus.
IPV hanya akan merangsang pembentukan antibodi humoral saja.
IPV dibuat berdasarkan virus yang dimatikan, sedangkan OPV berasal dari
virus hidup yang berdasarkan virus yang dilemahkan, sehingga risiko yang
terjadinya kasus polio karena vaksin (VDPV, vaccine derived polio virus)
lebih tinggi pada penggunaan OPV. Mengingat harga IPV yang lebih
mahal dibandingkan harga OPV, maka IPV tidak digunakan untuk
program erapo di Indonesia.
Antibodi usus local hanya dapat bertahan sekitar 100 hari pada
dinding usus. Setelah waktu tersebut terlampaui, virus polio liar (VPL)

38
yang masuk ke usus bisa menempel pada dinding usus dan bereplikasi.
Antibodi humoral yang sudah terbentuk akan menghalangi VPL masuk ke
jaringan saraf. Meskipun demikian, VPL yang sudah berkembang biak
tersebut akan dikeluarkan melalui tinja dan bisa menularkan ke orang lain.
Berdasarkan pemikiran di atas, Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
dilaksanakan secara serentak sehingga VPL yang masuk tidak dapat
berkembang biak dan dikeluarkan bersama tinja. Hal ini akan membuat
penularan ke anak lainnya menjadi sulit karena pada saat yang bersamaan
anak lainnya tersebut sudah mendapatkan imunisasi.
7. Malaria
A. Pencegahan
1. Berbasis masyarakat
a. Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus selalu
ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan,
diskusi kelompok maupun melalui kampanye massal untuk
mengurangi tempat sarang nyamuk (pemberantasan sarang nyamuk,
PSN). Kegiatan ini meliputi hilangkan genangan air kotor, di antaranya
dengan mengalirkan air atau menimbun atau mengeringkan barang
atau wadah yang memungkinkan sebagai tempat air tergenang.
b. Menemukan dan mengobati penderita sedini mungkin akan sangat
membantu mencegah penularan.
c. Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang bionomik
anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit, jarak terbang, dan
resistensi terhadap insektisida.
2. Berbasis pribadi
a. Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain :
 Tidak keluar rumah antara senja dan malam hari, bila terpaksa
keluar, sebaiknya mengenakan kemeja dan celana panjang
berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap
 Menggunakan repelan yang mengandung dimetilftalat atau zat
antinyamuk lainnya
 Membuat konstruksi rumah yang tahan nyamuk dengan memasang
kasa antinyamuk pada ventilasi pintu dan jendela

39
 Menggunakan kelambu yang mengandung insektisida ( insecticide
treated mosquito net, ITN)
 Menyemprot kamar dengan obat nyamuk atau menggunakan obat
nyamuk bakar.
b. Pengobatan profilaksi bila akan memasuki daerah endemic meliputi :
 Pada daerah dimana plasmodiumnya masih sensitive terhadap
klorokuin, diberikan klorokuin 300 mg basa atau 500 mg klorokuin
fosfat untuk orang dewasa, seminggu 1 tablet, dimulai 1 minggu
sebelum masuk daerah sampai 4 minggu setelah meninggalkan
tempat tersebut.
 Pada daerah dengan resistensi klorokuin, pasien memerlukan
pengobatan supresif, yaitu dengan meflokuin 5 mg/kgBB/minggu
atau doksisiklin 100 mg/hari atau sulfadoksin 500 mg/pirimetamin
25 mg (Suldox®), 3 tablet sekali minum.
c. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil meliputi :
 Klorokuin, bukan kontraindikasi.
 Profilaksis dengan klorokuin 5 mg/kgBB/minggu dan proguanil 3
mg/kgBB/hari untuk daerah yang masih sensitive klorokuin.
 Meflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada bulan keempat
kehamilan untuk daerah dimana plasmodiumnya resisten terhadap
klorokuin.
 Profilaksis dengan doksisklin tidak diperbolehkan.
d. Informasi tentang donor darah. Calon donor yang datang ke daerah
endemic dan berasal dari daerah nonendemik serta tidak menunjukkan
keluhan dan gejala klinis malaria, noleh mendonorkan darahnya
selama 6 bulan sejak dia datang. Calon donor tersebut, apabila telah
diberi pengobatan profilaksis malaria dan telah menetap di daerah itu 6
bulan atau lebih serta tidak menunjukkan gejala klinis, maka
diperbolehkan menjadi donor selama 3 tahun. Banyak penelitian
melaporkan bahwa donor dari daerah endemik malaria merupakan
sumber infeksi.
B. Program Pemberantasannya
1. Tujuan

40
a. Umum
 Menekan morbiditas dan mortalitas
 Mempertahankan daerah bebas malaria
b. Khusus
 Morbiditas <0,08/1000 penduduk (API)
 Jumlah kecamatan dengan insidensi kasus yang tinggi (high case
incidende, HCI) <10; kelurahan HCI <100
2. Sasaran
Sasaran nasional pada tahun 2001 adalah mobiditas ≤ 1% di Jawa-Bali.
3. Kebijaksanaan
a. Memperluas daerah bebas malaria.
b. Menanggulangi focus.
c. Meningkatkan aspek manajerial petugas.
d. Meningkatkan kualitas surveilans.
e. Memberantas vector.
f. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor.
4. Stratifikasi wilayah
a. Indikator statis
 HCI (High Case Incidence), API >5%
 MCI (Middle Case Incidence), API = 1-5 %
 LCI (Low Case Incidence), API <1%
b. Indikator dinamis
 Desa rawan (potential focus zone), yaitu :
 lingkungan yang cocok bagi vektor malaria seperti
perbukitan dengan sawah berteras dan mata air yang
alirannya lambat, hutan primer,
 desa yang memiliki riwayat HCI
 mobilitas penduduknya tinggi
 daerah terpencil
 Desa fokus rendah, yaitu :
 desa MCI/LCI dengan kasus indigenous bulanan konstan
atau menurun

41
 desa HCI dengan kondisi lingkungan yang tidak kondusif
terhadap penularan
 Desa focus tinggi, yaitu :
 desa rawan yang mulai ada kasus indigenous, atau
 desa rawan yang tiga bulan berturut-turut kasus indigenous-
nya konstan atau naik dibandingkan bulan sebelumnya.
 Daerah bebas malaria yaitu daerah yang tidak ada penularan
malaria dalam 3 tahun terakhir.
5. Kegiatan
a. Desa rawan
 Menemukan dan mengobati penderita
 Melakukan surveilans rutin (ACD/PCD/PE)
 Melakukan mass fever survey (MFS) terutama konfirmasi
 Mengendalikan vector
 Memetahkan lingkungan dan breeding place
 Melakukan surveilans migrasi (bila mobilitasnya tinggi)
 Melakukan survey entomologi
 Memberi penyuluhan kepada masyarakat
b. Low focus zone (LFZ)
 Melakukan semua tindakan di desa rawan
 Melakukan tes resistensi terhadap klorokuin dan insektisida
 Mengendalikan vektor dengan antilava BTI-H14
 Menebar ikan
 Menanam padi secara serentak
 Memperbaiki konstruksi pengairan
c. High focus zone (HFZ)
 Melakukan semua tindakan di LFZ
 Melakukan penyemprotan di rumah-rumah (bila memenuhi syarat)

Jenis Kegiatan :

a. Active case detection (ACD)

42
 Sasarannya adalah semua penderita malaria klinis (HCI: 20%
penduduk MCI: 10% penduduk)
 Mengambil preparat darah tebal yang dilakukan oleh juru malaria
desa (JMD)
 Waktu: HCI (2 minggu/1x), MCI (1 bulan/1x)
b. Passive case detection (PCD)
 Sasarannya adalah semua penderita malaria klinis dan penderita
gagal obat yang datang (HCI: 10% penduduk, MCI/LCI: 5%
penduduk)
 Mengambil preparat darah tebal yang dilakukan oleh JMD
 Dilakukan setiap kerja
c. Mass fever survey (MFS)
 Sasarannya adalah semua penderita demam di daerah malaria klinis
 Mengambil preparat darah tebal yang dilakukan oleh JMD, diikuti
mass fever treatment (MFT) yang dibagi menjadi 2 yaitu MFS
konfirmasi dan MFS husus.
d. Surveilans parasit SMPI (sebelum musim penularan)
 Untuk menemukan dan mengobati penderita
 Dilakukan selama 4 hari dan diulang 10 hari kemudian
 Sasarannya adalah desa HCI/MCI
 Dilakukan 1-2 bulan sebelum dan sesudah musim penularan (MP).
e. Surveilans migrasi
 Sasarannya adalah penduduk yang dapat dari daerah endemic
 Preparat darah tebal diambil oleh JMD, jiks hasil (+) maka
dilakukan pengobatan radikal
f. Survei penatalaksanaan penderita
 Sasarannya adalah kabupaten/kota/puskesmas endemic
 Metode: dengan check list
 Dilakukan pada saat MP
6. Survei
1. Survei kualitas penyemprotan
2. Surveilans pola vektor
3. Surveilans vektor sebelum musim penularan (SMPI)

43
4. Survei longitudinal entomologi
5. Survei spot entomologi
6. Surveilans status resistensi vektor
7. Uji coba status resistensi klorokuin
8. Audit program malaria

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit tropis adalah penyakit yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan
jamur. Penyakit ini merupakan penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis
khususnya negara Indonesia ini dan subtropis. Penyebaran penyakit ini disebabkan
oleh beberapa faktor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya seperti lingkungan,
makanan, dll. Maka dari itu kita sebagai penduduk Indonesia yang berada pada iklim
tropis dan rentan terhadap penyabaran penyakit tersebut harus tetap menjaga
kebersihan lingkungan agar penyakit-penyakit tersebut dapat diminimalisir
dampaknya

B. SARAN
Saran untuk kedepannya, agar masyarakat lebih peduli lagi dengan lingkungan
sekitar dimulai dari hal-hal terkecil seperti membuang sampah pada tempatnya agar

44
bakteri, virus dan jamur penyebar penyakit dari sampah tersebut tidak menyebar ke
lingkungan masyarakat.

Kami juga menyadari bahwa dari pembuatan makalah “Pengantar &


Epidemiologi Penyakit Tropis di Indonesia serta Program Pemberantasan Penyakit
Tropis di Indonesia” ini masih jauh dari kata sempurna sehingga diharapkan kritikan
yang membangun agar kedepannya makalah ini lebih ditingkatkan lagi sehingga dapat
bermanfaat dikehidupan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Difteri. Jakarta:
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI; 2017.

Purnama Ramadhani, et al. “ Sistem Pakar Diagnosa Infeksi Penyakit Tropis Berbasis Web”.
Jurnal teknik Informatika. Vol.1.pp 2. 2012.

Timmreck, C.Thomas. 2014. Epidemiologi Suatu Pengantar. Ed.2. Jakarta:EGC.

Vatimatunnimah, Vina Noor. 2013. “Makalah Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak
Menular”.

Widoyono, Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya.


Jakarta:Erlangga. 2008.

45

Anda mungkin juga menyukai